• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepastian Hukum Penguasaan Negara Atas Usaha-Usaha Pertambangan Mineral dan Batabara di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kepastian Hukum Penguasaan Negara Atas Usaha-Usaha Pertambangan Mineral dan Batabara di Indonesia"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

Kekuasaan Negara Atas Usaha-Usaha

Pertambangan di Indonesia Dikaitkan dengan Hukum

Agraria

A.Konsep Teoritis kekuasaan negara Atas Bumi, air, ruang angkasa serta

kekayaan alam yang terkandung didalamnya.

28

Timbul pertanyaan bahwa apakah Mineral dan batubara termasuk kedalam pengertian Agraria. Maka untuk menjawab pertanyaan tersebut perlulah kita kaji berdasarkan pengertian Agraria berdasarkan UUPA yang termaktub dalam penjelasan umum UUPA poin 1: “Hukum agraria yng baru itu (UUPA) harus memberikan kemungkinan akan tercapainya fungsi dari bumi, air, ruang angkasa

Rangkaian kata “bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya” sebagaimna terdapat dalam pasal 1 dan 2 UUPA (sebagai pengertian dari UUPA) berbeda dengan yang terdapat dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang tidak mencantumkan kata “ruang angkasa”.

Perbedaan diatas tidaklah semerta-merta dapat dijadikan sebagai alasan untuk mengatakan UUPA itu bertentangan ataupun mempunyai cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan UUD 1945. Dimana keberadaan ruang angkasa didalam UUPA tersebut tidak tercantum dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang hanya bersifat deklaratif dan bukan bersifat konstitutif. Dalam artian bahwa hanya sekedar pernyataan yang lebih tegas karena dengan menyebut bumi, dan air berarti disitu sudah terdapat ruang angkasa atau dengan kata lain tidak ada bumi dan air yang tidak memiliki ruang angkasa.

28

(2)

serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya harus sesuai pula dengan kepentingan rakyat dan kepentingan negara serta memenuhi kebutuhannya menurut perkembangan zaman dalam segala soal agraria”. Yang selanjutnya dalam pasal 1 ayat 2 UUPA juga dijelaskan bahwa “ seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya, dalam wilayah RI sebagai karunia Tuhan Yang Maha Kuasa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa indonesia dan merupakan kekayaan alam nasional”. Dan dipasal 2 ayat 1 “atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan hal-hal yang dimaksud dalam pasal 1 undang-undang ini bumi, air, ruang angkasa, serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi seluruh rakyat indonesia”.29

30

1. Dalam arti sempit adalah tanah;

Dapat disimpulkan bahwa agraria yang dimaksud sebagai cakupan dari pengaturan UUPA ini adalah Bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Yang dipertegas kembali berdasarkan pendapat prof.A.P Parlindungan yang menyatakan pengertian agraria itu dibagi menjadi 2 :

2. Dalam arti luas meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya.

Adapun agraria yang dikembangkan uupa adalah dalam pengertian luas. Yang dengan lahirnya undang-undang ini kemudian melahirkan undang-undang lain yang mengatur sendiri bidangnya seperti undang-undang tentang kehutanan, pengairan, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup termasuk salah satunya adalah undang-undang tentang PERTAMBANGAN yang pada saat itu

29 I b i d 30

(3)

adalah uu no. 11 tahun 1967.

B. Landasan Filosofis kukuasaan negara atas usaha-usaha pertambangan

minerba di-Indonesia.

31

Secara singkat, pendiri negara (Founding Father) kita menyepakati pasal 33 UUD 1945 tersebut sebagai salah satu landasan konstitusional negara dalam pengolahan sumber daya alam negara. Dasar-dasar pemikiran yang juga melandasi pasal tersebut adalah kemerdekaan RepublikIndonesia sendiri yang diraih melalui prinsip tolong menolong, sehingga landasan perekonomian negara pun pada saat itu melalui landasan pemikiran tersebut. Pada dasarnya, apabila Sebelum kita membahas mengenai landasan filosofis hak penguasaan atas usaha-usaha pertambangan minerba. Maka terlebih dahulu kita melihat kebelakang pembahasan bab ini yang menyatakan bahwasanya minerba termasuk kedalam agraria yang dalam pengertian luas. Dimana minerba ini merupakan kekayaan alam yang terkandung dalam perut bumi. Sehingga kita harus melihat Dasar konstitusionil penguasaan negara atas usaha-usaha pertambangan haruslah berdasarkan UUD 1945. Adapun konsepsi negara hukum medern secara konstitusionil dapat dirujuk pada rumusan tujuan negara yaitu; melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia serta mewujudkan keadilan sosial. Adapun normatifisasi memajukan kesejahteraan umum dan keadilan sosial ini termuat dalam pasal 33 UUD 1945.

31

(4)

suatu perusahaan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Karena baik-buruknya suatu perusahaan apabila nasib beribu-ribu orang yang bekerja didalam perusahaan tersebut ditentukan oleh orang partikulir saja (swasta), yang nota benenya akan berpedoman kepada motif ekonomi yaitu untuk memperoleh keuntungan.

Kata “dikuasai” oleh negara yang terdapat dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 tidak ditafsirkan secara khusus dalam penjelasannya, sehingga memungkinkan untuk dilakukan penafsiran akan makna dan cakupan pengertiannya. Maka untuk mengetahui lebih lanjut tentang kata dikuasai oleh negara, maka terlebih dahulu ditafsirkan secara etimologis (asal usul kata). Berdasarkan kamus besar bahasa indonesia (KBBI) “dikuasai oleh negara (kalimat pasif)” mempunyai perbedaan arti dengan negara menguasai. Kata “menguasai” memiliki arti berkuasa atas (sesuatu), memegang kekuasaan atas (sesuatu), sedangkan pengertian kata “penguasaan” berarti ; proses, cara, perbuatan menguasai, atau mengusahakan. Dengan demikian pengertian kata penguasaan lebih luas dari kata menguasai.32

Dalam rangka penguasaan negara atas usaha-usaha pertambangan mengandung pengertian negara memegang kekuasaan untuk menguasai dan mengusahakan segenap sumber daya bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan indonesia. Jika dirunut ke-pasal 33 ayat 3 UUD 1945 “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dari ayat tersebut terdapat dua aspek kaidah yang tidak dapat dipisahkan, yaitu “Hak penguasaan negara” dan “dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Hak

32

(5)

penguasaan negara merupakan instrumen (alat) atau bersifat instrumental, sedangkan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat merupakan tujuan (objektivitas) dari pada alat setelah dipergunakan. Hak penguasaan negara merupakan konsep yang didasarkan pada organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat.33

a. Segala bentuk pemanfaatan (bumi dan air) serta hasil yang didapat (kekayaan alam), harus secara nyata meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat;

Hak penguasaan negara selain berisi wewenang untuk mengatur dan mengurus dan mengawasi pengelolaan atau penguasaan bahan galian, juga berisi kewajiban untuk mempergunakannya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengusahaan dan penggunaan bahan galian disesuaikan dengan tujuan dan diantara keduanya memiliki sifat kesesuaian yang mutlak dan tidak dapat diubah. Kemakmuran rakyat merupakan semangat dan cita negara kesejahteraan yang harus diwujudkan oleh negara dan pemerintah negara indonesia.

