• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Evaluasi Peningkatan Kesejahteraan Mansyarakat Penerima Kartu Perlindungan Sosial (KPS) DI Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Evaluasi Peningkatan Kesejahteraan Mansyarakat Penerima Kartu Perlindungan Sosial (KPS) DI Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Evaluasi

2.1.1 Pengertian Evaluasi

Evaluasi menurut KBBI adalah upaya penilaian secara teknis dan ekonomis terhadap suatu cebakan bahan galian untuk kemungkinan pelaksanaan penambangannya. Atau dapat dikatakan, Evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk menilai sesuatu. Untuk dapat menentukan nilai dari sesuatu yang sedang dinilai itu, dilakukanlah pengukuran dan wujud dari pengukuran itu adalah pengujian, dan pengujian inilah yang dalam dunia kependidikan dikenal dengan istilah tes.

Banyak lagi definini evaluasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Seperti dikemukakan oleh Djaali & Pudji Muljono, Gronlund, Sudijono bahwa evaluasi adalah proses menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan sebagai suatu proses sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan yang pada dasarnya didasari penafsiran yang bersumber pada data kuantitatif. Pophan (1969), Provus (1969) dan Rivlin (1971) menjelaskan evaluasi adalah kegiatan membandingkan data tentang penampilan orang-orang dengan standar yang telah diterima umum.

Malcolm & Provus (1971), menjelaskan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk mengetahui perbedaan antara apa yang ada dengan suatu standar yang telah ditetapkan serta bagaimana menyatakan perbedaan antara keduanya.

(2)

khusus dengan tujuan untuk menentukan keputusan-keputusan yang sesuai. Berdasarkan pengertian ini, evaluasi program adalah kegiatan pengujian terhadap sesuatu fakta atau kenyataan sebagai bahan untuk pengambilan keputusan.)

Worthen dan Sanders (1973) memberi arti bahwa “Evaluation as a process of identifying and collecting information to assist decision-makers in choosing among available decision alternatives”

Alkin (1981) mengemukakan

(Evaluasi adalah suatu proses mengidentifikasi dan mengumpulkan informasi untuk membantu para pengambil keputusan dalam memilih berbagai alternative keputusan.)

bahwa “Evaluation is the process of accertaining the decision areas of concern, selecting appropriate information, and collecting and analyzing information in order to report summary”.

Ada juga yang mendefenisikan evaluasi sebagai penilai atas manfaat atau guna. Komite standar evaluasi menyebutkan bahwa evaluasi adalah penelitian sistematik atau teratur tentang manfaat atau guna beberapa objek. Namun hal yang perlu ditekankan dalam evaluasi adalah evaluator tidak boleh menghakimi ataupun menilai dari suatu program apakah berhasil atau tidak (Tayibnapis,2000:3).

(Evaluasi merupakan proses yang berkaitan dengan penyiapan berbagai wilayah keputusan melalui pemilihan informasi yang tepat, pengumpulan dan analisis data, serta pelaporan yang berguna bagi para pengambil keputusan dalam menentukan berbagai alternative pilihan untuk menetapkan keputusan.)

(3)

Kemudian ditrik kesimpulan mengenai kefektifan, kegunaan, keberhasilan dan gejala (program) yang diuji. (A. Hanafi dan M.Guntur Waseso: 1984, hal.12)

Hasil evaluasi hanyalah salah satu masukan di antara banyak lainnya. Mereka harus mempertimbangkan banyak faktor lainnya, julai dari penerimaan program itu oleh penduduk dan reaksi para peserta sampai kepada pembiayaan, tersedinya tenaga dan fasilitas serta alternatif-alternatif yang mungkin. Dalam konm konteks ini yang dapat dilakukan oleh evaluasi adalah memberikan data untuk ,mengurangi ketidakpastian dan menjelaskan perolehan-perolehan dan kerugian-kerugian yang menyertai setiap keputusan. (A. Hanafi dan M.Guntur Waseso: 1984, hal.15-16).

