• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK PENDIDIK DAN ANAK DIDIK MENURUT MUHAMMAD ATHIYAH AL-ABRASY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK PENDIDIK DAN ANAK DIDIK MENURUT MUHAMMAD ATHIYAH AL-ABRASY"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK PENDIDIK DAN ANAK DIDIK MENURUT

MUHAMMAD ATHIYAH AL-ABRASY

Oleh : Ahmad Ridwan

Dosen Fakultas Agama Islam UNIVA Medan Email :[email protected]

ABSTRAK

Muhammad Athiyah al-Abrasy seorang tokoh pendidikan yang hidup pada masa pemerintahan Abd. Nasser yang memerintah Mesir pada Tahun 1954-1970 M. Beliau adalah seorang sarjana yang lama berkecimpung dalam dunia pendidikan di Mesir yang merupakan pusat ilmu pengetahuan Islam, beliau dilahirkan pada awal April tahun 1897 dan wafat pada Tanggal 17 Juli 1981. Dalam pandangan Muhammad Athiyah al-Abrasy terkikisnya wibawa seorang guru disebabkan kurangnya perhatian seorang pendidik terhadap karakteristik yang harus dimilikinya, sehingga mengakibatkan hilangnya rasa hormat anak didik dan masyarakat terhadap seorang pendidik (Guru). Oleh karenanya, masalah yang dititik beratkan dalam jurnal ini adalah bagaimana pandangan Muhammad Athiyah al-Abarasy terhadap karakteristik pendidik dan anak didik ?

Dalam jurnal ini, menggunakan metode deskriftif yaitu, malakukan inventarisasi pemikiran Muhammad Athiyah al-Abrasy tentang pokok permasalahan yang akan dibahas. Pada tahap pengumpulan data akan ditempuh dengan studi kepustakaan (Library Research), selanjutnya analisis data yang dilakukan berupa analisis isi (Content Analysis).

Berdasarkan data analisa yang dilakukan terhadap pemikiran Muhammad Athiyah al-Abrasy, Studi ini menyimpulkan bahwa seorang pendidik harus memiliki sifat zuhud, bersih dan suci, ikhlas dalam melaksanakan tugas, pemaaf, menjadi seorang ayah sebelum menjadi pendidik, mengetahui tabiat anak didik, menguasai materi. Sedangkan Karakteristik anak didik menurut Muhammad Athiyah al-Abrasy adalah: bersih hati, suci fikiran dari noda dan dosa, selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt. memiliki keberanian, konsisten, teguh pendirian, menyenangkan hati, Jujur dalam perkataan dan perbuatan, tidak merepotkan orang lain, bersungguh-sungguh, Bertanggung jawab, Mencintai sesama teman, Mempunyai tekad untuk belajar hingga akhir umur. Pemikiran Muhammad Athiyah al-Abrasy ini masih sangat relevan dengan konsep pendidikan masa sekarang. Melihat kepada terkikisnya wibawa seorang pendidik dihadapan anak didik dan masyarakat.

(2)

A. PENDAHULUAN

Berkaca pada Undang-Undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan, di mana semua hal ini sangat diperlukan oleh setiap diri, masyarakat, bangsa dan negara.

Dari pengertian tersebut dapat dimengerti bahwa pendidikan merupakan suatu usaha atau aktivitas untuk membentuk manusia-manusia yang cerdas dalam berbagai aspek, baik intelektual, sosial, emosional maupun spiritual, terampil serta berkepribadian yang dihiasi dengan akhlak mulia. Ini berarti bahwa dengan pendidikan diharapkan dapat terwujud suatu kualitas manusia yang baik dalam seluruh dimensinya, yang nantinya mampu mengisi kehidupannya secara produktif bagi kepentingan dirinya dan masyarakat.

Pengertian di atas menggambarkan bahwa pendidikan merupakan pengkondisian situasi pembelajaran bagi peserta didik guna memungkinkan mereka mempunyai kompetensi-kompetensi yang baik. Hal ini sejalan dengan fungsi pendidikan, yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Untuk menciptakan manusia seperti yang disebutkan di atas, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, tentu membutuhkan persiapan yang panjang dan memiliki komponen-komponen pendidikan yang baik. Di antara komponen utama yang dapat meningkatkan mutu pendidikan adalah pendidik (guru). melalui seorang pendidik, pendidikan diimplementasikan dalam tataran mikro, ini berarti bahwa bagaimana kualitas pendidikan dan hasil pembelajaran terletak pada pendidik. Artinya bagaimana seorang pendidik melaksanakan tugasnya secara professional serta dilandasi dengan nilai-nilai dasar kehidupan.

Dengan demikian, nampak bahwa pendidik diharapkan mempunyai pengaruh yang signifikan pada pembentukan sumber daya manusia dalam aspek kognitif, afektif maupun keterampilan, baik dalam aspek fisik, mental maupun spiritual.

Melihat kondisi pendidikan sekarang penulis menganggap perlu dibuat sebuah penelitian terkait dengan karakteristik pendidik dan anak didik untuk dijadikan sebagai acuan seorang pendidik dan anak didik dalam menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing.

Muhammad Athiyah al-Abrasy1 mengabadikan perkataan Abu Darda dalam kitabnya Rūḥ al-Islām sebagai berikut:

وَ ﻗَ ﺪْ وَ ﺻََ أَﺑُ ﻮْ اﻟ ﺪّ رْ دَا ءِ اﻟْ ﻤُ ﻌَﻠِّ ﻢَ وَا ﻟْ ﻤُ ﺘَ ﻌَﻠِّ ﻢَ ﺑِﺄَ ﻧﱠ ﮭُ ﻤَﺎ زَ ﻣِ ﯿْ ﻼَ نِ ﻓِ ﻰ اﻟْ ﺨَ ﯿْ ﺮِ , وَ ﻻَ ﺧَ ﯿْ ﺮَ ﻓِﯿْ ﻤَﺎ ﻋَ ﺪَا ھُ ﻤَﺎ

(3)

Artinya ; Abu Darda melukiskan mengenai guru dan murid bahwa keduanya adalah berteman dalam kebaikan dan tanpa keduanya tidak akan ada kebaikan.

Perkataan Abu Darda di atas menegaskan kepada para pendidik bahwa, seorang pendidikdan anak didik merupakan dua komponen yang tidak dapat dipisahkan, sehingga problematika yang muncul dalam pendidikan selalu dikaitkan dengan Pendidik yang tidak baik (tidak profesional) dan anak didik yang sangat sulit diajari.

Itu terjadi karena pendidik adalah profil manusia yang setiap hari didengar perkataannya, dilihat dan mungkin ditiru perilakunya oleh anak didiknya, baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah.2 Dalam

konteks ini pendidik merupakan cermin buat anak didiknya dan bahkan buat masyarakat sekitarnya.

