• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Effect of Dietary Intake and Social Economic Factors on the Risk of Stunting in Primary School Children in Surakarta, Central Java

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "The Effect of Dietary Intake and Social Economic Factors on the Risk of Stunting in Primary School Children in Surakarta, Central Java"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

The Effect of Dietary Intake and Social Economic Factors

on the Risk of Stunting in Primary School Children

in Surakarta, Central Java

Agustina Dwi Utami1), Dono Indarto2), Yulia Lanti Retno Dewi2) 1)Masters Program in Public Health, Sebelas Maret University, Surakarta

2)Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta ABSTRACT

Background : Globally it was estimated approximately 156 millions (23%) children are stunted. The prevalence of stunting in children is29% in Indonesia, which is the highest rate in South East-Asian countries. Stunting may cause delayed mental development and low intellectual capacity. This study aimed to investigate the effect of dietary intake and social economic factors on the risk of stunting in primary school children in Surakarta, Central Java.

Subjects and Method: This was an analytic observational study using cross-sectional design. The study was conducted in Surakarta, Central Java, from February to March 2017. A sample of 145 primary school children was selected for this study by multi-stage random sampling. The independent variables were energy intake, protein intake, maternal education, maternal employment status, and family income. The dependent variable was stunting. The data were collected by a set of questionnaire and antropometry. The data were analyzed by path analysis. Result: Stunting was affected by energy intake (b=0.02; SE<0.001; p<0.001), protein intake (b=0.02, SE=0.01; p<0.001), maternal education (b=0.23; SE=0.18; p=0.187), family income (b=0.01, p=0.051). Energy intake was affected by maternal education (b=9.56; SE=32.55; p=0.770), and family income (b=1.81; SE=0.91; p=0.005). Protein intake was affected by maternal education (b=1.75; SE=2.67; p=0.051), maternal employment status (b=-2.30; SE=2.36; p=0.330), and family income (b=0.12; SE=0.08; p=0.110).

Conclusion : Stunting was affected by energy intake, protein intake, maternal education, family income. Energy intake was affected by maternal education and family income. Protein intake was affected by maternal education, maternal employment status, and family income.

Keywords : primary shool children, dietary intake, stunting Correspondence:

Agustina Dwi Utami Masters Program in Public Health, Sebelas Maret University, Surakarta. Email: agustinadwiutami@gmail.com. Mobile: +6282312719036

LATAR BELAKANG

Stunting merupakan salah satu hambatan yang paling signifikan terhadap perkemba-ngan manusia. Secara global, stunting ber-pengaruh terhadap 162 juta anak-anak balita di seluruh dunia. Stunting atau pen-dek menurut umur ditandai dengan tinggi badan lebih dari dua standar deviasi di-bawah rata-rata standar pertumbuhan anak dari World Health Organization (WHO, 2017).

Masalah gizi merupakan masalah kesehatan utama yang terjadi di negara berkembang. Permasalahan gizi dapat ter-jadi sejak dalam kandungan sampai dengan usia dewasa. Kelompok usia yang paling rentan mengalami masalah gizi adalah pada usia sekolah, karena masih dalam masa partumbuhan dan perkembangan organ-organ tubuh (Kemenkes RI, 2013).

Gangguan gizi yang terjadi pada anak-anak meliputi underweight, wasting, stun-ting, kegemukan, serta obesitas. Beban

(2)

ganda malnutrisi masih merupakan masa-lah kesehatan utama di Indonesia yang ditandai dengan masalah kekurangan gizi seiring dengan peningkatan kejadian kele-bihan berat badan dan obesitas, atau penyakit tidak menular terkait diet yang buruk di semua siklus kehidupan manusia (Kemenkes RI, 2013; WHO, 2017).

Stunting terjadi sebagai akibat dari pemberian nutrisi yang tidak tepat dan tidak dapat diulang pada periode 1,000 hari pertama kehidupan, serta akibat dari keku-rangan gizi kronis pada awal kehidupan bahkan sebelum kelahiran yang dapat ber-dampak pada kurang optimalnya perkem-bangan fisik dan kognitif, penurunan pro-duktivitas kerja, kesehatan yang buruk dan peningkatan risiko penyakit degeneratif se-perti diabetes (World Bank, 2015a).