2.1.2 Tujuan Evaluasi Kebijakan Program

(4)

a. Monitoring program, ini adalah penilaian apakah suatu program dilaksanakan sebagaimana direncanakan. Monitoring program ini akan memberikan umpan balik yang terus menerus pada program yang dilaksanakan dan mengidentifikasikan masalah begitu muncul.

b. Evaluasi proses, ini merupakan penilaian bagaimana program dioperasikan; berfokus pada pelaksanaan program kepada peserta (servicedelivery).

c. Evaluasi dampak, ini adalah penilaian apakah suatu program telah mewujudkan pengaruh terhadap individu-individu, rumah tangga, lembaga atau lingkungan hidup, dan apakah damapak tersebut dapat secara ilmiah diartribusikan kepada pelaksanaan intervensi program tersebut.

d. Cost-benefit atau cost effectiveness, adalah penilaian dari biaya program dan manfaat yang dilahsilakan oleh biaya tersebut, untuk menentukan apakah manfaatnya cukup bernilai dibandingkan biaya yang digunakan.

Dalam melakukan evaluasi program juga terdapat pendekatan pemecahan masalah yang dapat dipakai dalam evaluasi program yang meliputi beberapa masalah yang diidentifikasi sebagai berikut :

a. Masalah tujuan; untuk apa evaluasi dilakukan?

b. Masalah organisasi (dari sisi evaluator); siapa yang melakukan evaluasi dan bagaimana mengorganisasikan?

c. Masalah analisis program; bagaimana program dijelaskan atau ciri-cirinya bisa diuraikan? Apakah pihak yang dievaluasi mandiri dalam melaksanakan program ini ataukah bagaimana dari sekumpulan instansi?

d. Masalah konversi; bagaimana proses implementasi terjadi antara pencanangan program dan output akhir yang dikehendaki?

(5)

f. Masalah dampak; faktor-faktor apa saja yang dapat menjelaskan hasil?

g. Masalah kriteria; dengan nilai-nilai kriteria apa dan bagaimana program ini dinilai? Dengan standar kinerja yang mana kritria berhasil atau gagal atau memuaskan dari kinerja program ini dinilai?

h. Masalah penggunaan; bagaimana temuan evaluasi dan hasil evaluasi digunakan?

Kegiatan itu dapat terjadi di semua tingkatan pemerintah dan dapat pula terjadi dilakukan oleh rakyat yang terdiri dari orang-orang dengan berbagai macam pengalaman, pendidikan dan sikap serta prilakunya yang berbeda. Dari apa yang dikemukan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa evaluasi itu dapat dilakukan dan dibedakan secara umum dua bentuk yaitu :

A. Dilakukan secara teknis-rasinal (ilmiah) dengan kegiatan antara lain : 1. Pemilahan-pemilahan objek dengan merinci apa saja yang di evaluasi.

2. Melakukan pengukuran tiap-tiap objek dalam koleksi data beserta menentukan ukuran-ukuran yang benar dan cocok setiap objeknya.

3. Melakukan analisa dari setiap informasi yang ada.

4. Memberikan pendapat atau rekomendasi dimana rekomendasi ini dapat bersifat ”advocative”, diharap untuk diikuti dan dilaksanakan, dapat pula bersifat ”coercive”, dipaksa untuk melaksanakan, hal ini tergantung pada kedudukan formal dengan ”authority” nya pelaku evaluasi itu.

(6)

pendirian kelompok, ideologi dan pandangan atau pendapat umum sering sekali mewarnai kegiatan serta hasil evaluasinya.

2.1.3 Fungsi Evaluasi

Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan, yaitu:

1. Evaluasi memberi informasi yang valid dan tepat untuk dipercaya melihat kinerja kebijakan, dimana seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal ini, evaluasi mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu, misalnya perbaikan kesehatan dengan target tertentu. 2. Evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang

mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mendefenisikan dan mengoperasikan tujuan dan target. Nilai juga dikritik dengan menyatakan secara sistematis kepantasan tujuan dan target dalam hubungan dengan masalah yang dituju. Dalam menyatakan kepantasan tujuan dan sasaran, analisis dapat menguji alternatif sumber nilai (misalnya, kelompok kepentingan pegawai negeri, kelompok-kelompok klien) maupun landasan-landasan mereka dalam berbagai bentuk rasionalitas (teknis, ekonomis, legal, sosial dan subtantif).