Oleh karena itu, HPN atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkadung didalamnya pada hakikatnya merupakan suatu perlindungan dan jaminan akan terwujudnya sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Keterkaitan HPN dengan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat menurut Bagir manan akan mewujudkan kewajiban negara:

b. Melindungi dan menjamin segala hak-hak rakyat yang terdapat di dalam maupun diatas bumi, air dan berbagai kekayaan alam tertentu yang dapat dihasilkan secara langsung atau dinikmati langsung oleh rakyat;

33

(6)

c. Mencegah segala tindakan dari pihak manapun yang akan menyebabkan rakyat tidak mempunyai kesempatan atau akan kehilangan haknya dalam menikmati kekayaan alam.34

Atas dasar hubungan HPN dengan objek kepemilikan atau merupakan objek HPN, maka HPN harus dilihat dalam konteks hak dan kewajiban negara sebagai pemilik yang bersifat hukum publik (Publiejkrechtelijk) bukan sebagai hak dan kewajiban yang bersifat (privaatrechtelijk). Pemahaman yang demikian bermakna bahwa negara memiliki kewenangan sebagai pengatur, perencana, pelaksana, sekaligus sebagai pengawas pengelolaan, penggunanaan dan pemanfaatan sumber daya alam nasional.

Jika dilihat dari UUPA sendiri mengenai pengaturan penguasaan negara atas BARAKA tepatnya dalam pasal 1 ayat (2) dijelaskan sebagai berikut “Seluruh bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya

dalam wilayah republik indonesia, sebagai karunia tuhan yang maha esa adalah

bumi, air dan ruang angkasa bangsa indonesia dan merupakan kekayaan

nasional.” Dalam pasal ini telah diakui bahwa semua ciptaan di alam raya ini

adalah karunia tuhan yang maha esa dan berada dalam penguasaannya. Pandangan ini sejalan dengan masyarakat tradisional indonesia baik sebelum atau sesudah mengenal Tuhan, mereka menganggap bahwa ada sosok pencipta alam melalui kepercayaan mereka. Sehingga dalam UUPA sendiri adalah berdasarkan hukum adat yaitu dalam pasal 5 “hukum agraria yang berlaku atas BARAKA adalah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan

kepentingan negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme

34

Bagir Manan, Beberapa catatan atas Rancangan Undang-Undang tentang minyak dan gas

(7)

indonesia serta peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini serta

peraturan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang

bersandar pada hukum agama”. Namun, dalam hal ini hukum adat yang

dimaksud bukanlah hukum adat murni. Karena banyak pengaturan hukum adat yang antara masyarakat yang satu dan yang lainnya memiliki perbedaan. Diantaranya mengenai pewarisan, dalam sistem hukum patrineal seperti batak toba. Laki-laki lah yang boleh menerima warisan dari kedua orang tuanya. Berbeda dengan matrineal, yang mana perempuanlah yang menjadi pewaris. Maka untuk mengambil jalan tengahnya UUPA menghendaki baik laki-laki maupun perempuan dapat memiliki Tanah baik didapat karena jual beli maupum karena pewarisan. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana sifat hubungan bangsa indonesia dengan BARAKA menurut UUPA? Jika melihat memori penjelasan pada angka II/a menyatakan bahwa sifat hubungan itu adalah hubungan semacam hak ulayat. Hak ulayat dalam hukum adat adalah hubungan antara masyarakat hukum adat dengan wilayahnya. Namun hubungan yang dimaksud dalam hal ini bukanlah hubungan hak milik. Seperti halnya menurut Boedi harsono bahwa;

“Hubungan antara masyarakat adat dengan wilayahnya adalah hubungan kepunyaan menurut aslinya memberi wewenang untuk menguasai sebagai

empunya (tuannya), sedangkan hubungan kepunyaan tidak harus merupakan

hubungan hal milik. Hubungan kepunyaan bangsa inipun demikian halnya sama

seperti hak ulayat ini”.35

Maka untuk kekonsistenan hukum adat dalam uupa, untuk tetap menjaga

35

(8)

hubungan tersebut diatas. Maka dalam pasal 6 UUPA sudah diatur “segala hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Kembali ke memori penjelasan UUPA pada angka II/4 disebutkan;

“...hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang adalah tidak dapat dibenarkan

bahwa tanahnya itu akan dipergunakan atau tidak dipergunakan semata-mata

untuk kepentingan pribadinya, apalagi hal itu akan menimbulkan kerugian pada

masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat

dari haknya hingga bermanfaat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang

mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara. Namun

dalam hal ini, kepentingan pribadi terhadap hak atas tanah akan terdesak sama

sekali oleh kepentingan umum. Keduanya harus saling mengimbangi sehingga

pada akhirnya akan tercapai tujuan utama yaitu; kemakmuran, keadilan dan

kesejahteraan bagi rakyat seluruhnya”.

36

a. Subjeknya, Hak ulayat adalah masyarakat hukum bukan perorangan dan HPN adalah Negara melalui pemerintah.

Walaupun berdasarkan penjelasan diatas sudah diterangkan mengenai kemiripan antara hak ulayat dengan HPN. Pada dasarnya, hak ulayat tidaklah sama dengan HPN yang bersumber dari konstitusi negara. Terdapat perbedaan antara hak ulayat dan HPN dari unsur-unsur berikut, yaitu:

b. Objeknya, bagi hak ulayat adalah tanah, air, dan sumber-sumber alam tertentu dalam wilayahnya, sedangkan HPN lebih luas sebab selain semua sumber daya alam yang ada dalam wilayah negara indonesia, juga semua

36

(9)

cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak.

c. Isinya, bagi hak ulayat adalah rangkaian wewenang dan kewajiban yang meliputi pengaturan, pemberian cara penggunaan sumber daya alam dan pemeliharaanya, sedangkan bagi HPN adalah sejumlah wewenang dan kewajiban publik yang meliputi pengaturan, pengurusan serta pengawasan, penggunaan dan pemanfaatan potensi segenap sumber daya alam dan cabang-cabang produksi penting yang dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

d. Pelaksana, bagi hak ulayat adalah kepala persukutuan hukum atau kepala adat, sedangkan bagi HPN adalah pemerintah republik indonesia.

Sementara itu, yang menjadi persamaan antara hak ulayat dan HPN terletak pada hak yang dimiliki negara melalui pemerintah dan hak yang dimiliki oleh kepala persekutuan hukum adat, kuasa yang dimiliki atas pengelolaan wilayah hukum dari HPN dan hak ulayat adalah sama untuk kepentingan bersama sesuai wilayah hukum yang menjadi cakupannya.

Penjelasan diatas merupakan penegasan mengenai Hak Penguasaan Negara dan hak milik atas tanah berdasarkan UUPA. Pengertian demikian sama halnya dengan pengertian Hak Penguasaan yang terdapat dalam pasal 33 UUD 1945.

