• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN HELEN JULIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN HELEN JULIAN"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PEMISAHAN CO

2

DARI N

2

DENGAN MEMBRAN PERMEASI

LAPORAN PENELITIAN

Oleh

HELEN JULIAN

TEKNIK KIMIA

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2012

(2)

i

ABSTRAK

PEMISAHAN CO

2

DARI N

2

DENGAN MEMBRAN PERMEASI

Oleh:

Helen Julian

Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung

Teknologi konvensional yang digunakan untuk pemisahan CO

2

yaitu distiliasi temperatur

rendah, absorpsi pelarut kima, dan adsorpsi padatan memiliki beberapa kelemahan, di

antaranya adalah kebutuhan bahan kimia dalam jumlah yang besar dan energi dalam jumlah

besar, baik untuk regenerasi bahan kimia maupun mencapai kondisi kriogenik. Untuk

mengatasi kelemahan-kelemahan teknologi konvensional dapat digunakan teknologi

membran untuk memisahkan CO

2

dari N

2

. Jenis membran yang banyak digunakan di industri

adalah membran asimetrik. Walaupun telah banyak digunakan di industri, membran asimetrik

memiliki kelemahan yaitu adanya tawar menawar antara permeasi dan selektivitas.

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat membran asimetrik matriks campuran

polisulfon/silika. Penelitian dimulai dengan menentukan komposisi larutan

casting

dan waktu

evaporasi untuk membuat membran asimetrik. Variasi yang dilakukan pada penelitian ini

adalah komposisi silika pada membran (0, 0,1, 0,5, dan 1%-berat). Data yang diperoleh

berupa laju alir gas pada permeat. Dari data yang diperoleh dapat dilakukan analisis permeasi

dan selektivitas membran.

Hasil penelitian menunjukan formulasi larutan

casting

yang terdiri dari 23,5%-berat PSf,

21,5%-berat DMAc, 43%-berat THF, dan 12%-berat etanol, dengan waktu evaporasi 30 detik

dapat menghasilkan membran yang bebas

defect

. Penambahan silika pada konsentrasi yang

paling kecil sekalipun, yaitu sebesar 0,1%-berat, menurunkan performa membran secara

keseluruhan. Buruknya interaksi antara partikel silika dengan PSf menghasilkan banyak

rongga tak selektif dan pada akhirnya mengakibatkan pemisahan gas berlangsung mengikuti

mekanisme Knudsen

flow

.

(3)

ii

ABSTRACT

CO

2

REMOVAL FROM CO

2

/N

2

MIXTURE BY MEMBRAN TECHNOLOGY

By:

Helen Julian

Chemical Engineering, Institut Teknologi Bandung

CO

2

removal conventional technologies have some disadvantages, for example huge amount

of chemical needed and high energi demand for chemical regeneration or to achieve

cryogenic condition. To overcome those disadvantages, membrane technology can be used

for CO

2

removal.The most populer membrane type for CO

2

separation is asymmetric

membrane but it has one limitation which is a trade-off between selectivity and permeability

of the membraneeven though this type of membrane has been used in many industries.

The objective of this research is to make polysulfone/silica asymmetric mixed matrix

membrane for CO

2

/N

2

separation with good selectivity and permeability. In the beginning of

this research, optimum casting solution formulation and evaporation time are studied. Then,

in the making of asymmetric mixed matrix membrane, silica composition (0, 0.1, 0,5, and

1-weight) is varied. Data obtained from this research is gas flow rate in permeate side. From

those data, membrane selectivity and permeance analysis will be done.

Results of this research showthat the casting solution consists of 23,5%-w PSf, 21,5%-w

DMAc, 43%-w THF, dan 12%-w ethanol, together with 30 s evaporation time produces

defect free membrane. Silica addition, even at smallest concentration, 0.1%-w causes a very

significant decrease on membrane performance. This can be happen because bad interaction

between silica and PSf results on unselective void among membrane selective layer.

(4)

iii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

ABSTRACT ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ...

Error! Bookmark not defined.

PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS ...

Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ...

Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ...

Error! Bookmark not defined.

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ...vi

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ...

Error! Bookmark not defined.

Bab I

Pendahuluan ... 1

I.1

Latar Belakang ... 1

I.2

Rumusan Masalah ... 1

I.3

Tujuan Penelitian ... 2

I.4

Ruang Lingkup Penelitian ... 2

Bab II Tinjauan Pustaka ... 3

II.1 Metode-Metode Pemisahan CO

2

dari Gas Hasil Bakar secara Konvensional

... 3

II.1.2

Absorpsi Pelarut Kimia ... 3

II.1.2

Pemisahan pada Temperatur Rendah ... 3

II.1.3

Adsorpsi dengan Padatan ... 3

II.2 Membran untuk Pemisahan Gas ... 3

II.3 Membran Matriks Campuran ... 5

II.4 Membran Asimetrik ... 7

Bab III Rancangan Penelitian ... 9

III.1 Metodologi ... 9

III.2 Percobaan ... 9

III.2.1

Alat ... 9

III.2.2

Bahan ... 10

III.2.3

Prosedur Percobaan ... 10

(5)

iv

III.3 Intepretasi Data ... 13

III.4 Jadwal Penelitian ... 14

Bab IV Hasil dan Pembahasan ... 15

IV.1 Pengaruh Kondisi Operasi Pembuatan Membran terhadap Permeasi CO

2

dan

Selektivitas CO

2

/N

2

... 15

IV.1.1 Komposisi Larutan Polimer ... 15

IV.1.2 Waktu Evaporasi ... 16

IV.2 Pengaruh Penambahan Silika terhadap Permeasi CO

2

dan Selektivitas

CO

2

/N

2

... 17

IV.2.1 Evaluasi kinerja membran dengan konsentrasi silika 1%-berat ... 17

IV.2.2 Evaluasi kinerja membran dengan konsentrasi silika 0,5 %-berat .. 18

IV.2.3 Evaluasi kinerja membran dengan konsentrasi silika 0,1%-berat ... 19

Bab V Kesimpulan dan Saran ... 20

V.1 Kesimpulan ... 20

V.2 Saran ... 20

(6)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Diagram alir proses penghilangan CO

2

dengan metode absorpsi kimia

(Kohl dan Nielson, 1997) ...

Error! Bookmark not defined.

Gambar II.2 Skema mekanisme

solution-diffusion

... 4

Gambar II.3 Skema polimer-material inorganik pada membran matriks campuran 5

Gambar II.4 Hasil SEM membran dengan 15%-berat

carbon nanotubes

(a)

penampang lintang (b) bagian padat

carbon nanotubes

(c) bagian dengan

carbon nanotubes

yang terdispersi merata (Kim dkk., 2007) ...

Error!

Bookmark not defined.

Gambar II.5 Hasil SEM membran polisulfon/

fumed silika

(a) 10%-berat

fumed silika

(b) 3%-berat

fumed silika

...

Error! Bookmark not defined.

Gambar II.6 Ilustrasi dari (a) jalur kontinu pada komposisi MCM-48 sebanyak

10%-berat (b)jalur tak kontinu pada komposisi MCM-48 sebanyak 20%-10%-berat

...

Error! Bookmark not defined.

Gambar II.7 Hasil SEM dari penampang lintang membran yang dibuat dengan (a)

metode kering (b) metode basah (Pinnau dan Koros, 1992) ...

Error!

Bookmark not defined.

