• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pengendalian Intern

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pengendalian Intern"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Kepatuhan Pengendalian Intern

2.1.1.1. Pengertian Pengendalian Intern

Istilah “Pengendalian Intern” baru resmi digunakan oleh IAI pada tahun 2001. Sebelumnya istilah yang dipakai adalah sebagai berikut: Sistem Pengendalian Intern, Sistem Pengawasan Intern, dan Struktur Pengendalian Intern. Pengendalian intern itu sendiri mempunyai definisi yang berbeda sesuai dengan istilahnya pada masa itu, namun dalam definisinya tujuannya kurang lebih tetap sama.

Menurut Mulyadi (2001:163), “sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajamen.”

Sedangkan IAI (2001: 319.2) mendefinisikan

Pengendalian intern sebagai suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: (a) Keandalan laporan keuangan, (b) Efektivitas dan efisiensi operasi, dan (c) Kepatuhan terhadap hukum yang berlaku.

(2)

Dalam organisasi bisnis, pengendalian intern mempunyai posisi yang strategis, apalagi bagi perusahaan yang sudah besar sehingga keberadaan pengendalian intern tidak dapat diabaikan. Pengabaian pengendalian intern berarti berani menantang risiko kerugian, dan cepat atau lambat akibat dampak buruknya akan dirasakan oleh organisasi tersebut.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern adalah metode, prosedur, dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan dalam rangka menjaga kekayaan perusahaan, mengecek ketelitian dan keandalan akuntansi serta mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.

2.1.1.2. Tujuan Pengendalian Intern

Menurut Mulyadi (2001:178), tujuan pengendalian intern akuntansi adalah sebagai berikut:

1. Menjaga Kekayaan perusahaan :

a. Penggunaan kekayaan perusahaan hanya melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan.

b. Pertanggungjawaban kekayaan perusahaan yang dicatat dibandingkan dengan kekayaan yang sesungguhnya ada. 2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi:

a. Pelaksanaan transaksi melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan.

b. Pencatatan transaksi yang terjadi dalam catatan akuntansi. Tujuan tersebut dirinci lebih lanjut sebagai berikut:

a. Penggunaan kekayaan perusahaan hanya melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan.

(1) Pembatasan akses langsung terhadap kekayaan.

(2) Pembatasan akses tidak langsung terhadap kekayaan.

(3)

b. Pertanggungjawaban kekayaan perusahaan yang dicatat dibandingkan dengan kekayaan yang sesungguhnya ada. (1) Pembandingan secara periodik antara catatan

akuntansi dengan kekayaan yang sesungguhnya ada. (2) Rekonsiliasi antara catatan akuntansi yang

diselenggarakan.

c. Pelaksanaan transaksi melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan.

(1) Pemberian otorisasi oleh pejabat yang berwenang. (2) Pelaksanaan transaksi sesuai dengan otorisasi yang

diberikan oleh pejabat yang berwenang.

d. Pencatatan transaksi yang terjadi dalam catatan akuntansi. (1) Pecatatan semua transaksi yang terjadi.

(2) Transaksi yang dicatat adalah benar-benar terjadi. (3) Transaksi dicatat dalam jumlah yang benar.

(4) Transaksi dicatat dalam periode akuntansi yang seharusnya.

(5) Transaksi dicatat dengan penggolongan yang seharusnya.

(6) Transaksi dicatat dan diringkas dengan teliti. 2.1.1.3. Komponen-komponen Pengendalian Intern

Menurut Agoes (2004:75), pengendalian intern terdiri dari lima komponen yang saling terkait berikut ini:

a. Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi, memengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian intern, menyediakan disiplin dan struktur.

b. Penaksiran risiko adalah identifikasi entitas dan analisis terhadap risiko yang relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar untuk menentukan bagaiman risiko harus dikelola.

c. Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan.

d. Informasi dan komunikasi adalah pengidentifikasian, penangkapan, dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan waktu yang memungkinkan orang melaksanakan tanggung jawab mereka.

e. Pemantauan adalah proses yang menetukan kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang waktu.