Umar bin Utbah berkata kepada guru anaknya yang dikutip oleh Muhammad Athiyah al-Abrasy dalam memberikan nasihat dan wasiat kepada guru sebagai berikut :

“ Hendaklah perbaikan pertama yang engkau lakukan terhadap anak saya, dilakukan dengan perbaikan dirimu, sebab mata mereka akan tertuju padamu, yang mereka anggap baik ialah apa yang engkau kerjakan dan yang mereka anggap jelek ialah apa yang engkau tinggalkan”.3

2HendraAkhdiyat,

IlmuPendidikanIslam:DisusunBerdasark anKurikulumBaruNasionalPerguruanTi nggi Agama Islam (Bandung: t.p. 2009),

h. 221.

3MuhamadAtiyahal-Abrasy,

At-Tarbiyah al-IslāmiyyahWaFalāsifatuha,

terj. Bustami A. GanidanDojharBahry,

Di samping itu pendidik juga merupakan tugas yang sangat mulia dihadapan Allah Swt. Swt. Karenanya, Allah Swt. menempatkan orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan lebih tinggi derajatnya bila dibanding dengan manusia lainnya.4 Mengapa demikian? karena orang yang berilmu pengetahuan (ulama) pada dasarnya penerus tugas-tugas para Nabi dan Rasul untuk mendidik manusia5 menjadi manusia yang mengenali dirinya dan tuhannya untuk kemudian taat beribadah kepada Allah Swt.

Para pendidik sepantasnya merupakan manusia pilihan yang bukan hanya memiliki kelebihan Ilmu pengtahuan6 yang tinggi, melainkan juga harus memiliki karakteristik atau sifat yang dapat diteladani peserta didik dan masyarakat. Atas dasar itu penulisn menganggap perlu dibuat suatu penelitian yang dapat dijadikan sebagai acaun seorang pendidik dalam bersikap dan berbuat ketika menjalankan tugas mereka sebagai pendidik dan anak didik. Maka peneliti membuat penelitian tentang karekteristik pendidik dan anak

didik menurut pandangan

Muhammad Athiyah Al-Abrasy’’ Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan Dasar-DasarPokokPendidikan Islam

(Jakarta: BulanBintang, cet. 6,1990),h. 142.

4Q.S. Al-Mujadalah /58: 1. 5Al-Rasyidin,FalsafahPendidikan

Islam:Membangun KerangkaOntologi, EpistimologidanAksiologiPraktikPendid

ikan (Bandung:Citapustaka Media

Perintis, Cet. I, 2008 ), h. 141. 6Akhdiyat, h. 224.

(4)

masalah ini terfokus pada aspek pemikiran yang digagas oleh Muhammad Athiyah al-Abrasy yaitu: Bagaimana pemikiran Muhammad Athiyah al-Abrasy tantang karakteristik pendidik dan anak didik ?.

Untuk mendapat jawaban yang tuntas dan komprehensip sebagaimana dikemukakan sebelumnya, maka diperlukan penjabaran dalam bentuk sub-sub masalah antara lain :

1. Bagaimana karakteristik pendidik menurut Muhammad Athiyah al-Abrasy ?

2. Bagaimana karakteristik anak didik menurut Muhammad Athiyah al-Abrasy ?

3. Bagaimana relevansi pemikiran Muhammad Athiyah Al-Abrasy tentang karakteristik pendidik dan anak didik dengan masa sekarang ?

Secara umum tujuan penelitian ini untuk mengumpulkan data berkaitan dengan karakteritik pendidik dan anak didik yang dapat dijadikan sebagai acuan para pendidik dalam menjalankan Profesinya sebagai Pendidik.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data tentang (1) karakteritik pendidik (2) anak didik menurut pandangan Muhammad Athiyah Al-Abrasy (3) relevansi pemikiran Muhammad Athiyah Al-Abrasy tentang karakteristik pendidik dan anak didik dengan masa sekarang

Penelitian ini diharapkan berguna bagi dunia pendidikan terutama untuk acuan guru dalam menjalankan amanah mulia yang menjadi seorang pendidik dan tugas

anak didik yang suci sebagai penuntut ilmu.

Secara Spesifik penelitian ini diharapkan berguna untuk:

1. Memberikan contoh bagi pendidik dan anak didik dilapangan untuk menerapkan karakteristik baik sesuai

dengan pandangan

Muhammad Athiyah Al-Abrasy.

2. Menumbuhkan sikap percaya diri bagi seorang pendidik bahwa profesi sebagai guru berbeda dengan profesi lain. 3. Melahirkan pendidik dan

anak didik yang berkarakter islami sesuai dengan pandangan Muhammad Athiyah Al-Abrasy.

B. METODE PENELITIAN 1. Metode penelitian

Penelitian dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Instrument Pengumpulan Data

Mengumpulkan data dalam penelitian ini dimulai dengan mengumpulkan kepustakaan: Pertama, mengumpulkan karya-karya tokoh Muhammad Athiah al-Abrāsy baik secara pribadi maupun karya bersama (antologi) mengenai topik yang sedang diteliti (sebagai data primer).Kemudian, membaca karya-karya lain yang dihasilkan Muhammad Athiyah al-Abrāsy. Kedua, menelusuri karya-karya orang lain mengenai pemikiran Muhammad Athiyah al-Abrāsy atau mengenai topik penelitian (sebagai

(5)

data sekunder)7 yang berkaitan

dengan pemikiran Muhammad Athiyah al-Abrāsy tentang krakteristik seorang pendidik dan anak didik secara utuh. Dan mencari dalam ensiklopedi, buku sistematis dan tematis yang dapat menunjukkan data yang lebih luas. Ketiga, Mengumpulkan literatur mengenai karakteristik Pendidik dan anak didik secara umum.

b. Metode Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan sejak awal penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan penyempurnaan proposal, memudahkan penemuan teori dan memudahkan penetapan tahap-tahap pengumpulan data berikutnya. Dalam penelitian ini data dianalisis secara induktif berdasarkan data langsung dari subyek penelitian, oleh karena itu pengumpulan dan analisi data dilakukan secara bersamaan, bukan terpisah sebagaimana penelitian kuantitatif dimana analisis data dilakukan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul.

Proses analisis data dalam penelitian ini yaitu dengan cara mengumpulkan data-data, baik data primer maupun data skunder yang membahas pemikiran Muhammad Athiyah al-Abrāsy, dengan cara membaca dan mengklasifikasikan kandungannya lalu dianalisis dengan metode interpretasi. Interpretasi dimaksudkan sebagai upaya

7Syahrin Harahap, Metodologi Studi

Tokoh Pemikiran Islam (Jakarta: IstiqomahMulayaPres, cet.1, 2000),h. 58.

tercapainya pemahaman yang benar terhadap fakta dan gejala.8

Data-data penelitian kemudian dianalisis kandungannya lalu diungkapkan berupa hasil temuan secara deskriptif dan objektif serta diuraikan melalui metode deduktif.

