• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

9

LANDASAN TEORI

2.1 Merek

2.1.1 Pengertian Merek

Menurut Durianto, Sugiarto, dan Joko Budiman (2004: p.2) mendefinisikan merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi hal–hal tersebut untuk mengidentifikasi barang atau jasa seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing dan merek merupakan nilai tangible dan intangible yang terwakili dalam sebuah merek dagang (trademark) yang mampu menciptakan nilai dan pengaruh tersendiri di pasar bila dikelola dengan tepat.

Berbeda dengan pendapat Susanto dan Wijanarko dalam bukunya yang berjudul Power Branding : Membangun Merek Unggul dan Organisasi Pendukungnya (2004 : p.5) mengatakan merek adalah nama atau simbol yang diasosiasikan dengan produk atau jasa dan menimbulkan arti psikologis atau asosiasi. Merek bukan hanya apa yang tercetak di dalam produknya atau kemasannya, tetapi termasuk apa yang ada di benak konsumen dan bagaimana konsumen mengasosiasikannya.

Merek menurut Tjiptono (2001: p.103-104) merek adalah nama, istilah, tanda, simbol/ lambang, desain, warna yang diharapkan dapat memberikan identitas dan diferensiasi terhadap produk pesaing. Pada dasarnya merek merupakan suatu janji penjual untuk secara konsisten menyampaikan serangkaian ciri- ciri, manfaat, dan jasa tertentu kepada para pembeli. Merek yang baik juga menyampaikan jaminan tambahan berupa jaminan kualitas.

Menurut Hermawan Kartajaya (2004:p.11), Marketing Icon of Indonesia, merek merupakan indikator value yang ditawarkan kepada pelanggan, dan atau aset yang

(2)

menciptakan value bagi pelanggan dengan memperkuat loyalitasnya. American Marketing Association mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari barang atau jasa pesaing. (Kotler, 2005:p.82)

Sedangkan Nicolino, dalam Brand Management: The Complete Ideal’s Guides (2004: p.4) mengatakan bahwa merek adalah entitas yang mudah dikenali dan menjanjikan nilai-nilai tertentu. Menurutnya, sebuah nama, logo, singkatan, desain, atau apa saja, dapat dikatakan sebagai sebuah merek, jika memenuhi empat hal berikut:

1. Dapat dikenali atau diidentifikasi (identifiable): dapat dengan mudah memisahkan satu barang yang serupa dengan yang lainnya melalui beberapa cara, biasanya berupa sepatah kata, warna, atau simbol (logo) yang dapat dilihat secara langsung

2. Memiliki entitas: sesuatu yang mempunyai eksistensi yang khas atau berbeda 3. Janji-janji tertentu (specific promises): sebuah produk atau jasa membuat klaim

mengenai apa yang dapat diberikannya

4. Nilai-nilai: apapun yang didapatkan konsumen pasti merupakan sesuatu yang konsumen peduli hingga batas tertentu

Merek mengandung janji perusahaan untuk secara konsisten memberikan ciri, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek lebih dari sekedar jaminan kualitas karena didalamnya tercakup enam pengertian berikut ini. (Durianto, Sugiarto, dan Joko Budiman, 2004: p.2)

1. Atribut produk, seperti halnya kualitas, gengsi, nilai jual kembali, desain, dan lain- lain. Mercedes menyatakan sesuatu yang mahal, produk yang dibuat dengan baik, terancang baik, tahan lama, bergengsi tinggi, dan sebagainya.

(3)

2. Manfaat. Meskipun suatu merek membawa sejumlah atribut, konsumen sebenarnya membeli manfaat dari produk tersebut. Dalam hal ini atribut merek diperlukan untuk diterjemahkan menjadi manfaat fungsional atau manfaat emosional. Sebagai gambaran, atribut “mahal” cenderung diterjemahkan sebagai manfaat emosional, sehingga orang yang mengendarai Mercedes akan merasa dirinya dianggap penting dan dihargai.

3. Nilai. Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. Mercedes menyatakan produk yang berkinerja tinggi, aman, bergengsi, dan sebagainya. Dengan demikian produsen Mercedes juga mendapat nilai tinggi di masyarakat. 4. Budaya. Merek juga mencerminkan budaya tertentu. Mercedes mencerminkan budaya Jerman yang terorganisir, konsisten, tingkat keseriusannya tinggi, efisien, dan berkualitas tinggi.

5. Kepribadian. Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Seringkali produk tertentu menggunakan kepribadian orang yang terkenal untuk mendongkrak atau menopang merek produknya.

6. Pemakai. Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Pemakai Mercedes pada umumnya diasosiasikan dengan orang kaya, kalangan manajer puncak, dan sebagainya.

Menurut Rangkuti dalam bukunya The Power of Brands (2002:p.2), merek dapat juga dibagi dalam pengertian lainnya, seperti :

a. Brand name (nama merek) yang merupakan bagian dari yang dapat diucapkan. Misalnya, RCTI, Pepsodent, Honda dan sebagainya.

b. Brand mark (tanda merek) yang merupakan sebagian dari merek yang dapat dikenali namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain, huruf atau warna khusus. Misalnya, simbol RCTI dengan gambar burung Rajawali.

(4)

c. Trade mark (tanda merek dagang) yang merupakan merek atau sebagian dari merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda dagang ini melindungi penjual dengan hak istimewanya untuk menggunakan nama merek (tanda merek dagang).

d. Copyright (hak cipta) yang merupakan hak istimewa yang dilindungi oleh undang – undang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya tulis, karya musik atau karya seni.

2.1.2 Peranan dan Manfaat Merek

Merek memegang peranan sangat penting, salah satunya adalah menjembatani harapan konsumen pada saat perusahaan menjanjikan sesuatu kepada konsumen dengan demikian dapat di ketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tetapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama.

Adapun beberapa faktor yang menjadikan merek sangat penting, yaitu seperti: (Durianto, Sugiarto, Sitinjak, 2004, p2)

a. Emosi konsumen terkadang turun naik. Merek mampu membuat janji emosi menjadi konsisten dan stabil

b. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dan budaya.

c. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan makin banyak asosiasi merek (brand association) yang terbentuk dalam merek tersebut. Jika asosiasi merek yang terbentuk memiliki kualitas dan kuantitas yang kuat, potensi ini akan meningkatkan citra merek.

(5)

d. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen. Merek yang kuat akan sangat sanggup merubah perilaku konsumen.

e. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian. Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan ataupun atribut lain yang melekat pada merek tersebut.

f. Merek berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan.

Keberadaan merek bermanfaat bagi pembeli, perantara, produsen maupun publik (Simamora, 2002, p3).

1. Bagi Pembeli. Merek bermanfaat untuk menceritakan mutu dan membantu memberi perhatian terhadap produk-produk baru yang mungkin bermanfaat bagi mereka.

2. Bagi Masyarakat. Merek bermanfaat dalam dua hal. Pertama, pemberian merek memungkinkan mutu produk lebih terjamin dan lebih konsisten. Kedua, meningkatkan efisiensi pembeli karena merek dapat menyediakan infomasi tentang produk dan tempat.

3. Bagi Penjual. Merek bermanfaat dalam empat hal. Pertama, memudahkan penjual mengolah pesanan dan menelusuri masalah-masalah yang timbul. Kedua, memberikan perlindungan hukum atas keistimewaan atau ciri khas produk. Ketiga, memungkinkan untuk menarik sekelompok pembeli yang setia dan menguntungkan. Keempat, membantu penjual melakukan segmentasi pasar.

