• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

2.1.1Definisi Kemandirian

Bastable (2003 dalam Wiraguna, 2014) Kemandirian adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan seseorang, adalah tujuan paling penting pada sebagian besar lansia tanpa melihat status kesehatannya. Kemandirian memberikan mereka rasa kehormatan, kebanggaan dan berfungsinya diri sehingga tidak menjadi beban bagi orang lain.

Poerwadi (2001) mengartikan mandiri adalah dimana seseorang dapat mengurusi dirinya sendiri, ini berarti bahwa jika seseorang sudah menyatakan dirinya siap mandiri berarti dirinya ingin sesedikit mungkin minta pertolongan atau ketergantungan kepada orang lain.

Menurut Koswara (2001) kriteria orang yang mandiri adalah mempunyai (1) kemantapan relatif terhadap stresor, goncangan atau frustasi (2) kemampuan mempertahankan ketenangan jiwa (3) kadar arah yang tinggi (4) agen yang merdeka (5) aktif dan (6) bertanggung jawab.

2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Menurut Kulbok (2004 dalam Kurniati, 2013) terdapat beberapa hal yang mempengaruhi kemandirian, yaitu:

(2)

Perbedaan kemandirian dipengaruhi oleh jenis kelamin. Dalam hal ini, laki-laki memiliki kemandirian yang lebih tinggi dibandingkan perempuan.

2. Usia

Semenjak usia muda berusaha mandiri manakala mulai mengeksplorasi lingkungan atas kemauan sendiri, sehingga semakin bertambahnya usia akan semakin mudah tingkat kemandirian seseorang.

3. Struktur Keluarga

Keluarga sekarang sangat bervariasi, karena tidak hanya keluarga tradisional yang seperti dulu lagi. Banyaknya perubahan memberikan dampak pada kemandirian.

4. Budaya

Setiap daerah mempunyai adat istiadat yang berbeda. Pada budaya barat, lansia lebih mandiri.

5. Lingkungan

Manusia sebagai makhluk sosial memang tidak dapat dipisahkan dengan manusia lain dan juga lingkungan tempat tinggalnya.

6. Keinginan individu untuk bebas

Setiap individu berbeda, ada yang ingin melakukan sesuatu dengan bebas tanpa harus dikekang oleh orang lain. Perbedaan setiap individu ini juga mempengaruhi keinginan setiap orang untuk mandiri.

(3)

Nugroho (2008 dalam Wiraguna, 2013) menambahkan faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti usia, imobilitas, dan mudah jatuh.

1. Usia 2. Imobilitas

Lueckenotte (1996 dalam Ediawati, 2012) menjelaskan imobilitas adalah ketidakmampuan untuk bergerak aktif. Hal ini diakibatkan karena berbagai penyakit atau impairment (gangguan pada alat organ tubuh) yang bersifat fisik atau mental. Penyebab imobilisasi pada lansia adalah gangguan pada jantung, pernafasan, gangguan sendi dan tulang, penyakit rematik seperti pengapuran atau patah tulang, penyakit saraf, stroke, penyakit pankinson, gangguan penglihatan dan masa penyembuhan.

3. Mudah jatuh

Jatuh pada lansia merupakan masalah yang sering terjadi. Brocklehurst (1987 dalam Ediawati, 2012) memaparkan bila seseorang bertambah tua, kemampuan fisik dan mentalnya perlahan akan menurun. Kemampuan fisik dan mental yang menurun sering menyebabkan jatuh pada lansia, akibatnya akan berdampak pada menurunnya aktivitas dalam kemandirian lansia.

