F19
EFEK PEMBERIAN MONOSODIUM GLUTAMAT ( MSG ) TERHADAP
TERBENTUKNYA MIKRONUKLEUS PADA SEL DARAH MERAH
MENCIT
Riska Handayani Rangkuti, Edy Suwarso dan Poppy Anjelisa Z. Hsb.
Departemen Farmakologi Farmasi, Fakultas Farmasi USU Medan Email: handayaniika25@yahoo.com
ABSTRAK
Monosodium glutamat (MSG) adalah garam sodium L Glutamic Acid, yang di pergunakan secara luas oleh masyarakat sebagai penyedap makanan. Monosodium glutamat, juga dikenal sebagai sodium glutamat atau MSG, merupakan garam natrium dari asam glutamat yang merupakan salah satu asam amino non-esensial paling berlimpah yang terbentuk secara alami. Glutamat dalam MSG memberi rasa umami yang sama seperti glutamat dari makanan lain. Produsen makanan industri memasarkan dan menggunakan MSG sebagai penguat cita rasa karena zat ini mampu menyeimbangkan, menyatukan, dan menyempurnakan persepsi total rasa lainnya. Terhadap Monosodium Glutamat (MSG) dicampurkan dalam makanan mencit berupa pelet. Monosodium Glutamat (MSG) yang telah dicampurkan ke dalam pelet diberikan dosis masing-masing kelompok 3, 6 dan 9 g/kg BB/hari, selama 14 hari berturut-turut, kemudian hari ke-15 diberi siklofosfamid dosis tunggal 50 mg/kgBB secara intraperitonial dan 30 jam setelah itu mencit dibunuh dan diambil sumsum tulang femur dan dibuat preparat apusan. Aktivitas karsinogenik ditunjukkan oleh adanya peningkatan jumlah mikronukleus dalam setiap 200 sel eritrosit polikromatik pada preparat apusan sumsum tulang femur mencit. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian Monosodium Glutamat (MSG) mampu meningkatkan jumlah mikronukleus pada 200 sel eritrosit polikromatik yang terdapat pada apusan sumsum tulang femur mencit. Pemberian Monosodium Glutamat (MSG) dosis 9 gram menunjukkan jumlah mikronukleus yang lebih meningkat dibandingkan dosis yang lain.
Kata Kunci: Monosodium Glutamat (MSG), karsinogenik, mikronukleus.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, MSG banyak dipakai dalam makanan sebagai bahan penyedap masakan untuk merangsang selera makan. Penggunaan MSG dalam makanan biasanya dilakukan dalam jangka waktu pemakaian yang cukup lama dan MSG
diperjual-belikan secara bebas (Sukawan, 2008).
Monosodium glutamat (MSG) adalah garam natrium dari asam glutamat (glutamic
acid). MSG telah dikonsumsi secara luas di seluruh dunia sebagai penambah rasa makanan dalam bentuk L-glutamic acid (Geha, et al., 2000), karena penambahan MSG akan membuat rasa makanan menjadi lebih lezat. Di Indonesia rata-rata konsumsi
MSG ditemukan pertama kali oleh dr. Kikunae Ikeda seorang ahli kimia jepang pada tahun 1909, dr. Ikeda mengisolasi asam glutamat tersebut dari rumput laut ‗kombu‘ yang biasa digunakan dalam masakan Jepang, kemudian dia menemukan rasa lezat dan gurih dari MSG yang berbeda dengan rasa
yang pernah dikenalnya oleh karena itu maka dia menyebut rasa itu dengan sebutan ‗umami‘ yang berasal dari bahasa jepang ‘umai‘ yang berarti enak dan lezat (Geha, 2000), rasa umami ini dapat bertahan lama, di dalamnya terdapat komponen L-glutamat dan 5- ribonukleotida (Yamaguchi, 2000). Rangsangan selera dari makanan yang diberi MSG disebabkan oleh kombinasi rasa yang khas dari efek sinergis MSG dengan 5-ribonukleotida yang terdapat di dalam makanan, yang bekerja pada membran sel reseptor kecap atau lidah (Sukawan, 2008).
MSG sendiri sebenarnya sama sekali tidak menghadirkan rasa yang enak, bahkan sering menghadirkan rasa yang dideskripsikan sebagai rasa pahit, dan asin. Akan tetapi ketika MSG ditambahkan dengan konsentrasi
rendah pada makanan yang sesuai maka rasa, kenikmatan dan penerimaan terhadap
makanan tersebut akan meningkat (Halpern, 2002).
