• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MASYARAKAT WAEREBO DALAM MEMPERTAHANKAN EKSISTENSI STRUKTUR LEMBAGA ADAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UPAYA MASYARAKAT WAEREBO DALAM MEMPERTAHANKAN EKSISTENSI STRUKTUR LEMBAGA ADAT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MASYARAKAT WAEREBO DALAM

MEMPERTAHANKAN EKSISTENSI STRUKTUR LEMBAGA

ADAT

Agustina Solo¹, Imron Hadi Tamim², Ikma Citra Ranteallo²

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana

Email: astysolo09@gmail.com¹, el_tamam@yahoo.co.id²,ikma_citra@yahoo.com²

ABSTRACT

Waerebo village is a traditional village located in the village Satar Lenda, District Satar Mese West, Manggarai regency, East Nusa Tenggara Province. Waerebo villgae is the only one village in Manggarai are still keeping the legacy custom and culture in the world that is under development by globalization and modernization. One of the customs and cultural heritage that is still maintained by the community Waerebo is customary institutions. Until now, the traditional institutions in the Waerebo village still exist and still performing their duties and functions in society. In this paper will explain about the customs agency of Waerebo village were able to survive in the mids of globalization and modernization.

Keyword: Waerebo, Authority, Headmen, Traditional Institutions

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Waerebo adalah sebuah kampung tradisional yang masih memegang teguh adat istiadat dan budaya yang diwariskan oleh leluhur mereka yang bernama Empo Maro. Warisan adat dan budaya masyarakat kampung Waerebo yang ingin dibahas pada tulisan ini adalah lembaga adatnya. Hingga saat ini, lembaga adat masyarakat di kampung Waerebo masih ada dan dipertahankan keberadaanya oleh masyarakat setempat.

Lembaga adat masyarakat kampung Waerebo berkaitan dengan tata kelola pemerintahan di kampung Waerebo itu sendiri. Lembaga adat ini juga memiliki struktur pemegang jabatan di dalamnya yang disertai dengan pembagian tugas dan fungsi bagi setiap pemegang jabatan adat ini. Dalam menjalankan

tugasnya, lembaga adat masyarakat kampung Waerebo selalu mengacu pada nilai dan norma adat yang berlaku di kampung Waerebo.

Lembaga adat masyarakat kampung Waerebo termasuk dalam jenis lembaga crescive institutions. Dikatakan demikian, karena apabila lembaga adat masyarakat kampung Waerebo dilihat dari sudut perkembangannya, maka lembaga adat masyarakat kampung Waerebo ini tergolong lembaga yang paling primer. Lembaga primer merupakan lembaga yang tidak disadari muncul seiring perkembangan adat istiadat dan kebiasaan yang ada di tengah masyarakat (Soekanto dan Sulistyowati, 2014: 184).

Selain mengenal lembaga adat sebagai lembaga yang mengatur kehidupan masyarakat dalam lingkup kampung Waerebo, masyarakat Waerebo juga mengenal pemerintahan dinas. Hanya saja masyarakat Waerebo lebih cenderung memilih lembaga adat dibandingkan

(2)

pemerintahan dinas. Masyarakat Waerebo berurusan dengan pemerintahan dinas hanya dalam urusan tertentu seperti mengurus kelengkapan admistrasi kependudukan saja dan selebihnya mereka kembali pada lembaga adatnya. Hal ini yang menarik perhatian penulis dimana masyarakat Waerebo masih mempertahankan lembaga adatnya walaupun di tengah pengaruh globalisasi dan modernisasi.

1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan yang ingin dipecahkan dalam topik ini adalah alasan masyarakat Waerebo yang masih mempertahankan eksistensi struktur lembaga adatnya beserta upaya yang dilakukan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui alasan dan upaya apa saja yang dilakukan oleh masyarakat Waerebo dalam mempertahankan eksistensi lembaga adatnya.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis

Manfaat dari sudut pandang teoritis adalah menambah referensi dan memunculkan peneliti baru terkait permasalahan upaya masyarakat Waerebo dalam mempertahankan eksistensi struktur lembaga adatnya.