Gambar II.8 Langkah-langkah metode kering/basah ... 7

Gambar III.1 Skema alat pengujian kinerja membran ... 10

Gambar III.2 Prosedur pembuatan membran dengan variasi metode pembuatan dan

non-pelarut ... 11

Gambar III.3 Prosedur pembuatan membran matriks campuran ... 12

Gambar III.4 Prosedur pengujian kinerja membran matriks campuran ... 13

Gambar IV.1 permukaan membran yang dibuat dengan formulasi dua (a) waktu

evaporasi 15 detik (b) waktu evaporasi 30 detik. ... 16

Gambar IV.2 Larutan polimer yang dibuat dengan formulasi 2 (a) penambahan silika

(7)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Hasil penelitian membran matriks campuran dengan material inorganik

berbahan dasar karbon ... 6

Tabel II.2 Hasil penelitian membran matriks campuran dengan material inorganik

berbahan dasar silika ... 6

Tabel II.3 Daftar pelarut yang dapat digunakan untuk pembuatan membran polisulfon

... 8

Tabel III.1 Variasi untuk memperoleh komposisi, metode dan non-pelarut ... 13

Tabel III.2 Rancangan kegiatan penelitian ... 14

Tabel IV.1 Permeasi dan selektivitas membran yang dibuat dengan formulasi satu dan

formulasi dua ... 15

Tabel IV.2 Persentase peningkatan selektivitas dan penurunan permeasi dari membran

yang dibuat dengan formulasi satu dan formulasi dua ... 15

Tabel IV.3 Perbandingan kinerja membran pada penelitian ini dan penelitian lain17

Tabel IV.4 Permeasi dan selektivitas membran dengan variasi penambahan silika18

Tabel IV.5 Persentase peningkatan permeasi dan penurunan selektivitas membran

dengan variasi penambahan silika dibandingkan dengan membran PSf murni

... 18

(8)

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Emisi karbon dioksida (CO2) dari gas hasil bakar yang sebagian besar komposisinya terdiri dari CO2 dan N2 merupakan kontributor terbesar gas rumah kaca sehingga penangkapan atau pemisahan CO2 dari gas hasil bakar menjadi tahap penting untuk mengontrol emisi gas rumah kaca. Penelitian di bidang pemisahan CO2 dari gas hasil bakar telah banyak dilakukan secara global. Tujuan dari penelitian-penelitian tersebut adalah menemukan metode yang mampu memisahkan CO2 dari gas hasil bakar dengan energi yang minimal. Biaya yang dibutuhkan untuk proses pemisahan CO2 sangat besar jika dibandingkan dengan biaya untuk transportasi dan penyimpanan CO2 tersebut, yaitu mencapai 60-80% dari total biaya yang dibutuhkan.

Ada empat metode yang diaplikasikan untuk pemisahan CO2, yaitu absorpsi larutan kimia, adsorpsidengan padatan, distilasi temperatur rendah, dan proses berbasis membran. Absorpsi pelarut kimia dan adsorpsi dengan padatan memiliki kelemahan. Kedua metode tersebut melibatkan larutan kimia (biasanya amin) dan sorbent dalam jumlah yang besar yangharusdiregenerasisecara periodik untuk mengurangi limbah industri. Distilasi pada temperatur rendah memerlukan energi yang besar untuk mencapai kondisi operasinya. Dibandingkan dengan metode lain, proses pemisahan dengan membran tidak membutuhkan perubahan fasa maupun sorbent atau larutan kimia. Proses pemisahan berbasis membran sangat efisien untuk pemisahan CO2 dari gas hasil bakar dimana tidak diperlukan produk yang memiliki kemurnian sangat tinggi.

Dalam pembuatan membran untuk pemisahan CO2, ada dua aspek yang perlu diperhatikan.Aspek pertama adalah kinerja membran yang meliputi selektivitas dan permeabilitas.Membran diharapkan memiliki selektivitas CO2/N2 dan permeabilitas CO2 yang baik.Pemisahan CO2 menggunakan membran membutuhkan tekanan sebagai driving force. Dengan meningkatkan tekanan, permeabilitas CO2 pada membran menjadi semakin tinggi. Namun perlu diperhatikan bahwa gas hasil bakar bertekanan rendah dan peningkatan tekanan memerlukan biaya yang besar. Oleh karena itu, membran yang memiliki permeabilitas CO2 yang tinggi pada tekanan rendah sangat dibutuhkan agar operasi tetap ekonomis. Aspek kedua adalah ketahanan membran terhadap kondisi operasi yang diterapkan. Polisulfon adalah polimer yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan membran pemisahan CO2/N2 karena harganya murah dan memiliki ketahanan mekanik yang baik. Ada berbagai jenis membran yang dapat digunakan untuk memisahkan CO2 dari N2 di antaranya adalah membran dense, asimetrik, dan komposit. Membran-membran tersebut telah diaplikasikan secara luas namun memiliki satu kelemahan yaitu adanya tawar-menawar antara nilai selektivitas dan permeabilitas membran.

Untuk mengatasi kelemahan tersebut telah dikembangkan membran matriks campuran yang memiliki nilai selektivitas dan permeabilitas yang tinggi.Saat ini penelitian mengenai membran matriks campuran sebagian besar dilakukan dengan menggunakan zeolit, karbon, dan silica sebagai material inorganik campuran polisulfon.Pembuatan membran biasanya dilakukan dengan metode evaporasi sehingga diperoleh membran dengan struktur dense. Untuk mempelajari membran matriks campuran lebih jauh, dilakukan penelitian mengenai kinerja membran matrik campuran yang dibuat dengan metode inversi fasa sehingga terbentuk membran dengan struktur asimetrik dan penambahan material inorganiksilika dengan ukuran spesifik. Struktur membran yang asimetrik diharapkan dapat meningkatkan permeabilitas dibandingkan dengan struktur membran dense.

I.2 Rumusan Masalah

Material inorganik pada pembuatan membran matriks campuran memiliki fungsi seperti penyaring gas yang ingin dipisahkan atau mengkondisikan free volume pada struktur membran. Material inorganik tersebut tersebar pada lapisan polisulfon yang berfungsi sebagai penyangga. Pada pembuatan membran matriks campuran, seringkali terdapat rongga tak selektif antara material inorganik dan polisulfon yang menurunkan selektivitas membran. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, rongga antara polisulfon dan zeolit hanya terbentuk setelah konsentrasi material inorganik pada campuran mencapai nilai tertentu [1]. Untuk memperoleh membran matriks campuran berkinerja baik dengan silika sebagai material inorganik, maka konsentrasi kritis silika

(9)

2

sebagai material inorganik pada membran matriks campuran perlu diketahui melalui penelitian yang akan dilakukan. Membran matriks campuran biasanya dibuat dengan metode evaporasi sehingga terbentuk membran dense. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, membran asimetrik memiliki permeabilitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan membran dense. Untuk meningkatkan permeabilitas gas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai kinerja membran asimetrik matriks campuran.

I.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya, penelitian ini bertujuan untukmembuat membran asimetrik matriks campuran dan memperoleh nilai komposisi silika pada membran asimetrik matriks campuran polisulfon/silika yang dapat digunakan untuk pemisahan CO2 dari gas hasil bakar dan memiliki nilai selektivitas CO2/N2 serta permeabilitas CO2 yang baik.

I.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mencakup hal-hal berikut:

 Penentuan formulasi membran yang optimal hanya dipengaruhi oleh nilai selektivitas dan permeasi.

 Gas yang digunakan sebagai umpan adalah CO2 dan N2 dengan kemurnian tinggi.

(10)

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menyajikan tinjauan pustaka mengenai metode pemisahan CO2dari N2 secara konvensional, membran untuk pemisahan gas, membran matriks campuran, dan membran asimetrik. II.1 Metode-Metode Pemisahan CO2 dari Gas Hasil Bakar secara Konvensional

Pemisahan CO2 dari N2 secara konvensional dapat dilakukan dengna berbagai metode, antara lain absorpsi dengan pelarut kimia, adsorpsi dengan padatan, dan distilasi pada temperatur rendah. II.1.2 Absorpsi Pelarut Kimia

Metode absorpsi dengan pelarut kimia dapat digunakan jika konsentrasi CO2 rendah,yaitu sekitar 1% s/d 10%.Pelarut yang digunakan harus dapat bereaksi secara kimia dengan CO2.Sebagian besar pelarut yang digunakan merupakan produk alkanolamin.Seluruh pelarut tersebut digunakan dalam fasa cair. Produk alkanolamin yang digunakan di industriantara lainadalah monoetanolamin (MEA), diglikolamin (DGA), dietanolamin (DEA), diisopropanolamin (DIPA), dan metildietanolamin (MDEA). Garam-garam alkalin, misalnya kalium karbonat, dapat juga digunakan sebagai pengganti pelarut. Pada proses absorpsi, pelarut kimia dialirkan dari bagian atas absorber sedangkan gas yang mengandung CO2 dialirkan dari bagian bawah absorber. Pelarut kimia mengikat CO2 sehingga sweet gas keluar dari bagian atas absorber dan larutan alkanolamin yang kayaakan CO2 keluar dari bagian bawah absorber. Larutan alkanolamin yang kaya akan CO2 tersebut selanjutnya mengalami pelucutan CO2 pada kolom regenerator sehingga diperoleh larutan alkanolamin yang dapat digunakan kembali di absorber.

Saat ini, sebagian besar proses pemisahan CO2 dari gas bakar dilakukan menggunakan metode absorpsi pelarut. Faktor yang mempengaruhi biaya yang diperlukan dalam metode absorpsi pelarut adalah jumlah steam yang diperlukan untuk meregenarasi pelarut dan ukuran absorber. Di samping kemajuan dan perkembangan yang telah dicapai pada metode absorpsi pelarut, metode ini menghadapi beberapa batasan dalam pelaksanaannya, antara lain [2]:

 Memerlukan energi yang besar, terutama untuk memproses gas dengan kandungan CO2 yang tinggi.