Prevalensi stunting pada tahun 2015 secara global diperkirakan sebanyak 156 juta anak-anak atau sebesar (23%) dari se-luruh anak di dunia mengalami stunting. Prevalensi stunting tertinggi yaitu di wi-layah Afrika sebanyak 60 juta anak-anak (38%) dan di wilayah Asia Tenggara se-banyak 59 juta anak-anak (33%). Target WHO pada tahun 2025 yaitu mengurangi sebesar 40% jumlah anak-anak dari kejadi-an stunting dari 162 juta pada tahun 2013 menjadi 100 juta pada tahun 2025 dengan fokus memperbaiki gizi pada periode kritis 1,000 hari pertama kehidupan. Anak-anak yang berisiko mengalami stunting lebih tinggi yaitu di daerah pedesaan dan ibu yang berpendidikan rendah (WHO, 2016; World Bank, 2015b).

Prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 29%, angka ini meru-pakan yang tertinggi dari negara-negara di Asia Tenggara yang lain seperti Myanmar, Vietnam, Malaysia dan Thailand (World Bank, 2015a). Riskesdas (2013) menyebut-kan bahwa prevalensi stunting pada anak usia 5 sampai dengan 18 tahun adalah

sebe-sar 30.7%, di Provinsi Jawa Tengah kejadi-an stunting terjadi pada 27.6% dari seluruh anak-anak, sedangkan di Kota Surakarta prevalensi stunting mencapai 17.6% yang menunjukkan prevalensi stunting masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan target WHO yaitu sebesar 15% (Kemenkes RI, 2016).

Pertumbuhan terhambat telah men-jadi indikator utama kekurangan gizi kronis anak yang berkaitan dengan perkembangan kognitif dan kemampuan fisik yang ter-ganggu (Pehlke et al., 2016). Mustaq et al., (2011) menyebutkan bahwa stunting dapat menyebabkan tingginya angka mortalitas dan morbiditas pada anak, perkembangan mental yang terhambat serta penurunan kapasitas intelektual. Stunting pada anak dapat menyebabkan peningkatan risiko penyakit, kerusakan tubuh yang tidak dapat diperbaiki, dan perkembangan otak yang kurang oprimal, menurunkan kemampuan kognitif serta meningkatkan risiko kema-tian (Tiwari et al., 2014).

Pertumbuhan terhambat terjadi seba-gai akibat kegagalan proses tumbuh kem-bang yang disebabkan oleh kondisi kese-hatan yang buruk dan pemberian nutrisi yang tidak baik yang dapat mengakibatkan pertumbuhan linear yang tidak optimal. Faktor sosial ekonomi seperti pendidikan orang tua dan pendapatan dalam keluarga berpengaruh terhadap kejadian stunting yang berakibat pada buruknya kualitas dan kuantitas asupan gizi serta peningkatan ke-jadian penyakit (Pehlke et al, 2016; WHO, 2017).

Rachmi et al., (2016) beberapa faktor risiko kejadian stunting berasal dari faktor anak, seperti jenis kelamin, antropometri pada saat lahir, riwayat menyusui dan usia awal mendapatkan makanan pendamping ASI, faktor orang tua meliputi, usia orang tua, status pernikahan, antropometri orang tua seperti berat badan dan tinggi badan,

(3)

riwayat antenatal care, pendidikan orang tua dan kekayaan rumah tangga dan faktor masyarakat, seperti tempat tinggal, jeni se-tempat tinggal, golongan kasta, lingkungan ekologis, dan wilayah geografi. Faktor lain yang berpengaruh terhadap kejadian stun-ting dan underweight adalah pendidikan orang tua yang rendah, kurangnya penge-tahuan dalam mengasuh anak, penggunaan air yang tidak bersi, keterbatasan akses mendapatkan makanan serta pendapatan masyarakat yang rendah yang berpengaruh terhadap kualitas makanan yang buruk (UNICEF Indonesia, 2012).

Faktor yang berkontribusi terhadap kejadian pertumbuhan dan perkembangan yang terhambat meliputi kesehatan dan nutrisi ibu yang buruk, praktik pemberian makanan untuk bayi dan anak yang tidak adekuat dan infeksi, khususnya yaitu me-ngenai kesehatan dan status giziibu yang buruk sebelum, selama dan stelah kehami-lan mempengaruhi pertumbuhan dan per-kembangan anak, yang dimulai sejak dalam kandungan, seperti pertumbuhan janin in-trauterine yang terhambat sebagai akibat dari malnutrisi ibu yang meningkatkan risiko bayi lahir dengan berat badan yang rendah yang berpotensi akan mengalami stunting (WHO, 2014).

SUBJEK DAN METODE 1. Desain Penelitian

Jenis penelitian adalah analitik observasi-onal menggunakan desain cross sectiobservasi-onal yang dilaksanakan di empat Sekolah Dasar di Kota Surakarta pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2017.

