BAB I1 TINJAUAN PUSTAKA
A. GANDUM
Dibandingkan dengan bahan-bahan pangan lain, gandurn adalah tanaman bahan pangan yang sangat penting bagi dunia, karena tanaman ini telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku dalarn pernbuatan berbagai produk rnakanan. Menurut data produksi serealia di dunia yang dikutip oleh Hawthorn (1981), gandurn menempati urutan tertinggi sebesar
33% diikuti oleh jagung (26%), padi (14%), dan barley (13%).
1.
BijiGandurn
Menurut Inglett (1974), tanarnan gandurn yang termasuk dalam farnili Grarnineae dan genus Triticum dapat dibedakan rnenjadi 14 spesies. Spesies yang sekarang umum dikenal adalah tanarnan gandum yang rnemiliki narna botani Triticum aestilum. Varietas, tanah, dan iklim rnerupakan beberapa faktor yang mernpengaruhi kornposisi kirnia gandum dan tepung terigu (Hawthorn, 1981).
Biji gandum secara umurn terdiri dari endosperrn, lapisan aleurone, bran, dan ernbrio. Pati yang terkandung dalarn endosperrn rnerupakan bagian terbesar dari berat total biji gandurn. Meskipun proporsi relatif komponen-kornponen biji gandurn berbeda antar varietas, narnun persentase berat endosperm secara urnurn adalah 82%, diikuti oleh lapisan
aleurone dan bran sebesar 15% dan sisanya adalah embrio. Skema biji
gandum dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram biji gandum. (Sumber : Ensminger et al. (1995)
2. Tepung Terigu
Pemanfaatan gandurn sebagai bahan pangan adalah dalam bentuk olahannya yaitu tepung terigu. Tepung terigu telah digunakan sebagai bahan utama dalarn pernbuatan roti, biskuit, mufins, makaroni, spaghetti, waffles, ice-cream cones, makanan siap saji untuk sarapan (ready-to-eat
breakfast foods), dan makanan bayi (Inglett, 1974).
Tepung terigu dalam pembuatan roti dapat dibedakan atas kandungan proteinnya (terutama glutenin) menjadi tepung terigu tipe keras (hard wheat) atau kuat dan tipe lunak (soft wheat) atau lemah (Muchtadi dan Satiawiharja, 1990). Tepung keras mengandung glutenin dengan persentase tinggi sehingga akan menghasilkan pengembangan roti yang baik karena sifat rnenahan gas yang tinggi. Tepung jenis ini memerlukan lebih banyak air dan memiliki sifat-sifat yang lebih rnudah ditangani. Jenis tepung lunak merniliki persentase gluten yang tidak elastis dan tidak baik rnenahan gas. Tetapi tepung lunak ini memerlukan energi
yang lebih kecil dalam pencampuran dan pengocokan adonan dibandingkan dengan jenis tepung keras.
3. Protein Tepung Terigu
Selain sebagai sumber energi (karena kandungan karbohidrat), gandum juga memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu berkisar 7
-
22%, di rnana 70-
72% terkandung dalarn endosperm (Shellenberger,1971). Menurut beberapa penelitian kandungan protein gandurn lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein serealia lainnya.
Sekitar 85% protein endosperrn terdiri dari fraksi gliadin dan glutenin. Hal ini dikemukakan lebih jauh oleh Muchtadi dan Satiawiharja (1990) di mana protein gandum dapat difraksinasi menurut kelarutannya yaitu albumin (larut dalam air), globulin (larut dalarn 10% NaCI, tidak larut
dalam air), gliadin (larut dalam 70
-
90% alkohol), dan glutenin (tidak larutdalarn air dan alkohol, larut dalarn asarn dan alkali).
Secara urnurn jenis asarn amino pembatas pada bahan pangan serealia adalah lisin. Hal ini juga terjadi pada gandum. Berdasarkan analisa
terhadap 12613 jenis common wheats, diketahui bahwa kandungan lisin
gandurn berkisar antara 6.3
-
22% dengan nilai rata-rata adalah 13%.Jenis asam amino yang banyak terdapat dalarn endosperm gandurn dan tepung terigu adalah asam glutamat dan prolin sedangkan kandungan glisin dan alaninnya lebih rendah dibandingkan dengan protein yang terdapat dalarn bran gandum.
B. TANAMAN GARUT ( Maranta arurtdirzacea )
Indonesia sebagai negarz agraris seharusnya rnernbangun suatu sistern usaha agroindustri yang tidak tergantung pada bahan-bahan impor seperti tepung terigu. Tanaman garut merupakan bahan pangan sumber karbohidrat dan pati. Narnun sayangnya tanaman garut ini belum dikembangkan secara potensial di Indonesia. Oleh karena itulah, rnaka tanaman garut telah dicanangkan oleh pemerintah sebagai salah satu kornoditas pangan yang perlu dikernbangkan.
Pernerintah melalui Menteri Pangan dan Hortikultura pada tahun 1998/1999 telah rnencanangkan pengembangan budidaya tanarnan garut. Areal tanarn dipersiapkan seluas 18.000 hektar pada tahap awal yang
Tabel 1 Kandungan gizi tepung garut dan tepung terigu
( per 100 gram bahan )
Komponen Energi (kalori) Protein (g) Lernak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (rng) Fosfor (rng) Besi (mg) Vitamin B l (rng) Air (g)
Bagian yang dapat
dirnakan (Bdd %)
*Surnber : Rukmana (2000),
'
: Matz (1992)Tepung Garut* 355 0.7 0.2 85.2 8 22 1.5 0.09 12 100 Gandum
'
-
18 2 68-
-
-
-
18 Tepung Terigu* 365 8.9 1.3 77.3 16 106 1.2 0.12 12 100tersebar di Banyurnas, Malang, dan Blitar (Backer dan Baakhnizen, 1968; Rukrnana, 2000).
1. Tanarnan Garut
Daerah asal tanaman garut adalah St. Vincent, Arnerika Tengah. Tanarnan garut rnernpunyai narna latin Maranta arundinacea yang terrnasuk dalarn farnili Marantaceae. Secara urnurn tanarnan garut dikenal dengan narna Arrowroot karena akar rirnpang yang dirnilikinya berbentuk seperti busur panah. Di Indonesia sendiri, tanarnan garut rnerniliki narna yang berbeda-beda untuk tiap daerah seperti arerut atau arirut (Melayu), jelarut, larut, arus, irut, erut, atau angkrik (Jawa), dan hudasula (Ternate) (Rukrnana, 2000).
Tanarnan garut rnernpunyai toleransi yang tinggi terhadap lingkungan turnbuh yang ternaungi, sehingga tanarnan garut sering ditanarn di pekarangan dan kawasan hutan (ayroforestM. Tanarnan ini dapat
rnenghasilkan urnbi garut optimal pada ketinggian 600 rn
-
900 rn dpl,curah hujan minimum 1500
-
2000 rnrn per tahun dengan rnusirn kernarauselama 1-2 bulan, dan suhu udara 22
-
32 OC (Villarnayor dan Jukerna,1996; Rukrnana, 2000).
2.
Urnbi GarutUrnbi garut berbentuk spesifik yaitu rnelengkung seperti busur panah
dengan panjang 5
-
40 crn, diameter 2-
5 crn, berwarna putih sarnpaikernerahan, berdaging tebal, dan terbungkus oleh sisik-sisik yang saling turnpang tindih. Urnbi garut yang berasal dari St. Vincent ini rnerniliki dua kultivar yaitu kultivar Creole dengan urnbi berwarna putih dan kultivar
Banana yang merniliki urnbi bewarna kemerahan. Kultivar Creole merniliki
:
rhizoma kurus panjang, menjalar luas dan menernbus tanah, sedangkan
kultivar Banana merniliki rhizoma yang berukuran pendek, gemuk, dan
turnbuh rnenjalar di dekat perrnukaan tanah (Villamayor dan Jukema, 1996; Rukrnana, 2000). Potensi hasil urnbi garut adalah 7-47 ton per hektar. Komposisi kimia umbi garut per 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Persentase komposisi kimia umbi garut
I
KornposisiI
Kultivar CreoleI
KuitivarI
VillarnayorI
Protein Lemak Serat Air Abu
*
Direktor Patiij
1
;:
69.1 70.0Gizi dan Kesehatan R I (1990)
3.
