• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TINJAUAN KHUSUS PROYEK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III TINJAUAN KHUSUS PROYEK"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

TINJAUAN KHUSUS PROYEK

3.1 Tinjauan terhadap Tema

Tema yang digunakan dalam proyek ini adalah Transformasi Arsitektur Bali.

3.1.1 Pengertian Transformasi

Menurut Jorge Silvetti, Transformasi adalah operasi yang dilakukan pada elemen-elemen batasan yang ada dengan mengacu pada wujud asli dan fungsi kanoniknya, dengan cara pendistorsian, pengelompokan dan penyusutan kembali atau secara umum dengan mengubahnya sedemikian rupa sehingga mencapai bentuk tahap akhir dan memberikan arti baru namun tetap memiliki nilai-nilai aslinya1.

Menurut Jorge Silvetti, Transformasi merupakan proses perubahan sedemikian sehingga bentuk tersebut mencapai tingkat tinggi, menjawab keserbaragaman dinamika internal dan eksternal, bisa juga merupakan suatu proses dan fenomena dari perubahan bentuk yang terjadi karena adanya perubahan keadaan2.

3.1.2 Pengertian Arsitektur Bali

Arsitektur Bali adalah arsitektur masyarakat Bali yang berlandasan pada ajaran agama Hindu3.

Arsitektur Bali adalah arsitektur dari kehidupan masyarakat Bali dengan menggunakan bentuk-bentuk yang telah disepakati bersama dengan menerima perkembangan - perkembangan ( moderenisasi ) dengan tetap mengikuti tata nilai dan konsep filosofi dalam masyarakat Bali yang sudah mentradisi secara turun temurun4.

1

Pengantar Arsitektur, Univ. Tarumanegara, UPT, 1999

2

Pengantar Arsitektur, Univ. Tarumanegara, UPT, 1999

3

(2)

3.1.3 Pengertian Transformasi Arsitektur Bali

Transformasi Arsitektur Bali adalah proses perubahan penerapan tata nilai dan konsep filosofi arsitektur Bali pada bangunan sekarang dengan fungsi baru sehingga mencapai bentuk tahap akhir yang baru dan memberikan arti baru tetapi tetap memiliki nilai-nilai asli arsitektur tradisional Bali.

Pentransformasian yang dilakukan pada tema ini adalah mengaplikasikan arsitektur tradisional bali dengan arsitektur modern. Pentransformasian digunakan pada pembentukan pola tata ruang rumah, penzoningan siteplan dan penggunaan ornamen – ornamennya.

3.2 Tinjauan terhadap Arsitektur Tradisional Bali 3.2.1 Sejarah Arsitektur Bali5

A. Masa Bali Mula

Pengaturan masyarakat Bali pada masa sebelum masuknya pengaruh luar ke Bali disebut Empu Lakhi dengan pusat pengembangannya di Pulaki, Bali Barat. Masyarakatnya yang terdesak dikenal sebagai “Wong Samar”, yang bermukim dibeberapa tempat yang pada umumnya di dekat pantai.

B. Masa Bali Age ( Awal Masehi – Abad ke 14 )

Pada masa ini, arsitekturnya berpedoman pada Biswa Kharma yang merupakan pedoman dalam perkembangan selanjutnya. Kebo Iwa merupakan arsitek besar pada masa ini yang meninnggalkan beberapa data arsitektur tradisional dalam bentuk bangunan, diantaranya konsep Bale Agung yang sampai sekarang merupakan bagian dari Kahyangan Tiga setiap desa adat di Bali.

Pada masa pemerintahan Anak Wungsu di Bali (1049 – 1077 M), Empu Kuturan sebagai tokoh budayawan besar juga merupakan

4

Pengantar Arsitektur, Univ. Tarumanegara, UPT, 1999

5

(3)

seorang konseptur besar Arsitektur Tradisional Bali yang banyak meninggalkan teori arsitektur, sosiologi, adat dan agama. Salah satu karyanya adalah tata pola desa adat dengan teori Tri Hita Karana.

C. Masa Bali Arya ( tahun 1343 m )

Bali mulai diperintah oleh para Arya dari Majapahit, dengan pusat pengembangan kebudayaan di Gelgel, Klungkung dana Raja Dalem Waturenggong. Tokoh Budayawan sebagai konseptor besar yang banyak mengadakan pembaharuan dan penyempurnaan perkembangan Arsitektur Tradisional di Bali adalah Danghyang Nirartha atau disebut pula Danghyang Dwijendra. Pada masanya merupakan konseptor untuk bangunan tempat memuja Tuhan YME.