1.4.2. Manfaat Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan agar masyarakat Waerebo selalu melestarikan adat dan budayanya karena adat dan budaya Waerebo mengandung banyak nilai yang dapat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat itu sendiri.

2. Tinjauan Pustaka

2.1. Kerangka Konseptual 2.1.1. Eksistensi

Secara harafiah eksistensi berasal dari kata existere yang artinya muncul, timbul, dan berada. Dalam konteks lembaga adat masyarakat Waerebo, eksistensi digunakan sebagai pembuktian bahwa memang benar adanya lembaga adat masyarakat Waerebo masih berkembang hingga saat ini. Dalam hal

ini, masyarakat Waerebo merupakan kumpulan individu yang menyadari betapa pentingnya menjaga keberadaan lembaga adat mereka.

2.1.2. Struktur

Menurut Soerjono Soekanto (Wulansari, 2009: 43), struktur dalam konteks sosial adalah jalinan unsur sosial seperti budaya dan kelompok sosial. Dalam konteks lembaga adat masyarakat kampung Waerebo struktur merupakan susunan jabatan dalam suatu organisasi birokrasi yang berlandaskan pada adat istiadat dan budaya.

2.1.3. Lembaga

Menurut Bertrand (Taneko, 1987: 21), lembaga merupakan institusi sosial yang berisikan kumpulan norma-norma untuk mengatur kehidupan masyarakat. Lembaga adat masyarakat Waerebo merupakan sebuah institusi yang menerapkan nilai dan norma adat istiadat dan budaya dalam menjalankan fungsi dan perannya di masyarakat Waerebo.

2.1.4. Adat

Adat merupakan kaidah atau keyakinan masyarakat yang masih dihayati dan dipelihara (Widjaja, 2003: 85). Adat dalam konteks lembaga adat kampung Waerebo hanya merupakan label atau identitas. Dikatakan demikian karena dalam kesehariannya, lembaga adat masyarakat Waerebo melandaskan dirinya pada adat yang berlaku di kampung Waerebo.

2.1.5. Lembaga Adat

Lembaga adat merupakan lembaga kemasyarakatan baik yang sengaja dibentuk maupun yang secara wajar telah tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat. Lembaga adat masyarakat kampung Waerebo merupakan lembaga adat yang sudah ada sejak lama dan diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyang orang Waerebo kepada anak cucu mereka.

2.1.6. Masyarakat

Menurut Koentjaraningrat (2003, 122) masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu. Biasanya masyarakat ini

(3)

menetap pada suatu tempat dan membentuk kelompok-kelompok tertentu sesuai dengan tingkat kebutuhannya.

2.1.7. Masyarakat Waerebo

Masyarakat Waerebo merupakan sekelompok individu yang menetap di lokasi kampung Waerebo (Antar, 2010: 29). Karakteristik utama dari masyarakat Waerebo ini adalah masih melandaskan kehidupannya pada adat istiadat dan budaya yang diwarisi secara turun temurun oleh nenek moyangnya.

2.2. Kerangka Teori

Berkaitan dengan topik penelitian tentang eksistensi struktur lembaga adat di kampung Waerebo, peneliti menggunakan teori sebagai pedoman dalam melihat fenomena ini. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori birokrasi dari Max Weber. Teori birokrasi digunakan karena lembaga adat masyarakat kampung Waerebo merupakan sebuah organisasi birokrasi yang sifatnya mengatur tindakan dari masyarakat Waerebo itu sendiri.

Dalam teori birokrasinya, Max Weber menjelaskan ada beberapa karakteristik dari sebuah organisasi birokrasi (Asnawi, 2003: 219-221), seperti: (1) adanya pembagian tugas yang jelas, (2) posisi dalam organisasi memiliki struktur yang hierarkis, (3) sistem aturan ditetapkan secara formal guna mengatur tindakan pejabat, (4) adanya staf administrasi khusus, (5) pemegang jabatan diharapkan memiliki orientasi impersonal, dan (6) pekerjaan dalam organisasi merupakan karir bagi para pemegang jabatan. Dari enam karakteristik organisasi birokrasi yang dikemukakan oleh Max Weber, terdapat dua karakteristik yang tidak dapat dipenuhi oleh lembaga adat masyarakat kampung Waerebo, yaitu : adanya staf administrasi khusus dan pekerjaan dalam organisasi sebagai karir bagi pemegang jabatan. Ini dikarenakan lembaga adat masyarakat Waerebo merupakan lembaga yang berlandaskan pada adat dan budaya yang tidak melibatkan administrasi apapun. Kemudian, para pemegang jabatan dalam lembaga adat Waerebo masih memiliki profesi utama. Jabatan lembaga adat hanya merupakan bentuk pengabdian mereka pada adat dan masyarakat.