(10)

“dikuasakan”.

Konsep Hak Penguasaan Negara atau lebih dikenal dengan asas domein, mengandung perngertian kepemilikan (ownership). Negara adalah pemilik atas tanah, karena itu memiliki segala wewenang melakukan tindakan yang bersifat kepemilikan (eigensdaad). UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar agraria (UUPA) merumuskan makna “hak menguasai negara” sebagai wewenang untuk:

a. Mengatur dan menyelenggarakan perubahan, penggunaan , persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.

c. Menentukan dan mengatur hubungan–hubungan hukum mengenai bumi,air dan ruang anngkasa.

Selanjutnya disebutkan wewenang menguasai tersebut digunakan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan pelaksanaannnya dapat dikuasakan kepada daerah dan masyarakat hukum adat. Dalam penjelasan umum lebih dijelaskan bahwa negara tidak memiliki, melainkan bertindak selaku pemegang kekuasaan. Jadi, bersifat publik atau pemerintahan belaka (bestuursdaad). Yang sering kali dilupakan adalah tujuan dari dikuasai negara. Baik dalam UUD 1945 maupun UUPA ditegaskan bahwa hak menguasai oleh negara adalah untuk sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.

Berdasarkan tujuan tersebut, ada beberapa larangan yang tidak boleh dilanggar, yaitu:

(11)

didahulukan dari pada occupant baru yang menyalahgunakan formalitas– formalitas hukum yang berlaku.

b. Tanah yang telah dikuasai oleh negara, tetapi telah dimanfaatkan rakyat dengan iktikad baik (ter geode trouw) hanya dapat dicabut atau diasingkan dari mereka, semata – mata untuk kepentingan umum, yaitu untuk kepentingan sosial dan/ atau kepentingan negara.

c. Setiap pencabutan atau pemutusan hubungan hukum atau hubungan konkrit yang diduduki atau dimanfaatkan rakyat dengan iktikad baik, harus dijamin tidak akan menurunkan status atau kualitas hidup mereka karena hubungan mereka dengan tanah tersebut.

Untuk mengetahui lebih banyak mengenai hak penguasaan negara terhadap tanah sebagaimana yang berlaku dinegara kita. Maka, perlu dirujuk kedalam beberapa rumusan pengertian, makna dan substansi dikuasai oleh negara sebagai dasar untuk mengakaji HPN berdasarkan pendapat para ahli, yaitu:

a. Mohammad Hatta merumuskan tentang pengertian dikuasai oleh negara;

“Dikuasai oleh negara tidak berarti negara sendiri menjadi pengusaha, usahawan atau ondernemer. Lebih tepat dikatakan bahwa kekuasaan negara terdapat pada membuat peraturan guna memperlancar jalan ekonomi, perturan yang melarang pula penghisapan orang yang lemah oleh orang yang bermodal.”37

b. Muhammad Yamin merumuskan pengertian dikuasai oleh negara

termasuk mengatur dan/atau menyelenggarakan terutama untuk

37

(12)

memperbaiki dan mempertinggi produksi dengan mengutamakan koperasi.38

c. Panitia Keuangan dan Perekonomian bentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekan Indonesia (BPUPKI)yang diketuai oleh Mohammad Hatta merumuskan pengertian dikuasai oleh negara adalah sebagai berikut:

• Pemerintah harus bersedia menjadi pengawas dan pengatur dengan

berpedoman kepada keselamatan rakyat.

• Semakin besar perusahaan dan semakin banyak orang yang

menggantungkan dasar hidupnya karena semakin besar mestinya kesertaan pemerintah.

• Tanah..Haruslah dibawah kekuasaan Negara;

• Perusahaan tambang yang besar...dijalankan sebagai usaha negara.39

d. Bagir Manan merumuskan cakupan pengertian dikuasai oleh negara atau HPN adalah sebagai berikut:

• Penguasaan semacam kepemilikan oleh negara. Artinya negara

melalui pemerintah adalah satu-satunya pemegang wewenang untuk menentukan hak, wewenang atasnya. Termasuk disini bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya.

• Mengatur dan mengawasi penggunaan dan pemanfaatan;

• Penyertaan modal dan dalam bentuk perusahaan negara untuk

usaha-usaha tertentu.40

38

Muhammad Yamin, Proklamasi dan Konstitusi, Djambatan, Jakarta, 1954, Hal 42-43 39

(13)

Rumusan-rumusan di atas, mengandung beberapa unsur yang sama. Persamaan tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengkaji lebih mendalam mengenai konsep penguasaan negara atas pertambangan. Dari pemahaman berbagai persamaan itu, maka rumusan pengertian HPN ialah negara melalui pemerintah memiliki kewenangan untuk menentukan penggunaan, pemanfaatan dan hak atas sumber daya alam dalam lingkup mengatur (regelen), mengurus, mengelola (besturen), dan mengawasi (toezichthouden) pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam.

Berdasarkan logika diatas, maka semestinya makna dikuasai oleh negara mengandung arti sebagai berikut.

a. Hak (negara) itu harus dilihat sebagai antitesi dari asas domein yang memberi wewenang kepada negara untuk melakukan tindakan kepemilikan yang bertentangan dengan asas kepunyaan menurut adat istiadat. Hak kepunyaan didasarkan pada asas komunal dan penguasahanya sebagai pengatur belaka.

b. Hak menguasai oleh negara tidak boleh dilepaskan dari tujuan, yaitu demi sebesar–besarnya kemakmuran rakyat. Negara harus memberikan hak terdahulu kepada rakyat yang telah secara nyata dan dengan iktikad baik memanfaatkan tanah.

Selain itu, pengaruh pertambangan terhadap lapangan pekerjaan, sumber ekonomi bagi negara sangat dirasakan dalam perkembangannya. Apabila seseorang dapat memiliki kekuasaan diatas tanah yang berpotensi untuk dijadikan sebagai lahan untuk pertambangan, maka keadilanpun akan sangat kabur.

40

Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan konstitusi suatu negara, Mandar Maju,

(14)

Berdasarkan rumusan tersebut, maka dapat ditarik beberapa pokok-pokok pikiran yang terkandung didalamnya antara lain :

a. Perekonomian indonesia berdasarkan pada cita-cita tolong menolong dan usaha bersama, dilaksanakan dalam bentuk koperasi;

b. Perusahaan besar mesti dibawah kekuasaan pemerintah, yang dimaskud dengan perusahaan besar adalah yang menguasai hajat hidup orang banyak dan dimana banyak orang menggantungkan hidupnya;

c. Perusahaan besar berbentuk korporasi diawasi dan penyertaan modal pemerintah, perusahaan yang dimaksud berbentuk korporasi publik;

d. Perusahaan tambang dalam bentuk usaha negara dapat diserahkan kepada badan yang bertanggung jawab kepada pemerintah.

e. Tanah dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara.41

Sementara itu, Keterkaitan Hak Penguasan Negara dengan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat menurut Bagir Manan akan mewujudkan hak dan kewajiban negara;

a. Segala bentuk pemanfaatan (bumi, air) serta hasil yang didapat (kekayaan alam), harus secara nyata meningkatkan kemakmuran dan kesejahteran masyarakat;

b. Melindungi dan menjamin segala hak-hak rakyat yang terdapat didalam atau diatas bumi, air dan berbagai kekayaan alam tertentu yang dapat dihasilkan secara langsung atau dinikmati oleh rakyat;

41

(15)

c. Mencegah segala tindakan dari pihak manapun yang akan menyebabkan rakyat tidak mempunyai kesempatan ataupun akan kehilangan haknya dalam menikmati kekayaan alam.42

Ketiga kewajiban diatas, sebagai jaminan bagi tujuan HPN atas sumber daya alam yang sekaligus memberikan pemahaman bahwa dalam hak penguasaan itu, negara hanya melakukan bestuurdaad dan beheersdaad dan tidak melakukan eigensdaad.