Setelah kerajaan Waturenggong menyebar di penjuru Bali, para Undagi menyebut Bhagawan Wisma Krama sebagai Dewa dari para Undagi karena dalam pelaksanaan bangunan Arsitektur Tradisional berpedoman pada Asta Bumi dan Asta Kosala Kosali.

D. Masa Bali Koloni

Masa ini merupakan masa setelah masuknya penjajahan Belanda di pulau Bali. Pusat pemerintahannya adalah Singaraja, sedangkan kebudayaan banyak berkembang di Bali Selatan. Pada masa Bali Koloni perkembangan kebudayaan termasuk arsitektur mengalami Akulturasi.

E. Masa Bali Turis

Disebut Masa Bali Turis karena perkembangan kwantitas kebudayaan sangat menonjol sebagai akibat kedatangan turis missal ke Bali sejak dibukanya Hotel Internasional Bali Beach di pantai Sanur dan Bandar Udara Internasional Ngurah Rai.

(4)

3.2.2 Dasar Filosofi Arsitektur Bali6

Filosofi yang dianut oleh masyarakat Bali adalah Bali – Hindu, dimana masyarakat Bali percaya bahwa tempat tertinggi adalah untuk para dewa, dunia tengah untuk manusia dan tempat terbawah adalah roh jahat. Tugas manusia adalah mencapai keseimbangan dan harmonis antara dua kekuatan yang saling berlawanan.

Berdasarkan kepercayaan tersebut diatas, masyarakat Bali mempertahankan dasar – dasar filosofi yaitu Rwa Bhineda (Semara Ratih) dan Tri Hita Karana.

A. Rwa Bhineda ( Semara Ratih )

Rwa Bhineda ( Semara Ratih ) adalah bersatunya unsur – unsur, norma – norma atau nilai – nilai yang saling berlawanan, yang akan membawa mereka menuju moksa ( kesempurnaan ).

B. Tri Hita Karana

Untuk menyelaraskan antara bhuana agung / alam semesta dengan bhuana alit / manusia, maka setiap lingkungan kehidupan dibuat senilai dengan bhuana agung dengan unsur – unsur yang utuh, yakni Tri Hita Karana. Tri Hina Karana memiliki makna, Tri berarti tiga, Hita berarti kemakmuran, baik, gembira, senang dan lestari, sedangkan Karana berarti sebab, sumber ( penyebab ). Tri Hita Karana berarti tiga unsur penyebab kebaikan yang meliputi Atma (roh / jiwa), Prana (tenaga), Angga (jasad / fisik ).

Tri Hita Karana mempunyai konsep yang dipakai dalam pola ruang dan pola perumahan tradisional yang diidentifikasi yaitu :  Parhyangan / Kahyangan Tiga unsur Atma / jiwa.

 Krama / warga sebagai unsur Prana tenaga.

 Palemahan / tanah sebagai unsur Angga / Jasad (Kaler,1983 : 44).

6

(5)

Konsep Tri Hita Karana dalam susunan Kosmos :

3.2.3 Konsep – konsep Arsitektur Bali7 A. Konsep Tata Bangunan

1. Tri Angga / Tri Loka

Tri Angga / Tri Loka adalah konsep turunan dari Tri Hita Karana. Tri Angga memiliki arti, Tri berarti tiga dan Angga berarti badan. Tri Angga ini lebih menekankan pada tiga nilai fisik yaitu : Utama Angga ( Kepala ), Madya Angga ( Badan ) dan Nista Angga ( Kaki )

Konsep Tri Angga ini dalam bhuana agung (alam semesta) sering disebut dengan Tri Loka atau disebut Tri Mandala. Konsepsi Tri Angga ini berlaku dari yang bersifat makro sampai yang paling mikro. Ketiga konsep dari tata nilai tersebut jika didasarkan secara vertical, maka nilai Utama berada pada posisi teratas/sacral, Madya pada posisi tengah dan terakhir Nista pada posisi terendah / kotor.

7

Kutipan Buku Arsitektur Bali : Ngakan Ketut Acwin Dwijendra ,2008

Gambar 3.1. Konsep Tri Hita Karana

(6)

Konsep Tri Angga dalam susunan Kosmos :

2. Orientasi – Orientasi

Selain memberikan nilai secara vertical, Tri Angga juga memiliki tata nilai Hulu – Teben, yang merupakan tata nilai dalam mencapai keselarasan antara bhuana agung (alam semesta) dengan bhuana alit (manusia). Konsep Hulu – Teben ini kemudian mempunyai beberapah orientasi – orientasi yaitu:

 Orientasi dengan konsep sumbu ritual Kangin – Kauh.  Kangin ( matahari terbit ) - luan, nilai utama.  Kauh ( matahari terbenam ) – teba, nilai nista.

 Orientasi dengan konsep sumbu bumi/natural Raja – Kelod.  Kaja ( ke arah gunung ) – luan, nilai utama.