(6)

2.2 Ekuitas Merek

2.2.1 Pengertian Ekuitas Merek

Ekuitas merek adalah seperangkat asset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa kepada perusahaan maupun kepada pelanggan. Agar aset dan liabilitas mendasari ekuitas merek, maka aset dan liabilitas merek harus berhubungan dengan nama atau sebuah simbol sehingga jika dilakukan perubahan terhadap nama dan simbol merek, beberapa atau semua aset dan liabilitas yang menjadi dasar ekuitas merek akan berubah pula. (Durianto, Sugiarto, Sitinjak, 2001: p.4)

Menurut Philip Kotler dalam bukunya Manajemen Pemasaran Edisi Kesebelas Jilid 2 (2005;p.86) mendefinisikan ekuitas merek sebagai efek diferensial positif yang ditimbulkan oleh pengetahuan nama merek terhadap pelanggan atas produk atau jasa tersebut. Ekuitas merek mengakibatkan pelanggan memperlihatkan preferensi terhadap suatu produk dibandingkan dengan yang lain kalau keduanya pada dasarnya identik.

Menurut Hana dan Wozniak yang dikutip oleh Simamora (2002, pp.46-47) mengatakan bahwa ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan merek pada produk. Sepanjang memberikan nilai tambah, maka merek tersebut memiliki ekuitas. Kalau tidak memberikan nilai tambah, apalagi justru mengurangi nilai produk, berarti tidak ada ekuitas merek. Jadi, mereka melihat ekuitas merek sebagai nilai yang positif.

Berbeda halnya dengan Srinivasan dan Park yang dikutip oleh Simamora (2002, p.47) membuat konsepsi yang memungkinkan ekuitas merek bernilai negatif, nol, ataupun positif. Menurut mereka, pada produk-produk bermerek terdapat dua jenis nilai. Pertama, nilai objektif, yaitu nilai berdasarkan realitas. Ini merupakan nilai yang tidak terkontaminasi oleh segala hal yang terkait dengan merek. Kedua, nilai total produk dengan merek. Ekuitas merek adalah selisih antara nilai total produk (dengan merek) dikurangi nilai objektifnya. Dengan hubungan demikian, dimungkinkan nilai ekuitas merek yang positif, nol dan negatif.

(7)

Menurut mereka juga, ekuitas merek dapat dilihat pada ruang lingkup individu, segmen maupun pasar secara total. Pada ruang lingkup individu, di mungkinkan perbedaan ekuitas merek pada individu yang berbeda.

Brand Equity is the added value endowed to products and services. This value may be reflected in how consumers think, feel, and act with respect to the brand, as well as the process, market share, and profitability that the brand commands for the firm. Brand equity is an important intangible asset that has psychological and financial value to the firm. (Kotler,2006:p.258)

2.2.2 Elemen – Elemen ekuitas merek

Menurut David A. Aaker (Durianto, Sugiarto, Sitinjak, 2004, p.4) ekuitas merek (brand equity) dapat dikelompokkan ke dalam 5 kategori, yaitu:

1. Kesadaran Merek (brand awareness), menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu.

2. Asosiasi Merek (brand association), mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain.

3. Persepsi Kualitas (perceived quality), mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas/keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan.

4. Loyalitas Merek (brand loyalty), mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk.

5. Aset-Aset Merek Lainnya (other proprietary brand assets) seperti hak paten, rahasia teknologi, rahasia bisnis, akses khusus terhadap pemasok ataupun pasar, dan lain-lain.

(8)

Empat elemen ekuitas merek (brand equity) di luar aset – aset merek lainnya dikenal dengan elemen – elemen utama dari ekuitas merek (brand equity). Elemen brand equity yang kelima secara langsung akan dipengaruhi oleh kualitas dari empat elemen utama tersebut.

Namun pengukuran ekuitas merek dikembangkan lagi oleh David A. Aaker (Durianto, Sugiarto, Budiman, 2004, pp.4-5) menjadi model Brand Equity Ten yang dikelompokkan dalam lima kategori dengan sepuluh elemen sebagai indikator ekuitas merek. Empat kategori yang pertama mewakili persepsi konsumen tentang suatu merek melalui empat dimensi ekuitas merek yaitu, loyalitas merek, persepsi kualitas, asosiasi merek, dan kesadaran merek. Kategori kelima meliputi pengukuran dua jenis perilaku pasar (market behaviour) yang mewakili informasi yang diperoleh berdasarkan pasar, dan bukan langsung dari konsumen. Kategori Awareness Measures

1. Kesadaran Merek (Brand Awareness) Kategori Association Measures

2. Persepsi Nilai ( Perceived Value ) 3. Kepribadian Merek ( Brand personality ) 4. Asosiasi Organisasi ( Organizational Brand ) Kategori Perceived Quality / Leadership Measures

5. Persepsi Kualitas ( Perceived Quality )

6. Kepemimpinan / Popularitas ( Leadership / Popularity ) Kategori Loyalty Measures

7. Harga Optimum ( Price Premium )

8. Kepuasan / Loyalitas ( Satisfaction / Loyalty ) Kategori Market Behaviour Measures

9. Pangsa Pasar ( Market Share )

(9)

2.2.3 Peranan dan Manfaat Ekuitas Merek

Bagi pelanggan, brand equity merupakan aset yang dapat memberikan nilai tersendiri. Aset tersebut dapat membantu pelanggan dalam menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi yang terkait dengan produk dan merek tersebut. Brand Equity dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan, asosiasi dengan berbagai karakteristik merek. Pada kenyataannya, asosiasi merek dan persepsi kualitas dapat mempertinggi tingkat kepuasan konsumen.

Disamping memberi nilai bagi konsumen, ekuitas merek juga memberikan nilai bagi perusahaan dalam bentuk:

1. Ekuitas merek yang kuat dapat mempertinggi keberhasilan program dalam memikat para konsumen baru, bahkan merangkul kembali konsumen lama. 2. Empat dimensi ekuitas merek : brand awarness, perceived quality, asosiasi –

asosiasi dan aset merek lainnya dapat mempengaruhi alasan pembelian konsumen.

3. Loyalitas merek yang telah diperkuat merupakan hal penting dalam merespons inovasi yang dilakukan para pesaing.

4. Asosiasi – asosiasi merek juga sangat penting sebagai dasar strategi positioning maupun strategi perluasan produk.

5. Ekuitas merek yang kuat memungkinkan perusahan memperoleh margin yang lebih tinggi dengan menjual produk pada harga optimum (premium pricing) dan mengurangi ketergantungan pada promosi.

6. Ekuitas merek yang kuat dapat digunakan sebagai dasar untuk pertumbuhan dan perluasan merek kepada produk lainnya atau menciptakan bidang bisnis baru yang terkait yang biayanya akan jauh lebih mahal untuk dimasuki tanpa merek yang memiliki ekuitas merek tersebut.

(10)

7. Ekuitas merek yang kuat dapat meningkatkan penjualan karena mampu menciptakan loyalitas saluran distribusi.

8. Aset – aset ekuitas merek lainnya dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan dengan memanfaatkan celah – celah yang tidak dimiliki pesaing. Sebagai contoh, pemasar tidak akan ragu lagi untuk memasarkan suatu produk atau jasa yang memiliki ekuitas merek yang kuat.

2.3 Kesadaran Merek

2.3.1 Pengertian Kesadaran Merek

Menurut Aaker yang dikutip oleh Rangkuti, (2004,p.39) kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu.

Kesadaran menggambarkan keberadaan merek di dalam pikiran konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan kunci pembuka (key of brand asset) untuk masuk ke elemen ekuitas merek lainnya. Apabila kesadaran itu sangat rendah maka hampir dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga rendah. (Durianto, Sugiarto, Budiman, 2004, p7)

2.3.2 Tingkat Kesadaran Merek

Tingkatan atau piramida kesadaran merek dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi adalah sebagai berikut: (Durianto, Sugiarto, Budiman, 2004, p7)

1. Unware of Brand (tidak menyadari merek), adalah tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari adanya suatu merek.

(11)

2. Brand Recognition (pengenalan merek), adalah tingkat minimal kesadaran merek, dimana pengenalan suatu merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall).

3. Brand Recall (pengingatan kembali terhadap merek), adalah pengingatan kembali terhadap merek tanpa bantuan (unaided recall).