Penelitian ini menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap variabel de-penden menggunakan teori perubahan perilaku PRECEDE-PROCEED.

2. Populasi dan Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah siswa kelas 4 dan kelas 5 yang berada di SD

Kristen Banjarsari, SDN Pasar Kliwon, SDN Jagalan 81 dan SDN Ngoresan 80, Kota Su-rakarta sebanyak 145 subjek penelitian yang dipilih dengan menggunakan teknik multi stage random sampling.

3. Variabel Penelitian

Variabel independen dalam penelitian ini adalah asupan energi yang diukur melalui besarnya kalori dalam sehari dengan satuan kilokalori, dan asupan protein dalam sa-tuan gram, faktor sosial ekonomi meliputi, status pekerjaan ibu (bekerja atau tidak bekerja), pendapatan keluarga, besarnya upah yang didapatkan dalam waktu satu bulan berdasarkan Upah Minimum Regio-nal (UMR) dan pendidikan ibu (tinggi ≥ SMA). Variabel dependen adalah kejadian stunting yang diukur melalui tinggi badan (cm) dikelompokkan berdasarkan umur dalam tabel antropometri WHO 2007.

4. Instrumen Penelitian

Pengumpulan data dilakukan mengguna-kan kuesioner untuk menilai asupan gizi serta aktivitas fisik dengan menggunakan metode recall, serta pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise.

5. Analisis Data

Teknik pengolahan data yang peneliti laku-kan terdiri dari editing yaitu memeriksa kembali kuesioner yang diisi oleh subjek penelitian pada saat pengumpulan data, skoring yaitu dengan memberikan nilai setiap item pertanyaan, koding dengan mengubah data dalam bentuk yang lebih sederhana untuk memudahkan dalam ana-lisis statistik, entering yaitu memasukkan data yang didapat pada saat pengumpulan data kedalam program komputer, dan tabulating yaitu pengolahan data dalam bentuk tabel-tabel untuk memberikan gam-baran statistik.

Analisis data menggunakan analisis univariat, analisis bivariat, dan multivariat. Analisis pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen menggunakan

(4)

uji Pearson. Analisis multivariat dengan path analysis. Analisis jalur digunakan untuk menganalisis pengaruh lebih dari satu variabel independen terhadap variabel dependen melalui variabel antara.

HASIL

1. Karakteristik Subjek Penelitian

Hasil penelitian menjelaskan tentang ana-lisis univariat, anaana-lisis bivariat dan anaana-lisis jalur. Karakteristik subjek penelitian dapat dijelaskan pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 145 subjek penelitian sebagian besar berumur

10–12 tahun yaitu 90 (62.10%), jenis kela-min sebagian besar laki-laki yaitu 75 (51.70%). Sebagian besar subjek penelitian merupakan siswa kelas 4 sebanyak 85 (58.60%). Sebagian besar ibu dari subjek penelitian memiliki tingkat pendidikan tinggi sebanyak 107 (73.80%). Sebagian besar subjek penelitian termasuk dalam ke-luarga dengan pendapatan tinggi diatas UMR (≥Rp 1,534,985) yaitu 101 (69.70%). Dilihat dari status pekerjaan ibu, sebagian besar status pekerjaan ibu yaitu bekerja.

Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian

Karakteristik Kriteria Frekuensi Presentase (%)

Umur

Pendidikan Ibu Pendapatan keluarga Status pekerjaan ibu

7 – 9 tahun 10 – 12 tahun <SMA ≥SMA Rendah (Rp 1,534,985) Tinggi (≥ Rp 1,534,985) Bekerja Tidak bekerja 55 90 38 107 44 101 72 73 37.90 62.10 26.20 73.80 30.30 69.70 49.70 50.30

Tabel 2. Analisis univariat

% AKG

Variabel Mean ± SD Min. Maks. 7-9 th 10-12 ahun

Perempuan Laki-laki Z-score TB/U (SD)

Pendapatan keluarga (x Rp 100,000)

Asupan protein (g) Asupan energi (kkal)

-0.77 ± 1.07 25.77 ± 15.75 61.75 ± 14.19 2093.82±174.23 - 3.22 5 34.50 1823.70 2.87 110 95.80 2248.00 124.48 113.00 102.92 104.65 110.27 99.66 2. Analisis Univariat

Tabel 2 menunjukkan nilai Z-skor TB/U rata-rata berada dalam kategori normal yaitu ≥2 SD, pendapatan keluarga rata-rata termasuk dalam keluarga dengan penda-patan tinggi yaitu ≥Rp 1,534,985. Rata-rata

asupan gizi anak Sekolah Dasar sudah di-atas 80% AKG bahkan ada yang lebih dari 110% AKG, sehingga asupan gizi anak Sekolah Dasar sudah berlebihan, sedang-kan asupan jajan masih dalam batas nor-mal yaitu dibawah 20% AKG.

