• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan Matematika Berbasis Grafik Untuk Menganalisis Konflik Bisnis Perkotaan. Studi Kasus: Manajemen Pedagang Kaki Lima Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemodelan Matematika Berbasis Grafik Untuk Menganalisis Konflik Bisnis Perkotaan. Studi Kasus: Manajemen Pedagang Kaki Lima Bandung"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Pemodelan Matematika Berbasis Grafik Untuk Menganalisis Konflik

Bisnis Perkotaan. Studi Kasus: Manajemen Pedagang Kaki Lima

Bandung

Dini Turipanam Alamanda, Institut Manajemen Telkom, aturipanama@gmail.com Abstract

The main purpose of this paper is to model the conflict between street vendors (PKL) of Bandung with several parties, namely the Government of Bandung (Pemkot), and Thugs. The Graph Model for Conflict Resolution (GMCR) is used to create an understanding of the position of PKL conflict in a strategy.

The conflict occurred in connection with the implementation of K3 (Nicety, Cleanliness, Beauty) and the enforcement area 7-point-free street vendors. Graph-based mathematical modeling approach was chosen because it is considered appropriate to explain why the efforts that have made by government to curb street vendors have not been able to show the maximum results. Assuming that all parties in the conflict think rationally and use the two concepts of Nash and sequential stabilities, the results of this modeling show that current conditions are not the most stable condition that can be accepted by all parties. The government as a regulator should be able to bring all the parties involved to think with another frame that is more stable than current conditions to create win-win urban business collaboration.

Key words: GMCR, Street Vendor (PKL) Conflict, Urban Business Collaboration I. Pendahuluan

Sebagaimana di kota-kota besar lainnya, kota Bandung yang memiliki jumlah penduduk lebih dari 3 juta jiwa merupakan kota perdagangan dengan potensi pasar yang besar dimana wajar apabila para pengangguran melakukan kompensasi positif dengan memilih bekerja di sektor informal. Salah satu sektor informal yang banyak diminati para pengangguran (selain yang sudah lama bekerja di sektor ini) yaitu pedagang kaki lima (PKL).

Dalam perkembangannya, PKL di kawasan perkotaan Indonesia sudah mengalami banyak pergeseran, dan mereka pun tidak harus menggunakan gerobak dorong. Dan seringkali pemberitaan televisi menyiarkan masalah-masalah yang terkait dengan keberadaan PKL, seperti gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat. Kesan kumuh, liar, dan merusak keindahan, seakan sudah menjadi citra buruk yang melekat pada usaha mikro ini. Mereka berjualan di trotoar jalan, di taman-taman kota, di jembatan penyebrangan, bahkan di badan jalan. Pemerintah kota berulangkali menertibkan para PKL yang diduga menjadi penyebab kemacetan lalu lintas ataupun merusak keindahan kota.

Untuk mengatasi permasalah tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Daerah Kota Bandung No. 11 tahun 2005 sebagai perubahan dari Peraturan Daerah No. 3 tahun 2005 yang lebih dikhususkan pada 7 titik kawasan bebas PKL, yaitu: Jl. Asia Afrika, Jl. Dewi Sartika, Jl. Kepatihan, Jl. Dalem Kaum, Jl. Merdeka, Jl. Oto Iskandardinata, dan sekitar Alun-Alun. Perda

(2)

K3 terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama meliputi tertib jalan, fasilitas umum dan jalur hijau, tertib lingkungan, tertib sungai, saluran air dan sumber air, tertib penghuni bangunan, serta tertib tuna sosial dan anak jalanan. Bagian kedua, bersih sampah, air, dan udara. Bagian terakhir adalah keindahan. Terdiri dari 8 Bab dan 49 pasal, dimulai dari deskripsi keadaan ideal sebuah kota, aturan dan larangan hingga membahas mengenai pembinaan, pengendalian, pengawasan, penertiban, penghargaan dan sangsi.

