• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Karakteristik Individu, Penggunaan APD dan Lokasi Kerja Dengan Gejala Photokeratitis Pada Pekerja Las PT. Adhi Karya (Persero) Tbk Duri, Riau Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Karakteristik Individu, Penggunaan APD dan Lokasi Kerja Dengan Gejala Photokeratitis Pada Pekerja Las PT. Adhi Karya (Persero) Tbk Duri, Riau Tahun 2016"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Pengelasan (welding) diartikan sebagai salah satu teknik penyambungan

logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau

tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam tambahan dan menghasilkan sambungan

yang kontiniu (Sonawan, 2003). Menurut Deutsce Industrie Normen (DIN) dalam

Daryanto (2013), las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang

dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan

lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam

dengan menggunakan energi panas.

Temperatur busur las listrik sama tingginya dengan temperatur permukaan

matahari, kira-kira 5000-6000 C, sedangkan temperatur nyala api gas asetilin adalah

kira-kira 3100 C. Keduanya menimbulkan radiasi sinar yang berbahaya bagi mata (

Daryanto, 2013). Menurut Canadian Center For Occupational Health and Safety

(2008), pada proses pengelasan dapat mengeluarkan radiasi dengan panjang

gelombang antara 200-1400 nm. Ini termasuk radiasi ultraviolet (antara 200-400 nm),

sinar tampak (400-700 nm), dan inframerah (antara 700-1400 nm).

2.1.1 Jenis Pengelasan

Menurut Sriwidharto (1996), di Indonesia ada 2 jenis pengelasan yang sering

digunakan yaitu dengan mempergunakan busur nyala listrik (shielded metal arc

welding/SMAW), dan las karbit (oxy acetylene welding/OAW). Di beberapa kegiatan

(2)

menggunakan pengelasan jenis T.I.G (tungsten inert gas welding/SAW), M.I.G

(metal gas welding atau CO2 welding), las tahanan listrik ( electric resistance

welding/ ERW), las busur terbenam (submerged arc welding/SAW), dan

kemungkinan sinar laser untuk keperluan pengobatan.

a. Jenis las berdasarkan panas tenaga listrik

1. SMAW (Shielded Metal Arc Welding)

Las busur nyala listrik terlindung, adalah pegelasan dengan mempergunakan

busur nyala listrik sebagai sumber panas pencair logam. Untuk keselamatan kerja,

maka tegangan yang dipakai hanya 23-45 volt saja, sedang untuk pencairan

pengelasan dipakai arus listrik hingga 500 amper. Secara umum berkisar antara

80-200 Am. Untuk mencegah oksidasi ( reaksi dengan zat asam O2), bahan penambah

las (elektroda) dilindungi dengan selapis zat pelindung (flux atau slag) yang sewaktu

pengelasan ikut mencair.

2. SAW (Submerged Arc Welding)

Las busur terbenam adalah pengelasan dengan busur nyala listrik. Untuk

mencegah oksidasi cairan metal dan metal tambahan, dipergunakan butir-butir flux

atau slag, sehingga busur nyala terpendam dalam urungan dalam butir tersebut.

Karena panas busur nyala, butir-butir flux mencair dan melapisi cairan metal guna

menghindari oksidasi. Jenis pengelasan ini dilaksanakan secara otomatis atau

(3)

3. ERW (Electric Resistence Weld)

Las tahanan listrik. Dengan tahanan yang besar, panas yang dihasilkan oleh

aliran listrik menjadi sedemikian tingginya sehingga mencairkan logam yang akan

dilas. Contohnya adalah pada pembuatan pipa ERW, pengelasan plat-plat dinding

pesawat.

b. Jenis las berdasarkan panas dari kombinasi busur nyala listrik dan gas kekal

(inert)

1. GMAW (Gas Metal Arc Welding)

Pengelasan dengan gas. Nyala dihasilkan berasal dari busur nyala listrik, yang

dipakai sebagai pencair metal yang dilas dan metal penambah. Sebagai pelindung

oksidasi dipakai gas pelindung yang berupa gas kekal inert atau CO2.

