• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahasa Baku Dan Bahasa Tidak Bakuy Pda Kehidupan Sehari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bahasa Baku Dan Bahasa Tidak Bakuy Pda Kehidupan Sehari"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAHASA BAKU DAN BAHASA TIDAK

BAHASA BAKU DAN BAHASA TIDAK BAKUY PDA KEHIDUPAN SEHARI-HARIBAKUY PDA KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Perubahan kata baku dalam kehidupan sehari-hari. Perubahan kata baku dalam kehidupan sehari-hari. K 

K ata baku adalah kata yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang telahata baku adalah kata yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang telah ditentukan. Konteks penggunaannya

ditentukan. Konteks penggunaannya adalah dalam kalimat resmi, baik lisan maupun adalah dalam kalimat resmi, baik lisan maupun tertulistertulis dengan pengungkapan gagasan secara tepat. Tapi dalam prakteknya di kehidupan sehari hari dengan pengungkapan gagasan secara tepat. Tapi dalam prakteknya di kehidupan sehari hari sering terjadi penyimpangan dari aturan yang baku

sering terjadi penyimpangan dari aturan yang baku tersebut. Kata-kata yang menyimpang disebuttersebut. Kata-kata yang menyimpang disebut kata tidak baku. Hal ini terjadi salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan. Biasanya kata kata tidak baku. Hal ini terjadi salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan. Biasanya kata tidak baku akan muncul dalam kehidupan sehari-hari saat kita berdialog dengan orang lain. tidak baku akan muncul dalam kehidupan sehari-hari saat kita berdialog dengan orang lain. Sehingga penggunaan kata tidak baku menjadi melekat dalam kehidupan sehari hari.

Sehingga penggunaan kata tidak baku menjadi melekat dalam kehidupan sehari hari.  bahasa baku merupakan suatu ragam bahasa yang dijadikan acuan pokok dalam  bahasa baku merupakan suatu ragam bahasa yang dijadikan acuan pokok dalam

 berbahasa.bahasa baku biasanya lazim digunakan untuk sebuah dialog yang resmi. Bahasa baku  berbahasa.bahasa baku biasanya lazim digunakan untuk sebuah dialog yang resmi. Bahasa baku  juga biasanya harus menggunakan ejaan yang disempurnakan atau EYD.seperti penulisan tanda  juga biasanya harus menggunakan ejaan yang disempurnakan atau EYD.seperti penulisan tanda  baca, dll.

 baca, dll.

Berikut contoh penggunaan kata baku yang berubah menjadi kata tidak baku dalam kehidupan Berikut contoh penggunaan kata baku yang berubah menjadi kata tidak baku dalam kehidupan kita

kita a.

a. cantik cantik sekali sekali menjadi menjadi cantik cantik bangetbanget   b.

  b. lurus lurus saja saja menjadi menjadi lempeng lempeng sajasaja c.

c. masih masih kacau kacau menjadi menjadi masih masih sembrautsembraut d.

d. melipatgandakan melipatgandakan menjadi menjadi melipat melipat gandakangandakan e.

e. pergi pergi ke ke pasar pasar menjadi menjadi pergi pergi kepasar kepasar  f.

f. sistem sistem menjadi menjadi sistimsistim g.

g. atap atap menjadi menjadi atepatep h.

h. menggunakan menggunakan menjadi menjadi menggakenmenggaken i.

(2)

makalah pembakuan bahasa indonesia BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sebagai bahasa yang hidup, bahasa Indonesia telah dan akan terus mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan masyarakat pemakainya. Luasnya wilayah pemakaian bahasa Indonesia dan keanekaragaman penuturnya serta cepatnya perkembangan masyarakat telah mendorong  berkembangnya berbagai ragam bahasa Indonesia dewasa ini. Kenyataan bahwa bahasa

Indonesia digunakan oleh kelompok-kelompok masyarakat penutur yang berbeda latar 

 belakangnya baik dari segi geografis maupun dari segi sosial menyebabkan munculnya berbagai ragam kedaerahan (ragam regional) dan sejumlah ragam sosial.

Bahasa merupakan salah satu alat untuk mengadakan interaksi terhadap manusia yang lain. Jadi  bahasa tersebut tidak dapat dipisahkan dengan manusia. Dengan adanya bahasa kita kita dapat  berhubungan dengan masyarakat lain yang akhirnya melahirkan komunikasi dalam masyarakat.

Bahasa Indonesia mempunyai sebuah aturan yang baku dalam pengguanaanya, namun dalam  prakteknya sering terjadi penyimpangan dari aturan yang baku tersebut. Kata-kata yang

menyimpang disebut kata non baku. Hal ini terjadi salah satu penyebabnya adalah faktor  lingkungan. Faktor ini mengakibabkan daerah yang satu berdialek berbeda dengan dialek  didaerah yang lain, walaupun bahasa yang digunakannya terhadap bahasa Indonesia. Saat kita mempergunakan bahasa Indonesia perlu diperhatikan situasi dan kondisinya. kapan kita

memakai ragam bahasa baku dan kapan kita memakai bahasa yang komunikatif. Ragam bahasa  baku dipakai apabila pada situasi resmi, ilmiah. Tetapi ragam bahasa non baku dipakai pada

situasi santai dengan keluarga, teman, dan di pasar, tulisan pribadi, buku harian. Oleh karena itu  penting untuk diperhatikan penggunaan ragam bahasa baku dan bukan baku dalam kehidupan

sehari-hari.

Bahasa Indonesia baku adalah bahasa Indonesia yang digunakan dalam situasi formal atau resmi, secara tertulis misalnya surat-menyurat dalam kedinasan, lamaran pekerjaan, undang-undang , dan sebagainya, sedangkan secara lisan seperti pidato kenegaraan, khotbah, dan sebagainya. Anjuran pemerintah untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar harus kita lakukan dengan sungguh-sungguh, sebab kelangsungan hidup bahasa Indonesia ada di tangan kita.

1.2 Rumusan Masalah

a. Sepenting apakah pembakuan dalam tatanan bahasa Indonesia?  b. Apa itu bahasa baku?

c. Acuan manakah yang akan dipilih oleh masyarakat dalama berbahasa? d. Bagaimana cara mengaplikasian bahsa baku dalam kehidupan sehari-hari? 1.3 Tujuan

a. Menjelaskan pentingnya pembakuan dalam tatanan bahasa Indonesia.  b. Menjelaskan definisi bahasa baku.

c. Menjelaskan posisi bahasa baku di masyarakat.