 Kelod ( kearah laut ) – teba, nilai nista.

 Orientasi dengan konsep Aksara – Pertiwi, Atas – Bawah.  Alam Atas – Aksara, Purusa.

 Alam Bawah – Pertiwi, Pradana.

Konsep Aksara – Pertiwi ini diterapkan dalam pola ruang kosong (open space) dalam perumahan atau lingkungan di Bali dikenal dengan Natah.

Konsep arah orientasi dan ruang dan Konsep arah orientasi berdasarkan Kaja – Kelod dan Kangin – Kuah di Bali adalah :

Gambar 3.3. Konsep Tri Angga / Tri Loka

(7)

3. Sanga Mandala

Sanga Mandala adalah penggabungan konsep sumbu bumi ( Kaja – Kelod ) dengan konsep sumbu ritual ( Kangin – Kauh ). Konsep tata ruang Sanga Mandala juga merupakan konsep yang lahir dari sembilan manifestasi Tuhan yaitu Dewata Nawa Sanga yang menyebar di delapan arah mata angin di tambah satu di tengah dalam menjaga keseimbangan alam semesta.

Konsep Sanga Mandala ini menjadi pertimbangan dalam penzoningan kegiatan dan tata letak bangunan pada Arsitektur Bali. Kegiatan utama atau yang memerlukan ketenangan diletakkan di daerah Utaming Utama dan kegiatan yang dianggap kotor diletakkan di daerah Nistaning Nista, sedangkan kegiatan diantaranya diletakkan di tengah atau yang kita kenal dengan pola Natah.

Dalam skala perumahan (desa) konsep Sanga Mandala, menempatkan kegiatan yang bersifat suci (Pura Desa) pada daerah utaming utama (kaja-kangin), letak Pura Dalem dan kuburan pada daerah nisthaning nista (klod-kauh) dan pemukiman pada daerah madya, ini terutama terlihat pada perumahan yang memiliki pola perempatan (Catus Patra).

Penjabaran konsep Sanga Mandala dalam penzoningan area bangunan menurut Arsitektur Tradisional Bali adalah :

(8)

4. Skala Manusia dan Proporsi

Masyarakat Bali selalu mengukur bangunan mereka dengan bagian tubuhnya seperti mengunakan lengan, jari – jari tangan, kaki dsb. Dalam kontruksi bangunan masyarakat Bali, setiap ukuran harus menambah sedikit tambahan beberapa panjang yang disebut dengan pengurip. Pengurip diambil dari anatomi pemilik bangunan seperti genggam, hasta dan ruas jari. Dalam hal ini pengurip adalah symbol materi dari alam.

5. Konsep ruang terbuka ( Natah )

Di Bali, sebuah bangunan merupakan suatu Plot berupa lahan persegi yang dipagari oleh dinding batu bata yang berisi bagian – bagian yang terpisah, dengan fungsi masing – masing.

Gambar 3.6. Konsep Sanga Mandala

(9)

Rumah masyakat Bali terdiri dari ruang terbuka yang saling berhubungan, dikelilingi oleh dinding batu bata dan empat atau lebih pavilium terbuka yang dibangun di sekitar halaman dalam.

Konsep ruang terbuka / halaman dari Bangunan Bali ini merupakan tipe yang paling sesuai untuk iklim tropis. Permainan ruang – ruang terbuka dan tertutup disadari sebagai bagian dari keharmonisan masyarakat Bali juga merupakan pandangan yang sama dengan Frank LIoyd Wright yang melihat tempat berlindung bukan hanya sebagai kualitas ruang tetapi juga jiwa.

6. Kejujuran struktur

Struktur rangka bangunan Bali selalu diekspresikan dengan jujur, tidak pernah disembunyikan atau dipalsukan. Metode kontruksi yang alami dinyatakan secara visual, baik menggunakan bambu, kayu, pohon kelapa atau batu bata. Konsep inilah yang disebut dengan “ Kejujuran Struktur “, seperti yang disebutkan Mies Van Der Rohe bahwa tujuannya bukan menemukan bentuk baru tetapi untuk membentuk struktur yang bersih, simple dan jujur.

7. Kejujuran pemakaian material

Setiap material yang digunakan pada bangunan Bali selalu diperlihatkan seutuhnya, mencerminkan tekstur, pola dan warna tersendiri. Kealamian dari material diwujudkan, karena semua berasal dari keindahan alam. Kejujuran semacam ini mencerminkan jiwa masyarakat Bali sesungguhnya. Kejujuran inilah yang tertanam kuat di hati masyarakat dan pada setiap detail pekerjaan mereka, dengan cara ini keharmonisan antara arsitektur dan alam dapat tercapai.

