• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

8 A. Tinjauan teori

1. Posyandu

a. Pengertian Posyandu

Posyandu merupakan kegiatan nyata yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dari-oleh-untuk masyarakat yang dilaksanakan oleh kader (Meilani, dkk, 2009, p.142).

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2006, p.11).

Posyandu merupakan alternatif pelayanan kesehatan yang harus dipertahankan, mengingat Posyandu memerlukan pembiayaan yang relative rendah dan dapat menjangkau target lebih luas (Yulifah & Johan, 2009, p.153).

(2)

b. Tujuan Posyandu

Tujuan dari Posyandu menurut Meilani tahun 2009 (p.143) yaitu sebagai berikut :

1) Menunjang percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia.

2) Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak.

3) Mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) atau keluarga berkualitas .

4) Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang peningkatan

kemampuan hidup sehat.

5) Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam usaha meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada penduduk berdasarkan letak geografi.

6) Meningkatkan dan membina peran serta masyarakat dalam rangka alih teknologi untuk mampu mengelola usaha-usaha kesehatan masyarakat secara mandiri.

7) Meningkatkan peran lintas sektor dalam penyelenggaraan Posyandu terutama berkaitan dengan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).

c. Sasaran Posyandu

Sasaran Posyandu adalah seluruh masyarakat, utamanya ; bayi, anak balita, ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas, ibu menyusui dan pasangan usia subur (Depkes RI, 2006, p.13).

(3)

d. Kegiatan Posyandu

Menurut Ambarwati (2009, pp.138-139), meliputi : 1) Lima kegiatan Posyandu (panca krida Posyandu)

a) Kesehatan ibu dan anak (KIA) b) Keluarga berencana (KB) c) Imunisasi

d) Peningkatan gizi e) Penanggulangan diare

2) Tujuh kegiatan Posyandu (sapta krida Posyandu) a) Kesehatan ibu dan anak (KIA)

b) Keluarga berencana (KB) c) Imunisasi

d) Peningkatan gizi e) Penanggulangan diare f) Sanitasi dasar

g) Penyediaan obat essensial e. Fungsi Posyandu

Fungsi Posyandu adalah sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan keterampilan dari petugas kepada masyarakat dan antar sesama masyarakat dalam rangka mempercepat penurunan AKI dan AKB dan sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB (Depkes RI, 2006, p.13).

(4)

f. Manfaat Posyandu

Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2006 (p.14-15), antara lain :

1) Bagi masyarakat

a) Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.

b) Memperoleh bantuan secara professional dalam pemecahan masalah kesehatan terutama terkait kesehatan ibu dan anak. c) Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan terpadu kesehatan

dan sektor lain terkait.

2) Bagi kader, pengurus Posyandu dan tokoh masyarakat a) Mendapatkan informasi terdahulu tentang upaya kesehatan

yang terkait dengan penurunan AKI dan AKB.

b) Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya dalam membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan terkait dengan penurunan AKI dan AKB.

3) Bagi Puskesmas

a) Optimalisasi fungsi Puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan strata pertama. b) Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam

(5)

c) Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga dan dana melalui pemberian pelayanan secara terpadu.

4) Bagi sektor lain

a) Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah sektor terkait, utamanya yang terkait dengan upaya penurunan AKI dan AKB sesuai kondisi setempat.

b) Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai dengan tugas pokok seksi masing-masing sektor.

g. Tingkatan dalam Posyandu

Posyandu secara umum dibedakan atas 4 tingkat sebagai berikut :

1) Posyandu Pratama

Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, yang ditandai oleh kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara rutin serta jumlah kader sangat terbatas yakni kurang dari 5 orang (Depkes RI, 2006, p.54).

2) Posyandu Madya

Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak 5 orang atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan utamanya (KIA, KB, imunisasi, peningkatan

(6)

gizi, penanggulangan diare) masih rendah, yaitu kurang dari 50% (Depkes RI, 2006, p.54).

3) Posyandu Purnama

Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak 5 orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya (KIA, KB, imunisasi, peningkatan gizi, penanggulangan diare) lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% kepala keluarga di wilayah kerja Posyandu (Depkes RI, 2006, p.55).