 Memerlukan biaya modal yang relatif besar untuk laju alir gas hasil bakar yang kecil. II.1.2 Pemisahan pada Temperatur Rendah

Karbon dioksida dapat dipisahkan dari gas lainnya dengan distilasi kriogenik. Kondisi operasi pada distilasi kriogenik sangat ekstrim, yaitu tekanan di atas 2,1 MPa dan temperatur di bawah -55oC. Metode pemisahan CO2 dengan distilasi kriogenik telah digunakan secara komersial untuk mencairkan dan memurnikan CO2 dari sumber dengan kandungan CO2 yang tinggi, biasanya di atas 80%-volume CO2. Metode ini memungkinkan pemisahan CO2 dalam bentuk cair sehingga lebih mudah ditransportasikan. Namun metode ini memiliki kelemahan yaitu kebutuhan energinya sangat besar dan tidak ekonomis untuk memisahkan CO2 dari sumber yang memiliki kandungan CO2 rendah. II.1.3 Adsorpsi dengan Padatan

Adsorpsi CO2 dapat dilakukan dengan berbagai jenis padatan, antara lain zeolit, karbon aktif, litium, dan natrium karbonat. Padatan yang telah digunakan utnuk mengadsorp CO2 perlu diregenerasi.

II.2 Membran untuk Pemisahan Gas

Teknologi membran saat ini merupakan teknologi yang sedang berkembang pesat. Hal ini dapat dilihat dari semakin luasnya aplikasi membran khususnya dalam skala besar di berbagai bidang industri. Dalam aplikasinya, membran dapat menggantikan proses konvensional yang sudah ada ataupun berperan sebagai tahap polishing. Berbagai bidang industri yang tercatat mengaplikasikan proses membran diantaranya adalah bidang industri pangan, bioteknologi, medis, industri berbasis proses kimia, dan tentunya bidang pengolahan air dan limbah [3]. Aplikasi teknologi membran untuk pemisahan gas dan uap telah banyak dipelajari dan dikembangkan pada skala industri. Aplikasi

(11)

4

membran untuk pemisahan gas (gas separation) pada skala industri diantarnya adalah recovery

hydrogen dan pemisahan CO2 [4]. Membran untuk pemisahan gas dianggap sangat menarik karena kebutuhan energi yang rendah, biaya perawatan yang murah, stukturnya yang modular, dan kondisi operasi yang tidak ekstrim [5]. Di balik aplikasi teknologi membran yang begitu luas dalam pemisahan gas, terdapat dua tantangan teknis yang harus dihadapi. Tantangan pertama adalah cara memperoleh produktivitas (laju permeabilitas) yang baik tapi juga diiringi dengan selektivitas (efesiensi pemisahan) yang tinggi. Tantangan kedua adalah cara menjaga produktivitas dan selektivitas membran tetap baik ketika umpan proses merupakan campuran kompleks dari berbagai senyawa dan bersifat agresif [6].

Sejumlah material telah digunakan untuk fabrikasi membran, diantaranya: polimer, material anorganik, keramik, metalik, mixed-matrix, membran cair dan material biologis [7]. Membran untuk pemisahan CO2 dapat dibuat dari berbagai material namun hingga saat ini, material yang banyak digunakan dalam aplikasi di industri adalah polimer. Material ini dipilih karena harganya yang relatif murah dan proses pembuatannya yang relatif mudah dibandingkan material lain [5]. Polimer yang popular penggunaannya dalam proses pemisahan gas di antaranya adalah poliimida, selulosa asetat, dan polisulfon. Poliimida memiliki kemampuan pemisahan yang sangat baik namun ketahanan membran berbahan poliimida tidaklah terlalu baik. Membran berbahan dasar poliimida sangat rentan terhadap gas bertekanan tinggi dan kondensat. Selulosa asetat memiliki ketahanan yang lebih baik daripada poliimida namun tekanan plastisasinya rendah, yaitu 11 bar [8]. Polisulfon memiliki ketahanan yang lebih tinggi daripada poliimida dan memiliki tekanan plastisasi yang cukup tinggi, yaitu 34 bar [8]. Kinerja membran selulosa asetat dan polisulfon tidak terlalu jauh berbeda. Material polisulfon telah banyak diaplikasikan pada pemisahan gas murni maupun campuran seperti pemisahan CO2 dari campuran gas CO2/CH4 [9] karena memiliki kekuatan mekanik yang baik, stabilitas kimia yang baik, dan relatif murah [10].

Pada dasarnya membran pemisahan gas dapat berupa membran berpori maupun tak berpori. Aplikasi membran berpori lebih terbatas dibandingkan membran tak berpori, yaitu hanya dapat digunakan untuk pemisahan campuran gas dengan perbedaan ukuran molekul yang besar sehingga membran tak berpori lebih popoler untuk pemisahan gas. Pada membran tak berpori, molekul gas berpindah dengan prinsip kelarutan molekul gas pada material polimer dan difusifitas molekul gas melalui free volume pada struktur membran (mekanisme solution diffusion) [11]. Persamaan matematis yang menggambarkan hubungan kelarutan, difusivitas, dan laju alir gas yang melewati membran disajikan pada persaman II.1 di bawah ini.

𝐽 =𝐷𝑖𝑆𝑖

𝑙 ∆𝑝𝑖 (II.1)

Dimana J adalah laju alir gas yang melewati membran (fluks), Di adalah koefisien difusi molekul gas i, Si adalah koefisien kelarutan gas i, l adalah ketebalan lapisan membran, dan ∆pi adalah perbedaan tekanan parsial gas I [12]. Skema mekanisme solution-diffusion disajikan pada Gambar II.1 di bawah ini [13].

(12)

5

Pada membran tak berpori, untuk memperoleh laju alir permeat yang besar, membran perlu dibuat setipis mungkin. Berdasarkan alasan tersebut dan mempertimbangkan kekuatan mekanik membran, tipe membran tak berpori yang cocok untuk pemisahan gas adalah membran asimetrik. Membran asimetrik adalah membran yang terdiri dari dense top layer dan porous sublayer. Material pembentuk kedua lapisan tersebut sama jenisnya. Dense top layer adalah lapisan tipis yang tidak berpori sedangkan porous sublayer adalah lapisan yang lebih tebal dan berpori. Dense top layer

berperan dalam menentukan selektivitas membran dan memiliki tahanan perpindahan massa yang besar karena strukturnya yang tidak berpori sehingga dibuat setipis mungkin. Porous sublayer

berperan untuk meningkatkan kekuatan mekanik membran dan memiliki tahanan perpindahan massa yang kecil karena strukturnya berpori [12].

Walaupun populer di industri, membran tak berpori yang bekerja dengan mekanisme

solution-diffusion memiliki kelemahan. Kelemahan membran ini adalah adanya tawar-menawar antara permeabilitas dan selektivitas. Jika diinginkan membran dengan selektivitas CO2/N2 tinggi maka permeabilitas CO2 yang diperoleh bernilai rendah dan sebaliknya. Untuk mengatasi kelemahan membran yang bekerja dengan mekanisme solution-diffusion, telah banyak dilakukan penelitian mengenai membran matriks campuran.

II.3 Membran Matriks Campuran

Membran matriks campuran adalah membran yang dibuat dengan mencampurkan polimer dan material inorganik yang berpori maupun tak berpori. Polimer berfungsi sebagai penyangga bagi material inorganik. Material inorganik yang berpori memisahkan gas dengan prinsip penyaringan menggunakan pori-pori pada material inorganik tersebut. Material inorganik yang tak berpori memperbaiki kinerja membran dengan meningkatkan free volume pada membran sehingga permeabilitas meningkat. Skema polimer-material inorganik pada membran matriks campuran disajikan pada Gambar II.2 di bawah ini.

Masalah yang sering timbul pada pembuatan membran matriks campuran adalah aglomerasi material inorganik [14] dan lemahnya interaksi antara rantai polimer dengan material inorganik [15].

Gambar II.2 Skema polimer-material inorganik pada membran matriks campuran [9]

Aglomerasi terjadi pada membran matriks campuran jika konsentrasi material inorganik pada membran telah mencapai nilai yang tinggi. Aglomerasi material inorganik mengakibatkan terbentuknya rongga tak selektif di antara partikel material inorganik. Keberadaan rongga-rongga tersebut tidak diinginkan kerena dapat menurunkan selektivitas membran.Lemahnya interaksi antara rantai polimer dengan material inorganik dapat disebabkan oleh kekakuan rantai polimer yang digunakan. Jika rantai polimer tidak dapat melingkupi partikel material inorganik secara sempurna, dapat muncul rongga-rongga tak selektif yang juga dapat menurunkan selektivitas membran.