Kondisi PKL sejak diberlakukannya Perda No 11 Tahun 2005 dan Peraturan Daerah No. 3 tahun 2005 adalah sebagai berikut:

 Pada bulan November 2005 (detikcom, 2005), terjadi penertiban PKL di tujuh titik yang membandel

 Pada bulan September 2006, (metronews, 2006), penertiban PKL di Bandung diwarnai aksi kejar antara petugas Satpol PP dengan sejumlah pedagang yang berupaya kabur

 Pada bulan Mei 2007 (Krisdinar, 2008), lokakarya usulan atas Raperda tentang perdagangan di kota Bandung digelar, yang dihadari oleh perwakilan DPRD Komisi B, Bappeda, Pemkot kota Bandung, pedagang asongan, pengusaha kecil eks napi, kaum difable, PKL, pedagang pasar tradisional, LSM dan mahasiswa. Lokakarya diwarnai demo dari para PKL.

 Pada bulan Maret tahun 2008 (Krisdinar, 2008), terjadi konflik dan demo PKL di seputaran Cicadas dan kawasan lain

 Pada bulan April tahun 2009 (Siswandi, 2009), Ketua Masyarakat Peduli Sektor Informal Armen Efendi, mengancam pihaknya akan melakukan perusakan pertokoan pada tanggal 1 Mei 2009, karena sejak 7 bulan lalu mereka diusir pemilik lahan lokasi pembangunan pertokoan baru

 Pada bulan April tahun 2011 (Ibin, 2010), Ratusan lapak PKL milik para pedagang di Pasar Cikurubuk, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, di bongkar paksa petugas Satpol PP karena dinilai melanggar Perda ketertiban pemerintah setempat.

 Pada bulan Februari tahun 2011 (Gandapurnama, 2011), dianggap sebagai biang kemacetanWakil Walikota Bandung, Ayi Avivanda menegaskan PKL yang berasal dari luar kota Bandung yang jumlahnya hampir 30 persen dilarang berjualan di kawasan Gasibu dan hanya akan memperbolehkan pedagang yang berasal dari kota Bandung.

Penelitian akan menganalisis kondisi yang stabil dan ekuilibrium untuk konflik ini dengan menggunakan Graph Model for Conflict Resolution (GMCR). Kondisi ekuilibrium merupakan kondisi yang bisa diterima oleh semua pihak meskipun bukan kondisi yang terbaik untuk semua pihak.

II. Studi Pustaka

2.1 Konflik dan Resolusi Konflik

Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).

(3)

Resolusi konflik menurut Fang, Hipel dan Kilgour (1993) adalah memodelkan konflik ke dalam model grafik yang dikenal dengan Graph Model for Conflict Resolution (GMCR). GMCR menjadi terobosan baru resolusi konflik melalui pendekatan game theory (teori permainan). 2.2 Teori Permainan dan Perkembangannya

Teori permainan merupakan sebuah cabang dari ilmu ekonomi yang mempelajari interaksi antara

self-interested agents (Ramchurd, Jenning., dan Sierra, 2003). Perkembangan teori permainan

terus berlanjut dari waktu ke waktu, Kilgour, D.M (1987,1994,1995,2001,2003), Hagihara (2004), Zeng dkk. (2005), mengembangkan teori permainan ke dalam bentuk graph model dengan berbagai studi kasus untuk Sensarma dkk. (2005), Okada dkk. (2006), Obeidi (2006, 2009), Ke (2007), menghasilkan resolusi konflik. Bradenburger dan Nalebuff (1995) mempopulerkan istilah ko-opetisi (co-opetition) dan mengembangkan pola pikir baru dalam bentuk teori permainan sebagai alat untuk memadukan persaingan dan kerjasama yang merupakan makna dari ko-opetisi. Wirjodirdjo (2007) mengembangkan model teori permainan dengan programa linier dalam menganalisis pasar oligopoli studi kasus industri mobil di Indonesia. Howard (1996) meneliti teori permainan dengan hasil negosiasi sebagai drama dan menyempurnakannya menjadi drama theory. Melanjutkan Howard, Putro dkk. (2009) mengembangkan teori permainan dengan drama theory dan Agent-based Modeling untuk melihat dinamika emosi agen terhadap dilema-dilema yang muncul sehingga bisa dianalisis sekaligus memperlihatkan interaksi yang berlangsung diantara agen pada kasus bencana alam banjir Citarum. Dan di tahun yang sama, Putro dkk. (2009), mengembangkan teori permainan dengan

Agent-based Modeling dalam dunia pendidikan yaitu mengenai pertimbangan agen dalam

memilih SMU di kota Bandung. Selanjutnya, Handayati dan Togar (2009) menggabungkan

drama theory sebagai cabang dari teori permainan ke dalam konsep rantai pasok untuk melihat

efek cambuk sapi (bullwhip effect) sekaligus melihat interaksi antara peritel dan pemasok. Alamanda, Pri, Utomo dan Dhanan (2010) menggabungkan GMCR, koopetisi dan Simple Multi

Attribute Ranking Technique (SMART) dan diaplikasikan modelnya ke dalam studi kasus

konflik Trans Metro Bandung.