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

Pembakuan disebut juga standardisasi. Menurut J.S. Badudu”… yang dimaksud pembakuan atau standardisasi sebenarnya adalah penetapan aturan-aturan atau norma-norma bahasa. Berdasarkan  bahasa yang dipakai oleh masyarakat, ditetapkan pola-pola mana yang berlaku pada bahasa itu.

Pola yang dipilih itulah yang dijadikan acuan. Bila kita akan membentuk kata atau menyusun kalimat, maka bentukan itu haruslah mengacu pada pola bahasa yang sudah ditetapkan itu. Standardisasi bahasa dapat dilakukan terhadap tulisan, ejaan, ucapan, perbendaharaan kata,  pembentukan istilah, dan penyusunan tata bahasa. Standardisasi dapat dilakukan secara spontan,

seperti penetapan bahasa Melayu Riau sebagai standar bahasa Melayu yang dipakai oleh sekolah-sekolah sebelum Perang Dunia ke-2; dapat juga secara terencana, seperti penyusunan suatu sistem ejaan, misalnya ejaan Suwandi, Van Ophyusen, dan penerapan istilah-istilah ilmu  pengetahuan oleh Komisi Istilah”. Pembakuan atau penstandaran bahasa adalah pemilihan acuan

yang dianggap paling wajar dan paling baik dalam pemakaian bahasa.Masalah kewajaran terkait dengan berbagai aspek. Dalam berbahasa, misalnya, aspek ini meliputi situasi, tempat, mitra  bicara, alat, status penuturnya, waktu, dan lain-lain. Aspek-aspek tersebut disebut juga dengan

istilah konteks.

Konteks itulah yang menuntut adanya variasi bahasa. Dalam pemakaiannya, variasi bahasa  berhubungan dengan masalah fungsi bahasa sebagai alat komunikasi sosial. Berdasarkan

fungsinya itu,maka bahasa tidak menunjukkan adanya satu acuan yang dipergunakan untuk   berkomunikasi dalam segala fungsinya. Setiap acuan cenderung dipergunakan sesuai konteks

yang mempengaruhinya.

Karena adanya berbagai acuan itu, maka masalah utama standardisasi bahasa adalah acuan

manakah yang harus dipilih di antara berbagai acuan yang ada dalam berbagai variasi pemakaian sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, yang akan ditetapkan sebagai acuan

standar. Ada beberapa hal yang perlu dipedomani untuk penetapan bahasa baku atau standar. Pedoman itu meliputi hal sebagai berikut :

1. dasar keserasian; bahasa yang digunakan dalam komunikasi resmi,baik tulis maupun lisan. 2. dasar keilmuan; bahasa yang digunakan dalam tulisan-tulisan ilmiah.

3. dasar kesastraan; bahasa yang digunakan dalam berbagai karya sastra. 2.1. Bahasa Baku

Bahasa baku atau bahasa standar adalah bahasa yang memiliki nilai komunikatif yang tinggi, yang digunakan dalam kepentingan nasional, dalam situasi resmi atau dalam lingkungan resmi dan pergaulan sopan yang terikat oleh tulisan baku, ejaan baku, serta lafal baku (Junus dan Arifin Banasuru, 1996:62). Bahasa baku tersebut merupakan ragam bahasa yang terdapat pada bahasa  bersangkutan. Ragam baku itu merupakan ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian  besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan diakui oleh sebagian kerangka

rujukan norma bahasa dalam penggunaannya.

Untuk menentukan apakah sebuah ragam bahasa itu baku atau tidak, maka ada tiga hal yang dijadikan patokan. Ketiga hal tersebut adalah kemantapan dan kedinamisan, kecendikian dan

(4)

kerasionalan, serta keseragaman. a. Kemantapan dan Kedinamisan

Mantap artinya sesuai atau taat dengan kaidah bahasa. Kata rasa, misalnya kalau dibubuhi imbuhan pe- maka terbentuklah kata jadian perasa. Begitu juga kata raba. Kata tersebut bila dibubuhi imbuhan pe- maka akan terbentuk kata jadian peraba. Kata rajin juga demikian. Kalau kita taat asas maka kita akan mengatakan pengaji bukan pengkaji untuk orang yang melakukan kajian (research). Dinamis artinya tidak statis alias tidak kaku. Bahasa baku tidak menghendaki  bentuk yang kaku, apalagi mati. Kata langganan mempunyai makna ganda, yaitu orang yang  berlangganan dan tokohnya disebut langganan dan orang yang berlangganan di tokoh itu disebut  pelanggan.

 b. Kecendikian atau Kerasionalan

Ragam baku bersifat cendikia karena ragam baku dipakai di tempat-tempat resmi dan oleh orang terpelajar. Selain itu, ragam baku dapat menjembatani antarpengguna, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam pemerosesan pesan. Dapat juga dikatakan ragam baku memberikan gambaran apa yang ada di dalam otak pembicara atau penulis, serta memberikan gambaran yang  jelas dalam otak pendengar atau pembaca.

Contoh kalimat yang tidak cendikia: 1) Dukun beranak di jalan.

2) Saya akan membeli buku sejarah baru.

3) Permasalahan itu telah disampaikan berulang kali.

Kontruksi dukun beranak dan buku sejarah baru pada kalimat (1) dan (2) di atas bermakna ganda. Makna pada kalimat (1) kemungkinan ada dua, yaitu dukun melahirkan di jalan dan dukun yang profesinya sebagai dukun beranak berada di jalan. Kalimat (2) juga memiliki kegandaan makna. Makna kalimat tersebut bisa saja buku yang baru dan bisa juga sejarahnya yang baru. Sedangkan kalimat (3) terdapat kekurangtepatan dalm menentukan pasangan kata yang cocok. Perbaikan kata yang kurang tepat itu adalah berulang-ulang atau berkali-kali. c. Penyeragaman

Pada hakikatnya pembakuan bahasa berarti penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan  bahasa artinya pencarian atau penentuan titik-titik keseragaman. Sebagai contoh, sebutan

 pelayanan kapal terbang dianjjurkan mengguanakan istilah pramugara untuk laki-laki dan  pramugari untuk perempuan. Andaikata ada orang yang menggunakan kata steward/stewardes

dan penyerapan itu seragam,maka kata-kata tersebut menjadi kata-kata baku. Akan tetapi, kenyataannya hingga saat ini kedua kata tersebut tidak kita gunakan dalam konteks

keindonesiaan.