Manfaat Umbi, Tepung, dan Pati GarutManfaat yang dapat diarnbil dari tanarnan garut adalah dalam bentuk Lingga et al.
( 1989 )
21.7
umbi rnaupun dalam bentuk olahan urnbi yaitu tepung garut dan pati garut.
Banana et al. ( 1989 ) 19.4 DKBM-ingga (1990)
-
Umbi garut telah dirnanfaatkan sebagai obat tradisional untuk dan Jukerna
(1996) 19.4
-
21.7mendinginkan perut, menawarkan bisa ular atau lebah, rnemperbanyak ASI, obat disentri dan eksim, serta untuk rnenurunkan suhu badan orang yang sakit dernam.
Tepung garut rnerupakan salah satu bahan untuk rnensubstitusi tepung terigu. Hal ini dibuktikan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan. Pada pembuatan roti tawar, tepung garut dapat rnensubstitusi sebesar 10-20% sedangkan pada pernbuatan mi kering dapat rnensubstitusi tepung terigu hingga 20% (Widowati et al., 1999). Selain itu, tepung garut yang dirnodifikasi (starches phosphate) ternyata juga dapat digunakan sebagai bahan untuk rnensubstitusi terigu sebesar 30% dalarn pernbuatan mi instan (Naryanto dan Kurnalaningsih, 1999). Sedangkan rnenurut Rukmana (2000), bubur tepung garut sangat baik diberikan kepada orang yang baru sernbuh dari sakit karena sifatnya yang lembut dan mudah dicerna.
Pati yang dapat diperoleh dari urnbi garut rnernpunyai rendernen sebesar 16-18% (Villarnayor dan Jukerna, 1996). Di daerah asalnya, pati garut ini telah banyak diteliti sebagai bahan baku industri pangan, kertas, farrnasi, dan kornestik (Erdrnan, 1986). Pernanfaatan pati garut dalam bidang pangan antara lain adalah sebagai bahan pensubstitusi tepung terigu sebesar 30°/o dalarn pernbuatan mi (Kornari et al., 2000) dan cookies yang rnudah dicerna (Palomar et al., 1992), sebagai bahan baku glukosa cair (Richana et al., 2000), dan sebagai bahan rnernbuat rnakanan bayi yang rnudah dicerna dan rnudah larut (Villarnayor dan Jukerna, 1996).
C.
DEKSTRIN
Dekstrin rnerupakan.salah satu kornoditas yang banyak diperlukan oleh industri Indonesia. Hal ini didasarkan pada data irnpor dekstrin
Indonesia yang rata-rata rnenunjukkan peningkatan dari tahun 1985 sarnpai tahun 1990 (Tabel 3).
Tabel 3 Data impor dekstrin Tahun 1985 1986 1987 1988 1989 1990 Surnber : Arrnelia (1990) Jumlah ( kg ) 5.750.737 12.607.864 12.582.654 7.978.566 16.862.696 16.458.881
1. Pengertian dan Klasifikasi Dekstrin
Definisi dekstrin rnenurut Stevenson dan Cora (1960) yang dikutip oleh Harper et al. (1979) adalah dekstrin sebagai produk antara pada hidrolisa pati dan sintesa alarni turnbuh-turnbuhan. Menurut Wurzburg (1989), dekstrin adalah produk proses degradasi pati baik rnelalui proses hidrolisa dengan katalis asarn, hidrolisa dengan enzirn (enzirnatis) rnaupun rnelalui proses pirolisis bentuk granula pati. Sedangkan definisi SNI tahun 1992 rnengenai dekstrin adalah salah satu produk hidrolisa zat pati yang berbentuk serbuk amorf berwarna putih hingga kekuning-kuningan. Klasifikasi dekstrin berdasarkan cara pernbuatannya adalah secara kering rnenggunakan asam dan secara basah rnenggunakan asam rnaupun enzirn. Sedangkan berdasarkan sifat kirnianya dapat dibedakan rnenjadi rnaltodekstrin, pirodekstrin, dan siklodekstrin.
Sebagai bentuk hidrolisa pati, dekstrin berbentuk bubuk dan rnerniliki daya ikat yang lebih rendah dibandingkan dengan molekul pati asalnya. 11
Selain itu dekstrin juga merupakan zat koloidal dengan ukuran molekul lebih kecil daripada pati asalnya, dapat bergerak lebih bebas, dan merupakan senyawa campuran yang berbentuk amorf (Harper et al., 1979).
Dalam proses hidrolisa dikenal tiga jenis dekstrin yaitu arnilodekstrin, eritrodekstrin, dan akrodekstrin (Garard, 1976). Pada tahap awal akan dihasilkan amilodekstrin yang memiliki sifat larut dalam air. Amilodekstrin akan memberikan warna biru apabila direaksikan dengan larutan yodium. Selanjutnya akan dihasilkan jenis dekstrin kedua yaitu eritrodekstrin yang akan memberikan warna merah kecoklatan bila direaksikan dengan larutan yodium. Pada tahap akhir hidrolisa dihasilkan akrodekstrin yang tidak memberikan warna bila bereaksi dengan larutan yodium. Jenis dekstrin yang terakhir ini dikenal juga dengan nama maltodekstrin.
2. Maltodekstrin
Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisa pati menjadi polimer glukosa dengan 5-10 unit glukosa dan nilai DE kurang dari 20. Berdasarkan nilai DE-nya, secara umum dikenal dua jenis rnaltodekstrin di pasaran yaitu DE 10-14 dan DE 15-19 (Long, 1985; Reineccius, 1991). Jenis pati yang digunakan sebagai bahan pembuatan maltodekstrin adalah pati dengan kandungan arnilopektin tinggi, seperti pati jagung, dan pati normal (regular starch).
Umumnya maltodekstrin digunakan dalam bentuk kering dengan kandungan air berkisar 4% dan merupakan bahan yang mudah larut. Beberapa sifat fungsional penting rnaltodekstrin adalah sifat higroskopis
yang rendah, tingkat kernanisan rendah, viskositas tinggi, dan rnudah
dicampurkan dengan flavor (Reineccius, 1991). Pemanfaatan rnaltodekstrin ,
dalam industri pangan antara lain rneningkatkan penerirnaan konsumen terhadap produk pangan cair, sebagai bahan pernbantu dalam proses pengeringan dengan pengering sernprot, dan rnaltodekstrin DE rendah dapat digunakan sebagai bahan pengganti lemak (fat substitute) (Long, 1985; Kennedy et al., 1995).
3. Pirodekstrin
Narna dekstrin yang sering dijumpai adalah sebutan yang merujuk pada pirodekstrin. Wurzburg (1989) rnenyatakan bahwa dekstrin yang dihasilkan dengan proses pernanasan pati secara kering disebut dengan
pirodekstrin. Pirodekstrin sendiri dapat dibedakan rnenjadi British gum,
dekstrin putih, dan dekstrin kuning atau canaty dextrin. Ketiga jenis dekstrin ini berbeda dalam perlakuan pernanasan dan sifat-sifat produk akhirnya. Perbedaan perlakuan dan sifat ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Klasifikasi Pirodekstrin
1
KatalisI
HCI1
HCII
HCI1
Karakteristik Kondisi
I
Waktu pemanasan1
10-
241
6-
201
3-
71
British Gum
I I I I I
Sumber : Sattewaite dan Iwinski (1973)
(jam) Warna Kelarutan (%) Dekstrin Kuning Dekstrin Putih Kekuningan- coklat tua 1-100 Kekuningan- kuning tua 95
-
100 Putih- krern muda 1 - 9 8Pirodekstrin banyak digunakan baik dalarn industri pangan rnaupun non pangan. Dalarn industri pangan antara lain untuk meningkatkan kerenyahan, sebagai carrierdalarn pernbuatan rninurnan instan, dan untuk rnencegah rnigrasi rninyak pada pernbuatan kacang goreng (Mukodiningsih, 1991). Sedangkan dalarn industri non pangan digunakan sebagai bahan perekat dan carrier pada pernbuatan tablet obat-obatan karena sifatnya yang rnudah larut.