Tabel 3. Analisis bivariat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tinggi badan per umur anak sekolah dasar

Variabel Koefisien korelasi (r) p

Asupan protein (g) Asupan energi (kkal)

Pendidikan ibu (tinggi ≥SMA) Status pekerjaan ibu (bekerja)

Pendapatan keluarga (tinggi ≥Rp 1,534,985)

0.37 0.34 0.09 0.07 0.23 < 0.001 < 0.001 0.301 0.423 0.005

(5)

3. Analisis bivariat

Tabel 3. menunjukkan hasil analisis bivari-at pengaruh asupan protein, asupan energi, pendidikan ibu, status pekerjaan ibu dan pendapatan keluarga terhadap TB/U anak Sekolah Dasar. Asupan protein (r=0.37; p< 0.001), asupan energi (r=0.34; p< 0.001), dan pendapatan keluarga (r=0.23; p= 0.005) memiliki pengaruh positif terhadap tinggi badan per umur dan secara statistik signifikan. Pendidikan ibu (r=0.09; p=

0.301) dan status pekerjaan ibu (r=0.07; p=0.423) memiliki pengaruh positif terha-dap tinggi badan per umur meskipun se-cara statistik tidak signifikan.

4. Analisis Jalur

Model pada Gambar 1 telah memenuhi syarat kesesuaian model analisis jalur dengan CMIN sebesar 1.273, p=0.282 >0.05; NFI=0.934 ≥0.90; CFI=0.981 ≥0.90; GFI ≥0.991; RMSEA=0.044 ≤ 0.08.

\

Gambar 1. Model struktural analisis jalur dengan estimasi Tabel 4. Hasil analisis jalur

Variabel Endogen Variabel Eksogen b* S.E p β**

Pengaruh langsung

TB/U  Asupan energi (kkal) 0.02 <0.01 <0.001 0.27 TB/U  Asupan protein (gr) 0.02 0.01 <0.001 0.32

TB/U  Pendidikan ibu (≥SMA) 0.23 0.18 0.187 0.10

TB/U  Pendapatan keluarga (≥ UMR) 0.01 0.01 0.051 0.15 Pengaruh tidak langsung

Asupan energi  Pendapatan keluarga (≥ UMR) 1.81 0.91 0.050 0.16 Asupan energi  Pendidikan ibu (≥SMA) 9.56 32.55 0.770 0.02 Asupan protein  Pendidikan ibu (≥SMA) 1.75 2.67 0.510 0.05 Asupan protein  Status pekerjaan ibu (bekerja) -2.30 2.36 0.330 -0.08 Asupan protein  Pendapatan keluarga (≥ UMR) 0.12 0.08 0.110 0.13 Model Fit CMIN(x2)= 1.273 CFI = 0.981 NFI = 0.934 GFI = 0.991 RMSEA= 0.044 p = 0.282 (>0.05) (≥ 0.90) (≥ 0.90) (≥ 0.90) (≤ 0.08)

(6)

Tabel 5 menunjukkan hasil analisis multivariat dengan model analisis jalur (path analysis) didapatkan nilai koefisien jalur (b) pengaruh asupan energi terhadap tinggi badan per umur (b=0.02, SE<0.01, p<0.001). Artinya, setiap peningkatan satu unit asupan energi meningkatkan tinggi badan per umur atau menurunkan kejadian stunting sebesar 0.02 unit.

Tinggi badan per umur secara lang-sung dipengaruhi oleh asupan energi (b= 0.02, SE<0.01, p<0.001), asupan protein (b= 0.02, SE=0.01, p<0.001), pendidikan ibu (b=0.23, SE=0.18, p=0.187) dan penda-patan keluarga (b=0.01, SE=0.01, p= 0.051).

Asupan energi dipengaruhi oleh pen-didikan ibu (b=9.56, SE=32.55, p=0.770) dan pendapatan keluarga (b=1.81, SE=0.91, p=0.050). Asupan protein dipengaruhi oleh pendidikan ibu (b=1.75, SE=2.67, p=0.510), status pekerjaan ibu (b=-2.30, SE=2.36, p=0.330), dan pendapatan keluarga (b= 0.12, SE=0.08, p=0.110).