2.2. Fungsi Bahasa Baku

Selain berfungsi sebagai bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa resmi, bahasa baku mempunyai fungsi lain. Gravin dan Mathint (Chaer : 252) menjelaskan bahwa bahasa baku  bersifat sosial politik, yaitu fungsi pemersatu, fungsi pemisah, fungsi harga diri, dan fungsi

kerangka acuan.

(5)

antaranya bersifat pelambang atau simbolik, sedangkan yang satu lagi bersifat objektif. Fungsi –  fungsi tersebut adalah :

(1) fungsi pemersatu,

(2) fungsi pemberi kekhasan,

(3) fungsi pembawa kewibawaan, dan (4) fungsi sebagai kerangka acuan.

Kridalaksana (1975) mencatat empat fungsi bahasa yang menuntut penggunaan ragam baku, yaitu

(1) komunikasi resmi, (2) wacana teknis,

(3) pembicaraan di depan umum, dan

(4) pembicaraan dengan orang yang dihormati.

Dari empat fungsi bahasa yang menuntut ragam baku itu, hanya dua yang terakhir yang langsung  berkaitan dengan komunikasi verbal secara lisan. Dengan kata lain, lafal baku perlu digunakan

dalam pembicaraan di depan umum, seperti kuliah, ceramah, khotbah, pidato, dsb. atau dalam  pembicaraan dengan orang yang dihormati seperti pembicaraan dengan atasan, dengan guru,

dengan orang yang baru dikenal dsb.

Di atas telah kita lihat bahwa ragam bahasa baku dianggap sebagai ragam bahasa yang baik yang cocok untuk keperluan komunikasi verbal yang penting, yang menjadi tolok untuk pemakaian  bahasa yang benar, dan yang bergengsi serta berwibawa. Dalam hubungan dengan fungsi sosial  bahasa baku itu, Moeliono (1975) mencatat empat fungsi pokok, yaitu

(1) fungsi pemersatu,

(2) fungsi penanda kepribadian, (3) fungsi penanda wibawa, dan (4) fungsi sebagai kerangka acuan.

Dengan demikian, lafal baku–sebagai perwujudan bahasa baku secara fonetis–mempunyai fungsi sosial sebagai :

(1) pemersatu,

(2) penanda kepribadian, (3) penanda wibawa, dan (4) sebagai kerangka acuan.

2.3. Keperluan pembakuan bahasa Indonesia

Melihat pembakuan bahasa dan keadaan bahasa Indonesia dewasa ini, pembakuan bahasa Indonesia sangat diperlukan. Pembakuan bahasa berarti pemilihan salah satu variasi yang diangkat untuk mendukung fungsi-fungsi tertentu, dan ditempatkan di atas variasi yang lain. Pembakuan bahasa tidak dimaksudkan untuk mematikan variasi-variasi bahasa bukan baku. Variasi-variasi bahasa bukan baku tetap hidup dan berkembang sesuai dengan fungsinya. 2.4. Dasar-dasar pembakuan bahasa Indonesia

Sehubungan dengan hal terebut di atas, M.F. Baradja mengemukakan lima dasar yang dapat dipertimbangkan untuk melakukan pembakuan bahasa Indonesia, yaitu

(6)

2) Bahasa penulis terkenal 3) Demokrasi

4) Logika

5) Bahasa orng-orang yang dianggap terkenal oleh masyarakat. 2.5. Pemilihan Ragam Baku

Moeliono (1972:2) mengatakan bahwa pada umumnya yang layak adalah ujaran dan tulisan yang dipakai oleh golongan masyarakat yang paling luas pengaruhnya dan paling besar 

kewibawaannya. Termasuk di dalamnya para pejabat negara, para guru, warga media massa, alim ulama, dan cendikiawan.

Penggunaan ragam baku

- Surat menyurat antarlembaga - Laporan keuangan - Karangan ilmiah - Lamaran pekerjaan - Surat keputusan - Perundangan - Nota dinas - Rapat dinas - Pidato resmi - Diskusi - Penyampaian pendidikan - Dan lain-lain.

2.6. Bahasa Indonesia Baku

Andaikata kita sudah memiliki salah satu ragam bahasa untuk dijadikan ragam baku,maka

 pembakuan itu harus dilakukan pada semua tataran, baik fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, maupun semantik. Secara resmi,berdasarkan Ejaan Yang Disempurnkan, fonem-fonem bahasa Indonesia sudah ditentukan, tetapi yang berhubungan dengan pelafalan belum pernah dilakukan  pembakuan. Menurut Konsensus, seseorang telah berbahasa Indonesia dengan lafal baku apabila

ia tidak menampakkan cirri-ciri bahasa daerah. Dengan pelafalan baku itu,seseorang tidak  diketahui secara linguistik darimana ia berasal. Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam  berbahasa Indonesia baku,ia tidak terpengaruh oleh bahasa-bahasa lain yang dikuasainya.

Dalam konteks lafal baku ini,sebagai contoh penggunaannya adalah lafal para penyiar TVRI dan RRI. Lafal mereka sudah dianggap memenuhi kriteria sebagai lafal baku. Di bawah ini disajikan contoh lafal baku dan lafal tidak baku.