Dengan menggunakan GMCR, opsi-opsi dari pihak-pihak yang berkonflik disusun secara sistematis, kemudian dianalisis preferensinya untuk menghasilkan analisa stabilitas yaitu kondisi yang menggambarkan keseimbangan antara pihak-pihak yang berkonflik. Tahap pemodelan konflik GMCR dijelaskan menggunakan diagram alir pada Gambar 1.

(4)

Informasi untuk Pengambil Keputusan Interpretasi dan analisis sensitifitas Kesetimbangan Stabilitas Individu Preferensi Keadaan Tindakan Pengambil Keputusan Konflik di Dunia Nyata

Pemodelan

Analisis

Gambar 1. Prosedur untuk mengaplikasikan GMCR (diambil dari Fang dkk., 1993) Asumsi-Asumsi GMCR:

• Pertama, GMCR secara umum mengasumsikan bahwa pengambil keputusan (player) jumlahnya lebih dari satu dimana masing-masing mempunyai opsi.

• Jumlah opsi menentukan banyaknya state yang mungkin muncul, dimana jika jumlah opsi dari seluruh player adalah 7 (n=7), maka jumlah state yang mungkin sebanyak 27. Tidak semua state harus digunakan, karena pada praktiknya mungkin saja banyak state yang tidak feasible baik secara kondisi di lapangan maupun secara logika.

• Player telah menentukan preferensinya terhadap state yang feasible, player dianggap tidak akan berpindah ke state yang lebih buruk nilai payoff nya dan kondisi demikian dianggap kondisi stabil Nash Equilibrium.

• Seorang player yang mengikuti stabilitas sekuensial akan mengambil pertimbangan tidak hanya langkah yang mungkin untuk dirinya tapi juga mempertimbangkan unilateral

(5)

2.3 Stabilitas Nash dan Sekuensial

Stabilitas Nash terjadi untuk state i ∈ N adalah Nash stabil untuk player i, dilambangkan dengan jika dan hanya jika (IFF) . Di bawah konsep solusi Nash, player yang akan pindah ke state yang lebih disukai bila mungkin, tanpa mempertimbangkan kemungkinan perlawanan (countermoves) dari lawan. Oleh karena itu, state s Nash stabil untuk player i IFF i tidak ada unilateral improvement dari s.

Sedangkan stabilitas sekuensial (SEQ) terjadi untuk i N , state s  merupakan sekuensial S stabil untuk player i, dilambangkan dengan s SSEQ , IFF t Ri (s)

terdapat

. Sebuah state merupakan stabilitas sekuensial untuk player i IFF setiap

unilateral improvement dari s, hukumannya kredible dari pemberi hukuman, player j. Hukuman

kredible merupakan hukuman bahwa secara langsung keuntungan berada di pihak lawan, yang merupakan unilateral improvement dari lawan.

III. Metodologi Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan melihat fenomena konflik yang terjadi dalam dunia nyata, dalam penelitian ini dipilih konflik manajemen perkotaan khususnya permasalahan PKL kota Bandung. Situasi konflik akan dianalisis kestabilannya dengan menggunakan GMCR. Analisis GMCR bisa menghasilkan kondisi ekuilibrium (E) yang jumlahnya bisa lebih dari 1.

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan survei, wawancara dan kajian pustaka. Survei dilakukan di kawasan 7 titik kota Bandung, pasar kaget Ganesha ITB, pasar kaget Pusdai, pasar kaget Gasibu, PKL malam Burangrang, PKL malam Dago, dan PKL malam Taman Sari. Wawancara dilakukan kepada 30 PKL, wakil pemerintah kota Bandung, anggota satpol PP,dan 6 preman kawasan 7 titik yang dilakukan selama 6 bulan (Januari 2011-Juli 2011).