2.1.3 Proses Pembentukan Kemandirian

Kemandirian merupakan kemampuan individu untuk bersikap dan bertingkah laku tanpa ketergantungan dengan orang lain. Proses kemandirian sudah terbentuk dari remaja yang mulai dari dalam perubahan sosial yang diantaranya pada nilai

(4)

dukungan mana dianggap baik dan salah, memiliki pengertian tentang berbagai masalah sosial, serta memiliki kemampuan untuk memilih mana yang dianggap penting dan tidak penting. Selain itu, pada saat remaja juga memiliki pandangan terhadap agama dan menganggap agama berperan penting dalam kehidupan antara lain tampak dengan membahas agama di sekolah dan perguruan tinggi, dan menghadiri atau mengikuti upacara agama (Hurlock, 1999).

Pada masa dewasa kemampuan dalam kemandirian sudah semakin stabil seperti pada kemandirian emosi. Kemandirian emosi pada masa dewasa sudah lebih mampu dalam memecahkan masalah-masalah dengan cukup baik dan tenang serta begitu juga dalam kemandirian nilai, menurut Hurlock (1999) pada masa dewasa mereka sudah dapat memutuskan apa yang dianggap penting dan tidak penting untuk dirinya sendiri seperti keyakinan dalam berperilaku berpenampilan yang baik dan benar.

Proses menjadi tua seseorang dipandang dalam hubungannya dengan dirinya sendiri dan lingkungannya dalam kemandirian. Lansia dipandang sebagai seseorang yang utuh. Berhubungan dengan lansia semakin bertambahnya usia akan merubah kemampuan kemandirian dari lansia antara lainnya seperti pada ingatan, melakukan aktivitas sehari hari dan juga dalam berbagai proses pengambilan keputusan. Walaupun kemampuan lansia semakin menurun dalam kegiatan sehari-harinya sejalan dengan usianya, tidak demikian dengan adanya kemampuan lasia dalam memecahkan masalah yang membebaninya secara interpersonal ataupun emosional (Papalia, 2008).

(5)

2.2Lansia

2.2.1 Definisi Lansia

Menurut UU No.13 tahun 1998 dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Maryam, 2010).

Ratna Suhartini (dalam Wahyuni, 2010), lansia atau lanjut usia adalah tahap akhir dari proses penuaan. Pada tahap ini biasanya individu tersebut sudah mengalami kemunduran fungsi fisiologis organ tubuhnya. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Menurut Yaumil Agoes Achir dari Fakultas Psikologi Indonesia lanjut usia juga disebut sebagai seseorang yang digolongkan ke kelompok usia lanjut yang berpedoman pada usia kalendernya, dan lazimnya bila dia menginjak usia 50-60 tahun.

2.2.2 Klasifikasi Lansia

Menurut Maryam (2008), ada lima klasifikasi pada lansia 1. Pralansia (prasenilis)

Seseorang yang berusia antara 45-5 tahun. 2. Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. 3. Lansia resiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

(6)

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.

5. Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

2.2.3 Karakteristik Lansia

Menurut Keliat (1999 dalam Maryam, 2008), lansia memiliki karakterisik sebagai berikut:

1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang kesehatan)

2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.

3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi. 2.2.4 Tipe Lansia

1. Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

2. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

(7)

3. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.

4. Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa-apa.

5. Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

(Maryam, 2008)

2.2.5 Tugas Perkembangan Lansia

Menurut Maryam (2008) tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut: 1. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.

2. Mempersiapkan diri untuk pensiun.

3. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya. 4. Mempersiapkan kehidupan baru.

5. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara santai.

(8)

2.2.6 Perubahan pada Lansia

Menurut Wahyunita&Fitria (2010) perubahan yang terjadi pada lansia yaitu: 1. Fisik

Secara fisik seseorang yang mengalami usia lanjut terjadi deklinasi sexual prowess, walaupun tidak nampak dari luar tubuhnya karena telah terjadi perubahan penurunan pada produksi secret dan proses spermatogenesisnya.