Material inorganik yang dapat digunakan pada membran matriks campuran antara lain zeolit,

carbon molecular sieve (CMS), logam oksida nano [1], silika, dan carbon nanotubes [14]. Penelitian mengenai membran matriks campuran dengan material inorganik berbahan dasar karbon telah dilakukan oleh Kim dkk. [16]. Hasil dari penelitian tersebut disajikan pada Tabel II.1 di bawah ini.

Hasil penelitian Kim dkk. [16] menunjukan bahwa secara umum permeabilitas meningkat dengan penambahan carbon nanotubes. Peningkatan permeabilitas terjadi untuk CO2 maupun N2 sehingga penambahan carbon nanotubes tidak mengakibatkan perubahan selektivitas CO2/N2yang signifikan. Pada penambahan 15%-berat carbon nanotubes, permeabilitas gas menurun karena terlalu tingginya konsentrasi carbon nanotubes pada membran. Konsentrasi carbon nanotubes yang terlalu tinggi mengakibatkan adanya bagian membran yang padat carbon nanotubes. Munculnya bagian membran yang padat carbon nanotubes mengakibatkan laju alir gas tertahan sehingga permeabilitas

Polimer

(13)

6

CO2 menurun. Hasil SEM membran dengan 15%-berat carbon nanotubes disajikan pada Gambar II.4 di bawah ini.

Tabel II.1 Hasil penelitian membran matriks campuran dengan material inorganik berbahan dasar karbon [16]

Jenis karbon %-berat Permeabilitas (barrer) Selektivitas

CO2 N2 carbon nanotube 0 3,9 0,17 22,94 5 5,12 0,23 22,26 10 5,19 0,23 22,56 15 4,52 0,22 20,54

Penelitian mengenai membran matriks campuran dengan material inorganik berbahan dasar silika telah dilakukan oleh Wahab dkk. [17], Kim dan Marand [18], dan Kim dkk. [19]. Hasil dari penelitian-penelitian tersebut disajikan pada Tabel II.2 di bawah ini. Wahab dkk. [17] membuat membran matriks campuran polisulfon/fumed silika.Hasil penelitian Wahab dkk. [17] menunjukan bahwa penambahan fumed silika sebanyak 0,1%-berat dapat meningkatkan permeabilitas dan selektivitas dibandingkan dengan membran polisulfon murni. Penambahan fumed silika lebih lanjut mengakibatkan penurunan permeabilitas dan selektivitas. Pada penambahan fumed silika sebanyak 3%-berat dan 10%-berat terjadi aglomerasi partikel fumed silika seperti yang ditunjukan oleh Gambar II.5 sehingga permeabilitas dan selektivitas membran lebih rendah dibandingkan dengan membran polisulfon murni [17]. Pada penelitian ini, jenis membran yang dibuat berbeda denga penelitian lainnya, yaitu membran asimetrik. Hasil penelitian secara umum menunjukan bahwa permeabilitas pada membran asimetrik matriks campuran lebih tinggi dibandingkan dengan membran dense matriks campuran.

Tabel II.2 Hasil penelitian membran matriks campuran dengan material berbahan dasar silika Tipe silika Ukuran

partikel %-berat

Permeabilitas

(barrer) Selektivitas Sumber CO2 N2 Fumed silika* 7 nm 0 78,11 2,27 34,4 [17] 0,1 90,04 2,5 36,02 3 88,06 5,26 16,74 10 87,69 10,47 8,37 MCM-41 80 nm 0 4,5 0,18 25 [18] 10 6,6 0,28 23,51 20 7,8 0,32 24,37 40 14,8 0,9 16,44 MCM-48 1 μm 0 4,46 0,18 25,88 [19] 10 8,45 0,32 25,47 20 18,21 0,77 23,58 * Permeasi dalam GPU

Hasil penelitian Kim dan Marand [18] menunjukan bahwa permeabilitas meningkat dengan penambahan MCM-41 dan selektivitas tidak mengalami perubahan berarti sampai penambahan MCM-41 sebanyak 20%-berat. Pada penambahan MCM-41 sebanyak 40%-berat, permeabilitas meningkat dengan signifikan, baik untuk CO2 maupun N2 dan selektivitasnya menurun. Hasil penelitian Kim dkk [19] menunjukan bahwa penambahan MCM-48 sampai 20%-berat menghasilkan peningkatan permeabilitas secara signifikan dan sedikit penurunan pada selektivitas. Peningkatan permeabilitas secara signifikan terjadi karena terbentuknya jalur kontinu karena semakin banyaknya fasa permeabel pada membran. Pada penambahan MCM-48 10%-berat, partikel MCM-48 terletak

(14)

7

berjauhan satu sama lain sehingga terbentuk jalur yang tidak kontinu untuk gas. Pada komposisi MCM-48 sebanyak 20%-berat, partikel MCM-48 terletak berdekatan karena jumlah partikel yang lebih banyak. Hal ini mengakibatkan terbentuknya jalur kontinu untuk perpindahan gas.

II.4 Membran Asimetrik

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wahab dkk. [17] diketahui bahwa struktur asimetrik pada membran matriks campuran dapat meningkatkan permeabilitas CO2. Lapisan selektif yang lebih tipis pada membran asimetrik menyebabkan tahanan perpindahan massa pada membran asimetrik lebih rendah daripada membran dense.

Membran asimetrik untuk pemisahan gas biasanya dibuat dengan metode inversi fasa yang dapat meliputi presipitasi dengan penguapan pelarut dan imersi presipitasi.Pada metode presipitasi dengan penguapan pelarut, polimer dilarutkan dalam solvent lalu dilakukan casting pada larutan polimer tersebut.Pelarut dibiarkan menguap secara perlahan-lahan, biasanya pada atmosfer inert, sehingga terbentuk membran dense. Metode imersi presipitasi melibatkan tiga komponen dalam pembuatan membran, yaitu polimer, solvent, dan non-solvent. Langkah-langkah pembuatan membran flat dengan metode imersi presipitasi meliputi:

 Persiapan larutan polimer, yaitu pencampuran polimer dengan solvent.

Casting larutan polimer menggunakan casting knife pada lapisan support yang sesuai. Untuk pembuatan membran skala industri, lapisan support yang digunakan adalah bahan non-woven

sedangkan untuk skala laboratorium, lapisan support yang digunakan adalah pelat kaca.

 Imersi lapisan polimer tersebut dalam non-solvent di bak kogulasi.

Pada metode imersi presipitasi, membran asimetrik terbentuk karena adanya dua mekanisme yang terlibat, yaitu difusi dan demixing. Difusi adalah petukaran solvent dan non-solvent pada lapisan polimer.Difusi mengakibatkan larutan polimer menjadi tidak stabil dan terjadinya demixing. Demixing

adalah transisi kondisi cairan satu fasa menjadi cairan dua fasa. Proses demixing yang terjadi dengan adanya jangka waktu setelah casting menghasilkan membran dengan struktur toplayer yang tak berpori [12].

Metode presipitasi dengan pengupan pelarut disebut juga metode kering.Metode ini menghasilkan membran dengan lapisan toplayer yang dense dan tebal.Permeabilitas gas pada membran dengan struktur tersebut sangat rendah. Metode imersi presipitasi disebut juga metode basah. Metode ini menghasilkan membran dengan struktur toplayer yang sangat tipis dan memiliki banyak pori (defect) [20]. Untuk pemisahan gas, membran yang digunakan harus bebas defect karena

defect dapat menurunkan selektivitas membran.

Untuk menghasilkan membran asimetrik yang baik untuk pemisahan gas, Pinnau dan Koros [20] mengajukan metode kering/basah. Metode kering basah adalah metode yang menggabungkan evaporasi pelarut dan imersi pada bak koagulasi. Langkah-langkah dari metode kering/basah ditampilkan pada Gambar II.3 di bawah ini [21].