4) Posyandu Mandiri

Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak 5 orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya (KIA, KB, imunisasi, peningkatan gizi, penanggulangan diare) lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% kepala keluarga yang bertempat tinggal di wilayah kerja Posyandu (Depkes RI, 2006, p.56).

(7)

2. Kader Posyandu a. Pengertian kader

Kader kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-masalah kesehatan perseorangan maupun masyarakat serta untuk bekerja dalam hubungan yang amat dekat dengan tempat-tempat pemberian pelayanan kesehatan (Meilani, dkk, 2009, p.129).

Kader kesehatan adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat (Yulifah & Johan, 2009, p.143).

Kader merupakan tenaga masyarakat yang dianggap paling dekat dengan masyarakat. Departemen kesehatan membuat kebijakan mengenai pelatihan untuk kader yang dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi. Para kader kesehatan masyarakat itu seyogyanya memiliki latar belakang pendidikan yang cukup sehingga memungkinkan mereka untuk membaca, menulis dan menghitung secara sederhana (Meilani, dkk, 2009, p.129).

Kader kesehatan masyarakat bertanggungjawab terhadap masyarakat setempat serta pimpinan-pimpinan yang ditunjuk oleh pusat-pusat pelayanan kesehatan. Diharapkan mereka dapat melaksanakan petunjuk yang diberikan oleh para pembimbing dalam jalinan kerja dari sebuah tim kesehatan (Meilani, 2009, p.129).

(8)

Para kader kesehatan masyarakat itu mungkin saja bekerja secara full-time atau part-time dalam bidang pelayanan kesehatan, dan mereka tidak dibayar dengan uang atau bentuk lainnya oleh masyarakat setempat atau oleh puskesmas. Namun ada juga kader kesehatan yang disediakan sebuah rumah atau sebuah kamar serta beberapa peralatan secukupnya oleh masyarakat setempat (Meilani, 2009, pp.129-130).

b. Tugas kader

Menurut Yulifah dan Johan tahun 2009 (pp.144-145), tugas kader meliputi :

1) Pada persiapan hari buka Posyandu

a) Menyiapkan alat penimbangan bayi, Kartu Menuju Sehat (KMS), alat peraga, alat pengukur lingkar lengan atas untuk ibu hamil dan bayi/ anak, obat-obatan yang dibutuhkan (misalnya, tablet tambah darah/ zat besi, vitamin A, oralit), bahan atau materi penyuluhan.

b) Mengundang dan menggerakan masyarakat, yaitu dengan memberitahu ibu-ibu untuk datang ke Posyandu, serta melakukan pendekatan dengan tokoh-tokoh masyarakat yang dapat memotivasi masyarakat untuk datang ke Posyandu.

c) Menghubungi kelompok kerja (pokja) Posyandu, yaitu menyampaikan rencana kegiatan kepada kantor desa dan

(9)

meminta untuk memastikan apakah petugas sektor dapat hadir pada hari buka Posyandu.

d) Melaksanakan pembagian tugas diantara kader Posyandu baik untuk persiapan maupun pelaksanaan kegiatan.

2) Pada hari buka Posyandu atau tugas pelayanan pada lima meja

Menurut Yulifah dan Johan tahun 2009 (pp.144-145) dan Retna dan Sriati tahun (p.141), meliputi :

a) Meja 1 (meja pendaftaran)

Mendaftar bayi atau balita dengan menuliskan nama balita pada KMS dan secarik kertas yang diselipkan pada KMS, dan mendaftar ibu hamil dengan menuliskan nama ibu hamil pada formulir atau register ibu hamil.

b) Meja 2 (penimbangan)

Menimbang bayi atau balita dan mencatat hasil penimbangan pada kertas.

c) Meja 3 (pengisian KMS)

Mengisi KMS atau memindahkan catatan hasil penimbangan balita dari kertas kedalam KMS.

d) Meja 4 (pelayanan)

