• Tidak ada hasil yang ditemukan

PLASTISITAS MEMICU TIMBULNYA SENSITIVITAS PADA NYERI INFLAMASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PLASTISITAS MEMICU TIMBULNYA SENSITIVITAS PADA NYERI INFLAMASI"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PLASTISITAS MEMICU TIMBULNYA SENSITIVITAS PADA NYERI INFLAMASI

Julia R. Tanjung

*

ABSTRACT

Inflammatory pain manifests as spontaneous pain accompanied by pain hyper-sensitivity. Spontaneous pain is caused by activation of specific receptors on the nociceptor terminal by inflammatory mediators, whereas pain hypersensitiv-ity is due to changes in the early post translation, both in the nociceptor terminal peripheral and in Dorsal Horn neurons, just as changes in the transcription of effector genes in primary sensory neurons. This inflammatory neuroplasticity as a result of a combination of changes in neuronal activity and the presence of specific signal molecules initiating particular signal transduction pathway char-acterized by hyperalgesia and allodynia.

Key words: pain, inflammation, hypersensitivity

TINJAUAN PUSTAKA

*Departemen Fisiologi, Fakultas

Kedokteran Unika Atma Jaya, Jl. Pluit Raya No. 2, Jakarta Utara 14440.

PENDAHULUAN

Fenomena nyeri merupakan manifestasi penyakit-penyakit kronis seperti kanker, arthritis, migraine, her-pes zoster dan trauma jaringan saraf. Selain diderita oleh lebih dari sepertiga populasi dunia, nyeri persisten atau nyeri berulang merupakan alasan utama pasien mencari pengobatan. Meskipun demikian, hingga saat ini terapi tersebut dirasakan tidak hanya kurang adekuat, tetapi juga memiliki banyak efek samping.1

Dalam keadaan normal, nyeri bersifat akut dan pro-tektif, sebagai respon terhadap rangsangan merugi-kan. Akan tetapi, setelah terjadi kerusakan jaringan atau saraf, nyeri menjadi keadaan yang patologis dan kronik disertai peningkatan respon terhadap rang-sangan yang merugikan bahkan menjadi lebih respon-sif terhadap rangsangan yang tidak berbahaya atau merugikan.1

Secara klinis, nyeri yang berhubungan dengan ke-rusakan jaringan perifer atau keadaan inflamasi mau-pun kerusakan pada sistem saraf (nyeri neuropatik) ditandai dengan adanya hiperalgesia (penurunan am-bang nyeri, mengakibatkan intensitas nyeri meningkat dan memanjang terkadang disertai nyeri spontan) dan alodinia (nyeri yang timbul akibat rangsangan yang normalnya tidak menimbulkan nyeri). Keduanya dikategorikan sebagai hipersensitivitas dan plastisitas neural.2

Plastisitas neural mengacu pada perubahan yang timbul pada sistem saraf yang telah ada, berupa per-ubahan pada struktur neuron, hubungan antar neu-ron, perubahan kuantitas dan properti neurotransmiter, reseptor, dan kanal ion yang berakibat pada pening-katan aktifitas fungsional neuron serta menurunkan mekanisme inhibisi tubuh di jalur nyeri.1

Beberapa tahun terakhir, para neurobiologis nyeri telah mengidentifikasi berbagai proses selular dan mole-kular yang memicu hipersensitivitas dan nyeri yang menetap.1 Pengetahuan mengenai mekanisme yang

mendasari nyeri diharapkan memberikan hasil yang signifikan pada perkembangan terapi nyeri yang lebih spesifik di kemudian hari.