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan pengujian efek karsinogenik MSG (Monosodium Glutamat) secara in vivo pada mencit dengan terbentuknya mikronukleus. Sebagai mutagen digunakan siklofosfamid. Metode ini
dilakukan karena prosesnya mudah dan tidak memerlukan alat dan biaya yang terlalu mahal dan metode ini paling umum digunakan oleh peneliti untuk melihat efek genotoksik suatu senyawa tertentu (Miller, 1973).
TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui bahwa Monosodium Glutamat (MSG) dapat bersifat karsinogenik.
TINJAUAN PUSTAKA
Monosodium Glutamat
MSG ditemukan pertama kali oleh dr. Kikunae Ikeda seorang ahli kimia jepang pada tahun 1909, dr. Ikeda mengisolasi asam glutamat tersebut dari rumput laut ‗kombu‘ yang biasa digunakan dalam masakan Jepang, kemudian dia menemukan rasa lezat dan gurih dari MSG yang berbeda dengan rasa yang pernah dikenalnya oleh karena itu maka dia menyebut rasa itu dengan sebutan ‗umami‘ yang berasal dari bahasa jepang ‘umai‘ yang berarti enak dan lezat (Geha, 2000), rasa umami ini dapat bertahan lama, di dalamnya terdapat komponen L-glutamat dan 5- ribonukleotida (Yamaguchi, 2000).
Rangsangan selera dari makanan yang diberi MSG disebabkan oleh kombinasi rasa yang khas dari efek sinergis MSG dengan 5-ribonukleotida yang terdapat di dalam makanan, yang bekerja pada membran sel reseptor kecap atau lidah (Sukawan, 2008)
terdapat pada bermacam-macam sayuran daging, seafood, dan air susu ibu. Asam glutamat digolongkan pada asam amino non essensial karena tubuh manusia sendiri dapat menghasilkan asam glutamat. Asam glutamat terdiri dari 5 atom karbon dengan 2 gugus karboksil yang pada salah satu karbonnya
berkaitan dengan NH2 yang menjadi ciri pada asam amino. Struktur kimia MSG sebenarnya
tidak banyak berbeda dengan asam glutamat, hanya pada salah satu gugus karboksil yang mengandung hidrogen diganti dengan natrium. Gugus karboksil setelah diionisasi dapat mengaktifkan stimulasi rasa pada alat pengecap. (Sukawan, 2008).
Mutasi
Mutasi merupakan perubahan turun temurun pada materi genetik yang menimbulkan berbagai bentuk kelainan gen. Secara garis besar terdapat dua tipe mutasi yaitu yang mempengaruhi gen dan seluruh kromosom (menyebabkan kerusakan kromosom). Mutasi dapat terjadi secara spontan maupun melalui induksi (Gardner dan Snustad, 1984). Mutasi sebenarnya terjadi
pada sel secara terus menerus, namun frekuensinya sangat rendah dalam kondisi
normal, dan banyak mutasi yang berbahaya namun beberapa tidak menyebabkan pengaruh apa-apa pada sel (Postlethwait dan Hopson, 2006). Kesalahan pada saat replikasi gen pada molekul deoxyribonucleic acid (DNA) dapat menyebabkan terjadinya insersi (penyisipan), delesi (penghapusan), dan substitusi (penggantian) satu atau lebih basa
akan menimbulkan mutasi (Stansfield, et al., 2003).
Mutagen
Mutagen dapat menimbulkan kerusakan DNA sel, seperti sel telur atau sperma manusia yang dapat menurunkan kesuburan,
aborsi spontan, cacat lahir, dan penyakit keturunan, selain itu mutagen juga dapat
menyebabkan tumor baik pada hewan maupun manusia (Macdonald, et al., 2004).
Karsinogen kimia dapat dibedakan menjadi beberapa kategori di antaranya karsinogen yang bekerja langsung dan prokarsinogen. Karsinogen yang bekerja secara langsung memiliki sifat elekrofilik alami yang dapat bereaksi secara nukleofilik dengan residu protein pada sel dan asam inti (RNA dan DNA) membentuk ikatan kovalen dengan karsinogen. Contoh karsinogen kimia yang bekerja langsung adalah siklofosfamid (Franco dan Rohan, 2002).
Mikronukleus adalah badan-badan kromatin halus yang terbentuk di sitoplasma karena terjadinya kondensasi pada fragmen kromosom asentrik atau seluruh kromosom (Shahrim et al., 2006). Mikronukleus
digunakan untuk mendeteksi efek genotoksik dalam waktu singkat secara in vivo dan in
vitro (Saleh dan Ahmad, 2010).
METODOLOGI PENELITIAN
Metode percobaan ini meliputi pengumpulan dan pengolahan sampel, penyiapan hewan uji, dan pengolahan data. Data dianalisis secara ANOVA (analisis
variansi) dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc
Tukey menggunakan program SPSS
(Statistical Product and Service Solution)
versi 18.