Maka dengan demikian dapat diketahui bahwa Metode yang digunakan dalam analisis data penelitian ini adalah :

1. Interpretasi; yaitu menafsirkan, untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang benar terhadap pemikiran Muhammad Athiyah al-Abrasy tentang karakteristik pendidik dan anak didik. Interpretasi juga dapat diartikan hermeneutika yang berarti menginterpretasikan,

menjelaskan atau

menterjemahkan pemikiran Muhammad Athiyah al-Abrasy.

2. Induksi dan Deduksi; yaitu dapat diartikan sebagai generalisasi, kasus-kasus dan pemikiran tokoh (Muhammad Athiyah al-Abrasy) dianalisis, kemudian pemahaman yang ditemukan didalamnya dirumuskan dalam statemen umum (generalisasi). Sedangkan deduksi yang kami maksud adalah sebagai upaya eksplisitasi dan penerapan pemikiran-pemikiran tokoh yang bersifat umum.

3. Koherensi Intern; yaitu agar pemikiran tokoh dapat

(6)

difahami secara tepat, maka seluruh konsep dan aspek-aspek pemikirannya dilihat menurut keselarasannya satu dengan yang lain, dengan cara menetapkan inti pemikirannya yang paling mendasar dan topik-topik yang paling sentral.

c. Sumber Utama Data Penelitian

Sumber utama (data primer) penelitian ini adalah :

a. Muhammad Athiyah al-Abrasy, Rūh al-Islām. Kitab ini membahas tetang karakteristik yang harus dimiliki seorang pendidik dan anak didik adapun terjemahannya belum ditemukan peneliti sampai saat ini.

b. Muhammad Athiyah al-Abrasy, At-Tarbiyyah Al-Islāmiyyah beserta terjemahannya oleh Abdullah Zakiy Al-Kaaf (Bandung:2003), kitab ini membahas prinsip-prinsip dasar pendidikan termasuk didalamnya sifat seorang pendidik dan anak didik.

c. Muhammad Athiyah al-Abrasy, Education in Islam beserta terjemahannya oleh Taisirun Sulaiman (Gontor Ponorogo:1990) buku ini membahas obyek-obyek pendidikan Islam, salah satunya sifat-sifat yang harus dimiliki guru dan murid.

d. Muhammad Athiyah al-Abrasy, Dasar-Dasar

Pokok Pendidikan Islam

(Jakarta: 1969)

terjemahan Bustami. A. Gani dan Djohar Bahry. Buku ini membahas tentang sifat dasar-dasar pendidikan Islam, diantaranya sifat seorang guru dan anak didik. e. Muhammad Athiyah

al-Abrasy, At-Tarbiyyah Al-Islāmiyyah, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam (Yoyakarta:1996), buku ini menjelaskan beberapa sifat guru dan murid menurut beberapa tokoh pendidikan Islam. f. Muhammad Athiyah

al-Abrasy, Tarbiyah Al-Islāmiyyah Wa Falāsifatuha

(Beirut:1969) buku ini membicarakan tentang tujuan pendidikan Islam, hukuman pendidikan dalam pandangan Islam dan sifat pendidik Islam, dan

g. Muhammad Athiyah al-Abrasy,‘Azamatu al-Islam (Kairo:2002) didalam buku ini dibicarakan tentang riwayat hidup M.Athyah al-Abrasy dan pendidikan wanita dalam pandangan Islam.

Sedangkan sumber data sekundernya adalah semua tulisan berupa buku, jurnal dan artikel yang ditulis orang lain tentang Muhammad Athyah al-Abrasy, Seperti:

1. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam (Solo: 2003) membahas

(7)

tentang pendidik dan anak didik.

2. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: 2005) membahas tentang sifat pendidik dan anak didik. 3. Ilmu Pendidikan Islam

(Jakarta: 2012) membahas tentang guru dan murid dalam pandangan Islam.

4. falsafah pendidikan Islam (Bandung: 2008) membahas tentang hakikat pendidik dan anak didik.

5. Tarbiyatul Aulad fi al-Islām (Beirut: 1994) membahas tentang pendidikan anak dan sifat mendasar yang harus dimiliki pendidik dan sebagainya.

C. PEMBAHASAN

1. Sejatinya Seorang

Pendidik.

Menyandang profesi sebagai pendidik memiliki tanggung jawab yang sangat berat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pendidik. Begitu tingginya tanggung jawab seorang pendidik

sehingga menempatkan

kedudukannya setingkat di bawah kedudukan para Nabi dan Rasul.

An-Nimari Al-Qurtubi menulis buku Jāmi`Bayānial-`Ilmi wa Faḍlih prihal perilaku Pendidik dan anak didik. Begitu pula Al-Ghazali dalam bukunya Fatiḥat al-`Ulūm dan Ihyā al-`Ulūm al-Din. Beliau telah mengkhususkan pendidik (guru) dengan sifat-sifat kesucian dan kehormatan dan menempatkan guru langsung sesudah Nabi. Pernyataan di atas sesuai dengan perkataan Hasan dalam kitab Ihyā `Ulūm al-Din. Sebagai

gambaran bahwa profesi pendidik lebih mulia daripada profesi lainnya,9

sebagai berikut: Artinya :

“Hasan berkata semoga Allah Swt. merahmatinya; ditimbang tinta ulama dengan darah para suhada maka lebih berat tinta ulama daripada darah suhada’’.

Makna perkataan Hasan di atas mengisyaratkan bahwa, seorang pendidik jauh lebih mulia dibanding orang yang berperang sekalipun ia mati syahid.Pada hari kiamat kelak, jika ditimbang tinta para ulama dengan darah para syuhada maka akanlebih berat tinta ulama.

Bahkan, orang yang berilmu dan mengamalkan ilmunya, lebih mulia dibanding orang yang beribadah setiap hari.10Hal itu

dikarenakan nilai seorang pendidik dapat menyelamatkan manusia dari kesesatan, sedangkan orang yang beribadah sepanjang hari, ia hanya bermanfaat untuk menyelamatkan dirinya. Orang yang seperti ini laksana orang kaya harta yang menikmati kekayaannya sendiri tanpa memikirkan orang lain.

