ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN
PASAL 25/29 PT. HIB
TAHUN PAJAK 2010-2012
Disty Rinanda, Hanggoro Pamungkas
Binus University, Jl. Kebon Jeruk No. 27 Jakarta Barat, 53696969/5300655ABSTRACT
The research objective of this thesis is to determine whether the taxpayer has made tax obligations in
accordance with the provisions of the Income Tax taxation or not. Research methods and objects used
in the study is a qualitative method, where data collection is done by direct communication and
indirect communication such as interviews, observations, and archival data obtained directly from the
object of research, namely PT. HIB. The study was conducted by evaluating such costs incurred by
the company and make corrections to a company's income statement, with a reference based on the
Income Tax Act No. 36 of 2008 Results of studies have shown that PT. HIB is less effective in fiscal
reconciliation, there is still loads and revenues that should be corrected in the error in calculating the
tax and Income Tax Article 25 The conclusion of this study is the application of the tax by PT. HIB is
not entirely correct and in accordance with the Income Tax Act Number 36 of 2008 but PT. HIB has
made the reporting and payment of taxes owed on time. (DR)
Key Words: Reconciliation of fiscal, Implementation of Income Tax, Income Tax
ABSTRAK
Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui apakah Wajib Pajak telah melakukan kewajiban
perpajakan dalam Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan perpajakan atau tidak. Metode dan
objek penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif, dimana pengumpulan data
dilakukan dengan komunikasi langsung dan komunikasi tidak langsung seperti wawancara, observasi,
dan data arsip yang diperoleh langsung dari objek penelitian, yaitu PT. HIB. Penelitian dilakukan
dengan cara mengevaluasi seperti biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan serta melakukan koreksi
atas laporan laba rugi perusahaan, dengan mengacu berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan
Nomor 36 Tahun 2008. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa PT. HIB
kurang efektif dalam melakukan rekonsiliasi fiskal, masih ada beban dan pendapatan yang seharusnya
dikoreksi dalam pajak dan kesalahan dalam menghitung Pajak Penghasilan Pasal 25. Simpulan
penelitian ini adalah penerapan pajak yang dilakukan PT. HIB belum sepenuhnya benar dan sesuai
dengan Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 tetapi PT. HIB telah melakukan
pelaporan dan pembayaran pajak terhutang tepat waktu. (DR)
PENDAHULUAN
Penerimaan Dalam Negeri selayaknya menjadi sumber utama pembiayaan dan harus terus ditingkatkan peranannya seiring dengan peningkatan pembiayaan negara dari tahun ke tahun. Salah satu komponen yang sampai saat ini masih menjadi penerimaan terbesar dalam Penerimaan Dalam Negeri dan selalu dikembangkan penerimaannya adalah Penerimaan Pajak. Setiap tahun penerimaan pajak terus meningkat sehubungan dengan penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang terus meningkat. Berdasarkan sumber dari Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Keuangan, penerimaan perpajakan Tahun 2014 ditargetkan mencapai Rp1.232,1 triliun, nilai tersebut meningkat dari realisasi Tahun 2013 yaitu Rp1.077,2 triliun. Sehubungan dengan dengan semakin meningkatnya target pajak, Negara harus tetap bersikap adil. Maka dari itu Indonesia menganut self assessment system. Self assessment system ada kemungkinan menyalahgunakan kewajiban perpajakan, salah satunya adalah Wajib Pajak Badan. Setiap perusahaan atau Wajib Pajak Badan ingin perusahaannya mempunyai laba semaksimal mungkin dan pada dasarnya Wajib Pajak Badan menganggap pajak adalah biaya yang dapat mengurangi laba perusahaan, dan semakin besar pajak yang akan dibayar oleh perusahaan maka semakin besar juga pengurangan laba yang terjadi. Dengan adanya penerapan seperti ini, banyak perusahaan yang mempunyai niat untuk melakukan penghindaran pajak agar meminimalkan pajak yang akan dibayar oleh perusahaan.