2. GTAW (Gas Tungsten Arc Welding)

Pengelasan dengan menggunakan busur nyala yang dihasilkan oleh elektroda

tetap terbuat dari tungsten. Sedangkan sebagai bahan penambah terbuat dari bahan

yang sama atau sejenis dengan bahan yang dilas dan terpisah dari pistol las (welding

gun). Jenis las ini baik untuk penyambungan bahan metal dan bahan-bahan campuran

yang tipis.

c. Las berdasarkan atas panas dari pembakaran campuran gas

1. OAW (Oxy Acetylene Welding)

Las karbit atau las autogen. Panas dapat dihasilkan dari pembakaran gas

acetylene (C2H2) dengan zat asam (O2). Ada juga yang sejenis dengan las ini

(4)

zat asam yang disebut oxy hydrogen welding. Karena panas yang dihasilkan hanya

pas-pasan saja maka jenis las ini hanya baik untuk pengelasan plat-plat tipis. Mutu las

karbit umumnya kurang baik ditinjau dari segi kekuatannya mengingat banyaknya

bagian las yang teroksidasi karena dipakainya zat asam sebagai pemanasnya.

2.1.2 Bahaya Pengelasan

Menurut Wiryosumarto, dkk (1985) beberapa bahaya risiko paling utama dalam

pengelasan adalah:

1. Radiasi

Selama proses pengelasan akan timbul radiasi yang dapat membahayakan pekerja

las dan pekerja lain yang ada disekitar pengelasan. Radiasi tersebut bersumber dari

cahaya yang dapat dilihat atau cahaya tampak, sinar ultraviolet dan sinar infra merah.

2. Debu dan gas uap dari pengelasan

Debu asap dengan ukuran 0,5 µm atau lebih bila terhirup akan tertahan oleh bulu

hidung dan bulu pada saluran pernafasan, sedang debu asap yang lebih halus akan

terbawa masuk keparu-paru. Debu asap yang tinggal akan melekat pada kantong

udara di paru-paru dapat menimbulkan penyakit sesak nafas.Gas-gas berbahaya juga

dapat muncul dalam pengelasan seperti gas karbon monoksida (CO), karbon dioksida

(5)

3. Bahaya listrik

Listrik merupakan suatu bahaya yang ada pada proses pengelasan. Banyak sekali

kecelakaan yang terjadi ditimbulkan oleh listrik dan akibatnya dapat sampai dengan

kematian pekerja.

2.1.3 Keselamatan dan Kesehatan dalam Pengelasan 2.1.3.1 Keselamatan dalam Pengelasan

Menurut Sriwidharto, (1996) untuk dapat terjaminnya keselamatan kerja las,

maka hal-hal ini yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan :

1. Persiapan

a. Dalam persiapan pengelasan bukan hanya tukang las yang harus menyiapkan

segala sesuatu tentang perlengkapan las tetapi yang lebih utama adalah persiapan

lingkungan kerja yang diusahakan oleh pihak pengawas kerja ataupun pengawas

instalasi, misalnya: meninjau apakah lokasi pengelasan layak untuk ditempati

oleh tukang las selama melaksanakan pekerjaan pengelasan misalnya, apakah

lokasi pengelasan panas sekali, bising sekali, letaknya cukup tinggi atau sangat

tinggi, basah/lembab/becek atau diatas permukaan air yang bergelora,

mengandung gas-gas yang mudah beracun, ditengah-tengah kerumnan/keramaian

masa, didalam ruangan tertutup yang sempit/pengap dan selainnya. Dari semua

kondisi tersebut tentukanlah langkah-langkah pengamanan yang dilakukan oleh

pihak pengawas seperti: penyedian baju tahan panas oleh pekerja pengelasan,

penyedian pelindung pendengaran, pelampung dan pelindung kedap air untuk

(6)

rambu-rambu peringatan, ventilasi dan blower pesuplai udara segar dan alat-alat

keselamatan kerja lain.

b. Peralatan yang akan dilas

Peralatan yang akan dilas harus dipersiapkan sedemikian rupa supaya layak

dilas artinya: peralatan telah dibebaskan dari tugas operasinya, telah dikosongkan dan

dibilas, diperiksa lebih dulu kandungan gasnya yang berbahaya, menyediakan sarana

ventilasi serta lampu penerangan 24 volt (jika pengelasan dilaksanakan dalam

ruangan). Melindungi daerah pengelasan dengan tabir air/kabut dan selubung

pengelasan jika (jika pelaksaan pengelasan diluar peralatan) dan jika pengelasan

mendapat izin oleh pihak instansi atau pengawas. Tanpa persiapan ini pekerja dapat

menolak melakukan pengelasan demi keselamatan dirinya sendiri, orang-orang

disekitarnya dan peralatan itu sendiri.

c. Peralatan pengelasan

1. Mesin las atau transformer las harus dalam keadaan baik dan dapat mensuplai

arus dan tegangan yang tidak selalu berubah dengan sendirinya, serta tidak

sebentar-bentar rusak.