4. Siklodekstrin
Siklodekstrin dapat dibedakan rnenjadi tiga jenis berdasarkan jurnlah
unit glukopiranosa yang dirniliki yaitu a-, p-
,
dan y-siklodekstrin. Jurnlahglukopiranosa yang dirniliki a-, p-
,
dan y-siklodekstrin rnasing-
rnasingadalah 6, 7, dan 8 unit (Kennedy et al., 1995).
Menurut Kennedy et al. (1995), jenis dekstrin ini terutarna banyak digunakan untuk enkapsulasi flavor dalarn produk-produk makanan karena
lebih rnudah dan rnurah dibandingkan teknik enkapsulasi lain. Selain itu
p-
siklodekstrin dapat digunakan untuk rnengurangi rasa pahit buah citrus dan
rnempertahankan rasa rnanis sari buah (Konno et al., 1982) dan
rnengurangi kadar kolesterol kuning telur (Vollbrecht, 1991). Keuntungan penggunaan p-siklodekstrin adalah sifat P-siklodekstrin yang tidak beracun, tidak higroskopis, kernudahan untuk dipisahkan, dan kestabilan kirnianya.
D. PEMBUATAN DEKSTRIN
Dekstrin dapat dibuat dengan tiga rnacarn proses yaitu proses konversi kering, proses konversi basah dengan asarn, dan proses konversi basah enzirnatis (Sattenvaite dan Iwinski, 1973).
1.
Prinsip Pernbuatan DekstrinPrinsip pembuatan dekstrin konversi basah dengan enzirn berbeda dengan konversi basah rnenggunakan asam. Dalam proses ini dilakukan
penarnbahan enzim a
-
arnilase pada larutan pati sehingga rnolekul patidapat dihidrolisa oleh enzim. Ada dua tahapan dalarn proses hidrolisa
dengan enzim a
-
arnilase. Pada tahap pertama, bubur pati dimasak padasuhu di atas 100 OC agar granula-granula pati dapat rnengernbang. Sedangkan pada tahap kedua adalah tahap hidrolisa pati secara enzirnatis
pada suhu 80
-
95 OC. Waktu yang dibutuhkan untuk rnemperoleh dekstrinberkisar antara 2
-
4 jam (Picher, 1980).Hidrolisis amilosa oleh enzim akan rnenghasilkan dekstrin, maltosa, dan glukosa. Sedangkan hidrolisis amilopektin rnenghasilkan dekstrin, glukosa, rnaltosa, dan satu seri limit dekstrin. Limit dekstrin terbentuk karena enzim arnilase tidak rnampu rnemecah ikatan cabang arnilopektin (Greenwood dan Munro, 1979).
Pernbuatan dengan konversi basah dengan asam dilakukan dengan cara mernanaskan bubur pati dalam larutan asam secara perlahan-lahan hingga tercapai derajat konversi yang diinginkan. Produk yang didapatkan segera dikeringkan (Satterwaite dan Iwinski, 1973). Prinsip yang hampir sama dikemukakan oleh Sornaatmaja (1970) di mana dilakukan dengan cara rnerendarn tepung pati dalam larutan asam encer selarna 24 jam. Setelah itu asarn dipisahkan dari pati dan tepung pati segera dikeringkan sarnpai sernua sisa larutan asam menguap.
Prinsip pembuatan dekstrin dengan konversi kering adalah dengan penarnbahan asam, seperti asam klorida, yang akan rnenernbus granula- 15
granula pati secara perlahan-lahan sehingga akan rnernpercepat pernotongan ikatan a-D-glukosidik pada pati. Pernotongan ikatan glukosidik pada pati ini akan menghasilkan polimer-polirner glukosa. Dalarn proses konversi kering dibutuhkan proses pengeringan untuk mengurangi kadar air dari pasta pati yang terbentuk. Setelah itu dilakukan proses pemanasan (penyangraian). Pada proses ini terjadi pernotongan ikatan a-D-glukosidik, sehingga untuk rnencegah konversi dekstrin lebih lanjut maka dekstrin yang dihasilkan harus segera didinginkan.
Tahap awal pernbuatan dekstrin dengan konversi kering adalah pernanasan pati dalam sebuah wadah yang terbuat dari stainless steel sarnbil diaduk secara kontinu (Sornaatmaja, 1970). Setelah suhu proses
mencapai 110
-
120 OC, ke dalam tepung pati disernprotkan larutan HCI0.05
-
0.10 N. Suhu pemanasan ini harus diusahakan tetap (konstan).Urnumnya, waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan dekstrin setelah
proses pencampuran pati dengan HCI adalah 2
-
4 jam (tergantung padajumlah pati yang digunakan). Setelah 2 jam pemanasan, hssil diperiksa dengan cara mengambil sedikit sampel dan ditetesi dengan larutan yodium. Proses pemanasan dihentikan jika sudah terbentuk warna rnerah kecoklatan.
Menurut Wurzburg (1989), ada empat tahap dalarn pernbuatan dekstrin secara konversi kering meliputi persiapan bahan, pemanasan pendahuluan, pirokonversi atau pemanasan lanjut, dan pendinginan.
a. Persiapan Bahan
Pada tahap persiapan bahan, tepung pati diberi katalis asam atau buffer. Jumlah asam yang ditambahkan disesuaikan dengan pH proses dan
kernurnian produk yang diinginkan. Larutan HCI sebesar 0.1% terhadap berat pati kering (kadar air 11%) dapat digunakan dalarn pernbuatan dekstrin (Soekarto, 1978).
b. Pernanasan Pendahuluan
Kandungan air dalarn pati akan rnernpercepat hidrolisis. Dalarn pernbuatan dekstrin kuning, reaksi hidrolitik ini harus dirninirnalkan sehingga proses pernanasan pendahuluan adalah penting. Tetapi tidak
dernikian halnya dengan pernbuatan dekstrin putih dan British gum, karena
proses hidrolisis diperlukan untuk rnenentukan sifat-sifat produk yang diinginkan. Pernanasan pendahuluan dapat rnerupakan proses yang digabungkan dengan pirokonversi rnaupun dilakukan tersendiri.
c. Pirokonversi
Surnber panas yang digunakan dalarn proses ini dapat berupa panas langsung (direct heal) maupun dengan sistern jaket pernanas. Faktor- faktor penting yang harus diperhatikan antara lain adalah pengontrolan suhu selama proses dan pengadukan yang kontinu agar didapatkan produk yang seragam. Kadar air dekstrin yang dapat dihasilkan dari proses
pirokonversi adalah 1
-
5%. Waktu pernanasan dan rentang suhu untuktiap jenis dekstrin dapat dilihat pada Tabel 4.
d. Pendinginan
Dekstrin yang dihasilkan dari proses pirokonversi harus segera didinginkan dengan cara rnernasukkan dekstrin panas ke dalam mixer pendingin atau konveyor yang dilengkapi dengan jaket pendingin. Tujuan
proses pendinginan adalah untuk rnencegah konversi lebih lanjut dari
dekstrin. Hal ini juga dapat dicapai d e ~ g a n rnenetralkan pH proses yang
rendah dengan pencarnpuran kering rnenggunakan reagen alkali seperti arnoniurn karbonat dan gararn fosfat.
2. Konversi Kimia
Perubahan-perubahan kirnia yang te Qadi selarna proses dekstrinisasi belum sepenuhnya dirnengerti karena sangat kornpleks. Menurut Wurzburg
(1989), tiga reaksi kimia utarna yang tejadi adalah hidrolisis,
transglukosidasi, dan repolirnerisasi.
a. Hidrolisis
Proses hidrolisis te qadi selarna pernanasan pendahuluan dan tahap
awal dekstrinisasi di rnana te Qadi pernotongan ikatan a-D- (1+4) dan a-D-
(1+6) glukosidik rnenjadi grup aldehida. Selarna proses ini akan terjadi
penurunan berat rnolekul pati yang ditunjukkan dengan penurunan viskositas dan peningkatan gula pereduksi. Menurut Sornaatrnaja (1970), pernendekan rantai panjang pati karena hidolisis akan rnengakibatkan tejadinya perubahan sifat dari pati yang tidak larut dalarn air dingin rnenjadi dekstrin yang larut dalarn air dingin.