PT. HIB adalah perusahaan yang bergerak dibidang perbankan. Perusahaan tersebut bergerak dibidang sektor penghimpunan dana, pembiayaan yang setiap tahun perusahaan berkewajiban membayar pajak ke negara atas penghasilan badan usahanya dan menyusun laporan keuangannya. Sebagai perusahaan yang taat pajak perusahaan harus melengkapi seluruh perpajakannya baik dibidang Pajak Penghasilan apakah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Sebagai perusahaan yang berbentuk perseroan, PT. HIB wajib melaporkan dan menyetorkan Pajak Penghasilan Badan. Dengan pengenaan tarif yang telah diatur oleh Pemerintah di Undang-undang Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Tujuan penelian ini yaitu untuk mengetahui kesesuaian penghitungan pematuhan kewajiban perpajakan pajak penghasilan PT. HIB dalam tahun pajak dengan peraturan perpajakan di Indonesia.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif dalam bentuk kata-kata, baik tertulis maupun lisan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu berupa Laporan Keuangan Tahunan 2010-2012, Surat Pemberitahuan Tahunan 2010-2012, Surat Setoran Pajak (SSP) 2010-2012. Teknik Pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi.
HASIL DAN BAHASAN
Hasil WawancaraHasil dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada staff ahli pajak dan staff ahli bidang keuangan di PT. HIB yaitu bahwa berdasarkan Pasal 6 Ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Dalam penjelasan itu bahwa untuk
dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak. Dengan demikian pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak, tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Dan berdasarkan hasil wawancara peneliti mendapatkan keterangan atas biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menghitung pajak terutang Badan. Untuk pendapatan bagi hasil tabungan mudharabah dan deposito mudharabah dikenakan pajak final menurut Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 dan menurut hasil wawancara bahwa pendapatan tersebut juga dikenakan pajak final. Dalam hasil wawancara untuk penyusutan bahwa perusahaan menggunakan metode garis lurus dalam pajak maupun dalam akuntansi.
Hasil Observasi
Selain wawancara, peneliti melakukan observasi di PT. HIB. Observasi yang dilakukan oleh peneliti, bahwa peneliti langsung mendatangi perusahaan Hasil dari observasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu terkait kinerja sumber daya manusia yang berada di PT. HIB lebih khususnya sumber daya yang berda di divisi pajak PT. HIB. Peneliti melihat jumlah karyawan di divisi pajak masih sangat minim yaitu hanya berjumlah 1 (satu) orang. Dan dalam menghitung jumlah pajak terutang, tidak dilakukan oleh staff ahli pajak di perusahaan tersebut. Semua aspek perpajakan dihitung oleh konsultan pajak, dan staff pajak hanya untuk menyetorkan pajak terutang dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT). Dan staff pajak di perusahaan tersebut belum begitu mengerti dan mahir dalam menghitung pajak. Menurut peneliti, perusahaan harus menambah staff pajak dalam perusahaannya. Dengan keterbatasan penelitian yang dimiliki oleh peneliti, peneliti tidak diizinkan untuk bertemu konsultan.
Hasil Dokumentasi
Peneliti juga melakukan dokumentasi data yang diperoleh dari internal PT. HIB. Data yang diperoleh dari hasil dokumnetasi ini yaitu, Laporan Tahunan 2010-2012, Laporan Keuangan 2010-2012, Surat Pemberitahuan Tahunan Badan 2010-2012, Surat Setoran Pajak 2010-2012. Dalam Laporan Tahunan PT. HIB, peneliti memperoleh data berupa informasi terkait PT. HIB seperti sejarah singkat, layanan-layanan yang diberikan oleh PT. HIB, visi misi, kebijakan akuntansi, dan kebijakan perpajakan. Lalu dalam Laporan Keuangan, terdapat informasi keuangan seperti laporan laba rugi. Dalam penelitian ini sangat membutuhkan laporan laba rugi terkait untuk membuat rekonsiliasi fiskal. Dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Badan, terdapat informasi perpajakan yang telah dibuat oleh PT. HIB. Hal ini berfungsi untuk pada akhirnya akan dibandingkan perhitungan antara PT. HIB dengan peneliti.