(10)

B. Konsep Tata Lingungan8 1. Pola Natah

Pola natah atau communal space merupakan penerapan dari konsepsi orientasi Akasa-Pertiwi di mana unit - unit perumahan yang membentuk suatu core secara bersama atau disebut pola plaza yang diperuntukkan untuk suatu fasilitas umum serta kegiatan bersama. Contoh daerah atau desa yang menerapkan pola plaza untuk kawasannya, antara lain Desa Bugbug dan Tenganan (linear-natah).

2. Pola Perempatan Agung

Pola perempatan agung merupakan refleksi dari konsep orientasi Kaja-Kelod dan konsep orientasi Kanging-Kauh yang diwujudkan dengan adanya perempatan atau jalan menyilang yang merupakan pertemuan dari Timur-Barat dengan Utara-Selatan. Pola perempatan agung (Catus Phata) ini juga sering disebut pola nyatur desa atau nyatur muka.

 Zona Kaja-Kangin adalah Pura Puseh dan Pura Desa.  Zona Kaja-Kauh adalah Bale Banjar/wantilan.

8

Kutipan Buku Arsitektur Bali : Ngakan Ketut Acwin Dwijendra ,2008

(11)

 Zona Kelod-Kangin adalah lapangan.  Dan zona Kelod-Kauh adalah pasar.

 Sedangkan kuburan berada di luar desa (arah orientasi Kelod-Kauh).

Perkembangan selanjutnya disesuaikan dengan desa, kala, patra (tempat, waktu, keadaan) wilayah masing-masing

3. Pola Linear

Pada pola linear lebih didominasi konsep orientasi sumbu Kaja-Kelod (Utara-Selatan) dan sumbu Kangin-Kauh (Timur-Barat). Pada ujung paling Utara dari wilayah tersebut diperuntukkan untuk Pura (pura bale agung dan pura Puseh). Di ujung selatannya diperuntukkan untuk Pura Dalem (kematian) dan kuburan desa. Di antara kedua daerah tersebut, terletak rumah penduduk dan fasilitas umum (Bale Banjar dan pasar) yang terletak diplaza umum. Pola linear ini, biasanya diterapkan oleh masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan di Bali, karena terletak di daerah bertransis.

(12)

4. Pola Kombinasi

Pola kombinasi merupakan perpaduan antar pola perempatan (cetus phata) dengan pola linear. Pola sumbu perumahan memakai

pola perempatan, namun sistem peletakan elemen-elemen bangunan mengikuti pola linear. Fasilitas umum terletak pada ruang terbuka (plaza) yang berada ditengah-tengah perumahan. Lokasi bagian sakral dan profan terletak pada ujung Utara dan Selatan perumahan.

Gambar 3.10. Pola Linear

(13)

3.2.4 Tipologi bangunan di Bali 9 A. Sekepat

Sekepat adalah bangunan sederhana dengan denah segi empat seluas ± 3m × 2.5m dan ditopang oleh empat tiang. Atapnya berkontruksi kampiah atau

limasan. Dapat divariasikan dengan satu tiang parba dan satu atau dua tiang pandak. Dapat pula tanpa bale – bale dalam fungsinya untuk Bale Patok atau fungsi lain yang tidak memerlukan adanya bale – bale. Kontruksinya cecanggahan, sunduk atau canggahwang.

B. Sakenem

Sekenem adalah bangunan dengan bentuk segi empat panjang dan mempunyai enam tiang. Luas bangunan sekitar 6m x 2m. Kontruksi bangunan terdiri atas 6 berjajar tiga – tiga pada kedua sisi panjang. Keenam tiang disatukan oleh satu bale – bale dan dua di tiang teben pada satu bale – bale dengan dua saka pandak.

9

Buku Arsitektur Bali : Ngakan Ketut Acwin Dwijendra ,2008

Gambar 3.12. Sekepat

(14)

C. Sakaroras / Bale Gede Sakaroras adalah bangunan utama untuk perumahan utama berfungsi untuk kegiatan adat dan serba guna dengan tiang dua belas yang mempunyai luas 6m x 6m. Bentuk bangunan berdenah bujur sangkar dengan kontruksi atap limasan berpuncak satu. D. Astasari

Astasari bangunan berbentuk segi empat panjang dengan sembilan tiang yang mempunyai luas 4m x 5m dan tinggi lantai 0,6m. Kontruksi atap limasan dengan dedeld pada pertemuan puncak atapnya.

E. Sakutus

Sakatus merupakan bangunan segi empat panjang dengan delapan tiang. Luas bangunan sekitar 5 m x 2,5 m. Kontruksi atap dengan sistem kampiah bukan limasan, difungsikan sebagai sirkulasi udara selain udara yang melalui celah antara atap dengan kepala dinding.