(7)

2.2 Kemiskinan

2.2.1 Pengertian Kemiskinan

Secara harfiah kamus besar Bahasa Indonesia,

Istilah kemiskinan selalu melekat dan begitu popular dalam masyarakat yang sedang berkembang. Untuk memberi pemahaman konseptual, akan dikemukan dua pengertian kemiskinan, yaitu:

itu berarti tidak berharta benda. Miskin juga berarti tidak mampu mengimbangi tingkat kebutuhan hidup standard dan tingkat penghasilan dan ekonominya rendah. Secara singkat kemiskinan dapat didefenisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standard kehidupan yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

1. Secara kualitatif, definisi kemiskinan adalah suatu kondisi yang didalamnya hidup manusia tidak layak sebagai manusia, dan

2. Secara kuantitatif, kemiskinan adalah suatu keadaan dimana hidup manusia serba kekurangan, atau dengan bahasa yang tidak lazim “tidak berharta benda” (Mardimin, 1996:20).

(8)

Istilah kemiskinan dapat menyesatkan jika dipahami secara sempit sebagai suatu realitas atau keadaan objektif, mandiri, dan dapat dihitung dengan angka, sebab kemiskinan tidak dapat diukur hanya dengan indikator penguasaan atau pemilikan materi. Pernyataan ini diperkuat oleh adanya ukuran garis kemiskinan yang tidak berlaku sama bagi semua masyarakat. Menurut Ariel Heryanto (1994), “miskin” tidak dapat dibicarakan secara mutlak, melainkan nisbi dalam dikotominya dengan yang “kaya”. Itulah sebabnya membicarakn tentang kemiskinan menjadi kurang begitu menarik. Bahkan, ada yang lebih suka berbicara tentang “pemiskinan” dari pada “kemiskinan”.

Dalam membicarakan masalah kemiskinan dan/atau pemiskinan, kita akan menemui beberapa istilah kategoritatif kemiskinan seperti kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan struktural, kemiskinan situsional (natural), dan kemiskinan kultural.

1. Kemiskinan Absolut

Seseorang dapat dikatakan miskin jika tidak mampu memenuhi kebutuhan minimum hidupnya untuk memelihara fisiknya agar dapat bekerja penuh dan efisien. Orang yang dalam kondisi ini dikategorikan dalam jenis kemiskinan absolut. Kemiskinan ini sangat ditentukan oleh nutrisi yang dibutuhkan setiap orang. Nutrisi tersebut akan mempengaruhi jumlah kalori yang dibutuhkan , terutama untuk dapat bekerja. Di Inodonesia garis batas minimum kebutuhan hidup yang ditentukan BPS sebesar 2.100 kalori per kapita per tahun.

2. Kemiskinan relative

(9)

di Salatiga tetapi setelah dibandingkan dengan para petani di Gunung Kidul, ternyata dia termasuk kaya. Jadi, kemiskinan Karto dan kemiskinan Gito tadi dikategorikan kemiksinan relatif.

3. Kemiskinan structural

Kemiskinan struktural lebih menunjuk kepada orang atau sekelompok orang yang tetap miskin karena struktur masyarakatnya yang timpang, yang tidak menguntungkan bagi golongan yang lemah. Mereka tetap miskin atau menjadi miskin bukan karena tidak mau berusaha memperbaiki nasibnya , tetapi karena usaha yang mereka lakukan selalu kandas dan terbentur pada sistem atau struktur masyarakat yang berlaku.

4. Kemiskinan situasional dan Kemiskinan natural

Kemiskinan situsional/natural terjadi bila seseorang atau sekelompok orang tinggal di daerah-daerah yang kurang menguntung dan oleh karenanya mereka menjadi miskin. Dengan kata lain, kemiskinan itu terjadi sebagai akibat dari situasi yang tidak menguntungkan seperti kemarau panjang, tanah tandus, gagal panen atau bencana alam.

5. Kemiskinan cultural

(10)

Emil Salim (1979) mengemukakan lima karakteristik kemiskinan, kelima karakteristik kemiskinan tersebut adalah :

1. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri.

2. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri.

3. Tingkat pendidikan umumnya rendah.

4. Banyak diantara mereka tidak mempunyai fasilitas.

5. Diantara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai.

Friedman dalam Suharto, kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial, yang meliputi:

1. Modal produktif atau asset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan). 2. Sumber keuangan (pekerjaan, kredit).

3. Organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik, organisasi sosial).

4. Jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang dan jasa. 5. Pengetahuan dan keterampilan.

6. Informasi yang berguna untuk kemajuan hidup.

(11)

Selo Soemardjan menyebutkan, bahwa kemiskinan yang diakibatkan oleh struktur sosial yang ada, menjadikan masyarakat itu tidak dapat memperoleh pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Untuk mengatasi hal ini, maka salah satu jalan keluarnya adalah dengan pembangunan kwalitas sumberdaya manusia. Selanjutnya Soejono, menyebutkan, bahwa kemiskinan merupakan resultant dari interaksi teknologi, sumber daya alam dan kapital, sumber daya manusia serta kelembagaan.

Dengan demikian kemiskinan dapat dilihat sebagai akibat (endogenous variabel). Oleh karena itu ada dua hal yang perlu diperhatikan walaupun keduanya saling berinteraksi secara evolutif yaitu (1) faktor penyebab kemiskinan dan (2) dampak kemiskinan itu sendiri terhadap masyarakat.(Selo Soemardjan :1984, hal.25) Secara lebih tegas Koentjaraningrat menekankan akan perlunya mentalitas pembangunan pada setiap diri manusia dan untuk menstimulir mentalitas tersebut dapat dicapai melalui pendidikan.( Koentjaraningrat:1990,hal.63

Bappenas (2000) mendefinisikan kemiskinan dalam 3 kriteria yaitu: 1. Berdasarkan Kebutuhan Dasar

Suatu ketidakmampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga, dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup minimum antara lain: pangan, sandang, perumahan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Ketidakmampuan ini akan mengakibatkan rendahnya kemampuan fisik dan mental seseorang, keluarga, dan masyarakat dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

2. Berdasarkan Pendapatan

(12)

3. Berdasarkan Kemampuan Dasar

Suatu keterbatasan kemampuan dasar seseorang dan keluarga untuk menjalankan fungsi minimal dalam suatu masyarakat. Keterbatasan kemampuan dasar akan menghambat seseorang dan keluarga dalam menikmati hidup yang lebih sehat, maju dan berumur panjang. Juga memperkecil kesempatan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut

kehidupan masyarakat dan mengurangi kebebasan dalam menentukan pilihan terbaik bagi kehidupan pribadi.

Menurut BPS dan Depsos (2002) kemiskinan me kondisi rupakan sebuah yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty treshold). Garis kemiskinan yaitu sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya.

2.2.2 Faktor Penyebab Kemiskinan

Studi empiris Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Departemen Pertanian (1995), yang dilakukan pada tujuh belas provinsi di Indonesia, menyimpulkan bahwa ada enam faktor utama penyebab kemiskinan, yaitu:

1. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia, hal ini ditunjukkan oleh rendahnya pendidikan, tingginya angka ketergantungan, rendahnya tingkat kesejahteraan, kurangnya pekerjaan alternatif, rendahnya etos kerja, rendahnya keterampilan dan besarnya jumlah anggota keluarga.

(13)

3. Rendahnya penerapan teknologi, ditandai dengan rendahnya penggunaan input dan mekanisasi pertanian.

4. Rendahnya potensi wilayah yang ditandai oleh rendahnya potensi fisik dan infrastruktur kondisi fisik ini meliputi iklim, tingkat kesuburan, dan topografis wilayah, sedangkan infrastruktur meliputi irigasi transportasi, pasar, kesehatan, pendidikan, pengolahan komoditas pertanian, listrik dan fasilitas komunikasi. 5. Kurang tepatnya kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah dalam investasi

dan pengentasan kemiskinan.