Hasil Rekonsiliasi Fiskal
Hasil dari rekonsiliasi fiskal yaitu terdapat beberapa temuan koreksi fiskal yang dilakukan oleh peneliti. Pertama yaitu terkait dengan pendapatan bagi hasil tabungan dan deposito mudharabah yang diterima oleh PT. HIB. Hal ini tentunya akan dilakukan koreksi fiskal negatif. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2009, atas penghasilan ini dipersamakan dengan tabungan dan deposito Objek Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2) bersifat final.
Selain itu, peneliti menemukan beban bagi hasil subdebt. Bagi hasil subdebt ini adalah beban bagi hasil yang berkaitan dengan pihak ketiga, yaitu jumlah yang memiliki kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan. Berdasarkan Pasal 9 Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, biaya ini tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, maka harus dilakukan koreksi fiskal positif
Selain itu, peneliti menemukan honorarium. Honorarium yang dimaksud disini adalah honor yang diberikan kepada para karyawan bisa berbentuk bonus. Berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, biaya yang diperkenankan dengan pekerjaan atau jasa termasuk honorarium, boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Oleh karena itu, peneliti tidak sependapat bahwa honorarium dikoreksi.
Selain itu, peneliti menemukan beban non operasional. Beban non operasional yang dimaksud disini adalah beban yang dikeluarkan oleh perusahaan diluar dari operasional perusahaan. Beban ini tidak berkaitan langsung dengan operasional perusahaan, dan diluar dari mendapatkan, menagih, dan memelihara. Berdasarkan Pasal 9
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, biaya yang tidak berhubungan dengan operasional perusahaan tidak boleh dibebankan, maka beban ini harus dikoreksi positif.
Analisis Pajak Penghasilan Pasal 31E
Perhitungan Pasal 31E merupakan perhitungan berdasarkan penghasilan bruto yang tidak lebih Rp50.000.000.000 mendapatkan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50%, hal itu sesuai Pasal 31E Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 yang juga ditegaskan oleh Dirjen Pajak sesuai surat edarannya yaitu SE-66/PJ./2010 pada point 2 d dinyatakan, fasilitas Pasal 31E Ayat (1) tersebut bukan merupakan pilihan melainkan wajib untuk diterapkan oleh karena itu perusahaan menerapkan perhitungan tersebut.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh peneliti dan perusahaan, terdapat perbedaan dalam perhitungan antara peneliti dan perusahaan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan jumlah laba fiskal sebelum pajak antara peneliti dan perusahaan. Perbedaan perhitungan Pajak Penghasilan terutang antara PT. HIB dengan peneliti merupakan asumsi sebagai potensi lebih bayar bagi PT. HIB, karena perhitungan peneliti lebih kecil dari perhitungan PT.HIB.
Analisis Pajak Penghasilan Pasal 25
Pajak penghasilan Pasal 25 adalah angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk tahun pajak berjalan. Angsuran pajak penghasilan Pasal 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan.
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Bank adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan yang disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu dibagi 12.
Dengan adanya keterbatasan data yang dialami oleh peneliti. Maka, peneliti tidak dapat menghitung Pasal 25, karena peneliti tidak mendapatkan data untuk laporan keuangan triwulan. Maka, peneliti hanya menganalisis lapor dan setor untuk Pasal 25 dan kemungkinan sanksi akibat salah hitung. Pada tahun 2010, terdapat keterlambatan untuk lapor dan setor, maka peneliti menghitung sanksi yang dikenakan PT. HIB. Dan menurut peneliti, adanya kesalahan hitung untuk Pajak Penghasilan Pasal 25, karena perusahaan dalam menghitung Pasal 25 tidak memakai Laporan Keuangan Triwulan, sedangkan untuk Bank dikhususkan untuk menggunakan Laporan Keuangan Triwulan.