Dibawah ini merupakan daftar player dan opsi yang diajukan:

Pemerintah Kota Bandung (PK, mewakili badan yang mempunyai otoritas wilayah untuk perdagangan Kota Bandung.

• Memberantas preman liar, saat ini PEMKOT sering menggunakan jasa preman untuk pengambilan retribusi terhadap PKL namun tanpa kontrol yang baik, sehingga wewenang ini sering disalahgunakan oleh preman-preman liar yang tidak bertanggung jawab memungut retribusi illegal dari para PKL

• Memungut retribusi dari PKL liar, PEMKOT seharusnya sudah menyeleksi mana PKL yang wajib membayar retribusi mana PKL yang tidak wajib retribusi dan PKL yang langsung dikenakan penertiban karena statusnya liar

(6)

Preman (P, mewakili yang secara tidak resmi mempunyai kekuasaan pada suatu wilayah perdagangan Kota Bandung)

• Menyetor seluruh pendapatan ke PEMKOT, para PKL kerap bentrok dengan satpol PP dengan alasan bahwa para PKL tidak membayar retribusi kepada petugas retribusi (preman), PKL tidak menerima penggusuran karena merasa sudah membayar retribusi. Isu yang beredar adalah para preman tidak menyetorkan seluruh retribusi kepada pemerintah dan para PKL tidak bisa membedakan mana preman penarik retribusi dari PEMKOT dan preman liar.

PKL (PKL, pihak yang melakukan kegiatan perdagangan sektor informal)

• Pindah, ada kalanya setelah menjalankan K3, kebijakan pemerintah yang berubah-ubah membuat keberadaan PKL sering terancam pengusiran meskipun telah membayar retribusi, PKL yang sadar dengan ancaman ini biasanya akan memilih langkah aman dengan pindah ke daerah khusus PKL daripada mendapat pengusiran tiba-tiba

• Protes (demo lisan), PKL melakukan protes terhadap pemerintah karena kedatangan satpol PP yang mengganggu aktivitas perdagangan mereka dan lebih jauhnya lahan mereka di tutup paksa.

• Protes (lawan), Opsi ini muncul ketika Satpol PP datang menggusur lapak PKL

Dalam GMCR, terdapat beberapa istilah yang mempunyai definisi khusus, berikut merupakan daftar istilahnya:

• Daftar pemain

Dalam GMCR ini terdapat tiga player, (1) Pemerintah Kota Bandung (PK) (2) Preman (P) (3) dan Pedagang Kaki Lima (PKL)

• Opsi

Opsi merupakan kebebasan untuk memilih dari sejumlah alternatif pilihan. Opsi yang dipilih dalam GMCR ini berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan sumber data sekunder dari media massa dan media internet.

• Feasible State

Merupakan skenario terpilih dari sejumlah skenario yang mungkin terjadi. Jumlah skenario yang dihasilkan dirumuskan dengan 2n, dimana 2 adalah kemungkinan “Yes” (Y) dan “No”

(N) dan n diisi sejumlah opsi yang tersedia. Setelah skenario disusun, kemudian dipilih oleh peneliti hanya yang mungkin terjadi berdasarkan hasil observasi, sumber data sekunder dan wawancara. Dengan demikian total skenario yang didapat adalah 64, namun hanya 8 skenario yang dianggap feasible oleh peneliti.

(7)

• Preferensi

Preferensi merupakan kecenderungan pemain. Dalam penulisan, semakin ke kiri, artinya semakin tinggi preferensi tersebut bagi pemain.

• Stabilitas

Analisis untuk melihat kemungkinan skenario-skenario mana saja yang ekuilibrium bagi semua pemain.

• Pengembalian (payoff)

Payoff adalah angka yang dikaitkan dengan segala kemungkinan hasil.

• Ekuilibrium (E)

Artinya bahwa setiap pemain menggunakan strategi yang sangat bagus menanggapi strategi pemain lainnya. Posisi diberi tanda E jika posisi tersebut terbukti stabil bagi semua pemain. • Stabilitas Nash (r)

Stabilitas Nash terjadi jika pemain tidak mempunyai insetif untuk berpindah posisi, karena posisi lain yang mungkin tidak lebih baik dari posisinya sekarang.