F. Tiang Sanga

Tiang Sanga merupakan bangunan utama untuk perumahan utama. Bentuk bangunannya serupa dengan Asta Sari, sedikit lebih luas dan tiangnya

(15)

sembilan. Fungsi utama bangunan ini sebagai Sumanggen letaknya di bagian Kangin atau Kelod

disebut juga dengan Bale Dangin atau Bale Kelod. Bisa juga difungsikan sebagai ruang tidur .

G. Kori / Bintang Aring / Angkul-angkul

Kori adalah pintu masuk pekarangan dengan bentuk masa bangunan pasangan masif dengan lubang masuk beratap. Dibeberapa tempat disebut Bintang Aring atau Angkul – angkul. H. Penyengker

Penyengker adalah batas pekarangan pada keempat sisi berupa pagar hidup atau tembok pasangan. Untuk bangunan suci pemujaan pekarangannya memanjang Kangin Kauh, sedangkan untuk pekarangan perumahan memanjang Kaja Kelod.

3.2.5 Perkarangan yang baik dan pekarangan yang tidak baik A. Perkarangan yang baik

1. Menemu Labha / Pekarangan yang letaknya di Barat adalah pekarangan yang miring kearah Timur.

2. Paribhoga Wredhi / Pekarangan yang letaknya di Utara adalah pekarangan yang miring ke Utara (menghadap ke Selatan).

3. Karang Prekanti adalah pekarangan yang apabila tanahnya dicangkul kira – kira sedalam 30 cm kebawah akan mengeluarkan bau pedas (lalah).

4. Pekarangan Datar adalah pekarangan yang disekelilingnya tidak ada yang berbukit atau miring.

5. Karang Dewa Ngukuhin adalah pekarangan adalah pekarangan yang memberikan rasa asri

(16)

Menemu Labha Paribhoga

Karang Prekanti Pekarangan Datar K.Dewa Ngukuhin

B. Perkarangan yang tidak baik

1. Karang Boros Wong adalah pekarangan yang memiliki dua buah pintu masuk (Kori) yang sejajar / berjejer sama tingginya.

2. Karang Suduk Angga adalah pekarangan yang dibatasi pagar hidup atau turus dan akarnya sampai masuk ke pekarangan penyanding.

3. Karang Panas adalah pekarangan yang tidak henti – hentinya mengeluarkan hawa panas.

4. Karang Hitam adalah pekarangan yang hitam dan tidak bercahaya.

5. Perkarangan miring ke Barat adalah pekarangan yang tinggi di Timur atau miring ke Barat.

6. Pekarangan miring ke Selatan adalah pekarangan yang miring ke Selatan.

7. Karang Berbau adalah pekarangan yang tanahnya warna hitam, berbau tidak enak dan rasanya manis .

8. Karaja Bhaya adalah pekarangan yang sewaktu – waktu terdapat darah mentah berceceran tanpa sebab.

Karaja Bhaya

(17)

K.Menyelengking

K

K.Boros Wong K.Sunduk Angga

Pekarangan Miring Ke barat Pekarangan Miring ke Selatan

Karang Hitam Karang Panas Karang Berbau

3.2.6 Ragam Hias

A. Bentuk – bentuk ragam hias 1. Pepatran (Flora)

Pepatran ( Flora ) adalah cerita – cerita legenda yang dituangkan ke dalam lukisan atau pahatan relief umumnya dilengkapi dengan latar belakang sebagai macam tumbuh – tumbuhan dengan ungkapan masing – masing, seperti :.

Keketusan

Mengambil sebagian terpenting dari suatu tumbuh – tumbuhan yang dipolakan berulang dengan pengolahan untuk memperindah penonjolannya.

Keketusan terdiri dari :

 Keketusan wangga yaitu keketusan yang melukiskan bunga – bunga besar dari jenis berdaun besar dengan lengkung – lengkung keindahan pada kain hias dengan cat perada warna emas.

 Keketusan bunga tuwung yaitu hiasan berpola bunga terung dipolakan dalam bentuk liku – liku segi

(18)

banyak berulang atau bertumpuk menyerupai bentuk bunga terung.

 Keketusan bun – bunan yaitu hiasan berpola tumbuh – tumbuhan jalar atau bersulur, memperlihatkan jajar – jajar jalaran atau sulur – sulur di sela – sela bunga – bungaan dan dedaunan.

Kekarangan

Kekarangan merupakan rancangan yang mendekati bentuk – bentuk flora yang ada dengan penekanan pada bagian – bagian keindahan.