Reaksi kirnia dalarn proses hidrolisis basah tersaji seperti pada pada Garnbar 2.
katalis
(C6H1005)n
+
n H20---+
(C6Hlo05)m.H20+
C6H1206+
pati sisapati panas dekstrin glukosa
Gambar 2. Reaksi kimia proses hidrolisis pati. (Radley, 1968)
Dalarn reaksi tersebut, n adalah jurnlah unit glukosa dalarn rnolekul pati sedangkan rn adalah jurnlah unit glukosa dalarn molekul dekstrin (biasanya terdiri dari 6-10 unit).
b. Transglukosidasi
Reaksi transglukosidasi adalah reaksi pertukaran antar molekul yaitu akan terjadi rekornbinasi dari fragmen-fragrnen glukosidik, yang berasal dari proses hidrolisis, dengan gugus-gugus hidroksil bebas yang berdekatan sehingga rnernbentuk struktur bercabang. Hal ini didukung oleh Kerr et al. (1953) yang dikutip oleh Wurzburg (1989) yang rnernanaskan arnilosa
dengan pH 6.7 dan kadar air 2.2% pada suhu 175 OC. Dalarn percobaannya
ini diketahui bahwa pada proses konversi lanjut akan terjadi penurunan jurnlah polirner linier yang diketahui dari warna dengan larutan yodiurn.
c. Repolimerisasi
Glukosa rnampu untuk rnengalami proses polirnerisasi pada suhu tinggi dengan adanya katalis asarn. Dalarn pernbuatan dekstrin kuning, telah dibuktikan terjadinya repolimerisasi glukosa. Hal ini diketahui dari penurunan kandungan gula pereduksi dan persentase dekstrin yang larut dalarn carnpuran etanol dan air (rasio 9:1), dan peningkatan viskositas. Meskipun proses repolirnerisasi ini belurn sepenuhnya diyakini, narnun
setidaknya proses ini te rjadi dalarn pernbg~atan dekstrin kuning.
Reaksi yang terjadi pada pernbuatan dekstrin putih adalah reaksi hidrolitik rnolekul pati sehingga rnenghasilkan molekul yang lebih rnudah larut dalarn air. Pada pernbuatan dekstrin kuning, reaksi yang terjadi adalah reaksi hidrolitik dan reaksi transglukosidasi serta repolimerisasi
sejalan dengan berjalannya proses dekstrinisasi, sedangkan pada pernbuatan British gums reaksi yang terjadi adalah reaksi hidrolitik dan sebagian besar reaksi transglukosidasi (Satterwaite dan Iwinski, 1973).
3. Karakteristik Dekstrin
Sifat-sifat antara ketiga jenis pirodekstrin saling berbeda baik secara kirnia rnaupun fisika. Karakteristik pirodekstrin antara lain rneliputi
kandungan air, warna, kelarutan, dextrose equivalent (DE), dan
konsentrasi dekstrin (Wurzburg, 1989).
a. Kandungan air
Kandungan air akan rnengalarni penurunan pada proses pernanasan pendahuluan dan pirokonversi. Dekstrin putih rnerniliki kandungan air
paling tinggi yaitu 2
-
5% sedangkan untuk British gum dan dekstrin kuningurnurnnya kurang dari 2%.
b. Warna
Rentang warna dekstrin kering adalah dari putih hingga coklat tua.
Warna British gum dan dekstrin kuning urnurnnya lebih tua daripada
dekstrin putih. Perbedaan warna ini rnerupakan indikasi dari perlakuan suhu yang berbeda-beda pada proses dekstrinisasi.
c. Kelarutan
Selarna proses konversi, kelarutan dekstrin dalarn air dingin akan
sernakin rneningkat. Dekstrin putih rnerniliki kelarutan sebesar 60
-
95%derajat konversinya yaitu dari rninirnu'rn hingga loo%, sedangkan dekstrin kuning urnurnnya rnerniliki kelarutan 100°/o.
d. Dextrose Equivalent (D E)
Nilai DE untuk dekstrin putih berkisar dari 10 hingga 12% sedangkan
untuk British gum lebih rendah dari 2% dan DE untuk dekstrin kuning
adalah 1 - 4%.
e. Konsentrasi Dekstrin
Menurut Caesar et al. (1939) yang dikutip oleh Wurzburg (1989), konsentrasi dekstrin akan sernakin rneningkat dengan sernakin larnanya proses konversi. Nilai konsentrasi dekstrin dapat diukur rnelalui 1% larutan
dekstrin dalarn larutan B~(OH)Z setengah jenuh di rnana pati atau dekstrin
akan terpresipitasi oleh barium hidroksida.
E. GELATINISASI
Salah satu fenornena penting dalarn proses pengolahan bahan pangan adalah gelatinisasi pati. Terdapat beberapa versi rnengenai definisi proses gelatinisasi pati, narnun secara urnurn proses ini didefinisikan sebagai perubahan bentuk granula pati yang bersifat tidak dapat balik (irreversible) akibat pernanasan pati dalarn air pada ternperatur tertentu (Silva et al., 1996; Ziegler et al., 1993).
1. Mekanisme Gelatinisasi
Granula pati rnentah tidak larut dalarn air dingin disebabkan oleh adanya ikatan hidrogen yang dapat dijurnpai dalarn dua bentuk, baik
melalui ikatan OH alkohol dalarn masing-masing individu granula rnaupun secara tidak langsung rnelalui ikatan air (Swinkels, 1985).'
Sifat granula pati rnentah yang tidak larut ini akan berubah menjadi sedikit rnengernbang dalam air hangat atau panas. Namun pengembangan
ini masih bersifat bolak
-
balik (reversible). Pengernbangan granula patiakan rnenjadi bersifat tidak bolak-balik (irreversible) jika telah rnelalui suhu gelatinisasi (Greenwood, 1976; Swinkels, 1985). Pengernbangan tidak bolak-balik ini akan diikuiti pula oleh perubahan struktur granula, mekanisrne ini yang disebut sebagai gelatinisasi.
Mekanisrne gelatinisasi dapat dijelaskan rnelalui tiga tahapan (Garnbar 3). Tahap pertama adalah penyerapan air oleh granula pati sampai batas akan rnengembang yang berjalan larnbat. Menurut Swinkels (1985), tahap pertarna gelatinisasi terjadi pada daerah arnorp dari granula karena pernutusan ikatan hidrogen antar rnolekul-rnolekul granula. Tahap kedua ditandai dengan pengembangan secara tiba-tiba karena penyerapan air lebih banyak, dan tahap terakhir adalah granula menjadi kehilangan bentuk dan rnulai larut. Tahap terakhir ini terjadi pada ternperatur tinggi (Abubakar, 1986). Sifat pati yang telah rnengalarni gelatinisasi ini mernpunyai rnanfaat tersendiri untuk industri rnakanan yaitu untuk digunakan dalarn pernbuatan rnakanan instan seperti bubuk agar-agar dan beras instant (Winarno, 1992).
2.
Suhu
GelatinisasiSuhu di rnana granula pati pecah dan rnenyerap air disebut suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi tidak sama besarnya untuk tiap jenis pati.