Begitu luasnya cakupan dari hak menguasai negara tersebut sebagaimana telah diatur dalam pasal 2 ayat 2 UUPA. Semakin jelas lagi diayat 4 dijelaskan bahwa hak menguasai tersebut dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat hukum adat sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Dengan demikian, daerah-daerah otonom ataupun lembaga-lembaga pemerintah tidak boleh melakukan wewenang agraria atau Hak Penguasaan Negara tanpa didelegasikan terlebih dahulu oleh instansi puasat dan tertuang dalam peraturan perundang-undangan tertentu dan ditentukan wewenang apa saja yang diberikan.43

C.

Objek Hak Penguasaan Negara

Hak pengelolaan yang diatur dalam peraturan menteri agraria Nomor 9 Tahun 1965, peraturan menteri agraria Nomor 1 Tahun 1966, Peraturan menteri dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973, Peraturan menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun

42

Bagir Manan, Beberapa catatan atas Rancangan Undang-undang tentang Minyak dan Gas

Bumi, FH-UNPAD, Bandung, 1999, Hal 12. 43

(16)

1974, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tidak memberikan pengertian hak pengelolaan.

Adapun pngertian Hak Pengelolaan disebutkan dalam pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, yaitu hak menguasai negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Pengertian yang sama tentang hak pengelolaan disebutkan dalam pasal 1 angka 4 PP Nomor 24 Tahun 1997, pasal 1 angka 2 PP nomor 36 Tahun 1998 Tentang Penerbitan dan Pendayagunaan Tanah Terlantar yang dinyatakan tidak berlaku lagi oleh pasal 1 angka 2 PP Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Penerbitan dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Negara Agraria/dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Penetapan uang pemasukan dalam pemberian hak atas tanah, pasal 1 angka 3 peraturan Menteri Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 yang dinyatakan tidak berlaku lagi oleh pasal 1 angka 3 peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011, pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 dan pasal 1 huruf c Keputusan Menteri Agraria/Kepala Badan pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 Tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah Untuk Rumah sangat sederhana dan Rumah sederhana.

(17)

“Hak menguasai hak atas tanah yang kewenangan pelaksanaannya dilimpahkan kepada pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga dan/atau bekerja sama dengan pihak ketiga”.

Dari pengertian tersebut diata, hak pengelolaan menunjukkan bahwa :

a. Hak pengelolaan merupakan hak menguasai negara atas tanah bukan hak atas tanah.

b. Hak pengelolaan merupakan pelimpahan sebagian kewenangan dari hak menguasai negara atas tanah.

c. Kewenangan dalam hak pengelolaan adalah merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, dan menyerahkan bagian-bagian tanah hak pengelolaan kepada piahk ketiga dan/atau bekerja sama dengan pihak ketiga.

Pihak-pihak yang dapat mempunyai hak pengelolaan disebut subjek hak pengelolaan. Dimana dalam peraturan perundang-undangan ditetapkan bahwa yang dapat mempunyai hak pengelolaan adalah:

a. Pasal 67 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan yang menyebutkan:

Ayat 1 “Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada: a) Instansi pemerintah termasuk pemerintah daerah; b) Badan Usaha Milik Negara;

c) Badan Usaha Milik Daerah; d) PT. Persero;

e) Badan Otorita;

(18)

Ayat 2 “Badan-Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diberikan hak pengelolaan sepanjang masih sesuai dengan tugas fungsi pokok berkaitan dengan pengelolaan tanah.

b. Dalam penjelasan pasal 2 huruf a peraturan pemerintah nomor 36 Tahun 1997 Tentang Penerbitan dan Penggunaan Tanah Terlantar disebutkan bahwa termasuk lembaga pemerintah lainnya adalah Otorita pengembangan industri batam, Badan Pengelolaan Gelanggang Olahraga Senayan dan lembaga sejenis yang diatur dengan keputusan presiden.

Dalam UUPA dimuat hak penguasaan atas tanah, yang didalamnya dijelaskan mengenai wewenang yang dapat dilakukan, kewajiban yang dapat dilakukan, dan larangan yang tidak boleh dilakukan oleh pemegang haknya. Boedi Harsono menyatakan bahwa dalam UUPA dimuat jenjang tatat susunan atau hirarki hak penguasaan atas tanah, yaitu:44

1. hak bangsa indonesia atas tanah; 2. hak menguasai negara atas tanah: 3. hak ulayat masyarakat hukum adat:

4. hak perseorangan atas tanah yang meliputi hak tanggungan, tanah wakaf, dan hak milik atas satuan rumah susun.

Hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan menjadi induk bagi hak-hak penguasaan atas tanah yang ada adalah hak bangsa indonesia atas tanah. Dalam hak bangsa indonesia atas tanah menunjukkan adanya unsur privat yaitu

44

(19)

hubungan kepemilikan antara bangsa indonesia dengan tanah yang ada idseluruh wilayah republik indonesia. Selain itu, dalam hak bangsa indonesia atas tanah mengandung tugas untuk mengatur dan mengelola tanah bersama tersebut bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, yang termasuk kedalam bidang hukum publik. Hak menguasai negara atas tanah bersumber dari hak bangsa indonesia atas tanah, yang pada hakikatnya merupakan pelaksanaan tugas kewenangan bangsa indonesia yang mengandung unsur hukum publik.45

46

5. terhadap cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak;

Objek hak penguasaan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 UUD 1945 menyangkut dua hal yaitu:

6. terhadap bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya; 7. cabang produksi yang erat kaitannya dengan dengan kedua hal tersebut

diatas antara lain sektor pertambangan dan energi.

47

1. berkaitan dengan pengusahaan pertambangan dan energi.

Kandungan yang terkandung dalam penguasaan cabang produksi dan sumber-sumber alam adalah mencakup:

Pengusahaan dan pemanfaatan sumber daya alam pertambangan secara efisien akan berdampak kepada peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat secara keseluruhan, baik langsung maupun tidak langsung. Usaha untuk memperbaiki kesejahteraan hidup masyarakat yang sifatnya langsung, misalnya dari sektor energi. Pembangunan dan pembangkit tenaga listrik dengan

45

Urip Santoso, Hukum Agraria, Prenada Media Grup, Jakarta, 2012, Hal.154 46

Abrar Saleng,Hukum Pertambangan,UII Press, jakarta,2004, hal.35 47

(20)

tersedianya jaringan listrik sebagai sumber energi dan penerangan rumah tangga, secara langsung dapat meningkatkan mutu kehidupan masyarakat. Demikian sektor pertambangan yang peduli akan lingkungan akan berdampak langsung kepada perbaikan struktur kehidupan masyarakat disekitarnya.

Usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tidak langsung dari sektor pertambangan yaitu melalui penerimaan negara baik dalam bentuk pajak maupun non-pajak (seperti royalty, iuran tetap, deviden, pungutuan lainnya).

2. berkaitan dengan ketersediaan dan kebutuhan orang banyak terhadap bahan galian (bahan tambang).

Bahan galian yang dibutuhkan rakyat banyak, tetapi persediaannya langka atau terbatas termasuk cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Meskipun dikomsumsi oleh rakyat banyak, tetapi bila persediaanya juga banyak atau persediaanya sedikit (terbatas), tetapi dikonsumsi oleh sebagian warga masyarakat belum dapat dikelompokkan sebagai cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak.

(21)

strategis dan vital (golongan a dan b)48

Oleh karena itu konsep cabang-cabang produksi penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak adfalah sangat dinamis dan berkembang menurut ukuran, sebagaimana ketersediaannya dibanding dengan daya dukungnya terhadap pemenuhan kebutuhan, harapan-harapan dan permintaan pasar.

.

49

D.

Sistem Hukum Pengelolaan Usaha-usaha Pertambangan

di-Indonesia.

Sebelum dijelaskan mengenai landasan yuridis bagi pelaksanaan usaha-usaha pertambangan, terlebih dahulu dirunut berdasarkan sejarah hingga terbentuknya pengaturan tersebut. Adapun sejarah pengaturan pertambangan di indonesia dibagi kedalam beberapa masa, yaitu:

1. Masa Kekuasaan Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) 1619-1799

Sejarah telah mencatat bahwa penjajahan belanda atas kepulauan nusantara, berawal dari tahun 1619 dibawah pimpinan Jan Pieterzoon Coen bersama pasukannya berhasil menaklukkan jayakarta dan mendirikan kota baru yang diberi nama batavia.50

48

Soetaryo sigit, Potensi Sumber Daya Mineral Dan Kebangkitan Pertambangan Indonesia,

Pidato ilmiah Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa di ITB, Bandung, 1996, hal 36. 49

Deno Kamelus, fungsi hukum terhadap ekonomi di indonesia, disertasi, pps-unair, surabaya, 1998, hal 42.

50

Soetaryo sigit, I B I D hal 4

(22)

mereka, khusunya kerajaan-kerajaan di Jawa dan Maluku. Kemudian melalui politik Pecah Belah atau lebih sering disebut devide et impera untuk mempermudah VOC untuk meruntuhkan kerajaan-kerajaan nusantara.

Selama kurun waktu penguasaan belanda terhadap nusantara, usaha-usaha pertambangan dilakukan dengan berbagai macam kegiatan. Soetaryo Sigit, seorang pakar pertambangan terkemuka di indonesia menyimpulkan bahwa ;

“Dalam hal penyelidikan geologi yang bersifat mendasar, cukp banyak yang telah dilakukan dan dihasilkan oleh pakar belanda. Hal ini tidak mengherankan,

karena bangsa belanda sejak dahulu terkenal memiliki ilmuan-ilmuan besar

diberbagai bidang. Dalam bidang pertambangan sebaliknya, ternyata

orang-orang belanda tidak mampu mengembangkan hindia belanda sebagai suatu

wilayah pertambangan terkemuka, meskipun potensi energi mineral daerah ini

sangatlah besar. Hal inipun tidaklah mengherankan, karena negeri belanda

tidaklah negera pertambangan. Sebelum memasuki negeri industri pad dasrnya

rakyat belanda hidup dari pertanian dan perdagangan.51

Sejalan dengan kesimpulan diatas, dapat dipahami jika VOC sebagai perusahaan dagang dalam meluaskan usahanya kedalam berbagai macam perkebunan tidak pernah menunjjukan minat untuk usaha bidang pertambangan. Meski demikian, VOC tetap terlibat kedalam kegiatan perdangan hasil tambang, sebagaimana dicatat oleh sejarah pada tahun 1710 mulai melakukan pembelian timah dari Sultan Palembang yang dihsailkan oleh tambang-tambang yang dikerjakan oleh orang-orang cina dipulau bangka.52

51

I d e m. , hal. 5 52

(23)

2. Masa Pemerintahan Hindia Belanda (1800-1942)

Setelah bubarnya VOC karena konflik internal yang ada dalam tubuh kepengurusan internalnya. Semua aset (milik) dan kegiatan VOC oleh pemerintah hindia belanda sampai jatuhnya ketangan inggeris (1811), khusus yang berkenaan dengan usaha/kegiatan pertambangan tidak banyak mengalami perunahan yang berarti. Baru setelah ingeris menyerahkan kembali tanah jajahan ini kepada belanda (1816), dilakukanlah cara pemerintahan hindia belanda.

Semasa hindia belanda, usaha pertambangan dilaksnakan oleh pemerintah maupun swasta dengan menggunakan berbagai pola atau bentuk perizinan. Semula memang telah menjadi kebijakan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk melaksanakan sendiri usaha-usaha pertambangan besar yang dinilai vital seperti tambang batu bara dan timah. Tetapi untuk beberapa proyek besar seperti pengembangan tambang nikel di sulawesi tenggara, pengusahaannya dilakukan oleh pihak swasta berdasarkan suatu kontrak khusus dengan pemerintah. Kontrak itu dikenal dengan nama 5a contract karena didasarkan pada ketentuan pasal 5a Indische Mijnwet. Pasal 5a adalah pasal yang ditambahkan pada indische mijnwet

saat dilakukan amandemen II tahun 1918 dan amandemen I tahun 1910.53

3. Perkembangan Pada Periode 1942-1949

Kemudian perlu dicatat bahwa pada amandemen 1918 dilakukan perubahan pada ketentuan ayat (3) pasal 5a indische mijnwet yaitu bahwa hanya kontrak yang eksplorasi saja tidak perlu disahkan dengan undang-undang.