Analisis Pajak Penghasilan Pasal 29
Pajak Penghasilan Pasal 29 adalah Pajak Penghasilan Kurang Bayar (KB) yang tercantum dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan. Ini adalah sisa dari Pajak Penghasilan yang terutang dalam tahun pajak yang bersangkutan setelah dikurangi dengan kredit pajak, yaitu Pajak Penghasilan Pasal 25.
Dari hasil analisis atas Pajak Penghasilan Pasal 29 yang dilakukan peneliti selama 3 tahun yaitu terdapat perbedaan perhitungan pajak kurang bayar yang dihitung oleh peneliti dengan yang dihitung oleh perusahaan, itu karena disebabkan faktor-faktor kesalahan yang dilakukan oleh perusahaan seperti adanya biaya-biaya yang tidak dikoreksi yang seharusnya dikoreksi menurut perpajakan yang mengakibatkan pajak kurang bayar PT.HIB menjadi lebih besar. Sebaiknya perusahaan membetulkan kembali Surat Pemberitahuan Tahunan, dan mengoreksi kembali biaya-biaya pada laporan fiskal karena laporan fiskal sangat menunjang dalam perhitungan pajak kurang bayar.
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Perusahaan kurang memiliki karyawan yang kompeten di dalam bidang perpajakan karena segala sesuatunya diserahkan kepada konsultan.
2. Dalam sumber daya manusia, PT. HIB kurang dalam memperkerjakan staff di bidang perpajakan, karena hanya 1 staff pajak di PT. HIB.
3. Dalam hal Wajib Pajak sendiri, Wajib Pajak atau PT. HIB belum menjalankan kewajiban perpajakan sesuai dengan Undang-undang perpajakan, karena adanya hal-hal yang harus diperbaiki oleh PT. HIB, seperti Pasal 25 yang mengakibatkan PT. HIB menjadi lebih bayar, adanya biaya-biaya yang harus dikoreksi dan belum sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008.
4. Biaya yang dikoreksi agar diakui perpajakan yaitu:
a) Pendapatan bagi hasil tabungan dan deposito mudharabah di bank lain tidak dikoreksi oleh perusahaan yang seharusnya dikoreksi dikoreksi fiskal negatif seluruhnya untuk tahun 2010, 2011, dan 2012 sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, karena merupakan penghasilan final yaitu Pasal 4 Ayat (2).
b) Beban bagi hasil subdebt pada tahun 2010, 2011, 2012 tidak dikoreksi oleh perusahaan yang seharusnya dikoreksi menurut Pasal 9 Ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Biaya yang seharusnya dikoreksi pada tahun 2010 sebesar Rp 87.240.769, tahun 2011 sebesar Rp 95.023.240, dan tahun 2012 sebesar Rp. 94.991.952.
c) Adanya biaya honorarium pada tahun 2010, 2011, dan 2012 oleh perusahaan dikoreksi fiskal sedangkan yang seharusnya tidak dikoreksi fiskal karena termasuk kedalam biaya 3M (mendapatkan, menagih dan memelihara) berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 6.
d) Beban kendaraan, pemeliharaan kendaraan pada tahun 2010, 2011, 2012 tidak dikoreksi oleh perusahaan seharusnya dikoreksi fiskal positif 50% karena kendaraan ini dibawa pulang. (KEP-220/PJ./2002 tentang perlakuan pajak penghasilan atas kendaraan perusahaan)
e) Beban inventaris lainnya pada tahun 2010, 2011, dan 2012 oleh perusahaan tidak dikoreksi, sedangkan menurut Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 seharusnya dikoreksi fiskal positif karena tidak ada rincian atau daftar nominatif pada beban ini.
f) Beban non operasional pada tahun 2010, 2011, dan 2012 perlu dilakukan koreksi fiskal positif karena menurut beban ini tidak termasuk dalam operasional perusahaan, maka tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
g) Zakat pada tahun 2010, 2011, 2012 tidak dikoreksi oleh perusahaan, seharusnya dikoreksi sepenuhnya karena berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2010 mengatur tentang tata cara pembebanan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, dan zakat yang dapat dikurangkan harus mempunyai bukti-bukti yang sah atau mempunya daftar nominatif.