DISKUSI

Nyeri

International Association for the Study of Pain mendefi-nisikan nyeri sebagai suatu pengalaman sensorik yang secara normal ditimbulkan hanya melalui aktivasi spe-sifik rangsangan yang merugikan (noxious stimuli) pada ambang nyeri yang tinggi neuron sensoris perifer (nosiseptor) sebagai respon terhadap adanya sesuatu yang membahayakan atau kerusakan jaringan.3,4

Nyeri yang berhubungan dengan adanya bahaya yang potensial mengakibatkan kerusakan dan berperan dalam sistem alarm untuk mengingatkan organisme akan adanya kerusakan jaringan disebut nyeri

(2)

nosi-septif, yang diaktifkan oleh rangsang yang merugikan pada ambang nyeri yang tinggi.3,5,6

Ketika jaringan mengalami kerusakan secara mekanik atau melalui infeksi, iskemia, dan pertumbuhan tu-mor, dilepaskan sejumlah mediator kimia dari sel yang mengalami kerusakan dan inflamasi. Mediator infla-masi ini langsung mengaktifkan nosiseptor yang me-micu nyeri. Selain itu terjadi juga sensitisasi sistem saraf somatosensorik yang merupakan karakteristik nyeri inflamasi.2,3,6

Sedangkan nyeri neuropatik disebabkan oleh kerusak-an atau disfungsi sistem saraf, baik sistem saraf pe-rifer maupun sistem saraf pusat.3-6 Secara klinis, nyeri

inflamasi dan nyeri neuropatik ditandai oleh hiperal-gesia dan alodinia.3,4,5,7

Untuk melindungi diri dari situasi lingkungan yang po-tensial membahayakan dirinya, mahluk hidup memiliki neuron sensorik primer, yang diaktivasi oleh rangsang-an yrangsang-ang dapat menyebabkrangsang-an kerusakrangsang-an jaringrangsang-an drangsang-an hanya berespon terhadap panas, zat-zat kimia dan rangsangan mekanik merugikan, disebut

nosisep-tor.5,7,8 Nosiseptor memiliki karakteristik ambang dan

sensitivitas yang berbeda dibandingkan serat saraf lainnya.8

Nosiseptor nyeri berbentuk ujung saraf bebas di-bedakan menjadi 2 tipe yaitu serat A



dan serat C. Klasifikasi ini berdasarkan ukuran, kecepatan kon-duksi dan ada tidaknya selubung mielin. Serat A

memperantarai nyeri pertama yang cepat, akut, dan tajam. Kecil bermielin diameter berukuran 2–5

m, mengkonduksi potensial aksi dengan cepat 5–30 m/ det.8-10 Serat C memperantarai nyeri kedua yang

lam-bat, menyebar, dan tumpul. Kecil tidak bermielin dengan diameter 0,5–1

m, mengkonduksi potensial aksi de-ngan lambat 0,5–2 m/det. Sebagian besar serat C merupakan nosiseptor polimodal, berespon terhadap rangsangan panas, tekan, dan kimia, sedangkan serat A

berespon terhadap tekanan yang intens.8-10 Nosiseptor ditemukan pada hampir semua

jaringan tubuh mencakup kulit, tulang, otot, organ in-ternal, dan meningen otak, sedang badan selnya ber-ada di segmental akar ganglion dorsalis (Dorsal Root Ganglion, DRG) dan terminalnya bersinaps dengan neuron ordo kedua di tajuk dorsalis medula spinalis (Dorsal Horn, DH).5

Nosiseptor sebagai neuron aferen primer memiliki tiga fungsi utama dalam proses nyeri, yaitu: mendeteksi stimulus membahayakan atau merusak (transduksi), mengirim input sensorik dari terminal perifer ke

me-dula spinalis (konduksi), dan mentransfer input melalui sinaps ke neuron spesifik di lamina DH medula spina-lis (transmisi). Umumnya fungsi tersebut dikategorikan transmisi normal atau mekanisme nyeri nosiseptif. Aktivasi neuron aferen primer berambang tinggi serat A

dan serat C oleh stimulus intens yang tidak me-rusak akan menghasilkan nyeri yang terlokalisasi, tanpa disertai perubahan transkripsional maupun pascatranslasi. Transmisi normal ini adalah peristiwa sensitivitas basal nosiseptor. Jika input serat C ber-hasil menginduksi perubahan pascatranslasi, maka akan terjadi sensitisasi perifer atau sentral.4,11

Empat tahap proses sensorik pada sistem somatosensorik menginduksi timbulnya hipersensitivitas