4. Top of Mind (puncak pikiran), adalah merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen.

Gambar 2.1. Piramida Kesadaran Merek Sumber: David A. Aaker (Durianto, Sugiarto, Budiman, 2004, p.7)

Top of Mind

Brand Recall

Brand Recognition

(12)

2.3.3 Nilai Kesadaran Merek

Peran kesadaran merek dalam membantu merek, dapat dipahami dengan mengkaji bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai, yaitu:

Gambar 2.2. Nilai – Nilai Kesadaran Merek Sumber : Durianto, Sugiarto, Budiman ( 2004,p7 )

Penjelasan dari keempat nilai tersebut adalah sebagai berikut :

1. Jangkar yang menjadi cantolan bagi asosiasi lain (anchor to which other association can be attached)

Artinya suatu merek dapat digambarkan seperti suatu jangkar dengan beberapa rantai, dimana rantai ini menggambarkan asosiasi dari merek tersebut. Suatu merek yang kesadarannya tinggi akan membantu asosiasi-asosiasi melekat pada merek tersebut karena daya jelajah merek tersebut menjadi sangat tinggi di benak konsumen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika kesadaran suatu merek rendah, suatu asosiasi yang diciptakan oleh pemasar akan sulit melekat pada merek tersebut.

Kesadaran Merek

Jangkar yg menjadi cantolan asosiasi lain

Familiar/ rasa suka

Substansi/ komitmen

(13)

2. Familier/rasa suka (familiarity-liking)

Jika keberadaan merek perusahaan sangat tinggi, konsumen akan sangat akrab dan terbiasa dengan merek perusahaan, dan lama-kelamaan dari kebiasaan tersebut akan timbul rasa suka yang tinggi terhadap merek yang perusahaan pasarkan tersebut, yang kadang-kadang dapat menjadi suatu pendorong dalam membuat keputusan.

3. Substansi/komitmen (signal of substance/commitment)

Kesadaran merek dapat menandakan keberadaan, komitmen dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi jika kesadaran akan merek tinggi, kehadiran merek itu akan selalu dapat perusahaan rasakan. Sebuah merek dengan kesadaran konsumen tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

a. Diiklankan secara luas

b. Eksistensi yang sudah teruji oleh waktu c. Jangkauan distribusi yang luas

d. Merek tersebut dikelola dengan baik

Karena itu, jika kualitas dua merek adalah sama, kesadaran merek akan menjadi faktor yang menentukan dalam keputusan pembelian

4. Mempertimbangkan merek (brand to be considered)

Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi merek-merek yang dikenal dalam suatu kelompok untuk dipertimbangkan dan diputuskan merek mana yang akan dibeli. Merek dengan top of mind yang tinggi mempunyai pertimbangan yang tinggi. Jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak akan dipertimbangkan dalam benak konsumen.

(14)

Biasanya merek-merek yang disimpan dalam ingatan konsumen adalah yang disukai atau dibenci.

2.3.4 Pencapaian Kesadaran Merek

Menurut Durianto, Sugiarto, Sitinjak dalam bukunya Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Prilaku Merek (2004:p.57), kesadaran merek dapat dicapai dan diperbaiki dengan menempuh beberapa cara berikut :

a. Pesan yang disampaikan oleh suatu merek harus mudah diingat oleh konsumen. Pesan yang disampaikan harus berbeda dibandingkan merek produk lainnya serta harus ada hubungan antara merek dan kategori produknya.

b. Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik sehingga membantu konsumen mengingat merek.

c. Jika satu produk memiliki simbol, hendaknya simbol itu dapat dihubungkan dengan mereknya.

d. Perluasan nama merek dapat dipakai agar merek semakin diingat pelanggan. e. Kesadaran merek dapat diperkuat dengan memakai suatu isyarat yang

sesuai dengan kategori produk, merek, atau keduanya.

f. Melakukan pengulangan untuk meningkatkan pengingatan karena membentuk ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan.

2.4 Asosiasi Merek

2.4.1 Pengertian Asosiasi Merek

Asosiasi merek adalah sesuatu yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Asosiasi ini tidak hanya ada tetapi mempunyai sebuah kekuatan. ( Susanto, Wijanarko, 2004:p.132 )

(15)

Brand association adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek . ( Durianto, Sugiarto , Sitinjak, 2004:p.69 )

Kesan – kesan yang terkait merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasinya. Suatu merek yang telah mapan akan mempunyai posisi yang menonjol dalam persaingan karena didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image. Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, semakin kuat brand image yang dimiliki oleh merek tersebut. Konsumen yang terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap brand image dan apabila konsumen beranggapan bahwa merek tertentu secara fisik berbeda dari merek pesaing, brand image tersebut akan melekat terus – menerus sehingga dapat membentuk kesetiaan terhadap merek tertentu.

2.4.2 Sumber-Sumber Asosiasi Merek

Menurut Aaker yang dikutip oleh Simamora (2002, pp.31-36) terdapat sebelas sumber asosiasi yang terkait dengan suatu merek, yaitu:

1. Atribut produk (product attributes)

Mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu produk merupakan strategi positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini efektif karena jika atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek.

Menurut Kotler (Simamora,2002), atribut produk terdiri atas kualitas, desain dan fitur (feature). Kualitas lebih lanjut dijelaskan sebagai kinerja (performance), unjuk kerja (comformance), keandalan (reliability), kemudahan diperbaiki (repairability), gaya (style), daya tahan (durability) dan desain (design). Biasanya tidak semua komponen atribut di

(16)

jadikan andalan (selling point) oleh produsen, cukup satu atau beberapa atribut yang menonjol (salient atribut) dari suatu produk.

2. Atribut tak berwujud (intangibles attributes)

Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya persepsi kualitas, kemajuan teknologi atau kesan nilai yang mengikhtisarkan serangkaian atribut yang objektif. Namun terdapat beberapa resiko apabila perusahaan menggunakan atribut ini sebagai sumber asosiasi, yaitu seperti:

a. Rentan terhadap inovasi perusahaan lain.

b. Seringkali klaim atas spesifikasi tertentu malah menurunkan kredibilitas produk yang bersangkutan.

c. Seringkali konsumen tidak memperdulikan klaim produk atas spesifikasi tertentu karena menganggap tidak ada perbedaan berarti antara satu produk dengan produk lain. Risiko-risiko di atas dapat dihindari dengan membuat asosiasi yang tidak terukur, dan tidak bisa dibandingkan.

3. Manfaat produk bagi pelanggan (customer’s benefits)

Karena sebagian besar atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan, maka biasanya terdapat hubungan antara keduanya. Artinya, kalau mau membuat asosiasi manfaat, mau tidak mau perusahaan juga harus membuat asosiasi atribut sebagai alasannya. Yang ditonjolkan produsen sebenarnya adalah asosiasi manfaat, sebab atribut yang dijadikan sebagai alasan, seringkali tidak dipahami masyarakat umum.

4. Harga relatif (relative price)

Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini akan di awali dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua dari tingkat harga. Sudah jelas bahwa harga yang dijadikan sebagai sumber asosiasi adalah harga rendah atau harga yang terjangkau. Penggunaan “harga terjangkau” sebagai sumber asosiasi akan bermanfaat bila pasar sasaran yang di bidik sensitive terhadap harga, dan selisih harga

(17)

yang di tawarkan cukup berarti bagi konsumen. 5. Penggunaan (application)

Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu penggunaan atau aplikasi tertentu. “Saat apa produk digunakan” dapat dipakai menjadi sumber asosiasi produk.

6. Pengguna/pelanggan (user or customer)

Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek dengan sebuah tipe pengguna atau pelanggan dari produk tersebut.

7. Orang terkenal/khalayak (celebrity or person)

Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek tersebut. Ruginya, kalau citra orang itu rusak, maka citra merek juga bisa turun.

8. Gaya hidup/kepribadian (life style or personality)

Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat di ilhami oleh asosiasi para pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya hidup yang hampir sama.

9. Kelas produk (product class)

Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya akan lebih berhasil jika merek tersebut merupakan merek pertama pada kategori produk yang bersangkutan.

10. Para pesaing (competitors)

Mengetahui pesaing dan berusaha untuk menyamai atau bahkan mengungguli pesaing dapat dijadikan sebagai sumber asosiasi.