Gambar II.3 Langkah-langkah metode kering/basah [9]

Pada metode kering/basah, digunakan dua jenis pelarut, yaitu pelarut yang mudah menguap dan pelarut yang lebih sulit menguap. Daftar pelarut yang dapat digunakan untuk pembuatan membran polisulfon disajikan pada Tabel II.3 di bawah ini [21]. Selain itu, ditambahkan juga

(15)

8

Tabel II.3. Daftar pelarut yang dapat digunakan untuk pembuatan membran polisulfon Pelarut Titik didih (oC)

Aseton 56,5 Tetrahidrofuran 65,4 1,4-Dioksan 101,3 Dimetilformamid 153 Dimetilasetamid 165,2 N-metilpirolidinon 202 2-pirolidinon 234

Setelah larutan polimer di-cast di atas pelat kaca, udara ditiupkan pada bagian atas larutan polimer sehingga pelarut yang lebih mudah menguap akan menguap dan polimer akan terkonsentrasi pada bagian atas membran. Bagian yang kaya akan polimer inilah yang akan membentuk struktur

toplayer dari membran. Langkah berikutnya adalah imersi membran pada bak koagulasi. Adanya non-pelarut pada larutan polimer mengakibatkan proses demixing terjadi secara cepat sehingga membentuk struktur berpori yang berfungsi sebagai sublayer.

Jika non-pelarut yang digunakan adalah air, maka diperlukan tahap pertukaran pelarut untuk mengurangi tegangan permukaan air di pori membran. Tingginya tegangan permukaan air dapat mengakibatkan pori pada lapisan porous sublayer mengalami tekanan yang kuat dan rusak. Jika pori-pori tersebut rusak, lapisan porous sublayer yang seharusnya memiliki tahanan perpindahan massa yang kecil akan berubah sifatnya menjadi seperti lapisan dense toplayer, yaitu memiliki tahanan perpindahan massa yang besar.

(16)

9

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

III.1 Metodologi

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi silika yang optimum untuk membran pemisahan CO2 dari N2 dengan struktur asimetrik. Penelitian ini dimulai dengan percobaan pembuatan membran berbahan dasarpolisulfondengan memvariasikan metode pembuatan dan komposisi yang digunakan. Metode yang digunakan adalah metodekering dan kering/basah. Non-pelarut yang digunakan adalah air dan metanol. Jenis membran yang dibuat adalah flat sheet. Membran yang telah dibuat selanjutnya diuji kinerjanya menggunakan CO2 dan N2 dengan kemurnian tinggi. CO2 dan N2 dialirkan secara bergantian. Membran asimetrik matriks campuran dibuat dengan menggunakan metode dan non-pelarut yang memberikan permeasi dan selektivitas terbaik. Variasi pembuatan membran matriks campuran terdiri dari empatbuah variasi komposisi silikapada proses pembuatan membran. Membran yang telah dibuat lalu diuji permeasi dan selektivitasnya sehingga dapat ditentukan komposisi silica yang optimum pada performa membran asimetrik matriks campuran untuk pemisahan CO2 dari N2.

III.2 Percobaan

Pada bagian ini, alat dan bahan yang akan dipakai, prosedur percobaan, serta variasi percobaan akan dijelaskan.

III.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini berupa satu set alat pembuatan membran dengan cara casting dan satu set alat alat penentuan permeasi gas.Untuk membuat membran CA dengan cara

casting digunakan alat-alat di bawah ini:

 Timbangan digital  Beaker glass 250 ml  Stirer  Pelat kaca  Aluminium foil  Termometer

(17)

10

CO2 Bubble Flow Meter N2 Membrane Permeat

Gambar III.1 Skema alat pengujian kinerja membran

Nilai permeabilitas membran terhadap masing-masing gas dapat dikarakterisasi dengan metode permeabilitas sederhana [22]. Gas CO2 dan N2 dengan laju alir dan tekanan tertentu dilewatkan pada membran flat sheet yang telah dibuat secara cross flow secara bergantian. Gas yang dilewatkan terlebih dahulu adalah N2 untuk menghindari efek plastisasi oleh CO2. Laju alir N2 di permeat diukur dengan menggunakan bubble flow meter. Selanjutnya CO2 dilewatkan dengan laju alir dan tekanan yang sama dengan N2. Laju alir CO2 permeat juga diukur dengan menggunakan bubble soap meter.

III.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan untuk persiapan membran adalah polisulfon, silika, tetrahidrofuran (THF), N,N-Dimethylacetamide (DMAc), etanol, metanol, dan air. Silika yang digunakan berukuran 12 nm.THF dan DMAc digunakan sebagai pelarutyang lebih mudah menguap dan pelarut yang lebih sulit menguap dalam pembuatan membran. Etanol, metanol dan air digunakan sebagai non-pelarut. Gas yang digunakan untuk menguji kinerja membran adalah CO2 dan N2 dengan kemurnian tinggi. III.2.3 Prosedur Percobaan

Prosedur pembuatan membran dengan variasi metode pembuatan dan komposisi disajikan pada Gambar III.2 di bawah ini.

(18)

11

Mulai Campurkan polisulfon dengan campuran THF, DMAc dan penambahan etanol

Aduk larutan polimer sampai homogen

Tiupkan nitrogen pada bagian atas membran selama 15

detik

Masukan pelat kaca ke dalam air selama

10 menit Masukan membran ke dalam metanol selama 2 jam Keringkan membran dengan cara diangin-angin selama 1 hari Selesai Tiupkan nitrogen

pada bagian atas membran selama 30

detik

Cast larutan polimer pada pelat kaca

Evaporasi solvent secara alami

Gambar III.2 Prosedur pembuatan membran dengan variasi metode pembuatan dan non-pelarut Variasi komposisi larutan polimer pada pembuatan membran asimetrik disajikan pada Tabel III.1.Larutan polimer yang telah homogen selanjutnya di-cast pada permukaan kaca. Selanjutnya larutan polimer tersebut mengalami evaporasi paksa oleh N2 selama 15 detik. Membran yang telah terbentuk lalu dicelupkan ke bak berisi air selama 10 menit. Untuk mengurangi tegangan permukaan air pada membran, membran dicelupkan ke bak yang berisi metanol selama dua jam. Membran selanjutnya dikeringkan dengan cara diangin-angin selama satu hari. Sebagai variasi kedua pada metode pembuatan membran, larutan polimer yang telah di-cast pada permukaan kaca mengalami evaporasi paksa oleh N2 selama 30 detik. Selanjutnya membran dicelupkan ke air dan metanol lalu dikeringkan dengan cara diangin-angin selama satu hari. Pada variasi ketiga, larutan polimer yang telah di-cast pada permukaan kaca mengalami evaporasi secara alami selama satu hari dan dikeringkan dengan cara diangin-angin selama satu hari.

(19)

12

Mulai

Campurkan polisulfon dengan

campuran THF, etanol, dan DMAc

Aduk larutan polimer sampai homogen

Campurkan larutan polimer dan silika

Aduk campuran polisulfone dan silika

Cast membran pada pelat kaca

Tiupkan nitrogen pada bagian atas membran selama

30 detik

Masukan pelat kaca ke dalam air selama

10 menit Masukan membran ke dalam metanol selama 2 jam Keringkan membran dengan cara diangin-angin selama 1 hari Campurkan silica dengan THF

Aduk larutan polimer sampai homogen

Selesai Mulai

Gambar III.3 Prosedur pembuatan membranmatriks campuran

Setelah memperoleh metode, komposisi dan non-pelarut terbaik, langkah-langkah pembuatan membran asimetrik matriks campuran disajikan pada Gambar III.3. Prosedur pengujian kinerja membran matriks campuran disajikan pada Gambar III.4. Pengujian dilakukan pada tekanan 1,7 bar. Luas permukaan membran yang digunakan adalah 38,47 cm2.

III.2.4 Variasi

Variasi untuk memperoleh komposisi, metode dan non-pelarut yang dapat menghasilkan membran paling baik disajikan pada Table III.1. Komposisi, metode dan non-pelarut paling baik digunakan untuk membuat membran asimetrik matriks campuran. Komposisi silika pada proses pembuatan membran asimetrik matriks campuran adalah 0, 0,1, 0,5, dan 1%-berat.

(20)

13

Mulai

Pasangkan lembaran membran pada alat uji

Alirkan gas Tekanan dan laju alir

ditentukan

Ambil data permeat gas Dibutuhkan

pengujian membran dengan gas lain?

Ya

Selesai Matikan aliran gas

Tidak

Gambar III.4 Prosedur pengujian kinerja membran matriks campuran Tabel III.1Variasi untuk memperoleh komposisi, metode dan non-pelarut PSF (%-berat) THF (%-berat) DMAc (%-berat) Etanol (%-berat) Evaporasi (s) Jenis Evaporasi Non pelarut 22 33 33 12 15 Konvektif Air 30 Konvektif Air sampai dense Alami -

23.5 43 21.5 12

15 Konvektif Air 30 Konvektif Air sampai dense Alami - III.3 Intepretasi Data

Dari percobaan yang dilakukan diperoleh data kecepatan gasserta konsentrasi CO2 dan N2pada permeat. Dari data-data tersebut dapat diketahui fluks masing-masing gas dengan persamaan III.1 di bawah ini.