Tulisan lafal baku lafal tidak baku Analisis analisis analisa

apotek apotek apotik  atlet atlet atlit

 bus bus bis

 besokn besok esok  dapat dapat dapet

(7)

enam enam anam

kalau kalau kalaw kalow,kalo

Dalam bidang ejaan,pembakuan telah lama dilakukan dan telah melalui proses yang panjang. Dimulai dengan ditetapkannya ejaan van Ophuijsen pada tahun 1901,dilanjutkan dengan ejaan Swandi atau Ejaan Republik pada tahun 1947,diteruskan dengan Ejaan Yang Disempurnakan. Bahkan EYD ini berlaku juga bagi bahasa Melayu Malaysia dan bahasa Melayu Brunei

Darussalam. Di bawah ini disajikan perubahan dalam EYD : Lama Yang Disempurnakan dj djalan j jalan

 j pajung y payung nj njonja ny nyonya sj sjarat sy syarat tj tjakap c cakap

Dalam bidang tata bahasa,pembakuan telah dilakukan,yakni dengan diterbitkannya buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia yang saat ini telah tiga edisi. Pembakuan bahasa Indonesia dalam  bidang kosa kata dan peristilahan juga telah lama dilakukan. Pembakuan tersebut dapat dilihat

dari (1)ejaannya, (2)lafalnya, (3)bentuknya, (4)sumber pengambilannya. Dalam bidang

 peristilahannya misalnya, bahasa Indonesia memiliki aturan sendiri. Dari segi sumbernya, istilah-istilah yang diambil dapat bersumber dari :

1) Kosakata Bahasa Indonesia

Kata bahasa Indonesia yang dapat dijadikan bahan istilah ialah kata umum,baik yang lazim

maupun tidak lazim. Kata-kata tersebut harus memenuhi salah satu syarat(boleh lebih)berikut ini. a) Kata dengan tepat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan atau sifat yang

dimaksudkan,seperti tunak (steady), telus(percolate), imak (simulate).

 b) Kata lebih singkat daripada kata yang lain yang berujukan sama, seperti gulma jika dibandingkan dengan tumbuhan pengganggu,suaka(politik) dibandingkan dengan  perlindungan(politik).

c) Kata yang tidak bernilai rasa(konotasi)buruk dan yang sedap didengar(eufonik), seperti  pramuria jika dibandingkan dengan hostes, tunakarya dbandingkan dengan penganggur.

Disamping itu, istilah dapat berupa kata umum yang diberi makna baru atau makna khusus dengan jalan menyempitkan atau meluaskan makna asalnya, misalnya:

Berumah dua,gaya, pejabat teras, tapak, garam, hari jatuh, peka. 2) Kosakata Bahasa Serumpun

Jika dalam bahasa Indonesia tidak ditemukan istilah yang dengan tepat dapat mengungkapkan konsep, proses, keadaan atau sifat yang dimaksudkan, maka istilah dicari dalam bahasa

serumpun, baik yang lazim maupun yang tidak lazim yang memenuhi syarat pada bagian 1)di atas.

Misalnya: istilah yang lazim:gambut(banjar), nyeri(sunda), timbel(jawa), istilah yang tidak lazim atau sudah kuno: gawai(jawa), luah(bali, bugis, minangkabau, sunda).

3) Kosakata Bahasa Asing

Jika baik dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa serumpun tidak ditemukan istilah yang tepat, maka bahasa asing dapat dijadikan sumber peristilahan Indonesia. Istilah baru dapat

(8)

dibentuk dengan jalan menerjemahkan, menyerap, menyerap sekaligus menerjemahkan istilah asing itu.

2.7. Ragam Baku Tulis Dan Baku Lisan

Dalam kehidupan berbahasa, kita sudah mengenal ragam lisan dan ragam tulis,ragam baku dan ragam tidak baku. Oleh sebab itu, muncul ragam baku tulis dan ragam baku lisan. Ragam baku tulis adalah ragam baku yang dipakai dengan resmi dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah lainnya. Pemerintah sekarang mendahulukan ragam baku tulis secara nasional. Usaha itu dilakukan dengan menerbitkan masalah ejaan bahasa Indonesia, yang tercantum dalam buku Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan,Pedoman Umum Pembentukan Istilah,dan pengadaan Kamus Besar Bahasa Indonesia(Arifin,1996:19-20).

Seiring dengan perubahan orientasi, dari budaya dengar-bicara menuju budaya baca-tulis, yang tak terelakkan di dalam era globalisasi seperti sekarang ini, maka Pusat Bahasa Depdiknas melakukan berbagai upaya. Upaya-upaya tersebut antara lain pada tahun 2003 Pusat Bahasa menerbitkan beberapa buku seri pedoman. Buku-buku tersebut adalah (1)Pdm 001 Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, (2)Pdm 002 Pedoman Umum

Pembentukan Istilah, (3)Pdm 003 Buku Praktis Bahasa Indonesia 1, (4)Pdm 004 Buku Praktis Bahasa Indonesia 2, dan (5) Pdm 005 Pengindonesiaan Kata dan Ungkapan Asing. Selain itu,  para ahli dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia dan Pusat Bahasa menyusun sebuah buku

rujukan utama, yakni Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Buku teraebut hingga saat ini telah  berada pada edisi ketiga. Untuk lebih jelas tentang ragam baku tulis yang digunakan dalam karya

ilmiah perhatikan kertas kerja Amrin Saragih,2004 dan Khairil Ansari,2003.

Disamping ragam baku tulis, ragam baku lisan juga dimasyarakatkan. Berbeda dengan ragam  baku tulis, ragam baku lisan penanganannya sangat sulit. Kesulitan itu muncul karena umumnya  para penutur bahasa Indonesia memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Implikasi dari

itu,kemungkinan besar pengaruh bahasa pertama,baik fonologi, morfologi, sintaksis maupun logat atau dialek akan terjadi bila ia bertutur dengan menggunakan bahasa Indonesia.

Seseorang dikatakan menggunakan ragam baku lisan apabila ia dapat meminimalkan atau

menghilangkan ragam daerah dalam tuturan. Ini berarti, bila ia berbicara maka orang lain tidak  dapat mengidentifikasi secara linguistik dari mana ia berasal.

1. Ciri-Ciri Lafal Baku Bahasa Indonesia

Bahasa baku baik ragam lisan maupun tulisan selalu dikaitkan dengan bahasa sekolah yang juga disebut ragam tinggi. Ragam bahasa tinggi ini lazim digunakan oleh mereka yang menganggap dirinya terpelajar. Salah satu ciri yang menonjol bahasa kaum terpelajar ini, yang menyangkut lafal, adalah bahwa sistem bunyinya lebih kompleks dibandingka n dengan sistem bunyi yang dimiliki kaum tak-terpelajar. Bahasa kaum terpelajar cenderung mempunyai khasanah bunyi yang lebih banyak. Karena itu, kaum terpelajar cenderung membedakan kata seni dari zeni, kata sarat dari syarat, kata kas dari khas, dan kata teras (rumah) dari teras (dalam arti inti) sedangkan kaum tidak terpelajar cenderung tidak membedakan pasangan-pasangan kata itu dalam berbicara. Bahasa kaum terpelajar juga cenderung mempunyai kaidah fonotaktis yang lebih rumit. Kaum terpelajar akan mengacu kumpulan bangunan sejenis di suatu tempat sebagai kompleks, aksi-aksi mahasiswa yang menuntut reformasi sebagai demonstrasi, dan olahraga konglomerat yang