Meja 4 merupakan kegiatan pelayanan sektor yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Pelayanan yang diberikan antara lain pelayanan imunisasi, keluarga

(10)

berencana, pengobatan, pemberian tablet tambah darah dan kapsul yodium.

e) Meja 5 (pemberian makanan tambahan)

Pemberian makanan tambahan pada bayi dan balita yang datang ke Posyandu dilayani di meja 5. Kader menyiapkan nasi, lauk, sayur dan buah-buahan yang akan dibagikan sebelum pelaksanaan Posyandu. Pemberian makanan tambahan bertujuan mengingatkan ibu untuk selalu memberikan makanan bergizi kepada bayi dan balitanya. 3) Tugas kader setelah membuka Posyandu

Menurut Yulifah dan Johan tahun 2009 (p.145), antara lain : a) Memindahkan catatan-catatan pada KMS kedalam buku

register atau buku bantu kader.

b) Menilai hasil kegiatan dan merencanakan kegiatan hari Posyandu bulan berikutnya.

c) Kegiatan diskusi kelompok bersama ibu-ibu.

d) Kegiatan kunjungan rumah, sekaligus memberikan tindak lanjut dan mengajak ibu-ibu datang ke Posyandu pada kegiatan bulan berikutnya.

4) Tugas kader diluar hari buka Posyandu

Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2006 (pp.35-36), tugas kader diluar hari buka Posyandu, antara lain :

a) Mengadakan pemutakhiran data sasaran Posyandu : bayi, anak balita, ibu hamil dan ibu menyusui.

(11)

b) Membuat grafik SKDN, yaitu : jumlah semua balita yang bertempat tinggal di wilayah kerja Posyandu (S), jumlah balita yang mempunyai KMS atau buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) (K), jumlah balita yang datang pada hari buka Posyandu (D) dan jumlah balita yang timbangan berat badannya naik (N).

c) Melakukan tindak lanjut terhadap : sasaran yang tidak datang dan sasaran yang memerlukan penyuluhan lanjutan. d) Memberitahukan kepada kelompok sasaran agar

berkunjung ke Posyandu saat hari buka.

e) Melakukan kunjungan tatap muka ke tokoh masyarakat, dan menghadiri pertemuan rutin kelompok masyarakat atau organisasi keagamaan.

3. Kinerja

Bernardin dan Russel (dalam Ruky, 2002, p.15) memberikan pengertian atau kinerja sebagai berikut : “ Prestasi atau kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu (Adi, 2010).

Menurut Gibson, dkk (2003, p.355), kinerja adalah hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan keefektifan kinerja lainnya. Sedangkan menurut Ilyas (1999, p.99), kinerja adalah penampilan hasil karya personil maupun dalam suatu organisasi. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personil yang

(12)

memangku jabatan fungsional maupun structural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil didalam organisasi (Adi, 2010).

Pengertian kinerja lainnya dikemukakan oleh Payaman Simanjuntak (2005, p.1) yang mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut (Adi, 2010).

Menurut Irawan (2002, p.11), bahwa kinerja (performance) adalah hasil kerja yang bersifat konkret, dapat diamati dan dapat diukur. Macam-macam kinerja : kinerja organisasi, kinerja unit dan kinerja pegawai. Dessler (2000, p.87) berpendapat : kinerja karyawan adalah prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan. Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai dengan posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat. Selain itu dapat juga dilihat kinerja dari karyawan tersebut terhadap karyawan lainnya (Adi, 2010).

Keberhasilan suatu institusi atau organisasi ditentukan oleh dua faktor utama, yakni sumber daya manusia, karyawan atau tenaga kerja, sarana dan prasarana pendukung atau fasilitas kerja. Dari kedua faktor utama tersebut sumber daya manusia atau karyawan lebih penting

(13)

daripada sarana dan prasarana pendukung. Secanggih dan selengkap apapun fasilitas pendukung yang dimiliki suatu organisasi kerja, tanpa adanya sumber daya yang memadai, baik jumlah (kuantitas) maupun kemampuannya (kualitasnya), maka niscaya organisasi tersebut dapat berhasil mewujudkan visi, misi dan tujuan organisasinya. Kualitas sumber daya manusia atau karyawan tersebut diukur dari kinerja karyawan tersebut (performence) atau produktivitasnya (Notoatmodjo, 2007, p.228-229).