𝐽𝑖 =𝑄𝐴𝑖 (III.1)

Fluks gas CO2 dan N2 yang telah diperoleh selanjutnya digunakan untuk menghitung permeasi CO2 dan N2 dengan persamaan III.2 di bawah ini.

𝑃𝑖

𝑙 = 𝐽𝑖

∆𝑝𝑖 (III.2)

Permeasi yang dihitung dengan persamaan III.2 memiliki satuan GPU (1x10-6 cm3cm-2s -1cmHg-1). Dari data permeasi CO2 dan N2 yang telah diperoleh dapat dihitung selektivitas membran dengan persamaan III.3 di bawah ini.

𝛼𝐶𝑜2/𝑁2 =(𝑃/𝑙)𝐶𝑂2

(𝑃/𝑙)𝑁2 (III.3)

Untuk memprediksi jenis mekanisme pemisahan gas, selektivitas CO2/N2 pada mekanisme

Knudsenflow perlu dihitung dengan persamaan di bawah ini.

𝛼𝐶𝑜2/𝑁2 = 1

√𝐵𝑀𝐶𝑂2

𝐵𝑀𝑁2

(21)

14

III.4 Jadwal Penelitian

Penelitian ini dirancang untuk diselesaikan dalam waktu 4 bulan. Tabel III.2 menunjukkan rancangan kegiatan penelitian.

Tabel III.2 Rancangan kegiatan penelitian

No. Kegiatan Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan ke-4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Persiapan alat dan bahan

2. Pembuatan membran dan pengujian

3. Pengolahan data 4. Pembuatan laporan

(22)

15

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Pengaruh Kondisi Operasi Pembuatan Membran terhadap Permeasi CO2 dan Selektivitas CO2/N2

Dalam pembuatan membran, ada banyak faktor yang berpengaruh terhadap kinerja membran tersebut. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi ketebalan lapisan selektif membran yang dihasilkan dan keberadaan defect pada permukaan membran. Faktor yang berpengaruh antara lain adalah komposisi larutan polimer dan waktu evaporasi.

IV.1.1 Komposisi Larutan Polimer

Komposisi larutan polimer berperan penting dalam menghasilkan membran yang bebas defect

dan memiliki lapisan selektif yang sangat tipis untuk pemisahan CO2/N2. Pada penelitian ini, konsentrasi polimer dan perbandingan antara pelarut yang mudah menguap dan sulit menguap serta konsentrasi non-pelarut dipelajari. Formulasi larutan polimer pertama yang digunakan untuk membuat membran adalah 22%-berat PSf, 33%-berat THF dan DMAc (rasio pelarut yang mudah menguap dan sulit menguap adalah 1), serta 12%-berat etanol.

Formulasi larutan polimer kedua merupakan modifikasi dari larutan polimer yang pertama. Pada formulasi kedua, konsentrasi polimer ditingkatkan menjadi 23,5%-berat. Perbandingan pelarut yang mudah menguap dan sulit menguap ditingkatkan menjadi 2 dan konsentrasi etanol sebagai aditif tetap 12%-berat. Peningkatan konsentrasi polimer diharapakan dapat memberikan lapisan selektif yang lebih dense dan sehingga kemungkinan munculnya defect dapat dikurangi. Peningkatan perbandingan antara pelarut yang mudah menguap dan sulit menguap bertujuan agar pada saat evaporasi paksa dengan menggunakan N2, semakin banyak pelarut yang menguap. Jika pelarut menguap dalam jumlah yang besar, konsentrasi polimer pada bagian luar larutan casting menjadi tinggi sehingga dapat menghasilkan lapisan selektif yang lebih dense. Hasil uji permeasi gas untuk membran yang dibuat dengan formulasi satu dan dua disajikan pada Tabel IV.1.

Tabel IV.1 Permeasi dan selektivitas membran yang dibuat dengan formulasi satu dan formulasi dua

No PSF* THF* DMAc* Etanol* Evaporasi (s) Non pelarut (P/l)N2** (P/l)CO2** Selektivitas 1 22 33 33 12 15 air 1.56 10.62 6.82 2 30 air 0.69 7.71 11.20 3 sampai dense - 0.12 1.80 14.96 4 23.5 43 21.5 12 15 air 1.35 9.70 7.17 5 30 air 0.41 7.68 18.85 6 sampai dense - 0.09 1.72 19.18

* Dalam %-berat; ** Permeasi dalam GPU (cm3(STP)/cm2 scmHg);

Tabel IV.2 Persentase peningkatan selektivitas dan penurunan permeasi dari membran yang dibuat dengan formulasi satu dan formulasi dua

Evaporasi (s) Non pelarut Penurunan Permeasi N2 (%) Penurunan Permeasi CO2 (%) Peningkatan Selektivitas CO2/N2 (%) 15 air 13.14 8.67 5.14 30 air 40.84 0.38 68.38 sampai dense - 25.32 4.27 28.18

(23)

16

Secara umum, permeasi N2 dan CO2 pada membran formulasi satu lebih rendah dari membran formulasi dua untuk setiap kondisi penguapan yang sama. Hal ini dapat terjadi kareana lapisan selektif pada memrban formulasi dua lebih dense daripada membran formulasi 1. Untuk penguapan 15 detik dengan menggunakan nitrogen (tempuhan 1 dan 4), membran formulasi 1 memiliki permeasiN2 1,56 GPU, permeasiCO2 10,62 GPU, dan selektivitas CO2/N2 6,82, sedangkan membran formulasi dua memiliki permeasi CO21,35 GPU, permeasi N29,7 GPU, dan selektivitas CO2/N2 7,17.

Persentase peningkatan selektivitas dan penurunan permeasi antara membran formulasi satu dan dua disajikan pada Tabel IV.2. Dari Tabel IV.2 dapat diketahui bahwa secara umum persentase peningkatan selektivitas CO2/N2 lebih besar daripada penurunan permeasi CO2 sehingga dapat disimpulkan bahwa formulasi dua lebih baik daripada formulasi 1. Peningkatan selektivitas CO2/N2 yang terbesar terjadi pada kondisi penguapan 30 detik oleh nitrogen dan non-pelarut air, yaitu 68,38%. Penurunan permeasi CO2 yang terjadi pada kondisi tersebut hanya 0.38 %. Peningkatan selektivitas yang besar tersebut terjadi karena permeasi N2 menurun dengan sangat tajam yaitu sebesar 40.84%.

IV.1.2 Waktu Evaporasi

Pada metode kering-basah, lapisan selektif pada membran mulai terbentuk pada saat evaporasi paksa karena adanya peningkatan konsentrasi polimer di lapisan luar membran. Lapisan

support pada membran terbentuk pada saat imersi membran ke non-pelarut karena adanya pertukaran antara pelarut dan non-pelarut. Oleh karena itu, struktur dan sifat dari lapisan selektif sangat dipengaruhi oleh kondisi evaporasi, termasuk waktu evaporasi.

Pengaruh waktu evaporasi terhadap permeasi gas dapat dilihat pada Tabel IV.1 tempuhan 1-2 dan tempuhan 4-5. Peningkatan waktu evaporasi meningkatkan selektivitas namun menurunkan permeasi CO2 dan N2. Permukaan membran yang mengalami evaporasi 15 detik dan 30 detik disajikan pada Gambar IV.1. Proses casting dilakukan pada permukaan dengan warna gelap. Dari Gambar IV.1 dapat diketahui bahwa permukaan membran yang mengalami evaporasi selama 30 detik lebih buram. Pada Gambar IV.1 (b) tampak bahwa permukaan membran telah berwarna putih seluruhnya sedangkan pada Gambar IV.1 (a) tampak permukaan di sebalah kiri masih berwarna gelap. Hal ini menunjukan bahwa pada evaporasi 15 detik, membran belum terbentuk secara sempurna.

Gambar IV.1 permukaan membran yang dibuat dengan formulasi dua (a) waktu evaporasi 15 detik (b) waktu evaporasi 30 detik.

