• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

47

BAB IV

HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 2 Sukoharjo dengan sampel sebanyak 68 siswa. Sampel berasal dari dua kelas, yaitu kelas X MIA 1 dan kelas X Bahasa. Kelas X Bahasa sebagai kelas kontrol, dengan jumlah siswa 34. Sedangkan kelas X MIA 1 sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa 34. Daftar sampel penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 9 dan 10.

Peneliti memperoleh data dengan menggunakan instrumen berupa observasi, angket dan dokumentasi. Observasi dilakukan selama berlangsungnya proses pembelajaran yaitu pada saat pemberian perlakuan model pembelajaran Probing-Promting Learning. Sedangkan instrumen angket diberikan setelah perlakuan berupa model pembelajaran Probing-Promting Learning terhadap keterampilan berpikir kritis siswa pada kompetensi dasar menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan quasi eksperimen. Desain penelitian ini adalah nonequivalent control grup design. Adapun treatment dalam penelitian ini adalah model pembelajaran, dimana kelas X MIA 1 menggunakan model pembelajaran probing-promting learning dan kelas X Bahasa tidak menggunakan model dan berlaku sebagai kelas kontrol. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran kelas eksperimen bisa dilihat di lampiran 11

Pengumpulan data variabel berpikir kritis siswa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan diperoleh melalui metode angket setelah pelaksanaan treatment instrument angket berjumlah 32 butir pernyataan. Butir pernyataan dapat dilihat pada lampiran 12.

Pada bab ini akan dideskripsikan dua variabel yaitu model pembelajaran Probing-Promting Learning (X) dan keterampilan berpikir kritis siswa pada kompetensi dasar menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM (Y). dilaksanakan

(2)

commit to user

dalam empat kali pertemuan. Setiap pertemuan terdiri dari dua jam pelajaran yaitu 2 X 45 menit, jadi penelitian ini berlangsung selama 8 X 45 menit. Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan maka data yang diperoleh dari hasil penelitian diolah, sehingga didapatkan hasil sebagai berikut.

1. Model Pembelajaran Probing-Promting Learning

Model pembelajaran Probing-Promting Learning merupakan variabel bebas (X) dalam penelitian ini. Untuk memperoleh data variabel X, peneliti menggunakan instrumen berupa lembar observasi. (lembar obesevasi dapat dilihat dalam lampiran 3). Lembar observasi berjumlah 10 butir pernyataan dengan skala 1 sampai 4. Lembar observasi diberikan kepada sampel sebanyak 34 siswa. Adapun hasil dari penilaian lembar observasi adalah sebagai berikut: nilai tertinggi (Xt): 40, nilai terendah (Xr): 36, nilai rata-rata ( ̅): 39,11764706, Modus (Mo): 40, Median (Me): data ke 17 dan 18 yaitu 36, dan Simpangan Baku (S): 1,10944 (perhitungan dapat dilihat di lampiran 15).

Adapun data penelitian dimasukkan kedalam tabel sebaran distribusi frekuensi sebagai berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Model Pembelajaran Probing-Promting Learning di Kelas X MIA 1 Tahun Ajaran 2015/2016.

Kelas Interval F

1 36-37 3

2 38-39 16

3 40-41 15

Jumlah 34

Berdasarkan data tabel distribusi frekuensi model Probing-Promting Learning di Kelas X MIA 1 Tahun Ajaran 2015/2016 dapat diketahui frekuensi tertinggi adalah 16 pada kelas interval 38-39, sedangkan frekuensi terendah adalah 3 pada kelas interval 40-41. Distribusi frekuensi model

(3)

commit to user 0 5 10 15 20 36,7 38,5 40,5

pembelajaran Probing-Promting Learning dapat digambarkan dengan grafik histogram berikut ini

Gambar 4.1 Grafik Histrogram Model Pembelajaran Probing-Promting Learning di Kelas X MIA 1 Tahun Ajaran 2015/2016

2. Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada Kompetensi Dasar

Menganalisis Kasus-Kasus Pelanggaran HAM

Keterampilan berpikir kritis siswa pada kompetensi dasar Menganalisis Kasus-Kasus Pelanggaran HAM merpakan variabel terikat (Y) dalam penelitian ini. Untuk memperoleh data dari variabel Y peneliti menggunakan instrumen berupa lembar angket. Lembar angket tersebut diberikan pada siswa pada akhir pembelajaran. Peneliti membuat 40 butir pernyataan dan setelah diujicobakan terdapat 32 butir pernyataan yang memenuhi persyaratan uji validitas dan reliabilitas sehingga dapat digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian terhadap 68 siswa (lampiran angket dapat dilihat di lampiran 12). Adapun data yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut: nilai tertinggi (Xt) = 86, nilai terendah (Xr) = 68, nilai rata-rata ( ̅)= 73,441, modus (Mo)= 70, median (Me)= 69, simpangan baku (S)= 5,689 (Penghitungan dapat dilihat pada lampiran 16).

(4)

commit to user

Adapun data penelitian dimasukkan kedalam sebaran tabel distribusi frekuensi sebagai berikut :

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada Kompetensi Dasar Menganalisis Kasus-Kasus Pelanggaran HAM.

Kelas Interval Frekuensi

1 68-70 15 2 71-73 8 3 74-76 1 4 77-79 3 5 80-82 3 6 83-85 3 7 86-88 1 Jumlah 34

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi keterampilan berpikir kritis siswa pada kompetensi dasar Menganalisis Kasus-Kasus Pelanggaran HAM diketahui frekuensi tertinggi 15, pada kelas interval 68-70, sedangkan frekuensi terendah adalah 1 pada kelas interval 74-76 dan 86-88. Distribusi frekuensi keterampilan berpikir kritis siswa pada kompetensi dasar Menganalisis Kasus-Kasus Pelanggaran HAM dapat digambarkan dengan grafik histogram sebagai berikut :

Gambar 4.2 Grafik Histogram keterampilan berpikir kritis siwa pada kompetensi dasar Menganalisis Kasus-Kasus Pelanggaran HAM kelas X MIA 1 SMA Negeri 2 Sukoharjo Tahun Ajaran 2015/2016

0 2 4 6 8 10 12 14 16 68,5 71,5 74,5 77,5 80,5 83,5 86,5

(5)

commit to user

B. Pengujian Persyaratan Analisis

Penelitian ini menggunakan teknik statistik Regresi Satu Prediktor karena peneliti akan mencari pengaruh antara variabel X yakni model pembelajaran Probing-Promting Learning terhadap variabel Y yaitu keterampilan berpikir kritis siswa pada kompetensi dasar menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM. Masing-masing variabel merupakan data interval. Sebelum menerapkan analisis regresi satu prediktor, terdapat persyaratan dalam analisis regresi, menurut Hassan Suryono (2014:92-93) Di dalam menggunakan teknik statistik sebagai alat analisis data, Regresi mempunyai persyaratan yang harus dipenuhi persyaratan dalam analisis data yaitu:

“Uji analisis Regresi variabel dependent dan independent berskala interval, ada korelasi variabel independen dengan dependen , korelasinya linier, diantaranya independent variable tidak ada korelasi, jika ada korelasi maka analisisnya terpisah-pisah”

Berdasarkan persyaratan di atas maka persyaratan dalam analisis regresi yaitu uji independen dan uji linieritas. Adapun penjelasan mengenai uji persyaratan analisis sebagai berikut:

1. Uji Independen

Uji Independen dimaksudkan untuk memberi informasi apakah kriterium benar-benar tergantung pada prediktor atau tidak. Hasil pengujian meyakinkan jika Y dependen pada X, demikian sebaliknya. Langkah-langkah yang harus dikerjakan antara lain :

1) Menghitung a) JKT = ∑

b) Jkreg (a) = ∑( )

c) Jkreg (b/a) = b {∑ (∑ ) ∑( ) } d) Jkres = JKT – Jkreg (a) – Jkreg (b/a)

(6)

commit to user 2) Menghitung

a) dFreg (a) = banyak prediktor = 1 b) dFreg (b/a) = banyak prediktor = 1

c) dFres = N - (dFreg (a) + dFreg (b/a)) 3) Menghitung a) RJKreg (a) = ( ) ( ) b) RJKreg (b/a) = ( ) ( ) c) RJKreg = ( ) d) RJKreg = ( ) 4) F tabel (1- ) (1.N-2)

a) Jika F hit≥ F tabel Ho ditolak.

Berarti Y tidak independen atau dependen pada X. Jadi X dapat memprediksi Y.

b) Jika F hit< F tabel Ho diterima.

Berarti yang independen pada X. Jadi X tidak dapat memprediksi Y

Dari perhitungan uji independen telah diperoleh hasil FHitung sebesar 5,106.

Pengujian dilakukan pada derajat kebebasan 32 dengan taraf signifikansi 5% dan diperoleh Ftabel sebesar 4,15. Sehingga dapat diketahui Fhitung (5,106) >

Ftabel (4,15). Dengan demikian keterampilan berpikir kritis siswa pada

kompetensi dasar menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM (Y) tidak independen atau dependen terhadap model pembelajaran Probing-Promting Learning (X). Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran Probing-Promting Learning dapat memprediksi keterampilan berpikir kritis siswa pada kompetensi menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM. adapun perhitungan uji independen selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 19.

(7)

commit to user

2. Uji Linearitas

Uji linearitas menurut Hassan Suryono (2014: 110) dimaksudkan untuk “Mengetahui apakah model persamaan linier persamaan yang kita peroleh cocok atau tidak”. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut :

1) Nilai X1 yang sama disusun beserta pasangannya.

2) Menghitung :

a) JK (E) = [ ∑ ] b) JKTC = Jkres – Jk (E)

3) Menghitung :

a) dFe = N- K atau dFres - dFTC

K = banyaknya kelompok X b) dFTC = K- 2 4) Menghitung : a) RJKE = ( ) ( ) b) RJK (TC) = ( ) ( ) 5) F hitung = ( ) ( ) 6) F tabel (1- ) (K-2, N-K)

a) Jika F hitung≥ F tabel tolak Ho berarti tidak linier

b) Jika F hitung< F tabel terima Ho berarti linier

Uji linearitas antara model pembelajaran Probing-Promting Learning (X) terhadap keterampilan berpikir kritis siswa pada kompetensi dasar menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM (Y) diperoleh Fnonlinier atau Fhitung

sebesar 0,224. Pengujian dilakukan dengan dKnonlinear 3 dan dKeror sebesar 29

pada taraf signifikansi 5 % sehingga diperoleh Ftabel 2,93. Jadi Fhitung (0,224) <

Ftabel (2,93). Dengan demikian Ho diterima, sehingga dapat ditarik kesimpulan

bahwa hubungan model pembelajaran Probing - Promting Learning (X) terhadap keterampilan berpikir kritis siswa pada kompetensi dasar menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM (Y) dinyatakan linier (perhitungan uji linieritas dapat dilihat pada lampiran 20).

(8)

commit to user

C. Uji Hipotesis

Setelah dilakukan uji independen, dan uji linearitas langkah selanjutnya yaitu melakukan pengujian hipotesis. Hipotesis dalam penelitian ini adalah “ada pengaruh signifikan pada model pembelajaran Probing-Promting Learning terhadap keterampilan berpikir kritis siswa pada kompetensi dasar menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM”. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis korelasi sederhana. Berdasarkan penghitungan data terkait uji hipotesis diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Koefisien Korelasi Sederhana Antara X dan Y

Berdasarkan hasil analisis diperoleh besarnya korelasi antara model pembelajaran Probing-Promting Learning terhadap keterampilan berpikir kritis siswa pada kompetensi dasar menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM sebesar 0,370. Dan dikonsultasikan pada rtabel dengan N= 34 dan taraf

signifikansi 5% diperoleh rtabel 0,339. Karena rhitung 0,370 > dari rtabel 0,339

maka ada pengaruh antara model pembelajaran Probing-Promting Learning (X) terhadap keterampilan berpikir kritis siswa pada kompetensi dasar menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM (Y). (dapat dilihat dilampiran 21).

2. Persamaan Regresi

Persamaan regresi yang dicari yaitu Ŷ= a+bX. Hasil perhitungan persamaan regresi linear diperoleh Ŷ= 0,019 + 1,8774 X. Kemudian hasil dari persamaan regresi linear tersebut dapat diinterpretasikan sebagai berikut, Y menyatakan hasil keterampilan berpikir kritis siswa kelas X MIA 1 di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Sukoharjo Tahun Ajaran 2015/2016, X menyatakan respon siswa mengenai model pembelajaran Probing-Promting learning. Artinya, apabila setiap kenaikan satu satuan model pembelajaran Probing-Promting learning (X), maka akan diikuti keterampilan berpikir kritis siswa (Y) sebesar 1,8774. Perhitungan lengkap persamaan garis regresi linear dapat dilihat pada lampiran 21.

(9)

commit to user 3. Besaran Sumbangan Determinasi

Adapun besaran pengaruh atau sumbangan model pembelajaran Probing-Promting Learning (X) terhadap keterampilan berpikir kritis siswa pada kompetensi dasar menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM (Y) sebesar 13,80%. Perhitungan lengkaptentang besaran sumbangan determinasi model pembelajaran Probing-Promting Learning (X) terhadap keterampilan berpikir kritis siswa pada kompetensi dasar menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM (Y) dapat dilihat dilampiran 22.

Pengaruh model pembelajaran Probing-Promting Learning terhadap keterampilan berpikir kritis siswa pada kompetensi dasar menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM sebesar 13,80%, sehingga masih terdapat 86,20% faktor lain yang mempengaruhi keterampilan berpikir kritis siswa. Faktor-faktor tersebut terdiri dari:

1. Faktor eksternal a) Desain kurikulum

b) Aktivitas pembelajaran (carol Anne Purvis, 2009) 2. Faktor internal

a) Rasa ingin tahu b) Percaya diri siswa c) Ketekunan d) Gender e) Usia

f) Motivasi (Carol Anne Purvis, 2009)

D. Pembahasan Analisis Data

Berdasarkan hasil analisis data yang telah diperoleh menunjukkan penerapan model pembelajaran Probing-Promting Learning terhadap keterampilan berpikir kritis siswa pada kompetensi dasar menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM kelas X MIA 1 SMA Negeri 2 Sukoharjo Tahun Ajaran 2015/ 2016 sebesar 13,80%. Penerapan model pembelajaran Probing-Promting Learning terhadap

(10)

commit to user

keterampilan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran pendidikan Kewarganegaraan khususnya pada kompetensi dasar menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM, menunjukan siswa lebih aktif dan berani dalam mengemukakan pendapatnya serta mampu untuk berpikir kritis, terutama terhadap isu-isu yang berhubungan dengan pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Sebelum dilakukan analisis regresi satu prediktor, perlu dilihat terlebih dahulu perbedaan perolehan hasil angket keterampilan berpikir kritis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan data perbandingan perolehan hasil angket keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen diperoleh nilai rata-rata sebesar 73,441 sedangkan nilai hasil angket keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas kontrol diperoleh nilai rata-rata sebesar 62,852 (hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran 18). Oleh karena itu terdapat perbedaan perolehan hasil angket keterampilan berpikir kritis siswa antara kelas eksperimen yang diberikan perlakuan dengan kelas kontrol yang tidak diberikan perlakuan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen yang diberi perlakuan dengan model pembelajaran Probing-Promting Learning memperoleh hasil rata- rata lebih tinggi daripada kelas kontrol. Selanjutnya untuk melihat besaran pengaruh dapat dilakukan analisis regresi satu prediktor pada kelas eksperimen. Adapun besaran pengaruh atau sumbangan model pembelajaran Probing-Promting Learning (X) terhadap keterampilan berpikir kritis siswa pada kompetensi dasar menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM (Y) sebesar 13,80% (hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran 21).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Probing-Promting Learning berpengaruh terhadap keterampilan berpikir kritis siswa, hal ini dikarenakan model pembelajaran Probing-Promting Learning melibatkan siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. Siswa dilatih untuk melakukan pelatihan penelitian dalam waktu singkat. Siswa dihadapkan pada suatu masalah mengenai menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM , dan

(11)

commit to user

pembelajaran Probing-Promting Learning siswa dilatih untuk berpikir secara kritis dalam mengidentifikasi, menjelaskan, menganalisis, mengevaluasi dan mempertahankan pendapat dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Dengan demikian siswa berperan aktif dan berpikir secara kritis. Siswa yang sebelumnya hanya pasif dan tidak mau tahu dengan sesuatu hal yang baru, akan menjadi aktif dalam proses pembelajaran. Demikian pula hal ini dapat berpengaruh pada peningkatan keterampilan berpikir kritis peserta didik.

Hasil penelitian mengenai penerapan model Probing-Promting Learning yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa diperkuat dengan pendapat dari Branson (1999:4) dalam artikel ilmiah Elly (2013) yang menyatakan bahwa ada tiga komponen penting yang harus dicapai oleh siswa dalam Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), Civic Skills (keterampilan kewarganegaraan), dan Civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan). Komponen Civic Skills meliputi keterampilan intelektual (intelectual skills) dan keterampilan berpartisipasi (participatory skills) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keterampilan intelektual yang terpenting bagi terbentuknya warga negara yang berwawasan luas, efektif dan bertanggung jawab antara lain adalah keterampilan berpikir kritis. Ketrampilan berpikir kritis meliputi mengidentifikasi, menggambarkan/ mendeskripsikan, menjelaskan, menganalisis, mengevaluasi, menentukan dan mempertahankan pendapat yang berkenaan dengan masalah-masalah publik.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Branson tersebut maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Probing-Promting Learning berpengaruh terhadap keterampilan berpikir kritis siswa pada kompetensi dasar menampilkan menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM . Penerapan model pembelajaran Probing-Promting Learning memiliki pengaruh terhadap keterampilan berpikir kritis siswa sebesar 13,80%, dan terdapat 86,20% yang dipengaruhi oleh faktor lain. Adapun penjelasan dari faktor-faktor tersebut (Carol Anne Purvis, 2009) :

(12)

commit to user 1. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor pendukung yang berasal dari luar diri siswa. Faktor eksternal ini meliputi desain kurikulum, dan aktivitas pembelajaran Adapun penjelasan dari faktor tersebut sebagai berikut:

a) Desain Kurikulum

Desain kurikulum merupakan suatu pemikiran, perencanaan dan penyeleksian bagian- bagian , teknik, dan prosedur yang mengatur suatu tujuan dalam pendidikan. dimana kurikulum sebagai sarana terwujudnya proses kegiatan pendidikan , dan berarti pula sarana tercapainya tujuan pendidikan nasional. Guru menyusun desain ini harus bertujuan untuk membelajarkan siswa dan sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Jadi desain kurikulum ini merupakan faktor yang dapat mempengaruhi keterampilan berpikir kritis siswa.

b) Aktivitas pembelajaran

Aktivitas pembelajaran merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keterampilan berpikir kritis siswa, aktivitas pembelajaran yang hanya melibatkan guru akan membuat siswa kurang aktif sehingga ketika diajak untuk berpikir siswa akan merasa kesulitan. Namun sebaliknya bila kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dan melibatkan peran aktif siswa akan mempengaruhi proses berpikir siswa, selain itu siswa lebih mudah diajak untuk aktif dan berpikir kritis, sehingga tujuan dari pembelajaran dapat tercapai.

2. Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang timbul dari dalam diri siswa. Faktor- faktor tersebut meliputi rasa ingin tahu, percaya diri siswa, ketekunan, gender, usia dan motivasi (Carol Anne Purvis, 2009). Adapun penjelasan dari faktor-faktor tersebut sebagai berikut:

a) Rasa ingin tahu

Rasa ingin tahu untuk setiap orang sangatlah penting. Rasa ingin tahu membuat pikiran siswa menjadi aktif. Namun bila rasa ingin tahu

(13)

commit to user

mengembangkan cara berpikirnya. Tidak ada hal yang lebih bermanfaat sebagai modal belajar selain pikiran yang aktif. Siswa yang pikirannya aktif akan belajar dengan baik, sebagaimana yang dijelaskan teori kontruktivisme, di mana siswa dalam belajar harus secara aktif membangun pengetahuannya sehingga juga akan mempengaruhi keterampilan berpikir kritis.

b) Percaya diri siswa

Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting yang ada dalam diri. Dalam pembelajaran percara diri merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keterampilan berpikir kritis, dimana siswa yang memiliki percaya diri tinggi yang biasanya ditunjukkan dengan adanya pengakuan dari lingkungan dan ia percaya akan kemampuannya semakin kuat pula rasa percaya diri yang dimiliki, sebaliknya siswa yang memiliki rasa percaya diri rendah maka ia akan sering menutup diri dan ragu akan kemampuannya. Sehingga percaya diri siswa ini dapat mempengaruhi keterampilan berpikir kritis mereka.

c) Ketekunan

Ketekunan merupakan suatu upaya bersinambung untuk mencapai tujuan tertentu tanpa mudah menyerah hingga meraih keberhasilan. Termasuk dalam pembelajaran siswa yang memiliki ketekunan atau keuletan dalam belajar maka tujuan dari belajar tersebut akan tercapai, sebalikknya bila ketekunan atau keuletan rendah ditunjukkan bila dalam pembelajaran siswa mengalami kegagalan dan putus asa maka tujuan yang diinginkan tidak akan tercapai. Sehingga ketekunan perlu ditingkatkan dalam diri siswa sehingga hal tersebut juga dapat mempengaruhi keterampilan berpikir kritis siswa.

