• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Rehabilitasi Mangrove dan Pengaruhnya Terhadap Sosial Budaya Masyarakat di Desa Lubuk Kertang Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Rehabilitasi Mangrove dan Pengaruhnya Terhadap Sosial Budaya Masyarakat di Desa Lubuk Kertang Kabupaten Langkat"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Hutan Mangrove

Hutan mangrove adalah suatu tipe hutan yang dapat tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pada saat pasang dan bebas genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusmana dkk, 2005).

Indonesia merupakan kawasan ekosistem mangrove terluas di dunia. Ekosistem ini memiliki peranan ekologi, sosial-ekonomi, dan sosia-budaya yang sangat penting; misalnya menjaga menjaga stabilitas pantai dari abrasi, sumber ikan, udang dan keanekaragaman hayati lainnya, sumber kayu bakar dan kayu bangunan, serta memiliki fungsi konservasi, pendidikan, ekoturisme dan identitas budaya. Tingkat kerusakan ekosistem mangrove dunia, termasuk Indonesia sangat cepat akibat pembukaan tambak, penebangan hutan mangrove, pencemaran lingkungan, reklamasi dan sedimentasi, pertambangan, sebab-sebab alam seperti badai atau tsunami, dan lain-lain (Setyawan, 2002).

Mangrove merupakan sumberdaya alam yang khas dan memiliki fungsi yang strategis di wilayah pesisir pantai tropis. Ekosistem ini paling produktif dan memiliki arti yang penting bagi kehidupan biota laut. Ekosistem mangrove memiliki fungsi ekologis dalam mendukung lingkungan fisik dan lingkungan biota sebagai penahan intrusi air laut, penahan angin, penahan gempuran ombak, pengendali banjir dan tempat pembesaran serta perkembangbiakan berbagai macam biota akuatik yang tidak dapat dinilai dengan uang (Ernawati dkk, 2013).

(2)

yang didominasi oleh beberapa sepesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili yang ter-diri dari atas 12 genera tumbuhan berbunga yaitu Avicennia, Sonneratia, Rhizo-phora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Languncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda dan Conoccarpus (Bengen, 2000).

Sementara itu Soerianegara (1987) mendefinisikan hutan mangrove

sebagai hutan yang terutama tumbuh pada tanah lumpur aluvial di daerah pantai

dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan terdiri atas

jenis-jenis pohon Aicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera,

Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa.

Deskripsi Rhizophora apiculata

Klasifikasi tumbuhan bakau (Rhizophora apiculata) menurut Duke (2006) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Myrtales Famili : Rhizoporaceae Genus : Rhizophora

Spesies : Rhizophora apiculata

(3)

Faktor-Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove a. Salinitas

Salinitas air dan salinitas tanah rembesan merupakan faktor penting dalam pertumbuhan, daya tahan dan zonasi jenis mangrove. Tumbuhan mangrove merupakan tumbuhan subur di daerah estuaria dengan salinitas 10-30 ppm. Salinitas yang sangat tinggi (hyper salinity) misalnya ketika salinitas air permukaan melebihi salinitas yang umum di laut (±35 ppm) dapat berpengaruh buruk pada vegetasi mangrove, karena dampak dari tekanan osmotik yang negatif. Akibatnya, tajuk mangrove semakin jauh dari tepian perairan secara umum menjadi kerdil dan berkurang komposisi jenisnya (Kusmana, 2004).

b. Tanah

Jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah berlumpur, terutama di daerah endapan lumpur terakumulasi. Di Indonesia substrat berlumpur ini sangat baik untuk tegakan Rhizophora mucronata dan Avicennia marina. Jenis tanah yang mendominasi kawasan mangrove biasanya adalah fraksi lempeng berdebu, akibat rapatnya bentuk perakaran-perakaran yang ada. Jika kerapatan rendah, tanah akan mempunyai nilai pH yang tinggi. Nilai pH tidak banyak

berbeda, yaitu antara 4,6-6,5 dibawah tegakan jenis Rhizophora spp ( Arief, 2003).