Kinerja, menurut Maier (1965) yang dikutip oleh Asad (1991) adalah kesuksesan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan yang dibebankannya. Gilbert (1977) mendefinisikan kinerja adalah apa yang dapat dikerjakan oleh seseorang yang sesuai dengan tugas dan fungsinya. Dari batasan-batasan yang ada dapat dirumuskan bahwa kinerja (performance) adalah hasil kerja yang dapat ditampilkan atau penampilan kerja seorang karyawan. Dengan demikian kinerja seseorang karyawan dapat diukur dari hasil kerja, hasil tugas atau hasil kegiatan dalam kurun waktu tertentu (Notoatmodjo, 2007, p.229).

Menurut Gibson (1977) faktor-faktor yang menentukan kinerja seseorang, dikelompokkan menjadi 3 faktor utama, yaitu : a) variabel individu (kemampuan dan keterampilan, pengalaman kerja, latar belakang keluarga, pendapatan, umur, jenis kelamin dan sebagainya), b) variabel organisasi (kepemimpinan, desain pekerjaan, struktur organisasi dan sebagainya)Sedangkan menurut Stoner (1981) kinerja

(14)

seorang karyawan atau tenaga kerja dipengaruhi oleh : motivasi, kemampuan, faktor persepsi (Notoatmodjo, 2007, p.229).

Dari sudut pandang kegunaan kinerja itu sendiri, Sondang Siagian (2008, pp.223-224) menjelaskan bahwa bagi individu penilaian kinerja berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, keletihan, kekurangan dan potensinya yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana dan pengembangan karirnya (Adi, 2010).

4. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja kader

Kinerja seorang tenaga kerja atau karyawan dalam suatu organisasi atau institusi kerja, dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari dalam karyawan itu sendiri maupun faktor lingkungan atau organisasi kerja itu sendiri (Notoatmodjo, 2007, p.229).

a. Pengalaman / masa kerja

Pengalaman kerja adalah proses pembentukan pengetahuan atau keterampilan tentang metode suatu pekerjaan karena keterlibatan karyawan tersebut dalam pelaksanaan tugas pekerjaan (Manulung, 1984, p.15). Sedangkan menurut Ranupandojo (1984, p.71), pengalaman kerja adalah ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik. dari pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa pengalaman kerja adalah tingkat penguasaan pengetahuan serta keterampilan seseorang dalam pekerjaannya yang dapat diukur dari masa kerja

(15)

dan dari tingkat pengetahuan serta keterampilan yang dimilikinya (Aryani, 2011).

Menurut Foster (2001, p.43), ada beberapa hal untuk menentukan berpengalaman tidaknya seorang karyawan yang sekaligus sebagai indikator pengalaman kerja :

1) Lama waktu/ masa kerja

Ukuran tentang lama waktu/ masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik.

2) Tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki

Pengetahuan juga mencakup kemampuan untuk memahami dan menerapkan informasi pada tanggung jawab pekerjaan. Sedangkan keterampilan merujuk pada kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk mencapai atau menjalankan suatu tugas atau pekerjaan.

3) Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan

Tingkat penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspek-aspek teknik peralatan dan teknik pekerjaan.

Menurut Notoatmodjo tahun 2007 (p. 214), pengalaman seseorang individu tentang berbagai hal bisa diperoleh dari lingkungan dalam proses perkembangan, misalnya sering mengikuti kegiatan yang mendidik. Organisasi dapat memperhias jangkauan pelayanannya, karena dari berbagai kegiatan tersebut

(16)

informasi tentang sesuatu hal diperoleh. Adanya pengetahuan tentang sesuatu hal yang akan menyebabkan timbulnya satu respon baik positif maupun negatif pada seseorang, sehingga bisa bersikap dan berperilaku dalam kesehatan.

b. Pendapatan

Menurut Kuswardinah tahun 2007 (pp. 127-129), dalam menandai kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder, keluarga dalam status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi dibanding keluarga dengan status ekonomi rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekonomi dapat dibutuhkan seseorang dalam berbagai hal.