PEMBAHASAN

1. Pengaruh asupan energi terhadap tinggi badan per umur

Terdapat pengaruh langsung yang bernilai positif asupan energi terhadap tinggi badan per umur. Asupan energi terdiri dari berba-gai zat gizi yang dikonsumsi dalam sehari. Asupan energi secara keseluruhan berasal dari asupan karbohidrat, lemak dan protein serta beberapa zat gizi yang lain. Asupan karbohidrat yang diperlukan tubuh dalam batas normal yaitu sebesar 60-75% dari angka kecukupan gizi sedangkan asupan lemak sebesar 10-25%. Karbohidrat di dalam tubuh berperan dalam menyediakan glukosa bagi sel-sel tubuh yang akan di-ubah menjadi energi. Glukosa berperan dalam metabolisme karbohidrat. Beberapa jaringan yang memperoleh energi dari kar-bohidrat yaitu sel darah merah, sebagian

besar otak dan sIstem syaraf (Kemenkes RI, 2014b).

2. Pengaruh asupan protein terhadap tinggi badan per umur

Terdapat pengaruh langsung yang bernilai positif asupan protein terhadap tinggi ba-dan per umur. Asupan protein diperlukan untuk membangun dan memelihara selu-ruh sel yang ada didalam tubuh. Pada masa pertumbuhan, protein sangat dibutuhkan unuk pertumbuhan sel-sel baru. Protein terdiri dari rantai panjang asam amino yang saling bertautan. Sebagian asam amino dibuat dialam tubuh manusia, namun ada beberapa yang tidak diprduksi sendiri oleh tubuh yang dinamakan asam amino esensial. Asam amino esensial bisa didapatkan dari makanan hewani, seperti susu, telur, daging dan ikan (More, 2014).

Protein merupakan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan, membangun struktur tubuh (otot, kulit dan tulang) serta sebagai pengganti jaringan yang rusak. Eratnya hubungan protein de-ngan pertumbuhan menyebabkan seorang anak yang kurang asupan proteinnya akan mengalami pertumbuhan yang lebih lambat daripada anak dengan jumlah asupan protein yang cukup (Almatsier, 2010).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan protein anak SD dalam kategori rendah dibawah angka kecukupan gizi pa-ling banyak yaitu berada di SDN Ngoresan 80 disertai dengan jumlah anak yang me-ngalami stunting tertinggi dibandingkan dengan SD yang lain. Hasil penelitian di-dukung oleh Dewi dan Adhi (2016) bahwa anak yang kekurangan konsumsi protein memiliki risiko 10.26 kali lebih besar untuk mengalami stunting dibandingkan dengan anak yang asupan proteinnya mencukupi (Dewi dan Adhi, 2016). Sebagian besar subjek penelitian memiliki tinggi badan normal, hal ini dikarenakan lebih banyak-nya asupan protein anak sekolah dasar

(7)

yang asupan proteinnya lebih dari angka kecukupan gizi harian menurut usia.

Studi sejenis yang dilakukan oleh Esfarjani et al., (2013), bahwa terdapat pe-ngaruh positif dan secara statistik signi-fikan asupan gizi (karbohidrat dan protein) terhadap risiko stunting pada anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan karbohidrat dan protein yang tinggi ber-hubungan dengan penurunan risiko anak mengalami stunting sebesar 0.31 kali (Esfarjani et al., 2013).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki asupan protein yang cukup bahkan lebih dari angka kecu-kupan gizi, namun masih terdapat bebe-rapa anak Sekolah Dasar yang mengalami stunting dengan jumlah yang cukup tinggi diatas target WHO. Tubuh tidak dapat menyimpan protein dalam tubuh dalam waktu yang lama, sehingga kelebihan pro-tein akan disimpan di dalam tubuh dalam bentuk lemak yang akan berisiko terjadinya obesitas.

3. Pengaruh pendidikan ibu terhadap tinggi badan per umur

Terdapat pengaruh tidak langsung yang bernilai positif pendidikan ibu terhadap tinggi badan per umur melalui asupan energi dan asupan protein anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu memiliki tinggal pendidikan yang tinggi yaitu lebih dari SMA, namun kejadi-an stunting pada kejadi-anak sekolah dasar masih cukup tinggi. Sebagian besar pendidikan ibu dari subjek penelitian termasuk dalam kategori pendidikan tinggi, akan tetapi ibu yang berpendidikan tinggi belum tentu berpengetahuan yang tinggi pula, karena pengetahuan tidak hanya didapatkan dari pendidikan formal namun dari pendidikan nonformal (Senbanjo, 2011).