6. Kurang berperannya kelembagaan yang ada, kelembagaan tersebut meliputi pemasaran, penyuluhan perkreditan dan sosial.

Todaro (1993;67), memperlihatkan jalinan antara kemiskinan dan keterbelakangan dengan beberapa aspek ekonomi dan aspek non ekonomi. Tiga komponen utama sebagai penyebab keterbelakangan dan kemiskinan masyarakat, yaitu:

1. Rendahnya taraf hidup 2. Rendahnya rasa percaya diri 3. Terbatasnya kebebasan

(14)

Wiradi dalam Hagul (1985), mengemukakan bahwa masalah kemiskinan di pedesaan merupakan resultan dari beberapa faktor antara lain: pertumbuhan penduduk, rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan rendahnya produktifitas. Selanjutnya Salim menyatakan bahwa kemiskinan tersebut melekat atas diri penduduk miskin karena mereka tidak memiliki asset produksi dan kemampuan untuk meningatkan produktivitas. Mereka tidak memiliki asset produksi karena mereka miskin, akibatnya mereka terjerat dalam lingkaran kemiskinan tanpa ujung dan pangkalnya.( Tjahya Supriatna:2000, hal.53)

Secara lebih konkrit Hadiwegono dan Pakpahan berpendapat bahwa kemiskinan tersebut disebabkan oleh beberapa hal antara lain :

a. Sumber daya alam yang rendah. b. Teknologi pendukung yang rendah. c. Sumberdaya manusia yang rendah.

d. Sarana dan prasarana termasuk kelembagaan yang belum baik.

Lebih jauh Suyanto menyebutkan ada beberapa faktor penyebab kemiskinan yang terjadi dalam suatu masyarakat, seperti :

a. Kemiskinan karena Kolonialisme; kemiskinan ini terjadi karena penjajahan yang dilakukan oleh suatu bangsa terhadap bangsa lain, sehingga bangsa yang dijajah menjadi tertindas baik bidang ekonomi, politik dan sebagainya. Misalnya Indonesia yang ditindas oleh Belanda.

b. Miskin karena tradisi sosio-kultural; hal ini berkaitan dengan suku bangsa tertentu yang kental kebudayaannya seperti suku kubu di Sumatera dan suku Dayak di pedalaman Kalimantan.

(15)

d. Kemiskinan struktural; kemiskinan struktural ialah kemiskinan yang ditenggarai atau didalihkan bersebab dari kondisi struktur atau tatanan kehidupan yang tidak menguntungkan. Kemiskinan ini juga disebabkan oleh persaingan yang tidak seimbang antar negara atau daerah yang mempunyai keunggulan komperatif dengan daerah sekitarnya yang tidak mempunyai keunggulan komparatif. (Suyanto:1995, hal.23)

Faktor penyebab kemiskinan adalah keterkaitan hubungan antara status sosial ekonomi masyarakat dengan potensi wilayah suatu daerah yang menyebabkan daerah tersebut miskin. Dalam konteks penelitian ini factor penyebab kemiskinan tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Produktivitas tenaga kerja rendah sebagai akibat rendahnya teknologi 2. Tidak meratanya distribusi kekayaan terutama tanah

3. Rendahnya taraf pendidikan 4. Rendahnya taraf kesehatan 5. Terbatasnya lapangan kerja

6. Rendahnya kualitas SDM dan rendahnya produktivitas

7. Sarana dan prasarana termasuk kelembagaan yang kurang baik.

2.3 Penanggulangan Kemiskinan

(16)

birokrasi pemerintahan juga terciptanya suatu kondisi yang memberikan akses yang sama pada setiap penduduk dalam memperoleh pelayanan publik.

Terciptanya akses yang terbuka dan sama dalam pelayanan publik kepada lapisan masyarakat diperlukan bagi pemerataan hasil-hasil pembangunan dan pelayanan publik. Kesejahteraan masyarakat sangat tergantung pada kemampuan mereka memperoleh akses dan memanfaatkan kesempatan serta kemampuan untuk menggunakan pelayanan publik. Terdapat keterhubungan yang erat antara pembangunan, kebutuhan dasar manusia serta kepentingan lapisan masyarakat dengan pelayanan publik yang optimal dari birokrasi pemerintahan. Tentunya didukung oleh kesempatan untuk memanfaatkan dan mampu menggunakannya.