11. Negara/area geografis (country or geographic area)

Sebuah Negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memiliki hubungan yang erat dengan produk, bahan, dan kemampuan. Syarat yang harus dipenuhi untuk menggunakan suatu negara atau wilayah geografis sebagai sumber asosiasi adalah tempat-tempat yang

(18)

dijadikan sumber asosiasi harus memiliki citra positif tentang produk yang diiklankan. Atau, mengikuti istilah Michael Porter. Negara bersangkutan harus memiliki competitive advantage of nation mengenai produk-produk itu.

2.4.3 Nilai Asosiasi Merek

Asosiasi merek dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan para pelanggan, karena ia dapat membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek yang satu dari merek yang lain. Berikut ini adalah fungsi dari asosiasi merek :

Gambar 2.3. Nilai Asosiasi Merek Sumber : Rangkuti, 2004:p.43

1. Help process / retrieve information (membantu proses penyusunan informasi) 2. Differentiate (membedakan), dapat memberikan landasan yang penting bagi upaya pembedaan suatu merek dari merek lain.

3. Reason to buy (alasan untuk membeli), membangkitkan berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen yang dapat memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli dan menggunakan merek tersebut.

Asosiasi Merek

Membantu proses/ penyusunan informasi

Diferensiasi /posisi

Alasan untuk membeli

Menciptakan sikap/ perasaan positif

(19)

4. Create positive attitude/feelings (menciptakan sikap atau perasaan positif)

Beberapa asosiasi mampu merangsang suatu perasaan positif yang pada gilirannya merembet ke merek yang bersangkutan. Asosiasi – asosiasi tersebut dapat menciptakan perasaan positif atas dasar pengalaman mereka sebelumnya serta pengubahan pengalaman tersebut menjadi sesuatu yang lain daripada yang lain.

5. Basis for extentions (landasan untuk perluasan)

Suatu asosiasi dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan dengan menciptakan rasa kesesuaian (sense of fit) antara merek dan sebuah merek produk baru, atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut.

2.5 Persepsi Kualitas

2.5.1 Pengertian Persepsi Kualitas

Menurut David A. Aaker (Durianto, Sugiarto, Budiman, 2004;p.15), “ Persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkannya.”

Persepsi kualitas adalah salah satu dimensi ekuitas merek. Persepsi kualitas mempunyai atribut penting yang dapat diaplikasikan dalam berbagai hal, seperti :

a. Kualitas aktual atau obyektif (actual or objective quality), yaitu perluasan ke suatu bagian dari produk / jasa yang memberikan pelayanan lebih baik.

b. Kualitas isi produk (product-based quality), yaitu karakteristik dan kuantitas unsur, bagian, atau pelayanan yang disertakan.

c. Kualitas proses manufaktur (manufacturing quality), yaitu kesesuaian dengan spesifikasi; hasil akhir yang “tanpa cacat” (zero defect).

(20)

2.5.2 Dimensi Persepsi Kualitas

Persepsi pelanggan terhadap kualitas suatu merek produk dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dilihat melalui tujuh dimensi persepsi kualitas dan konteksnya.

Menurut David A. Garvin (Durianto, Sugiarto, Sitinjak, 2004;p.98), tujuh dimensi persepsi kualitas untuk konteks produk adalah :

1. Kinerja: Melibatkan berbagai karakteristik operasional utama, misalnya karakteristik operasional mobil adalah kecepatan, akselerasi, system kemudi, serta kenyamanan. Karena faktor kepentingan pelanggan berbeda satu sama lain, sering kali pelanggan mempunyai sikap yang berbeda dalam menilai atribut- atribut kinerja ini.

2. Pelayanan: Mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut. Misalnya mobil merek tertentu menyediakan pelayanan kerusakan atau service mobil 24 jam di seluruh dunia.

3. Ketahanan: Mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut. Misal mobil merek tertentu yang memposisikan dirinya sebagai mobil tahan lama walau telah berumur 12 tahun tetapi masih berfungsi dengan baik.

4. Keandalan: Konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya.

5. Karakteristik produk: Bagian- bagian tambahan dari produk seperti remote control sebuah video, tape deck, system WAP untuk telepon genggam. Penambahan ini biasanya digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua merek produk terlihat hampir sama. Bagian – bagian tambahan ini memberi penekanan bahwa perusahaan mamahami kebutuhan pelanggannya yang dinamis sesuai perkembangan.

6. Kesesuaian dengan spesifikasi: Merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji. Misalnya sebuah mobil pada kelas tertentu dengan spesifikasi yang telah

(21)

ditentukan seperti jenis dan kekuatan mesin, pintu, material untuk pintu mobil, ban, system pengapian dan lainnya.

7. Hasil: Mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan “hasil akhir” produk yang baik maka kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut kualitas lain yang penting.

Untuk dimensi persepsi kualitas dalam konteks jasa mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry. (Durianto, Sugiarto, Sitinjak, 2004;p.100). Pada umumnya yang sering digunakan sebagai dimensi dalam konteks jasa adalah : Kompetensi, Keandalan, Tanggung Jawab dan Empati. Berbagai dimensi ini menjadi inti dalam interaksi antara pelanggan dan pemasar bidang jasa.

Berikut ini merupakan contoh pertanyaan – pertanyaan dalam mengukur dimensi – dimensi konteks jasa :

a. Bentuk fisik: Apakah fasilitas fisik, perlengkapan, dan penampilan pegawai mengesankan kualitasnya?

b. Kompetensi: Apakah karyawan divisi pelayanan memiliki pengetahuan yang memadai dalam melaksanakan tugasnya? Apakah karyawan divisi pelayanan mengesankan keyakinan dan percaya diri yang tinggi?

c. Keandalan: Dapatkah tugas tersebut dikerjakan dengan akurat dan meyakinkan? d. Tanggung jawab: Apakah petugas penjualan berkemauan untuk membantu para

pelanggan dengan memberikan layanan sebaik- baiknya?

e. Empati: Apakah sebuah supermarket menunjukkan kepedulian dan perhatian kepada setiap pelanggan yang mempunyai kartu keanggotaan (member card) ?

(22)

2.5.3 Nilai Persepsi Kualitas

Dalam membangun suatu merek, persepsi kualitas mempunyai peranan yang penting. Dalam banyak konteks persepsi kualitas sebuah merek dapat menjadi alasan yang penting dalam pembelian serta merek mana yang akan dipertimbangkan pelanggan untuk dibeli.

Karena persepsi kualitas terkait erat dengan keputusan pembelian maka persepsi kualitas dapat mengefektifkan semua elemen program pemasaran khususnya program promosi. Apabila persepsi kualitas dari suatu merek tinggi, maka kemungkinan besar program periklanan dan promosi yang dijalankan akan efektif.

Secara umum persepsi kualitas dapat menghasilkan nilai – nilai berikut :

Gambar 2.4. Nilai Persepsi Kualitas Sumber: Durianto, Sugiarto, Budiman,2004;p.16

1. Alasan untuk membeli

Konsumen sering kali tidak termotivasi untuk mendapatkan dan menyaring informasi yang mungkin mengarah pada objektivitasnya mengenai kualitas. Atau informasi itu memang tidak tersedia. Atau konsumen tidak mempunyai kesanggupan atau sumber daya untuk mendapatkan atau memproses informasi. Karena terkait dengan keputusan- keputusan

Persepsi Kualitas

Alasan untuk membeli

Diferensiasi/ posisi

Harga Optimum

Minat saluran distribusi

(23)

pembelian, persepsi kualitas mampu mengefektifkan semua elemen program pemasaran. Apabila kesan kualitas tinggi, kemungkinan besar periklanan dan promosi yang dilancarkan akan efektif.

2. Diferensiasi/ posisi

Suatu karakteristik penting dari merek adalah posisinya dalam dimensi persepsi kualitas, yaitu apakah merek tersebut superoptimum, optimum, bernilai, atau ekonomis. Juga, berkenaan dengan persepsi kualitas, apakah merek tersebut terbaik atau sekedar kompetitif terhadap merek- merek lain.