ALAT-ALAT
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, neraca kasar (ohaus), neraca digital (Vibra), stopwatch, mortir dan stamfer, neraca hewan (Presica), spuit ukuran 1 ml, alat bedah (Wells spencer), mikroskop (Boeco, BM-180, Halogen Lamp), sentrifugator (Dynamica, Velocity 18R), politube, mikrotube, kamera digital MDCE-5A.
BAHAN-BAHAN
Bahan-bahan yang digunakan adalah Monosodium Glutamat (MSG), makanan hewan berupa pelet, metanol, larutan giemsa, minyak emersi, NaCl 0,9%, serum darah sapi dan siklofosfamid (Cyclovid®, Novell).
PENGUJIAN EFEK KARSINOGENIK
PADA MENCIT
Pengujian efek karsinogenik dilakukan dengan cara uji mikronukleus dengan
modifikasi. Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 5 kelompok, masing-masing terdiri dari 6 ekor hewan percobaan. Kelompok tersebut adalah:
- Kelompok I : Kontrol normal, diberikan pelet secara per oral l0 g/ hari,
0,3 ml dan ditampung di dalam mikrotube (Khrisna dan Hayashi, 2000; Purwadiwarsa dkk, 2000; Khumphant et al., 2002).
PEMBUATAN PREPARAT APUSAN
SUMSUM TULANG FEMUR
Campuran sumsum tulang dan SDS
dalam mikrotub diputar (di-sintrifuge) dengan kecepatan 1200 rpm selama 5 menit,
kemudian supernatannya dibuang. Endapannya disuspensikan kembali dengan dua tetes SDS, kemudian satu tetes suspensi sel diambil dan diletakkan ke atas objek glas, dengan menggunakan objek glas yang lain, sel dihapuskan menjadi preparat apusan. Kemudian slide dikeringkan, difiksasi dengan metanol selama 10 menit. Kemudian diberikan pewarna giemsa dibiarkan 30 menit, dibuang zat warna dengan dibilas dengan air yang mengalir kemudian apusan dikeringkan (Khrisna dan Hayashi, 2000; sofyan, 2005).
PENGAMATAN APUSAN
Data pengamatan masing-masing
hewan harus dipresentasikan dalam bentuk tabel. Jumlah eritrosit polikromatik
bermikronukleus maupun tidak bermikronukleus dihitung paling tidak sebanyak 200 sel (EPA, 1998). Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10 × 100 dengan bantuan minyak immersi (Khrisna dan Hayashi, 2000).
HASIL DAN PEMBAHASAN
PENGUJIAN EFEK KARSINOGENIK
Pengujian efek karsinogenik pada penelitian ini dilakukan secara in vivo pada mencit jantan dan betina dengan metode uji mikronukleus menggunakan siklofosfamid (50 mg/kg BB) yang diberikan secara intraperitonial sebagai penginduksi
genotoksik karsinogenik. Berdasarkan penelitian terhadap Monosodium Glutamat
(MSG) yang dicampurkan dengan makanan hewan berupa pelet dengan dosis 3, 6, dan 9 g/kg BB. Aktivitas karsinogenik ditunjukkan oleh adanya peningkatan jumlah mikronukleus dalam setiap 200 sel eritrosit polikromatik pada preparat apusan sumsum tulang femur mencit.
Indonesia rata-rata konsumsi MSG diperkirakan sekitar 0,6 g/kg BB (Prawirohardjono, 2000). Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap mencit, MSG dengan dosis 3 g dan 6 g tidak menyebabkan genotoksisitas,tetapi pada dosis 9 g menimbulkan genotoksisitas dimana dapat dilihat dengan terbentuknya mikronukleus yang merupakan gejala-gejala penyebab
kanker. Dari hasil pengamatan rata-rata mencit mengkonsumsi makanan 0,9 g/hari
92 akan menimbulkan genotoksisitas dengan terbentuknya mikronukleus yang merupakan gejala-gejala penyebab kanker pada manusia.
Siklofosfamid merupakan salah satu agen kemoterapi yang bersifat sitotoksik yang akan bekerja langsung pada ribosanucleic
acid (RNA) atau deoxyribonucleic acid (DNA) dan menyebabkan terjadinya peristiwa pengikatan silang (cross-linking) pada DNA,
yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya patahan kromosom dan dapat terlihat sebagai mikronukleus (Santella, 2002; Purwadiwarsa, dkk., 2000).