(9)

dilakukan di padang-padang bekas kebun teh dan sawah rakyat sebagai golf, sementara kelompok tidak terpelajar cenderung akan mengacunya masing-masing sebagai komplek, demonstrasi, dan golop, paling tidak, dalam berbahasa lisan. Selain khasanah bunyi yang lebih  banyak dan kaidah fonotaktis yang menyatakan kombinasi-kombinasi bunyi yang lebih

kompleks, bahasa kaum terpelajar cenderung juga berbeda dari bahasa kaum tak-terpelajar dalam hal kaidah pemberian tekanan pada kata. Bahasa kaum terpelajar cenderung memperlihatkan kaidah tekanan yang lebih teratur dan lebih berdasar daripada bahasa kaum tak-terpelajar. Perbedaan lafal akibat perbedaan kaidah penempatan tekanan antara kedua kelompok penutur   bahasa Indonesia itu akan lebih tajam bila kata-kata itu berada dalam untaian kalimat.

Bandingkan kolom A dan B berikut (suku kata yang mendapat tekanan dinyatakan dengan kapital).

A B

terBANG TERbang

menerBANGkan meNERbangkan

menerbangKANnya meNERbangkannya; menerBANGkannya

Pada contoh di atas tampak bahwa kaum terpelajar secara taat asas menempatkan tekanan pada suku kata kedua dari akhir (Kolom A) kecuali bila suku kata kedua itu mengandung vokal e  pepet (/ /), sedangkan kelompok tak-terpelajar cenderung menempatkan tekanan pada bentuk 

dasar pada suku yang tetap atau pada suku ketiga dari akhir (Kolom B), tanpa memperdulikan apakah suku tersebut mengandung e pepet atau tidak.

Pada umumnya aspek-aspek bunyi dan tekanan yang memperbedakan ragam bahasa baku (ragam  bahasa kaum terpelajar) dengan ragam bahasa tak-baku (ragam bahasa kaum tak-terpelajar)

 bersumber pada perbedaan sistem bunyi bahasa Indonesia dengan bahasa ibu para penutur yang cenderung menghasilkan ragam regional bahasa Indonesia yang lazim disebut logat atau aksen. 2. Upaya Pembakuan Lafal Bahasa Indonesia

Adanya ragam baku, termasuk lafal baku, untuk bahasa Indonesia merupakan tuntutan Sumpah Pemuda dan UUD 1945. Pengikraran bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan dengan nama  bahasa Indonesia menuntut setiap orang Indonesia untuk bisa berkomunikasi satu sama lain baik 

secara lisan maupun secara tertulis dalam bahasa persatuan. Penetapan bahasa Indonesia sebagai  bahasa negara berarti bahwa segala bentuk kegiatan dalam penyelenggaraan kehidupan

 berbangsa dan bernegara dilakukan dalam bahasa Indonesia. Semua kegiatan komunikasi verbal dalam bahasa Indonesia itu, secara lisan atau secara tertulis, hanya akan mencapai hasil yang  baik jika ada semacam rujukan yang dimiliki bersama–dalam hal ini ragam baku bahasa

Indonesia. Untuk keperluan berbahasa lisan tentu saja dibutuhkan lafal baku. Upaya pembakuan lafal bahasa Indonesia pada dasarnya dapat dilaksanakan dengan dua jalur 

(1) jalur sekolah dan (2) jalur luar sekolah.

a. Pembakuan Lafal melalui Jalur Sekolah

Pembakuan lafal melalui sekolah pada umumnya dilakukan secara pasif. Guru tidak secara khusus melatih para murid untuk menggunakan lafal baku. Murid belajar lafal baku melalui apa

(10)

yang didengarnya dari guru dan, pada tahap tertentu, dari sesama murid. Melalui pelajaran baca-tulis, murid dapat mengetahui nilai (fonetis) untaian huruf yang digunakan untuk menuliskan kata-kata Indonesia. Peranan guru dalam upaya pembinaan lafal bahasa baku sangatlah besar. Untuk dapat melaksanakan upaya pembinaan lafal baku itu guru hendaklah mempersiapkan diri sebaik mungkin dengan memperhatikan hal-hal berikut:

1) Guru haruslah menyadari bahwa lafalnya merupakan model atau kerangka acuan bagi murid-muridnya. Karena itu, hendaklah guru mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Pengetahuan fonologi akan banyak membantu tugasnya.

(2) Guru perlu mengetahui aspek-aspek fonologi yang khas di daerah tempatnya mengajar agar  dapat mengetahui bunyi-bunyi yang sukar bagi murid-muridnya. Di daerah Tapanuli dan

sebagian besar Indonesia bagian timur, vokal /E/ cenderung dengan E taling.

(3) Guru hendaklah menyadari bahwa (ragam) bahasa menjadi lambang kelompok sosial. Karena itu guru perlu menghargai logat murid-muridnya. Apabila murid merasa direndahkan karena ketidak-mampuannya berbahasa Indonesia dengan lafal baku sebagai akibat pengaruh

logat/bahasa ibunya, maka ia cenderung menolak apa saja yang berbau lafal bahasa Indonesia  baku.

 b. Pembakuan Lafal melalui Jalur Luar Sekolah

Di atas telah disinggung bahwa lafal baku sebagai perwujudan ragam bahasa baku mempunyai nilai sosial yang tinggi. Oleh karena itu, di banyak tempat di dunia itu acapkali ragam bahasa  para penutur dari kalangan kelas sosial atas sering dijadikan acuan atau model. Hal ini terlihat  jelas di Indonesia. Ketika presiden sering terdengar mengucapkan -kan sebagai [k n] maka  banyak orang yang latah ikut-ikutan mengucapkan [-k n] walaupun mereka bukan dari suku

Jawa. Untuk bisa memberikan model lafal yang baik kepada masyarakat perlu diperhatikan hal-hal berikut.

(1) Setiap pemimpin dan tokoh masyarakat yang biasa dalam tugasnya berhadapan langsung dengan rakyat perlu berusaha menggunakan lafal baku.