2. Psikologis dan Hubungan Sosial

Dilihat dari segi kejiwaan, individu yang menginjaklanjut usia biasanya labil apabila mendapat penolakan, penghinaan atau rasa kasihan yang tidak sesuai dengan keadaannya.oleh karena itu biasanya para lansia menginginkan untuk tidak tergantung dengan orang lain dengan usaha mereka sendiri walaupun biaya hidup tidak menjadi jaminan untuk dia mampu memenuhi kebutuhannya. Hal tersebut dilakukan karena dia ingin dihargai, dicintai, diinginkan kehadirannya dan ingin hidup lebih bermakna dan bermanfaat bagi orang lain di masa tuanya. Seseorang yang telah menginjak lansia biasanya muncul sikap yang tidak disadari oleh dirinya sendiri seperti cerewet, pelupa, sering mengeluh,bersikap egois, berkurangnya kelenturan dalam menghadapi perubahan dan lain-lain. 2.2.7 Teori Proses Menua

Nugroho (2008) menyebutkan teori proses menua adalah sebagai berikut: 1. Teori Biologis

(9)

1.) Teori Genetic Clock.

Teori ini merupakan teori instrinsik yang menjelaskan bahwa di dalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan menentukan proses penuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara genetik untuk spesies tertentu. Setiap spesies di dalam inti sel nya memiliki suatu jam genetik/jam biologis sendiri dan setiap spesies mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang telah diputar menurut replikasi tertentu sehingga bila jenis ini berhenti berputar, ia akan mati.

2.) Teori Mutasi Somatik.

Menurut teori ini, penemuan terjadi karena adanya mutasi somatik akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses transkripsi DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA protein/enzim. Kesalahan ini terjadi terus-menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ atau perubahan sel menjadi kanker atau penyakit.

b. Teori nongenetik

1.) Teori Penurunan Sistem Imun Tubuh (Auto Immune-v Theory)

Mutasi yang bertulang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi yang merusak membran sel, akan menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya sehingga merusaknya.

(10)

Hal inilah yang mendasari peningkatan penyakit auto-imunpada lanjut usia (Goldstein,1989).

2.) Teori Kerusakan Akibat Radikal Bebas (Free Radical Theory)

Teori radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh karena adanya proses metabolisme atau proses pernapasan di dalam mitokondria. Radikal bebas ini menyebabkan sel tidak dapat beregenerasi (Halliwel,1994). Radikal bebas yang terdapat di lingkungan seperti asap kendaraan bermotor, asap rokok, zat pengawet makanan, radiasi, dan sinar ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen dan kolagen pada proses menua.

3.) Teori Menua Akibat Metabolisme

Pengurangan asupan kalori bisa menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur, sedangkan perubahan asupan kalori yang menyebabkan kegemukan dapat memperpendek umur.

4.) Teori Rantai Silang (Cross Link Theory)

Teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, dan asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan yang menyebabkan perubahan pada membran plasma, yang mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya fungsi pada proses menua.

(11)

5.) Teori Fisiologis

Disini terjadi kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel tubuh lelah terpakai (regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal).

2. Teori Sosiologis

a. Teori Interaksi Sosial

Pokok-pokok social exchange theory antara lain:

1.) Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupaya mencapai tujuannya masing-masing.

2.) Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya dan waktu.

3.) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang aktor mengeluarkan biaya.

b. Teori Aktivitas atau Kegiatan

1.) Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut-serta dalam kegiatan sosial.

2.) Lanjut usia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin.

3.) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup lanjut usia. 4.) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar

(12)

c. Teori Kepribadian Berlanjut

Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lanjut usia.

d. Teori Pembebasan/Penarikan Diri (Disangagement Theory)

Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambah lanjutnya usia, apalagi ditambah dengan adanya kemiskinan, lanjut usia secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Menurut teori ini,seorang lanjut usia dinyatakan mengalami proses menua yang berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri pada persoalan pribadi dan mempersiapkan diri menghadapi kematiannya. 2.3Aktivitas Sehari-hari

2.3.1 Definisi Aktivitas Sehari-hari

Aktivitas sehari-hari adalah aktivitas perawatan diri yang harus dilakukan seseorang setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup sehari-hari (Smeltzer dan Bare, 2002). Aktivitas sehari-hari terbagi dua yaitu, aktivitas sehari hari dasar meliputi membersihkan diri, mandi, berpakaian, berhias, makan, toileting, berpindah dan aktivitas sehari-hari instrumental meliputi melakukan pekerjaan rumah, menyediakan makanan, minum obat, menggunakan telepon (Darmojo, 2006).