(4)

2.1.1.4. Keterbatasan Pengendalian Intern

Walaupun banyak manfaat yang didapat dari penerapan pengendalian intern, namun pengendalian intern itu sendiri pastilah mempunyai kelemahan atau keterbatasan. Sukrisno (2004:81) menyatakan bahwa:

Terlepas dari bagaimana bagusnya desain operasinya, pengendalian intern hanya dapat memberikan keyakinan memadai bagi manajemen dan dewan komisaris berkaitan dengan pencapaian tujuan pengendalian intern entitas. Kemungkinan pencapaian tersebut dipengaruhi oleh keterbatasan bawaan yang melekat dalam pengendalian intern. Hal ini mencakup kenyataan bahwa pengendalian intern dapat rusak karena kegagalan yang bersifat manusiawi tersebut, seperti kekeliruan atau kesalahan yang sifatnya sederhana. Disamping itu pengendalian dapat tidak efektif karena adanya kolusi di antara dua orang atau lebih atau manajemen mengesampingkan pengendalian intern.

Faktor lain yang membatasi pengendalian intern adalah biaya pengendalian intern entitas tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari pengendalian tersebut. Meskipun hubungan manfaat-biaya merupakan kriteria utama yang harus dipertimbangkan dalam pendesainan pengendalian intern, pengukuran secara tepat biaya dan manfaat umum tidak mungkin dapat dilakukan. Oleh karena itu, manajemen melakukan estimasi kualitatif dan kuantitatif serta pertimbangan dalam menilai hubungan biaya manfaat tersebut. 2.2.1.5. Pengendalian Intern dalam Sistem Penggajian

Menurut Guy et al. (2003:140) Penegendalian intern untuk asersi transaksi penggajian adalah:

a. Asersi Eksistensi atau Kejadian

1. Menggunakan dokumen yang sah untuk menerima dan memberhentikan karyawan serta secara independen membandingkannya dengan gaji.

2. Menggunakan kartu jam kerja dan kartu absen, serta meminta pengesahan supervisor atas kartu absen itu.

3. Membandingkan secara independen kartu absen yang disetujui dengan gaji.

(5)

4. Menganalisis dan menindaklanjuti varians biaya tenaga kerja. 5. Memisahkan fungsi personalia, pencatatan waktu, dan

pembayaran gaji. b. Asersi Kelengkapan

1. Menggunakan cek gaji bernomor urut dan memeriksa urutannya.

2. Melakukan rekonsiliasi bank atas rekening khusus gaji. 3. Menganalisis dan menindaklanjuti varians biaya tenaga kerja. 4. Memisahkan fungsi penyiapan gaji, penandatanganan cek serta

pembayaran gaji, dan pencatatan gaji.

2.1.2 Moralitas Manajemen

2.1.2.1. Pengertian Moralitas Manajemen

Istilah moral dalam pengertiannya dikaitkan dengan tindakan manusia yang bernilai positif. Moral itu sendiri merupakan nilai keabsolutan dalam kehidupan masyarakat secara utuh. Lebih luas lagi adalah tentang moralitas. Moralitas adalah pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum yang dimaksud itu sendiri tertulis dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa yang dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak.

Moral “adalah lebih bersifat tuntutan dari luar masyarakat/kehidupan karena kiprah umum atau praktek nyata” Djahiri (1985:20). Artinya sebenarnya selain muncul dari diri sendiri, perlu dilakukan tuntutan secara eksternal (oleh masyarakat) yang berupa tuntutan maupun hukuman apabila

(6)

individu/lembaga tersebut melakukan tindakan yang tidak bermoral.

Seperti yang dikutip oleh Glifandi (2011) dalam penelitian sebelumnya, “Moral management is not coincident with profit or value maximization because of the cost of addressing the externality or the corporate redistribution” (Baron, 2006). Artinya, moralitas manajemen tidak berkaitan dengan keuntungan atau pemaksimalan nilai.

Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa moralitas manajemen adalah pelaksanaan kewajiban mutlak oleh manajamen perusahaan sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai moral dengan kesadaran sendiri.

2.1.2.2. Tahapan Moral

Dalam penelitiannya, Wilopo (2006) memuat bahwa Kohlberg (1969), sebagaimana dikutip oleh Velasquez (2002) menyatakan bahwa moral berkembang melalui tiga tahapan, yaitu tahapan prakonvensional, tahapan konvensional, dan tahapan postkonvensional (pasca konvensional)

Lebih lanjut lagi, Daft (2002:174) menguraikan tiga tahapan tersebut:

1. Prakonvensional

• Mengikuti peraturan untuk menghindari hukuman • Bertindak untuk kepentingan sendiri

• Kepatuhan dan kebaikan demi kebaikannya sendiri 2. Konvensional

(7)

• Memenuhi tugas dan kewajiban sistem sosial • Menjunjung undang-undang

3. Pasca Konvensional

• Mengikuti prinsip keadilan dan hak yang dipilih sendiri • Sadar bahwa orang-orang memiliki nilai yang berbeda dan

mencari solusi yang kreatif atas dilema etika

• Keseimbangan atas kepedulian individu dan kebaikan secara umum

2.1.3. Sistem Kompensasi

2.1.3.1. Pengertian Kompensasi

Menurut Cahyani (2009:77), “kompensasi sesungguhnya merupakan pengertian luas dari pengupahan”. Kompensasi mencakup pula tunjangan –baik tunjangan berbentuk uang maupun non uang—selain gaji atau upah yang diterima setiap bulan.

Sedangkan Hasibuan (2007 : 118) berpendapat bahwa kompensasi “adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan.”

Banyak perusahaan yang mengenyampingkan pemberian kompensasi yang sesuai bagi para karyawannya. Tanpa disadari, justru hal itu yang membuat semakin banyaknya perilaku tidak produktif dan masalah-masalah yang berkaitan dengan perilaku tidak etis di dalam perusahaan tersebut. Masalah-masalah itu antara lain inresponsible behaviour (perilaku yang tidak

(8)

bertanggung jawab) dan employee dishonesty (ketidakjujuran karyawan).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sistem kompensasi yang baik adalah sistem yang diperlukan organisasi untuk meyakinkan karyawan bahwa mereka akan mendapatkan apa yang mereka butuhkan secara layak sehingga mereka dengan sadar melakukan tindakan yang diinginkan oleh organisasi. 2.1.3.2. Tujuan Kompensasi

Menurut Mathis and Jackson (2006:419), program kompensasi yang efektif dalam sebuah organisasi memiliki empat tujuan:

1. Kepatuhan pada hukum dan peraturan yang berlaku 2. Efektifitas biaya bagi organisasi

3. Keadilan internal, eksternal, dan individual bagi para karyawan 4. Peningkatan kinerja bagi organisasi

Lebih lanjut lagi, Mathis and Jackson (2006:419) Berpendapat bahwa :

Pemberi kerja harus menyeimbangkan biaya kompensasi pada satu tingkat yang menjamin daya saing organisasional dan memberikan penghargaan yang memadai untuk para karyawan atas pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan kinerja mereka. Agar dapat menarik, mempertahankan, dan memberi penghargaan pada karyawan, para pemberi kerja memberikan beberapa jenis kompensasi .

(9)

2.1.3.3. Jenis Program Kompensasi

Adapun jenis program kompensasi diuraikan dalam tabel 2.1 di bawah ini:

Tabel 2.1

Komponen Program Kompensasi Kompensasi

Lansung Tidak langsung

Gaji Pokok 1. Upah 2. Gaji

Penghasilan Tidak Tetap 1. Bonus 2. Insentif 3. Opsi saham Tunjangan 1. Asuransi Jiwa 2. Cuti berbayar 3. Dana Pensiun 4. Kompensasi pekerja 5. lain-lain