(2) Para penyiar radio dan televisi hendaklah memberikan model yang baik bagi para pendengar  khususnya dalam pembicaraan yang bersifat resmi, seperti pembacaan berita atau wawancara resmi dengan tokoh-tokoh masyarakat. Peranan televisi dan radio itu sangat besar dalam  pembentukan lafal bahasa Indonesia yang ada dewasa ini.

2.8. Penggunaan Kalimat Secara Efektif 

Maksudnya, kalimat-kalimat yang digunakan dapat dengan tepat menyampaikan pesan dengan  pembicaraan atau tulisan kepada pendengar atau pembaca, persis seperti yang di maksud

 pembicara atau penulis.

Keefektipan kalimat ini dapat dicapai antara lain dengan:

1. Susunan kalimat menurut aturan tata bahasan yang benar, misalnya: Bahasa Baku

- Pulau Buton banyak menghasilkan aspal.

-Tindakan-tindakan itu menyebabkan penduduk merasa tidak aman dan keluarganya merasa tidak aman.

(11)

Bahasa Tidak Baku

- Di pulau Buton banyak menghasilkan aspal.

- Tindakan-tindakan itu menyebabkan penduduk merasa tidak aman dan keluarganya.

2. Adanya kesatuan pikiran dan hubungan yang logis didalam kalimat. Misalnya: Bahasa Baku

- Dia datang ketika kami sedang makan.

- Loket belum dibuka walaupun hari sudah siang. Bahasa Tidak Baku

- Ketika kami sedang makan dia datang. - Loket belum dibuka dan hari tidak hujan.

3. Penggunaan kata secara tepat dan efesien. Misalnya: Bahasa Baku

- Korban kecelakaan lalu lintas bulan ini bertambah. - Panen yang gagal memaksa kita mengimpor beras. Bahasa Tidak Baku

- Korban kecelakaan bulan ini naik.

- Panen gagal memungkinkan kita mengimpor beras.

4. Penggunaan pariasi kalimat atau pemberian tekanan pada unsur kalimat yang ingin ditonjolkan. Misalnya:

Kalimat Biasa

- Dia pergi dengan diam-diam.

- Dengan pisau dikupasnya mangga itu. Kalimat Bertekanan

- Dengan pisau dikupasnya mangga itu. Kalimat Bertekanan

- Pergilah daia dengan diam-diam.

- Dengan pisaulah dikupasnya mangga itu. BAB III

PENUTUP 3.1. Simpulan

1. Pembakuan dalam bahasa Indonesia sangat diperlukan dan dalam penetapannya mengikuti kaidah kaidah yang sudah diterapkan.

2. Bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok ajuan, yang dijadikan dasar ukuran atau yang dijadikan standar.

3.2. Saran

Bagi Indonesia yang penduduknya menggunakan ratusan bahasa daerah dan tersebar di ribuan kepulauan, kehadiran suatu bahasa baku, termasuk lafal baku bukan hanya perlu tetapi suatu keharusan. Upaya untuk menentang pembakuan bahasa Indonesia sama artinya mengkhianati

(12)

Sumpah Pemuda yang telah mengikrarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Persatuan yang kuat hanya bisa tercipta kalau ada bahasa yang digunakan bersama dengan pemahaman yang sama. Meskipun begitu, upaya pembakuan lafal hendaklah dilakukan secara hati-hati karena lafal lebih peka terhadap sentimen sosial. Upaya pembakuan lafal selama ini dapat dipertahankan. Yang perlu ditingkatkan adalah kesadaran kita sebagai pemodel lafal. Daftar Pustaka

Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta : Nusa Indah

Syahnan, 2009. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Medan : UNIMED http://pusatbahasa.diknas.go.id/ tanggal 15 September 2011 pukul 07.00

http://www.romeltea.com/ t5anggal 15 September 2011 pukul 07.30

Bahasa Indonesiaadalah bahasa resmi Republik Indonesia[1]dan bahasa persatuan bangsa

Indonesia.[2] Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan

Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor  Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja.

Dari sudut pandang linguistik , bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu.[3]Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang)[4]

dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya

sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak  awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan.[5]Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian

 bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui  penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.

Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia  bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia

menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu.[6] Penutur 

Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau

mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra,

 perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum p ublik lainnya,[7]sehingga dapatlah

dikatakan bahwa Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.

Fonologi dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah.[8]Dasar-dasar yang penting

untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu.[9]

(13)

PENDAHULUAN

Bahasa merupakan salah satu alat untuk mengadakan interaksi terhadap manusia yang lain. Jadi  bahasa tersebut tidak dapat dipisahkan dengan manusia. Dengan adanya bahasa kita kita dapat  berhubungan dengan masyarakat lain yang akhirnya melahirkan komunikasi dalam masyarakat.

Bahasa Indonesia mempunyai sebuah aturan yang baku dalam pengguanaanya, namun dalam  prakteknya sering terjadi penyimpangan dari aturan yang baku tersebut. Kata-kata yang

menyimpang disebut kata non baku. Hal ini terjadi salah satu penyebabnya adalah faktor  lingkungan. Faktor ini mengakibabkan daerah yang satu berdialek berbeda dengan dialek  didaerah yang lain, walaupun bahasa yang digunakannya terhadap bahasa Indonesia.

Saat kita mempergunakan bahasa Indonesia perlu diperhatikan dan kesempatan. Misalnya kapan kita mempunyai ragam bahasa baku dipakai apabila pada situasi resmi, ilmiah. Tetapai ragam  bahasa non baku dipakai pada situas santai dengan keluarga, teman, dan di pasar, tulisan pribadi,  buku harian. Ragam bahasa non baku sama dengan bahasa tutur, yaitu bahasa yang dipakai

dalam pergaulan sehari-hari terutama dalam percakapan

Bahasa tutur mempunyai sifat yang khas yaitu:

a. Bentuk kalimatnya sederhana, singkat, kurang lengkap, tidak banyak menggunakan kata  penghubung.

 b. Menggunakan kata-kata yang biasa dan lazim dipakai sehari-hari. Contoh: bilang, bikin, pergi,  biarin.

Didalam bahasa tutur, lagu kalimat memegang peranan penting, tanpa bantuan lagu kalimat sering orang mengalami kesukaran dalam memahami bahasa tutur.