Berdasarkan alasan di atas, tidak salah jika kemudian Al-Gazali mengungkapkan kata-kata yang dikutip oleh Muhammad Athiyah al-Abrasy dalam kitabnya Rūḥ al-Islām sebagai berikut: ﻓَ ﻤَ ﻦْ ﻋَ ﻠِﻢَ وَ ﻋَ ﻤِ ﻞَ ﺑِ ﻤَﺎ ﻋَ ﻠِﻢَ ﻓَ ﮭُ ﻮَ اﻟﱠ ﺬِ ى ﯾُ ﺪْ ﻋَ ﻰ ﻋَ ﻈِ ﯿْ ﻤً ﺎ ﻓِ ﻲ ﻣَﻠَ ﻜُ ﻮْ تِ ا ﻟ ﺴ ﱠﻤَ ﺎ ءِ ﻓَ ﻜَ ﺄَﻧﱠ ﮫُ ﻛَ ﺎا ﻟ ﺸﱠ ﻤْ ﺲِ ﺗُ ﻀِ ﺊُ ﻟِ ﻐَ ﯿْ ﺮِ ھَ ﺎ وَ ھِ ﻲَ ﻣُ ﻀِ ﯿْﺌَ ﺔٌ ﻓِ ﻰ ﻧَﻔ ْﺴِ ﮭَﺎ ﻛَ ﺎﻟْ ﻤِ ﺴْ ﻚِ اﻟﱠ ﺬِ يْ ﯾُ ﻄِ ﯿْ ﺐُ

9Al-Ghazali, Iḥyā`Ulūm al-Din,jilid I, h.28.

10Al-Ghazali, Iḥyā`Ulūm al-Din,

terj. Moh. Zuhri, Menghidupkan

Kembali Ilmu-Ilmu Agama (Semarang:

(8)

ﻋَ ﺒِﯿْ ﺮَ هُ وَ ھُ ﻮَ طِ ﯿْ ﺐٌ وَ ﻣَ ﻦِ ا ﺳْ ﺘَ ﻐَ ﻞﱠ ﺑِﺎ اﻟ ﺘﱠ ﻌْ ﻠِﯿْ ﻢِ ﻓَﻘَ ﺪْ ﺗَﻘَ ﻠﱠﺪ َ أَ ﻣْ ﺮً ا ﻋَ ﻈِ ﯿْ ﻤً ﺎ وَ ﺧَ ﻄَ ﺮً ا ﺟَ ﺴِ ﯿْ ﻤً ﺎ Artinya;

Seorang yang berilmu kemudian mengamalkan ilmunya dialah yang dikatakan agung di hadapan penduduk langit, ia ibarat matahari yang bercahaya dan sekaligus memberikan cahaya kepada orang lain. Ia juga ibarat minyak kasturi yang harum pada dirinya dan menebar keharuman untuk orang lain. Siapa yang mengabdikandirinya pada dunia pendidikan, sesungguhnya ia telah memilih pengabdian yang sangat mulia agung dan penting.11

Pernyataan di atas lebih mengingatkan manusia bahwa, orang yang mempunyai ilmu dan mengamalkan ilmunya sangat mulia di hadapan Allah Swt. dan manusia. Demikian hebat dan agungnya seorang pendidik, ia laksana cahaya matahari yang menerangi alam raya. Artinya, seorang pendidik ia ibarat cahaya yang menerangi jalan manusia dalam kegelapan dan membawa petunjuk kepada kebaikan. Jika manusia tersesat dalam kemungkaran, maka seorang pendidiklah yang dapat memberikan arah untuk kembali kepada kebaikan. Dengan demikian, hormatilah pendidik, karena pendidik adalah pewaris para nabi.

11Muhammad Athiyah Al-Abrasy,

At-Tarbiyah al-Islāmiyah,terj. Abdullah

Zaky al-Ka`af, Prinsip-Prinsip

DasarPendidikan (Bandung: CV. PustakaSetia, 2003), h. 145.

Seorang penyair ternama, Syauqi, 12 pernah menggambarkan nilai seorang pendidik dalam syairnyasebagai berikut: ﻗُ ﻢْ ﻟِﻠْ ﻤُ ﻌَﻠِّ ﻢِ وَ ﻓّ ﮫ اﻟ ﺘﱠ ﺒْ ﺠِ ﯿْ ﻞ ﻛَ ﺎ دَا ﻟْ ﻤُ ﻌَﻠِّ ﻤُ ﺄَ نْ ﯾَ ﻜُ ﻮْ ﻧَ ﺮَ ﺳُ ﻮْ ﻻً

Artinya;“Berdiri dan hormatilah guru dan berilah ia penghargaan, seorang guru itu hampir saja seorang Rasul’’.

Syauqi memberikan

penghormatan yang sangat tinggi kepada pendidik, ia menggambarkan bahwa fungsi seorang pendidik itu hampir sama dengan para Nabi. Di mana mereka memiliki tugas memberikan petunjuk ke jalan kebaikan, membimbing dan mengarahkan manusia kejalan yang benar, serta menyelamatkan manusia dari kebodohan.

2. Sejatinya Anak Didik

Selain pendidik, Muhammad Athiyah al-Abrasy dalam kitabnya Rūh al-Islām, juga banyak berbicara tentang anak didik, seperti kedudukan dan karakteristik anak didik.

Adapun istilah peserta didik adalah sebutan yang paling mutakhir, istilah ini menekankan pentingnya peserta didik berpartisipasi dalam proses pembelajaran.13 Dengan demikian, menurut Ahmad Tafsir yang dikutip oleh Zainuddin, perubahan sebutan dari murid ke peserta didik lalu menjadi anak didik, bermaksud memberikan perubahan

12Muhammad Athyah al-Abrāsy,

Rūh Al-Islām, h. 351.

13Ahmad Tafsir,Filsafat Pendidikan

Islam (Bandung:Remaja

(9)

pada peran peserta didik dalam proses belajar mengajar.14

Mayoritas masyarakat menjadikan anak didik sebagai barometer keberhasilan seorang pendidik dalam dunia pendidikan. Dikatakan anak didik tidak ada yang bodoh, melainkan sorang pendidik yang tidak berhasil menciptakan suasana yang efektif serta tidak mampu menciptakan anak pintar, karena tidak mempunyai krakteristik seorang pendidik.

Anak didik tentu jangan terlalu menghiraukan pernyataan itu, sebab anak didik harus mempunyai komitmen, bahwa orang yang sukses itu adalah orang yang mempunyai kesungguhan untuk belajar. Asma` Hasan Fahmi mengemukakan etika yang harus diketahui, dimiliki serta difahami oleh peserta didik supaya dia dapat belajar dengan baik dan mendapat keridhaan Allah Swt. Swt.15Adalah :

1. Anak didik hendaknya membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu. 2. Tujuan belajar hendaknya

ditujukan untuk menghiasi roh dengan berbagai sifat baiknya. 3. Memiliki kemauan yang kuat

untuk mencari dan menuntut ilmu.