2. Kabel las harus tidak boleh cacat yang menyebabkan kebocoran busur nyala

yang akibatnya dapat membahayakan bagi keselamatan instalasi dan personal.

3. Terminal-terminal kabel serta kutub-kutup harus dalam keadaan baik dan

(7)

4. Tangkai las dan kelam las harus dalam keadaan baik dan terpelihara. Tangkai

las yang terkelupas akan menjadi tak terpegang lagi karena isolasi panasnya

telah hilang dan suhu las yang sangat tinggi dapat merambat ke tangkai.

5. Rambu-rambu peringatan dan lembar/selubung pelindung busur nyala listrik

dipersiapkan sesuai kebutuhan dan keadaan lingkungan.

6. Alat pengatur arus yangportable(dapat dijinjing) dan harus menujukkan arus

yang sebenarnya.

d. Peralatan bantu

1. Botol-botol acetylene, propan, zat asam harus masih dalam masa berlakunya

pemeriksaan dan uji tekan yang terakhir oleh departemen tenaga kerja.

2. Katup pengurang tekanan (reducing valve) harus masih berfungsi dengan

baik.

3. Selang-selang gas dan zat asam tidak boleh cacat yang mengakibatkan

kebocoran gasacetylene/propan.

4. Brander-brander/obor potong harus dala keadaan baik dan terawat.

5. Gerinda las harus masih baik. Mata gerinda harus sesuai dengan pemakaian

serta dipasang pada mesin pemutar dengan putaran yang sesuai dengan

spesifikasi batu gerinda.

(8)

e. Peralatan keselamatan perorangan

1. Baju lengan panjang dan celana panjang yang terbuat dari katun. Bahan-bahan

sepertitetoron, dacron, nylon, danpolyesterlainnya tidak tepat untuk dipakai

pekerja panas, karena percikan las dapat membakar kain tersebut secara cepat.

2. Topi pet katun yang dapat diputar kebelakang untuk pemasangan topeng las.

3. Topeng las (pelindung mata dan muka) yang baik dan tepat guna. Untuk

pengelasan titik dapat dipakai topeng yang bertangkai, sedang untuk

pengelasan biasa dapat menggunakan topeng yang dilekatkan di kepala.Pada

topi las harus diperlengkapi dengan 2 macam kaca pelindung yang

masing-masing hitam dan bening. Pelindung mata yang bening dimaksudkan untuk

melindungi mata dan sekaligus melihat selagi pelakasana melakukan

penggerindaan, sedang yang hitam dimaksudkan untuk melindungi mata dari

radiasi panas busur nyala juga radiasi yang cukup intensif dari sinar-sinar

ultraviolet dan infra merah. Bahan dari kacamata las(goggles) dapat terbuat

dari plastik yang transparan dengan lensa yang dilapisi kobalt untuk

melindungi bahaya radiasi gelombang elektromagnetik non ionisasi dan

kesilauan atau lensa yang terbuat dari kaca yang dilapisi timah hitam untuk

melindungi dari radiasi gelombang elektromagnetik dan mengion.

4. Sarung tangan kulit (untuk melindungi tangan dan jari-jari tangan).

5. Selongsong kaki (sleeve) yang terbuat dari kulit.

6. Sepatu las.

(9)

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan pengelasan harus sesuai dengan prosedur pengelasan

(WPS/welding procedure specification) yang telah disetujui. Percikan api pengelasan

dapat membahayakan lingkungan sekitar lokasi pengelasan, maka sekitar lokasi harus

dilindungi dengan tabir air atau kabut serta lantai dibasahi untuk mematikan percikan

las yang berjatuhan dan masih membara.

Pengelasan tidak boleh dimulai sebelum ada lampu hijau dari pengawas

instalasi (dalam halnya pengelasan untuk perbaikan/pemeliharaan), mengingat

persiapan-persiapan pengamanan perlu dilakukan sebelum pengelasan. Persiapan

tersebut meliputi, kandungan gas (testening), purging atau pembilasan, pengucilan

(isolation) peralatan yang akan dilas dan lain-lain.

Jangan mengelas langsung pada permukaan yang berlapiskan cat, karena

disamping hasilnya buruk akibat cat tersebut juga berbahaya bagi pekerja akibat

terhirup gas yang berasal dari terbakarnya cat tersebut.