Max Weber juga menyinggung tentang otoritas sebagai bagian dari birokrasi. Max Weber mendefinisikan otoritas sebagai kekuasaan dan kemampuan seseorang untuk memaksakan kehendaknya kepada orang lain sekalipun ada perlawanan dari orang tersebut (Asnawi,2003: 229). Max Weber membagi otoritas kedalam tiga tipe berdasarkan pelegitimasiannya (Asnawi, 2003: 233-234), yaitu: (1) otoritas dilegitimasi oleh kesucian tradisi, (2) nilai yang melegitimasi otoritas kharismatis, dan (3) otoritas legal. Untuk melihat lembaga adat masyarakat kampung Waerebo, digunakan otoritas kharismatis. Hal ini dikarenakan masyarakat Waerebo yang sangat taat pada pemimpin mereka dalam lembaga adat. Pemegang jabatan tertinggi dalam lembaga adat dinilai oleh masyarakat Waerebo memiliki kharisma karena bisa memimpin mereka dengan arif dan bijaksana.

3. Metode Penelitian

Berdasarkan pada persoalan penulisan ilmiah, dalam penelitian ini data dikumpulkan menggunakan beberapa langkah berikut:

3.1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono (2014: 9), penelitian kualitatif berlandaskan pada realitas atau fakta dari gejala-gejala yang ada di lapangan. Penelitian ini sangat sesuai dengan topik yang diangkat karena keberadaan lembaga adat Waerebo merupakan suatu hal yang nyata terjadi di kampung Waerebo.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di kampung Waerebo, Manggarai. Alasannya karena lembaga adat yang masih bertahan keberadaannya hanya di kampung Waerebo. Selain di kampung Waerebo, lokasi penelitian kedua di kampung Kombo. Kampung Kombo merupakan lokasi pusat kegiatan pendidikan dan pertanian masyarakat kampung Waerebo. Masyarakat yang bermukim di kampung Kombo sebagian besar merupakan orang asli Waerebo.

(4)

3.3. Jenis Sumber Data

Jenis sumber data yang digunakan adalah data primer (data yang diperoleh secara langsung dari lapangan) dan data sekunder (data yang diperoleh dari buku-buku dan dokumen terkait permasalahan yang diteliti).

3.4. Teknik Pengumpulan data

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi kepustakaan (Sugiyono, 2014: 227).

3.4.1. Observasi Partisipatif

Menurut Sugiyono (2014: 227), obsevasi partisipatif adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap fenomena yang diteliti dimana peneliti juga berpartisipasi dalam kegiatan keseharian dari individu yang diteliti.

3.4.2. Wawancara

Wawancara merupakan tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung (Usman, 2014: 55). Pada bagian wawancara ini peneliti menggunakan pedoman wawancara agar pertanyaan yang diajukan tidak keluar dari topik yang dibicarakan.

3.4.3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa berupa gambar, tulisan, rekaman, dan karya monumental (Sugiyono, 2014: 240). Data dokumentasi biasanya sebagai data penunjang agar data hasil wawancara dan observasi lebih kredibel.

3.5. Penentuan Informan

Informan merupakan individu tertentu yang diharapkan dapat memberi keterangan atau informasi yang dibutuhkan peneliti berkaitan dengan masalah yang diangkat. Pemilihan informan dilakukan secara purposive, yang terdiri dari informan pangkal yang mengerti dan memahami serta menjalankan lembaga adat itu sendiri (tu,a tembong dan tu’a kilo), informan kunci yang memberikan informasi tentang keberadaaninforman pangkal (kepala desa Satar Lenda), dan informan tambahan yang memiliki pengetahuan terkait topik yang diteliti guna

menambah informasi yang diberikan informan pangkal (tokoh masyarakat Wae Rebo dan Kombo).