Pada metode kering, lapisan selektif terbentuk ketika membran dikeringkan dengan cara evaporasi alami. Membran yang dihasilkan dengan metode kering adalah membran yang hanya terdiri dari lapisan selektif tanpa lapisan support. Lapisan selektif pada membran yang dibuat dengan metode kering lebih tebal daripada membran yang dibuat dengan metode kering/basah. Dari hasil uji permeasi gas yang dapat dilihat pada Tabel IV.1 tempuhan ke 5 dan 6, tampak jelas bahwa permeasi gas, baik CO2 maupun N2 mengalami penurunan yang cukup besar tanpa disertai peningkatan selektivitas CO2/N2 yang signifikan. Hal ini terjadi karena tahanan perpindahan meningkat seiring peningkatan ketebalan lapisan selektif membran.

Selektivitas tertinggi membran yang dibuat dengan formulasi dua masih lebih rendah daripada selektivitas intrinsic PSf, yaitu 26,31 [23]. Permeasi dan selektivitas membran yang dihasilkan dengan formulasi dua dan evaporasi 30 detik dibandingkan dengan membran yang diperoleh dari penelitian

(24)

17

lain. Perbandingan tersebut disajikan pada Tabel IV.3 di bawah ini. Membran yang dibuat pada penelitian oleh Ismail dkk., [24] adalah membran flat sheet dengan menggunakan formulasi yang disarankan oleh Pesek dan Koros [21], yaitu 22%-berat PSf, 31,8%-berat DMAc, 31,8%-berat THF, dan 14,4%-berat etanol.

Tabel IV.3 Perbandingan kinerja membran pada penelitian ini dan penelitian lain

Sumber Permeasi N2(GPU) Permeasi CO2 (GPU) Selektivitas Faktor pemisahan Penelitian ini formulasi 2,

penguapan 30 s 0,41 7,68 18,85 144,78 Ismail dkk. [24] shear rate 275s-1,* 3,75 20,95 5,59 117,04 shear rate 275s-1 0,43 11,70 27,21 318,35 shear rate 367s-1,* 3,34 17,51 5,24 91,80 shear rate 367s-1 0,99 6,00 6,06 36,36

Pesek dan Koros [21] 0,43 - - -

*tanpa coating

Membran yang dibuat pada penelitian Ismail dkk. [24] memiliki selektivitas yang sangat rendah bila tidak ditambahi lapisan silikon dalam n-heksana. Permeasi N2 yang tinggi menunjukan bahwa membran tersebut memiliki defect. Setelah ditambahi lapisan silikon dalam n-heksana, permeasi N2 dan CO2 menurun. Permeasi N2 berkurang sebesar 88% sedangkan permeasi CO2 hanya berkurang 44%. Penurunan permeasi N2 yang lebih besar daripada CO2 mengakibatkan selektivitas CO2/N2pada membran meningkat. Membran yang telah ditambahi lapisan silikon dalam n-heksana adalah membran yang bebas defect. Dilihat dari nilai permeasi N2 dan CO2, perpindahan telah berlangsung mengikuti prinsip solution-diffusion.

Permeasi N2 pada penelitian ini bernilai hampir sama dengan penelitian Ismail dkk. [24] untuk membran yang telah di-coating dan bebas defect sehingga dapat diketahui bahwa membran yang dibuat pada penelitian ini juga bebas defect. Selektivitas membran pada penelitian ini tidak sebesar membran hasil penelitian Ismail dkk. [24] karena permeasi CO2 terlalu kecil. Permeasi CO2 yang bernilai rendah dapat diakibatkan oleh lapisan selektif membran yang dibuat pada percobaan ini terlalu tebal.

Selain permeasi dan selektivitas, faktor pemisahan yang merupakan hasil perkalian dari permeasi dan selektivitas juga dibandingkan.

IV.2 Pengaruh Penambahan Silika terhadap Permeasi CO2 dan Selektivitas CO2/N2

Dengan mempertimbangkan nilai permeasiCO2 dan selektivitas CO2/N2, membran asimetrik matriks campuran dibuat dengan formulasi 2 dan waktu evaporasi paksa 30 detik. Silika yang ditambahkan sebanyak 0,1, 0,5, dan 1%-berat.

IV.2.1 Evaluasi kinerja membran dengan konsentrasi silika 1%-berat

Pada pembuatan membran dengan penambahan silika 1%-berat, proses demixing telah terjadi pada saat etanol sebagai non-pelarut ditambahkan ke larutan polimer. Saat etanol ditambahkan, warna larutan polimer berubah menjadi putih dan tidak lagi berwujud cair melainkan mulai membentuk padatan sehingga proses casting membran tidak mungkin dilakukan. Larutan polimer yang diperoleh dengan penambahan 1%-berat silika disajikan pada Gambar IV.2.

(25)

18

Gambar IV.2Larutan polimer yang dibuat dengan formulasi 2 (a) penambahan silika 0%-berat (b) penambahan silika 1%-berat.

Tabel IV.4Permeasi dan selektivitas membran dengan variasi penambahan silika Silika (%-berat) (P/l)N2 (GPU) (P/l)CO2 (GPU) Selektivitas

0 0,41 7,68 18,85

0,1 20,66 35,06 1,70

0,5 36,06 36,85 1,02

1 - - -

Tabel IV.5Persentase peningkatan permeasi dan penurunan selektivitas membran dengan variasi penambahan silika dibandingkan dengan membran PSf murni

Silika (%-berat) Peningkatan permeasi N2 (%) Peningkatan permeasi CO2 (%) Penurunan selektivitas 0,1 4939 356 90,98 0,5 8695 379 94,58 1 - - -

IV.2.2 Evaluasi kinerja membran dengan konsentrasi silika 0,5 %-berat

Untuk menghindari proses demixing yang terlalu cepat, konsentrasi silika yang ditambahkan ke larutan polimer diturunkan menjadi 0,5%-berat. Permeasi dan selektivitas membran dengan penambahan silika 0,5%-berat disajikan pada Tabel IV.4. PSf-silika 0,5%-berat memiliki permeasiCO2 dan N2 yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan membran PSf murni. Penurunan selektivitas CO2/N2 pada membran dengan penambahan silika sebanyak 0,5%-berat mencapai 94,58%. Penurunan selektivitas yang sangat besar terjadi karena permeasi N2meningkat sebanyak 8695 kali dibandingkan membran PSf murni sedangkan peningkatan permeasi CO2 hanya 379 kali seperti yang disajikan pada Tabel IV.5.

Selektivitas CO2/N2 pada membran dengan penambahan 0,5%-berat silika hanya mencapai 1,02. Nilai selektivitas membran ini mendekati nilai selektivitas jika proses pemisahan gas mengikuti mekanisme Knudsen. Jika pemisahan gas berlangsung berdasarkan mekanisme Knudsen flow, selektivitas membran tersebut dapat dihitung menggunakan persamaan III.4, yaitu inversi akar perbandingan berat molekul masing-masing gas. Perhitungan menggunakan persamaan III.4 menghasilkan selektivitas membran sebesar 0,79 dengan berat molekul CO2 adalah 44 dan berat molekul N2 adalah 28. Perpindahan gas yang mengikuti mekanisme Knudsenflow menunjukan bahwa membran dengan penambahan silika 0,5%-berat memiliki banyak sekali defect. Defect pada membran

(b) (a)

(26)

19

matriks campuran dapat terjadi karena aglomerasi partikel inorganik atau buruknya interaksi antara partikel inorganik dan matriks polimer.

IV.2.3 Evaluasi kinerja membran dengan konsentrasi silika 0,1%-berat

Untuk menghindari aglomerasi, konsentrasi silika diturunkan menjadi 0,1%-berat.Permeasi dan selektivitas membran dengan penambahan silika 0,1%-berat disajikan pada Tabel IV.4. PSf-silika 0,1%-berat masih memiliki permeasiCO2 dan N2 yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan membran PSf murni. Penurunan selektivitas CO2/N2 pada membran dengan penambahan silika sebanyak 0,1%-berat juga masih sangat besar, yaitu mencapai 90,98%. Sama dengan membran dengan penambahan silika sebanyak 0,5%-berat, penurunan selektivitas yang sangat besar terjadi karena permeasi N2 meningkat tajam, yaitu 4939 kali dibandingkan membran PSf murni sedangkan peningkatan permeasi CO2 hanya 356 kali seperti yang disajikan pada Tabel IV.5.