c. Suhu

(4)

d. Pasang Surut

Pasang surut menetukan zonasi komunitas flora dan fauna mangrove. Durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada areal mangrove. Salinitas air menjadi sangat tinggi pada saat pasang naik dan menurun selama pasang surut. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan salah satu faktor yang membatasi distribusi jenis mangrove. Pasang surut juga berpengaruh terhadap perpindahan massa antara air tawar dengan air laut, dan oleh kerenanya mempengaruhi organisme mangrove (Ansori, 1998).

e. Cahaya

Cahaya merupakan satu faktor yang penting dalam proses fotosintesis dalam melakukan pertumbuhan tumbuhan hijau. Cahaya mempengaruhi respirasi, transpirasi, fisiolagi dan struktur fisik tumbuhan. Intensitas cahaya didalam kualitas dan juga lama penyinaran juga merupakan satu faktor penting untuk tumbuhan. Umumnya tumbuhan di ekosistem mangrove juga membutuhkan intensitas tinggi (Mac Nae, 1968).

Fungsi dan Manfaat Ekosistem Hutan Mangrove

Fungsi dari hutan mangrove adalah melindungi garis pantai dari erosi. Akar-akarnya yang kokoh dapat meredam pengaruh arus dan gelombang. Selain itu akar-akar mangrove mampu menahan lumpur hingga lahan mangrove bisa semakin luas tumbuh keluar, mempercepat terbentuknya “tanah timbul”. Air laut dan tawar dalam ekologi mangrove diblending menjadi air payau yang sangat jernih, dan merupakan reservoir alamiah yang ideal untuk tambak udang, bandeng dan ikan di belakangnya (Muharam 2014).

(5)

secara fisik, manfaat secara biologis, maupun manfaat secara ekonomis, secara fisik hutan mangrove mempunyai manfaat menjaga garis pantai agar stabil dan melindungi pantai dari abrasi. Pohon dan akar yang kuat dan berlapis-lapis dapat meredam hantaman ombak dan mempercepat pengendapan lumpur yang dibawa

oleh sungai sekitarnya untuk dapat membentuk lahan baru (Mardiana, 2005).

Tumbuhan yang hidup di hutan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciriciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. Mangrove tersebar di seluruh lautan tropik dan subtropik, tumbuh hanya pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang; bila keadaan pantai sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh dengan sempurna dan menancapkan akarnya (Riwayati, 2014).

Penyebab Rusaknya Ekosistem Mangrove

Pertumbuhan penduduk yang pesat menyebabkan tuntutan untuk

mendayagunakan sumberdaya mangrove terus meningkat. Secara garis besar ada

dua faktor penyebab kerusakan hutan mangrove, yaitu : (1) faktor manusia yang

merupakan faktor dominan penyebab kerusakan hutan mangrove dalam hal

pemanfaatan lahan yang berlebihan, (2) faktor alam, seperti banjir, kekeringan

dan hama penyakit, yang merupakan faktor penyebab yang relatif kecil

(Tirtakusumah, 1994).

Faktor-faktor yang mendorong aktivitas manusia untuk memanfaatkan

(6)

rusaknya hutan (Perum Perhutani 1994), antara lain : (a) Keinginan untuk

membuat pertambakan dengan lahan yang terbuka dengan harapan ekonomis dan

menguntungkan, karena mudah dan murah. (b) Kebutuhan kayu bakar yang sangat

mendesak untuk rumah tangga, karena tidak ada pohon lain di sekitarnya yang

bisa ditebang, (c) Rendahnya pengetahuan masyarakat akan berbagai fungsi hutan

mangrove, (d) Adanya kesenjangan sosial antara petani tambak tradisional

dengan pengusaha tambak modern, sehingga terjadi proses jual beli lahan yang

sudah tidak rasional.

Meningkatkannya pertumbuhan penduduk dan laju pembangunan di

wilayah pesisir, khususnya Jawa, Bali, Sulawesi dan Lampung menyebabkan

timbulnya ketidak seimbangan antara permintaan kebutuhan hidup, kesempatan

dengan persediaan sumber daya alam pesisir yang ada . Upaya pengembangan

pertanian intensif (coastalagriculture), dan kegiatan serta kesempatan yang

berorientasi kelautan masih terbatas dikembangkan. Di pantai utara Jawa, hampir

semua hutan mangrove telah habis dirombak menjadi kawasan pemukiman,

perhotelan, tambak dan sawah yang berorientasi kepada ekosistem daratan.