(13)

Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti: bediri, berjalan dan bekerja. Kemampuan aktivitas seseorang tidak lepas dari ketidakadekuatan sistem persarafan dan muskuloskeletal diantaranya dalam sistem saraf, lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia mengalami penurunan. Hal ini menyebabkan seseorang dengan usia lanjut rentan terhadap penyakit khususnya penyakit kronis seperti hipertensi, artritis, diabetes. Kemajuan proses penyakit mengancam kemandirian dan kualitas hidup dengan membebani kemampuan melakukan perawatan personal dan aktivitas sehari-hari ( Smeltzer&Bare, 2002). 2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Sehari-hari Lansia

Kemauan dan kemampuan untuk melaksanakan aktifitas sehari-hari pada lansia di pengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

1. Faktor-faktor dari dalam diri sendiri a. Umur

Menurut Potter dan Perry (2005) Kemampuan aktivitas sehari-hari pada lanjut usia dipengaruhi dengan umur lanjut usia itu sendiri. Umur seseorang menunjukkan tanda kemauan dan kemampuan, ataupun bagaimana seseorang bereaksi terhadap ketidakmampuan melaksanakan aktifitas sehari-hari. Pada kelompok umur diatas 85 tahun lebih banyak membutuhkan bantuan pada satu atau lebih aktivitas sehari - hari dasar.

(14)

b. Kesehatan fisiologis

Kesehatan fisiologis seseorang dapat mempengaruhi kemampuan partisipasi dalam aktivitas sehari-hari, sebagai contoh sistem saraf mengumpulkan dan menghantarkan, dan mengelola informasi dari lingkungan. Sistem muskuluskoletal mengkoordinasikan dengan sistem saraf sehingga seseorang dapat merespon sensori yang masuk dengan cara melakukan gerakan.

c. Fungsi kognitif

Kognitif adalah kemampuan berfikir dan memberi rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. Tingkat fungsi kognitif dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Fungi kognitif menunjukkan proses menerima, mengorganisasikan dan menginterpestasikan sensor stimulus untuk berfikir dan menyelesaikan masalah. Proses mental memberikan kontribusi pada fungsi kognitif yang meliputi perhatian memori, dan kecerdasan. Gangguan pada aspek-aspek dari fungsi kognitif dapat mengganggu dalam berfikir logis dan menghambat kemandirian dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.

d. Fungsi psikologis

Fungsi psikologis menunjukkan kemampuan seseorang untuk mengingat sesuatu hal yang lalu dan menampilkan informasi pada suatu cara yangrealistik. Proses ini meliputi interaksi yang komplek antara perilaku interpersonal dan interpersonal. Kebutuhan psikologis

(15)

berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang. Meskipun seseorang sudah terpenuhi kebutuhan materialnya, tetapi bila kebutuhan psikologisnya tidak terpenuhi, maka dapat mengakibatkan dirinya merasa tidak senang dengan kehidupanya, sehingga kebutuhan psikologi harus terpenuhi agar kehidupan emosionalnya menjadi stabil (Tamher, 2009).

e. Tingkat stres

Stres merupakan respon fisik non spesifik terhadap berbagai macam kebutuhan. Faktor yang menyebabkan stres disebut stressor, dapat timbul dari tubuh atau lingkungan dan dapat mengganggu keseimbangan tubuh. Stres dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan. Stres dapat mempunyai efek negatif atau positif pada kemampuan seseorang memenuhi aktivitas sehari-hari.