3.6. Teknik Analisis Data

3.6.1. Data Reduction (Reduksi Data) Dalam tahapan ini, peneliti melakukan pengumpulan data di lapangan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Waktu yang diperlukan oleh peneliti kurang lebih dua bulan untuk melakukan pengumpulan data.

3.6.2. Data Display (Penyajian Data)

Setelah merangkum dan mencari hal-hal pokok dari data yang diperoleh dari lapangan, peneliti menyajikan data yang sudah dirangkum dalam sebuah tulisan yang sifatnya masih sementara karena akan disempurnakan lagi seiring dengan temuan data yang baru baik dari lapangan maupun dari hasil studi pustaka.

3.6.3. Conclusion Drawing/Verification Setelah data terkumpul dan disajikan kedalam sebuah tulisan, langkah selanjutnya adalah peneliti mencoba menjawab rumusan masalah yang sudah dibuat sebelumnya. Dalam menjawab rumusan masalah, selain menjawab melalui data yang diperoleh dari lapangan, peneliti juga mencoba menjawab dengan mengacu pada literatur dan kemudian mencoba mengaitkan dengan teori yang dipakai.

4. PEMBAHASAN

4.1. Lembaga Adat Di Kampung Waerebo

Hingga saat ini keberadaan dari lembaga adat masyarakat Kampung Waerebo masih dipertahankan oleh masyarakatnya karena masyarakat masih ingin mempertahankan warisan budaya dan adat istiadatnya. Sebagai sebuah lembaga yang berada dibawah naungan adat istiadat, lembaga adat masyarakat Waerebo tergolong ke dalam jenis organisasi birokrasi. Dikatakan demikian karena lembaga adat masyarakat Waerebo sudah memenuhi sebagian besar karakteristik organisasi birokrasi menurut pandangan Max Weber (Asnawi, 2003: 219-221).

(5)

Pertama, tugas-tugas organisasi dibagi ke berbagai posisi sebagai tugas resmi. Pada lembaga adat masyarakat Waerebo pembagian tugas dalam menjalankan fungsi dan peranannya sudah sangat jelas, dimana fokus pembagian tugas dibagi atas dua ranah yaitu tugas terkait permasalahan adat dan budaya serta tugas terkait permasalahan kehidupan keluarga dan rumah tangga. Kedua, posisi dalam kelembagaan diorganisasikan ke dalam struktur otoritas hirarkis. Menurut bapak Aleks Ngadus (tu,a tembong Waerebo) dalam wawancara tanggal 20 Maret 2016, bahwa lembaga adat masyarakat Waerebo terbagi dalam dua struktur hierarkis yaitu tu’a tembong sebagai pemimpin dalam kampung dan tu’a kilo sebagai bawahan tu,a tembong yang memiliki peran dalam menyelesaikan permasalahan terkait kehidupan keluarga. Ketiga, tindakan para pemegang jabatan diatur oleh sistem aturan yang ditetapkan secara formal. Bapak Frans Munir (tu,a kilo Waerebo) dalam wawancara tanggal 22 Maret 2016 menjelaskan bahwa dalam menjalankan tugasnya sehari-hari tu,a tembong dan tu,a kilo berpatokan pada hukum adat yang sudah menjadi pedoman hidup mereka sejak zaman Empo Maro menetap di Waerebo. Keempat, para pemegang jabatan harus memiliki orientasi impersonal (mengutamakan kepentingan masyarakat). Sebagai salah seorang tu,a kilo di kampung Waerebo bapak Pius Porat dalam wawancara tanggal 23 Maret 2016 menjelaskan bahwa selama menjabat sebagai salah satu tu,a kilo dia sering meninggalkan urusan pribadinya demi mengurusi permasalahan keluarga lain yang berada dibawah pimpinannya.