Suhu gelatinisasi pati jagung berkisar antara 62-70 OC, pati gandurn 54.5-
64 OC, kentang 58-66 OC, garut (Arrowroot) 75-78 OC, dan pati tapioka 69-
70 O C (Tabel 5). O r a n u L o p a t i m o n l a h y a n g t a r - d i r i d a r i a m i l o n a ( h e l i x , d a n a m i l o p e k l i n c b a r c a b a n g , n l ' o n a m b a h a n a r r a k a n r n e t n u c a t r - k a n k r i u t a l r n i t a a d a n m r r u a a h k u l s r a t u ~ a n b e n l u k a m i l o a a . O r a n u t a m e n g e m b a n g . r o n a m b a h a n p a n - d o n a r r y a n y berlrbihon a k a n m r n y - b a b k a n g r o w l a r n r n g - m h n g L o b r h L a n j u L . A m r l - r a m u l a r b r r d r f u - i k-Luc-r g r a n u l a .
n
oranuLa h a r n p r r h a n y a n,rngan,zd>*j a m i l o p o k l ~ n s a p don t e r p r r o n g k a p d a n torlihol d d a m .LrukLur rna'.rikc a m r l o r r a , m c m b e n L u k .uaLu g a l .Gambar 3. Mekanisme gelatinisasi pati. (Runsen dan Clark, 1978)
Beberapa faktor yang rnernpengaruhi tinggi rendahnya ternperatur dan proses gelatinisasi adalah ukuran dan bentuk granula pati, kandungan arnilosa, derajat kristalinitas fraksi arnilopektin, kandungan protein dan lernak, jurnlah arnilosa dan arnilopektin terlarut, dan kondisi proses pengolahan (Bello et al., 1995; Harnaker dan Griffin, 1993).
Tabel 5. Suhu gelatinisasi (OC) berbagai jenis pati
(1953)
Tapioka
1
52-641
65-701
59-64-691
69-70Jenis Pati Suhu
Brabender* Winarno
(1992)
Jagung Gandum
Gelatinisasi pati tidak tejadi hanya pada suatu suhu tertentu Kentang
Beras Garut
rnelainkan pada suatu rentang suhu (Swinkels, 1985). Rentang suhu geiatinisasi yang disebut rentang suhu gelatinisasi Kofler (Tabel 5) diperoleh dengan pengamatan hilangnya sifat birefrngence untuk konsentrasi pati dalarn air masing-masing sebesar 5, 50, dan 95%.
Rentang suhu Kofler*
62-70 54.5-64
3. Metode Pengamatan Gelatinisasi
Perubahan viskositas, perubahan entalpi, perubahan ketahanan enzirn, hilangnya sifat birefhingence, dan hilangnya difraksi sinar X merupakan metode-metode yang umurn digunakan untuk rnernonitor berlangsungnya proses gelatinisasi (Greenwood, 1976; Swinkels, 1985; Silva et ai., 1996; Ziegler et al., 1993). Kenaikan viskositas diukur rnenggunakan Brabender Viscoamylograph, penurunan entalpi dianalisa secara termal (thermal analysis), dan hilangnya sifat birefhingence diarnati
rnenggunakan mikroskop polarisasi (polarized light microscopy). Di antara
metode-metode tersebut di atas, hilangnya sifat birefrngence dan
..
ketahanan enzirn rnerupakan rnetode analisa yang paling banyak Whistler dan Smart
*
Sumber : Swinkels (1985) 58-66 68-78-
75-80 80-85 60-65 70-75-
62-67-72 58-61-64-
53-64 58-63-68 68-74-78 62-66-70 62-68 65-73 75-78digunakan karena membutuhkan waktu yang lebih singkat dan sifatnya yang dapat diulang. Beberapa tahun belakangan ini dikernbangkan pula metode-metode lain untuk rnernonitor proses gelatinisasi yaitu analisis
ukuran pakikel granula pati rnenggunakan laser dieaction particle size
analyzer (Ziegler et al., 1993) dan analisa beda proton dua fasa
menggunakan spektroskopi resonansi inti atom (NMR) (Silva et al., 1996). Penggunaan NMR ini terutarna berguna untuk mengetahui derajat pati yang tergelatinisasi.
a. Sifat birefringence
Metode pengamatan hilangnya sifat birefrngence rnerupakan rnetode
yang paling banyak digunakan untuk rnengarnati rnekanisme gelatinisasi.
Sifat birefiingence granula pati yang diarnati dengan rnikroskop polarisasi
akan tampak sebagai daerah kristal gelap terang. Sifat ini akan hilang jika granula ,pati rnulai pecah karena adanya perlakuan terhadap granula- granula pati tersebut (Greenwood dan Munl-o, 1979).
Granula-granula pati terutama dari jenis urnbi-umbian rnemiliki
komponen amilopektin yang berperan dalam sifat birefiingence karena
memiliki sifat kristal. Sifat kristal amilopektin ini umumnya sebesar 25-50%
dari volume total granula pati. Sedangkan amilosa lebih berperan
rnernbentuk struktur amorp dari granula pati, dimana komponen ini akan keluar dari struktur granula melalui proses gelatinisasi (Greenwood dan Munro, 1979; Wirakartakusurnah, 1981; Swinkels, 1985).
b. Perubahan viskositas
Perubahan viskositas selarna proses gelatinisasi diarnati dengan Brabender Viscoarnyiograph. Melalui pengarnatan ini akan didapatkan besar suhu gelatinisasi yang rnerupakan ienaikan viskositas awal. Suhu gelatinisasi yang diperoleh dengan rnetode ini disebut suhu pasta Brabender seperti dilihat pada Tabel 5 (Swinkels, 1985). Sejalan dengan kenaikan suhu selarna proses gelatinisasi akan rnenyebabkan kenaikan viskositas sehingga akan dicapai viskositas puncak. Nilai viskositas puncak ini rnerupakan ukuran kemarnpuan pati rnernbentuk pasta. Secara urnurn, pati yang berasal dari urnbi-urnbian rnerniliki kenaikan viskositas yang lebih besar daripada pati jenis serealia.
F. MAKANAN BAY1 DAN AidAK BATITA
Definisi rnakanan tarnbahan adalah rnakanan bayi selain air susu ibu dan susu botol sebagai penarnbah nutrisi dari air susu ibu. Makanan tarnbahan ini sering disebut sebagai rnakanan pendarnping AS1 (MP-ASI)
(Anonirn, 1993; Wulan et al., 1996). Persyaratan rnakanan tarnbahan untuk
bayi dan batita rnenurut Herrnana (1977) dan De Maeyer (1976) adalah :
(1) bernilai gizi tinggi dalarn arti rnudah dicerna, rnengandung energi dan
protein tinggi, (2) rnerupakan surnber vitamin dan mineral, (3) dapat
diterirna secara sensori, (4) tejangkau harganya, (5) dapat dibuat dari surnber-surnber rnakanan lokal, (6) higienis, dan (7) rnerniliki umur sirnpan yang cukup lama.
Oleh karena rnulai usia 4 sarnpai 6 bulan, AS1 sudah +dak dapat lagi mernenuhi semua kebutuhan nutrisi bayi, rnaka bayi rnernerlukan rnakanan tarnbahan. Dengan bertarnbahnya urnur bayi disertai dengan kenaikan berat dan tinggi badan, rnaka kebutuhan akan zat-zat gizi juga sernakin rneningkat. Sehingga fungsi rnakanan tarnbahan adalah untuk rnernenuhi kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi sesuai perturnbuhan dan perkernbangannya. Makanan tarnbahan bagi bayi dibedakan rnenjadi makanan bayi (infant food) untuk bayi berusia di bawah 6 bulan dan
rnakanan tarnbahan (supplementa~y food) untuk bayi berusia 6 bulan ke
atas, sedangkan rnakanan sapihan (weaning food) untuk anak usia 1-3 tahun (Hamid, 2000). Standar nilai gizi rnakanan tarnbahan bayi dan anak- anak rnenurut FAO/WHO (1991) dapat dilihat pada Tabel 6.
1.
EnergiJurnlah energi yang dianjurkan untuk bayi dan anak batita dihitung berdasarkan jurnlah energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkernbangan tubuhnya. Untuk bayi baru lahir hingga usia 6 bulan, jumlah
energi yang dibutuhkan berkisar 560 kilokalori
/
hari (berat badan normal5.5 kg). Sedangkan untuk usia rnulai dari 1 tahun kebutuhan energinya akan semakin rnenurun selarna rnasa perturnbuhan. Kebutuhan energi
untuk batita usia 1-3 tahun adalah 1250 kilokalori
/
hari (berat badannormal 12 kg) (Muhilal et al., 1998). Menurut surnber yang lain (Anonirn,
1983), jumlah energi untuk anak usia 1 tahun (dengan berat badan 8 kg) adalah 870 kalori per hari. Jurnlah energi untuk bayi dan anak-anak secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 7.