Ketidaktahuan mengenai informasi tentang gizi dapat menyebabkan kurangnya mutu atau kualitas asupan makanan yang

dikonsumsi anak. Semakin tinggi pendidik-an ibu maka semakin tinggi pula pengeta-huan ibu mengenai gizi yang baik untuk anaknya sehingga menurunkan risiko me-miliki anak stunting (Ni’mah dan Nadhiroh, 2015).

Ibu yang memiliki pendidikan tinggi (≥SMA) yang mengasuh anaknya secara langsung memiliki risiko lebih kecil anak-nya mengalami stunting dibandingkan de-ngan anak yang tidak diasuh secara lang-sung oleh ibunya. Pendidikan akan mempe-ngaruhi penerimaan ibu terhadap informa-si gizi, sehingga masyarakat dengan pendi-dikan tinggi akan lebih mudah dalam me-rubah kebiasaan pemberian makanan ku-rang sehat menjadi lebih sehat (Kuntari et al., 2011).

Kejadian stunting biasanya diiringi dengan gangguan gizi yang lain seperti masalah gizi lebih atau gizi kurang. Berda-sarkan pengukuran indeks massa tubuh per usia, lebih dari separuh subjek penelitian mengalami kegemukan dan obesitas dan terdapat beberapa subjek penelitian yang kurus dan sangat kurus. Kejadian kurus dan obesitas dapat berpengaruh terhadap kejadian stunting pada anak (WHO, 2016).

Studi yang dilakukan oleh Omondi dan Kirabira (2016) juga menyatakan ada-nya pengaruh pendidikan ibu yang kuat ter-hadap stunting anak. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi diperkira-kan adiperkira-kan mempunyai pengetahuan gizi yang baik. Pengetahuan yang baik mem-buat ibu akan lebih mampu dalam menye-diakan menu makanan yang bergizi untuk anggota keluarga. Ketidaktahuan tentang informasi tentang gizi dapat menyebabkan kurangnya mutu atau kualitas asupan makanan yang dikonsumsi anak. Semakin tinggi pendidikan ibu maka semakin tinggi pula pengetahuan ibu mengenai gizi yang baik untuk anaknya, dengan demikian menurunkan risiko untuk memiliki anak

(8)

dengan stunting (Ni’mah dan Nadhiroh, 2015).

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian dari Karimawati (2013), bahwa pengetahuan ibu mempengaruhi sikap ibu dalam memberikan asupan gizi untuk anak prasekolah. Pengetahuan bisa didapatkan dari pendidikan formal mau-pun non formal. Pendidikan dan status pekerjaan ibu dapat mempengaruhi penge-tahuan dan sikap ibu dalam memberikan asupan nutrisi untuk anaknya. Pendidikan kesehatan merupakan salah satu upaya untuk dapat meningkatkan pengetahuan serta perubahan sikap ibu tentang asupan gizi ang baik untuk anak dan serta makan-an ymakan-ang sebaiknya dihindari. Sehingga dengan pengetahuan gizi yang baik, maka risiko untuk anak mengalami stunting akan menurun (Karimawati, 2013).

4. Pengaruh pendapatan keluarga terhadap tinggi badan per umur

Terdapat pengaruh tidak langsung penda-patan keluarga terhadap tinggi badan per umur melalui asupan energi dan asupan protein anak. Kejadian stunting bergantung pada faktor sosial ekonomi, demografi dan lingkungan. Indikator status sosial ekono-mi, seperti pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan pendapatan rumah tangga, adalah be-berapa faktor penentu langsung terkait de-ngan stunting (Keino, 2014).

Pendapatan keluarga berpengaruh se-cara signifikan terhadap kejadian stunting anak, pendapatan keluarga berhubungan dengan penyediaan pangan keluarga, akses pangan dalam keluarga dan distribusi pa-ngan yang cukup untuk keluarga. Kualitas dan kuantitas asupan nutrisi untuk seluruh anggota keluarga dipengaruhi oleh penda-patan. Keluarga yang memiliki pendapatan rendah berisiko 3.25 kali untuk memiliki anak dengan stunting (Ni’mah dan Nadhiroh, 2015).

Keluarga yang memiliki pendapatan yang tinggi, maka akan lebih mampu untuk membelanjakan pendapatannya untuk ma-kanan dengan kualitas dan kandungan gizi yang baik untuk asupan gizi keluarga (Omondi dan Kirabira, 2016). Anak yang mendapatkan asupan protein, kalsium, zat besi dan zink yang lebih tinggi maka me-miiki nilai TB/U yang lebih tinggi, sedang-kan asupan karbohidrat memiliki pengaruh negatif terhadap TB/U anak (Roosita et al., 2014).