5. Perusahaan tidak membuat daftar nominatif atas pengeluaran beban promosi, zakat, jamuan sehingga beban ini harus dikoreksi positif seluruhnya.
6. Dalam hal kredit pajak, hanya Pasal 25 saja yang menjadi kredit pajak untuk perusahaan ini, karena untuk Pasal 23 tidak dimasukan kredit pajak, karena perusahaan ini termasuk perusahaan yang bergerak dibidang perbankan, maka dikecualikan dari Pasal 23.
7. Dalam menghitung Pasal 25 terdapat kesalahan dalam perhitungan Pasal 25, karena perusahaan dalam menghitung Pasal 25 tidak menghitung sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 yang mengatur tentang perhitungan besarnya angsuran pajak penghasilan dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak yang salah satunya adalah Bank. Besarnya angsuran untuk Wajib Pajak bank sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan yang disetahunkan, dibagi 12. Dan PT. BPRS HIB tidak melakukan perhitungan itu.
8. Terdapat perbedaan hasil antara perhitungan laba bersih sebelum pajak menurut perhitungan perusahaan dengan perhitungan peneliti yang disebabkan banyaknya beban-beban dan pendapatan yang seharusnya dikoreksi tetapi tidak dikoreksi, dan yang seharusnya tidak dikoreksi tetapi dikoreksi oleh perusahaan, sehingga tidak sesuai dengan peraturan perpajakan, dan menyebabkan Pajak Penghasilan pada Pasal 29 (kurang bayar) menjadi lebih kecil.
9. Perusahaan dalam hal menyetorkan dan melaporkan Pajak Penghasilan Badan yang terutang sudah tepat waktu dan tidak lewat dari jatuh tempo yang sudah ditetapkan dalam Undang-undang Perpajakan, sehingga perusahaan tidak dikenai sanksi atas keterlambatan tersebut. Tetapi, untuk Pajak Penghasilan Pasal 25 pada tahun 2010, perusahaan masih belum tepat waktu, karena ada keterlambatan dalam penyetoran dan pelaporan dalam Pajak Penghasilan Pasal 25.
10. Dalam melakukan koreksi laporan fiskal PT. BPRS HIB belum maksimal dalam hal itu, terlihat dari banyaknya biaya dan pendapatan yang seharusnya dikoreksi tetapi tidak dikoreksi, dan yang seharusnya tidak dikoreksi tetapi dikoreksi oleh perusahaan, sehingga tidak sesuai dengan peraturan perpajakan.
11. Adanya keterbatasan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, seperti tidak didapatkannya data untuk laporan triwulan, sehingga tidak dapat menghitung Pasal 25.
12. Adanya keterbatasan penelitian dalam waktu yang dimiliki oleh Direktur Keuangan Perusahaan untuk diwawancarai dan memberikan informasi kepada peneliti terkait masalah perpajakan maupun masalah perusahaan.
13. Dan adanya keterbatasan penelitian lain yaitu dalam melakukan penelitian, peneliti sulit mendapatkan keterangan tentang pajak karena staff pajak tidak mengerti banyak tentang pajak, yang melakukan penelitian dan pengerjaan dalam pajak perusahaan tersebut adalah konsultan pajak.
14. Perbedaan perhitungan peneliti dan perusahaan, membuat lebih bayar pada perusahaan, maka, harus dilakukan pembetulan Surat Pemberitahuan pada tahun 2010, 2011, 2012 karena dengan adanya lebih bayar, berarti perusahaan mempunyai hak untuk meminta kembali uang lebih bayar tersebut, dengan syarat tidak lewat dari tahun yang ditentukan.