Tahap pertama adalah keadaan normal atau fisiologis (nyeri nosiseptif), di mana nyeri hanya disebabkan oleh rangsangan intensitas tinggi pada serat A

dan serat C. Tahap kedua (modulasi post translasi di DH) adalah aktivasi serat C yang menyebabkan intensitas dan du-rasi yang memungkinkan untuk menginduksi perubah-an cepat pascatrperubah-anslasi di reseptor membrperubah-an DH, ber-akibat sensitisasi sentral dan mengubah sensitivitas basal sehingga rangsangan intensitas rendah sekalipun dapat menimbulkan nyeri. Tahap ketiga (ak-tivitas modulasi transkripsi di DRG dan DH) terjadi beberapa jam setelah rangasangan yang semakin kuat pada serat C menginduksi perubahan aktivitas transkripsi di DRG dan DH sehingga terjadi pening-katan respon terhadap input yang menginduksi sensiti-sasi sentral. Tahap keempat (inflamasi) adalah keada-an ykeada-ang terjadi saat inflamasi perifer, di mkeada-ana terjadi kombinasi aktivitas dan molekul signal yang memper-antarai pascatranslasi dan perubahan transkripsi di DH mengakibatkan perubahan sistem fundamental sehingga terjadi: (1) penurunan sensitivitas transduksi terminal perifer (sensitisasi perifer); (2) peningkatan rangsangan di neuron DH (sensitisasi sentral), (3) perubahan fenotip neuron sensorik, serat A

intensitas rendah dapat memicu sensitisasi sentral.

Tahap pertama: nyeri nosiseptif (transmisi normal)

Aktivasi neuron aferen primer berambang tinggi serat A



dan serat C oleh stimulus intens yang tidak me-rusak, berakibat dalam waktu singkat nyeri yang ter-lokalisasi, tanpa disertai perubahan transkripsional maupun pascatranslasi. Transduksi nosiseptif perifer meliputi deteksi rangsang panas atau dingan, rang-sang mekanik yang intens juga rangrang-sang kimia. Sensi-tivitas ini dimediasi oleh beragam reseptor spesifik, seperti kanal ion sensitif panas, reseptor vaniloid

(3)

(Transient Receptor Potencial Vaniloid 1, TRPV 1/ VR1), kanal ion sensitif proton, Acid Sensing Ionic Channel (ASIC) dan Dorsal Root Acid Sensing Ionic Channel (DRASIC), serta aneka reseptor yang sensitif terhadap stimulus kimia spesifik (histamin, bradikinin, purin, dan serotonin). Komponen kimiawi nosisepsi hanya timbul pada paparan terhadap iritan kimia eks-ternal yang tidak merusak seperti tumbuhan atau sengatan serangga.2,3

Proses konduksi dimediasi oleh kanal Na bergerbang voltase (Voltage-gated sodium channels) yang ber-tanggung jawab pada fase terbangkitnya potensial aksi dan berperan dalam menentukan eksitabilitas neu-ron sensorik bersama dengan kanal Kalium serta menghantarkan potensial aksi ke korda spinalis.4,8

Transmisi sinaps serat C dimediasi terutama oleh glu-tamat yang bekerja pada reseptor AMPA (

-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid) di neu-ron DH, menghasilkan potensial eksitatorik postsinaps yang cepat (fast excitatory postsynaptic potentials, EPSPs).2,4,11 Transfer input sinaptik dari nosiseptor ke

lamina spesifik di DH yang secara topografi terorga-nisasi dengan baik, kemudian mengaktivasi neuron ordo kedua, diikuti aktivasi pusat otak yang spesifik hingga dirasakan sensasi nyeri akut sama seperti respon emosional, kognitif, dan otonom.4

Jika intensitas stimulus cukup tinggi, dilepaskanlah neuropeptida terutama substance P (SP) dari inti vesi-kel yang akan mengaktivasi reseptor NK1 (Neuroki-nin1), menghasilkan respon postsinaps yang lebih be-sar sebagai gambaran adanya input yang bebe-sar.4 Tahap kedua: modulasi post translasi di DH