CIRI-CIRI BAHASA BAKU

Yang dimaksud dengan bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok, yang diajukan dasar ukuran atau yang dijadikan standar. Ragam bahasa ini lazim digunakan dalam: 1. Komunikasi resmi, yakni dalam surat menyurat resmi, surat menyurat dinas, pengumuman- pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi resmi, perundang-undangan, penamaan dan  peristilahan resmi, dan sebagainya.

2. Wacan teknis seperti dalam laporan resmi, karang ilmiah, buku pelajaran, dan sebagainya. 3. Pembicaraan didepan umum, seperti dalam ceramah, kuliah, pidato dan sebagainya.

4. Pembicaraan dengan orang yang dihormati dan sebagainya. Pemakaian (1) dan (2) didukung oleh bahasa baku tertulis, sedangkan pemakaian (3) dan (4) didukung oleh ragam bahasa lisan. Ragam bahasa baku dapat ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:

(14)

2.1. Penggunaan Kaidah Tata Bahasa

Kaidah tata bahasa normatif selalu digunakan secara ekspilisit dan konsisten. Misalnya: 1. Pemakaian awalan me- dan awalan ber- secara ekpilisit dan konsisten.

Misalnya: Bahasa baku

- Gubernur meninjau daerah kebakaran.

- Pintu pelintasan kereta itu kerja secara otomatis.

2. Pemakaian kata penghubung bahwa dan karena dalam kalimat majemuk secara ekspilisit. Misalnya:

Bahasa Baku

- Ia tidak tahu bahwa anaknya sering bolos. - Ibu guru marah kepada Sudin, ia sering bolos.

3. Pemakaian pola frase untuk peredikat: aspek+pelaku+kata kerja secara konsisten. Misalnya: Bahasa Baku

- Surat anda sudah saya terima.

- Acara berikutnya akan kami putarkan lagu-lagu perjuangan. Bahasa Tidak Baku

- Surat anda saya sudah terima.

- Acara berikutnya kami akan putarkan lagu-lagu perjuangan. 4. Pemakaian konstruksi sintensis. Misalnya:

Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku - anaknya - dia punya anak  - membersihkan - bikin bersih - memberitahukan - kasih tahu - mereka - dia orang

5. Menghindari pemakaian unsur gramatikal dialek regional atau unsure gramatikal bahasa daerah. Misalnya:

Bahasa Baku

- dia mengontrak rumah di Kebayoran lama - Mobil paman saya baru

Bahasa Tidak Baku

- Dia ngontrak rumah di Kebayoran lama. - Paman saya mobilnya baru.

(15)

2.2. Penggunaan Kata-Kata Baku

Masuknya kata-kata yang digunakan adalah kata-kata umum yang sudah lazim digunakan atau yang perekuensi penggunaanya cukup tinggi. Kata-kata yang belum lazim atau masih bersifat kedaerahan sebaiknya tidak digunakan, kecuali dengan pertimbangan- pertimbangan khusus. Misalnya:

Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku - cantik sekali - cantik banget - lurus saja - lempeng saja - masih kacau - masih sembraut - uang - duit

- tidak mudah - enggak gampang

- diikat dengan kawat - diikat sama kawat - bagaimana kabarnya - gimana kabarnya

2.3. Penggunaan Ejaan Resmi Dalam Ragam Tulisan

Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan yang disebut ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (singkat EyD) EyD mengatur mulai dari penggunaan huruf,  penulisan kata, penulisan partikel, penulisan angka penulisan unsur serapan, sampai pada  penggunaan tanda baca. Misalnya:

Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku - bersama-sama - bersama2

- melipatgandakan - melipat gandakan - pergi ke pasar - pergi kepasar 

- ekspres - ekspres, espres - sistem – sistim

2.4. Penggunaan Lafal Baku Dalam Ragam Lisan

Hingga saat ini lafal yang benar atau baku dalam bahasa Indonesia belum pernah ditetapkan. Tetapi ada pendapat umum bahwa lafal baku dalam bahasa Indonesia adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau lafl daerah.

Misalnya:

Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku - atap - atep - menggunakan - menggaken - pendidikan - pendidi’an - kalaw - kalo,kalo’ - habis - abis - dengan - dengen - subuh - subueh

(16)

- senin - senen - mantap - mantep - pergi - pigi - hilang - ilang - dalam – dalem

2.5. Penggunaan Kalimat Secara Efektip

Maksudnya, kalimat-kalimat yang digunakan dapat dengan tepat menyampaikan pesan dengan  pembicaraan atau tulisan kepada pendengar atau pembaca, persis seperti yang di maksud

 pembicara atau penulis.

Keefektipan kalimat ini dapat dicapai antara lain dengan:

1. Susunan kalimat menurut aturan tata bahasan yang benar, misalnya: Bahasa Baku

- Pulau Buton banyak menghasilkan aspal.

- Tindakan-tindakan itu menyebabkan penduduk merasa tidak aman dan keluarganya merasa tidak aman.

Bahasa Tidak Baku

- Di pulau Buton banyak menghasilkan aspal.

- Tindakan-tindakan itu menyebabkan penduduk merasa tidak aman dan keluarganya.

2. Adanya kesatuan pikiran dan hubungan yang logis didalam kalimat. Misalnya: Bahasa Baku

- Dia datang ketika kami sedang makan.

- Loket belum dibuka walaupun hari sudah siang. Bahasa Tidak Baku

- Ketika kami sedang makan dia datang. - Loket belum dibuka dan hari tidak hujan.

3. Penggunaan kata secara tepat dan efesien. Misalnya: Bahasa Baku

- Korban kecelakaan lalu lintas bulan ini bertambah. - Panen yang gagal memaksa kita mengimpor beras. 2003 Digitalized

.

by USU digita library 4

Bahasa Tidak Baku

- Korban kecelakaan bulan ini naik.

(17)

4. Penggunaan pariasi kalimat atau pemberian tekanan pada unsur kalimat yang ingin ditonjolkan. Misalnya:

Kalimat Biasa

- Dia pergi dengan diam-diam.

- Dengan pisau dikupasnya mangga itu. Kalimat Bertekanan

- Dengan pisau dikupasnya mangga itu. Kalimat Bertekanan

- Pergilah daia dengan diam-diam.

- Dengan pisaulah dikupasnya mangga itu.