Tindakan merencanakan, melaksanakan, memonitor, mengevaluasi dan mengendalikan pendapatan yang diperoleh serta penggunaan sumber-sumber keluarga khususnya sumber keuangan merupakan manajemen ekonomi keluarga.

Pendapatan artinya jumlah keseluruhan penghasilan yang diterima dari berbagai sumber (Kuswardinah, 2007, p.128). Untuk petani, pedagang, buruh pendapatannya akan terhitung pada satuan saat panen, atau jumlah penjualan dimana sering terjadi tidak stabilnya harga hasil panen. Untuk hal tersebut maka perhitungan penghasilan diperkirakan rata-rata hasil panen atau hasil dagangan disesuaikan dengan nilai rupiah secara bulanan.

Berdasarkan surat keputusan dari Gubernur Jawa Tengah, UMR di Kabupaten Demak pada tahun 2011 yaitu sebesar Rp

(17)

847.987. Pendapatan dikatakan tinggi jika lebih dari UMR dan sebaliknya, dikatakan cukup jika kurang dari nilai UMR.

c. Umur

Menurut Elisabeth BH yang dikutip (Nursalam, 2003, pp.7-8) usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut (Huclock, 1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.

Pada karakteristik usia peneliti membagi tiga tahapan yaitu dewasa awal, dewasa tengah dan dewasa tua (Perry & Potter, 2005).

1) Dewasa awal

Levinson et al 1978 mengatakan bahwa dewasa awal dimulai dari usia 18-40 tahun dimana :

a) Awal transisi dewasa (18-20 tahun) ketika seseorang merasakan kebebasan dari keluarganya.

b) Memasuki dunia kedewasaan (21-27 tahun) ketika seseorang mencoba menyiakan gaya hidup.

c) Masa transisi (28-32 tahun) ketika seseorang memodifikasi aktivitas kehidupannya.

d) Masa tenang (33-40 tahun) ketika seseorang mengalami stabilitas.

(18)

2) Dewasa tengah

Hurlock 1980 mengatakan bahwa dewasa tengah dimulai dari usia 40-60 tahun, dimana saat baik menurunnya kemampuan fisik dan psikologis yang Nampak pada setiap orang. Masalah fisiologis pada dewasa tengah meliputi stress, penyakit kronis, tingkat kesehatan dan pembentukan kesehatan yang positif.

3) Dewasa tua/ usia lanjut

Stanhope & Lancaster 1992 mengatakan bahwa usia lanjut dimulai dari usia 60-75 atau sampai kematian, dimana menurunnya fungsi fisiologis, biologis maupun psikologis secara cepat terjadinya.

d. Jenis kelamin

Jenis kelamin adalah kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu. Adanya alat kelamin yang khas untuk masing-masing seringkali dijadikan penciri bagi masing-masing jenis kelamin (Budioro, 2006, p.97).

e. Persepsi

Pelayanan kesehatan didirikan berdasarkan asumsi bahwa masyarakat membutuhkannya. Namun, kenyataannya masyarakat mencari pengobatan (pelayanan kesehatan) setelah benar-benar tidak dapat berbuat apa-apa. Hal ini pun bukan berarti mereka

(19)

harus mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas dan sebagainya), tetapi juga ke fasilitas pengobatan tradisional (dusun dan sebagainya) yang kadang-kadang menjadi pilihan masyarakat yang utama (Notoatmodjo, 2007, p.193).

Persepsi masyarakat tentang sakit yang merupakan konsep sehat-sakit masyarakat berbeda pada tiap kelompok masyarakat. Konsep kelompok masyarakat yang satu berbeda dengan konsep sehat-sakitnya kelompok lain. Untuk itu maka tiap-tiap unit pelayanan kesehatan komunitas perlu mencari sendiri konsep sehat-sakit masyarakat yang dilayaninya. Untuk itu penelitian tentang aspek-aspek sosial budaya kesehatan sangat diperlukan oleh tiap unit pelayanan kesehatan komunitas (Notoatmodjo, 2007, p.193).