• Unstable (u)

Unstable (u) merupakan kondisi dimana pemain mempunyai insentif untuk berpindah ke

posisi, dimana posisi baru mempunyai payoff yang lebih tinggi dengan posisinya sekarang. Batasan Model:

Seperti halnya model lainnya, GMCR pun mempunyai batasan yaitu pertama dalam penentuan

feasible skenario yang bergantung dari wawasan peneliti. Batasan kedua, dalam GMCR pemain

dianggap berpikir rasional dalam melakukan tindakan. Batasan ketiga, penentuan payoff yang lebih baik di dasarkan pada preferensi player, tidak menggunakan nilai agregat.

(8)

IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Tabel 1. Daftar Player, Opsi dan Feasible State

Players dan Opsi States

PK

Memberantas preman liar N Y N N N Y N N

Memungut retribusi dari PKL liar Y N Y Y Y Y Y Y

P

Menyetor seluruh pendapatan ke PEMKOT N Y N N N Y N Y

PKL

Pindah N N N Y N N N N

Demo Y N Y N N Y N Y

Lawan Y N N N Y Y N Y

Label 1 2 3 4 5 6 7 8

State yang mungkin terjadi dalam konflik PKL Bandung digambarkan dalam Tabel1. Opsi

terdiri dari Yes dan No, misalnya pada PK di state 1 opsi memberantas preman liar ‘N’ artinya PEMKOT memilih tidak memberantas preman liar.

State 1 dalam Tabel 1. Menggambarkan existing condition dimana PK tidak memberantas

preman liar, memungut retribusi dari PKL liar, preman tidak menyetor seluruh pendapatan ke PEMKOT dengan alasan sebagian retribusi diambil preman liar, PKL tidak mau pindah ke tempat relokasi yang disediakan dengan alasan sepi pengunjung, PKL kerap melakukan demo karena terancam pengusiran padahal mereka sudah membayar retribusi, dan PKL melakukan perlawanan terhadap satpol PP ketika petugas pemerintah tersebut menjalankan tugasnya menertibkan PKL liar. PEMKOT tidak akan memberantas preman liar jika memang tidak ada demo dan PKL tidak pindah.

(9)

Dari informasi lapangan, didapat preferensi dari masing-masing player yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Preferensi Player dan Analisis Stabilitas Pemerintah Kota E E E Stability r u r r r r r r State Ranking 8 6 4 7 3 5 1 2 Uis 8 Preman E E E Stability r r r r r r r r State Ranking 7 3 5 1 4 6 2 8 Uis PKL E E E Stability r r r u u r u u State Ranking 2 6 7 3 5 8 1 4 Uis 7 7 7 7 3 3 3 5 5 1

Tabel 2 menjelaskan bahwa urutan state dari kiri ke kanan adalah state yang paling disukai ke

state yang paling tidak disukai. Sebagai contoh urutan state PEMKOT adalah 8 >

6>4>7>3>5>1>2 artinya state yang paling disukai PEMKOT adalah state 8 dimana tidak memberantas preman liar karena ada lembaga lain yang lebih berkewajiban (polisi), tetap memungut retribusi dari PKL liar, preman menyetorkan seluruh hasil retribusi kepada PEMKOT, PKL tidak pindah, PKL boleh berdemo dan melakukan perlawanan. Di state ini bisa dilihat bahwa bukan state terbaik yang diinginkan PEMKOT tapi yang terbaik dari pilihan state yang

feasible.

Kemudian di tabel 2 dianalisis stabilitas, ternyata dari 2 stabilitas yang diajukan hanya satu yang muncul yaitu Nash Stability (r ) sisanya unstable (u). Unilateral Improvement (UI) didapatkan jika terdapat pilihan state yang sama dengan state yang sedang dianalisis. Misalnya, pada state 6

(10)

di PK adalah unstable, hal tersebut karena PK bisa berpindah dari state 6 ke 8 karena pada state 6, P (Y), PKL (N,Y,Y), state serupa ada di state 8. Payoff state 8 lebih besar daripada state 6, dengan demikian PK bisa pindah dari state 6 ke 8. 7 dari 8 state yang feasible PK adalah stabil secara Nash, sedangkan untuk preman seluruh state stabil secara Nash. Berbeda dengan PKL, hanya state 2, 6 dan 8 yang stabil secara Nash.