5. Pengaruh status pekerjaan ibu terhadap tinggi badan per umur

Terdapat pengaruh tidak langsung yang bernilai negatif status pekerjaan ibu terha-dap tinggi badan per umur melalui asupan protein. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar status pekerjaan ibu yaitu bekerja, sehingga lebih sedikit waktu dirumah untuk mengasuh anak khususnya dalam hal pemberian makan anak sehingga masih terdapat anak sengan asupan protein rendah dibawah angka kecukupan gizi.

Picauly dan Toy (2013) menunjukkan bahwa ibu yang bekerja memiliki peluang anaknya mengalami stunting lebih besar dibandingkan ibu yang tidak bekerja, jika ibu bekerja maka akan meningkatkan keja-dian stunting sebesar 3.623 kali dibanding-kan dengan ibu yang tidak bekerja (Picauly dan Toy, 2013).

Ibu-ibu yang bekerja tidak mempu-nyai cukup waktu untuk memperhatikan makanan anak yang sesuai dengan kebu-tuhan dan kecukupan serta kurang perha-tian dan pengasuhan kepada anak. Hal ini memberikan gambaran bahwa tingkat pen-didikan dan pengetahuan gizi tidak men-jamin untuk memiliki pola asuh yang baik. Ibu yang memiliki waktu lebih banyak di luar rumah untuk bekerja tidak dapat mengontrol pola konsumsi pangan anak dengan baik. Hal ini berimplikasi pada asupan gizi anak yang tidak optimal.

(9)

Tingkat pendidikan yang tinggi tetap meru-pakan faktor penting sebagai upaya menu-runkan kejadian stunting. Ibu yang memi-liki tingkat pendidikan yang tinggi maka se-makin mudah dalam proses penyerapan atau adopsi informasi sehingga diharapkan akan tercipta pola kebiasaan yang baik dan sehat.

REFERENCE

Almatsier S (2010). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Dewi IAK, Adhi KT (2016). Pengaruh Konsumsi Protein Dan Seng Serta Riwayat Penyakit Infeksi Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak Balita Umur 24-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Penida Iii. Archive Of Community Health 3(1): 36 – 46. Esfarjani F, Roustaee R, Nashrabadi FM,

Ezmaillzadeh A (2013). Major Dietary Patterns in Relation to Stunting among Children in Tehran, Iran. Journal Health and Population Nutri-tion 31(2): 202 – 210.

Karimawati D (2013). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Mengenai Asupan Gizi pada Usia Toddler di Surakarta. Keino S, Plasqui G, Borne VD (2014).

Determinants of stunting and over-weight among young children and adolescents in sub-Saharan Africa. Food and Nutrition Bulletin 35(2): 167 – 178.

Kemenkes RI (2016). Situasi Balita Pendek 2016. Diakses melalui http://www.- depkes.go.id/resources/download/- pusdatin/infodatin/situasi-balita-pendek-2016.pdf tanggal 5 Mei 2017. _____ (2013). Riset Kesehatan Dasar

Tahun 2013. Jakarta: Badan Peneli-tian dan Pengembangan Kesehatan Tahun 2013. http://www.

Depkes.go- .id/resources/download/general/-Hasil%20Riskesdas%202013.pdf. Diakses 8 Oktober 2016.

_____ (2014). Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA.

Kuntari T, Jamil NA, Sunarto, Kurniati O (2011). Faktor Risiko Malnutrisi pada Balita. Jurnal Kesehatan Masyarakat 7(12): 1 – 7.

More J (2014). Gizi Bayi, Anak dan Remaja. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Mushtaq MU, Gull S, Khurshid U, Shahid U, Shad MA, Siddiqui AM (2011). Prevalence and Socio-Demographic Correlates of Stunting and Thinness Among Pakistani Primary School Children. BMC Public Health 11:790. Ni’mah K, Nadhiroh SR (2015). Faktor yang

Berhubungan dengan Kejadian Stun-ting pada Balita. Media Gizi Indonesia 10 (1): 13 – 19.

Omondi DO, Kirabira P (2016). Socio-Demographic Factors Influencing Nutritional Status of Children (6-59 Months) in Obunga Slums, Kisumu City, Kenya. Public Health Research 6(2) : 69 – 75.

Pehlke EL, Letona P, Hurley K, Gittelsohn J (2016). Guatemalan school food envi-ronment: impact on schoolchildren’s risk of both undernutrition and over-weight/obesity. Health Promotion International. 31: 542-550.