2. Faktor-Faktor dari Luar meliputi : a. Lingkungan Keluarga

Keluarga masih merupakan tempat berlindung yang paling disukai para lanjut usia. Lanjut usia merupakan kelompok lansia yang rentan masalah, baik masalah ekonomi, sosial, budaya, kesehatan maupun psikologis, oleh karenanya agar lansia tetap sehat, sejahtera dan bermanfaat, perlu didukung oleh lingkungan yang konduktif seperti keluarga. Budaya tiga generasi (orang tua, anak dan cucu) di bawah satu atap makin sulit dipertahankan, karena ukuran rumah di daerah perkotaan yang sempit, sehingga kurang memungkinkan para lanjut

(16)

usia tinggal bersama anak (Lueckenotte, 2000). Sifat dari perubahan sosial yang mengikuti kehilangan orang yang dicintai tergantung pada jenis hubungan dan definisi peran sosial dalam suatu hubungan keluarga. Selain rasa sakit psikologi mendalam, seseorang yang berduka harus sering belajar keterampilan dan peran baru untuk mengelola tugas hidup yang baru, dengan perubahan sosial ini terjadi pada saat penarikan, kurangnya minat kegiatan, tindakan yang sangat sulit. Sosialisasi dan pola interaksi juga berubah. Tetapi bagi orang lain yang memiliki dukungan keluarga yang kuat dan mapan, pola interaksi independen maka proses perasaan kehilangan atau kesepian akan terjadi lebih cepat, sehingga seseorang tersebut lebih mudah untuk mengurangi rasa kehilangan dan kesepian (Lueckenotte, 2000).

b. Lingkungan Tempat Kerja

Kerja sangat mempengaruhi keadaan diri dalam mereka bekerja, karena setiap kali seseorang bekerja maka ia memasuki situasi lingkungan tempat yang ia kerjakan. Tempat yang nyaman akan membawa seseorang mendorong untuk bekerja dengan senang dan giat (Lueckenotte, 2000).

c. Ritme Biologi

Waktu ritme biologi dikenal sebagai irama biologi, yang mempengaruhi fungsi hidup manusia. Irama biologi membantu makhluk hidup mengatur lingkungan fisik disekitarnya (Lueckenotte, 2000).

(17)

2.3.3 Manfaat Aktivitas Sehari-hari Lansia

1. Terciptanya konsep diri yang positif. Lansia yang lebih aktif dan mandiri dalam aktivitas sehari-hari, konsep diri lansia lebih positif (Simamora, 2011).

2. successful aging atau keberhasilan usia lanjut akan terus menunjukkan

peningkatan apabila lansia melakukan peningkatan mutu dalam aktivitas keseharian yang dilakukan oleh para lansia (Nathalia, 2012).

3. Meningkatkan kualitas tidur. Aktivitas fisik lansia yang berada pada kategori aktif, kualitas tidur lansia pada rentang kualitas tidur baik Siagian (2014).

2.3.4 Aktivitas dan Penyakit 1. Hipertensi

Hipertensi dikenal umum sebagai penyakit tekanan darah tinggi yang terkadang tidak disadarioleh penderita (Karyadi, 2002). Penyakit hipertensi kini sering dijumpai pada lanjut usia, sejalan dengan itu lansia penderita hipertensi sering mengurangi aktivitas fisiknya karena penurunan fungsi degeneratif.

2. Stroke

WHO (1980, dalam Hamidah, 2014) menyatakan sroke adalah tanda-tanda klinis mengenai gangguan fungsi serebral secara tertentu ataupun global, yang berkembang dengan cepat, dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam ataupun lebih. Lanjut usia yang mengalami stroke tidak

(18)

dapat melakukan aktivitas sehari-hari karena keterbatasan gerak dan membutuhkan bantuan orang lain (Hamidah dan Diah, 2014).