2.1.3.2 Kesehatan dalam Pengelasan

Yang terpenting harus dilindungi dalam pengelasan adalah keselamatan indera

penglihat/mata, alat pernafasan/paru-paru dan kulit. Pandangan langsung tanpa kaca

mata las dapat dilakukan pada jarak 15,24 m atau 50 kaki dari sumber busur nyala.

Walaupun memakai kaca mata las, namun jika nomornya tidak memadai maka

pekerja akan akan mengalami kepedihan yang hebat (seperti biji mata penuh dengan

(10)

Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah alat pernafasan. Pengelasan

selain menghasilkan gas pelindung (shielding gas) yang berasal dari lapisan luar

elektroda (coating), juga gas-gas hydrogen, ozon dan lain-lain yang jika terhirup

dalam waktu panjang akan merusak kesehatan bahkan dapat meracuni darah. Jika

pelaksanaan las dilaksanakan diruang tertutup, maka guna melidungi pernafasan

pelaksana, pada ruangan tersebut disediakan lubang ventilasi dan diperlengkapi

dengan blower pensuplai udara segar dari luar (Sriwidharto, 1996).

Selanjutnya kulit muka, lengan dan kaki harus pula dilindungi dari panas

radiasi ultra ungu yang mengakibatkan kulit terbakar. Rasa kulit terbakar radiasi suhu

panas dan ultraviolet adalah pedih dan panas.

2.2 Sinar Ultraviolet

Sinar ultraviolet merupakan radiasi elektromagnetik yang terletak diantara sinar

tampak (Visible Light) dan x-ray. Spektrum sinar ultraviolet dibagi menjadi tiga

bagian yaitu bagian sinar terdekat sekitar 400-300 nm, bagian 300-200 nm, dan

bagian kosong 200-4 nm (Olishfski, 1985)

Radiasi sinar ultra ungu adalah radiasi elektromagnetis dengan panjang

gelombang 180-400 nm. Sebagai arus energi elektromagnetis dapat dinyatakan dalam

satuan mikrowatt/cm2. Pada mata sinar tersebut dapat mengakibatkan konjungtivitis

fotoelektrika. MenurutCanadian Centere for Occupational Heath & Safety, (2008)

sinar radiasi ultraviolet dibagi menjadi tiga jenis panjang gelombang yaitu :

1. Sinar ultraviolet-A

(11)

2. Sinar ultraviolet-B

Sinar ultraviolet-B mempunyai panjang gelombang 280-320 nm. Menurut

CCOH (Canadian Centere For Occupational Health & Safety) sinar yang

paling memberikan dampak nyata bagi pekerja adalah sinar UV-B. Menurut

Alatas Dkk,(2003) Energi sinar UV dengan panjang gelombang 280-315 nm

sebagian besar diserap kornea dan dapat mencapai lensa.

3. Sinar ultraviolet-C

Sinar ultraviolet-C mempunyai panjang gelombang 200-280 nm. Menurut

Alatas, dkk, (2003) energi ultraviolet-C dapat diserap seluruhnya oleh kornea

mata.

2.2.1 Efek dari Radiasi Ultraviolet pada Mata

Mata merupakan organ tubuh yang paling peka terhadap radiasi

elektromagnetik non ionisasi. Radiasi ultraviolet tidak dapat dideteksi oleh

reseptor-reseptor alat penglihatan manusia sehingga kelainan dan kerusakan sering terjadi

sebelum seseorang menyadari dirinya telah terpapar oleh radiasi tersebut.

Radiasi ultraviolet pada pekerjaan pengelasan dapat menyebabkan kerusakan

mata. Kerusakan mata paling umum terjadi akibat pemaparan bunga api pengelasan,

tetapi dapat juga terjadi melaui pemaparan langsung atau pantulan radiasi lampu

ultraviolet seperti yang digunakan di laboraturium sebagai germisida yang dapat

menyebabkan konjungtivis atau keratitis ( inflasi kornea).

Di mata,energi radiasi < 280 nm (UV-C) dapat diserap seluruhnya oleh kornea

(12)

mencapai lensa. Sedangkan energi UV-A (315- 400 nm) diserap dalam lensa secara

kuat, hanya sebagian kecil energi bisa (> 1%) yang dapat mencapai retina (Anies,

2009). Dalam studi terakhir ditunjukkan bahwa paparan radiasi UV dapat merusak

kornea mata lebih parah daripada perkiraan sebelumnya. Spesialis mata yang bekerja

di Amerika Serikat telah menunjukkan bahwa lapisan endotel dalam kornea primate

juga mengalami kerusakan (khususnya oleh UV-B dalam panjang gelombang 300

nm) dan ini tidak seperti kerusakan epitel, permanen (Pitts et al., 1987).