Neuron sensorik dapat mengalami perubahan struktur, fungsi dan kimia sebagai respon terhadap perubahan lingkungannya, memodifikasi transduksi, konduksi, dan transmisinya dari peran spesifik memperantarai transmisi nosiseptif normal ke kondisi baru yang berkontribusi pada perubahan sensibilitas yang disebut juga plastisitas neural pada nyeri.2,8 Aktivasi

serat C berakibat pada perubahan sensitivitas basal, input dari ambang yang rendah seperti serat A

(nor-malnya tidak menimbulkan nyeri) mulai menimbulkan nyeri (alodinia) sedang input yang merugikan memicu respon nyeri yang lebih hebat (hiperal-gesia).4,8

Input serat C yang berlanjut hingga 10 det, dapat menginisiasi perubahan yang sangat cepat pada eksitabilitas membran yang bermanifestasi sebagai peningkatan eksitabilitas progresif selama adanya stimulus. Stimulasi berulang pada serat C

meng-aktifkan reseptor glutamat lain, NMDA, hingga terjadi pelepasan sumbatan Mg2+ dari reseptor sehingga

glutamat dapat mengaktivasi dan menimbulkan depolarisasi pada membran sel, akhirnya meningkat-kan potensial aksi, dan perubahan post stimulus yang dapat berlanjut hingga beberapa jam (sensitisasi sentral).2,4,7,11

Pelepasan transmiter presinaps yaitu glutamat, SP, dan BDNF (Brain-derived neurotrophic factor) ber-akibat pada perubahan jalur transduksi signal di neu-ron DH akibat dari aktivasi kanal ion bergerbang ligan (glutamat pada reseptor NMDA), reseptor meta-botropik (glutamat pada reseptor mGlu (mGluR) dan SP pada reseptor NK1), dan reseptor tirosin kinase (BDNF pada TrkB).2,4,7,12,13

Aktivasi berbagai reseptor ini berakibat peningkatan Ca intraselular baik melalui masuknya Ca maupun pelepasan Ca dari penyimpanan intraselular, yang akan mengaktivasi enzim Protein Kinase C (PKC), Calcium Calmodulin Kinase, Protein Kinase A (PKA), dan tirosin kinase (melalui reseptor TrkB).2,4,7,14

Jalur-jalur tersebut bertemu di satu titik, menyebar secara kompleks dan saling berhubungan. Target dari kinase yang berbeda ini adalah fosforilasi reseptor membran/ kanal ion NMDA dan AMPA. Modifikasi post translasi ini berakibat perubahan drastis kanal reseptor NMDA dan penurunan ambang reseptor ini. Perubahan ter-sebut meningkatkan respon sinaps melepaskan glu-tamat, peningkatan kekuatan sinaps, dan memungkin-kan input subambang sebelumnya memicu potensial aksi.2,4,7

Tahap ketiga: aktivitas modulasi transkripsi di DRG dan DH

Input serat C selain menimbulkan sensitisasi sentral yang timbul dalam hitungan detik melalui aktivasi di neuron DH, juga menimbulkan perubahan aktivitas transkripsi di DRG dan neuron DH yang memerlukan waktu beberapa jam untuk bermanifestasi. Perubahan ini sebagai akibat peningkatan masuknya Ca melalui kanal Ca bergerbang voltage di DRG dan akibat peningkatan aktivitas elektrik. Banyaknya Ca intra-selular menyebabkan fosforilasi dan mengaktivasi faktor transkripsi yaitu CREB (cAMP Responsive El-ement-Binding Protein).3,4,7

Faktor transkripsi CREB berperan penting pada plastisitas neuron yang menetap baik di hipokampus dan di neuron DH dan ini diperlukan guna pembentuk-an memori jpembentuk-angka ppembentuk-anjpembentuk-ang dpembentuk-an nyeri ypembentuk-ang menetap. Stimulasi yang merugikan menginduksi fosforilasi

(4)

cepat CREB di neuron DH. Fosforilasi CREB yang menetap juga terlihat pada medula spinalis setelah terjadi inflamasi dan kerusakan saraf. CREB mem-pertahankan sensitisasi sentral melalui induksi transkripsi gen yang berespon awal dan cepat (c-fos dan Cox-2) dan gen yang berespon kemudian (NK1,TrkB). Gen-gen ini diinduksi di DH setelah ada-nya stimulasi intens yang merugikan, inflamasi dan kerusakan saraf, di mana gen-gen tersebut mengan-dung CREB binding sites (CRE) pada regio promoternya.3,7,15