Persepsi masyarakat terhadap kesehatan mempengaruhi perilaku kesehatan. Menciptakan kesadaran akan pentingnya kesehatan sehingga masyarakat datang ke pelayanan kesehatan. Misalnya datang ke Posyandu untuk memeriksakan anaknya. Banyaknya ibu balita yang datang ke Posyandu mempengaruhi kinerja kader Posyandu.

f. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata

(20)

menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007, p.142-143).

1) Komponen pokok sikap

Allport (1954) menyatakan bahwa sikap terdiri dari 3 komponen pokok, antara lain :

a) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

b) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen tersebut bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2007, p.143).

(21)

2) Berbagai tingkatan sikap

Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, antara lain : a) Menerima (receiving)

Subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.

b) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap (Notoatmodjo, 2007, p.144). Karena dari usaha untuk menjawab, mengerjakan dan menyelesaikan tugas tersebut berarti orang menerima ide tersebut, terlepas dari benar atau salahnya pekerjaan yang diberikan.

c) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga (Notoatmodjo, 2007, p.144). Misalnya, seorang kader Posyandu mengajak ibu balita untuk menimbangkan anaknya ke Posyandu, atau mendiskusikan tentang gizi, merupakan bukti bahwa ibu balita tersebut mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

(22)

d) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2007, p.144). Misalnya, seorang ibu mau menjadi akseptor Keluarga Berencana (KB), meskipun mendapat tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden. Misalnya, apabila rumah ibu luas, apakah boleh dipakai untuk kegiatan Posyandu? Atau, saya akan menikah apabila saya sudah berumur 25 tahun (sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju) (Notoatmodjo, 2007, p.144). Sikap dikatakan sangat tidak baik jika 0-25%, tidak baik jika 26-50%, baik jika 51-75%, dan dikatakan sangat baik jika 76-100% (Alimul, 2007, p.103).

g. Motivasi

Menurut Terry G. (1986), motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan (perilaku). Menurut Stooner (1992) mendefinisikan bahwa motivasi adalah sesuatu hal yang

(23)

menyebabkan dan yang mendukung tindakan atau perilaku seseorang. Sedangkan menurut Hasibuan (1995) merumuskan bahwa motivasi adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang. Ia menambahkan bahwa setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai (Notoatmodjo, 2007, pp.218-219).

Banyak para ahli dari berbagai ilmu merumuskan konsep atau teori tentang motivasi. Diantara banyak konsep tentang motivasi dari berbagai ahli tersebut, salah satunya dari McClelland yang dikuti dan diterjemahkan oleh Sahlan Asnawi (2002), mengatakan bahwa dalam diri manusia ada dua motivasi, yakni motof primer atau motif yang tidak dipelajari, dan motif sekunder atau motif yang dipelajari melalui pengalaman serta interaksi dengan orang lain (Notoatmodjo, 2007, p.220).

Motif primer timbul pada setiap manusia secara biologis, misalnya mandi, makan, minum dan kebutuhan biologis lainnya. Sedangkan motif sekunder atau disebut juga motif sosial karena dorongan dari luar akibat interaksi dengan orang lain. Selanjutnya motif sosial ini oleh McClevelland yang dikutip oleh Isnanto Bachtiar Senoadi (1984), dibedakan menjadi 3 motif (Notoatmodjo, 2007, p.220), yakni :

(24)

1) Motif berprestasi

Berprestasi adalah suatu dorongan yang ada pada setiap manusia untuk mencapai hasil kegiatannya atau hasil kerjanya secara maksimal (Notoatmodjo, 2007, p.220).

2) Motif berafiliasi

Manusia adalah makhluk sosial, oleh sebab itu manusia menjadi bermakna dalam interaksinya dengan manusia yang lain (Notoatmodjo, 2007, p.221). Dengan demikian, secara naluri kebutuhan atau dorongan untuk berafiliasi (rasa ingin disenangi oleh orang lain) dengan sesama manusia adalah melekat pada setiap orang. Untuk mewujudkan itu maka setiap perbuatannya atau perilakunya adalah merupakan alat atau media untuk membentuk, memelihara, diterima dan bekerja sama dengan orang lain.