Sumber: Mathis and Jackson, Manajemen Sumber Daya Manusia, 2006

Menurut Mathis&Jackson (2006:420), gaji pokok dan penghasilan tidak tetap merupakan bentuk paling umum dari kompensasi langsung. Kompensasi tidak langsung biasanya terdiri atas tunjangan karyawan.

a. Gaji Pokok

Kompensasi dasar yang diterima oleh seorang karyawan, biasanya berupa upah atau gaji, disebut gaji pokok (base pay). Banyak organisasi menggunakan dua kategori gaji pokok; per jam dan gaji tetap, yang diidentifikasikan berdasarkan cara imbalan kerja tersebut didistribusikan dan sifat dari pekerjaan. Imbalan kerja per jam merupakan cara pembayaran yang paling umum yang didasarkan dari waktu dan karyawan yang dibayar berdasarkan jam kerja menerima upah (wage), yang merupakan imbalan kerja yang

(10)

besarnya tetap untuk setiap periode tanpa menghiraukan jumlah jam kerja. Digaji biasanya membawakan status yang lebih tinggi untuk para karyawan daripada diberi upah. Beberapa organisasi mempertahankan pendekatan yang mana semua digaji pada karyawan manufaktur dan administrasi mereka guna menciptakan rasa kesetiaan dan komitmen yang lebih besar. Akan tetapi, mereka masih harus membayar kerja lembur untuk karyawan tertentu seperti yang didefinisikan undang-undang mengenai imbalan kerja yang berlaku.

b. Penghasilan Tidak Tetap

Jenis lain dari imbalan tidak langsung adalah penghasilan tidak tetap (variable pay), yang merupakan kompensasi yang dihubungkan secara langsung dengan kinerja individual, tim, atau organisasional. Jenis penghasilan tidak tetap yang paling umum untuk sebagian besar karyawan berupa pembayaran bonus dan program insentif. Ekseskutif sering menerima penghargaan dalam jangka panjang seperti opsi saham.

c. Tunjangan

Banyak organisasi memberikan banyak penghargaan ekstrinsik dalam cara yang tidak langsung. Dengan kompensasi tidak langsung, karyawan menerima nilai nyata dari penghargaan tersebut tanpa menerima uang tunai yang sebenarnya. Tunjangan (benefit) adalah sebuah penghargaan tidak langsung—asuransi

(11)

kesehatan, cuti berbayar, atau dana pensiun—yang diberikan untuk karyawan atau sekelompok karyawan sebagai bagian dari keanggotaan organisasional, tanpa menghiraukan kinerja.

2.1.3.4. Penetuan Tingkat Kompensasi

Menurut Cahyani (2009: 87), ada lima cara menentukan tingkat kompensasi, yaitu:

1. Survey tentang Kompensasi atau Upah

Pelaksanaan survey ini terutama dilakukan untuk mendapatkan keadilan eksternal. Memang bukan hal yang mudah untuk melakukan survey kompensasi, tetapi kesulitan yang tinggi tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak melakukan survey kompensasi. Survey bisa dilakukan secara formal—yang biasanya lebih sering mendapatkan kendala—atau secara informal –berdasarkan hubungan pertemanan.

2. Melakukan Evaluasi Jabatan

Evaluasi jabatan menilai bobot atau ‘harga’ suatu pekerjaan atau jabatan dalam rangka menentukan tingkat atau hierarki kompensasi yang layak diterima oleh pemegang jabatan atau pelaku pekerjaan tersebut.

3. Mengelompokkan Pekerjaan ke Jenjang Upah

Jenjang upah terdiri dari jabatan yang memiliki tingkat kesulitan yang kurang lebih sama, seperti yang telah ditetapkan oleh evaluasi jabatan.

4. Menetapkan ‘Harga’ untuk Setiap Jenjang Upah

Penetetapan harga untuk setiap jenjang upah digambarkan dalam kurva upah. Hal ini dilakukan agar pemberian kompensasi lebih transparan dan untuk mengurangi kecurangan. Dengan adanya kurva upah ini, maka setiap karyawan di bagian penggajian dapat mengetahui rentang kompensasi yang patut diterima oleh sang karyawan.