2.4 Pengkajian Status Fungsional

2.4.1 Definisi Pengkajian Status Fungsional

Pengkajian status fungsional adalah suatu pengukuran kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.Penentuan kemandirian fungsional dapat mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien, menimbulkan pemilihan intervensi yang tepat (Lueckenotte, 1997).

Pengkajian status fungsional sangat penting, terutama ketika terjadi hambatan pada kemampuan lansia dalam melaksanakan fungsi kehidupan sehari-hari.Gangguan status fungsional merupakan indikator penting tentang adanya penyakit pada lansia (Tamher, 2009).

Pengkajian ini didasarkan pada kondisi aktual klien dan bukan pada kemampuan, artinya jika klien menolak untuk melakukan suatu fungsi, dianggap sebagai tidak melakukan fungsi meskipun ia sebenarnya mampu (Maryam, 2008). 2.4.2 Macam-Macam Pengkajian Fungsional

1. Indeks Katz

Perubahan penuaan dan masalah kesehatan sering menunjukkan penurunan status fungsional pada lansia. Salah satu cara terbaik untuk mengevaluasi status kesehatan lansia adalah melalui penilaian fungsional yang menyediakan data objektif yang dapat menunjukkan penurunan masa depan atau peningkatan status kesehatan (Wallace dan Shelkey, 2008).

(19)

Pengkajian Katz di kegiatan sehari-hari, sering disebut sebagai Katz ADL, adalah instrumen yang paling tepat untuk menilai status fungsional sebagai pengukuran kemampuan klien untuk melakukan kegiatan sehari-hari hidup secara mandiri. Indeks Katz adalah alat yang secara luas digunakan untuk menentukan hasil-hasil tindakan dan prognosis pada lansia dan penyakit kronis. Indeks Katz pada aktivitas sehari-hari berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau tergantung dari klien dalam mandi, berpakaian, pergi ke toilet, berpindah, kontinensia, dan makan (Lueckonette, 1997). Instrumen ini paling efektif digunakan lansia saat perawatan. Saat pengukuran awal, diambil ketika klien dalam kondisi baik. Tiga puluh lima tahun sejak instrumen dikembangkan, instrumen telah dimodifikasi dan disederhanakan dan pendekatan yang berbeda untuk penilaian telah dilakukan. Meskipun tidak ada laporan reliabilitas dan validitas resmi dapat ditemukan dalam literatur, alat ini digunakan secara luas untuk mengukur kemampuan fungsional lansia di lingkungan klinis dan rumah (Wallace dan Shelkey, 2008)

Indeks Katz terdiri dari 7 tingkatan sebagai hasil penilaian terhadap perihal melakukan kegiatan sehari-hari, yaitu

Tingkat A Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAB/BAK), berpindah, ke kamar kecil, dan berpakaian.

Tingkat B Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut.

(20)

Tingkat C Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi dan satu fungsi tambahan.

Tingkat D Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, dan satu fungsi tambahan.

Tingkat E Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, pergi ke toilet, dan satu fungsi tambahan.

Tingkat F Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, pergi ke toilet, berpindah, dan satu fungsi tambahan.

Tingkat G Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut. 1. Mandi

Mandiri: bantuan hanya pada satu bagian mandi atau mandi sendiri sepenuhnya.

Tergantung: bantuan mandi lebih dari satu bagian mandi, bantuan masuk dan keluar dari bak mandi, serta tidak mandiri sendiri.

2. Berpakaian,

Mandiri: mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, melepaskan pakaian, mengancingi/mengikat pakaian.

Tergantung: tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya sebagian. 3. Pergi ke toilet

Mandiri: masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian membersihkan genitalia sendiri.

Tergantung: menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil dan menggunakan pispot.

(21)

4. Berpindah

Mandiri: berpindah ke dan dari tempat tidur untuk duduk, bangkit dari kursi sendiri.

Tergantung: bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau kursi, tidak melakukan atu,atau lebih perpindahan.