Sinar ultraviolet dapat merusak epitel kornea, kerusakan ini akan segera baik

kembali setelah beberapa saat dan tidak akan memberikan gangguan yang menetap.

Efek fototoksik akut radiasi uv pada mata adalah photokeratitis (dikenal juga sebagai

welder flash atau snow blindness) yaitu reaksi peradangan akut pada kornea dan

konjungtiva mata. Ini merupakan kerusakan akibat reaksi fotokimia pada kornea

(photokeratitis) dan konjungtiva (fotokonjungtiva) yang muncul setelah pajanan

200-400 nm dan umumnya hanya berlansung antara 24-48 jam (Alatas, 2004).

Gejala photokeratitis berupa memerahnya bola mata yang disertai rasa sakit

yang parah, photopobia, mata terasa berpasir, dan air mata bertambah. Efek ini

bersifat sementara karena kerusakan yang terjadi sangat ringan (bagian

permukaannya saja) dan penggantian sel epitel permukaan kornea berlangsung

dengan cepat (satu siklus 48 jam) (Alatas, 2004). Keratitis terutama terdapat pada

fisura palpebra. Pupil akan terlihat miosis. Tajam penglihatan akan terganggu.

Keratitis ini dapat sembuh tanpa cacat, akan tetapi bila radiasi berjalan lama

(13)

Keratitis dapat bersifat akibat efek kumulatif sinar ultraviolet sehinggga gambaran

keratitisnya akan menjadi berat (Ilyas, 1997).

Sedangkan pajanan kronik radiasi UV pada mata dapat menimbulkanpterygium

atau penebalan konjungtiva dan katarakogenesis atau proses pembentukan katarak.

Pterygium sebagai hasil dari pertumbuhan jaringan lemak diatas kornea. Pajanan

radiasi panjang gelombang 290-320 nm dapat menyebabkan katarak. Terdapat

hubungan yang jelas antara katarak dengan pajanan UV-B sepanjang hidup (Alatas

dkk, 2003).

2.2.2 Sumber sinar ultraviolet

Sumber sinar UV pada pekerjaan pengelasan berasal dari sinar UV alami dan

sumber sinar UV buatan. Sumber sinar UV alami yang memajan pekerja pengelasan

adalah sinar matahari sebagai sumber utama yang memancarkan sinar UV (Olishifski,

1985). Pada pekerjaan pengelasan sendiri memiliki potensi keterpajanan yang tinggi

terhadap sinar matahari terutama pada pekerja yang bekerja diluar ruangan (WHO,

2003).

Sedangkan sumber sinar ultraviolet buatan bersal dari peralatan pengelasannya

sendiri. Hal ini disebabkan karena peralatan pengelasan merupakan salah satu

peralatan kerja yang merupakan sumber sinar ultraviolet buatan dan dalam

pengoperasiannya terjadi pelelehan sehingga dari pelelehan tersebut akan timbul

percikan api/ bunga api yang memancarkan beberapa sinar antara lain sinar ultraviolet

(14)

2.2.3 Nilai Ambang Batas Radiasi Sinar Ultra Ungu (Sinar Ultraviolet)

Menurut keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik

Indonesia No. PER.13/MEN/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan

Kimia di Tempat Kerja. Nilai ambang batas (NAB) untuk sinar ultraviolet ditetapkan

sebesar 0,0001 milliWatt per sentimeter persegi (Mw/cm2).

Table.2.1Nilai ambang batas radiasi sinar ultra ungu yang diperkenankan. Masa Paparan Per Jam Waktu paparan per hari

8 0,0001

(Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011)

Radiasi sinar UV dapat diukur dengan alat radiometer sinar UV yang dengan

intensitas sinar UV dapat dibaca secara langsung. Alat tersebut portabel, kisaran

panjang gelombang yang dapat diukurnya antara 180-400 nm, dan mampu mengukur

energi radiasi dari 0 sampai 19.990 mikroWatt/ dengan resolusi 0,1

(15)

2.3 Anatomi dan Fisiologi Kornea Mata 2.3.1 Anatomi Kornea Mata

Kornea (latin cornum= seperti tanduk) adalah selaput bening mata bagian

selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata

sebelah depan. Kornea merupakan 1/6 bagian pembungkus bola mata yang bening

dan berbentuk kaca arloji terletak didataran bola mata. Akibat kejernihan bola mata

maka dapat diteruskan atau dibiaskan kedalam bola mata. Kornea merupakan

komponen utama sistem optik mata dimana 70% pembiasan sinar dilakukan. Sinar

yang masuk kedalam bola mata dibiaskan oleh kornea untuk difokuskan padamacula

lutea. Turunnya tajam penglihatan depan terjadi akibat edema kornea, infiltrasi sel

radang kedalam kornea, vaskularisasi dan terbentukanya jaringan parut pada kornea

(Ilyas, 2003).