5. Memastikan Tingkat Upah

Tingkat upah perlu dipastikan karna ‘harga’ yang telah ditetapkan untuk setiap jenjang terkadang tidak bisa seperti garis lurus. Terkadang, ada satu atau dua orang mendapat upah diluar garis lurus dalam kurva upah, sehingga perlu di tetapkan batas maksimum dan minimum kompensasi dari suatu posisi.

(12)

2.1.4. Perilaku Etis dan Perilaku Tidak Etis

2.1.4.1. Pengertian Perilaku Etis dan Perilaku Tidak Etis

Perilaku menurut Thoha (2008:34) “adalah suatu fungsi dari interaksi antara seorang individu dengan lingkungannya”. Ini berarti bahwa seorang individu dengan lingkungannya, yang dalam hal ini adalah perusahaan, menentukan perilaku keduanya secara langsung. Keduanya mempunyai sifat-sifat khusus atau karakteristik tersendiri dan jika kedua karakteristik berinteraksi maka akan menimbulkan perilaku individu dalam organisasi.

Etika (ethics) secara luas dapat diartikan sebagai serangkaian prinsip nilai atau moral. Menurut Daft (2002:167) “Etika merupakan prinsip-prinsip dan nilai-nilai moral yang mengatur perilaku seseorang atau sebuah kelompok dalam hubungannya dengan apa yang benar atau yang salah.

Dari masing-masing pengertian di atas maka dapat diketahui bahwa Perilaku Etis Karyawan adalah interaksi karyawan terhadap perusahaan dengan mengikuti prinsip-prinsip dan nilai-nilai moral yang berlaku.

Perilaku etis sangat diperlukan dalam masyarakat, tidak lain halnya dalam perusahaan. Perilaku ini menjaga agar baik manajemen maupun karyawan-karyawan di dalamnya berkomunikasi secara efektif. Agar kebutuhan akan perilaku etis terpenuhi, maka dibuatlah serangkaian prinsip atau nilai moral

(13)

yang telah ditentukan dalam undang-undang dan peraturan. Akan tetapi, prinsip-prinsip etis harus dapat didefinisikan dengan baik karena bila tidak, akan menjadi tidak berguna.

Sebagian besar orang mendefinisikan perilaku tidak etis sebagai tindakan yang berbeda dengan apa yang mereka anggap tepat dilakukan dalam situasi tertentu. Ada dua alasan utama mengapa seseorang bertindak tidak etis: standar etika seseorang berbeda dengan standar etika yang berlaku di masyarakat secara keseluruhan, atau orang memilih untuk bertindak mementingkan diri sendiri. Sering kali, kedua alasan itu muncul bersamaan (Arens 2008:98).

Buckley et al., (1998) menjelaskan bahwa perilaku tidak etis merupakan sesuatu yang sulit untuk dimengerti, yang jawabannya tergantung pada interaksi yang kompleks antara situasi serta karakteristik pribadi pelakunya. Meski sulit dalam konteks akuntansi, dan hubungannya dengan pasar sering tidak jelas, namun memodelkan perilaku perlu dipertimbangkan guna memperbaiki kualitas keputusan serta mengurangi biaya yang berkaitan dengan informasi dan untuk memperbaiki tersedianya informasi yang tersedia bagi pasar (Hendriksen, 1992:237).

(14)

2.1.5. Sistem Penggajian

2.1.5.1. Pengertian Gaji dan Upah

Menurut Mathis and Jackson (2009:420), gaji “adalah imbalan kerja yang tetap untuk setiap periode tanpa menghiraukan jumlah jam kerja”. Sedangkan Upah “adalah imbalan kerja yang dihitung secara langsung berdasarkan pada jumlah waktu kerja”.