5. Kontinensia

Mandiri: BAB dan BAK seluruhnya dikontrol sendiri

Tergantung: Inkontinensia parsial atau total, penggunaan kateter,pispot, enema, dan pembalut.

6. Makan

Mandiri: mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri. Tergantung: bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring dan menyuapinya, tidak makan sama sekali, dan makan parenteral (NGT). (Maryam, 2008)

2. Indeks Barthel yang dimodifikasi

Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan orang laindalam meningkatkan aktivitas fungsional (Pudjiastuti dan Utomo, 2003).

Pengukuran meliputi sepuluh kemampuan sebagai berikut Penilaian:

0-20 : ketergantungan penuh

21-61 : ketergantungan berat/sangat bergantung 62-90 : ketergantungan moderat

(22)

100 : mandiri

Tabel 2.1 Tabel Indeks Barthel yang dimodifikasi

NO. AKTIVITAS NILAI

BANTUAN MANDIRI

1. Makan 5 10

2. Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur

dan sebaliknya, termasuk duduk di tempat

tidur

5-10 15

3. Kebersihan diri, mencuci muka, menyisir,

mencukur, dan menggosok gigi

0 5

4. Aktivitas di toilet (menyemprot, mengelap) 5 10

5. Mandi 0 5

6. Berjalan di jalan yang datar (jika tidak

mampu berjalan, lakukan dengan kursi

roda)

10 15

7. Naik turun tangga 5 10

8. Berpakaina termasuk mengenakan sepatu 5 10

9. Mengontrol defekasi 5 10

10. Mengontrol berkemih 5 10

(23)

3. Indeks Kenny Self- Care

Kenny self- care merupakan pertimbangan untuk menilai sarat minimal kemandirian individu di rumah atau tempat lain dengan lingkungan terbatas (Pudjiastuti dan Utomo, 2003).

Hal-hal yang akan dinilai meliputi tujuh aktivitas yaitu Skala Penilaian:

4 : ketergantungan penuh 5 : ketergantungan banyak 6 : ketergantungan sedang

7 : perlu bantuan minimal/ pengawasan 8 : mandiri penuh

(24)

Tabel 2.2 Indeks Kenny Self- Care

NO. KATEGORI JENIS AKTIVITAS

1. Aktivitas di tempat tidur Bergeser di tempat tidur

Bangun dan duduk

2. Berpindah Duduk

Berdiri

Penggunaan toilet

3. Ambulasi Berjalan

Naik/turun tangga

Penggunaan kursi roda

4. Berpakain Anggota atas dan trunk bagian atas

Anggota bawah dan trunk bagian bawah

Kaki

5. Higiene Wajah, rambut, anggota atas

Trunk

Anggota bawah

6. Defekasi

7. Berkemih

(25)

4. Indeks Activity Daily Living (ADL)

Indeks ADL menilai aktivitas fungsional dalam 16 bidang kemampuan, yaitu berpindah dari lantai ke kursi, berpindah dari kursi ke tempat tidur, berjalan dalam ruangan, berjalan di luar, naik tangga, turun tangga, berpakaian, mencuci, mandi, menggunakan toilet, kontrol defekasi, dan berkemih, berhias, menyikat gigi, menyiapkan minuman teh/kopi, menggunakan kran, dan makan. (Pudhiastuti dan Utomo, 2003).

Skala penilaian adalah nilai 1 (dapat melakukan tanpa bantuan), nilai 2 (dapat melakukan dengan bantuan), dan nilai 3 (tidak dapat melakukan). Penelitian ini menggunakan indeks Katz sebagai alat ukur untuk mengkaji fungsional pada lansia. Alasan peneliti menggunakan indeks Katz yaitu kondisi responden penelitian dimana tidak semua responden memiliki tempat tinggal yang berlantai 2 sehingga hanya indeks Katz yang dapat digunakan dengan tidak mengkaji aktivitas naik dan turun tangga.