Setelah menganalisis kestabilan dipilih state yang Equilibrium (E ) dengan dasar pertimbangan

state tersebut stabil di untuk semua player. Didapat 3 equlibrium yaitu di state 2, 8 dan 7.Untuk

melihat apakah mungkin terjadi perpindahan state, hingga ke posisi bersama bagi seluruh player, bisa dilihat dengan menggunakan sensitivity analysis (analisis sensitivitas) dalam Tabel 3.

Analisis sensitivitas adalah analisis untuk mengetahui apa yang akan dialami pengambil keputusan jika bergerak dari sebuah state (biasanya dari state status quo) ke state lain. Dalam beberapa aplikasi seseorang mungkin menggunakan analisis-analisis sensitivitas untuk memutuskan bagaimana preferensi pengambil keputusan harus berubah guna menghasilkan

equilibria yang lebih diinginkan bagi pengambil keputusan lain (Fang dkk., 1993).

Tabel 3. Analisis Sensitivitas PKL Bandung 1

Player dan Opsi PEMKOT Preman PKL

PEMKOT

Memberantas preman liar Y =====> N Y N Y =====> N

Memungut retribusi dari

PKL liar N Y N Y N Y

Preman

Menyetor seluruh pendapatan

ke PEMKOT Y N Y N Y N =====> =====> PKL Pindah N N N N N N Demo N N N N N N Lawan N N N N N N Label 2 UI 7 2 UI 7 2 UdisI 7

Dari Tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa kondisi ekuilibrum 2 bisa berpindah ke kondisi ekuilibrium 7 untuk PK dan P tetapi tidak untuk PKL. Namun, kondisi ekuilibrium 8 bisa berpindah bersama-sama ke ekuilibrium state 7 untuk PKL dan P seperti yang digambarkan pada Tabel 4.

(11)

Tabel 4. Analisis Sensitivitas PKL Bandung 2

Player dan Opsi PEMKOT Preman PKL

PEMKOT

Memberantas preman liar N =====> N N N N =====> N

Memungut retribusi dari

PKL liar Y Y Y Y Y Y

Preman

Menyetor seluruh pendapatan

ke PEMKOT Y N Y N Y N =====> =====> PKL Pindah N N N N N N Demo Y N Y N Y N Lawan Y N Y N Y N Label 8 UdisI 7 8 UI 7 8 UI 7

Meskipun terdapat perbedaan perpindahan PK, P, dan PKL bisa dilihat bahwa dari status quo

state 1 saat ini, semua player bisa melakukan perpindahan bersama ke state 7. Seperti terlihat

pada Tabel 5. Dapat terlihat bahwa kondisi win-win ada di state 7, dimana PEMKOT tidak perlu memberantas preman liar, PEMKOT juga bisa memungut retribusi dari PKL liar, preman tidak menyetorkan seluruh pendapatan ke PEMKOT selalu PKL tidak diusir dan masih bisa berjualan, PKL pun diharapkan tidak melakukan demo apalagi berontak terhadap pemerintah.

Tabel 5. Analisis Sensitivitas PKL Bandung 3

Player dan Opsi PEMKOT Preman PKL

PEMKOT

Memberantas preman liar N =====> N N N N =====> N

Memungut retribusi dari

PKL liar Y Y Y Y Y Y

Preman

Menyetor seluruh pendapatan

(12)

=====> =====> PKL Pindah N N N N N N Demo Y N Y N Y N Lawan Y N Y N Y N N Label 1 UI 7 1 UI 7 1 UI 7

V. Kesimpulan dan Saran

Konflik PKL kota Bandung terjadi karena tidak terdapat satu kondisi bersama antara PEMKOT, preman sebagai front liner retribusi dan PKL. Keberadaan PKL Bandung yang menjadi daya tarik wisata kota Bandung memang penting, namun tumpang tindih kebijakan membuat keberadaannya selalu dipermasalahkan banyak pihak. Dari hasil analisis GMCR didapatkan bahwa kondisi terbaik yang stabil dan mampu diterima oleh semua pihak yang berkonflik adalah state 7 dimana PEMKOT tidak perlu memberantas preman liar, PEMKOT juga bisa memungut retribusi dari PKL liar, preman tidak menyetorkan seluruh pendapatan ke PEMKOT selalu PKL tidak diusir dan masih bisa berjualan, PKL pun diharapkan tidak melakukan demo apalagi berontak terhadap pemerintah.