4. Setiap anak didik wajib menghormati gurunya.

5. Anak didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan tabah.

Berdasarkan pernyataan di atas, maka tugas utama yang harus

14Zainuddin dan Mohd. Nasir,

Filsafat Pendidikan Islam (Bandung:

Cipta PustakaMedia Perintis, 2010),h. 101.

dilakukan anak didik adalah menuntut Ilmu, Rasulullah Saw. Saw melalui salah satu hadis menegaskan: ‘’Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim’’. 16

Proses menuntut atau mempelajari ilmu sangat tergantung kepada kesungguhan anak didik, peserta didik tidak boleh mencukupkan aktivitas belajarnya pada satu aktivitas saja. Dalam Al-Quran Allah Swt. selalu menyeru manusia untuk senantiasa berfikir, mengingat, membaca, mengambil pelajaran dan memetik hikmah. Semua itu dimaksudkan agar anak didik mengembangkan potensinya dengan mandiri dan mempunyai penuh tanggug jawab terhadap keberhasilan dirinya. Atas dasar tersebut maka sesungguhnya pendidik dan anak didik dua kedudukan yang sangat mulia.17

Diantara ulama’ yang banyak kepeduliannya terhadap pendidikian Islam khususnya terhadap karakteristik seorang pendidik dan

16Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah (Bairut :Dār al-fikr, t.t.), Jilid I, h.81. Sejauh penelusuran peneliti tentang hadis tersebut, tidak sampai kepada kalimat muslimatin, melainkan hanya

pada kalimat muslimin. Bahkan

meneurut al-Bani selebihnya itu ḍoif. 17Dalam salah satu hadis, Rasulullah Saw. Saw menegaskan : Jadilah kamu `āliman (orang yang memiliki ilmu dan mengajarkannya) atau muta`alliman ( anak didik) atau

mustami`an (pendengar atau pecinta

ilmu), tetapi janganlah kamu menjadi golongan yang keempat, niscaya kamu akan celaka. Hemat penulis bahwa orang yang keempat itu adalah manusia-manusia yang mempertahankan dirinya

dalam kesesatan, kebodohan

(10)

anak didik adalah Muhammad Athiyah al-Abrāsy, dengan kitab ‘’Al-Tarbiyah Al-Islāmiyāh wa Falāsifatuhā’’ dan kitab ‘’Rūh al-Islām’’ beliau banyak memberikan gambaran tentang bagaimana sifat seorang pendidik dan anak didik dalam menjalankan kegiatan belajar mengajar.

D. HASIL PENELITIAN

1. Karakteristik Pendidik

Menurut Muhammad

Muhammad Athiyah al-Abrasy

Dalam pandangan Muhammad Athiyah al-Abrasy, karakteristik yang harus dimiliki pendidik adalah:

a. Zuhud Tidak

Mengutamakan Materi dan Mengajar Karena Mencari Keridhoan Allah Swt.

Pendidik harus seorang yang benar-benar zuhud, ia mengajar dengan maksud mencari keriḍoan Allah Swt. Bukan karena mencari upah, gaji atau uang balas jasa, artinya ia tidak menghendaki dengan mengajar itu selain keriḍaan Allah Swt. dan menyebarkan ilmu pengetahuan.18

Dalam hal ini Muhammad Athiyah al-Abrasy menyapaikan alasan kebolehan

18Al-Abrasy, Dasar-Dasar Pokok

Pendidikan Islam, h. 137.

menerima gaji atau upah sebagai berikut: وَ ﻓِ ﻰ اِ ﻋْ ﺘِﻘَ ﺎ دِ ﻧَﺎ اَ نﱠ ﻗَﺒُ ﻮْ لَ ا ﻟْ ﻤَ ﺮْ ﺗَﺒَ ﺎ تِ ا ﻟْﯿَ ﻮْ مَ ﻻَ ﯾَﺘَ ﻌَﺎ رَ ضُ ﻣَ ﻊَ اِ رَ ﺿَﺎ ءِ ّ وَا ﻟ ﺰﱡ ھْ ﺪُ ﻓِ ﻰ اﻟ ﺪﱡ ﻧْﯿَ ﺎ ﻷِ َنﱠ ا ﻟْ ﻌَﺎ ﻟِﻢَ ﻣَ ﮭْ ﻤَﺎ ﯾَ ﻜُ ﻮْ نُ زَاھ ِﺪً ا ﻣُ ﺘَﻘَ ﺸِّ ﻔًﺎ ﯾَ ﺤْ ﺘَﺎ جُ اِﻟَ ﻰ ﺷَ ﺊٍ ﻣِ ﻦَ اﻟْ ﻤَﺎ لِ ﯾَ ﺴْ ﺘَ ﻌِ ﯿْ ﻦُ ﺑِﮫِ ﻋَ ﻠَ ﻰ ﻣَ ﻄَ ﺎﻟِ ﺐِ اﻟْ ﺤَ ﯿَﺎ ةِ وَ ﺗَ ﺮْ ﺑِﯿﱠ ﺔِ ا ﻷْ َوْ ﻻَ دِ Artinya:

Menurut pendapat kami menerima gaji itu tidak bertentangan dengan maksud mencari keridhoan Allah Swt dan zuhud didunia ini, oleh karena setiap orang alim (pendidik atau guru) betepapun juhud dan kesederhanaan hidupnya tetap membutuhkan uang dan harta untuk menutupi kebutuhan-kebutuhan hidup dan pendidikan anak-anaknya.19

Menurut penulis,

pernyataan diatas

menunjukkan bahwa

Muhammad Athiyah al-Abrasy tidak melarang untuk menerima gaji atau upah pada zaman modern ini, sebab tidak ada hubungannya antara mencari radha Allah dengan menerima upah atau gaji,

bahkan ditegaskan

Muhammad Athiyah al-Abrasy bahwa gaji dan upah harus diterima untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup pendidik dan ditegsakan lagi untuk melanjutkan pendidikan anak-anaknya apalagi di zaman modern ini tidak banyak yang bisa dilakukan tanpa uang termasuk

(11)

pendidikan yang bersifat formal yang harus dilalaui setiap individu anak.

b. Kebersihan/Kesucian Seorang Guru

Kesucian seorang pendidik erat kaitannya dengan kezuhudtannya. Untuk mendapatkan ridha Allah Swt. pendidik harus memastikan kebersihan dirinya, bersih dari dosa dan kesalahan, bersih fikirannya dari hal-hal yang dapat membawa ia untuk melakukan kemaksiatan. Jika seorang pendidik kotor tubuhnya, hatinya, kesehariannya akrab dengan kesalahan dan dosa, segala tindakannya tidak ia lakukan kecuali dengan mengharap pujian dari orang lain (ria) maka ia bukanlah pendidik, melainkan seorang yang menghancurkan masa depan umat yang membrikan pendidikan yang salah kepada anak didik.

c. Ikhlas Dalam Pekerjaan Makna ikhlas dalam pandangan Muhammad Athiyah al-Abrasytidak sebatas ikhlas dalam memberi sesuatu yang berbentuk benda, akan tetapi ikhlas terhadap

perbuatan yang

dilakukannya. Makna ikhlas diatas mempunyai makna yang sama dengan kejujuran, jujur dalam perkataan dan perbuatan.