Korten mengatakan, banyak program pembangunan tidak mampu meningkatkan akses masyarakat terhadap program pengentasan kemiskinan dan keterbelakangan dan bahkan gagal dalam mencapai program tersebut. Kendala yang sangat besar dalam pelayanan publik adanya perbedaan sosial ekonomi masyarakat yang beragam dengan kemampuan birokrasi pemerintahan. Pemerintah dalam melakukan pelayanan publik harus memperhatikan kondisi lokal sehingga dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan kelompok sasaran masyarakat. Inti dasarnya terletak pada proses kebijakan publik dan pendekatan terhadap operasioanalisasi kebijakan tersebut.

Upaya penanggulangan permasalahan di atas selama ini telah dilakukan oleh pemerintah melalui pembangunan yang dilaksanakan di segala bidang serta melalui program khusus penanggulangan kemiskinan seperti IDT, Operasi Pasar Khusus (OPK) atau program Beras Prasejahtera serta bentuk program lainnya. Pemerintah juga berusaha untuk mengurangi kemiskinan dan meratakan pendapatan melalui delapan jalur pemerataan yaitu :

(17)

2. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan. 3. Pemerataan pembagian pendapatan.

4. Pemerataan kesempatan kerja. 5. Pemerataan kesempatan berusaha.

6. Pemerataan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan wanita.

7. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air. 8. Pemerataan memperoleh keadilan.( Moelyarto:1987, hal.2)

2.4 Rumah tangga miskin

Kemiskinan merupakan refleksi dari ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan standar yang berlaku. Saat ini sudah cukup banyak ukuran dan standar yang dikeluarkan oleh para pakar dan lembaga mengenai batas garis kemiskinan. Sajogyo membedakan tiga tipe orang miskin. Penggolongan ini didasarkan pada pendapatan yang diperoleh setiap orang dalam setiap bulan. Ketiga tipe tipe tersebut adalah :

a. Miskin (poor) ;

Orang yang miskin adalah orang yang berpenghasilan kalau diwujudkan dalam bentuk beras yakni 320-480 kg/orang/tahun. Jumlah ini dianggap cukup untuk memenuhi kebutuhan makan minimum (1900 kalori/orang/hari dan 40 gr protein/orang/hari) b. Sangat Miskin (very poor) ;

Orang yang dikatakan sangat miskin adalah orang yang berpenghasilan kalau diwujudkan dalam bentuk beras yakni 240–320 kg/orang/tahun

c. Termiskin (poorest) ;

(18)

Batas kemiskinan yang dikemukakan oleh Sajogyo memiliki standar kemiskinan yang tinggi dari batas kemiskinan Biro Pusat Statistik. Dengan menggunakan standar Sajogyo jumlah penduduk miskin cenderung lebih banyak jika dibandingkan dengan kriteria Biro Pusat Statistik tersebut. Kriteria tersebut memiliki kekuatan karena beras merupakan kebutuhan pokok pada umumnya rakyat Indonesia. Bagi masyarakat ekonomi lemah pengeluaran untuk pembelian beras cenderung memiliki porsi yang cukup besar dari total pendapatan mereka.

BKKBN mengambil keluarga batih (nuclear family) sebagai unit pengertian, namun tidak menggunakan konsep kemiskinan, melainkan konsep kesejahteraan. Konsep kesejahteraan di sini jelas terkait dengan taraf hidup dan garis kemiskinan. Dengan sejumlah indikator yang dibuat oleh BKKBN, klasifikasi keluarga terdiri dari:

1. Keluarga Sejahtera tahap I adalah keluarga yang telah dapat memenuhi dan psikologis sepeti interaksi keluarga, intaraksi bertetangga dan pekerjaan-pekerjaan yang menentukan standar kehidupan yang baik.