Saran bagi PEMKOT Bandung sebagai regulator adalah mengajak semua pihak untuk mengikuti frame baru yaitu cara berpikir state 7 agar konflik bisa diredam. State 7 dipilih karena merupakan state yang menghasilkan good solution (win-win) bukan the best solution bagi semua pihak.

Untuk penelitian selanjutnya, peneliti bermaksud untuk memasukan nilai agregat sebagai dasar pemilihan ranking dengan menggunakan SMART (Simple Multiple Attributed Rating

Technique). Dari segi validitas, metode triangulasi sangat penting dilakukan untuk

memperkuat argumentasi state yang stabil. Pengembangan lebih lanjut juga bisa mempertimbangkan bahwa player mampu berfikir irrasional dengan menggunakan tools yang tepat seperti menggunakan confrontation manager.

Daftar Pustaka

Alamanda, Utomo, Pri dan Dhanan (2010). “Model Grafik dengan Rating Multi Atribut (GMMR) dalam Resolusi Konflik Trans Metro Bandung.” Jurnal Manajemen

Teknologi, Volume 9 No 2. Page 212-215, 2010

Brandenburger, A.M. dan Barry, N. (1997). “Coopetition”, Harper Collins Business,

Hammersmith, London, UK

Detikcom, 2005. PKL dan Pasar Tumpah Kosambi Akan Ditertibkan.

http://m.detik.com/read/2005/11/12/180854/477991/131/pkl-dan-pasar-tumpah-kosambi-akan-ditertibkan. [1 Oktober 2011]

(13)

Fang, L; Keith, W. H; Marc, K. (1993). “Interactive Decision Making – The Graph Model for Conflict Resolution”, Wiley, New York.

Gandapurnama (2011). Pemkot Pilih PKL Gasibu Ditata Di Sepanjang Jalan Diponegoro.

Detikbandung [online]

http://us.bandung.detik.com/comment/2011/01/17/183738/1548667/486/tv/bacakomenta r.html. [1 Oktober 2011]

Hagihara,Y., Sakamoto, M. (2004). “Conflict Management on Utilization of the Gages Water Resources Between Bangladesh and India.”, Annual of Disas. Prev.Inst.,Kyoto univ, No. 47 B, Japan

Handayati, Y., Togar, S., Sidharan, R. (2009). “Retailer and Supplier Collaboration: An Application of Drama Theory.”, International Conference on Technology and

Operations Management (ICTOM), 2.

Howard, N. (1996). “Negotiation as Drama: How “Games” Become Dramatic.”,

International Negotiation Journal, 1:125-152,1996

Ibin, Dede (2011). Ratusan Lapak PKL Dibongkar Paksa Satpol PP. stv [ Online]

http://www.stv.co.id/index.php?mod=content&act=read&id=100&cat=berita&title=ratu san-lapak-pkl-dibongkar-paksa-satpol-pp. [1 Oktober 2011]

Kilgour, D. Marc , Keith W. Hipel , and Liping Fang (1987). “The Graph Model for Conflicts,” Automatica 23, 1, 41-55.

Kilgour, M., Keith W. H., Liping, F. (1994). “Negotiation Support Using the Graph Model for Conflict Resolution.”, Group Decision and Negotiation, 3, 1:29-46,1994

Kilgour, M., Liping, F., Keith W. H. (1995). GMCR in Negotiations, Negotiation Journal 11, 2:151-156,1995

Kilgour, M., Keith W. H., Xiaoyong, J.P., Liping, F. (2001). Coalition Analysis in Group Decision Support, Group Decision and Negotiation, 10:159-175, 2001

Kilgour, M. (2003). “The Graph Model for Conflict Resolution as a Tool for Negotiators”,

Wilfrid Laurier University, Canada

Krisdinar (2008). Pedagang Kaki Lima Kota Bandung Mau Kemana? [Online]

http://bandungvariety.wordpress.com/2008/03/14/ [1 Oktober 2011]

Metronews, (2006). Memasuki Puasa, Penertiban PKL Bandung Digiatkan. [Online]

www.metrotvnews.com/.../2006/.../-Memasuki-Puasa-Penertiban-PK... [1 Oktober 2011] Obeidi, A. (2006). Emotion, Perception and Strategy in Conflict Analysis and Resolution,

Tesis Program Magister University of Waterloo, Ontario: Kanada.