2. Protein
Protein merupakan salah satu zat gizi yang penting bagi tubuh. Selain :
sebagai sumber kalori, protein juga mempunyai fungsi penting lain yaitu sebagai komponen utama protoplasma dalam sel, sehingga masukan protein juga sangat penting untuk pertumbuhan, terutama untuk bayi dan anak batita. Kebutuhan protein bayi sebesar 50% pada dua bulan pertama kehidupannya dan akan menurun menjadi 11% pada usia 2 -3 tahun (Pipes, 1985).
Tabel 6. Standar makanan tambahan untuk bayi dan anak- anak (per 100 g bahan)
Komponen
I
Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Asam linoleat (g) Serat makanan (g) Vitamin A (p g RE)I
Vitamin D (pg)I
Vitamin C (mg)I
Tiamin (mg) Vitamin 86 (mg) Vitamin 812 (pg) Niasin (mg) Kalsium (mg) Besi (mg) Zinc (mg)I
Sumber : FAOIWHO (1991) Nilai Standar 400 15 10-
25 1.4 5 266.7 6.67 13.3 0.33 0.6 0.67 6.0 533.3 8.0 6.67Mutu suatu protein dapat ditinjau dari beberapa aspek yaitu nilai cerna (digestibilitr;), jurnlah asarn amino esensiab (ME), dan jurnlah' protein yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Suatu protein dikatakan bermutu jika nilai cerna dan daya rnanfaatnya tinggi serta mengandung asam-asam amino esensial dalarn jurnlah cukup. Jurnlah AAE dapat diukur secara kimiawi yang dinyatakan dalarn skor kirnia (chemicalscore).
Ada 10 jenis M E yang dibutuhkan oleh bayi di mana jurnlahnya dapat rnencapai tiga hingga empat kali lipat dari kebutuhan orang dewasa. Sebagai sampel adalah jenis AAE lisin di rnana berdasarkan FAO/WHO (1985), kebutuhan untuk bayi adalah 66 rng/kg BB/hari dan untuk orang dewasa adalah 16 rng/kg BB/hari.
Jenis rnakanan yang seringkali rnenjadi surnber protein untuk bayi dan anak batita adalah AS1 dan susu formula (Baren et al., 1983). Bentuk protein dalarn AS1 dan susu formula adalah kasein dan whey. Kandungan kasein dalarn AS1 dan susu formula berturut-turut sebesar 40% dan 80°/o, sedangkan kandungan whey sebesar 60% dan 20% (Packard, 1982). Yang harus selalu diperhatikan dalarn konsurnsi protein pada bayi dan anak batita adalah kesesuaian antara jurnlah yang dibutuhkan dengan konsurnsinya, karena jika suplai protein berlebihan akan rnengakibatkan obesitas yang tidak diinginkan.
3. Karbohidrat
Bentuk karbohidrat yang utarna bagi kebutuhan gizi bayi dan anak batita adalah laktosa. Laktosa adalah bentuk karbohidrat utarna dalarn AS1 dan susu formula. Fungsi laktosa dalam usia perturnbuhan adalah sebagai 29
bahan pernbentuk otak. Menurut Packard (1982) kandungan laktosa dalarn
AS1 lebih tinggi dari susu sapi sebesar 2%. Fungsi karbohidrat yang utama
adalah sebagai surnber energi bagi tubuh. Energi yang dapat terpenuhi oleh karbohidrat adalah sebesar 65% dari total energi pada bayi dan batita (FAOJWHO, 1991).
Tabel 7 . Kebutuhan energi dan protein harian
Usia
1
7 bulan- 1 tahun1
8001
151
7.5/
(
1
-
3 tahun1
12501
- 231
7.41
Energi ( kkallhari ) 8.6 Bayi 0-
6 bulan1
4 - 6 tahun(
17501
32(
7.3(
Protein ( gfhari ) 560*
persentase rasio protein : energiRasio P/E
( 010 )
*
12
7
-
9 tahunPati sebagai surnber karbohidrat harus diolah terlebih dahulu agar rnernudahkan pencernaan. Pengolahan pati ini antara lain dengan hidrolisis
Surnber : WKPG, 1998
1900
asarn rnaupun enzim sehingga dihasilkan dekstrin. Dengan proses dekstrinisasi ini maka rnakanan tarnbahan sudah dalarn bentuk setengah
37
rnasak (pre-gelatinisasi) sehingga siap dikonsurnsi dengan hanya 7.8
menarnbahkan air. Seiain itu, rnakanan tambahan ini harus memilib
kekarnbaan (bulkiness) yang minimal tetapi kandungan energinya
4. Lemak
Selain sebagai surnber energi utarna, lernak juga berfungsi sebagai sumber asarn lernak esensial, pelarut vitamin A, D, E, dan K, penyebab rnakanan rnerniliki kelunakan-kekerasan (tekstur) tertentu, dan sebagai
lapisan lernak tubuh di bawah kulit (Muh~tal et al., 1998).
Asarn lernak yang diperoleh dari rnakanan dibedakan rnenjadi asam lernak jenuh dan asam lernak tak jenuh. Asarn lernak tak jenuh yang rnerniliki ikatan rangkap dua ini seringkali disebut asarn lernak esensial. Beberapa surnber asarn lernak esensial antara lain adalah rninyak jagung, rninyak kacang, dan rninyak biji kapas. Jenis asarn lernak esensial yang paling banyak terdapat dalam bahan pangan adalah asarn linoleat, oleh karena itu kebutuhan asarn lernak esensial dihitung berdasarkan persentase konsurnsi asarn lernak linoleal (Muhilal et al., 1998).
Asarn lernak esensial berfungsi untuk perkernbangan sistern saraf, kecerdasan, dan intelegensia pada bayi dan anak batita. Berdasarkan pada pernyataan Lifshitz et al. (1996), kekurangan asarn lernak esensial akan
rnenirnbulkan rnetabolisrne glukosa terganggu, atherosklerosis,
hiperlipidernia, dan kekurangan zat besi.
Selain kekurangan lernak rnerugikan bagi anak-anak, rnasukan lernak
yang berlebihan juga akan rnengakibatkan tirnbulnya penyakit
hiperlipidernia, hipercholesterolernia, s.Croke, diabetes, CAD (Coronaty Artery Disease), dan beberapa penyakit kanker. Menurut Neaton dalam Lifshitz et al. (1996), CAD berkaitan dengan tingginya konsentrasi serum kolesterol. Untuk rnenghindari CAD pada rnasa dewasa, beberapa ahli rnerekornendasikan untuk rnengurangi rnasukan energi dari lernak hanya
,
? sebesar rnaksimal 30% pada anak batita setelah usia 2 tahun (Lifshitz et
al., 1996). Menurut FAO/WHO (1991), jumlah lemak yang dibutuhkan bayi
dan anak batita berkisar antara 20
-
30% dari jumlah kalori total.Masalah rnengenai berapakah jurnlah masukan lernak yang tepat untuk bayi dan anak batita, dapat dipecahkan dengan memonitor jurnlah masukan lemak yang sesuai tanpa rnengganggu perturnbuhan dan perkembangan anak tersebut. Oleh karena itu, para orang tua harus dapat mernilih dan menyediakan makanan yang sesuai untuk anak-anaknya.
5. Mineral
Jenis-jenis mineral yang dibutuhkan bayi dan batita sarna dengan kebutuhan orang dewasa akan mineral. Jenis dan jurnlah mineral yang dibutuhkan oleh bayi dan batita telah distandarkan secara internasional pada tahun 1980 (Pipes, 1985). Pada Tabel 8 dapat dilihat beberapa jenis mineral penting yang menjadi kebutuhan bayi dan anak batita.
a. Besi
Salah satu rnasalah gizi pada bayi dan anak batita adalah kurangnya masukan zat besi. Masalah kekurangan zat besi ini lebih sering tejadi di negara-negara berkernbang yaitu berkisar antara 70% pada anak prasekolah di negara-negara Asia Timur. Darnpak kekurangan zat besi pada bayi dan anak batita antara lain adalah perkembangan tubuh yang terganggu, menurunnya aktivitas dan perkernbangan motorik (Schultink et al., 1995). Kebutuhan bayi dan anak batita akan zat besi urnurnnya terpenuhi rnelalui suplernen zat besi maupun rnakanan yang diperkaya
bentuk yang terikat dengan protein (Packard, 1982). Faktor-faktor yang -, mempengaruhi kebutuhan zat besi antara lain adalah meningkatnya volume darah dan ketersediaan zat besi dalam tubuh.