Sistem penggajian meliputi penggunaan tenaga kerja dan dan pembayaran ke semua pegawai, tanpa memperhatikan klasifikasi atau metode penentuan kompensasi. Sistem ini menjadi penting untuk beberapa alasan. Pertama, gaji, upah, dan pajak penghasilan merupakan komponen utama pada kebanyakan perusahaan. Kedua, beban tenaga kerja (labour) merupakan pertimbangan penting dalam penilaian persediaan. Terakhir, penggajian merupakan bidang yang menyebabkan pemborosan sejumlah besar sumber daya perusahaan karena inefisiensi atau pencurian melalui fraud (Arens&Lobbecke 1996:553)

3.1.4.2. Dokumen Dalam sistem Penggajian

Menurut Mulyadi (2001:374), dokumen yang digunakan dalam sistem akuntansi penggajian dan pengupahan adalah:

1. Dokumen pendukung perubahan gaji dan upah.

Dokumen-dokumen ini umumnya dikeluarkan oleh fungsi kepegawaian berupa surat-surat keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti misal surat

(15)

keputusan pengangkatan karyawan baru, kenaikan pangkat, perubahan tarif upah, penurunan pangkat, pemberhentian sementara dari pekerjaan (skorsing), pemindahan, dan lain sebagainya. Tembusan dokumen-dokumen ini dikirimkan ke fungsi pembuat daftar gaji dan upah untuk kepentingan pembuat daftar gaji dan upah.

2. Kartu jam hadir.

Dokumen ini digunakan oleh fungsi pencatat waktu untuk mencatat jam hadir setiap karyawan di perusahaan. Catatan jam hadir karyawan ini dapat berupa daftar hadir biasa, dapat pula berbentuk kartu hadir yang diisi dengan mesin pencatatat waktu.

3. Kartu jam kerja.

Dokumen ini digunakan untuk mencatat waktu yang dikonsumsi oleh tenaga kerja langsung pabrik guna mengerjakan pesanan tertentu. Dokumen ini diisi oleh mandor pabrik dan diserahkan ke fungsi pembuat daftar gaji dan upah untuk kemudian dibandingkan dengan kartu jam hadir, sebelum digunakan untuk distribusi biaya upah langsung kepada setiap jenis produk atau pesanan.

4. Daftar gaji dan daftar upah.

Dokumen ini berisi jumlah gaji dan upah bruto setiap karyawan, dikurangi potongan-potongan berupa PPh pasal 21, utang setiap karyawan, iuran untuk organisasi karyawan, dan lain sebagainya.

5. Rekap daftar gaji dan rekap daftar upah.

Dokumen ini merupakan ringkasan gaji dan upah per departemen, yang dibuat berdasarkan daftar gaji dan upah. Dalam perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan, rekap daftar upah dibuat untuk membebankan upah langsung dalam hubungannya dengan produk kepada pesanan yang bersangkutan.

6. Surat pernyataan gaji dan upah.

Dokumen ini dibuat oleh fungsi pembuat daftar gaji dan upah bersamaan dengan pembuatan daftar gaji dan upah atau dalam kegiatan yang terpisah dari pembuat daftar gaji dan upah. Dokumen ini dibuat sebagai catatatan bagi setiap karyawan mengenai rincian gaji dan upah yang diterima setiap karyawan beserta berbagai potongan yang menjadi beban setiap karyawan.

7. Amplop gaji dan upah.

Uang gaji dan upah karyawan diserahkan kepada setiap karyawan dalam amplop gaji dan upah. Di halaman muka gaji dan upah setiap karyawan ini berisi informasi mengenai nama karyawan, nomor identifikasi karyawan,

(16)

dan gaji bersih yang diterima karyawan dalam bulan tertentu.

8. Bukti Kas keluar.

Dokumen ini merupakan perintah pengeluaran uang yang dibuat oleh fungsi akuntansi kepada fungsi keuangan, berdasarkan informasi dalam daftar gaji dan upah yang diterima dari fungsi pembuat daftar gaji dan upah.

3.1.4.3. Catatan Akuntansi yang Digunakan dalam Penggajian

Dalam Mulyadi (2001:379), catatan akuntansi yang digunakan dalam pencatatan gaji dan upah adalah:

1. Jurnal Umum

Jurnal umum dalam pencatatan gaji dan upah digunakan untuk mencatat distribusi biaya tenaga kerja ke dalam setiap departemen dalam perusahaan.