 Karang Simbar yaitu suatu hiasan rancangan yang mendekati atau serupa dengan tumbuh – tumbuhan mekar dengan daun terurai kebawah yang namanya simbar manjangan

 Karang Bunga yaitu suatu hiasan rancangan yang berbentuk bunga dengan hiasan kelopak dan seberkas daun yang juga digunakan untuk hiasan sudut – sudut bebaturan atau hiasan penonjolan bidang – bidang.  Karang Suring yaitu suatu hiasan yang menyerupai serumpun perdu dalam bentuk kubus yang difungsikan untuk sendi alas tiang tugeh yang dalam bentuk lain dipakai singa bersayap atau garuda.

Pepatraan

Pepatraan merupakan mewujudkan gubahan – gubahan keindahan hiasan dalam pola – pola. Jenis – jenis patra yaitu Patra Wangga, Patra Sari, Patra Bun – bunan, Patra pidpid, Patra punggel, Patra Samblung, Patra Pae, Patra Ganggong, Patra Batun Timun, Patra Sulur, Patra Kakul – Kakulan, Patra Api – Apian, Patra Mas – Masan, Patra Mote – Motean, Patra Tali Ilut, Patra Mesir, Patra Ulanda, Patra Cina, Patra Bulung, Patra Sari, Patra Damai.

(19)

Patra Wangga Patra Mesir Patra Sari

2. Kekarangan (Fauna)

Kekarangan (Fauna) adalah cerita – cerita legenda tantri dari dunia binatang dan ramayana yang dituangkan ke dalam ukiran,

P. Bun – bunan Patra Pidpid P.Samblung P.Ganggong P.Batun Timun Patra Sulur P.Kakul-Kakulan P.Api - Apian P.Mote - Motean

Patra Tali Ilut P.Merta Sari Patra Punggel P.Mas-masan Patra Ulanda Patra Cina Patra damai Patra Pae Patra Bulung Gambar 3.18. Pepatraan

(20)

tatahan atau pepulasan dari bentuk – bentuk kekarangan, patung dan patra dengan ungkapan masing – masing seperti :

 Kekarangan

Kekarangan merupakan rancangan expresionis yang meninggalkan bentuk sebenarnya dari fauna yang diekspresikan secara abstrak. Jenis – jenis Kekarangan yaitu Karang Boma, Karang Sae, Karang Asti, Karang Goak, Karang tapel, Karang Bebtulu dan Karang Kala.

P a t u n g  Patung

Patung adalah hiasan permanen yang mengambil bentuk – bentuk dewa dari dunia pewayangan, raksasa dalam ekspresi wajah dan sifatnya serta binatang dalam berbagai bentuknya. Patung terdiri dari Patung Kura – Kura, Patung Kera – Kera, Patung Binatang untuk Souvenir dan Patung Binatang sebagai peragaan seni tari.

Karang Boma Karang Sae

Karang Asti

Karang Bentulu Karang Tapel Karang Kala

Karang Goak

(21)

P a

Patra Dasar

Patra Dasar adalah ukiran relief pada bidang datar yang menampilkan jenis – jenis fauna yang umumnya digunakan pada bentuk patung. Patra dasar terdiri dari Patra Penyu, Patra Garuda, Patra Naga, Patra Singa dan Patra Kera.

3. Alam

Alam merupakan ragam hias yang mengungkapkan alam sebagai ungkapan keindahan dengan menampilkan unsur – unsur alam sebagai materi hiasan seperti Air, Api, Awan, Gegunungan, Bebaturan, Kekayonan dan Geginan.

4. Agama dan Kepercayaan

Falsafah keagamaa atau nilai – nilai yang terkandung dalam ajaran agama diungkapkan dalam bentuk – bentuk perwujudan ragam hias pada bangunan : Patung, Pratima (yaitu patung – patung sebagai symbol pemujaan di pura tempat pemujaan bersama) dan Rerajahan.

5. Lain – lain

Selain dalam bentuk – bentuk di atas, ada beberapa ragam hiasan lepas yang dikenakan sewaktu – watu pada bangunan, seperti : Kekupakan ( hiasan tiang dengan P.Garuda P.Garuda P.Naga P.Lembu

P.Penyu P.Garuda P.Naga P.Singa P.Kera

Gambar 3.20. Patung

(22)

membuat takikan sudut dan sisi penampang tiang bagian tengah), Kencut, Jaro (hiasan pada jendela dan terali atau pada lubang angin), Tapuk Manggis dan Reruitan.

B. Bentuk, Arti dan Maksud Ragam Hias

1. Ragam – ragam hias yang digunakan dalam bangunan tradisional, diwujudkan dalam bentuk :

 Ukiran adalah untuk hiasan pada kayu dan batu.

 Tatahan adalah untuk hiasan pada bidang-bidang lembaran logam/kertas.