Picauly I, Toy SM (2013). Analisis Deter-minan dan Pengaruh Stunting Terha-dap Prestasi Belajar Anak Sekolah di Kupang dan Sumba Timur, NTT. Jurnal Gizi dan Pangan 8(1): 55 – 62. Rachmi CN, Agho KE, Baur LA (2016).

Stunting, Underweight and Over-weight in Children Aged 2.0–4.9 Years in Indonesia: Prevalence Trends and Associated Risk Factors. Plos One Journal 1-17.

(10)

Roosita K, Sunarti E, Herawati T (2014). Nutrient Intake and Stunting Preva-lence among Tea Plantation Workers' Children in Indonesia. Journal of Development in Sustainable Agricul-ture 5: 131 – 135.

Senbanjo IO, Oshikoya KA, Odusanya O, Njokanma OF (2011). Prevalence of and Risk factors for Stunting among School Children and Adolescents in Abeokuta, Southwest Nigeria. Journal Health Population and Nutrition 29 (4) : 364-370.

Tiwari R, Ausman LM, Agho KE (2014). Determinants of Stunting and Severe Stunting Among Under-Fives: Evi-dence from The 2011 Nepal Demogra-phic and Health Survey. BMC Pedi-atrics 14(239) : 2-15.

UNICEF Indonesia (2012). Ringkasan Kajian Gizi Ibu dan Anak. www.-unicef.or.id. Diakses tanggal 5 Mei 2017.

WHO (2014). WHA Global Nutrition Tar-gets 2025: Stunting Policy Brief. http://www.who.int/nutrition/topics- /globaltargets_stunting_policy-brief.-pdf. Diakses tanggal 11 Januari 2017. _____ (2015). WHA Global Nutrition

Targets 2025: Stunting Policy Brief. Diakses melalui http://www.who.int-/nutrition/topics/globaltargets_stunt ing_policybrief.pdf pada 6 Mei 2017.

_____ (2016). Child Stunting. Diakses dari http://www.who.int/gho/publicati- ons/world_health_statistics/2016-/whs2016_AnnexA_ChildStunting.pd f tanggal 24 April 2017.

_____ (2017). Double Burden of Malnut-rition. Diakses melalui http://www.- who.int/nutrition/doubleburden-mal-nutrition/en/ tanggal 4 Mei 2017 _____ (2017). Global Database on Child

Growth and Malnutrition. Diakses dari http://www.who.int/nutgrowth- db/about/introduction/en/index2-.html tanggal 6 Mei 2017.

_____ (2017). Global Nutrition Targets 2025: Stunting policy brief. Diakses melalui http://www.who.int/nutriti- on/publications/globaltargets2025_-policybrief_stunting/en/ tanggal 6 April 2017.

World Bank (2015a). Beban Ganda Malnut-risi bagi Indonesia. Diakses melalui http://www.worldbank.org/in/news- /feature/2015/04/23/the-double-burden-of-malnutrition-in-indonesia tanggal 5 Mei 2017.

_____ (2015b). Reaching the Global Target to Reduce Stunting: How Much Will it Cost and How Can We Pay for it?. Diakses melalui http://- pubdocs.worldbank.org/en/4608614- 39997767818/Stunting-Costing-and-Financing-Overview-Brief.pdf tanggal 6 Mei 2017.

Gambar

Gambar 1. Model struktural analisis jalur dengan estimasi

Referensi

Dokumen terkait

Ponovni napad izveden je 29. U jutarnjim satima nad Šibenik je doletjelo 12 zrakoplova i izbacilo bombe na središte grada. Srušen je želje- znički kolodvor i dvije obližnje

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

Jalur pedestrian yang baik dan sesuai standar tidak tersedia untuk menghubungkan kedua moda transportasi tersebut, maupun untuk menghubungkan pejalan kaki menuju

Tujuan penelitian kinerja adalah memotivasi personel mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan

Sumber daya manusia merupakan kemampuan dan kesadaran yang dimiliki pegawai dalam melaksanakan pekerjaan, mengambil keputusan yang relevan dengan keahlian, pengalaman,

Permasalahan dalam penelitian ini adalah Sumber Daya Manusia, Prasarana dan Lingkungan Kerja berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Pegawai Kopertis Wilayah I di Medan..

The coil currents can be measured with either current clamps or with the analyzers control module, if the utility allows a local breaker operation.. The control voltage is

diindikasikan karena penataan letak rak yang satu dengan yang lain kurang teratur, kurang adanya pameran atau sale diskon barang untuk menarik konsumen dalam membeli produk