Pemanfaatan sumber daya alam wilayah pesisir mestinya tidak hanya terbatas

pada hutan mangrove atau tambak saja tapi juga eksploitasi terumbu karang yang

telah melampaui batas, sehingga sulit dapat pulih kembali. Hal ini terjadi di Bali

Selatan, pantai utara Jawa Tengah (Pontoh, 2011).

Rehabilitasi Mangrove

(7)

menjadi suatu keharusan. Sebenarnya rehabilitasi mangrove tidak selalu harus dengan penanaman, sebab setiap tahun mangrove menghasilkan ratusan ribu benih berupa buah atau biji per pohonnya. Dengan kondisi hidrologi yang layak biji atau buah mangove ini dapat tumbuh sendiri, seperti halnya ditempat dulu mereka pernah tumbuh sehingga kembali membentuk hidrologi normal, dalam waktu yang cepat (Brown, 2006).

Kegiatan rehabilitasi mangrove pada umumnya dilakukan dengan penanaman mangrove jenis Rhizophora sp. Pemilihan jenis ini selain ketersediaan bibit yang relatif mudah juga didasarkan pada kondisi substrat pasir berlumpur dan kemampuan tumbuh jenis ini yang tinggi. Tanpa disadari kegiatan rehabilitasi mangrove telah mengarah kepada monospecies. Kondisi ini dalam jangka pendek dapat memberikan keuntungan terhadap ekosistem mengingat pertumbuhan mangrove jenis Rhizopora sp lebih cepat dan daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dibandingkan dengan mangrove jenis lainya. Dalam jangka panjang dikhawatirkan terjadi pengurangan spesies mangrove alami akibat dominansi satu jenis tanaman. Kekhawatiran lainnya adalah rentannya mangrove rehabilitasi terhadap serangan hama akibat sistem monospecies. Disarankan kepada pelaku rehabilitasi untuk menanam mangrove dari berbagai jenis sesuai dengan kesesuaian lahan untuk lokasi penanaman (Fitri dan Iswahyudi 2010).

(8)

Ada berbagai teknik rehabilitasi mangrove. Masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kelemahan. Ada lima langkah penting dalam prosedur teknis yang menunjang kesuksesan rehabilitasi mangrove yaitu : (1) memahami sifat-sifat ekologi tiap-tiap jenis mangrove di lokasi, khususnya pola reproduksi, distribusi benih, dan keberhasilan pertumbuhan bibit. (2) memahami pola hidrologi normal yang mengatur distribusi dan pertumbuhan spesies mangrove. (3) meneliti perubahan yang terjadi pada lingkungan mangrove yang menghambat terjadinya regenerasi alami. (4) membuat desain program restorasi hidrologi untuk memungkinkan pertumbuhan mangrove secara alami dan (5) Melakukan pembibitan dan penanaman hanya jika keempat langkah di atas telah dilakukan namun tidak menghasilkan pertumbuhan sebagaimana yang diharapkan (Lugo, dkk, 1974).

Keterlibatan Masyarakat Setempat Dalam Rehabilitasi Mangrove

(9)

Gambar

Gambar 1 : Morfologi Rhizophora apiculata.

Referensi

Dokumen terkait

Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas III semester genap tahun ajaran 2015/2016 di SDN 1 Gondangwayang Temanggung dengan jumlah 23 siswa yang terdiri

Secara singkat kemiskinan dapat didefenisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan

Sejauhmana kecenderungan prestasi belajar IPA pokok bahasan peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan dengan

Trainer: "You can make compost with organic waste from your house together with cocoa pods in your farm.. This way, you can convert organic waste into free fertilizer for

Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui pengaruh komposisi beeswax dan carnauba wax sebagai basis lipstik dalam menentukan kekerasan dan daya lekat sediaan

Menurut Slameto (2010: 2) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

Akan tetapi apabila ada yang memakai kain sampai melebihi kaki atau menyentuh tanah, lantai dan sebagainya, itu jelas dilarang menurut hadis tersebut karena sombong namun

[r]