Pada tahun 1942, pemerintah hindia belanda menyerah kepada balatentara

53

(24)

jepang tepatnya pada tanggal 08 Maret 1942 menandai berakhirnya kekuasaan hindia belanda atas indonesia. Selama pendudukan jepang Indische Mijnwet 1899 praktis tidak berjalan, sebab semua kebijaksanaan mengenai pertambangan termasuk operasi minyak berada ditangan komando Militer Jepang yang disesuaikan dengan situasi perang. Beberapa kegiatan pertambangan yang sebelumya diusahakan oleh pemrintah hindia belanda dilanjutkan oleh pemerintah jepang seperti minyak bumi, batubara, timah, bauksit, nikel dibuka kembali dan diteruskan. Selain itu, selama penjajahan jepang atas indonesia jepang telah mampu mengembangkan potenis pertambangan indonesia. Sejumlah tambang batu bara dibuka untuk mendapatkan batu bara kokas seperti di daerah kalimantan selatan, sebagian lagi diberbagai lokasi dijawa barat untuk memasok batubara bagi kereta api dijawa. Selain batu bara, tambang tembaga juga mulai dibuka seperti didaerah Tirtomoyo (Jawa Tengah), Sangkaropi (Sulawesi Selatan), Timbulun (Sumatera Barat), Bijih Besi di Lampung dan berbagai daerah dikalimantan selatan, sinaber dikalimantan barat dan jawa barat, bijih mangan di pulau Doi, Bauksit dikalimantan Barat.54

Pada tanggal 27 Desember 1949 berlangsung secara resmi penyerahan Hingga Indonesia telah meraih kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, tidak banyak yang dapat dilakukan atas pertambangan di indonesia. Selang tahun 1945-1949, pemerintah Belanda melalui Netherlands Indies Civil Administration (NICA) berhasil mengusai berbagai daerah di pulau jawa. Selama kurun waktu tersebut tidak benyak perkembangan yang terjadi atas pertambangan Indonesia.

54

(25)

kedaulatan dari pihak belanda kepada republik indonesia serikat, dan pada tanggal 17 Agustus 1950 Republik Indonesia Serikat Melebur menjadi Negara kesatuan Republik Indonesia.

4. Perkembangan Periode 1950-1966

Dalam periode Demokrasi terpimpin ini, banyak isu politik yang sangat peka berkembangan di Indonesia. Salah satunya adalah tentang masalah pengawasan ats usaha pertambangan timah dan minyak bumi yang masih dikuasai oleh modal belanda dan modal asing lainnya. Oleh karena itu, pada bulan juli 1951 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS), Teuku Mr.Moh.Hassan dan kawan-kawan menyusun mosi untuk mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah guna membenahi pengaturan dan pengawasan usaha pertambangan di Indonesia.

Adapun mosi tersebut dinamakan “Mosi Mr.Teuku Moh. Hassan DKK”, yang memuat hal-hal penting diantaranya sebagai berikut:

a. Membentuk suatu komisi negara urusan pertambangan dalam jangka waktu satu bulan dengan rugas sebagai berikut:

• Menyelidiki masalah pengolahan pertambangan minyak, timah, batu

bara, tambang emas/perak dan bahan mineral lainnya di indonesia. • Mempersiapkan rencana rencana pembentukan undang-undang

pertambangan indonesia yang sesuai dengan keadaan dewasa ini. • Mencari pokok-pokok pikiran bagi pemerintah untuk menyelesaikan

(26)

• Mencari pokok-pokok pikiran bagi pemerintah mengenai status

pertambangan di indonesia.

• Mencari pokok-pokok pikiran bagi pemerintah mengenai penetetapan

pajak dan harga minyak.

• Membuat usul-usul lain mengenai pertambangan sebagai salah satu

sumber penghasilan bagi negara.

b. Menunda segala pemberian izin, konsesi, eksplorasi, maupun memperpanjang izin-izin yang sudah habis waktunya, selama menunggu hasil pekerjaan panitia negara urusan pertambangan.

55

Berdasarkan Undang-undang tersebut, maka semua hak pertambangan yang terbit sebelum tahun 1949 yang selama ini belum juga dikerjakan dan diusahakan ataupun masih dalam taraf permulaan pengusahaan dan tidak menunjukkan kesungguhan, semuanya dibatalkan. Dalam undang-undang ini ditetapkan pula bagi stiap daerah yang mengalami pembatalan akan menjadi bebas dalam artian harus dimohonkan dan diterbitkan hak pertambangan yang baru dengan ketentuan hak tersebut dapat diberikan kepada perusahaan negara dan/atau daerah swatantra. Menanggapi mosi parlemen ini, panitia negara yang dibentuk pemerintah berhasil menyiapkan naskah Rancangan Undang-undang pertambangan pada awal tahun 1952. Akan tetapi karena silih bergantinya kabinet, RUU ini tidak pernah disampaikan kepada DPRS. Namun demikian, pemerintah dapat menrbitkan No.5 Tahun 1959 tentang Pembatalan Hak-Hak Pertambangan. Adapun peraturan pelaksana Undang-undang ini termuat dalam Peraturan Pemrintah No.59 Tahun 1959.

55

(27)

Penerbitan hak pertambangan ini adalah wewenang Menteri Perindutrian (yang waktu itu membawahi sektor pertambangan).

Pada tahun 1960, pemerintah menerbitkan suatu peraturan mengenai pertambangan yang diundangkan sebagai peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang kemudian menjadi undang-undang-undang-undang No.37 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan yang lebih dikenal sebagai undang-undang Pertambangan 1960. Undang-undang ini mengakhiri berlakunya Indische Mijnwet 1899 yang tidak selaras dengan cita-cita kepentingan nasional dan merupakan undang-undang pertambangan nasional yang pertama.

Setelah berlakunya undang-undang pertambangan 1960, pemerintah juga mengeluarkan peraturan pemerintah yang khusus mengatur pertambangan minyak dan gas bumi yang kemudian diundangkan sebagai peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang kemudian menjadi undang-undang No.44 Prp. Tahun 1960 tentang pertambangan Minyak dan Gas bumi. Dalam undang undang pertambangan 1960, mengizinkan pemerintah menarik modal asing untuk mengembangkan bidang eksplorasi dan eksploitasi bidang pertambangan berdasarkan pola production Sharing Contract. Sebagaimana diatur dalam peraturan presiden Nomor 20 Tahun 1963. Pola bagi hasil ini pada dasarnya tidak lain berupa peminjaman modal dari pihak asing yang akan dibayar kembali dengan hasil produksi. Namun pola ini, ketika itu tidak berhasil menarik minat swasta dan mendatangkan modal dari luar negeri sebagaiman yang diharapkan. 5. Periode 1967-2009

(28)

dengan keluarnya Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 Tentang Pembaharuan Kebijaksanaan dan Landasan Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan. Ketetapan MPRS tersebut memuat beberapa hal yang sangat penting terkait sektor pertambangan, antara lain sebagai berikut56

a. Kekayaan potensi yang terdapat dalam alam indonesia perlu digali dan diolah agar dapat dijadikan kekuatan ekonomi yang rill (Bab II pasal 8).

:

b. Potensi Modal, teknologi dan keahlian dari luar negegri dapat dimanfaatkan untuk penanggulangan kemerosotan ekonomi serta pembangunan indonesia (Bab II, Pasal 10).

c. Dengan mengingat terbatasnya modal dari luar negeri, perlu segera ditetapkan undang-undang mengenai modal asing dan modal domestik (Bab VII, Pasal 62).