4.2. Struktur Pemegang Jabatan Lembaga Adat Masyarakat Kampung Waerebo

4.2.1. Tu’a Tembong

Kampung Waerebo dipimpin oleh seorang tu’a tembong yang berperan sebagai kepala kampung, tetua adat, pemimpin upacara adat, penanggung jawab atas ketujuh rumah adat (mbaru niang), mengurus pembagian lahan untuk warga, dan sebagai pusat dari struktur lembaga adat. Menurut bapak Aleks Ngadus (tu’a tembongWaerebo) dalam wawancara tanggal 21 Maret 2016, bahwa untuk menjadipemegang jabatan tu’a tembong

sepertidirinya tidaklah mudah. Dibutuhkan kebijaksanaan, loyalitas, sikap solidaritas, dan yang paling penting untuk menjadi seorang tu’a tembong adalah mengenal, memahami, dan cinta terhadap adat istiadat dan budaya Manggarai, secara khusus adat istiadat dan budaya Waerebo dan mampu untuk mempraktikkanya.

4.2.2. Tu’a Kilo

Tu’a kilo merupakan pemimpin dalam satu keluarga. Pemimpin ini biasa diambil dari pria yang paling tua dalam keluarga tersebut. Di kampung Waerebo terdapat 8 tu’a kilo yang masing-masing bermukim di ketujuh mbaru niang (rumah adat Waerebo). Tu,a kilo di kampung Waerebo memiliki ranah tugas yaitu dalam urusan menyangkut kehidupan keluarga dan kehidupan rumah tangga. Menurut penuturan bapak Wilhelmus Rupun (tu’a kilo Waerebo) pada wawancara tanggal 2 April 2016, bahwa tu’a kilo di kampung Waerebo harus menjadi tauladan yang baik untuk keluarga dan masyarakat, menjaga hubungan baik antar keluarga, dan yang paling penting harus bisa menjaga dan melindungi keluarganya. Otoritas tu’a kilo dalam menjalankan fungsi dan perannya hanya terbatas pada ranah mengatur kehidupan keluarga dan masalah terkait kehidupan rumah tangga. Pembagian otoritas ini sengaja dilakukan agar memudahkan para pemegang jabatan tu’a kilo dalam melakukan pengawasan terhadap anggota subklan yang dipimpinnya.

Selain membahas mengenai otoritas dan peran dari tu’a kilo, perlu diketahui bahwa setiap kilo (keluarga) memiliki ruku (tata krama) yang berbeda-beda. Bapak Bruno (tu’a kilo Waerebo) pada wawancara tanggal 27 Maret 2016 mengatakan bahwa dalam sebuah kilo (keluarga) ada yang namanya ruku (tata krama). Ruku setiap keluarga itu berbeda-beda tergantung dari latar belakang keluarga mereka. Seperti ruku yang dimiliki oleh keluarga bapak Bruno. Sebagai salah seorang tu’a kilo, bapak Bruno mengajarkan salah satu tata krama bagi anggota keluarganya dimana jika bertamu ke rumah warga yang lain wajib untuk memakai kain tenun songke. Hal ini dilakukan untuk mengajarkan kepada anggota keluarga bagaimana cara berpakaian yang sopan apabila bertamu ke rumah orang.

(6)

4.3. Globalisasi dan Modernisasi Sebagai Ancaman Terhadap Eksistensi Lembaga Adat Masyarakat Waerebo

Pengaruh globalisasi dan modernisasi sudah mulai masuk ke wilayah kampung Waerebo. Hal ini tentunya akan mempengaruhi kehidupan masyarakat Waerebo yang selama ini menjadikan adat istiadat dan budaya sebagai dasar dalam kehidupannya. Globalisasi dan modernisasi masuk ke wilayah kampung Waerebo melalui para wisatawan, para peneliti dan bahkan melalui pemerintah setempat. Globalisasi dan modernisasi yang masuk ke kampung Waerebo berdampak negatif bagi keberlangsungan lembaga adat kampung Waerebo.Globalisasi yang masuk ke kampung Waerebo ialah perubahan segala macam hal ke arah yang lebih instan atau lebih simpel melalui proses modernisasi. Modernisasi di Waerebo sendiri ditandai dengan perkembangan teknologi, perkembangan pola pikir, serta pembangunan infrastruktur yang dapat menunjang beberapa kegiatan di Waerebo.