3. Harga optimum

Keuntungan persepsi kualitas memberikan pilihan- pilihan dalam penetapan harga optimum (price premium). Harga optimum bisa meningkatkan laba dan/ atau memberikan sumber daya untuk reinvestasi pada merek tersebut. Berbagai sumber daya ini dapat digunakan untuk membangun merek, seperti menguatkan kesadaran atau asosiasi atau mutu produk. Harga optimum juga dapat menguatkan persepsi kualitas, yaitu “Anda mendapatkan yang anda bayar.

4. Minat saluran distribusi

Persepsi kualitas juga punya arti penting bagi para pengecer, distributor, dan berbagai pos saluran lainnya. Sebuah pengecer atau pos saluran lainnya dapat menawarkan suatu produk yang memiliki persepsi kualitas tinggi dengan harga yang menarik dan menguasai lalu lintas distribusi tersebut. Pos saluran distribusi dimotivasi untuk menyalurkan merek- merek yang diminati oleh konsumen.

5. Perluasan merek

Sebuah merek yang kuat dalam hal persepsi kualitas dapat dieksploitasi untuk meluaskan diri lebih jauh, dan akan mempunyai peluang sukses yang lebih besar dibandingkan merek dengan persepsi kualitas yang lemah. Caranya adalah dengan menggunakan merek tersebut untuk masuk ke dalam kategori produk baru.

(24)

Ada beberapa syarat agar perluasan merek tersebut berhasil:

a. Merek tersebut harus kuat. Merek yang tidak kuat akan membuat merek tersebut sulit diperluas.

b. Merek tersebut masih bisa diperluas, jadi belum overextension. Merek yang sudah terlalu banyak diperluas ke kategori yang lain akan sulit diterima oleh konsumen dan justru akan menimbulkan kebingungan di benak mereka.

c. Keeratan hubungan antara kategori produk yang satu dan yang lain. Suatu merek biasanya sudah mempunyai citra dan jika ingin diperluas ke kategori lain, harus dilihat apakah citra ini bisa ditransfer atau tidak. Betadine mempunyai asosiasi yang kuat mengenai antiseptik, sehingga pada saat diperluas ke plester ternyata dapat diterima oleh konsumen karena keduanya memiliki hubungan yang erat.

2.6 Loyalitas Merek

2.6.1 Pengertian Loyalitas Merek

Pengertian loyalitas merek adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. (Rangkuti, 2004;p.60). Loyalitas merupakan inti dari brand equity yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek. Apabila loyalitas meningkat, maka kerentaan kelompok pelanggan dari serangan kompetitor dapat dikurangi. Hal ini merupakan suatu indikator dari brand equity yang berkaitan dengan perolehan laba di masa yang akan datang karena loyalitas merek secara langsung dapat diartikan sebagai penjualan di masa depan.

2.6.2 Tingkatan Loyalitas Merek

Berikut adalah tingkatan loyalitas merek mulai dari tingkat yang paling dasar (switcher) sampai tingkatan pelanggan yang setia (committed buyer) :

(25)

Gambar 2.5. Piramida loyalitas Merek 1 Sumber: Durianto, Sugiarto, Budiman, 2004;p.21

1. Pembeli yang berpindah-pindah (Switcher/Price Buyer)

Adalah tingkat loyalitas yang paling dasar. Semakin sering pembelian konsumen berpindah dari suatu merek ke merek yang lain mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal. Pada tingkatan ini, merek apapun mereka anggap memadai serta memegang peranan yang kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling jelas dalam kategori ini adalah mereka membeli suatu merek karena banyak konsumen lain membeli merek tersebut dan karena harganya murah.

2. Pembeli yang bersifat kebiasaan (Habitual Buyer)

Adalah pembeli yang puas dengan merek produk yang di konsumsinya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengonsumsi suatu merek produk. Tidak ada alasan yang kuat baginya untuk membeli merek produk lain atau berpindah merek, terutama jika peralihan tersebut membutuhkan usaha, biaya, atau berbagai pengorbanan lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa mereka membeli suatu merek karena alasan kebiasaan.

Commited

Buyer

Likes the Brand

Satisfied Buyer

Habitual Buyer Switcher/Price Buyer

(26)

3. Pembeli yang puas dengan biaya peralihan (Satisfied Buyer)

Adalah kategori pembeli yang puas dengan merek yang mereka konsumsi, namun dapat saja berpindah merek dengan menanggung biaya peralihan (switching cost) seperti waktu, biaya, risiko yang timbul akibat tindakan peralihan merek tersebut. Untuk menarik minat pembeli kategori ini, pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung pembeli dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya (switching cost loyalty).

4. Pembeli yang menyukai merek (Likes the Brand)

Adalah kategori pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka didasari oleh asosiasi yang berkaitan dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan merek itu sebelumnya, baik yang dialami pribadi maupun oleh kerabatnya ataupun disebabkan oleh persepsi kualitas yang tinggi.

5. Pembeli yang berkomitmen (Comitted Buyer)

Adalah kategori pembeli yang setia. Mereka mempunyai kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka, baik dari segi fungsi maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Ciri yang tampak pada kategori ini adalah tindakan pembeli untuk merekomendasi/mempromosikan merek yang ia gunakan kepada orang lain.

Dari Piramida Loyalitas Merek 1 (gambar 2.5) diatas terlihat bahwa bagi merek yang belum memiliki ekuitas merek yang kuat, porsi terbesar dari konsumennya berada pada tingkat switcher, yaitu pembeli yang suka berpindah-pindah merek. Selanjutnya, porsi terbesar kedua ditempati oleh konsumen yang berada pada taraf habitual buyer dan seterusnya, hingga porsi terkecil ditempati oleh commited buyer. Meskipun demikian, bagi merek yang memiliki ekuitas merek yang kuat, tingkatan dalam loyalitas mereknya

(27)

diharapkan membentuk segitiga terbalik. Artinya, semakin ke atas semakin melebar sehingga diperoleh jumlah commited buyer yang lebih besar dari pada switcher, seperti tampak pada gambar 2.6 berikut.

Gambar 2.6. Piramida Loyalitas Merek 2 Sumber: Durianto, Sugiarto, Sitinjak, 2004;p.130

2.6.3 Nilai Loyalitas Merek

Loyalitas merek para pelanggan yang ada mewakili suatu aset strategis dan jika dikelola dan eksploitasi dengan benar akan mempunyai potensi untuk memberikan nilai dalam beberapa bentuk seperti yang diperlihatkan dalam gambar 2.7

Commited Buyer

Liking the Brand

Satisfied Buyer

Habitual Buyer Switcher

(28)

Gambar 2.7. Nilai Loyalitas Merek Sumber: Durianto, Sugiarto, dan Budiman (2004: p.22)

1. Mengurangi biaya pemasaran

Biaya pemasaran untuk mempertahankan konsumen akan lebih murah dibandingkan untuk mendapatkan konsumen baru.

2. Meningkatkan perdagangan

Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan meningkatkan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran.

3. Menarik konsumen baru

Perasaan puas dan suka terhadap suatu merek akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon konsumen untuk mengkonsumsi merek tersebut dan biasanya akan merekomendasikan/ mempromosikan merek yang ia pakai kepada orang lain, sehingga kemungkinan dapat menarik konsumen baru.

Mengurangi biaya pemasaran

Loyalitas Merek

Meningkatkan perdagangan

Menarik konsumen baru

Memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan

(29)

4. Memberi waktu untuk merespons ancaman persaingan

Bila pesaing mengembangkan produk yang lebih unggul, konsumen yang loyal akan memberikan waktu bagi perusahaan untuk merespons pesaing dengan memperbarui produknya.