Tebal kornea pada bagian sentral 0,5 mm yang terdiri atas 5 lapis yaitu : epitel,

terdiri atas 5 lapis sel dengan 3 tipe sel, yaitu :

1. Sel epitel gepeng, sel epitel sayap, dan sel basal atau sel kuboid. Sel basal

melekat erat dengan membrane basal kornea. Sel basal dan membrane basal

epitel kornea memilki daya regenerasi.

2. Membran Bowman, yang merupakan bagian stroma kornea dan membentuk

membrane tipis yang homogeny. Membrane bowman tidak memiliki daya

(16)

3. Stroma, merupakan bagian kornea yang paling tebal atau 90% dari tebalnya

kornea. Stroma terdiri atas sel stroma atau keratosit dan serat kalogen yang

tersusun sangat teratur.

4. Stroma kornea tidak mempunyai daya regenerasi, bila terjadi kerusakan stroma,

maka akan membentuk jaringan parut yang keruh pada kornea .

5. Membran Descemet, lapisan elastik kornea yang bersifat transparan.

6. Endotel, terdiri atas atas satu lapis sel gepeng heksagonal.

Kornea tidak memiliki pembuluh darah, akan tetapi kaya akan serabut sensorik.

Saraf sensorik ini berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf

siliar longus berjalan suprakoroid, masuk kedalam stroma kornea, menembus

membrane Bowmanmelepaskanselubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi

sampai pada kedua terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi

dingin ditemukan didaerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan (Ilyas, 1997).

Kornea merupakan bagaian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata

disebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri

dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea (Ilyas, 1997).

2.3.2 Fisiologi Kornea Mata

Kornea berfungsi sebagai membrane pelindung dan jendela yang dilalui berkas

cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform,

avaskuler, dan degurtene atau keadaan dehidrasi relatif jaringan korena yang

dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel

(17)

kerusakan pada endotel jauh lebih serius dibandingkan kerusakan pada

epitel.Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat

transparan.

Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat pada

stroma kornea yang akan menghilang dengan regenerasi sel-sel epitel yang cepat.

Penguapan air dari film airmata prakornea akan mengakibatkan film airmata menjadi

hipertonik; proses tersebut dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang

menarik air mata dari stroma kornea superfisialis untuk mempertahankan keadaan

dehidrasi (Riordan.P dkk, 2009) Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik.

Substansi larut lemak dapat melalui epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui

stoma yang utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut lemak dan

larut air sekaligus (Riordan.P dkk, 2009).

2.4 Photokeratitis

Photokeratitis disebut juga flash burn, welder’s flash, or welder’s eye yang

lebih sering terjadi dipekerja pengelasan (E. Peterson, 1985).Respon utama kornea

untuk paparan UV adalah kondisi yang disebut photooptalmia atau photokeratitis

diperkirakan akan terjadi pada gelombang di antara 210 nm dan 315 nm (Kumah D.B.

et.al.,2011).

Photokeratitis disebabkan mata terpapar oleh sinar ultraviolet. Photokeratitis

adalah inflamasi pada kornea akibat cahaya, yang telah banyak diketahui akibat

matahari atau sumber sinar UV lainnya. Sinar UV ditangkap oleh mata dan diserap

(18)

lensa atau bagian dalam mata. Karena tidak adanya sensasi akibat keberadaan pajanan

cahaya (perasaan sakit) pajanan yang berlebih dari sinar UV matahari atau sumber

pajanan lainnya bisa tidak diketahui. Setelah periode laten dari beberapa menit ke

beberapa jam, berdasarkan lamanya pajanan, konjungtiva akan terinflamasi, disertai

dengan rasa sakit seperti mata terasa berpasir (Wahyuni, 2013).

Gejala photokeratitis ini akan timbul setelah 6-12 jam terpapar oleh sinar

ultraviolet. Menurut Ilyas (2003), keluhan yang akan dirasakan penderita phokeratitis

adalah : mata akan sangat sakit (nyeri), mata seperti kelilipan atau kemasukan pasir,

photofobia, blefarosfasme, konjungtiva kemotik, gangguan ketajaman penglihatan.