Seorang pendidik yang mengharapkan ridha Allah Swt. dan bersih, suci jiwanya dari kotoran-kotoran atau dosa, maka ia akan melahirkan keikhlasan dalam menjalankan segala pekerjaannya dengan jujur. d. Pemaaf Untuk menjadi seorang pendidik yang sempurna, Muhammad Athiyah al-Abrasy mengatakan ia harus memiliki karakteristik pemaaf, menjaga kehormatannya, menghindarkan hal-hal yang hina dan rendah, menahan diri dari sesuatu yang jelek, tidak membuat keributan dan berteriak-teriak supaya dia dihormati dan dihargai20. Apabila seseorang pendidik itu memiliki karakter pemaaf sebenarnya itulah tanda hatinya bersih dan tenang.

e. Seorang Guru Merupakan Seorang Bapak Sebelum ia Menjadi Seorang Pendidik Muhammad Athiyah al-Abrasy mengatakan seorang pendidik harus lebih mencintai anak didiknya dari pada anak-anak yang berasal dari tulang sumsumnya

(12)

sendiri,21 lebih lanjut ia

mengatakan kalau seorang bapak menaruh anak kandungnya dilubuk hatinya, adalah seorang bapak yang biasa saja. Tetapi seorang bapak yang menempatkan anak yang lain dilubuk hatinya maka ia dianggap sebagai seorang bapak yang suci dan seorang bapak yang teladan.22

Dari pernyataan Muhammad Athiyah al-Abrasy diatas, penulis memandang bahwa Muhammad Athiyah al-Abrasy memberikan salah satu syarat menjadi seorang pendidik atau

guru harus

melangsungkan

pernikahan atau sudah membagun satu keluarga dan mempunyai anak, sehingga dengan demikian barulah ia dapat melaksanakan apa yang di utarakan Muhammad Athiyah al-Abrasy tersebut sebagai salah satu karakteristik pendidik. f. Harus Mengetahui Tabi’at Murid Guru harus mengetahui tabiat pembawaan, adat

kebiasaan, rasa dan pemikiran murid agar ia tidak kesasar dalam mendidik anak didik. Inilah yang disuarakan

21Ibid. 22Ibid.

oleh ahli-ahli pendidikan di abad kedua puluh ini. Dalam pendidikan Islam, seorang pendidik harus memiliki pengetahuan tentang kesediaan dan tabiat anak-anak serta memperhatikan hal-hal dalam mengajar, agar ia dapat memilih mata pelajaran yang cocok dan sesuai dengan tingkat pemikiran mereka. “Hendaknya mereka jangan dilompatkan dari sesuatu yang kurang nyata kepada sesuatu yang komplikasi, dari suatu yang kelihatan di mata kepada sesuatu yang tidak tampak sekaligus, tetapi mengajarkan menurut tingkat kesanggupan mereka”. Umpamanya, jangan berpindah subjek dari yang mudah kepada yang sukar dan dari yang jelas kepada yang tidak terang, tetapi diberikan secara berangsur menurut persiapan, pengertian dan pemikiran mereka.23

Dari pernyataan di atas, penulis berpendapat

bahwa Muhammad

Athiyah al-Abrasy membenarkan seorang pendidik mengajarkan materi pelajaran yang tidak dapat dijangkau kemampuan anak didik dan semua pelajaran mempunyai tahap-tahap

23Ibid, Al-Abrasy, Dasar-Dasar

(13)

untuk diajarkan kepada anak didik. Tidak boleh mangajarkan materi yang lebih tinggi sebelum melalui pelajaran yang rendah atau mudah difahami. kemudian

dalam pandangan

Muhammad Athiyah al-Abrasytersebut, penuluis memahami seolah-olah Muhammad Athiyah al-Abrasymengatakan bahwa seorang pendidik harus megetahui seluruh kepribadian siswa, mulai dari kejiwaannya maupun kondisi keluarganya, dengan tujuan untuk mempermudah ia dalam menyesuaikan pelajaran yang akan diajarkannya. g. Harus menguasai mata

pelajaran

Seorang guru harus sanggup menguasai mata

pelajaran yang

diberikannya, serta memperdalam

pengetahuannya tentang itu sehingga janganlah pelajaran itu bersifat

dangkal, tidak

melepaskan dahaga dan tidak mengenyangkan lapar.24

Peryataan tersebut mengandung makna, bahwa seorang pendidik

harus memiliki

kompetensi yang baik, ia

dapat menguasai

pelajaran yang akan

24Al-Abrasy, Dasar-Dasar

Pokok Pendidikan Islam, h. 140.

diajarkan dan mengetahui komponen-komponen lain sebagai bagian dari unsur pendukung pembelajaran. 2. Karakteristik Anak Didik

menurut Muhammad

Athiyah Al-Abrasy

1. Bersih hatinya dari sifat yang buruk.

Belajar mengajar itu merupakan ibadah dan ibadah harus dilakukan dengan hati yang bersih dan suci berhias dengan moral yang baik seperti berkata benar, ikhlas, taqwa, rendah hati, zuhud, menerima apa yang ditentukan Allah serta menjauhi sifat-sifat yang buruk seprati dengaki, benci, iri hati sombong, penipu tinggi hati dan anggkuh.25

2. Peserta didik belajar harus dengan maksud mengisi jiwanya dengan berbagai Faḍilah untuk mendekatkan diri kepada Allah bukan bermaksud menonjolkan diri, berbangga dan bergagah-gagahan.26

3. Bersedia mencari ilmu termasuk meninggalkan keluarga dan tanah air dengan tidak ragu-ragu berpergian ketempat-tempat yang paling jauh sekalipun demi untuk mendatangi guru dan

25Al-Abrasy, Rūh al-Islām, h. 362. 26Ibid.,h. 363

(14)

mendapatkan ilmu pengetahuan.27

4. Jangan terlalu sering mengganti guru, tetapi ia harus berfikir panjang dulu sebelum ia bertindak mengganti gurunya.28 Dalam hal ini penulis memberikan penegasan bahwa makna mengganti guru disini yang dimaksud Muhammad Athiyah al-Abrasy adalah dalam satu pokok pembahasan yang dianggap sulit untuk difahami seperti ilmu-ilmu nahwu, matematika dan lain-lain, maka anak didik hendaklah ia berfikir untuk mengganti pendidiknya, sebab pergantian guru atau pendidik akan berganti pula metode, cara belajar yang akan diterimannya, maka secara otomatis ia akan merasa kesulitan dalam memahami materi ajar tersebut.