Selektivitas CO2/N2 pada membran dengan penambahan 0,1%-berat silika hanya mencapai 1,70 yang menandakan bahwa pemisahan gas masih berlangsung mengikuti mekasnisme Knudsen

flow. Hal ini meunjukan bahwa aglomerasi bukan menjadi penyebab timbulnya defect. Penelitian lain mengenai pembuatan membran matrik campuran dengan menggunakan silika melaporkan bahwa aglmerasi tidak terjadi pada penambahan silika dalam jumlah keci. Wahab dkk., (2011) berhasil membuat membran matrik campuran dengen menggunakan silika 0,1%-berat dengan kinerja yang memuaskan. Kim dan Marand [18] juga berhasil membuat membran matriks campuran dengan material inorganic berbahan dasar silika pada konsentrasi silika 10%-berat. Hal yang menjadi penyebab buruknya kinerja membran matriks campuran dengan penambahan silika pada penelitian ini adalah interaksi silika dan PSf yang buruk. Masalah ini dapat diatasi dengan memodifikasi permukaan dari partikel silika secara kimia. Modifikasi diharapkan dapat meningkatkan interaksi antara silika dan PSf dengan meningkatkan kemudahan adhesi partikel silika dengan PSf.

(27)

20

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini antara lain:

- Formulasi larutan casting dua yang terdiri dari 23,5%-berat PSf, 21,5%-berat DMAc, 43%-berat THF, dan 12%-berat etanol, dengan waktu evaporasi 30 detik dapat menghasilkan membran yang bebas defect.

- Penambahan silika pada konsentrasi yang paling kecil sekalipun, yaitu sebesar 0,1%-berat,menurunkan performa membran secara keseluruhan. Buruknya interaksi antara partikel silika dengan PSf menghasilkan banyak rongga tak selektif dan pada akhirnya mengakibatkan pemisahan gas berlangsung mengikuti mekanisme Knudsen flow.

V.2 Saran

Saran yang dapat diberikan untuk penelitian ini antara lain:

- Pada tahap formulasi membran perlu dilakukan optimasi lebih lanjut agar dapat menghasilkan membran dengan lapisan selektif yang lebih tipis.

- Interaksi antara partikel silika dan rantai PSf perlu dipelajari lebih lanjut. Partikel silika yang dicampurkan dengan PSf sebaiknya dikenai pre-treatment terlebih dahulu agar gugus-gugusnya lebih aktif.

(28)

21

DAFTAR PUSTAKA

1. F. Dorosti, M. Omidkhah, M. Pedram, F. Moghadam, Fabrication and characterization of polysulfone/polyimide–zeolite mixed matrix membrane for gas separation. Chemical Engineering Journal, 2011. 171(3): p. 1469-1476.

2. B. Bhide, A. Voskericyan, S. Stern, Hybrid processes for the removal of acid gases from natural gas. Journal of Membrane Science, 1998. 140(1): p. 27-49.

3. I.G. Wenten, Teknologi Membran dan Aplikasinya di Indonesia. 2010: Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung.

4. I.G. Wenten, Recent development in membrane science and its industrial applications. J Sci Technol Membrane Sci Technol, 2002. 24(Suppl): p. 1010-1024.

5. T.M. Gür, Permselectivity of zeolite filled polysulfone gas separation membranes. Journal of membrane science, 1994. 93(3): p. 283-289.

6. W.J. Koros, R. Mahajan, Pushing the limits on possibilities for large scale gas separation: which strategies? Journal of Membrane Science, 2000. 175(2): p. 181-196.

7. I.G. Wenten, P.T.P. Aryanti, Khoiruddin, A.N. Hakim, Proses Pembuatan Membran. 2011: Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung.

8. A. Bos, I. Pünt, M. Wessling, H. Strathmann, CO2-induced plasticization phenomena in glassy polymers. Journal of Membrane Science, 1999. 155(1): p. 67-78.

9. H. Julian, I.G. Wenten, Polysulfone membranes for CO2/CH4 separation: State of the art. IOSR Journal of Engineering, 2012. 2(3): p. 484-495.

10. H. Hachisuka, K. Ikeda. Polysulfone semipermeable membrane and method of manufacturing the same. US Patent No. 5,888,605. 1999

11. I.G. Wenten, A.N. Hakim, Khoiruddin, P.T.P. Aryanti, Teori Perpindahan dalam Membran. 2012: Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung.

12. M. Mulder, Basic Principles of Membrane Technology. 2nd ed. 1996, Netherlands: Kluwer Academic Publisher.

13. S.E. Kentish, C.A. Scholes, G.W. Stevens, Carbon dioxide separation through polymeric membrane systems for flue gas applications. Recent Patents on Chemical Engineering, 2008. 1(1): p. 52-66.

14. B. Zornoza, O. Esekhile, W.J. Koros, C. Téllez, J. Coronas, Hollow silicalite-1 sphere-polymer mixed matrix membranes for gas separation. Separation and Purification Technology, 2011. 77(1): p. 137-145.

15. B. Zornoza, S. Irusta, C. Téllez, J. Coronas, Mesoporous silica sphere− polysulfone mixed matrix

membranes for gas separation. Langmuir, 2009. 25(10): p. 5903-5909.

16. S. Kim, L. Chen, J.K. Johnson, E. Marand, Polysulfone and functionalized carbon nanotube mixed matrix membranes for gas separation: theory and experiment. Journal of Membrane Science, 2007. 294(1): p. 147-158.

17. M.F.A. Wahab, A.F. Ismail, S.J. Shilton, Studies on gas permeation performance of asymmetric polysulfone hollow fiber mixed matrix membranes using nanosized fumed silica as fillers.

Separation and Purification Technology, 2012. 86: p. 41-48.

18. S. Kim, E. Marand, High permeability nano-composite membranes based on mesoporous MCM-41 nanoparticles in a polysulfone matrix. Microporous and Mesoporous Materials, 2008. 114(1): p. 129-136.

19. S. Kim, E. Marand, J. Ida, V.V. Guliants, Polysulfone and mesoporous molecular sieve MCM-48 mixed matrix membranes for gas separation. Chemistry of materials, 2006. 18(5): p. 1149-1155. 20. I. Pinnau, W.J. Koros, Influence of quench medium on the structures and gas permeation

properties of polysulfone membranes made by wet and dry/wet phase inversion. Journal of membrane science, 1992. 71(1): p. 81-96.

21. S. Pesek, W. Koros, Aqueous quenched asymmetric polysulfone membranes prepared by dry/wet phase separation. Journal of membrane science, 1993. 81(1): p. 71-88.

(29)

22

22. I.G. Wenten, P.T.P. Aryanti, A.N. Hakim, Khoiruddin, Karakterisasi Membran. 2011: Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung.

23. I.D. Sharpe, A.F. Ismail, S.J. Shilton, A study of extrusion shear and forced convection residence time in the spinning of polysulfone hollow fiber membranes for gas separation. Separation and purification technology, 1999. 17(2): p. 101-109.

24. A.F. Ismail, B.C. Ng, W.A. Rahman, Effects of shear rate and forced convection residence time on asymmetric polysulfone membranes structure and gas separation performance. Separation and purification technology, 2003. 33(3): p. 255-272.

Gambar

Gambar II.1 Skema mekanisme solution-diffusion
Gambar II.2 Skema polimer-material inorganik pada membran matriks campuran [9]
Tabel II.2 Hasil penelitian membran matriks campuran dengan material berbahan dasar silika  Tipe silika  Ukuran
Gambar II.3 Langkah-langkah metode kering/basah [9]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Saya hanya bisa berandai: kalaupun ada yang berniat menyebut nama Siauw Giok Tjhan dalam sejarah Indonesia saat itu, tentunya akan dicatat sebagai salah satu kriminal

Menurut pendapat kami, berdasarkan audit kami dan laporan auditor independen lain tersebut seperti yang kami sebut dalam paragraf pertama, laporan keuangan konsolidasian yang

Jika pada putaran kedua menunjukan keberhasilan siswa maka pada putaran ketiga guru akan menggunakan alat bantuan kepada siswa dalam melakukan gerakan guling belakang dengan

Menimbang : bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2), Pasal 17 ayat (2), dan Pasal 20 ayat (1) Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 14 tahun 2017 tentang

Pelatihan dan pengembangan Tingkat kebijakan dalam memberikan kesempatan pelatihan atau pengembangan kepada pegawai berprestasi Ordinal 10 Kepuasan Kerja (Y)

3.4.2 Informasi Peta yang Menampilkan Produk, Karakteristik Produk dan Assessor Matriks cross-product (S [t] pada persamaan (4)), eigenvectors pertama yang dinormalisasi

Minyak pelumas pada suatu sistem permesinan berfungsi untuk memperkecil- gesekan-gesekan pada permukaan komponen komponen yang bergerak dan bersinggungan. selain itu minyak

Hasil penelitian yang telah dideskripsikan di atas, yaitu penelitian pada dua tempat yang berbeda dengan delapan kali percobaan penelitian untuk menentukan arah kiblat