2. Kartu Harga Pokok Produk

Catatan ini digunakan untuk mencatat upah tenaga kerja langsung yang dikeluarkan untuk pesanan tertentu.

3. Kartu Biaya

Catatan ini digunakan untuk mencatat biaya tenaga kerja tidak langsung dan biaya kerja nonproduksi setiap departemen dalam perusahaan. Sumber informasi untuk pencatatan dalam biaya kartu ini adalah bukti memorial.

4. Kartu Penghasilan Karyawan

Catatan ini digunakan untuk mencatat penghasilan dan berbagai potongannya yang diterima oleh setiap karyawan. Informasi dalam kartu penghasilan ini dipakai sebagai dasar

(17)

PPh pasal 21 yang menjadi beban tanda terima gaji dan upah karyawan.

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang digunakan peneliti, yang terdiri dari beberapa tahun yang berbeda, akan dijabarkan dalam tabel 2.2. dibawah ini:

Tabel 2.2

Ringkasan Penelitian Terdahulu Nama

Peneliti

Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian Wilopo

(2006)

Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Kecenderungan kecurangan Akuntansi : Studi Kasus pada Perusahaan Publik di Indonesia dan Badan Usaha Milik Negara di Indonesia

Kecurangan akuntansi, perilaku tidak etis, keefektifan

pengendalian internal, kesesuaian

kompensasi, ketaatan aturan akuntansi, asimetri informasi, dan moralitas manajemen.

Perilaku tidak etis manajemen dan kecurangan akuntansi dapat diturunkan dengan meningkatkan keefektifan pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi, moralitas manajemen, serta menghilangkan asimetri informasi namun kompensasi yang sesuai tidak menurunkan perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan akuntansi. Annisa

Fitriana (2010)

Pengaruh Pengendalian Internal dan Kesesuaian Kompensasi Terhadap Kecenderungan

Kecurangan Akuntansi (Fraud) pada Pura Group (Perseroan) di Kabupaten Kudus Kecenderungan kecurangan, pengendalian internal, dan kesesuaian kompensasi.

Pengendalian internal dan kesesuaian kompensasi berpengaruh signifika terhadap kecenderungan kecurangan.

Siti Aisah (2010)

Pengaruh Pengendalian Intern, Integritas Manajemen dan Kepatuhan

terhadap Perilaku Etis Karyawan dalam Sistem Penggajian

Perilaku etis karyawan

dalam sistem penggajian,

pengendalian intern integritas manajemen, dan kepatuhan.

Pengendalian intern, integritas manajemen dan kepatuhan memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku etis karyawan dalam sistem penggajian.

Mohammad Glifandi Hari Fawzy (2011) Analisis Pengaruh Keefektifan Pengendalian Internal, Persepsi Kesesuaian Kompensasi, Moralitas Manajemen terhadap Perilaku Tidak Etis dan Kecurangan Akuntansi

Perilaku tidak etis, kecurangan akuntansi, pengendalian internal, persepsi kesesuaian akuntansi, dan moralitas manajemen.

Keefektifan pengendalian internal dan moralitas manajemen berpengaruh signifikan terhadap perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan akuntansi sedangakan faktor persepsi kesesuaian kompensasi tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku tidak etis dan

kecenderungan kecurangan akuntansi. Sumber: Hasil Olahan Penulis, 2012

(18)

Perbedaan hasil yang terdapat pada tabel 2.2. diatas karena ada perbedaan dari tahun penelitian, populasi dan jumlah sampel yang digunakan masing-masing peneliti berbeda satu sama lain, yaitu:

● Penelitian Wilopo (2006) dilakukan pada direktur dan manajer perusahaan publik & BUMN dengan jumlah sampel 153 responden. ● Penelitian Annisa (2010) dilakukan pada karyawan Pura Group

(Persero) di Kabupaten Kudus dengan jumlah sampel 75 responden. ● Penelitian Siti (2010) dilaksanakan pada karyawan 6 Perusahaan Go

Public maupun yang tidak Go public yag terdapat di Jakarta yaitu: PT. Alita Praya Mita, PT. Indofood Sukses Makmur (Tbk), PT. Java Cell, PT. Mustika Ratu (Tbk), PT. Tiara Royal, PT. Tripatra Engineers and Constractors dengan jumlah sampel 120 responden.