5. Hendaklah anak didik menghormati guru atau

pendidik dan

memuliakannya, serta mengagungkannya karena Allah Swt dan berupaya

untuk selalu

menyenangkan hati guru dengan cara yang baik.29 6. Jangan merepotkan guru

dengan banyak

pertanyaan, jangan

27Ibid. 28Ibid. 29Ibid.

meletihkan dia untuk menjawab, jangan berjalan dihadapannya, jangan duduk di tempat duduknya dan jangan berbicara kecuali lebih rendah daripadanya.30 7. Anak didik hendaknya

jangan membukakan rahasia kepada guru, jangan pula ia menipu guru, jangan pula meminta kepada guru membukakan rahasia, dan hendaklah ia memaafkan gurunya jika ada kesalahan dalam kata-katanya.31

8. Bersungguh-sungguh dan tekun belajar belajar siang dan malam untuk memperoleh pengetahuan dengan terlebih dahulu mencari ilmu yang lebih penting.32 Dari pernyataan Muhammad Athiyah al-Abrasy tersebut, membuktikan bahwa untuk mendapatkan ilmu membutuhkan

kesungguhan belajar pada setiap waktu, tidak pandang siang atau malam, anak didik harus tetap belajar jika ia ingin mendapatkan ilmu. Kewajiban ini agaknya sangat banyak dilanggar oleh anak didik, ia tidak mengenal belajar kecuali

30Ibid.

31Al-Abrasy, Rūh al-Islām, h. 365. 32Ibid.

(15)

di sekolah-sekolah tempat ia belajar.

9. Jiwa saling mencintai dan persaudaraan haruslah menyinari pergaulan antara siswa sehingga merupakan anak-anak yang sebapak.33

10. Siswa harus terlebih dahulu memberi salam kepada gurunya, mengurangi percakapan dihadapan guru. Jangan mengatakan kepada guru ‘’ si anu bilang begini lain dari yang bapak katakan’’.34

11. Hendaklah siswa itu tekun belajar, mengulangi pelajarannya diwaktu senja dan menjelang subuh, waktu antara isya dan sahur itu adalah waktu yang penuh berkah.35

12. Bertekat untuk belajar sampai akhir hidup, jangan meremehkan satu cabang ilmu, tetapi hendaklah

menganggapnya bahwa setiap ilmu ada faedahnya, dan

meniru-niru apa yang

didengarnya dari orang-orang yang terdahulu yang mengkritik dan merendahkan sebagian ilmu seperti ilmu mantik dan ilmu bayan.36

33Ibid.

34Al-Abrasy, Dasar-Dasar Pokok

Pendidikan Islam, h. 147-148.

35Ibid. 36Ibid.

Relevansi pemikiran Muhammad Athiyah al-Abrasy dalam dunia pendidikan modern terletak pada karakteristik guru yang sangat relevan diterapkan untuk mengembalikan wibawa seorang pendidik di hadapan masyarakan dan anak didiknya, dan pendidik tidak lagi dipandang sebagai orang yang menerima gaji semata yang menyebabkan para murid kehilangan rasa hormat kepadanya. Dengan demikian maka seorang pendidik juga tidak akan pernah merasa bahwa tanggung jawabnya cukup berhenti hanya dibatas tembok-tembok sekolah saja. Diluar sekolah ia juga seorang pendidik juga merasa mempunyai tanggung jawab yang sama terhadap anak didiknya.

E. PENUTUP a. Kesimpulan

Berdasarkan paparan dan analisis terhadap pemikiran Muhammad Athiyah al-Abrasy tentang pendidikan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pendidik dalam menjalankan profesinya harus memiliki karakteristik sebagaiberikut: (a) Zuhud tidak mengutamakan materi dan mengajar dengan tujuan mencari keriḍoan Allah Swt. (b) bersih dan suci badan maupun fikiran dari kotoran, (c) ikhlas dalam melakukan tugas namun tetap diperbolehkan mengambil upah dari pekerjaannya sebab tidak menghalangi mencapai riḍo Allah Swt. (d) pemaaf, (e) harus menjadi seorang ayah sebelum menjadi pendidik, artinya lebih saying kepada anak didiknya

(16)

daripada anak kandungnya, sebab rasa saying terhadap anak kandung itu hal yang biasa, (f) harus mengetahui tabi’atmurid, (g) harus menguasai mata pelajaran.

2. Adapun karakteristik yang harus dimiliki anak didik yang di inginkan al-Abrasy adalah: (a) Besih hati, suci fikiran dari noda dan dosa, selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt. (b). memiliki keberanian, (c) konsisten, teguh pendirian, (d) menyenangkan hati, (e) jujur dalam perkataan dan perbuatan, (f) tidak merepotkan orang lain, (g) bersungguh-sungguh, tekun, (h)bertanggung

jawab, (i) mempunyai tekat yang bulat, (j) kerja keras, disiplin, (k) religius, gemar membaca.

3. Pemikiran Muhammad Athiyah al-Abrsy tentang karakteristik pendidik dan anak didik, sangat relevan dengan pendidikan masa sekarang, melihat kepada terkikisnya wibawa seorang pendidik dihadapan anak didiknya, dikarenakan seorang pendidik tidak memiliki karakter yang dapat dijadikan sebagai contoh bagi anak didiknya. Akibatnya anak didik tidak memiliki rasa kewajiban dalam menjalankan pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA Abrasy, Muhammad Athiyah.

Al-Tarbiyah Al-Islāmiyyah Wa-Falāsifatuha, Dasar-dasar Pendidikan Islam. terj. H. Bustami A. Ghoni dan Johar Bahri L.I.S. Jakarta: Bulan-Bintang, 1970.

Abrasy, Muhammad Athiyah. Al-Tarbiyah Al-Islāmiyyah Wa-Falāsifatuha. Dār Al-Fikr Beirūt, 1969

Al-Abrasy, Muhammad Athiyah. Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam (Rūh al-Islām), terj. Syamsuddin Asyrofi, dkk., Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996. Abrasy, Muhammad Athiyah.

Al-Tarbiyah fi Islām Kairo: Majlisu A`la li Suuni al-Islāmiyah, 1380 H/1961 M. Al-Abrasy, Muhammad Athiyah.

Rūh Al-Islām, Kairo: Maktabah al-Usrah, 2003.

Al-Abrasy, Muhammad Athiyah. `Ażamatu al-Islām, Kairo: Maktabah Al-Usrah, 2002. Al-Abrasy, Muhammad Athiyah.