 Pepulasan adalah Bentuk-bentuk hiasan yang diterapkan pada bidang-bidang kayu yang dihaluskan atau kain-kain hias dibentuk dengan pepilasan (dengan menggunakan cat minyak prada atau pewarna tradisional).

 Pepalihan adalah bentuk hiasan yang umumnya dipakai pada batu untuk pelinggih pemujaan atau bale kulkul. Bentuk pepalihan umumnya tanpa ukiran.

 Lelengisan adalah bentuk hiasan dengan variasi timbul tenggelamnya bidang-bidang hiasan dan penonjolan bagian-bagian tertentu.

 Akit-akitan dan Anyaman. Pada umumnya digunakan untuk hiasan yang bernilai keagamaan.

2. Ragam hias dalam bangunan tradisional mengandung arti dan maksud tertentu yaitu :

 Sebagai hiasan untuk keindahan.

Umumnya dimaksudkan untuk memperindah penampilan suatu bangunan yang dihias. Ketepatan dan keindahan hiasan dapat mempertinggi nilai suatu bangunan.

 Sebagai ungkapan simbolis.

Ragam hias dapat mengungkapan simbol – simbol yang terkandung di dalamnyaa dari berbagai macam, bentuk dan penempatannya.

(23)

 Sebagai alat komunikasi.

Dengan bentuk hiasan yang dikenakan pada upacara atau bangunan tertentu, dapat diketahui apa yang diberitahukan oleh hiasan tersebut.

 Sebagai symbol ritual.

Penampilan ragam hias dalam fungsi ritual merupakan symbol filosofis yang dijadikan landasan jalan pikiran.  Sebagai sarana edukatif.

Ragam hias yang ditampilkan pada bangunan dapat member pelajaran kepada manusia.

3.3 Kaitan Tema dengan Judul

Semua pendekatan dalam merancangan bangunan dan suatu kawasan akan dikaitkan dengan tema yang di ambil yaitu Transformasi Arsitektur Bali. Alasan saya kenapa mengambil tema Transformasi Arsitektur Bali dalam bangunan Town House, karena filosofi dan konsep – konsep arsitektur tradisional bali dapat memberikan dampak ingatan kepada setiap pengunjung dan menampilkan identitas suatu kawasan Town House bernuansa Arsitektur.

3.4 Studi Banding Tema Sejenis

3.4.1 Water Boom Lippo Cikarang

Wahana permainan air keluarga yang terdapat di kawasan Lippo Cikarang. Water Boom ini didesign khusus sebagai Taman Rekreasi Air Kelas Dunia dengan konsep nuansa alam Bali yang eksotis. Selain menyajikan suasana alam yang Asri, Teduh dan Nyaman. Fasilitasnya yaitu slide dewasa, kolam arus dewasa, kolam aktivitas dewasa, kiddie area, kolam arus anak, kolam aktivitas anak, outbound, paint ball, ban-ji trampolin, spa, foodcourt, resto bebek bali, pool bar, dolan seharian, eco friendly dan event water boom. Foto – foto gambar yang telah dikelompokkan berdasarkan klasifikasi, yaitu :

(24)

A. Bangunan

Analisa : Atap bangunan pada Water Boom Lippo Cikarang ini menggunakan material jerami atau alang – alang dan mahkota tembaga merupakan ciri arsitektur tradisional. Untuk kerangka atap, kolom dan balok menggunakan material kayu dan material beton. Pada dinding – dindingnya menggunakan batu alam.

B. Patung

Analisa : Lingkungan taman pada Water Boom Lippo Cikarang ini menggunakan ragam hias yaitu kekarangan (fauna) seperti patung kera, kura – kura, ikan dan gajah. Untuk showernya dibuat membentuk patung ikan dan kura – kura yang dikombinasikan dengan batu – batuan alam.

Drop off SPA Toilet Kantor & Cafe

Pos Jaga Gazebo Kantin Kolam Kantin

P.Kura-kura Patung Kera Patung Gajah

Shower Shower

Shower Air mancur

P.Kura-kura

Gambar 3.22. Bangunan di Water Boom Lippo Cikarang

Gambar 3.23. Patung – Patung di Water Boom Lippo

(25)

C. Ornamen – Ornamen Luar

Analisa : Angkul – angkul digunakan untuk pintu masuk ke daerah SPA, Untuk papan namannya dibuat seperti lumbung padi, Bentuk candi digunakan untuk air mancur, lampu taman dan jembatan. D. Interior dan Eksterior

Pintu Masuk Papan Nama

Lampu Taman Jembatan

Air Mancur Candi SPA Kantin Locker Cafe Receptionis SPA Pendestrian

Taman Kolam Tangga Dalam Jembatan Dalam

Taman Taman

Ornamen Westafel SPA

Westafel

Gambar 3.24. Ornamen – Ornamen di Water Boom

Lippo Cikarang

Gambar 3.25. Interior dan Eksterior di Water Boom Lippo

(26)

Analisa : Interiornya banyak menggunakan kayu dan batu alam untuk kolom, balok, meja, bangku, westafel, lantai dan tembok. Pepatran (Flora) digunakan untuk ornamen pada dinding dalam bentuk ukiran bunga dan ornamen kain pada kolom dan pohon. Jalan setapak, taman, kolam dan tangga lebih banyak menggunakan batu – batuan alam. Untuk pepohonan banyak menggunakan pohon kamboja dan pohon kelapa.