3) Motif berkuasa

Manusia mempunyai kecenderungan untuk mempengaruhi dan menguasai orang lain, baik dalam kelompok sosial yang kecil maupun kelompok sosial besar. Motif untuk mempengaruhi dan menguasai orang lain ini oleh Clevelland disebut motif berkuasa. Motif berkuasa ini adalah berusaha mengarahkan perilaku seseorang untuk mencapai kepuasan melalui tujuan, yakni kekuasaan dengan jalan mengontrol atau menguasai orang lain (Notoatmodjo, 2007, p.221).

(25)

Pengukuran motivasi dapat dilihat dari kedisiplinan, kehadiran kerja, kepuasan, produktivitas/ hasil kerja dan semangat kerja (sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju) (Notoatmodjo, 2007, p.230). Motivasi dikatakan sangat tidak baik jika 0-25%, tidak baik jika 26-50%, baik jika 51-75%, dan dikatakan sangat baik jika 76-100% (Alimul, 2007, p.103).

B. Kerangka teori

Gambar 2.1 Kerangka teori

(Sumber : Modifikasi Gibson (1977) dalam Notoatmodjo 2007). Sosial ekonomi :

1. Pengalaman/ Masa kerja 2. Pendapatan

Kinerja kader Posyandu Karakteristik : 1. Umur 2. Jenis kelamin Perilaku : 1. Persepsi 2. Sikap 3. Motivasi

(26)

C. Kerangka konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka konsep D. Hipotesis

Hipotesis yaitu suatu pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan pembuktian untuk menegaskan apakah hipotesisi tersebut dapat diterima atau harus ditolak, berdasarkan fakta yang telah dikumpulkan dalam penelitian (Alimul, 2007, p.45). Dalam penelitian ini, hipotesisnya adalah sebagai berikut :

1. Ada hubungan antara masa kerja dengan kinerja kader Posyandu balita terhadap pelaksanaan Posyandu.

2. Ada hubungan antara sikap dengan kinerja kader Posyandu balita terhadap pelaksanaan Posyandu.

3. Ada hubungan antara motivasi dengan kinerja kader Posyandu balita terhadap pelaksanaan Posyandu.

Kinerja kader Posyandu Masa kerja

Sikap

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka teori
Gambar 2.2 Kerangka konsep  D.  Hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

Semua utusan tersbut dikirm untuk melakukan diplomasi perdagangan dengan Makassar dan membicarakan mengenai monopoli rempah-rempah di Maluku, namun semua hal

Hasil penelitian dari Tujuan Publikasi Humas Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Survei Deskriptif : Tanggapan Warga RT 06/ RW 01, Kelurahan Kenari, Kecamatan Senen,

Setelah peristiwa tahkim kelompok Ali terpecah menjadi dua bahagian yakni syi’ah pendukung setia Ali serta khawarij yang membangkang Ali karena menerima

Alhamdulillah, penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang

55 Peneliti Pertama bidang Oseanografi Fisika S1 Fisika/Oseanografi/Ilmu dan Teknologi Kelautan/Teknik Kelautan/Ilmu Kelautan 1 Pusat Penelitian Laut Dalam 56

15 Deskripsi Use Case Diagram Sistem Usulan Mengelola Data Pendaftaran Siswa .... 16 Deskripsi Use Case Diagram Sistem Usulan Menginput Pembayaran SPP dan Ujian 47

Hasil ini hampir serupa dengan hasil penelitian Bailey et al (1995) yang menempatkan rasamala dalam indeks nilai guna tertinggi. Berdasarkan kajian lapangan dan wawancara, tentu

Seharusnya kawasan perbatasan Entikong sebagai beranda terdepan negara juga mempunyai fasilitas dan sarana prasarana pendidikan yang memadai termasuk dari