Gambar pengamatan sel pada apusan sumsum tulang femur mencit pada mikroskop cahaya dengan pewarna Giemsa dan
perbesaran 400 x dapat dilihat pada Gambar 3.1
Gambar 3.1 Sel-sel yang diamati pada apusan sumsum tulang femur mencit
Keterangan gambar :
A : Sel eritrosit polikromatik tidak bermikronukleus B : Sel eritrosit polikromatik bermikronukleus C : Sel eritrosit dewasa
Sel eritrosit adalah salah satu jenis sel yang paling cocok untuk dilakukan pengukuran pada penginduksian mikronukleus, karena hilangnya inti utama sel tersebut selama pematangan eritroblas, selain itu, pada sumsum eritrosit dibentuk terus-menerus dari eritroblas (Durling, 2008). Jumlah mikronukleus sel-sel eritosit
polikromatik pada kelompok kontrol positif (diinduksi siklofosfamid) memberikan hasil yang paling banyak dibandingkan dengan empat perlakuan lainnya.
Gambar 3.2 Grafik hasil pengukuran jumlah rata-rata mikronukleus pada 200 sel eritrosit
polikromatik
Pada Gambar 3.2 dapat dilihat jumlah
mikronukleus pada sel eritrosit polikromatik kelompok control positif tidak jauh berbeda dengan jumlah mikronukleus pada sel eritrosit
polikromatik kelompok pemberian MSG
dosis 9 gram.
Berikut ini Tabel 3.3 hasil analisis
Post Hoc Tukey data penelitian ini.
Tabel 3.3 Hasil analisis Post Hoc Tukey menggunakan SPSS 18
1.Mencit jantan
Perlakuan
N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
kontrol negatif 3 .00
MSG (3 gram) 3 176.67
MSG (6 gram) 3 190.33
MSG (9 gram) 3 247.67
kontrol positif 3 263.33
Sig. 1.000 .818 .738
Perlakuan
Berdasarkan Gambar 3.3 dapat dilihat
bahwa peningkatan jumlah mikronukleus sel eritrosit polikromatik bertambah seiring dengan meningkatnya dosis MSG yang diberikan. Pemberian MSG dosis 9 g/kg BB memberikan efek peningkatan jumlah mikronukleus yang paling kuat (jumlahnya 278), ditunjukkan dalam tabel 3.3, bahwa kontrol positif dan pemberian MSG 9 g/kg BB terdapat dalam satu kolom yang sama, sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik jumlah mikronukleusnya dengan kontrol positif (jumlahnya 271).
Berdasarkan hasil uji analisis ditunjukkan bahwa Monosodium Glutamat (MSG) berpotensi sebagai karsinogenik, karena pemberian MSG pada dosis 9 g/kg BB mampu meningkatkan jumlah mikronukleus secara signifikan dibanding dengan kontrol
negatif dan peningkatan jumlah mikronukleus tersebut bisa mendekati jumlah mikronukleus
pada kontrol positif.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah: Hasil pemeriksaan terhadap Monosodium Glutamat (MSG) mempunyai
efek karsinogenik. Pemberian Monosodium
Glutamat (MSG) dosis 9 gram/ kg BB memberikan efek peningkatan jumlah mikronukleus yang paling kuat.
DAFTAR PUSTAKA
Durling, L. (2008). The Effect on Chromosomal Stability of some Dietary Constituents. Dissertation. Uppsala: Uppsala Universited. Halaman 21, 23.
Franco, E.L., dan Rohan, T.E. (2002). Cancer Precursors: Epidemiology, Detection,
and Prevention. New York: Springer. Rodent Micronucleus Assay: Protocol, Conduct and Data Interpretation.
Mutation Res. 455: 155-166.
Macdonald, F., Ford, C.H.J., Casson, A.G. (2004). Molecular Biology of Cancer. Edisi Kedua. London: Garland Science/BIOS Scientific Publishers. Halaman 1.
Miller, R.C. (1973). The Micronucleus Test as an in Vivo Cytogenetic Method.
Environmental Health Perspectives.
Halaman 167.
adverse reactions in a randomized.
Jurnal Of Nutrition. 130, 1074-1076
Ruddon R.W. ( 2007). Cancer Biology. Edisi Keempat. New York: Oxford University Press, Inc. Halaman 62, 82, 92, 493.
Saleh J., dan Ahmad K. (2010). Clastogenic Studies on Tandaha Dam water in Asser. J. Black Sea/ Mediterranean
Environment. 16(1): 33.
Santella, R.M. (2002).Mechanisms and Biological Markers of Carcinogenesis. Dalam: Cancer Precursors. Editor: Eduardo L. Franco dan Thomas E. Rohan. Berlin: Springer-Verlag. Halaman 7.