3.4.2 Perumahan Bali View dan Kampung Ubud A. Bangunan

Bale

Taman

Kolam Renang Bale

Taman

Kolam Renang

Pintu Pintu

Pintu Gerbang Pos Life Guard Pos Jaga Dalam Pura Rumah

(27)

Analisa : Atap bangunannya menggunakan material genteng, jerami / alang – alang dan mahkota dari batu dan tembaga merupakan ciri arsitektur tradisional. Untuk kerangka atap, kolom dan balok menggunakan material kayu dan material beton. Pada dinding – dindingnya menggunakan ragam hias Pepatran (Flora) dan Kekarangan (Fauna) dalam bentuk ukiran dan pepalihan dan batu – batuan alam. Untuk jendela dan pintu menggunakan material kayu.

B. Ornamen – Ornamen Landscape

Shower

Patung Manusia Patung Kodok Lampu Taman

Bangku Taman

Pot Bunga Lampu Taman

Papan Nama

Patung Manusia

Patung Kodok Patung Manusia

Lampu Taman Lampu Taman Patung Kodok

Patung Manusia

Papan Nama

Gambar 3.27. Ornamen – Ornamen Landscape di Bali View

(28)

Analisa : Lingkungan taman pada perumahan ini menggunakan ragam hias yaitu kekarangan (fauna) seperti patung kera, kura – kura, ikan, manusia dan gajah. Untuk tempat bilas kolam renang, showernya dibuat dengan batu – batuan alam yang dipadukan dengan patung kura – kura, sedangkan dinding – dindingnya memakai batu – batu alam dan bentuk pepatran dan kekarangan. Bentuk – bentuk candi dan pepatran (flora) digunakan untuk lampu – lampu taman. Papan nama perumahan dibuat dengan batu – batuan alam yang diaplikasikan kedalam bentuk arsitektur bali.

C. Eksterior dan Interior

Analisa : Interiornya banyak menggunakan kayu dan batu alam untuk kolom, balok, meja, bangku, westafel, lantai dan tembok. Pepatran (Flora) digunakan untuk ornamen pada dinding dalam bentuk ukiran bunga dan ornamen kain pada kolom dan pohon. Jalan setapak, taman, kolam dan tangga lebih banyak menggunakan batu – batuan alam. Untuk pepohonan banyak menggunakan pohon kamboja dan pohon kelapa.

Landscape Landscape

Kolam Renang Golf Renang

Lampu Interior

Oranamen

K.Renang

Landscape Landscape

Kolam Renang

K.Renang Lampu Interior

Gambar

Gambar 3.2. Konsep Tri Angga / Tri Loka
Gambar 3.3. Konsep Tri Angga / Tri Loka
Gambar 3.5. Konsep Sanga Mandala
Gambar 3.6. Konsep Sanga Mandala
+7

Referensi

Dokumen terkait

penulis baik dari materi, waktu dan semua hal. Buat BFF, sahabat dari SMP N. 21 Medan yaitu Ayu, Bulan, Wanti Isa Dora, Chandra Sihombing, Bangun Dedo Samosir, dan Satria

Hasil penelitian kami mendukung hasil penelitian sebelumnya di berbagai negara lain yang secara konsisten mendapatkan kadar zink plasma yang lebih rendah serta proporsi

Seluruh Dosen di Jurusan Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia, terimakasih penulis ucapkan atas segala bentuk ilmu yang telah

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah peneliti lakukan mengenai pengelolaan area bermain outdoor pada anak usia 4-5 tahun di TK LKIA Pontianak, maka

Oleh karena probabilitas data di atas lebih besar dari 0,05, maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan varians pada data perbandingan kinerja

Penelitian ini menganalisis peran faktor sosial yang ditunjukkan dengan keberadaan modal sosial (ikatan sosial yang muncul dari kohesivitas yang tinggi dan adanya kepercayaan)

Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara lain yaitu: motivasi, perhatian, pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya; (b)

Dengan demikian untuk pengukuran arus tinggi sangat baik, ini dikarenakan arus tinggi yang mengalir pada penghantar akan menimbulkan panas sehingga nilai reistansi pada