Berdasarkan ketetapan MPRS diatas, disusunlah rancangan undang-undang tentang Penanaman Modal Asing yang kemudian diundangkan menjadi undang-undang No.1 Tahun 1967. Untuk menyesuaikan kebijaksanaan baru dalam perekonomian, khususnya mengenai usaha-usaha pertambangan tidak mungkin dilaksanakan tanpa mengganti undang-undang pertambangan 1960. Departemen pertambangan segera membentuk panitia penyusun rencana undang-undang pertambangan. Hasil kerja panitia diajukan kepada DPR menjelang pertengahan tahun 1967. Menyusul terbitnya undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing, terbit pula undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan pokok Pertambangan (selanjutnya dinamakan

56

(29)

UUPP 1967).57 58

a. Penguasaan sumber daya alam oleh negara sesuai dengan pasal 33 UUD 1945, dimana negara menguasai segala sumber daya alam sepenuh-penuhnya untuk kepentingan negara dan kemakmuran rakyat (pasal 1). UUPP memuat beberapa prinsip-prinsip pokok yang berbeda dengan Indische Mijnwet, yaitu;

b. Penggolongan bahan-bahan galian dalam golongan strategis, vital dan non srategis dan vital (pasal 3).

c. Sifat dari perusahaan pertambangan, yang pada dasarnya harus dilakukan oleh negara atau perusahaan negara/daerah, sedangkan perusahaan swasta nasional, asing hanya dapat bertindak sebagai kontraktor dari negara/perusahaan negara dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

d. Konsesi ditiadakan, sedang wewenang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan diberikan berdasarkan kuasa pertambangan (KP), sebab konsesi memberikan hak yang terlalu luas dan terlalu kuat bagi pemegang konsesi. Selain itu, hak konsesi merupakan hak kebendaan (Zakelijkrecht, Propertyrights), sehingga dapat dijadikan Jaminan hipotik. Berbeda

dengan hak kontraktor dan hak pemegang kuasa pertambangan, tidak mempunyai kekuatan hukum yang demikian, menurut hukum indonesia.

6. Undang-undang No.4 Tahun 2009-Sekarang

Indonesia dianugerahi sumber daya alam termasuk bahan galian pertambangan dan indonesia mamiliki ketergantungan tinggi terhadap 57

Seotaryo Sigit 58

(30)

pemanfaatan bahan galian pertambangan tersebut sebagai modal pembangunan.Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat (3) dinyatakan bahwa” bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besar nya untuk kemakmuran rakyat”. Namun dalam implementasinya, negara acap kali dihadapkan pada kondisi dilematis antara pemanfaatan optimal dengan kerugian lingkungan dan sosial, termasuk penyeimbangan pertumbuhan dengan pemerataan.Refleksi saat ini adalah penguasaan oleh negara lebih mendominasi pemanfaatannya, sehingga perlu penyeimbangan baru berupa pengelolaan kebijakan nasional.

Undang Undang dasar 1945 pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalam nya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat.Mengingat mineral dan batu bara sebagai kekayaan alam yang terkandung didalam bumi merupakansumber daya alam yang tidak terbarukan, pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungki, efisien, transparan,berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh manfaat sebesar besar abgi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.

Guna memenuhi ketentuan pasal 33 ayat (3) Undang undang dasar 1945 tersebut, telah diterbitkaN Undang undang nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Pertambangan.Undang Undang tersebut selama lebih kurang empat dasawarsa sejak diberlakukannya telah dapat memberikan sumbangan yang penting bagi pembangunan nasional.

(31)

tantangan diamsa depan.disamping itu pembangunan pertambangan harus menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan strategis, baik bersifat nasional maupun internasional.Tantangan utama yang dihadapi oleh pertambangan mineral dan batu bara adalah pengaruh globalisasi yang mendorong demokratisasi, otonomi daerah, hak asasi manusia,lingkungan hidup, perkembangan teknologi dan informasi,hak atas kekayaan intelektual, serta tuntutan penigkatan peran swasta dan masyarakat.

Untuk menghadapi tantangan lingkungan strategis dan menjawab sejumlah permasalahan tersebut, perlu disusun peraturan perundang-undangan baru dibidang pertambangan mineral dan batubara yang dapat memberikan landasan hukum bagi langkah langkah pembaruan dan penataan kembali kegiatan pengelolaan dan pengisahaan pertambangan mineral dan batubara.

Undang Undang ini mengandung pokok-pokok pikiran, yakni sebagai berikut:

a. Mineral dan batu bara sebagai sumberdaya yang tak terbarukan dikuasai oleh negara dan pengembangan serta pendayagunaannya dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah bersama dengan pelaku usaha. b. Pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan keoada badan usaha yang

(32)

c. Dalam rangka penyelengggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara dilaksanakan berdasarkan prinsip eksternalitas,akuntabilitas, dan efisiensi yang melibatkan pemerintah dan pemerintah daerah.

d. Usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan sosial yang sebesar besar bagi kesejahteraan rakyat indonesia.

e. Usaha pertambangan harus dapat mempercepat pengembangan wilayah dan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat/ pengusaha kecil dan menengah serta mendorong tumbuh nya industri penunjang pertambangan. f. Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha

pertambangan harus dilaksanakan dengan memperhatiakn prinsip lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat.

Dengan demikian dengan adanya Ketentuan Pertambangan Mineral dan BatuBara Nomer 4 Tahun 2009 yang baru, diperkenalkan Izin Usaha Pertambangan di Wilayah Izin Usaha Pertambangan(WIUP) dan tidak dipergunakan lagi Perjanjian Kontrak Karya bagi Investor Pertambangan Umum yang mengajukan izin usaha pertambangan umum.

Konsep dasar pemberian hak untuk melakukan kegiatan pertambangan umum yang 30 tahun yang lalu adalah melalui perjanjian, dengan adanya Undang-undang yang baru ini, akan diubah berbentuk pemberian izin usaha pertambangan.

(33)

(Wialyah Izin Pertambangan Khusus).

Pengelompokan dari bahan galiannya pun terjadi perbedaan pengelompokan dimana ada pertambangan mineral yang terdiri dari radioaktif, logam, dan non logam dan batuan, pengelompokan batu bara. Kita melihat bahwa pemberian izin dari kuasa pertambangan adalah dikaitkan dengan usaha pertambangan nya yang dibedakan berdasarkan jenis bahan mineral serta dikaitkan dengan luasnya lahan maupun kapasitas kemampuan finansial dari pihak kontraktor (Badan Usaha dan/atau BUMN/BUMD), koperasi maupun perorangan yang akan melakukan kegiatan pertambangannya.

E. Penggolongan Bahan Galian Pertambangan

Usaha pertambangan ini dikelompokkan atas:59

Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.

1. Pertambangan mineral; dan 2. Pertambangan batubara.

60

Pertambangan mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah.61

59

Pasal 34 ayat (1)Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

60

Pasal 1 butir (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan batu bara.