2. Keluarga Sejahtera tahap II. Ditujukan dengan anggota keluarga melaksanakan ibadah agama secara teratur, sekali seminggu keluarga makan daging, ikan/telur. Setiap akhir tahun paling sedikit memperoleh satu stel pakaian baru, luas rumah paling kurang 8 m untuk setiap penghuni. Kesehatan keluarga baik, memiliki penghasilan tetap, anggota keluarga umur 10-60 tahun bisa baca tulisan latin. Anak umur 7-15 tahun bersekolah dan PUS yang telah memiliki 2 anak atau lebih memakai alat kontrasepsi.

(19)

masyarakat tempat tinggal, rekreasi minimal enam bulan sekali, mendapat informasi dari surat kabar, TV, radio, majalah dan anggota keluarga mampu menggunakan transportasi setempat.

4. Kelurga Sejahtra IIII plus. Di samping ditujukan dengan keadaan keluarga seperti keluarga sejahtera tahap III, juga ditambah dengan keluarga secara teratur dengan suka rela memberikan sumbangan materi untuk kegiatan sosial dan ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus perkumpulan/yayasan/institusi masyarakat. Klasifikasi kemiskinan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Agraria adalah sebagai berikut :

1. Miskin sekali, jika konsumsi perkapita pertahun sebesar 75% dari nilai total konsumsi sembilan bahan pokok yang ditetapkan;

2. Miskin, jika konsumsi per kapita per tahun sebesar 75% - 125% dari nilai total konsumsi sembilan bahan pokok yang ditetapkan

3. Hampir miskin, jika konsumsi per kapita per tahun sebesar 125% - 200% dari nilai total konsumsi sembilan bahan pokok yang ditetapkan.

2.5Teori Kesejahteraan

Kehidupan yang didambakan oleh semua manusia di dunia ini adalah kesejahteraan. Baik yang tinggal di kota maupun yang di desa, semua mendambakan kehidupan yang sejahtera. Sejahtera lahir dan bathin. Namun, dalam perjalanannya, kehidupan yang dijalani oleh manusia tak selamanya dalam kondisi sejahtera. Pasang surut kehidupan ini membuat manusia selalu berusaha untuk mencari cara agar tetap sejahtera. Mulai dari pekerjaan kasar seperti buruh atau sejenisnya, sampai pekerjaan kantoran yang bisa sampai ratusan juta gajinyadilakoni oleh manusia.

(20)

khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan perawatan kesehatan. Pengertian kesejahteraan sosial juga menunjuk pada segenap aktifitas pengorganisasian dan pendistribusian pelayanan sosial bagi kelompok masyarakat, terutama kelompok yang kurang beruntung (disadvantage groups). Penyelenggaraan berbagai skema perlindungan sosial (social protection) baik yang bersifat formal maupun informal adalah contoh aktivitas kesejahteraan sosial (Suharto, 2009).

Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik, taraf hidup yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisik belaka, tapi juga ikut memperhatikan aspek sosial, mental dan segi kehidupan spiritual. Kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai kondisi sejahtera dari suatu masyarakat, kesejahteraan sosial pada umumnya meliputi kesehatan, keadaan ekonomi, kebahagiaan dan kualitas hidup rakyat. Di Indonesia kesejahteraan sosial dijamin oleh UUD 1945 pasal 33 dan pasal 34. Dalam UUD 1945 jelas disebutkan bahwa kemakmuran rakyat yang lebih diutamakan dari pada kemakmuran perseorangan, fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Namun pada kenyataannya hingga saat ini masih banyak rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan dan terlantar tidak mendapatkan perhatian.

2.6Kartu Perlindungan Sosial (KPS)

2.6.1Definisi Kartu Perlindungan Sosial (KPS)

(21)

batang beserta nomor identitas KPS yang unik. Bagian depan bertuliskan Kartu Perlindungan Sosial dengan logo burung Garuda.

Sebagai penanda Rumah Tangga Miskin, Kartu Perlindungan Sosial ini berguna untuk mendapatkan manfaat dari Program Subsidi Beras untuk masyarakat yang berpenghasilan rendah atau dikenal dengan Program RASKIN. Selain itu KPS dapat juga digunakan untuk mendapatkan manfaat program Bantuan Siswa Miskin (BSM) dan Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS). Pemerintah mengeluarkan Kartu Perlindungan Sosial ini kepada 15,5 juta Rumah Tangga Miskin dan rentan yang merupakan 25% Rumah Tangga dengan status sosial ekonomi terendah di Indonesia.