Tabel 8. Kebutuhan mineral harian
Usia Bayi 0- 6 bln 0.5-1 thn Anak-anak 1
-
3 thn 4-
6 thn 7-
9 thn mber : WKF b. Seng Kalsium (mg)Seng merupakan jenis mineral penting yang dibutuhkan oleh tubuh. Pada bayi dan anak batita, seng dibutuhkan untuk pertumbuhan, immune
I o d
(pg)
function, perkembangan otak, dan juga untuk memperbaiki jaringan karena
luka (Friel et al., 1996 ). Menurut Ninh et al. (1996), jika kebutuhan seng
tidak terpenuhi dengan baik maka akan ditemui perkembangan tubuh yang
B e s i
(mg)
buruk pada bayi dan anak batita yaitu pertumbuhan yang kerdil. Dengan
demikian, pemberian suplemen seng akan dapat menstimulasi
Seng (mg)
perkembangan tubuh. Kebutuhan akan seng dapat terpenuhi dari air susu ibu, produk susu sapi, maupun sumber makanan lainnya seperti daging
Selenium
( I L ~
sapi, telur, roti, serta buah pisang dan jeruk.
Fosfor (mg)
c. Kalsium
s
Jenis mineral yang penting untuk pertumbuhan tulang, kontraksi otot, dan transmisi impuls syaraf adalah kalsium. Kerja kalsium untuk pembentukan tulang dibantu oleh fosfor dan proses absorpsinya tidak akan maksimai tanpa bantuan vitamin D dan fosfor. Menurut Packard (1982),
rasio antara kalsiurn dan fosfor yang optimum adalah 1 : 1 hingga 1 : 2.
6. Vitamin
Vitamin merupakan salah satu jenis nutrisi penting yang dibutuhkan oleh bayi dan anak batita untuk pertumbuhannya. Kekurangan salah satu jenis vitamin pada bayi rnaupun batita dapat menghambat dan mengganggu sistern indrawi dan perkernbangan tubuhnya (Congdon et al., 1995). Kandungan vitamin AS1 secara umum lebih besar daripada susu formula (Packard, 1982). Dengan alasan inilah maka biasanya makanan tambahan bagi bayi dan anak batita difortifikasi dengan campuran vitamin.
Secara urnurn, vitamin dapat diklasifikasikan dalam dua golongan besar yaitu vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K) dan
vitamin yang larut dalam air (vitamin B dan C). Kebutuhan vitamin harian
untuk usia bayi dan batita dapat dilihat pada Tabel 9.
7. Karakteristik Fisik Makanan Tambahan
Selain harus ditinjau dari nilai gizinya, makanan tambahan untuk bayi dan anak batita juga harus rnerniliki sifaL-sifat fisik tertentu. Beberapa sifat fisik yang harus diperhatikan adalah densitas kamba (kekarnbaan) dan kapasitas pengikatan air.
Tabel 9. Kebutuhan vitamin harian
Jenis Vitamin
Makanan tarnbahan bayi dan anak batita harus bersifat tidak karnba
Usia 0
-
0.5 t h nI
0.5-
1 thn1
1-
3 thn1
4-
6 thn Vitamin A (RE) Vitamin D (pg) Vitamin E (rng) Vitamin K (rng) Tiamin (rng) Riboflavin (mg) Niasin (rng) Vitamin 812 (pg ) Asam folat (pg ) Piridoksin (rng) Vitamin C (rng)sehingga si anak tidak cepat rnerasa kenyang rnengingat rnasih terbatas kapasitas perutnya. Densitas karnba yang kecil akan rnernbutuhkan volume lebih besar untuk sejurnlah kecil bahan sehingga ha1 ini dapat diattikan bahwa sernakin kecil nilai densitas kamba akan sernakin sedikit pula
kandungan gizi yang akan diterirna. Menurut Sulaeman (1993) densitas
karnba dipengaruhi oleh tepung-tepung penyusun produk. Beberapa produk MP-AS1 kornersial yaitu SNM, Cerelac, Nesturn, dan Prornina rnerniliki nilai
densitas karnba berturut-turut sebesar 0.38, 0.43, 0.25, dan 0.44 g/ml
(Barlina, 1988; Lianawati, 1997).
Kapasitas pengikatan air rnerupakan sifat fungsional bahan yang dipengaruhi oleh kandungan protein dan lernak produk. Sifat fisik ini terkait pula dengan penyirnpanan produk. Nilai kapasitas penyerapan air rnakanan
35
Surnber : Muhilal et al. ( 1998 )
350 7.5 3 5 0.3 0.3 2.5 0.1 22 0.3 30 350 10 4 10 0.4 0.5 3.8 0.1 32 0.6 35 350 10 6 15 0.5 0.6 5.4 0.5 40 1.0 40 460 10 7 2 0 0.8 1.0 8.0 0.7 60 1.1 45
b campuran tepung singkong dengan tepung pisang sebesar 2.5-3.0 g/g
(Surnartha, 1993) dan sebesar 2.83-3.33 979 untuk rnakanan carnpuran dari pisang owak (Harnid, 2000).
G. BISKUIT
Biskuit adalah kue rnanis berukuran kecil yang terbuat dari tepung terigu. Definisi lain rnengenai biskuit adalah rnenurut Whiteley (1971) di mana biskuit adalah produk makanan kering dengan sifat-sifatnya seperti mudah dibawa karena volume dan beratnya yang kecil, dan urnur sirnpannya yang relatif lama. Biskuit dapat dikarakterisasi dari tingginya
kandungan gula dan shortening serta rendahnya kandungan air dalarn
adonan (Faridi dan Faubion, 1990).
Persyaratan rnutu biskuit rnenurut Departernen Perindustrian Indonesia tahun 1990 (SII no. 0177) dapat dilihat pada Tabel 10.
1. Klasifikasi Biskuit
Belurn ada klasifikasi yang jelas untuk biskuit, bahkan terkadang dijurnpai saling turnpang tindih antara bentuk yang satu dengan lainnya.
Hingga saat ini biskuit diklasifikasikan berdasarkan beberapa sifat yaitu :
(1) tekstur dan kekerasan, (2) perubahan bentuk akibat pernanggangan,
(3) ekstensibilitas adonan, dan (4) pernbentukan produk (Manley, 1983).
Berdasarkan ekstensibilitas adonannya, biskuit dapat digolongkan rnenjadi tiga yaitu adonan lunak, adonan keras, dan adonan fermentasi (Sunaryo, 1985).
Tabel 10. Syarat mutu biskuit
(SII
no. 0177) tahun 1990 Kriteria UjiKeadaan (bau, rasa, warna, tekstur) Air( % b / b )
Protein ( % b/b )
Abu ( O/o b/b )
Bahan tarnbahan rnakanan
Syarat Mutu
Normal Maks. 5.0
Min. 6.0 Maks. 2.0
Kadar cernaran logarn
-
ternbaga ( rng/
kg )-
tirnbal ( rng/
kg )-
seng ( mg/
kg-
rnerkuri ( rng/
kg ) Cernaran rnikroba-
TPC (koloni/
g)-
Coliform (APM/
g)-
E. coli (APM/
g)1
- pewarna dan pernanis buatanMaks. 10 Maks. 1.0
Maks. 40
Maks. 0.05
(
Tidak boleh adaMaks. 1 x
lo6
Maks. 20
<
3I
-
Kapang (koloni/
g)I
maks.102Pada adonan lunak, gluten tidak rnengernbang karena adanya efek
dari shortening dan efek pelunakan dari gula. Sarnpel biskuit dari adonan
lunak adalah biskuit buah, biskuit krirn, dan biskuit jahe. Untuk adonan keras dijurnpai pengembangan gluten sampai batas tertentu dengan penambahan air. Pada adonan fermentasi, gluten akan mengembang penuh karena air yang ditarnbahkan rnernungkinkan kondisi tersebut.