2.7 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.8 Kerangka Pemikiran

EKUITAS MEREK

RCTI

KESADARAN

MEREK

ASOSIASI

MEREK

PERSEPSI

KUALITAS

LOYALITAS

MEREK

1. Top of Mind

2. Brand Recall

3. Brand

Recognition

4. Unaware of

Brand

ATRIBUT

ATRIBUT

1.Switcher

2. Habitual

Viewer

3. Satisfied

Viewer

4. Liking the

Brand

5. Commited

Viewer

(30)

2.8 Metodologi Penelitian

2.8.1 Jenis dan Metode Penelitian Desain Penelitian

Pengamatan dilakukan terhadap mahasiswa di 4 perguruan tinggi swasta di Jakarta, khususnya mahasiswa menengah atas di Universitas Bina Nusantara, Universitas Trisakti, Universitas Katolik Atma Jaya, dan Universitas Tarumanegara. Sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka digunakan jenis penelitian yaitu penelitian deskriptif. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguraikan sifat atau karakteristik mengenai reaksi responden yang berprofesi sebagai mahasiswa di 4 perguruan tinggi swasta di Jakarta terhadap jasa layanan informasi dan hiburan (penyiaran televisi) P.T Rajawali Citra Televisi Indonesia melalui pengukuran brand awarness, brand association, perceived quality, dan brand loyalty. Dalam tabel dibawah ini ditunjukkan desain penelitian yang akan dilakukan.

Tabel 2.1 Desain Penelitian

Desain Penelitian Tujuan

Penelitian Jenis Penelitian Metode yang

digunakan Unit Analisis Time Horizon T1 T2 T3 T4 Descriptive Descriptive Descriptive Descriptive Descriptive Survey Descriptive Survey Descriptive Survey Descriptive Survey Individu → mahasiswa 4 perguruan tinggi swasta Individu → mahasiswa 4 perguruan tinggi swasta Individu→ mahasiswa 4 perguruan tinggi swasta Individu→ mahasisiwa 4 perguruan tinggi swasta One Shoot-cross sectional One Shoot-cross sectional One Shoot-cross sectional One Shoot-cross sectional

(31)

Keterangan :

T-1 → Mengetahui sejauh mana tingkat kesadaran mahasiswa terhadap merek RCTI. T-2 → Mengetahui asosiasi – asosiasi apa saja yang dapat membentuk brand image RCTI. T-3 → Mengetahui persepsi mahasiswa terhadap seluruh kualitas penyiaran televisi RCTI. T-4 → Mengetahui tingkat loyalitas mahasiswa terhadap merek RCTI.

Jenis Data dan Sumber Data

Tabel 2.2

Jenis Data dan Sumber Data

Digunakan Untuk Tujuan Penelitian

Jenis Data Sumber Data

T-1 T-2 T-3 T-4 Informasi tingkat

kesadaran

mahasiswa terhadap merek RCTI

Data primer didapat melalui kuesioner kepada mahasiswa di 4 perguruan tinggi swasta di Jakarta

Informasi asosiasi-asosiasi mahasiswa terhadap merek RCTI

Data primer di dapat melalui kuesioner dan wawancara kepada mahasiswa di 4 perguruan tinggi swasta di Jakarta

√ Informasi persepsi mahasiswa terhadap keseluruhan kualitas penyiaran televisi RCTI

Data primer di dapat melalui kuesioner dan wawancara kepada mahasiswa di 4 perguruan tinggi swasta di Jakarta

Informasi tingkat loyalitas mahasiswa terhadap merek RCTI

Data primer di dapat melalui kuesioner kepada mahasiswa di 4 perguruan tinggi swasata di Jakarta

Keterangan :

T-1 → Mengetahui sejauh mana tingkat kesadaran mahasiswa terhadap merek RCTI. T-2 → Mengetahui asosiasi – asosiasi apa saja yang dapat membentuk brand image RCTI. T-3 → Mengetahui persepsi mahasiswa terhadap seluruh kualitas penyiaran televisi RCTI. T-4 → Mengetahui tingkat loyalitas mahasiswa terhadap merek RCTI.

(32)

2.8.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini digunakan kombinasi teknik pengumpulan data yang terdiri dari : 1. Kuesioner

Kuesioner digunakan dalam pengumpulan data dari responden, dimana peneliti menyusun format pertanyaan- pertanyaan yang telah diatur sedemikian rupa untuk menganalisis ekuitas merek yang diajukan kepada responden secara tertulis.

2. Wawancara

Wawancara dengan pihak perusahaan dan pihak yang mengetahui jumlah populasi mahasiswa masing – masing 4 perguruan tinggi.

3. Studi kepustakaan

Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan berdasarkan informasi yang diperoleh melalui buku- buku, majalah, jurnal yang berhubungan dengan

permasalahan yang dibahas dalam penulisan ini.

2.8.3 Teknik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Probability Sampling. Probability Sampling adalah teknik sampling (teknik pengambilan sampel) yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sample. (Sugiyono, 2005:p. 74). Teknik probability sampling yang digunakan adalah Proportionate Stratified Random Sampling. Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota / unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional.

Untuk menentukan besarnya ukuran sampel, peneliti menentukan total populasi terlebih dahulu, yaitu total kumulatif mahasiswa dari 4 perguruan tinggi swasta yang diteliti. Total mahasiswa dari 4 perguruan tinggi swasta tersebut adalah sebesar :

(33)

Universitas Bina Nusantara 20.000 mahasiswa → populasi Universitas Trisakti 25.000 mahasiswa

Universitas Tarumanegara 16.000 mahasiswa Universitas Atmajaya 13.000 mahasiswa

74.000 mahasiswa → Total Populasi

Setelah mengetahui jumlah populasi, sampel ditentukan dengan menggunakan Rumus Slovin (Prasetyo,2005;p.136) :

n = N

1 + N(e) ²

Dimana, n = besaran sampel N = besaran populasi

e = nilai kritis batas ketelitian yang didinginkan (persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan penarikan sampel)

Berdasarkan rumus diatas, penghitungan jumlah sampel responden adalah sebagai berikut : Diketahui : N = 74.000 e = 5 % Maka, n = N 1 + N(e)² n = 74.000 1 + 74.000 ( 0,05 ) ²

n = 74.000 = 397,84 = 398 → Total sampel responden 186

(34)

Karena populasi berstrata, maka sampelnya juga berstrata menurut setiap universitas. Dengan demikian masing – masing sampel setiap universitas harus proporsional sesuai dengan populasi.

Jumlah sampel dapat ditentukan dengan Rumus Stratified Random Sampling (Prasetyo,2005;p.129) :

Sampel = Populasi

Total Populasi

Jadi jumlah sampel untuk :

Universitas Bina Nusantara = 20.000

74.000 Universitas Trisakti = 25.000 74.000 Universitas Tarumanegara = 16.000 74.000 Universitas Atmajaya = 13.000 74.000

Jadi jumlah responden = 108 + 135 + 87 + 70 = 400 responden

Kriteria sampel yang dirumuskan oleh peneliti adalah responden (mahasiswa) menengah atas (kelas sosial ABC), hal ini dikarenakan segmen pemirsa RCTI adalah kalangan menengah atas (kelas sosial ABC). Untuk menentukan kriteria tersebut, peneliti mengukur dari besarnya pengeluaran rata – rata mahasiswa per bulan. Berdasarkan standar yang digunakan PT. Capricorn MARS Indotama, salah satu perusahaan marketing research di

X

Total Sampel

X 398 = 107,56 = 108

X 398 = 134,45 = 135

X 398 = 86,05 = 87

(35)

Indonesia, maka segmentasi kelas sosial masyarakat menengah atas dapat direpresentasikan dari golongan social economic status ABC menurut keseluruhan pengeluaran rata – rata rumah tangga per bulan untuk makanan, transportasi, gaji pembantu, listrik/air dll. Tetapi tidak termasuk pengeluaran untuk pembelian / cicilan barang mewah seperti TV, rumah, kendaraan dsb.

A: Lebih dari Rp. 2.250.000

B : Antara Rp 1.750.000 – Rp. 2.250.000 C : Antara Rp 1.250.000 – Rp. 1.750.000

Maka dalam penelitian ini, untuk mengukur reponden masuk dalam kriteria mahasiswa menengah atas (kelas sosial ABC) , peneliti mengasumsikan pengeluaran rata – rata per bulan mahasiswa menengah atas (kelas sosial ABC) sebesar :

A : Lebih dari Rp. 1.750.000

B : Antara Rp. 1.250.000 – Rp.1.750.000 C : Antara Rp. 750.000 – Rp. 1.250.000

2.8.4 Definisi Operasional dan Instrumen Pengukuran

Tabel 2.3

Definisi Opersional dan Instrumen Pengukuran

Variabel Dimensi Indikator Skala

Top of Mind Merek stasiun televisi swasta yang

disebutkan pertama kali oleh responden atau yang pertama kali muncul dalam benak responden ketika ditanyakan.

Brand Recall Merek – merek lain yang disebutkan setelah menyebutkan merek pertama kali tersebut. Brand

Recognition Merek RCTI disebutkan dengan menggunakan alat bantu seperti dengan memberikan logo dari stasiun televisi swasta tersebut tanpa menunjukkan mereknya. Brand

Awareness (kesadaran merek)

Unaware of

(36)

Brand Association (asosiasi merek)

Atribut Tingkat informasi yang diberikan sejumlah responden mengenai segala sesuatu yang ada di ingatan konsumen yang terkait dengan merek RCTI.

Nominal

Perceived Quality (persepsi kualitas)

Atribut Tingkat informasi yang diberikan sejumlah responden mengenai persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas RCTI.

Ordinal

Switcher Pemirsa yang suka berpindah – berpindah saluran dalam menonton suatu jenis program acara di televisi karena faktor iklan.

Ordinal

Habitual

Viewer Pemirsa yang menonton suatu jenis program acara RCTI karena kebiasaan. Ordinal Satisfied

Viewer Pemirsa yang merasa puas akan suatu jenis program acara RCTI. Ordinal Liking the

Brand Pemirsa yang menonton suatu jenis program acara RCTI karena faktor suka akan mereknya Ordinal Brand Loyalty (loyalitas merek) Commited

Viewer Pemirsa yang menyarankan orang lain untuk menonton suatu jenis program acara di RCTI.

Ordinal

2.8.5 Validitas dan Reliabilitas

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Dan instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel. Jadi instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel (Sugiyono, 2004, p109).

Dalam penelitian ini uji validitas dan reliabilitas dilakukan secara komputerisasi dengan menggunakan SPSS 12.0 dengan langkah: Entri data ke halaman kerja SPSS → Klik Analyze |Scale |Reliability. Pindahkan buitr 1 sampai dengan butir 30 ke kolom item. Pada

(37)

kotak Model, pilih Alpha (Alpha Cronbach). Klik Statistics, lalu klik Item, Scale, dan Scale of deleted pada bagian Descriptives. Lihat nilai Correted Item Total Correlation (r hitung) pada tiap butir, bandingkan dengan nilai r tabel pada α 0,05 dengan derajad bebas df= 28 atau n =30. Dengan dasar pengambilan keputusan: (Pratisto,2004,p.254)

Jika r hitung positif dan r hitung > r tabel maka butir tersebut valid. Jika r hitung negatif atau r hitung < r tabel maka butir tersebut tidak valid.

Setelah semua butir pertanyaan dinyatakan valid maka uji selanjutnya adalah menguji reliabilitas kuesioner tersebut. Cara pengambilan keputusan :

Jika r alpha positif dan lebih besar dari r tabel maka reliabel.

Jika r alpha negatif atau r alpha lebih kecil dari r tabel maka tidak reliabel.

2.8.6 Teknik Analisis Data

Tabel 2.4 Teknik Analisis Data

Metode Analisis Tujuan

Penelitian Metode yang digunakan Alat Analisis

T1 T2 T3 Descriptive Survey Descriptive Survey Decsriptive Survey

Analisis Descriptive, dilakukan

dengan perhitungan persentase dengan cara menabulasikan data yang diperoleh.

Analisis Uji Cochran, dilakukan untuk mengetahui beberapa hubungan antara beberapa variabel.

Analisis Descriptive, pengukuran nilai rata-rata

dan tingkat kesesuaian antara performance dan importance, yang kemudian

(38)

T4 Descriptive Survey

hasilnya digambarkan pada diagram cartesius performance-importance.

Analisis Descriptive, pengukuran rata – rata dari

setiap elemen loyalitas merek.

Keterangan :

T-1 → Mengetahui sejauh mana tingkat kesadaran mahasiswa terhadap merek RCTI. T-2 → Mengetahui asosiasi – asosiasi apa saja yang dapat membentuk brand image RCTI. T-3 → Mengetahui persepsi mahasiswa terhadap seluruh kualitas penyiaran televisi RCTI. T-4 → Mengetahui tingkat loyalitas mahasiswa terhadap merek RCTI.

A. Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Untuk mengukur tingkat kesadaran akan merek RCTI, didasarkan kepada pengertian-pengertian dari brand awareness yang mencakup tingkatan brand awarness menurut David A. Aaker (Durianto, Sugiarto, Sitinjak, 2004;p.57), yaitu Top of Mind (Puncak pikiran), Brand Recall (Pengingatan kembali merek), dan Brand Recognition (Pengenalan Merek) .Terhadap data ini, dilakukan perhitungan persentase dengan cara menabulasikan data yang diperoleh.

B. Asosiasi Merek (Brand Association)

Pengujian terhadap brand association ini dilakukan dengan menggunakan “Analisis Uji Cochran”, yang mana hasilnya akan membentuk brand image dari setiap merek. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan hubungan antara beberapa variable.

(39)

Hipotesis pengujian:

H0 : Kemungkinan jawaban “ya” adalah sama untuk semua variabel (asosiasi) Ha : Kemungkinan jawaban “ya” adalah berbeda untuk setiap variabel (asosiasi) Langkah-Langkah Uji Cochran: (Durianto, Sugiarto, Sitinjak,2004;p.84)

1. Hitung Statistik Q dengan rumus

Keterangan:

C = banyaknya variabel Cj = jumlah kolom jawaban “ya Rj = jumlah baris jawaban “ya” N = total besar

2. Tolak H0 bila Q > X2(α,v) V = C - 1

Terapan uji Cochran untuk mengetahui signifikansi setiap asosiasi yang ada dalam suatu merek dimulai dengan pengujian semua asosiasi. Atas dasar hasil analisis dilakukan perbandingan antara nilai Q dengan X2

) , ( v

tabelα .

Jika diperoleh nilai Q < X2 ) , ( v

tabelα , maka H0 diterima yang berarti semua

asosiasi yang diuji saling berhubungan membentuk brand image dari suatu merek. Jika diperoleh nilai Q > X2tabel( vα,), dapat disimpulkan belum cukup bukti untuk menerima H0. Dengan demikian tidak semua asosiasi adalah sama dan pengujian dilanjutkan ke tahap dua untuk mengetahui asosiasi mana yang tidak sama dan dapat dikeluarkan dari asosiasi-asosiasi penyusun brand image suatu merek.

Untuk masuk ke tahap dua dicari asosiasi yang memiliki jumlah kolom terkecil yang selanjutnya akan dicoba dikeluarkan dari komponen

(

)

(

)

=

2 2 2

1

1

i j

R

CN

N

C

C

C

C

Q

(40)

asosiasi-asosiasi pembentuk brand image. Dengan demikian nilai N sekarang akan berkurang sebesar nilai total kolom yang dikeluarkan tersebut. Nilai Q dihitung kembali dengan mempertimbangkan kondisi yang baru tersebut. Saat ini asosiasi yang diuji signifikansi hubungannya menjadi berkurang satu pula sehingga derajat bebas dari Xtabel2 ( vα, )berkurang satu juga. Tahap pembandingan Q dengan X2

) , ( v

tabelα dilakukan lagi dengan teknik yang sama

sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya. Jika nilai Q < X2 ) , ( v

tabelα , maka

pengujian dihentikan yang berarti brand image suatu merek terbentuk dari asosiasi-asosiasi sisanya yang belum diuji dan asosiasi terakhir yang diuji.

C. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

Setelah kuesioner disebar dan terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah mengolah data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner. Untuk menganalisis persepsi kualitas, informasi diperoleh dengan skala Likert berupa skala pengukuran ordinal.

Pada persepsi kualitas, digunakan pembandingan antara performance dan importance, yang kemudian dilakukan analisis deskriptif berupa pengukuran nilai rata-rata dan tingkat kesesuaian antara performance dan importance, yang kemudian hasilnya digambarkan pada diagram cartesius performance-importance.

Rumus rata-rata:

Menurut Supranto (2001, p.241) berdasarkan hasil penilaian tingkat kepentingan dan kinerja maka akan dihasilkan suatu perhitungan mengenai tingkat kesesuaian. Tingkat kesesuaian adalah hasil perbandingan antara skor kinerja pelaksanaan dengan skor

=

f

x

f

rata

Rata

.

(41)

kepentingan. Tingkat kesesuaian inilah yang akan menentukan prioritas peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Adapun rumus yang digunakan adalah:

Keterangan:

Tki = Tingkat kesesuaian responden Xi = Skor penilaian kinerja perusahaan

Yi = Skor penilaian kepentingan pelanggan

Selanjutnya hasil rata-rata dari setiap atribut performance-importance dijabarkan ke dalam diagram cartesius seperti pada gambar 2.9.

Gambar 2.9 Diagram cartesius performace – importance Sumber : Durianto, Sugiarto, Sitinjak (2004;p.108)

Perbandingan performance dan importance dirangkum dalam diagram cartesisus yang terbagi atas empat kuadran. Sumbu mendatar adalah tingkat performance, sedangkan sumbu vertikal adalah tingkat importance. Kuadran pertama bercirikan, performance rendah

Kuadran I

underact Kuadran II maintain

Kuadran III

low priority Kuadran IV overact

rendah tinggi Performance Importance tinggi rendah

%

100

*

Yi

Xi

Tki

=

(42)

tetapi importance tinggi maka disebut juga underact. Dalam kuadran kedua, performance tinggi diikuti importance yang tinggi pula sehingga keadaan ini harus dipelihara/ maintain. Dalam kuadran ketiga tingkat performance rendah dan tingkat importance juga rendah sehingga disebut low prority. Dalam kuadran keempat, tingkat performance tinggi tetapi tingkat importance rendah.

D. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

Untuk menganalisis loyalitas merek, informasi diperoleh dengan skala Likert berupa skala pengukuran ordinal. Dan, untuk mengukur tingkat loyalitas terhadap merek RCTI digunakan statistilk deskriptif, yaitu rata-rata dari setiap elemen brand loyalty (committed buyer, liking the brand, satisfied buyer, habitual buyer, switcher).

Hasil dari nilai rata-rata kemudian dipetakan ke dalam rentang skala yang mempertimbangkan informasi interval berikut:

Setelah besarnya interval diketahui, kemudian dibuat rentang skala sehingga dapat diketahui dimana letak rata-rata penilaian resonden terhadap setiap unsur diferensiasinya dan sejauh mana variasinya.

Rentang skala tersebut adalah:

1,00 – 1,80 = sangat jelek 3,40 – 4,20 = baik 1,80 – 2,60 = jelek 4,20 – 5,00 = sangat baik 2,60 – 3,40 = cukup

Nilai Tertinggi – Nilai Terendah 5 - 1

Interval =

= = 0.8

(43)

2.8.7 Analisis Persaingan Model Lima Kekuatan Porter

Michael Porter mengidentifikasi lima kekuatan yang menentukan daya tarik laba jangka panjang intrinsik dari suatu pasar atau segmen pasar. Modelnya ditunjukkan dalam Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Kekuatan Persaingan Porter Sumber : Kotler (2002, p.248)

PEMASOK

(Kekuatan

Pemasok)

PEMBELI

(Kekuatan

Pembeli)

Pengganti/

Substitusi

(Ancaman

Substitusi)

Pesaing-

Pesaing

Industri

(Rival Segmen)

Pendatang Baru Potensial

(Ancaman

Mobilitas)

(44)

1. Ancaman pendatang baru (the threat of new entrants)

Apabila perusahaan dapat memasukisuatu industri khusus dengan mudah, maka intensitas persaingan di antara perusahaan- perusahaan akan meningkat. Pendatang baru akan mengurangi potensi pasar industri lama karena biasanya ia membawa kapasitas baru.

2. Ancaman produk pengganti (threat of substitor products or service)

Pada banyak industri, perusahaan- perusahaan berkompetisi secara ketat dengan para produsen produk pengganti.Tekanan persaingan akibat produk pengganti dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas produk.

3. Kekuatan tawar menawar pemasok (bargaining power of supplier)

Kekuatan pemasok mempengaruhi intensitas persaingan dalam industri, khususnya apabila terdapat sejumlah besar pemasok, hanya ada beberapa bahan baku pengganti yang baik, atau apabila biaya pengolahan bahan baku sangat mahal. Pemasok dan produsen seharusnya saling membantu dengan wajar, meningkatkan kualitas, mengembangkan jasa baru, just in time delivery, mengurangi biaya investasi.

4. Kekuatan tawar menawar pembeli (bargaining power of customers)

Bila persaingan terkonsentrasi berukuran besar dan konsumen membeli dalam volume besar, maka kekuatan tawar menawar sangat mempengaruhi intensitas persaingan dalam suatu industri.

5. Persaingan sesama industri (rivalry among existing competitors)

Persaingan di antara pesaing yang telah ada biasanya merupakan pesaing yang paling penting. Kadang- kadang strategi yang dikembangkan suatu perusahaan dapat berhasil hanya dengan berkonsentrasi pada keunggulan kompetitif yang secara langsung menyerang strategi pesaing.

(45)

2.8.8 Kelemahan Teknik Analisis Data a. Test Cochran

Test Cochran hanya menggambarkan secara hubungan setiap asosiasi yang ada dalam suatu merek dan ada atau tidaknya hubungan antar asosiasi, tetapi tidak menunjukkan seberapa erat hubungan yang ada secara nominal.

b. Skala Likert

Karena ukuran yang dipergunakan adalah ukuran ordinal, skala Likert hanya dapat mengurutkan tingkat tanggapan individu dalam skala tetapi tidak dapat dilakukan pembandingan berapa kali satu individu lebih baik dari individu lain.

Gambar

Gambar 2.4. Nilai Persepsi Kualitas  Sumber: Durianto, Sugiarto, Budiman,2004;p.16
Gambar 2.6. Piramida Loyalitas Merek 2  Sumber:  Durianto, Sugiarto, Sitinjak, 2004;p.130
Tabel 2.1  Desain Penelitian
Tabel 2.4  Teknik Analisis Data
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk melatihkan keterampilan interpretasi dan inferensi siswa

Ekspresi tersebut akan menjadi suatu produk hukum dan melekat menjadi suatu Hak Kekayaan Intelektual, Intellectual Property Rights (IPR) jika diproses melalui prosedur dan

Nilai kekuatan tekan dan kekerasan semakin meningkat seiring dengan penambahan jumlah nanopartikel ZnO yang ditambahkan pada sampel. Sampel A m erupakan sampel s emen gigi s eng

Hasil analisis beda 2 mean sampel independen menggunakan penelusuran Post Hoc Test Turkey di atas menunjukkan bahwa uji terhadap variabel ekspresi Caspase 8 antara kelompok

Penaggulangan dan pemberantsan tindak pidana korupsi yang dilakukan Malang Corruption Watch tentunya mengalami berbagai macam kendala dan hambatan yang dialami akan

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui hubungan label halal terhadap minat beli konsumen pada restoran bersertifikat halal MUI di Daerah

Pada hakekatnya siswa adalah peserta didik yang mempunyai ciri-ciri khusus yang sangat berlainan dengan orang dewasa baik kemampuan dalam berfikir, bentuk fisik,

Kemudian dilakukan pengiriman request dengan menggunakan FQL (Facebook Query Language) ke Facebook APIs untuk mendapatkan data frekuensi tag yang pernah dilakukan antar mutual