2.6.2 Manfaat Kartu Perlindungan Sosial (KPS)

Manfaat Kartu Perlindungan Sosial (KPS) adalah KPS membantu memastikan agar rumah tangga miskin dan rentan dapat menerima manfaat dari semua Program Perlindungan Sosial yang berhak diterimanya sehingga membantu upaya rumah tangga untuk keluar dari kemiskinan.

2.7 Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang peneliti rangkum untuk sebagai pedoman mengerjakan skripsi ini, sebagai table berikut :

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

Nama, Judul, Tahun Metode Hasil Penelitian

Fikriyah Asmawati, S.Ikom; Evaluasi Pelaksaan Program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat di Yogyakarta; 2014

Deskriptif Kuantitatif Progran BLSM dianggap sebagai program yang sangat menarik dan menggiurkan bagi masyarakat miskin,

dengan dana tersebut masyarakat miskin terbantu untuk

mengurangi beban hidup, dan harus di akui program

pemerintah yang satu ini telah berjalan dengan sesuai

yang dituju, yakni disalurkan kepada masyarakat miskin

sesuai dengan cluster yang ada di kelurahan

masing-masing.

Teknik analisa deskriptif, yaitu metode analisa yang dilakukan dengan mengumpulkan,mengolah, menyajikan dan menginterpretasikan data

(22)

Muhammad Miftah Rizki, Evaluasi Program Pengguna Kartu Jakarta Sehat di Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO), 2014

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan dilihat dari jenisnya penelitian ini bersifat deskriptif yang berarti mengumpulkan kata-kata dan gambar bukan angka. Data diperoleh dari wawancara langsung dan juga dilihat dari catatan atau dokumen resmi lainnya.

Pelaksanaan program Kartu Indonesia Sehat di Program Terapi Rumatan Metadon berjalan dengan sangat baik sesuai dengan pedoman dari pemerintah pusat dan program ini terus memberikan pelayanan yang maksimal sesuai dengan kebutuhan pasien.Program ini juga dikatakan baik karena sangat membantu proses penyembuhan pasien dan bahkan mempermudah pasien yang sudah bekerja untuk lebih baik menjalankan kegiatannya diluar.

2.8 Kerangka Konseptual

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual

2.9 Hipotesis

Ho: Tidak terdapat perbedaan kesejahteraan pada masyarakat sebelum dan sesudah menerima Kartu Perlindungan Sosial (KPS).

Ha : Terdapat perbedaan kesejahteraan pada masyarakat sebelum dan sesudah menerima Kartu Perlindungan Sosial (KPS).

Gambar

gambar bukan angka. Data diperoleh

Referensi

Dokumen terkait

Motivasi yang ada pada seseorang akan diwujudkan dalam satu perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan (Reksohadiprodjo dan Handoko,2001). Berdasarkan uraian

Abstrak. Prestasi Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Ditinjau dari Kemandirian Belajar dan Perhatian Orang Tua. Penelitian bertujuan untuk menganalisis dan menguji

persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana di Program Studi Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana

Lebih lanjut loyalitas merek yang baik akan menimbulkan beberapa hal positif yaitu Beberapa potensi yang dapat diberikan oleh loyalitas merek kepada perusahaan,

Simpulan dalam penelitian ini adalah kadar aldosteron dan tekanan darah lebih tinggi pada akseptor kontrasepsi pil k ombinasi ≥3 -5 tahun dibanding akseptor 1-3 tahun1.

Deskripsi Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan konsep, menunjukkan contoh, dan memberikan tugas, sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif (berpikir), dan sesuai

Menyatakan merek “IKEA” yang terdaftar atas nama TERGUGAT dengan Nomor Pendaftaran IDM000092006 tanggal pendaftaran 09 Oktober 2006 untuk kelas barang/jasa 21, tidak

78 Al bij het onderzoek voor zijn proefschrift merkte Constandse op dat on - danks alle voorsprong die de boeren in de Noordoostpolder hadden, zij lang niet altijd