At-Tarbiyyah Al-Islāmiyyah, cet. I , terj. Abdullah Zakiy Al-Ka`af , Bandung: t.t. 2003.

Al-Abrasy, Muhammad Athiyah. Education in Islam, cet. I, terj. Tasirun Sulaiman, Gontor Ponorogo: PSIA, 1990. Aziz, Erwati. Prinsip-Prinsip

Pendidikan Islam, Cet.I, Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003.

Akhdiyat, Hendra. Ilmu Pendidikan Islam, Disusun Berdasarkan Kurikulum Baru Nasional Perguruan Tinggi Agama Islam, Bandung: 2009. Al-Rasyidin, Falsafah Pendidikan

Islam, Membangun Krangka Ontologi, Efistimologi dan Aksiologi Praktik Pendidikan, Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2008.

(17)

Al-Ghazali, Ihyā `Ulūm al-din, terj. Moh Zuhri, Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agam, jilid I, Semarang: Asy Syifa, 1990. An-Nahlawi, Abdurrahman. Uşūlu

al-Tarbiyah Islāmiyah Wa Asālibihā Fi Bayti Wa al-Madrasati Wa al-Mujtama’ (terj). Shihabuddin, cet. II, Bairut: Dār fikr Al-Mu`asyir,1425 H/ 2004 M. Ali, Atabik dan Muhdlos, Zuhdi

Ahmad. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, cet. Ke-7, Jakarta: Multi Karya Grafika, 2003.

Antonio, Muhammad Syafi`i. Ensiklopedia Leadership: Managemen Muhammad Saw. The Super Leader Super Manager, jilid VI , Jakarta: Tazkiyah Publishing, 2010. As-Suyūthi, Jam`u al-Jawami`,

Al-Maktabah Asy-Syamilah, Juz I. As`ad, Aliy. Terjemah Ta’limu

al-Muta`allim, Yogyakarta: Manara Qudus, 1978.

An-Nahlawi, Abdurrahman. Uṣūlu al-Tarbiyah al-Islāmiyah wa asālibihā fi al-Madrasah wa al-Mujtama` Terj.

Shihabuddin, Pendidikan Islam di Rumah di Sekolah dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani, 2005.

Asari, Hasan. Etika Akademis Dalam Islam: Studi Tentang Kitab Tazkir Sami wa

al-Mutakallim karya Ibn Jamaat, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008.

Bakar, A.Rosdiana, Pendididikan Suatu Pengantar, Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2009.

Baqi, Muhammad Fua`ad Abdul. Mutiara Hadis Shahih Bukhori Muslim: Al-Lu`lu` wa al-Marzān, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2005.

Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan & Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar bahasa Indonesia, cet. III, Jakarta: Balai Pustaka, 1990.

Daradzat, Zakiah. Kepribadian Guru, Jakarta: Bulan Bintang, 1978. Furchan,Arief, Studi Tokoh Metode Penelitian Mengenai Tokoh, cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Fahmi, Asma Hasan. Mabadiu’ at-Tarbiyyati al-Islāmiah, terj. Ibrahim Husain, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1979 Harahap, Syahrin, Metodologi Studi

Penelitian Ilmu-Ilmu Ushuluddin, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000. Harahap, Syahrin. Metodologi Studi

Tokoh Pemikiran Islam, cet. I, Jakarta: Istiqomah Mulaya Pres, 2000.

Hujjati, Baqir Muhammad. Islām Wa Ta`lim Wa Tarbiyah, terj. Bafaqih,MJ, cet. I , Jakarta: Penerbit Cahaya, 1429 M / 2008 M.

Hajazy al-Hasan bin Ali, Manhāj Tarbiyah Ibnu Qayyim, terj. Muzaidi Hasbullah, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001. Hawwa , Said bin Muhammad Baid.

Intisari Ihyā `Ulūmu al-din Al-Ghazali, Mensucikan Jiwa Konsep Tazkiyatun Nafs Terpadu, Terj. Aunur Rafiq Shakeh Tahmid , Jakarta: Robbani Press, 2003.

(18)

Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.

Kementerian Agama Republik Indonesia, Tafsir Al-quran dan Terjemahnya, Jawa Barat, Cita Bagus Segara, 2012.

Moleong,L.J, Metodologi Penelitian Kulaitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990.

Majah, Ibnu. Sunan Ibnu Majah, Baerut: Dār al-Fikr, t.t. jilid I. Nata, Abuddin, Tafsir Ayat-Ayat

Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002. Nizar, Samsul. Sejarah dan

pergolakan pemikiran Pendidikan Islam: Potret Timur Tengah Era Awal dan Indonesia, Padang: Quantum Teaching, 2005.

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002. Runes, D.D. Dictionary of

Philosophy, New Jersey: Littlefield, Adams & Co, 1971. Ramayulis & Nizar, Samsul,

Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Mengenal Tokoh

Pendidikan Islam di Dunia Islam dan Indonesia, Padang: Quantum Teaching, 2005. Rahmah, Bahaking. Beberapa

Pandangan Tentang Guru Sebagai Pendidik, Jakarta: Lentera Pendidikan, 2003. Rahmah, Bahaking. Pembaharuan

Pendidikan Pesantren, Jakarta: Paradotama Wiragemilang, 2003.

Sahertian,Piet, A. Profil pendidik Profesional, Yogyakarta: Andi Ofset, 1994.

Referensi

Dokumen terkait

sayyid Muhammad Bin Alawi Al-Maliki dari pandangan filsafat, dengan judul Konsep Pendidik Profetik Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam Studi Analisis Kitab Insan Kamil

Temuan penelitian menunjukkan bahwa hambatan komunikasi interpersonal antara pendidik dengan anak didik di SMP Negeri 2 Galesong Kabupaten Takalar dapat dilihat dalam dua

Al-Râzî tidak memiliki sistem filsafat yang teratur, tetapi melihat masa hidupnya, ia mesti dipandang sebagai pemikir yang tegar dan liberal di dalam Islam,

Kalau yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama

Pelatihan, pembuatan program dan implementasi secara riil penggunaan Multimedia dan Internet kepada pendidik di panti asuhan dan peserta didik anak panti asuhan untuk

Dari hasil penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa perspektif Muhammad Quraish Shihab mengenai Konsep Pendidikan Anak Menurut Alquran mencakup beberapa hal, yaitu syukur

Khusus untuk mengungkap karakteristik nabi Muhammad SAW sebagai pendidik akan ditelusuri melalui hadis-hadis yang secara eksplisit memuat frasa nabi sebagai pendidik. Sedangkan

Lebih lanjut, Muhammad Athiyah al-Abrasyi, memberikan syarat kepribadian yang harus dimiliki oleh pendidik agar menjadi pendidik yang baik, diantaranya: (a) zuhud