Sarnpel biskuit yang dibuat dari adonan ferrnentasi adalah biskuit crackers
(Sunaryo, 1985; Booth, 1990). Menurut Faridi dan Faubion (1990), crackers
fermentasi ini dapat digolongkan rnenjadi dua yaitu crackers asin (salthe)
6
dan snack.
Tabel 11. Klasifikasi biskuit
*
'
HF = kandungan iema<tinggi; HS = kandungan gula tinggiKadar air adonan (%)
Kadar air biskuit
(YO)
Suhu adonan (OC)
Komponen penting
Waktu pemanggangan
(menit)
Klasifikasi lain adalah berdasarkan pembentukan biskuit. Menurut Faridi dan Faubion (1990) dan Booth (1990), biskuit dapat dibuat dan
dibentuk dengan tiga cara yaitu rotatymolded,
wire-cut
dan pembentukanlembaran (sheeting). Perbedaan dari ketiga cara ini adalah pada kandungan gula dalam adonan sehingga akan rnempengaruhi karakteristik sewaktu proses pembentukan.
Menurut S I I tahun 1990, biskuit dapat diklasifikasikan rnenjadi biskuit
keras, crackers, cookies, dan wafer. Biskuit keras dibentuk dari adonan keras dan memiliki tekstur padat. Crackers adalah biskuit yang dibuat dari adonan keras rnelalui fermentasi dan rnemiliki struktur yang berlapis-lapis. Jenis yang ketiga yaitu cookies rnerupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak. Sifatnya lebih renyah karena tekstur yang kurang padat. Wafer adalah jenis biskuit dari adonan cair dengan sifat yang sangat renyah dan rnemiliki tekstur yang berongga.
*
surnber : Manley (1983) Crackers 30 1-
2 30-38 tepung 3 Adonan "keias" 22 1 - 2 40-42 tepung 5.5 Adonan "lunak" H F" 9 2 - 3 20 lemak 15-
25 HS# 15 2-
3 21 lemak dan gula 72. Bahan
-
Bahan Pembuat BiskuitBahan yang digunakan dalarn pernbuatan biskuit dibedakan rnenjadi
bahan pengikat (binding material) dan bahan pelernbut (tenderizing
material) (Mat! dan Matz, 1978). Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, susu bubuk, putih telur, dan cocoa, sedangkan bahan pelernbut terdiri dari gula, lernak atau rninyak (shortening), bahan pengembang, dan kuning telur.
a. Tepung Terigu
Untuk rnernbuat biskuit yang baik, rnaka tepung terigu tipe lunak yang rnernpunyai kadar protein sekitar 8% dan kadar gluten yang tidak terlalu banyak adalah yang paling sesuai (Vail et al., 1978 ). Tepung terigu dalam pernbuatan biskuit berfungsi sebagai pernbentuk tekstur, rnengikat bahan-bahan lain dan rnendistribusikannya secara rnerata serta sebagai pernbentuk citarasa (Mat! dan Matz, 1978).
b. Telur
Menurut Matz dan Matz (1978), telur berfungsi sebagai pengernulsi
dan meningkatkan flavor, warna, dan kelernbutan. Selain itu tingkat
kerenyahan biskuit akan sernakin bertarnbah dengan adanya penarnbahan telur.
c. Lemak
Lernak dan rninyak rnerupakan bahan yang penting dalarn pernbuatan biskuit yaitu sebagai shortening. Fungsi shortening dalarn biskuit adalah untuk rneningkatkan tekstur dan citarasa khas biskuit. Lernak
dan rninyak yang digunakan dapat dibedakan berdasarkan bahan baku, sifat-sifat, dan tujuan penggunaannya (Mat! dan Matz, 1978).
Lernak dan rninyak alarni yang urnurn digunakan dalarn pernbuatan
biskuit antara lain adalah lard, lernak sapi, butter, rninyak kedelai, dan
rninyak kelapa. Selain penggunaan lernak dan rninyak alarni, bahan shortening dapat pula dihasilkan dari proses rnodifikasi seperti hidrogenasi rninyak dan interesterifikasi lernak (Matz dan Matz, 1978).
d.
Gula
Gula berfungsi sebagai pernberi rasa rnanis serta pernbentuk flavor dan warna pada perrnukaan biskuit. Faktor waktu pernanggangan biskuit harus diperhatikan, karena dengan adanya gula dan waktu pernanggangan yang terlalu lama akan rnenyebabkan penarnpakan biskuit yang hangus.
e.
Susu
Fungsi penggunaan susu dalarn pernbuatan biskuit adalah rnernbentuk flavor, rnengikat air, sebagai bahan pengisi, rnernbentuk struktur yang kuat dan porous,rnernbentuk warna, dan rnenarnbah keernpukan karena adanya laktosa (Matz dan Matz, 1978). Selain itu nilai gizi biskuit akan rneningkat dengan digunakannya susu.
f.
Bahan pengembang
Bahan pengembang yang urnurn digunakan dalarn pernbuatan biskuit adalah baking powder dan ammonium bikarbonat. Fungsi baking powder
dalarn adonan adalah rnelepaskan gas hingga jenuh dengan gas COz lalu
mengembang sempurna, menjaga penyusutan, dan untuk rnenyeragamkan remah. Baking powderadalah bahan peragi hasil reaksi antara asarn dan sodium bikarbonat. Asarn yang biasanya digunakan adalah tartrat, fosfat, dan sulfat.
Ammonium bikarbonat adalah suatu garam yang akan rnenguap jika dipanaskan, rnelepaskan gas karbondioksida, amonia, dan air. Pelepasan gas amonia tersebut sangat penting karena rnerniliki bau yang sangat kuat.
3. Proses Pembuatan Biskuit
Secara umurn dikenal dua metode pernbuatan biskuit yaitu metode
krim dan metode all-in (Whiteley, 1971). Pada metode krim, lernak dan
gula dicampur sampai terbentuk krim homogen dan selarna pembentukan krim ini dapat ditarnbahkan bahan pewarna dan essence. Selanjutnya dilakukan penarnbahan susu ke dalarn krirn dan pencampurannya dilakukan secara singkat. Pada tahap akhir ditarnbahkan tepung dan sisa air kemudian dilakukan pengadukan sarnpai terbentuk adonan yang cukup rnengernbang dan rnudah dibentuk.
Metode kedua yaitu metode all-in, sesuai dengan namanya pada metode ini semua bahan dicarnpur secara bersarnaan. Metode ini lebih cepat, narnun adonan yang dihasilkan cenderung lebih padat dan keras daripada adonan pada rnetode krim.
Proses penting lainnya dalarn pernbuatan biskuit adalah proses pemanggangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemanggangan antara lain adalah tipe oven yang digunakan, rnetode pernanasan, dan tipe bahan bakar yang digunakan. Kondisi pemanggangan yang benar akan
rnenghasilkan biskuit dengan penampakan dan tekstur yang diinginkan serta kandungan air yang minimum (Whiteley, 1971).
4. Biskuit untuk Bayi dan Anak Batita
Biskuit yang diforrnulasikan secara khusus untuk bayi dan anak batita setidaknya harus rnernenuhi beberapa persyaratan seperti kandungan gizi yang sesuai dan seirnbang serta beberapa persyaratan fisik. Karakteristik fisik biskuit jenis ini antara lain densitas karnba yang tinggi, kapasitas pengikatan air rendah, dan kekerasan yang rendah. Hingga saat ini belum ditentukan suatu standar atau patokan nilai sifat-sifat fisik biskuit bayi dan anak batita. Pada Tabel 12 dapat dilihat beberapa hasil penelitian sifat-sifat fisik biskuit untuk bayi dan anak batita.
Tabel 12. Sifat-sifat fisik biskuit bayi dan anak batita
Suharti (1991) Sulaernan (1993) Tjen (1993) Densitas karnba (g/rnl) 1.18-1.25 0.585-0.745 0.48-0.5 Kapasitas pengikatan air