Gejala photokeratitis menurut Hollwich (1993), yaitu mata terasa nyeri, mata

terasa berpasir, fotofobia, blefarospasme dan mata banyak mengeluarkan air mata.

Berdasarkan The college of optometrists(2011), gejala photokeratitis yang dirasakan

mata terasa seperti berpasir, rasa nyeri pada mata, mata kemerahan, mata berair

(lakrimasi), blefarosfasme (mata berkedut), fotofobia (silau) dan penurunan

ketajaman penglihatan.

Pada panjang gelombang 320-280 nm (UV-B) bisa menembus erithemal.

Radiasi UV pada gelombang di daerah ini akan diserap oleh kornea mata, tempat

bereaksinya sinar UV pertama kali dengan jaringan keras mata dan secara tidak

langsung menimbulkan efek. Selanjutnya setelah beberapa jam ketidaknyamanan

timbul dan mengakibatkan mata terasa berpasir. Inflamasi kornea dan lesi kecil yang

(19)

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Photokeratitis

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya photokeratitis pada pekerja

las yaitu :

2.5.1 Karakteristik Individu 1. Usia

Dengan bertambahnya usia akan terjadi penurunan sensitivitas dan fragilitas

pada kornea karena ransangan mekanis. Sampai usia 40 tahun fragilita kornea masih

sama, namun setelah itu akan meningkat (R.S Maryam, dkk, 2008). Umumnya

kapasistas fisik manusia, seperti kemampuan penglihatan dan pendengaran dan

kecepatan bereaksi akan menurun sesudah usia 30 tahun atau lebih. Oleh karena itu

pekerja yang yang ada diusia ini harus hati-hati dalam melakukan pekerjaannya

sehingga terhindar dari kecelakaan di tempat kerja ( Suma’mur, 2009).

2. Masa kerja

Semakin lama pekerja bekerja di suatu perusahaan maka makin sering pekerja

tersebut terpapar. Masa kerja seseorang pada suatu tempat kerja dapat mempengaruhi

efek akumulatif terhadap berbagai faktor resiko seperti biologi, fisika, dan kimia.

Semakin lama mereka telah bekerja maka semakin besar pula efek negatif yang dapat

diterima dari faktor resiko tersebut (Susanto, 2015).

3. Lama paparan

Dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yakni

pada pasal 77 ayat 1 yang menyebutkan bahwa pekerja boleh bekerja sesuai

(20)

a. Tujuh jam dalam sehari dan empat puluh jam dalam seminggu untuk enam

hari kerja.

b. Delapan jam dalam sehari dan empat puluh jam dalam seminggu untuk

lima hari kerja

Lama paparan sinar ultraviolet berkaitan dengan iradiasi efektif yaitu besarnya

radiasi yang diterima pekerja (Iyan Dharmawan, 1977). Semakin lama paparan maka

efek yang diterima semakin banyak maka kerusakan jaringan semakin berat (Daniel

Vaughan, 1996).

Dari sebuah penelitian yang dilakukan di taiwan dapat membuktikan bahwa

rata-rata periode laten (awal paparan timbulnya rasa sakit) setelah paparan 389,1

menit pada paparan yang disebabkan proses pengelasan sekitar 5,8 jam (Yuan Lung,

yen, et al, 2004). Semakin lama seseorang terpapar sinar UV maka akan semakin

memperparah terjadinya photokeratitis atauwelders flash(Olifhfski, 1985).

2.5.2 Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat yang digunakan seseorang dalam

melakukan pekerjaannya untuk melindungi dirinya dari sumber bahaya tertentu baik

yang berasal dari pekerja maupun lingkungan kerja. Alat ini berguna dalam uasaha

mencegah atau mengurangi kemungkinan sakit atau cidera (Suma’mur P.K.,

1996:87). Perlindungan keselamatan kerja meliputi upaya teknis pengamanan tempat,

mesin, peralatan adan lingkungan kerja wajib diutamakan.

Ketentuan penggunaan alat pelindung diri diatur oleh peraturan pelaksanan

(21)

tempat kerja diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai

alat pelindung diri yang diwajibkan. Jenis APD menurut ketentuan tentang

pengesahan, pengawasan dan penggunaannya meliputi alat pelindung kepala, alat

pelindung telinga, alat pelindung muka dan mata, alat pelindung pernafasan, pakaian

kerja, sarung tangan, alat pelindung kaki sabuk pengaman dan lain-lain (Suma’mur,

2009).