Lebih spesifik lagi globalisasi dan modernisasi yang mengancam di kampung Waerebo akan mebuat lembaga adat masyarakat Waerebo terancam keberadaannya. Dikatakan mengancam keberadaan dari lembaga adat karena modernisasi dan globalisasi membawa perubahan baru dalam dunia birokrasi dimana globalisasi dan modernisasi menawarkan sebuah sistem birokrasi baru. Sistem birokrasi baru yang dibawa oleh globalisasi dan modernisasi lebih kompleks dan melibatkan banyak oknum di dalamnya.

Selain membawa perubahan dalam sistem birokrasi, globalisasi dan modernisasi juga membawa perubahan dalam hal pola pikir masyarakat. Perubahan dalam pola pikir akan merubah pandangan masyarakat terhadap suatu objek yang dilihatnya termasuk dalam hal ini merubah pandangan masyarakat Waerebo terhadap lembaga adatnya. Perubahan pola pikir akan sangat sulit untuk dihindari karena pada umumnya pola pikir dari masyarakat selalu berkembang seiring dengan hal-hal baru yang dijumpai dalam kehidupan bermasyarakatnya.

Ketika globalisasi dan modernisasi menyerang masyarakat dari sisi pola pemikirannya, maka ini akan menjadi ancaman yang serius apalagi untuk produk tradisional seperti lembaga adat di kampung Waerebo. Dengan adanya pengaruh dari globalisasi dan modernisasi akan membuat masyarakat Waerebo berpikir bahwa mereka sudah jauh tertinggal dalam hal peradaban yang terjadi saat ini. Masyarakat akan berpikir bahwa tradisi dan budaya yang mereka agung-agungkan selama ini ternyata hanya membuat mereka semakin terbelakang dan tidak mampu bersaing dengan masyarakat lainnya. Pola pikir semacam ini akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap adat istiadat dan budaya mereka kemudian secara perlahan akan membuat masyarakat mengikuti pola pikir modern yang diyakini akan membawa mereka pada perubahan ke arah yang lebih baik lagi.

4.4. Alasan Masyarakat Kampung Waerebo Masih Mempertahankan Struktur Lembaga Adat

Hingga saat ini, eksistensi lembaga adat di kampung Waerebo masih dipertahankan oleh masyarakatnya. Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa kampung Waerebo merupakan salah satu kampung tradisional yang menjadi daerah tujuan wisata yang sangat terkenal di Indonesia maupun di dunia. Secara logika kita bisa berfikir bahwa dengan mendunianya kampung Waerebo, maka otomatis semua bentuk perkembangan yang ada saat ini dengan sangat mudah bisa masuk ke kampung Waerebo dan mempengaruhi tatanan sosial budaya masyarakat yang ada di sana, termasuk lembaga adatnya. Akan tetapi, hal ini sama sekali tidak mempengaruhi tatanan sosial dan budaya masyarakat Waerebo terutama pada lembaga adatnya.

Sebagai warisan dari leluhur, lembaga adat Waerebo dinilai oleh masyarakatnya sebagai bentuk organisasi birokrasi yang dalam menjalankan tugas dan fungsinya selalu mengutamakan rasa kekeluargaan dan persaudaraan. Bapak Thomas Pakur seorang masyarkat kampung Waerebo dalam wawancara tanggal 18 April 2016, mengatakan bahwa lembaga adat di kampung Waerebo bisa menciptakan rasa aman dan nyaman bagi

(7)

masyarakatnya. Bagi masyarakat Waerebo yang pola hidupnya berpatokan pada adat istiadat sangat penting untuk mempertahankan lembaga adatnya. Hal ini dikarenakan pada dasarnya lembaga adat di kampung Waerebo kebanyakan mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan urusan adat. Jika tidak ada lembaga adat dalam kampung Waerebo, maka masyarakat setempat akan sangat kesulitan jika ingin melaksanakan ritual upacara adat, karena orang atau sosok yang paham mengenai adat istiadat beserta ritualnya adalah para pemegang jabatan yang ada dalam lembaga adat kampung Waerebo.