2.5Latihan Fisik pada Lansia

Latihan fisik adalah segala upaya yang dilaksanakan untuk meningkatkan kebugaran jasmani sehingga memberikan kesanggupan kepada seseorang untuk melakukan pekerjaan sehari-hari tanpa adanya kelelahan yang berlebihan dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggangnya dengan baik (Pudjiastuti dan Utomo, 2003).

1. Latihan TC (Taichi Chuan)

Latihan TC merupakan few low-felocity dan low impact exercise programs, yang mempunyai manfaat tinggi bagi lansia dan dapat dilakukan

(26)

dimana saja. Manfaat latihan TC dapat memperbaiki keseimbangan dan memperbaiki gerak dengan meningkatkan fleksibilitas dan kekuatan otot penyokong postur tubuh (Pudjiastuti dan Utomo, 2003).

2. Teknik Peningkatan Kekuatan Otot

Peningkatan kekuatan otot pada lansia lebih ditujukan agar mampu melakukan gerak fungsional tanpa adanya hambatan. Jenis latihan yang ditujukan adalah latihan isotonok dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. Tentukan kemampuan otot maksimal

b. Latihan pada enam puluh sampai delapan puluh persen kemampuan otot maksimal

c. Ukur ulang kemampuan otot maksimal tiap minggu

d. Tiga kali seri latihan, tiap seri delapan sampai sepuluh ulangan

e. Istirahat satu sampai dua menit diantara seri satu dengan yang lainnya f. Lakukan tiga kali seminggu, minimal selama delapan minggu

(Pudjiastuti dan Utomo, 2003). 3. Terapi Latihan (Kegel’s Exercise)

Upaya dalam meningkatkan kekuatan otot dasar panggul adalah dengan latihan kontraksi otot dasar panggul secara aktif yang disebut latihan kegel. Pelaksanaan latihan kegel dapat dilakukan dengan ketentuan berikut

a. Saat lansia berkemih coba untuk menghentikan aliran urin sampai beberapa kali.

(27)

b. Pada posisi apapun, cobalah mengkontraksikan otot dasar panggul secara berurutan mulai dari anus, vagina, dan uretra. Pertahankan 3-5 detik. Kemudian rileks mulai dari uretra, vagina, dan anus.

c. Pada posisi apapun, coba untuk mengkontraksikan otot dasar panggul dengan membayangkan seperti ada peningkatan kekuatan otot dengan menghitung 1 sampai 10 kemudian rileks kembali.

Gambar

Tabel 2.2 Indeks Kenny Self- Care

Referensi

Dokumen terkait

pegawai yang dinaikkan pangkat secara KUP selepas tarikh opsyen pada tahun.. 2013 (1 November 2013) iaitu menerima opsyen dengan tangguh

06/09/2016 Kuliah IV, Pengantar Ilmu Pertanian 17  Hasil pekarangan sumber uang tunai  Butuh sistem yang lebih mantap.

Bandingkan nilai percepatan gravitasi yang diperoleh melalui percobaan gerak jatuh bebas dengan nilai percepatan gravitasi setempat menurut referensi atau menurut

- Tempat penyimpanan harus secara jelas dipisahkan dengan garis - Buat daftar dari tempat penyimpanan yang digunakan. - warna merah digunakan untuk menunjukkan barang yang

MAKALAH ALAH KEPE KEPERAW RAWA AT TAN M AN MATERNITAS ATERNITAS.. ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU

Berdasarkan temuan alat-alat batu yang ada menunJukkan bahwa penghuni Gua Macan memiliki keahlian teknologi yang baik, hal tersebut dibuktikan dengan kondisi

Abdullah Afif Siregar, SpJP(K), SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/Rumah Sakit Umum Pusat

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Ervilah dan Fachriyah (2015), Bustamam, et al (2010) dan Kartika (2011) menemukan pengaruh antara total