(14)

Okada, N., Liping, F., Keith, W.H. (2006). Perspectives in Participatory Infrastructure Management, Journal Doboku Gakkai Ronbunshuu D, 62 No. 3:417-429, 2006

Pace, W dan Faules, F,. (1994). Organizational Communication. Allyn and Bacon.

Putro, U.S., Pri, H., Manahan, S., Santi, N., Danan, S.U. (2009). Agent-Based Model of Emotional Interaction during Negotiation Process among Agents in Citarum River Basin Conflict, A paper, Bandung

Ramchurn, S. D., N. R. Jennings, and C. Sierra (2003). Persuasive negotiation for autonomous agents: a rhetorical approach. In C. Reed, F. Grasso, and G. Carenini (Eds.),

Proceedings of the IJCAI Workshop on Computational Models of Natural Argument, pp.

9{17. AAAI Press.

Sensarma, S. R., Norio, O. (2005). Modeling-Actor Decision Process in Conflict Situation: A Case of Community Disaster Risk Mitigation in Ichinose Community, Tottori Prefecture, Japan, Annual of Disas. Prev. Res. Inst, Kyoto Univ., No. 48 B,2005

Sensarma, S. R., Norio, O. (2005). Conflict over Natural Resource Exploitation in a Mountainous Community: The Trade Off Between Economic Development and Disaster Risk Mitigation – A Case Study, Journal of Natural Disaster Science, 27, No. 29:5-100, 2005

Siswandi (2009). PKL Ancam Rusak Kios. Tempointeraktif [Online].

ramadan.tempointeraktif.com/.../2009/.../brk,20090427-172988,id.ht. [1 Oktober 2011] Utomo, D.S., Utomo, S.P., Pri, H. (2009). Agent-Based Simulation of School Choice in

Bandung, Indonesia: The Emergence of Enrollment Pattern Through Individual Preferences, The Asian Journal of Technology Management, 2, No. 1, Juni, 2010

Wirjodirdjo, B. (2007): Pendekatan Teori Permainan dalam Analisa Persaingan Oligopoli pada Industri Automotif: Studi Kasus Persaingan Pasar Mobil Jenis Multi Purpose Vehicle di Indonesia, Jurnal Eksekutif, 4, Nomor 2, Agustus, 2007

Gambar

Gambar 1. Prosedur untuk mengaplikasikan GMCR (diambil dari Fang dkk., 1993)  Asumsi-Asumsi GMCR:
Tabel 1. Daftar Player, Opsi dan Feasible State
Tabel 2. Preferensi Player dan Analisis Stabilitas  Pemerintah Kota     E  E    E  Stability  r  u  r  r  r  r  r  r  State Ranking  8  6  4  7  3  5  1  2  Uis  8  Preman     E  E  E  Stability  r  r  r  r  r  r  r  r  State Ranking  7  3  5  1  4  6  2
Tabel 3. Analisis Sensitivitas PKL Bandung 1
+2

Referensi

Dokumen terkait

Masyarakat desa mulyoharjo tegal salah satunya sudah mulai membuka usaha dalam bentuk sebuah pabrik yang memproduksi makanan ringan berupa nuget, stik, bakso

Sardiman A.M, Interaksi Motivasi Belajar Mengajar.. ekonomi, kesenian, dan lainnya. Demikian itu timbul karena masyarakat memandang bahwa guru mempunyai pengalaman

Semakin banyaknya festival musik metal di Kota Bandung, mendorong meningkatnya kebutuhan akan fasilitas pertunjukan para musisi metal tersebut, sedangkan dalam

Analisa finansial ini dilakukan dengan menganalisa parameter investasi, kemudian menghitung pengeluaran dan penerimaan yang selanjutnya dapat dibuat cash flow

Dengan demikian anak luar kawin dalam arti sempit adalah anak yang dilahirkan dari hasil hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang

[r]

dan siswa, catatan lapangan, hasil wawancara, dan Lembar Kerja Siswa (LKS). 1) Data Hasil Observasi Guru Dan Siswa dan Catatan Lapangan.. Data ini didapatkan dari lembar observasi

primer dan abnormalitas sekunder pada semen segar, semen cair dan semen beku.Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi viabilitas spermatozoa Sapi Bali selama