Peningkatan sejumlah neuromodulator di serat C berkombinasi dengan peningkatan reseptor berafinitas tinggi di DH, berakibat yang disebut sebagai sistem potensiasi. Sistem potensiasi terjadi ketika rangsang yang sama diaplikasikan untuk kedua kalinya be-berapa saat setelah rangsang pertama, akan meng-hasilkan respon yang lebih besar, karena rangsangan pertama telah merubah sistem setelah onset yang lambat dengan periode yang panjang,4

Tahap keempat: perubahan akibat inflamasi di DRG dan neuron DH

Inflamasi atau peradangan berhubungan dengan ke-rusakan jaringan yang berakibat kebocoran isi intra-selular ke cairan ekstraintra-selular, keterlibatan sel-sel in-flamasi dan dilepaskannya agen-agen neuroaktif oleh sel yang mengalami inflamasi diantaranya ion-ion (K+ dan H+), amina (Histamin), kinin (bradikinin),

pros-tanoid (PGE2), sitokin (IL-1, TNF-

), dan faktor per-tumbuhan (NGF).4,7,9,12

Soma dan akson neuron sensorik primer memiliki reseptor untuk mediator inflamasi ini dan aktivitas re-septor memicu aktivasi berbagai jalur signal intra-selular, meningkatkan sensitivitas dan eksitabilitas nosiseptor. Sensitisasi pada sistem saraf perifer ini disebut sensitisasi perifer. Beberapa kanal ion penting untuk pembentukan sensitisasi perifer. Regulasi post-translasi kanal-kanal ini dapat timbul dalam beberapa menit melalui fosforilasi. Meskipun demikian regulasi transkripsi kanal-kanal ini membutuhkan waktu beberapa jam untuk bermanifestasi menjadi sensitisasi perifer yang persisten.7 Selain itu terjadi

juga sensitisasi sentral akibat aktivitas serat C di neu-ron DH. Sensitisasi perifer dan sentral ini mengubah sensitivitas basal terhadap rangsangan yang me-rugikan dan rangsangan normal yang tidak merugi-kan.4

Selanjutnya terjadi perubahan transkripsi di DRG dan neuron DH yang disebabkan oleh kombinasi yang

kompleks dari aktivitas dan transport retrogad molekul signal spesifik yang diproduksi sebagai akibat inflamasi. Perubahan ini berakibat pada sistem poten-siasi nosiseptif dan perubahan fenotip serat A

.3,4

Perubahan post translasi pada nyeri inflamasi Pada keadaan normal, nosiseptor akan teraktivasi pada ambang yang tinggi, tetapi akibat adanya inflamasi atau setelah perulangan rangasangan yang merugikan, terjadi penurunan ambang perifer termi-nal sehingga rangsangan intensitas lemah sekalipun dapat menginisiasi aktivitas di nosiseptor. Sensitisasi perifer ini dapat dideteksi dalam periode singkat yang berakibat pada perubahan transduksi reseptor molekul atau di kanal Na terminal. Berbagai macam mediator inflamasi seperti PGE2, TNF-a, bradikinin, dan NGF menstimulasi reseptor yang sesuai di akson terminal atau di badan sel neuron sensorik primer, berakibat peningkatan sensitivitas TRPV1. NGF juga secara cepat meningkatkan ekspresi membran dari TRPV1. Sebagai konsekuensi dari semua regulasi tersebut, terjadi penurunan ambang aktivasi TRPV1 sehingga suhu yang rendah sekalipun (suhu tubuh, 370C) dapat mengaktivasi reseptor. Hiperaktivitas dari

TRPV1 menyebabkan peningkatan sensitivitas neu-ron sensorik primer pada terminal perifer, akson, dan badan sel yang disebut sensitisasi perifer.16-18

Aktivitas serat C pada saat atau selama inflamasi juga menginisiasi sensitisasi sentral. Input serat C ber-akibat pada reseptor NMDA, dimana responnya me-ningkat terhadap rangsangan yang lemah dan ber-intensitas tinggi menghasilkan alodinia taktil dan hiperalgesia sekunder.4