3. ANALISI RAGAM BAHASA BAKU DAN NON BAKU DALAM BAHASA INDONESIA

3.1. Sudara ketua, para hadirin yang terhormat, kalimat tersebut jelas salah, karena mengandung makna jamak. Kata para sudah menyatakan jamak, begitu juga kata hadirin, sudah mengandung makna semua orang yang hadir, oleh karena itu tidak perlu dijamakkan lagi dengan

menempatkan kata peserta para. Kalimat yang benar adalah: saudara ketua, hadirin yang terhormat,…..

3.2. Waktu kami menginjak klinik di bulan September… Kalimat diatas jelas salah, karta

majemuk tidak tepat diapaki seharusnya memasuki, kata perangkai “di” tidak boleh ditempatkan didepan kata tidak menunjukkan kata tempat, jadi diganti dengan pada. Kalimat yang benar  adalah: waktu kami memasuki klinik pada bulan September…..

3.3. Berhubung beryangkitnya penyakit cacar perlu diambil tindakan….. Kalimat diatas salah, kata penghubung yang harus selalu diikuti oleh, dengan, dan dibelakang kata cacar lebih baik  dibubui koma. Jadi kalimat yang benar adalah: berhubung dengan berjangkitnya penyakit cacar,  perlu diambil tindakan…..

3.4. Atas perhatian saudara dihaturkan banyak terima kasih. Kalimat diatas salah karena kata dihaturkan tidak ada dalam bahasa Indonesia, yang ada kata diucapkan selanjutnya kata banyak   juga tidak dipakai, karena tidak lazim. Jadi kalimat yang benar adalah: atas perhatian saudara

diucapkan terima kasih…..

3.5. Seluruh sekolah-sekolah yang ada dikota ini tidak menyenangi sistem ujian itu. Kalimat diatas salah. Kata seluruh sudah menunjukkan jamak. Jadi tidak perlu kata yang didepannya diulang, cukup seluruh sekolah. Selanjutnya kata depan di harus dipisahkan. Penulisan kata sisitim seharusnya sistem. Jadi kalimat yang benar adalah seluruh skolah yang ada dikota ini tidak menyenangi sistem ujian itu.

(18)

3.6. Seluru anggota perkumpulan itu harus hadir pada jam 14.00 siang. Kalimat diatas salah.

I. Penulisan anggauta seharusnya anggota.

II. Penulisan hadlir seharusnya hadir (hiperkorek).

III. Menunjukkan waktu dipakai kata yang tepat adalah pukul. Jadi kalimat yang benar adalah:

Seluruh anggota perkumpulan itu harus hadir pukul 14.00.

3.7. Sejak mulai dari hari Senen yang lalu sangat sedikit sekali perhatiannya dipelajaran itu. Kalimat diatas salah.

2003 Digitalized by USU digita library 5

.

I. Kata sejak, mulai, dan mencakup pengertian yang sama. Jadi pilih salah satu.

II. Kata Senen adalah non baku, yang baku adalah Senin. III. Kata sangat, sekali mencakup pengertian yang sama.

IV. Kata depan “di” pada kata dipelajari tidak tepat, seharusnya pada  pelajaran. Jadi kalimat yang benar adalah:

Sejak Senin yang lalu sangat sedikit perhatiannya pada pelajaran. Sejak Senin yang lalu sangat sedikit perhatiannya pada pelajaran itu.

3.8. Sya sudah umumkan supaya setiap mahasiswa-mahasiswa datang besok hari Sabtu yang akan datang.

Kalimat diatas salah.

I. Saya sudah umumkan, bahasa yang non baku, tidak memakai pola frase verba.

II. Kata setiap sudah menunjukkan jamak tidak perlu kata yang di depannya diulang.

III. Kata besok tidak perlu, sebab membingungkan. Kalimat yang benar:

Sudah saya umumkan supaya setiap mahasiswa datang hari Sabtu yang akan datang.

3.9. Adalah sudah merupakan suatu kenyataan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan dan kesatuan resmi negara.

Kalimat di atas salah.

1. Ungkapan adalah sudah merupakan suatu kenyataan bahwa adalah ungkapan mubazir,tanpa ungkapan itu makna sudah jelas pembaca sudah memahaminya.

Kalimat benar adalah:

(19)

3.10. Sebagaimana telah ditetapkan pekerjaan itu biasanya dilakkukan tiga kali seminggu.

Kalimat diatas adalah salah.

I. Penggunaan kata biasanya tidak perlu, karena makna kata itu sudah tersirat dalam ungkapan sebagaimam telah ditetapkan

II. Penulisan kata se- Minggu non bakau, yang baku adalah seminggu. Kalimat yang benar  adalah sebagaimana telah ditetapkan pekerjaan itu dilakukan tiga kali seminggu.

4. KESIMPULAN

1. Bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok ajuan, yang dijadikan dasar  ukuran atau yang dijadikan standar.

2. Ragam bahasa baku bahasa Indonesia memang sulit untuk dijalankan, atau yang digunakan karena untuk memahaminay dibutuhkan daya nalar yang tinggi.

3. Dengan menggunakan ragam bahasa baku, seseorang akan menaikkan  prestisenya.

Referensi

Dokumen terkait

disebut risiko sosial adalah kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan potensi terjadinya kerentanan sosial yang ditanggung oleh individu, keluarga, kelompok

Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Dzar RA bahwa pada saat Nabi Muhammad SAW menyebut tentang AL-Haudh beliau bersabda: mengalir padanya dua pancuran

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif-analitik dengan diawali penjabaran latar belakang masalah berupa kebutuhan sebuah bangunan stadion di Kota Kediri dan

Potensi Taman Satwa Cikembulan sebagai salah satu daya tarik wisata di.. Kabupaten Garut sudah cukup

Jadi ketika membaca hukum tidak menghasilkan penafsiran makna yang sesuai dengan perubahan masyarakat maka teks akan mengalami kematian makna.. Kematian makna atas teks hukum

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap), faktor pemungkin (pendapatan, dukungan suami,

Hasil estimasi dampak koalisi parpol terhadap per- setujuan anggaran belanja pada APBN disajikan pada Tabel 4 yang menjelaskan bahwa variabel yang signifikan memengaruhi

Kesulitan dalam pengarsiapan tersebut di bantu dengan sebuah system yang akan menentukan kategori berdasarkan isi / konten dari berita / artikel.. Disini system di