4.5. Upaya Masyarakat Waerebo Mempertahankan Lembaga Adatnya Dalam mempertahankan keberadaan sebuah lembaga adat diperlukan Susaha atau upaya dari masyarakatnya. Upaya ini bisa berupa tindakan atau pola pikir yang sifatnya bisa menjaga dan mempertahankan keberadaan dari sebuah lembaga adat. Upaya ini harus dimiliki dan dilakukan oleh setiap masyarakat yang bernaung di bawah lembaga adat. Saat ini jumlah lembaga adat yang tersisa di Manggarai tidaklah banyak, hanya tersisa beberapa dan salah satunya di kampung Waerebo.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh masyarakat Waerebo dalam mempertahankan eksistensi lembaga adatnya adalah dengan menanamkan pengetahuan terkait adat dan budaya sejak dini kepada generasi muda kampung Waerebo. Menurut penuturan salah seorang masyarakat Waerebo (Martinus Anggo) dalam proses wawancara tanggal 10 April 2016, bahwa saat ini generasi muda di kampung Waerebo sudah mulai mengikuti tren modern baik dari segi penampilan maupun dari segi minat terhadap seni. Hal ini tentu sangat tidak baik bagi generasi muda Waerebo yang seharusnya lebih mengedepankan budaya daerahnya. Oleh karena itu, masyarakat bersama lembaga adat memiliki solusi dimana remaja di kampung Waerebo, terutama remaja laki-laki diberikan pengetahuan tentang adat dan budaya Waerebo. Pengetahuan tentang adat dan budaya ini selain diberikan secara lisan oleh para orang tua, tetapi juga diberikan melalui praktek dalam kehidupan sehari-hari. Praktek yang dimaksud disini adalah dengan melibatkan remaja pada upacara adat yang ada

hubunganya dengan lembaga adat, sehingga mereka lebih cepat memahami tentang pentingnya menjaga keberadaan dari lembaga adat tersebut.

Upaya lain yang dilakukan oleh masyarakat untuk mempertahankan eksistensi lembaga adat di kampung Waerebo adalah dengan membuat petemuan tiap minggunya di rumah adat. Pertemuan ini bertujuan untuk memupuk kepercayaan masyarakat terhadap pentingnya memiliki lembaga adat. Apalagi untuk masyarakat seperti masyarakat Waerebo yang melandaskan hidupnya pada adat istiadatnya. bapak Frans Munir (tu’a kilo Waerebo) dalam wawancara tanggal 12 Maret 2016 mengatakan bahwa masyarakat Waerebo sangat membutuhkan lembaga adat karena kehidupan masyarakat Waerebo tidak dapat dipisahkan dari tradisi dan adat istiadat. Dalam setiap prosesi upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Waerebo selalu melibatkan oknum-oknum dari perangkat lembaga adat.

5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kampung Waerebo berada dibawah naungan lembaga adat yang hingga saat ini eksistensinya masih dijaga oleh masyarakat setempat. Keberadaan lembaga adat di kampung Waerebo merupakan salah satu bentuk perjuangan dari masyarakat dalam melestarikan warisan budaya leluhur mereka. Lembaga adat di kampung Waerebo saat ini tengah berada dalam ancaman akibat adanya globalisasi dan modernisasi yang melahirkan perubahan dalam bidang teknologi, pola pikir dan beberapa fasilitas penunjang. Globalisasi dan modernisasi ini masuk di kampung Waerebo melalui para wisatan dan pengujung yang datang ke kampung Waerebo. Ancaman semacam ini memang sangat sulit untuk dihindari baik oleh lembaga adat maupun oleh masyarakat Waerebo. Perubahan-perubahan ini akan membawa lembaga adat masyarakat Waerebo berada di ambang kehancuran. Oleh karena itu, kiranya masyarakat Waerebo tidak terpengaruh oleh perubahan yang diakibatkan oleh globalisasi dan modernisasi ini. Berbagai macam alasan dan upaya telah mewarnai perjuangan masyarakat Waerebo dalam mempertahankan keberadaan lembaga adat di kampung Waerebo.