Perubahan transkripsi pada nyeri inflamasi Selain perubahan post translasi, perubahan pada eks-presi molekul efektor di DRG dan DH sebagai gam-baran inflamasi juga dapat diinisiasi melalui dua cara, yakni (1) sebagai akibat atau aktivasi faktor transkripsi CREB baik di DRG dan neuron DH; dan (2) perubahan transkripsi yang terjadi setelah inflamasi melalui mo-lekul signal spesifik yang dihasilkan oleh jaringan infla-masi yang akan berikatan dengan reseptor pada nosi-septor sensorik terminal.4,7,18

Setelah jaringan mengalami inflamasi, dilepaskanlah NGF, yang juga diproduksi oleh sel Schwann setelah kerusakan saraf perifer. NGF akan diambil oleh akson saraf perifer terminal yang intak dan ditransport secara retrograd ke badan sel di DRG. Di badan sel, NGF akan mengaktivasi p38, menyebabkan peningkatan ekspresi TRPV1 dan gen-gen nosiseptif lain seperti

(5)

BDNF dan SP. Selanjutnya peningkatan TRPV1 di-transport secara anterograd ke terminal perifer me-nimbulkan sensitisasi perifer yang persisten (hiper-algesia panas).7,18

Selain itu signal dari NGF juga mengaktivasi faktor transkripsi CREB, berakibat peningkatan transkripsi berbagai gen di DH seperti Myc, Elk-1, Fos, c-Jun, NK-1, dan TrkB. Aktivasi persisten gen-gen terse-but mempertahankan eksitabilitas yang tinggi dan res-pon sinaps sehingga mendukung sensitisasi sentral dan nyeri yang menetap.4,7,18

Salah satu akibat perubahan transkripsi di neuron DRG setelah inflamasi adalah neuron Ab yang berambang rendah memperoleh fenotip kimiawi tipikal serat C. Sebagai contoh neuropeptida SP yang nor-malnya ditemukan hanya di TrkA, yang diekspresikan serat C dan sangat sedikit diekspresikan serat Ab. Setelah inflamasi akibat aktivasi NGF terdapat pe-ningkatan ekspresi SP di serat C selain itu juga ditemu-kan ekspresi baru neuropeptida ini di serat Ab. Ekspresi baru ini bersama dengan induksi inflamasi meningkatkan reseptor NK1 di DH, yang berakibat tidak hanya pada sistem potensiasi tapi juga terjadi perubahan pada stimulus spesifik yang dapat memicu sensitisasi sentral. Rangsangan yang menginduksi hipersensitivitas dapat dimediasi oleh input Ab inten-sitas rendah yang bermanifestasi sebagai hipersen-sitivitas taktil yang progresif, stimulasi mekanik inten-sitas rendah (sentuhan ringan) pada kulit yang me-radang menimbulkan peningkatan progresif eksitabili-tas neuron spinal, yang tidak akan timbul pada situasi yang normal.3,4

KESIMPULAN

Nyeri inflamasi bermanifestasi sebagai nyeri spontan ditandai hiperalgesia dan alodinia yang merupakan bentuk ekspresi plastisitas neural. Neuroplastisitas inflamasi ini akibat kombinasi perubahan aktivitas di neuron karena adanya molekul signal spesifik yang menginisiasi jalur transduksi signal tertentu, fosforilasi membran protein sehingga merubah fungsinya, akti-vasi faktor transkripsi, dan perubahan ekspresi gen.

DAFTAR PUSTAKA

1. Stucky Cheryl L, Gold Michael S, Zhang Xu. Mecha-nisms of pain. Proc Natl Acad Sci USA. 2001;98:11845-6. Available from:URL: http:// www.pnas.org/cgi/doi/10.1073/pnas.211373398. 2. Woolf CJ, Salter MW. Neuronal plasticity: Increasing

the gain in pain. Science. 2000; 288:1765-8.