61

Pasal 1 butir (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Pertambangan mineral digolongkan atas:

(34)

2. Pertambangan mineral logam; 3. Pertambangan mineral bukan logam; 4. Pertambangan batuan.

Batu bara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk

secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.62Pertambangan batu bara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal.63

a. Golongan bahan galian yang strategis adalah :

Rincian penggolongan bahan galian berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 adalah sebagai berikut:

- Minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi,gas alam; - Bitumen padat, aspal;

- Antrasit, batubara, batubara muda;

- Uranium, radium, thorium dan bahan galian radioaktif lainnya; - Nikel, kobah;

- Timah.

b. Golongan bahan galian yang vital adalah:

- besi, mangaan, molibden, khrom, wolfram, vanadium, titan; - bauksit, tembaga, timbal, seng;

- emas, platina, perak, air raksa, intan; - arsin, antimon, bismut;

- yatrium, rhutenium, crium dan logam-lugam langkah lainnya;

62

Pasal 1 butir (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

63

(35)

- brillium, korundum, zirkon, kristal kwarsa; - kriolit, fluosfar, barit dan;

- yodium, brom, khlor, belerang.

64

1. Bahan galian yang berbentuk padat;

Menurut Sukandarramidi, bahan galian adalah “ bahan yang dijumpai didalam, baik berupa unsur kimia, mineral, bijih ataupun segala macam batuan”.

Dalam pengertian ini, bahan galian diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :

2. Bahan galian yang berbentuk cair ; dan 3. Bahan galian yang berbentuk gas.

Yang termasuk bahan galian berbentuk padat adalah emas, perak, batu gamoing, lempung dan lain-lain. Bahan galian yang termasuk berbentuk bahan cair adalah minyak bumi dan yodium, dan lain-lain.

Peraturan pemerintah nomor 27 Tahun 1980 terdiri atas empat pasal. Hal-hal yang diatur dalam peraturan pemerintah ini adalah meliputi :

1. Penggolongan bahan galian;

2. Pemindahan bahann galian dari suatu golongan ke golongan tertentu, yang telah ditetapkan dengan peraturan pemerintah;

3. Bahan galian yang disebutkan, yang perlu dimasukkan dalam satu golongan ditetapkan dengan peraturan pemerintah;

64

(36)

4. Bahan galian yang lebih tinggi golongannya terdapat dalam satu endapan dengan bahan galian yang lebih rendah, menteri menetapkan pengaturan usaha pertambangan endapan tersebut.

5. Bagi bahan-bahan galian, sepanjang terletak dilepas pantai, izin usaha pertambanganny diberikan oleh menteri.

Sementara secara teknis terdapat empat kelompok jenis bahan galian yaitu ; a. Unsur-unsur kimia;

b. Mineral-mineral; c. Bijih-bijih; d. Batu-batuan.

Secara teknis pula penentuan golongan bahan galian dapt dilakukan menurut kelompok jenisnya. Tetapi tidaklah demikian menurut hukum dan peraturan perundang-undangan.

Penggolongan batuan galian secara hokum diatur dalam UUPP 1967 pasal 3. Bunyi pasal 3 selengkapnya sebagai berikut;

1) Bahan-bahan galian dibagi atas tiga golongan; a. golongan bahan galian strategis;

b. golongan bahan galian vital;

c. bahan galian yang tidak termasuk dalam golongan a dan b.

2) Penunjukan sesuatu bahan galian kedalam suatu golongan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dengan peraturan pemerintah.

(37)

setiap golongan bahan galian:

a. Bahan galian strategis atau golongan a, artinya strategis bagi pertahanan atau bagi perekonomian Negara seperti minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alambitumen padat, aspal, antrasit, batubara, batubara muda, uranium, radium, thorium dan bahan-bahan galian radioaktip lainnya, nikel, kobalt, timah.

b. Bahan galian vital atau golongan b, artinya bahan galian yang dapat menjamin hajat hidup orang banyak Seperti besi, mangan, molibden, khrom, wolfram, vanadium, titan, bauksit, tembaga, timbal, seng, emas, platina, perak, air raksa, intan, arsin, antimon, bismuth, yittrium, rhutenium, cerium dan logam-logam langka lainnya, berillium, korundum, zirkon, kristal kwarsa, kriolit, fluorpar, barit, yodium, brom, khlor, belerang.

(38)

andesit, basal, trakhit, tanah liat, dan pasir sepanjang tidak mengandung unsur-unsur mineral golongan a maupun golongan b.

Penggolongan bahan galian, selain didasar pada pentingnya bahan galian yang bersangkutan bagi Negara, juga dapat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain;

a. Nilai strategis-ekonomis bahan galian terhadap perekonomian dan pertahanan Negara;

b. Nilai penting dan kemanfaatannya terhadap hajat hidup orang banyak; c. Dari segi sifat dan keadaan bahan galihan yang didasarkan pada beberapa

faktor;

- Terdapatnya sesuatu bahan galian dalam alam; - Penggunaan bahan galian bagi industri; - Teknik pengolahannya;

- Banyak tidaknya deposit bahan galian yang tidak bersangkutan di Indonesia.

Perincian mengenai penggolongan setiap jenis bahan galian yang diamanatkan oleh Pasal 3 ayat (2) dicantumkan dengan Peraturan pemerintah. Sejak Undang-Undang Nomor 37 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan, peraturan pemerintah tentang penggolongan bahan galian telah tiga kali mengalami perubahan/penggantian yaitu:

b. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1960 tentang Penggolongan Bahan Galian.

(39)

d. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan-bahan Galian.

Berdasarkan penggolongan diatas tidaklah permanen. Berdasarkan pertimabangan kepentingan pertahanan/keamanan atau kepentingan ekonomi yang didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertambangan, penggolongan bahan galian dapat berubah. Bahan galian golonganc dapat berubah menjadi bahan galian strategis atau vital dan dapat terjadi sebaliknya. Ketentuan mengenai pergeseran bahan golongan jenis bahan galian ini, diatur dalam pasal 2 ayat 1 PP Nomor 27 Tahun 1980.65

65

Referensi

Dokumen terkait

Pernyataan bahwa komunikasi telah terjadi sebenarnya bersifat artificial dalam arti bahwa kita mencoba menangkap suatu gambaran diam (statis) dari proses tersebut dengan maksud

Pada protein NA, semua virus H5N1 Indonesia asal manusia dan hewan tahun 2003- 2010, mempunyai delesi 20 asam amino pada regio stalk yaitu pada posisi 48-67, sehingga

TAHANI BADRUL MUNIR (130304154), dengan judul Skripsi Analisis Ketersediaan Beras dan Non Beras di Kota Medan Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi Program

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketersediaan beras sudah sesuai standart sedangkan non beras di Kota Medan tahun 2016 belum sesuai standart, dimana angka

Untuk produksi domestik pangan beras dan non beras di Kota Medan dapat di lihat pada Tabel 1.2 dimana padi sawah atau beras masih mendominasi lahan pertanian yang ada di

Saat ini ubi kayu baru diolah menjadi opak, tape dan getuk bahkan hanya sekedar direbus ataupun digoreng untuk langsung dikonsumsi sehingga tidak memberikan nilai tambah

Dari uji in silico di atas menunjukkan bahwa jumlah ikatan hidrogen antara molekul 2-ClBOU dan 4-ClBOU dengan 2EUD lebih banyak.. dibanding ikatan hidrogen antara

Zhenjiang Maoyuan Chemical dari Cina dengan kapasitas prosuksi 6000 ton per tahun, oleh karena itu dengan lokasi pabrik yang dekat dengan pengambilan bahan baku