(8)

Ada sejumlah alasan yang membuat masyarakat Waerebo masih ingin mempertahankan eksistensi lembaga adat mereka, diantaranya karena lembaga adat merupakan salah satu daya tarik bagi wisatawan yang datang ke sana. Selain itu, ketidakpercayaan masyarakat kampung Waerebo terhadap pemerintahan dinas membuat mereka semakin mendekatkan diri ke lembaga adat.

5.2. Saran

Setelah membahas mengenai eksistensi lembaga adat di kampung Waerebo, pada bagian ini ada beberapa saran yang ingin diberikan oleh penulis, diantaranya:

5.2.1. Bagi pemerintah, baik desa maupun daerah agar lebih memperhatikan kelestarian warisan budaya kampung Waerebo termasuk lembaga adatnya. Pemerintah juga harus turun secara langsung ke lokasi kampung Waerebo untuk melihat dan mengamati secara langsung keadaan kampung Waerebo tanpa melalui perantara.

5.2.2. Bagi para peneliti lain yang ingin mengkaji lebih dalam mengenai kampung Waerebo dan fenomena di masyarakatnya, agar tidak selalu mengkaji tentang rumah adatnya atau tentang daya tarik wisatanya tetapi juga mengkaji hal-hal lain yang berkaitan dengan budaya Waerebo seperti contoh mengenai lembaga adat.

5.2.3. Bagi masyarakat Waerebo, agar selalu mempertahankan semua bentuk warisan budaya dari nenek moyang mereka dan jangan pernah terpengaruh oleh berbagai macam perkembangan yang masuk melalui dunia pariwisata mereka. Selain itu, masyarakat Waerebo harus saling berkoordinasi atau bekerja sama dengan lembaga pemerintahan desa maupun daerah terkait program pembangunan di kampung Waerebo. 6. Daftar Pustaka

Akbar, U. (2009). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

Antar, Y. (2010). Pesan Dari Wae Rebo Kelahiran Kembali Arsitektur Nusantara

Sebuah Pelajaran Dari Masa Lalu Untuk Masa Depan. Jakarta: Gramedia.

Asnawi. (2003). Denis Wrong (Ed.) Max Weber Sebuah Khazanah. Yogyakarta: Ikon Teralitera.

Koentjaraningrat. (2003). Pengatar Antropologi Jilid 1. Jakarta: Rineka Cipta.

Soerjono Soekanto, S. (2014). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta. Taneko. (1987). Hukum Adat Suatu Pengantar

Awal Dan Prediksi Masa Mendatang. Bandung: Eresco.

Widjaja. (2003). Pemerintahan Desa/Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Wulansari, D. (2009). Sosiologi Konsep Dan

Referensi

Dokumen terkait

Dye sensitized solar cell (DSSC) dibuat dengan menggunakan semikonduktor TiO 2 yang dilapiskan pada kaca konduktif Fluorine Doped Tin Oxide (FTO) dan dikalsinasi dengan

Dalam hal ini, penulis setuju dengan adanya promosi jabatan ini, sebab pegawai akan merasa dihargai atas pekerjaan yang telah dikerjakannya dan secara tidak

Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis teori yang diajukan terbukti dengan nilai tsatistik sebesar 5.46 > t-table 1.96 yang artinya Ho ditolak sehingga dapat

Hal ini sesuai dengan pendapat Lie (2010) bahwa pada teknik tari bambu siswa bukan hanya berdiskusi dengan kelompok asal tetapi juga berdiskusi dengan kelompok

Nugroho (2008) menyebutkan teori proses menua adalah sebagai berikut: 1.. 1.) Teori Genetic Clock. Teori ini merupakan teori instrinsik yang menjelaskan bahwa di dalam

Projek ternakan ikan marin yang diusahakan oleh Pertubuhan Peladang Kawasan (PPK) Sungai Petani Kedah merupakan pemenang Anugerah Pengurusan Projek Terbaik bagi kategori

• Through direct teaching of students are invited to describe the understanding of software and give examples as well as their role in everyday life • Demonstrate a variety

Selanjutnya penulis menemukan beberapa masalah dalam proses pengelolaan SSN disekolah SMP Negeri 8 Gorontalo, dimana kurangnya penunjang atau dukungan baik dari