3. Scholtz J, Woolf CJ. Can we conquer pain? Nature Neuroscience Supplement. 2002;5:1062-7.

4. Woolf CJ, Costigan M. Transcriptional and posttrans-lational plasticity and the generation of inflammatory pain. Proc Natl Acad Sci USA. 1999;96:7723-30. 5. Wilkinson PR. Neurophysiology of pain: mechanism

of pain in the peripheral nervous system. CPD Ana-esthesia. 2003;3(3):103-8.

6. Costigan M, Scholz J, Woolf CJ. Neuropathic pain: a maladaptive response of the nervous system to dam-age. Annu Rev of Neurosci. 2009;32:1-32.

7. Ji RR, Kawasaki Y. Pain and plasticity. New encyclope-dia of neuroscience 2008. Elsevier Ltd.

8. Julius D, Basbaum AI. Molecular mechanisms of nociception. Nature. 2001;13:203-9.

9. Silverthorn DU. Human Physiology: an integrated ap-proach. 3rd Ed. San Francisco: Benyamin Cumming;2004. p 183-4, p 333-5.

10. Bear MF, Connors BW, Paradiso MA. Neuroscience exploring the brain. 2nd Ed. Maryland: Lippincott Wil-liams & Wilkins;2001. p 421-32.

11. Kidd BL, Urban LA. Mechanisms of inflammatory pain. British Journal of Anaesthesia. 2001;87(1):3-11. 12. Ikeda H, Heinke B, Ruscheweyh R, Sandkuhler J.

Syn-aptic plasticity in spinal lamina I projection neuron that mediate hyperalgesia. Science. 2003;299:1237-40. 13. Pezet S, McMahon SB. Neurotrophins: Mediators and

modulators of pain. Ann Rev of Neuroscience. 2006;29:507-38.

14. Fields RD, Eshete F, Stevens B, Itoh K. Action poten-tial-dependent regulation of gene expression: Tem-poral specificity in Ca2+, cAMP-responsive element binding proteins, and mitogen-activated protein kinase signaling. The Journal of Neuroscience. 1997;17(19):7252-66.

15. Ji RR, Baba H, Brenner G, Woolf CJ. Nociceptive-spesific activation of ERK in spinal neurons contrib-utes to pain hypersensitivity. Nature Neuroscience. 1999;2:1114-9.

16. Ji RR, Kohno T, Moore KA, Woolf CJ. Central sensiti-zation and LTP: Do pain and memory share similar mechanisms? Trends in Neuroscience. 2003;26:696-705.

17. Sandkuhler J. Understanding LTP in pain pathways. Molecular Pain. 2007;3:1-9.

18. Ji RR, Samad TA, Jin SX, Schmoll R, et.al. MAPK activation by NGF in primary sensory neurons after inflammation increases TRPV1 levels and maintains heat hyperalgesia. Neuron. 2002;36:57-68.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji regresi logistik terhadap variabel independen yang memiliki p value < 0,25, menunjukan dua variabel yang berhubungan dengan perilaku pemakaian kondom pada hubungan

Subjek kelompok sedang SS-20 termasuk kategori sangat baik dalam memahami masalah, penulis tidak menemukan kesalahan dalam tahap ini.. Subjek kelompok tinggi ST-16

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Willi Yunantias, menyatakan bahwa skripsi dengan judul : ANALISIS PENGARUH KUALITAS LAYANAN DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP MINAT

Ekspresi marah dapat dilihat dari bentuk alis yang menukik kearah tengah (bawah) di antara dua mata lalu mulut dapat tertutup datar dengan sudut bibir sedikit ditarik

4) Sekretaris Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 5) Sekretaris Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur 6) Sekretaris Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur 7) Sekretaris Dinas

26 Dalam hal penjualan kembali Unit Penyertaan REKSA DANA BNP PARIBAS OMEGA dilakukan oleh Pemegang Unit Penyertaan melalui media elektronik, maka Formulir Penjualan Kembali

Berdasarkan Gambar 2 konstruksi pohon filogeni ini didapatkan sekuen Tanaman Pala dari Tahuna menunjukan bahwa pala yang terdapat di Tahuna masih belum bisa

dikelurahan Rumoong Bawah belum dapat menunjukkan perannya sebagai lembaga yang menjadi mitra pemerintah kelurahan dalam proses pelaksananaan pembangunan kelurahan. Peran