15. Adanya salah hitung pasal 25 tersebut, dapat menimbulkan potensi sanksi yang diterima oleh perusahaan, yaitu adanya potensi sanksi pidana karena kealpaan yang dilakukan oleh perusahaan.
Saran
1. Seharusnya perusahaan memperkerjakan karyawan yang ahli dan mengerti tentang perpajakan dan seharusnya staff pajak tidak hanya satu agar perpajakan perusahaan lebih efektif dan efisien serta terhindar dari sanksi maupun denda pajak. Hal ini juga dapat membantu agar tidak hanya terdapat satu opini saja, yaitu dari konsultan pajak.
2. Seharusnya perusahaaan menambah karyawan dalam bidang pajak dan menyeleksinya secara kompeten dan mengutamakan karyawan yang sudah mengikuti Brevet Pajak.
3. Dalam hal Wajib Pajak sendiri, Wajib Pajak harus lebih mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku dengan melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan atas kesalahan-kesalahan, seperti kesalahan perhitungan Pasal 25 dan kesalahan perhitungan laba fiskal.
4. Perusahaan diharapkan dapat selalu mematuhi kewajiban perpajakan dalam pelaporan dan penyetoran Surat Pemberitahuan Tahunan dengan tepat waktu.
5. Untuk setiap pengeluaran yang dikeluarkan oleh perusahaan sebaiknya perusahaan merinci setiap pengeluaran tersebut dan selalu membuat dan menyimpan dokumen-dokumen pendukung agar dapat dijadikan bukti bahwa biaya-biaya yang telah dikeluarkan tersebut benar-benar ada dan dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sehingga dapat dijadikan biaya pengurang penghasilan bruto (biaya fiskal) sesuai Pasal 6 Ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan dan melampirkannya di dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Badan perusahaan agar dapat dijadikan biaya pengurang penghasilan bruto.
6. Didalam biaya sumbangan, sebaiknya perusahaan dapat memberikan sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dalam peraturan pemerintah dan sumbangan untuk korban bencana nasional, antara lain Tsunami Nangroe Aceh Darussalam / Sumatera Utara. Hal ini diatur dalam KMK No. 609/KMK-03/2004 tentang perlakuan Pajak Penghasilan atas bantuan kemanusiaan bencana nasional di Nagroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, dan gempa di Yogyakarta PMK no. 94/PMK.03/2006, serta sumbangan dalam rangka bantuan GNOTA sesuai SE-33/PJ.421/1996. Sehingga untuk biaya sumbangan ini dapat dibebankan sebagai biaya dan tidak perlu dikoreksi oleh perusahaan.
7. Seharusnya perusahaan mengurangi pengeluaran-pengeluaran yang tidak dapat dijadikan sebagai biaya dan pengurang penghasilan bruto, karena hal ini akan menyebabkan koreksi fiskal positif yang berdampak dapat meningkatkan penghasilan kena pajak dan beban pajak penghasilan.
8. Seharusnya perusahaan melakukan pembetulan terhadap SPT Tahunan yang telah dilaporkan karena adanya beberapa koreksi fiskal yang seharusnya dilakukan.
9. Pembetulan SPT yang dilakukan perusahaan dengan tujuan untuk meminta restitusi, karena adanya lebih bayar Pajak terutang yang dibayar oleh perusahan selama 3 tahun.
10. Seharusnya perusahan lebih teliti dan mengikuti peraturan perpajakan dalam menghitung Pasal 25. Dan sebaiknya menghitung ulang kembali Pajak Penghasilan Pasal 25, sehingga terhindar dari sanksi sebelum adanya Surat Tagihan Pajak (STP) akibat kesalahan hitung yang dilakukan oleh PT. BPRS HIB. Dan supaya tidak akan ada salah hitung lagi untuk tahun-tahun berikutnya. Dan apabila terjadi kurang bayar akan Pasal 25 tersebut, sebaiknya perusahaan segera membayar kekurangan bayar tersebut, untuk meminimalisasi sanksi yang akan terjadi.