d) Gender

Gender merupakan karakteristik yang membedakan laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini gender merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keterampilan berpikir kritis siswa. Penelitian oleh Facione (1990) dalam Caroll menyatakan hasil posttest mengenai keterampilan

(14)

commit to user

berpikir kritis siswa laki-laki lebih besar daripada perempuan. Hal ini juga didorong oleh cara belajar dari setiap individu.

e) Usia

Usia dapat mempengaruhi keterampilan berpikir kritis siswa, semakin bertambah usia keterampilan berpikir kritis siswa juga akan meningkat. Dalam sebuah studi pada kelas lima, delapan dan sebelas, berpikir kritis meningkat seiring pertambahan usia. Hal ini juga dipengaruhi oleh proses belajar dan pengetahuan yang telah didapat diberbagai bidang

f) Motivasi

Motivasi dalam diri siswa merupakan suatu dorongan dalam proses belajar. Siswa yang memiliki motivasi rendah atau tidak ada semangat ketika proses pembelajaran berlangsung maka akan membuat malas untuk mengikuti pembelajaran dan sulit diajak berpikir, sebaliknya siswa yang mempunyai motivasi tinggi dalam dirinya maka akan lebih antusias dan mudah untuk mengikuti pembelajaran sehingga dapat dengan mudah mengembangkan keterampilan berpikir kritis dalam diri.

Berdasarkan hasil penelitian ini membuktikan bahwa model pembelajaran merupakan salah satu faktor yang dapat membantu dalam menentukan hasil belajar yang akan dicapai oleh siswa. Model pembelajaran juga merupakan faktor yang dapat mendukung dalam kegiatan belajar mengajar di kelas dikarenakan model pembelajaran merupakan salah satu bentuk komunikasi guru dengan siswa di dalam kelas. Maka pemilihan model pembelajaran dengan kompetensi dasar harus diperhatikan untuk membantu siswa dalam proses pembelajarannya. Namun, tidak bisa dipungkiri juga bahwa ada faktor lain yang juga mempengaruhi pencapaian hasil belajar siswa. Karena setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Gambar

Tabel  4.1  Distribusi  Frekuensi  Model  Pembelajaran  Probing-Promting  Learning di Kelas X MIA 1 Tahun Ajaran 2015/2016
Gambar  4.1  Grafik  Histrogram  Model  Pembelajaran  Probing-Promting  Learning di Kelas X MIA 1 Tahun Ajaran 2015/2016
Gambar 4.2 Grafik Histogram keterampilan berpikir kritis siwa pada  kompetensi dasar Menganalisis Kasus-Kasus Pelanggaran HAM kelas X MIA  1 SMA Negeri 2 Sukoharjo Tahun Ajaran 2015/2016

Referensi

Dokumen terkait

Dead Reckoning adalah adalah prosedur matematika sederhana untuk menentukan lokasi sekarang kapal dengan memajukan beberapa posisi sebelumnya melalui kursus dikenal

PENDIDIKAN DAN LATIHAN PROFESI GURU (PLPG) RAYON 137 UHAMKA.. JENJANG PENDIDIKAN DASAR WILAYAH

Kegiatan rutin yang dikoordinir oleh mahasiswa antara lain pengajian anak-anak empat hari seminggu yang dikelola oleh para mahasiswa (PAPIKA) dan para Muadzin

Dalam penelitian ini, komposit sandwich dengan metode produksi vacuum infusion diharapkan dapat menjadi pilihan sebagai metode produksi pada material kapal, karena

Survey GPS untuk pemantauan penurunan muka tanah yang dilakukan di Jakarta ini telah dilakukan tiga belas kali dimulai dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2011, seperti

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa berdasarkan perbedaan perhitungan deskriptif nilai rata- rata di atas maka dapat diasumsikan bahwa terdapat hubungan antara tata

„Τίνας οὖν καλῶ πεπαιδευμένους , ἐπειδὴ τὰς τέχνας καὶ τὰς ἐπιστήμας καὶ τὰς δυνάμεις ἀποδοκιμάζω; Πρῶτον μὲν τοὺς καλῶς χρωμένους τοῖς πράγμασι

Hasil uji anova menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antar kombinasi perlakuan sari buah belimbing manis dan karagenan terhadap kadar serat kasar