Faktor yang mempengaruhi paparan radiasi UV adalah penggunaan alat

pelindung diri. Sebab resiko kesehatan yang dipengaruhi oleh paparan radiasi UV

baik yang berasal dari alam maupun buatan dapat dikurangi dengan menggunakan

pelindung dan metode kontrol yang layak. Sebagai contoh paparan terhadap tubuh

dapat dikurangi dengan menggunakan pakaian pelindung (apron untuk pengelas),

paparan radiasi UV pada mata dikurangi dengan menggunakan pelindung mata

(gogglesdanwelding helmetsuntuk pengelas) (Tenkate, T.D, 1998).

Pernyataan Tenkate, T.D,tahun 1998, didukung oleh sebuah survei pada

sebuah sekolah alamNational Outdoor Leadership School(NOLS) yang menyatakan

bahwa 87% kasus photokeratitis terjadi pada peserta yang tidak menggunakan

kacamata dan 13% kasus photokeratitis terjadi pada peserta yang menggunakan

kacamata tanpa penghalang pada bagian samping kacamata (McIntosh, et al, 2011).

Selain itu, terdapat juga penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang

erat antara penggunaan alat pelindung diri dengan kejadian photokeratokonjungtivitis

(22)

Perlindungan terhadap mata dari bahaya radiasi ultraviolet sangat diperlukan.

Berdasarkan hasil penelitian Angelina dan Oginawati (2009), menunjukkan

pemakaian kacamata hitam ternyata dapat mengurangi intensitas radiasi UV-B

dengan rata-rata 40,47 μW/cm2 tanpa penggunaan kacamata menjadi 13,013

μW/cm2. Penurunan intensitas radiasi ini cukup tinggi kira-kira menjadi sepertiga

tanpa penggunaan kacamata.

2.5.3 Intensitas Paparan Radiasi

Sampai saat ini belum ada ketentuan yang pasti mengenai intensitas dan dosis

radiasi sinar UV terhadap tenaga kerja las, tetapi tingginya intensitas radiasi sinar UV

dapat mempengaruhi terjadinya photokeratitis (Tentake, T.D, 1998).

2.5.4 Lokasi Pengelasan

Lokasi pengelasan ini juga dapat mempengaruhi meningkatnya intensitas

radiasi yang akan memapar pekerja. Lokasi pengelasan terkait dengan besarnya sinar

matahari secara langsung yang memajan tukang las serta refleksi sinar matahari

tersebut dari permukaan bumi (misalnya, salju, tanah, air ) (Diffey, B.L., 1985;

Holman, C.D.J., et.al dan Tenkate, T.D, 1998). Menurut WHO 2003, Pada pekerjaan

pengelasan sendiri memiliki potensi keterpajanan yang tinggi terhadap sinar matahari

(23)

2.6 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Karakteristik Individu

1. Usia

2. Lama paparan

3. Masa kerja

Alat Pelindung Diri

GEJALA

PHOTOKERATITIS

Referensi

Dokumen terkait

Tentu banyak faktor yang menyebabkan peningkatan kunjungan ke Korea Selatan, oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik wisatawan dan

Pasal tersebut mengatur tentang pidana denda dalam hukum materil yang dijatuhkan kepada terpidana anak haruslah diganti dengan pidana pelatihan kerja, karena anak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) jenis alih kode antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran siswa kelas X SMA Negeri 3 Enrekang Kecamatan Alla

Agustus 2016, dengan ini Pokja ULPD Kepulauan Riau, Mengumumkan Pemenang Pelelangan Pemilihan Langsung dengan metode Pascakualifikasi Paket Pekerjaan Pengadaan

PMT Penyuluhan Di Posyandu ( 49 Paket ) Menunjang peningkatan status gizi masyarakat P1 B Terselenggaran ya kegiatan pemberian makanan tambahan di posyandu 75 Pagu Indikatif

Proses adaptasi kurikulum 2013 ke dalam kurikulum pendidikan kesetaraan adalah melalui proses kontekstualisasi dan fungsionalisasi dari masing-masing kompetensi

Tampilan Program Utama dari program komputer untuk menentukan eigen fungsi dan eigen energy dari electron dalam kawat kuantum Bagian terpenting didalam program.. yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur dan perangkat yang dibutuhkan dalam pembelajaran Bahasa Inggris dengan model pembelajaran metode