● Penelitian Mohammad (2011) dilakukan pada karyawan pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah sampel 41 responden.

Dengan adanya perbedaan itu, maka peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian sejenis dibidang perbankan, yaitu pada PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Putri Hijau Medan yang belum ada pada penelitian terdahulu yang menjadi referensi penulis.

(19)

2.3. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan gambaran tentang pola hubungan antara variabel-variabel yang diteliti. Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan diatas, kerangka konseptual penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Sumber: Olahan Penulis, 2011.

Gambar 2.1 menjelaskan bagaimana pengendalian intern, moralitas manajemen dan sistem kompensasi mempengaruhi perilaku etis karyawan dalam sistem penggajian. Annisa Fitriana (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pengendalian internal dan sistem kompensasi mempunyai dampak terhadap kecenderungan kecurangan, dimana perilaku etis karyawan sebagai gejalanya. Sedangkan menurut penelitian Dallas (2002) yang dikutip oleh Siti Aisah (2010) bahwa semakin tinggi tingkat moralitas manajemen, semakin rendah perilaku

Uji Regresi Linear Berganda

Perilaku Etis Karyawan dalam Sistem Penggajian (

η

) Pengendalian Intern (

ξ

1) Moralitas Manajemen (

ξ

2) Sistem Kompensasi (

ξ

3)

(20)

tidak etisnya. Hal itu berarti tingkat moralitas manajemen yang tinggi akan memacu perilaku etis para karyawannya.

2.4. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Berdasarkan rumusan masalah yang sebelumnya telah dijelaskan, hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengendalian internal berpengaruh terhadap perilaku etis karyawan dalam sistem penggajian.

2. Moralitas manajemen berpengaruh terhadap perilaku etis karyawan dalam sistem penggajian.

3. Sistem kompensasi berpengaruh terhadap perilaku etis karyawan dalam sistem penggajian.

Gambar

Gambar 2.1 menjelaskan bagaimana pengendalian intern, moralitas  manajemen dan sistem kompensasi mempengaruhi perilaku etis karyawan dalam  sistem penggajian

Referensi

Dokumen terkait

Tulisan ini membahas tentang Analisis survival (survival analysis) untuk menentukan probabilitas kelangsungan hidup, kekambuhan, kematian, dan peristiwa-peritiwa

[r]

Untuk stem (pokok soal) berupa: Pertanyaan, maka optionnya kalimat, diawali huruf besar diakhiri titik.. Antara tanda tanya dan kata sebelumnya tidak

Pada pasangan narasumber Ashadi Munandar dan Nida Septiana memiliki anak sebanyak dua orang anak dengan usia yang masing-masing 5 tahun dan 7 tahun. Ipansyah dan

1) Setiap tabel terdiri dari kata tabel, nomor urut, judul/nama, tabel (kotak tabel) yang bersangkutan, serta keterangan dan sumber tabel (jika ada). Masing-masing

Menurut dosen Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan Universitas Muhammadiyah Surakarta ini, Pakoe Boewana IV adalah raja dan pujangga yang memiliki banyak karya sastra, salah

Cinta Ilahi (divine love) Ibn Miskawayh banyak terinspirasi oleh teori eros Platon. Sedangkan, teori 4 penyebab cinta Aristoteles dan kesesuaian hidup manusia dengan

Laporan ke Lembaga Donor/Sekretariat Nasional terbatas pada pelaporan dana dan realisasi anggaran, sedangkan Laporan sesuai PSAK 45 menyajikan laporan organisasi