11. Perusahaan dapat mengikuti perkembangan dan perubahan peraturan perUndang-undangan pajak sehingga dapat mengetahui perubahan yang terjadi sehingga tidak merugikan perusahaan apabila ada terjadi kesalahan penerapan peraturan perpajakan, misalnya dengan memberikan pelatihan khusus, seminar perpajakan secara rutin, majalah, artikel-artikel perpajakan supaya lebih memahami perpajakan yang selalu berubah.
12. Seharusnya perusahaan melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) karena Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, karena adanya lebih bayar atas pajak yang telah dibayar oleh perusahaan, sehingga perusahaan dapat melakukan restitusi akan kelebihan bayar tersebut.
13. Seharusnya perusahaan memberikan data yang dibutuhkan oleh peneliti, karena dapat membantu perusahaan untuk mengetahui apakah benar perhitungan yang dilakukan oleh perusahaan. Sehingga perusahaan mendapatkan referensi atas pajak yang ada di perusahaan tersebut. Dan dapat terhindar sanksi administrasi maupun pidana.
REFERENSI
Burton, Richard dan Wirawan B. Ilyas. (2010). Hukum Pajak Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat
Diana A., & Setiawati L. (2009). Perpajakan Indonesia: Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis. Yoyakarta: Andi.
Mardiasmo. (2011). Perpajakan. Yogyakarta: Andi
Ortax. (2014). Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 220/PJ./2002. Tentang perlakuan pajak
penghasilan atas biaya pemakaian telepon seluler dan kendaraan perusahaan.
Ortax. (2014). Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK.138/KMK.03/2002 Tanggal 8 April 2002 yang telah diubah menjadi Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK.96/PMK.03/ Tahun 2009 Tanggal 15 Mei 2009. Tentang Jenis-Jenis Harta Yang Termasuk Dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan
Untuk Keperluan Penyusutan.
Ortax. (2014). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2011. Tentang sumbangan penanggulangan
bencana nasional, sumbangan penelitian, sumbangan fasilitas pendidikan dan biaya pembangunan infrastruktur social dapat dijadikan pengurang Penghasilan Bruto.
Ortax. (2014). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007. Tentang tanggal jatuh tempo
pembayaran dan penyetoran pajak.
Ortax. (2014). Peraturan Menteri Keuangan. Nomor 254/PMK.03/2010. Tentang tata cara pembebanan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Ortax. (2014). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008. Tentang perhitungan besarnya
angsuran pajak penghasilan dalam tahun pajak berjalan
Ortax. (2014). Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2009. Tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha
Berbasis Syariah.
Ortax. (2014). Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007. Tentang Ketentuan Umum dan Tata
Ortax. (2014). Republik Indonesia, undang Nomor 36 Tahun 2008 Perubahaan Kempat atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983. Tentang pajak penghasilan
Rosidah. (2012). Evaluasi Rekonsiliasi Fiskal Perusahaan Badan Tahun 2009, 2010, 2011 (Studi Kasus: PT.
TWD). Jakarta: Universitas Bina Nusantara
Sekarini, Dita Pujiastuti. (2012). Analisis Penerapan Pajak Penghasilan PT REF. Jakarta: Universitas Bina Nusantara.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986. Tentang Biaya Entertainment dan sejenisnya. Suryohadi. (2011). The Role of Indonesia’s Tax Court. London: Euromoney Trading Limited.
Tansuria, Billy Ivan.(2011). Pajak Penghasilan Final Sifat, Pengertian, Pengenaan Pajak, serta Tatacara
Penyetoran dan Pelaporannya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Vadde, Suresh. (2012). Factors that Influence Rental Tax Payer’ Compliance With Tax System. Ethiophia: Mekelle University
RIWAYAT PENULIS
Disty Rinanda lahir di Jakarta 3 Juli 1992. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara