• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGELOLAAN KASUS A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar Oksigenasi a. Defenisi dan Manfaat - Asuhan Keperawatan pada Tn.J dengan Gangguan Kebutuhan Dasar Oksigenasi di RSUP Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PENGELOLAAN KASUS A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar Oksigenasi a. Defenisi dan Manfaat - Asuhan Keperawatan pada Tn.J dengan Gangguan Kebutuhan Dasar Oksigenasi di RSUP Haji Adam Malik Medan"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGELOLAAN KASUS

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar Oksigenasi

a. Defenisi dan Manfaat

Oksigen merupakan kebutuhan fisiologis yang paling penting. Tubuh

tergantung pada oksigen dari waktu ke waktu untuk bertahan hidup. Beberapa

jaringan, seperti otot skelet, dapat bertahan beberapa waktu tanpa oksigen melalui

metabolisme anaerob, sebuah proses dimana jaringan ini menyediakan energi

mereka sendiri tanpa adanya oksigen. Jaringan yang melakukan hanya

metabolisme aerob, prosesnya membentuk energi dengan adanya oksigen,

bergantung secara total pada oksigen untuk bertahan hidup (Potter & Perry,

1999).

Kebutuhan tubuh terhadap oksigen merupakan kebutuhan yang sangat

mendasar dan mendesak. Tanpa oksigen dalam waktu tertentu, sel tubuh akan

mengalami kerusakan yang menetap dan menimbulkan kematian. Otak merupakan

organ yang sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen. Otak masih mampu

menoleransi kekurangan oksigen antara tiga sampai lima menit, dapat terjadi

kerusakan sel otak secara permanen(Kozier dan Erb,1998).

Sel tubuh membutuhkan oksigen untuk mempertahankan kelangsungan

metabolisme sel dan menyelamatkan nyawa. Oksigen merupakan suatu komponen

yang sangat penting di dalam memproduksi molekul Adenosin Trifosfat (ATP)

secara normal. ATP adalah sumber bahan bakar untuk sel agar dapat berfungsi

secara optimal. ATP memberikan energi yang diperlukan oleh sel untuk

melakukan keperluan berbagai aktivitas untuk memelihara efektivitas segala

fungsi tubuh (Kozier dan Erb, 1998).

Bila oksigen tersedia di dalam tubuh secara adekuat, maka mitokondria akan

memproduksi ATP. Tanpa oksigen, mitokondria tidak dapat membuat ATP.

Walaupun dalam kondisi kekurangan oksigen akan diproduksi ATP melalui

proses glikolisis di dalam sitosol, akan tetapi ATP yang dihasilkan sebanyak di

dalam mitokondria. Oleh karena tidak adekuatnya oksigen, sel akan kehilangan

(2)

kehilangan fungsinya. Hal tersebut menyebabkan kehidupan seseorang berada

dalam bahaya.

Oksigen dipasok ke dalam tubuh melalui proes pernafasan/respirasi yang

melibatkan sistem pernafasan. Sistem pernafasan terdiri atas serangkaian organ

yang berfungsi melakukan pertukaran gas antara atmosfer dengan flasma melalui

proses ventilasi paru-paru, difusi, transportasi oksigen, dan perfusi ke jaringan.

Fungsi ini berlangsung selama kehidupan untuk mempertahankan homeostasis

dengan mengatur penyediaan oksigen, mengatur penggunaan nutrisi, melakukan

eliminasi sisa metabolisme (karbondioksida) (Asmadi,2008).

b. Sistem Tubuh yang Berperan Dalam Kebutuhan Oksigenasi

Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi terdiri atas saluran

pernapasan bagian atas, bagian bawah, dan paru.

Saluran pernapasan bagian atas

Saluran pernapasan bagian atas berfungsi menyaring, menghangatkan, dan

melembabkan udara yang terhirup. Saluran pernapasan ini terdiri dari:

1) Hidung. Hidung terdiri atas nares anterior ( saluran dalam lubang hidung) yang memuat kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu yang kasar dan

bermuara ke rongga hidung dan rongga hidung yang dilapisi oleh selaput

lendir yang mengandung pembuluh darah. Proses oksigenasi diawali

dengan penyaringan udara yang masuk melalui hidung oleh bulu yang ada

dalam vestibulum (bagian rongga hidung), kemudian dihangatkan serta

dilembabkan.

2) Faring. Faring merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang dari dasar tengkorak sampai esofagus yang terletak di belakang nasofaring (di

belakang hidung), di belakang mulut (orofaring), dan di belakang laring

(laringofaring).

3) Laring ( Tenggorokan). Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas bagian dari tulang rawan yang diikat bersama

ligamen dan membran, terdiri atas dua lamina yang bersambung di garis

tengah.

(3)

Saluran Pernapasan Bagian Bawah

Saluran pernapasan bagian bawah berfungsi mengalirkan udara dan

memproduksi surfaktan. Saluran ini terdiri atas:

1) Trakea. Trakea atau disebut sebagai batang tenggorok, memiliki panjang kurang lebih sembilan sentimeter yang dimulai dari laring sampai kira-kira

ketinggian vertebra torakalis kelima. Trakea tersusun atas enam belas

sampai dua puluh lingkaran tidak lengkap berupa cincin, dilapisi selaput

lendir yang terdiri atas epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu

atau benda asing.

2) Bronkus. Bronkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakea yang terdiri atas dua percabangan kanan dan kiri. Bagian kanan

lebih pendek dan lebar daripada bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas,

tengah, dan bawah, sedangkan bronkus kiri lebih panjang dari bagian

kanan yang berjalan dari lobus atas dan bawah.

3) Bronkiolus. Bronkiolus merupakan saluran percabangan setelah bronkus,

Paru

Paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Paru terletak

dalam rongga torak setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma.

Paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura parietalis dan

pleura viseralis, serta dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan

surfaktan.

Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas dua bagian, yaitu paru

kanan dan kiri. Pada bagian tengah organ ini terdapat organ jantung

beserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut, dengan bagian puncak

disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis, berpori, serta

berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida.

( A. Aziz Alimul H, 2006)

c. Jenis Pernapasan

Pernapasan terbagi atas dua jenis yaitu:

1) Pernapasan Dalam ( Internal), yaitu pertukaran gas antara sel-sel dan

(4)

metabolisme intraseluler yang terjadi di mitokondria, meliputi konsumsi

O2 dan CO2 selama pengambilan energi dari molekul-molekul nutrien.

Oksigen digunakan untuk ”membakar” glukosa agar dapat menghasilkan

energi kimia dalam bentuk molekul. Dalam reaksi ini, glukosa diambil dan

energi yang dihasilkan dalam bentuk adenosin trifosfat ( ATP).

Produk akhir dari pernapasan internal adalah karbondioksida dan air.

Karbondioksida adalah produk akhir yang berbahaya dan harus

dikeluarkan dari tubuh. Karbondioksida tersebut dialirkan kedalam darah

dan meuju paru-paru untuk dikeluarkan melalui proses ekshalasi. Proses

selanjutnya adalah karbondioksida bereaksi dengan air untuk membentuk

asam karbonat yang akan menurunkan derajat keasaman darah jika tidak

dikeluarkan dari tubuh. Rumus persamaan dari pernapasan internal :

Glukosa + Oksigen → Energi (ATP) + CO2 + H2O

Sistem pernapasan manusia membawa oksigen kedalam tubuh lalu dibantu

oleh sistem sirkulasi oksigen diangkut menuju sel tubuh dimana reaksi

energi akan berlangsung.

2) Pernapasan Luar ( Eksternal), yaitu absorbsi O2 dan pembuangan CO2 dari

tubuh secara keseluruhan dengan lingkungan luar, dengan urutan sebagai

berikut:

a. Pertukaran udara luar kedalam alveoli dengan aksi mekanik

pernapasan, melalui proses ventilasi.

b. Pertukaran O2 dan CO2, udara alveolar –darah dalam pembuluh kapiler

paru-paru melalui proses difusi.

c. Pengangkutan (transportasi) O2 dan CO2 oleh sistem peredaran darah

dari paru-paru kejaringan dan sebaliknya.

d. Pertukaran O2 dan CO2 darah dalam pembuluh kapiler jaringan dengan

sel-sel jaringan melalui proses difusi dan masuk ke dalam pernapasan

(5)

d. Fisiologi pernafasan

Proses Respirasi

Proses respirasi dapat dibagi menjadi empat proses peristiwa fungsional utama

yaitu ventilasi paru-paru, difusi oksigen dan karbondioksida di antara alveolus

dan darah, transport oksigen dan karbondioksida di dalam darah dan cairan tubuh

ke dan dari sel, serta pengaturan (regulasi) pernafasan oleh mekanisme kontrol

tubuh berkenaan dengan frekuensi, irama, dan kedalaman pernafasan

(Asmadi,2008).

i. Ventilasi Paru-paru

Ventilasi paru-paru merupakan peristiwa masuk dan keluarnya udara

pernafasan antara atmosfer dan paru-paru. Proses ventilasi ini melibatkan

beberapa organ tubuh yang sangat penting dalam pernafasan. Organ tersebut

adalah hidung, faring, laring, trachea, bronchus, bronkiolus, alveolus, dan

paru(Asmadi,2008).

Udara yang masuk dari atmosfer kedalam rongga hidung mengalami tiga

proses penting yaitu menyaring (filtrasi), menghangatkan (heating), dan

melembabkan (humidifikasi). Pada proses filtrasi partikel-partikel yang ada

dalam udara pernafasan akan disaring oleh silia khususnya partikel-partikel

yang berdiameter >2 mm. Proses heating terhadap udara pernafasan dilakukan

oleh pembuluh darah yang ada di lapisan mukosa hidung. Humidifikasi udara

pernafasan dilakukan oleh mukosan hidung terhadap udara yang kering dengan

tujuan agar tidak mengiritasi saluran pernafasan(Asmadi,2008).

Setelah melewati cavum nasal (rongga hidung) kemudian udara menuju ke

faring. Faring merupakan saluran penghubung ke saluran pernafasan dan saluran

pencernaan. Faring terbagi kedalam tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan

laringofaring. Setelah melewati faring, udara selanjutnya menuju ke laring yang

berada diatas trachea. Pada laring terdapat kotak suara yang mengandung pita

suara. Di antara pita suara tersebut terdapat ruang berbentuk segitiga dengan

nama glotis yang bermuara ke dalam trachea. Pada waktu menelan, laring akan

bergerak keatas, glotis menutup dan epiglotis yang berbentuk seperti daun,

mempunyai gerak seperti pintu juga menutup. proses tersebut menyebabkan

(6)

glotis, maka laring akan mengeluarkan benda asing tersebut dari saluran

pencernaan dengan membatukanya. Selanjutnya udara melewati trachea yang

berada di depan esophagus. Trachea ini bercabang menjadi bronkus kanan dan

bronkus kiri, tempat percabangnya disebut karina. Karina banyak mengandung

saraf serta dapat menimbulkan bronkospasme hebat dan batuk bila saraf tersebut

terangsang (Asmadi,2008).

Bronkus-bronkus tersebut bercabang lagi menjadi segmen lobus, kemudian

menjadi bronkiolus. Pada bronkus kanan terdiri atas tiga bronkiolus sedangkan

bronkus kiri hanya dua bronkiolus. Percabangan ini terus-menerus sampai pada

cabang terkecil yang dinamakan bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis

merupakan cabang saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveolus. Di

luar bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional

paru-paru. Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveoli, dan sakus

alveoli terninalis. Duktus alveoli menyerupai buah anggur dan merupakan

cabang dari bronkiolus respiratorius. sakus alveolus mengandung alveolus yang

merupakan unit fungsional paru sebagai tempat pertukaran gas. Antara alveolus

satu dengan yang lain dipisahkan oleh dinding tipis atau septa. Pada septa

terdapat lubang-lubang kecil yang disebut pori-pori kohn (Asmadi,2008).

Setiap paru-paru terdapat sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan

total seluas sebuah lapangan tenis. Paru-paru merupakan jaringan elastic yang

dibungkus oleh pleura yang terdiri atas pleura visceral yang langsung

membungkus/melapisi paru-paru, dan pleura parietal pada bagian luarnya

(melapisi rongga toraks). Di antara pleura visceral dan pleura parietal terdapat

ruang (rongga pleura) yang berisi cairan pleura. Rongga tersebut berguna untuk

memudahkan pergerakan paru selama fase respirasi(Asmadi,2008).

Suplai darah ke paru-paru melalui udara melalui dua arteri yaitu arteri

pulmonalis dan arteri bronkhiolis. Arteri pulmonalis yang berasal dari ventrikel

kanan, bercabang-cabang sehingga membentuk jalinan kapiler paru-paru

mengitari dan menutupi alveolus. Pada jalinan kapiler paru terjadi kontak

pertukaran gas antara alveolus yang kaya oksigen dengan darah yang kaya

karbondioksida. Darah yang teroksigenasi kemudian dikembalikan melalui vena

(7)

aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronchus. Arteri ini

mensuplai darah untuk kebutuhan metabolisme paru. Hasil metabolisme dibawa

oleh vena bronkialis ke atrium kanan melalui vena superior(Asmadi,2008).

Efektivitas mekanisme ventilasi paru-paru dipengaruhi oleh beberapa faktor

antara lain : konsentrasi oksigen atmosfer, kondisi jalan nafas, kemampuan

compliance dan recoil paru, serta pengaturan pernafasan(Asmadi,2008).

ii. Difusi oksigen dan karbondioksida di antara Alveolus dan Darah

Menurut buku Asmadi 2008 disebutkan Kecepatan difusi tersebut ditentukan

oleh beberapa faktor diantaranya:

1. Ketebalan membran

Semakin tebal membrane alveolus, maka proses difusi semakin sulit.

Tebalnya membran alveolus misalnya oleh karena edema paru. Akibatnya

gas-gas pernafasan harus berdifusi tidak hanya melalui membran alveolus,

melainkan melalui cairan tersebut.

2. Luas permukaan membran alveolus

Penurunan luas permukaan paru-paru akan mengakibatkan kemampuan

paru-paru untuk berdifusi pun menurun. Hal tersebut berarti semakin luas

permukaan membran alveolus maka akan semakin banyak gas-gas pernafasan

yang berdifusi dan begitu pula sebaliknya. Penurunan luas permukaan paru

akan mengganggu pertukaran gas pernapasan.

3. Perbedaan tekanan antara kedua sisi membran

Merupakan perbedaan tekanan parsial gas dalam alveolus dan tekanan gas

dalam darah. Bila tekanan gas dalam alveolus lebih besar daripada tekanan

gas dalam darah, maka terjadi difusi di alveolus ke dalam darah dan begitu

sebaliknya. Tekanan gas yang tinggi dalam alveolus adalah tekanan

karbondioksida. Hal tersebut akan mengakibatkan oksigen berdifusi ke

kapiler darah dan karbondioksida berdifusi ke alveolus.

iii. Transpor Oksigen dan Karbondioksida di dalam Darah dan Cairan Tubuh Menuju dan dari Sel

Apabila oksigen telah berdifusi dari alveolus ke dalam darah paru, maka

oksigen ditranspor dalam bentuk gabungan dengan hemoglobin (HbO2) ke

(8)

sel, oksigen bereaksi dengan berbagai bahan makanan( reaksi metabolisme)

dan menghasilkan karbondioksida. Karbondioksida selanjutnya masuk ke

dalam kapiler jaringan dan di transpor kembali ke paru-paru. Selanjutnya di

buang melalui nafas(Asmadi,2008).

Dengan demikian pengangkutan/transport oksigen dilakukan oleh

hemoglobin (Hb) di mana 1 gr Hb dapat mengangkut 1,4L oksigen. Hal ini

terjadi oleh karena hemoglobin mempunyai daya afinitas terhadap oksigen.

Daya afinitas Hb terhadap oksigen ini dapat tinggi dapat pula rendah yang

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Yaitu:

a. pH darah

b. Kadar CO2 darah

c. Kadar 2,3 difosfogliserat ( 2,3 DPG)

d. Temperatur tubuh

iv. Pengaturan Pernafasan

Ada tiga pusat pengendali pernafasan normal yaitu:

a. Pusat respirasi

Terletak pada formatio retikularis medulla oblongata sebelah kaudal. Pusat

respirasi ini terdiri atas pusat inspirasi dan pusat ekspirasi.

b. Pusat apneustik

Terletak pada pons bagian bawah. Mempunyai pengaruh tonik terhadap

pusat inspirasi. Pusat apneustik ini dihambat oleh pusat pneumotaksis dan

impuls aferen vagus dari reseptor paru-paru. Bila pengaruh pneuomotaksis

dan vagus hilang maka terjadi apneustik.

c. Pusat pneumotaksis

Terletak pada pons bagian atas. Bersama-sama vagus menghambat pusat

apneustik secara periodic. Pada hiperpnea, pusat pneumotaksis ini

merangsang pusat respirasi.

Pengaturan aktivitas pernafasan diatur secara kimia dan secara nonkimia.

Secara kimia, pengaturan dipengaruhi oleh penurunan tekanan oksigen darah

arteri dan peningkatan tekanan CO2 atau konsentrasi hydrogen darah arteri.

Kondisi tersebut akan meningkatkan tingkat aktivitas pusat respirasi. Perubahan

(9)

respirasi. Secara nonkimia, pengaturan aktivitas pernafasan dipengaruhi oleh

ransangan sakit dan emosi. Pengaturan pernafasan secara nonkimia lainnya adalah

suhu tubuh dan aktivitas fisik. Peningkatan suhu tubuh dapat menyebabkan

pernafasan menjadi cepat dan dangkal. Begitu pula dengan orang yag melakukan

aktivitas fisik, misalnya olahraga, juga menyebabkan nafas menjadi

cepat(Asmadi,2008).

e. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen

Kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak tetap. Sewaktu-waktu tubuh

memerlukan oksigen yang banyak oleh karena suatu sebab. Kebutuhan oksigen

dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:

Saraf Otonomik

Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonomik dapat

mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan kontriksi, hal ini dapat terlihat

simpatis maupun parasimpatis. Ketika terjadi rangsangan, ujung saraf dapat

mengeluarkan neurotransmiter ( untuk simpatis dapat mengeluarkan nonadrenalin

yang berpengaruh pada bronkodilatasi dan untuk parasimpatis mengeluarkan

asetilkolin yang berpengaruh pada bronkhokontriksi) karena pada saluran

pernapasan terdapat reseptor adregenik dan reseptor kolinergik.

Hormon dan Obat

Semua hormon termasuk derivat catecholamine dapat melebarkan saluran

pernapasan. Obat yang tergolong parasimpatis, seperti sulfas atropin dan ekstrak

belladona, dapat melebarkan saluran napas, sedangkan obat yang menghambat

adregenik tipe beta ( khususnya beta-2), seperti obat yang tergolong penyekat beta

nonselektif, dapat mempersempit saluran napas (bronkhokontriksi).

Alergi pada Saluran Napas

Banyak faktor yang dapat menimbulkan alergi, antara lain debu yang terdapat

dalam hawa pernapasan, bulu binatang, serbung benag sari bunga, kapuk,

makanan, dan lain-lain. Faktor-faktor ini menyebabkan bersin bila terdapat

rangsangan di daerah nasal; batuk bila di saluran pernapasan bagian atas;

bronkhokontriksi pada asa bronkhiale; dan rhinitis bila terdapat di saluran

(10)

Perkembangan

Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan

oksigenasi, karena usia organ dalam tubuh berkembang seiring usia

perkembangan. Hal ini dapat terlihat pada usia prematur, yaitu adanya

kecenderungan kekurangan pembentukan surfaktan. Setelah anak tumbuh dewasa,

kemampuan kematangan organ juga berkembang seiring bertambahnya usia.

Lingkungan

Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi, seperti faktor

alergi, ketinggian tanah, dan suhu. Kondisi tersebut mempengaruhi kemampuan

adaptasi.

Perilaku

Faktor perilaku yang dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi adalah

perilaku dalam mengonsumsi makanan (status nutrisi). Sebagai contoh, obesitas

dapat memengaruhi proses perkembangan paru, aktivitas dapat memengaruhi

proses peningkatan kebutuhan oksigenasi, merokok dapat menyebabkan proses

penyempitan pada pembuluh darah, dan lain-lain.( A. Aziz Alimul H, 2006)

Faktor Fisiologis

Menurunnya kapasitas O2 seperti pada anemia. Menurunnya konsentrasi O2

yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran napas bagian atas. Hipovolemia

sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transpor O2 terganggu.

Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil, luka dan

lain-lain. Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada

kehamilan, obesitas, muskuloskeletal yang abnormal, serta penyakit kronis seperti

TB paru. ( Tarwoto & Wartonah, 2010)

f. Gangguan oksigenasi

Permasalahan dalam hal pemenuhan kebutuhan oksigen tidak terlepas dari

adanya gangguan yang terjadi pada sistem respirasi baik pada anatomi maupun

fisiologis dari organ-organ respirasi. Permasalahn dalam pemenuhan tersebut juga

dapat disebabkan karena adanya gangguan pada sistem tubuh yang lain, misalnya

(11)

Gangguan pada sistem respirasi dapat disebabkan diantaranya oleh karena

peradangan, obstruksi, trauma, kanker, degenerative, dan lain-lain. Gangguan

tersebut akan menyebabkan kebutuhan oksigen dalam tubuh tidak terpenuhi

secara adekuat. Secara garis besar, gangguan-gangguan respirasi dikelompokkan

menjadi tiga yaitu:

i. Gangguan irama / frekuensi pernafasan

1. Ganguan irama pernafasan antara lain:

1.1. Pernafasan cheyno-stokes : siklus amplitudonya mula-mula dangkal,

makin naik kemudian menurun dan berhenti. Terjadi pada klien gagal

jantung kongesti, peningkatan tekanan intrakranial, overdosis obat.

Namun secara fisiologis jenis pernafasan ini terdapat pada ketinggian

12.000-15.000 kaki di atas permukaan laut dan pada bayi saat tidur.

1.2. Pernafasan Biot yaitu pernafasan yang mirip dengan pernafasan

cheyno-stokes, tetapi amplitudonya rata dan disertai apnea. Ditemukan pada

pasien radang selaput otak.

1.3. Pernafasan kussmaul yaitu pernafasan yang jumlah dan kedalamannya

meningkat sering melebihi 20 kali/menit. Ditemukan pada pasien

dengan asidosis metabolik dan gagal ginjal.

2. Gangguan frekuensi pernafasan

2.1.Takipnea/hiperpnea, yaitu frekuensi pernafasan yang jumlahnya

meningkat di atas frekuensi pernafasan normal

2.2.Bradipnea, yaitu kebalikan dari takipnea dimana frekuensi pernafasan

yang jumlahnya menurun di bawah frekuensi pernafasan normal.

ii. Insufisiensi pernafasan

penyebab insufisiensi pernafasan dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama

yaitu:

1. Kondisi yang menyebabkan hipoventilasi alveolus, seperti:

1.1.Kelumpuhan otot pernafasan, misalnya pada poliomyelitis, transeksi

servikal.

1.2.Penyakit yang meningkatkan kerja ventilasi, seperti asma, emfisema,

(12)

2. Kelainan yang menurunkan kapasitas difusi paru:

2.1.Kondisi yang menyebabkan luas permukaan difusi berkurang misalnya

kerusakan jaringan paru, TBC, kanker, dan lain-lain.

2.2.Kondisi yang menyebabkan penebalan membran pernafasan, misalnya

pada edema paru, pneumonia, dan lain-lain.

2.3.Kondisi yang menyebabkan rasio ventilasi dan perfusi yang tidak normal

dalam beberapa bagian paru, misalnya pada thrombosis paru.

3. Kondisi yang menyebabkan terganggunya pengangkutan dari paru-paru ke

jaringan yaitu:

3.1.Anemia dimana berkurangnya jumlah total hemoglobin yang tersedia

untuk transport oksigen.

3.2.Keracunan karbondioksida di mana sebagian besar hemoglobin menjadi

tidak dapat mengangkut oksigen.

3.3.Penurunan aliran darah ke jaringan yang disebabkan oleh karena curah

jantung yang rendah.

iii.Hipoksia

Hipoksia adalah kekurangan oksigen di jaringan. Istilah ini lebih tepat daripada

anoksia. Sebab, jarang tidak ada oksigen sama sekali dalam jaringan, hipoksia

dapat dibagi ke dalam empat kelompok yaitu hipoksemia, hipoksia hipokinetik,

overventilasi hipoksia, dan hipoksia histotoksik(Asmadi,2008).

1. Hipoksemia adalah kekurangan oksigen darah arteri. Terbagi atas dua jenis

yaitu hipoksemia hipotonik (anoksia anoksik) dan hipoksemia isotonic

(anoksia anemk). Hipoksemia hipotonik terjadi dimana tekanan oksigen

darah arteri rendah karena karbondioksida dalam darah tinggi dan

hipoventilasi. Hipoksemia isotonik terjadi dimana oksigen normal, tetapi

jumlah oksigen yang dapat diikat hemoglobin sedikit. Hal ini terdapat pada

kondisi anemia, keracunan karbondioksida.

2. Hipoksia hipokinetik (stagnant anoksia/anoksia bendungan) yaitu hipoksia

yang terjadi akibat adanya bendungan atau sumbatan. Dibagi kedalam dua

jenis yaitu hipoksia hipokinetik ischemic dan hipoksia hipokinetik

(13)

oksigen pada jaringan disebabkan karena kurangnya suplai darah ke

jaringan tersebut akibat penyempitan arteri. Hipoksia hipokinetik kongestif

terjadi akibat penumpukan darah secara berlebihan atau abnormal baik

lokal maupun umum yang mengakibatkan suplai oksigen ke jaringan

terganggu, sehingga jaringan kekurangan oksigen.

3. Overventilasi yaitu hipoksia yang terjadi karena aktivitas yang berlebihan

sehingga kemampuan penyediaan oksigen lebih rendah dari

penggunaannya.

4. Hipoksia histotoksik yaitu keadaan di mana darah di kapiler jaringan

mencukupi, tetapi jaringan tidak dapat menggunakan oksigen karena

pengaruh racun sianida. Hal tersebut mengakibatkan oksigen kembali

dalam darah vena dalam jumlah yang lebih banyak daripada normal

(oksigen darah vena meningkat).

g. Metode pemenuhan kebutuhan oksigen

Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan beberapa metode, antara lain:

1. Inhalasi oksigen (pemberian oksigen)

Terdapat dua sistem inhalasi oksigen yaitu sistem aliran rendah dan sistem

aliran tinggi.

i. Sistem aliran rendah (low flow oxygen system)

Ditujukan kepada pasien yang memerlukan oksigen dan masih mampu

bernafas sendiri dengan pola pernafasan yang normal.sistem ini diberikan

untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Pemberian oksigen

diantaranya dengan menggunakan nasal kanula, sungkup muka sederhana,

sungkup muka dengan kantong ‘rebreathing’, dan sungkup muka dengan

kantong ‘nonrebreathing

Nasal kanula/ Binasal kanula alatnya sederhana dapat memberikan oksigen dengan aliran 1-6liter/menit dan konsentrasi oksigen sebesar 24% -

44%.

(14)

tinggi dari sungkup muka sederhana yaitu 60-80% dengan aliran oksigen

8-12 liter/ menit. Indikasi penggunaan sungkup muka rebreathing adalah

pada klien dengan kadar tekanan karbondioksida yang rendah.Udara

inspirasi sebagian tercampur dengan udara ekspirasi sehingga konsentrasi

karbondioksida lebih tinggi daripada sungkup sederhana. Sungkup muka dengan ‘nonrebreathing’ memberikan konsentrasi oksigen sampai 99% dengan aliran yang sama pada kantong rebreathing. Pada prinsipnya, udara

inspirasi tidak tercampur dengan ekspirasi. Indikasi pengguanaan sungkup

muka nonbreathing adalah pada klien dengan kadar tekanan

karbondioksida yang tinggi(Asmadi,2008).

2. Fisioterapi Dada

Fisioterapi dada merupakan suatu rangkaian tindakan keperawatan yang

terdiri atas perkusi, vibrasi, dan postural drainage.

a. Perkusi disebut juga clapping adalah pukulan kuat, bukan berarti

sekuat-kuatnya, pada dinding dada dan punggung dengan tangan dibentuk

seperti mangkuk.

Tujuan : secara mekanik dapat melepaskan secret yang melekat pada

dinding bronchus.

b. Vibrasi adalah getaran kuat secara serial yang dihasilkan oleh tangan

perawat yang diletakkan datar pada dinding dada klien.

Tujuan : digunakan setelah perkusi untuk meningkatkan turbulensi udara

ekspirasi dan melepaskan mucus yang kental. Sering dilakukan

bergantian dengan perkusi.

c. Postural drainage merupakan salah satu intervensi untuk melepaskan

sekresi dari berbagai segmen paru-paru denga menggunakan pengaruh

gaya gravitasi. Waktu yang terbaik untuk melakukannya yaitu sekitar 1

jam sebelum sarapan pagi dan sekitar 1 jam sebelum tidur pada malam

hari. Postural drainage harus lebih sering dilakukan apabila lendir klien

berubah warnanya menjadi kehijauan dan kental atau ketika klien

menderita demam. Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan

postural drainage antara lain:

(15)

2. Minum air hangat setiap hari sekitar 2 liter.

3. Jika harus menghirup bronkodilator, lakukanlah 15 menit sebelum

melakukan postural drainage.

4. Lakukanlah latihan nafas dan latihan lain yang dapat membantu

mengencerkan lendir.

3. Nafas Dalam dan Batuk Efektif

a. Nafas dalam yaitu bentuk latihan nafas yang terdiri atas pernafasan

abdominal (diafragma) dan purse lips breathing.

b. Batuk efektif yaitu batuk untuk mengeluarkan secret.

4. Suctioning (pengisapan lender)

Suctioning adalah suatu metode untuk melepaskan sekresi yang

berlebihan pada jalan nafas. Suctioning dapat diterapkan pada oral,

nasofaringeal, tracheal, serta endotrakheal atau tracheal tube.

Tujuan : untuk membuat suatu jalan nafas yang paten dengan menjaga

kebersihannya dari sekresi yang berlebihan.

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan tentang fungsi kardiopulmonar klien harus mencakup

data yang dikumpulkan dari sumber-sumber berikut:

1.1.Riwayat keperawatan fungsi kardiopulmonal normal klien dan fungsi

kardiopulmonal saat ini, kerusakan fungsi sirkulasi dan fungsi pernafasan

pada masa yang lalu, serta tindakan klien yang digunakan untuk

mengoptimalkan oksigenasi.

1.2.Pemeriksaan fisik status kardiopulmonal klien, termasuk inspeksi, palpasi,

perkusi, dan auskultasi.

1.3.Peninjauan kembali hasil pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan

diagnostik, termasuk hitung darah lengkap, elektrokardiogram (EKG), dan

pemeriksaan fungsi pulmonary, sputum, dan oksigenasi, seperti arteri gas

(16)

a. Riwayat Keperawatan

Riwayat keperawatan harus berfokus pada kemampuan klien dalam

memenuhi kebutuhan oksigen. Riwayat keperawatan untuk mengkaji fungsi

jantung meliputi nyeri dan karakteristik nyeri, dispnea, keletihan, sirkulasi

perifer, faktor resiko penyakit jantung, dan adanya kondisi-kondisi jantung yang

menyertai. Riwayat keperawatan tentang fungsi jantung meliputi pengkajian

adanya batuk, sesak nafas, mengi, nyeri pemaparan lingkungan, frekuensi infeksi

saluran pernafasan, faktor resiko pulmonary, masalah pernafasan yang lalu,

penggunaan obat-obatan saat ini, dan riwayat merokok atau terpapar asap rokok.

Keletihan merupakan sensasi subjektif, yaitu klien melaporkan bahwa ia

kehilangan daya tahan. Keletihan pada klien yang mengalami perubahan

kardiopulmonal seringkali merupakan tanda awal perburukan proses kronik yang

mendasari perubahan. Untuk mengukur keletihan secara objektif, klien dapat

diminta untuk menilai keletihan dengan skala 1-10, dengan angka 10 merupakan

angka untuk tingkat keletihan yang paling parah dan angka 1 mewakili keadaan

klien tidak merasa letih.

Dispnea merupakan tanda klinis hipoksia dan termanifestasi dengan sesak

napas. Dispnea merupakan sensasi subjektif pada pernafasan yang sulit dan

tidak nyaman. Dispnea fisiologis ialah nafas pendek yang diakibatkan latihan

fisik atau perasaan gembira. Dispnea patologis adalah kondisi individu tidak

mampu bernafas walaupun ia tidak melakukan aktivitas atau latihan fisik.

Dispnea dapat dikaitkan dengan tanda-tanda klinis seperti usaha nafas yang

berlebihan, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan cuping hidung, dan

peningkatan frekuensi dan kedalaman pernafasan yang menyolok. Penggunaan

skala analog fisual dapat membantu klien membuat pengkajian objektif tentang

dispnea. Cara ini memungkinkan perawat dan klien untuk menetapkan apakah

intervensi keperawatan tertentu memberi pengaruh pada dispnea klien. Skala

analog visual adalah suatu garis vertikal berukuran 100 mm, dengan skala nol

berarti tidak ada dispnea dan skala 100 mm mewakili keadaan sesak nafas klien

yang paling buruk. Penelitian telah memvalidasi penggunaan skala analog visual

untuk mengevaluasi dispnea yang klien alami di keadaan klinik(Potter & Perry,

(17)

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengkaji tingkat oksigenasi jaringan

klien yang meliputi evaluasi keseluruhan sistem kardioplumonar. Teknik

inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi digunakan dalam pemeriksaan fisik ini.

Inspeksi, saat melakukan teknik inspeksi, perawat melakukan observasi dari

kepala sampai ke ujung kaki klien untuk mengkaji kulit dan warna membrane

mukosa, penampilan umum, tingkat kesadaran, keadekuatan sirkulasi sistemik,

pola pernafasan, dan gerakan dinding dada. Setiap kelainan harus diperiksa

selama palpasi, perkusi, dan auskultasi.

Palpasi dilakukan untuk mengkaji beberapa daerah. Dengan palpasi, jenis dan jumlah kerja kerja thoraks, daerah nyeri tekan dapat diketahui dan perawat

dapat mengidentifikasi taktil fremitus, getaran pada dada (thrill), angkatan dada

(heaves), dan titik impuls jantung maksimal. Palpasi juga memungkinkan

perawat untuk meraba adanya massa atau benjolan diaksila dan jaringan

payudara. Palpasi pada ektremitas menghasilkan data tentang sirkulasi perifer,

adanya nadi perifer, temperature kulit, warna, dan pengisian kapiler.

Perkusi adalah tindakan mengetuk-mengetuk suatu objek untuk menentukan adanya udara, cairan, atau benda padat di jaringan yang berada di bawah objek

tersebut (malasanos, barkauskas, dan Stoltenberg-allen,1990).

Perkusi menimbulkan getaran dari daerah di bawah area yang diketuk dengan

kedalaman 4 sampai 6cm. lima nada perkusi adalah resonansi, hiperesonansi,

redup, datar dan timpani. Perkusi memungkinkan perawat menentukan adanya

cairan yang tidak normal, udara di paru-paru, atau kerja diafragma.

Auskultasi. Penggunaan auskultasi memampukan perawat mengidentifikasi bunyi paru dan jantung yang normal maupun tidak normal. Auskultasi sistem

kardiovaskular harus meliputi pengkajian dalam mendeteksi bunyi S1 dan S2

yang normal, mendeteksi adanya bunyi S3 dan S4 yang tidak normal, dan bunyi

murmur, serta bunyi gesekan . Pemeriksa harus mengidentifikasi lokasi, radiasi,

intensitas, nada, dan kualitas bunyi murmur. Auskultasi juga digunakan untuk

mengidentifikasi bunyi bruit diatas arteri karotis, aorta abdomen, dan arteri

(18)

Auskultasi bunyi paru dilakukan dengan mendengarkan gerakan udara di

sepanjang lapangan paru, anterior, posterior, dan lateral. Suara nafas tambahan

terdengar, jika suatu daerah paru mengalami kolaps, terdapat cairan di suatu

lapangan paru, atau terjadi obstruksi, auskultasi juga dilakukan untuk

mengevaluasi respons klien terhadap intervensi yang dilakukan untuk

meningkatkan status pernafasan(Potter & Perry, 1999).

c. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan untuk menentukan keadekuatan sistem konduksi jantung.

Pemeriksaan yang dilakukan untuk memerlukan konduksi jantung mencakup

pemeriksaan dengan menggunakan elektrokardiogram, monitor Holter,

pemeriksaan stress latihan, dan pemeriksaan elektrofisiologi.

Elektrokardiogram menghasilkan rekaman grafik aktivitas listrik jantung,

mendeteksi transmisi impuls dan posisi listrik jantung (aksis jantung).

Monitor Holter merupakan peralatan yang dapat dibawa dan berfungsi merekam aktivitas listrik jantung dan menghasilkan EKG yang terus menerus

selama periode tertentu, misalnya selama 12 jam atau lebih lama. Monitor

Holter memungkinkan klien untuk tetap melakukan aktivitas normal mereka

sementara aktivitas listrik jantung mereka direkam. Klien mencatat aktivitas

mereka, kapan mereka mengalami denyut jantung yang cepat atau waktu pusing.

Hubungan antara aktivitas dan aktivitas listrik yang abnormal kemudian dapat

ditentukan.

Pemeriksaan stress latihan digunakan untuk mengevaluasi respon jantung terhadap stress fisik. Pemeriksaan ini memberika informasi tentang respon

miokard terhadap peningkatan kebutuhan oksigen dan menentukan keadekuatan

aliran darah koroner. Denyut jantung, aktivitas listrik, dan waktu penyembuhan

jantung dicerminkan di hasil EKG. Selain itu dipantau juga data tentang tekanan

darah klien, nyeri dada, perubahan pernafasan, warna, dan frekuensi keletihan

otot.

Pemeriksaan elektrofisiologis. Merupakan pengukuran invasive aktivitas listrik. Kateter elektroda diinsersi ke dalam atrium kanan, biasanya melalui vena

femoral. Stimulasi listrik kemudian dihantarkan melalui kateter sementara

(19)

Disritmia tertentu juga dapat disebabkan menentukan alur yang dilalui jantung.

Memberikan informasi tentang kesulitan menangani disritmia yang lebih

spesifik dan mengkaji keadekuatan obat antidsiritmia.

Pemeriksaan untuk menentukan kontraksi miokard dan aliran darah. Ekokardiografi, skintigrafi, kateterisasi, dan angiografi digunakan untuk

menentukan kontraksi miokard dan aliran darah.

Ekokardiografi merupakan pengukuran noninvasive untuk mengevaluasi struktur internal jantung dan gerakan dinding jantung. Teknologi sonar (radar)

digunakan untuk mengukur gelombang ultrasonic dan menerjemahkan

gelombang tersebut ke dalam gambaran yang berbentuk. Ekokardiogram secara

grafik mendemonstrasikan keseluruhan tampilan jantung.

Skintigrafi atau angiografi radionuklida merupakan teknik noninvasive yang menggunakan radioisotop untuk mengevaluasi struktur jantung, perfusi

miokard, dan kontraktilitas(Potter & Perry, 1999).

2. Analisa Data

Klien yang mengalami perubahan tingkat oksigenasi dapat memiliki

diagnosa keperawatan yang awalnya dari kardiovaskular atau pulmoner. Setiap

diagnosa keperawatan harus didasarkan pada batasan karakteristik dan

melibatkan etiologi terkait. Label diagnostik divalidasi dengan menggunakan

batasan karakteristik atau tanda dan gejala(Potter & Perry, 1999).

3. Rumusan Masalah

Masalah keperawatan yang umum terjadi terkait dengan kebutuhan

oksigen ini, antara lain:

3.1. Tidak efektifnya jalan nafas

Masalah keperawatan ini menggambarkan kondisi jalan nafas yang tidak

bersih, misalnya karena adanya sumbatan, penumpukan secret,

penyempitan jalan nafas oleh karena spasme bronchus, dan lain-lain.

3.2.Tidak efektifnya pola nafas

Merupakan suatu kondisi di mana pol nafas, yaitu inspirasi dan ekspirasi,

menunjukkan tidak normal. Penyebabnya bisa karena kelemahan

neuromuscular, adanya sumbatan di trakheo-bronkhial, kecemasan, da

(20)

3.3. Gangguan pertukaran gas

Suatu keadaan di mana terjadi ketidakseimbangan antara oksigen yang di

hirup dengan karbondioksida yang dikeluarkan pada pertukaran gas antara

alveoli dan kapiler. Penyebabnya bisa karena perubaha membran alveoli,

kondisi anemia, proses penyakit, dan lain-lain.

3.4. Penurunan perfusi jaringan

Keadaan di mana sel kekurangan suplai nutrisi dan oksigen. Penyebabnya

dapat terjadi karena kondisi hipovolemia, hipervolemia, retensi karbon

dioksida, penurunan cardiac output, dan lain-lain.

3.5. Intoleransi aktivitas

Keadaan dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan untuk

melakukan aktivitasnya. Penyebabnya antara lain karena ketidak

seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, produksi energi yang

dihasilkan menurun, dan lain-lain.

3.6. Perubahan pola tidur

Gangguan kebutuhan oksigen dapat mengakibatkan pola tidur terganggu.

Kesulitan bernafas (sesak nafas) menyebabkan seseorang tidak bisa tidur

pada jam biasa tidur. Perubahan pola tidur juga dapat terjadi karena

kecemasan dengan penyakit yang dideritanya.

3.7. Resiko terjadi iskemik otak

Gangguan oksigen mengakibatkan suplai darah ke otak berkurang. Hal

tersebut disebabkan oleh cardiac output yang menurun, aliran darah keotak

berkurang, gangguan perfusi jaringan otak, dan lain-lain. Akibatnya, otak

kekurangan oksigen sehingga berisiko terjadi kerusakan jaringan

(21)

4. Perencanaan

Klien yang mengalami oksigenasi membutuhkan rencana asuhan keperawatan

yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi actual dan potensial klien.

Sasaran individual berasal dari kebutuhan yang berpusat pada klien. Perawat

mengidentifikasi hasil akhir khusus dari asuhan keperawatan yang diberikan.

Rencana tersebut meliputi satu atau lebih sasaran yang berpusat pada klien berikut

ini :

1. Klien mempertahankan kepatenan jalan nafas

2. Klien yang mempertahankan dan meningkatkan ekspansi paru

3. Klien yang mengeluarkan sekresi paru

4. Klien mencapai peningkatan toleransi aktivitas

5. Oksigenasi jaringan dipertahankan atau ditingkatkan

6. Fungsi kardiopulmonar klien diperbaiki dan dipertahankan.

Tingkat kesehatan klien, usia, gaya hidup, dan risiko lingkungan yang

mempengaruhi tingkat oksigenasi jaringan. Klien yang mengalami kerusakan

oksigenasi yang berat acap kali membutuhkan intervensi keperawatan yang

ditujukan untuk mencapai keenam sasaran tersebut. Alur yang kritis dapat

memberikan pedoman perawatan untuk klien yang menderita penyakit paru dan

membutuhkan perawatan dari banyak disiplin perawatan kesehatan(Potter &

(22)

PROGRAM DIII KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN USU

PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT 1. Pengkajian

I. Biodata

Identitas Pasien

Nama : Tn. J

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 33 tahun

Status perkawinan : Menikah

Agama : Kristen Protestan

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : PNS

Alamat : Jl. H.Ulakma sinaga gg. Durian

Taggal masuk RS : 16-juni-2013

No. Register : 00.56.31.06

Ruangan/kamar : RA2/ II3 Golongan Darah : 0

Tanggal pengkajian: 17-juni-2013

Tanggal operasi : tidak ada

Diagnosa Medis : Dyspepsia + TB paru

II. Keluhan Utama :

Sesak nafas dirasakan pasien saat dalam posisi tidur (supinasi), pasien

mengeluh dadanya terasa sesak, seperti dada pasien terjepit dan pasen

(23)

III.Riwayat Kesehatan Sekarang A. Provocative/palliative

1. Apa penyebabnya

Akibat batuk yang dirasakan pasien secara terus menerus, serta batuk

produktif sputum yang mengakibatkan pasien merasa sesak pada daerah

dada dan sakit pada tenggorokan

2. Hal-hal yang memperbaiki keadaan

Hal yang mengurangi keluhan dan memperbaiki keadaan pasien

adalah ketika pemberian oksigen sesuai dengan terapi, pengaturan posisi

nyaman yaitu posisi semi fowler sehingga meningkatnya pengembangan

dada pasien dan sesak berkurang.

B. Quantity/quality

Pasien mengatakan sesak yang dirasakan sangat memberat ketika pasien

dalam posisi supinasi (tidur) dan banyak bergerak. Karena sesak nafas tersebut

klien terlihat tampak sangat kelelahan, wajah pasien pucat, dan pasien saat

bernafas menggunakan otot bantu pernafasan.

C. Region

Pasien mengatakan sesak yang dirasakan hanya pada daerah kedua lapang

paru dan pasien juga mengatakan sakit pada tenggorokan saat batuk. Sesak

dan rasa nyeri yang dirasakan pasien hanya pada daerah dada saja dan tidak

menyebar kebagian tubuh lainnya.

D. Severity

Pasien mengatakan sesak nafas tersebut sangat mengganggu aktiviatas

pasien karna saat banyak menggerakkan badan pasien mudah merasakan sesak

nafas, dan istirahat tidur pasien juga terganggu karena saat pasien tidur maka

sesak pasien muncul dan memberat. Dan pasien mengatakan posisi semi

fowler membuat area pinggul dan pantat pasien mudah kebas.

E. Time (kapan mulai timbul dan bagaimana terjadinya)

Pasien mengatakan pasien merasakan mulai sesak pertama kali sekitar

bulan yang lalu, saat pasien sedang tidur dalam posisi supinasi dan tiba-tiba

(24)

pasien tidak langsung membawa kerumah sakit pasien hanya istirahat dan

minum air hangat untuk menguranginya.

IV.Riwayat Kesehatan Masa Lalu

A. Penyakit yang pernah dialami

Pasien mengatakan penyakit yang pernah dialaminya adalah TB paru

sekitar bulan yang lalu, dan pasien mengetahuinya saat periksa ke

puskesmas

B. Pengobatan/ tindakan yang dilakukan

Pasien mengatakan bahwa pasien pernah berobat ke puskesmas di daerah

tempat tinggal pasien dan pasien diberikan obat OAT sekitar bulan yang

lalu.

C. Penah dirawat/dioperasi

Pasien mengatakan bahwa pasien belum pernah dirawat di rumah sakit

mana pun sebelumnya dan pasien juga mengatakan tidak pernah

mendapatkan tindakan operasi.

D. Alergi

Pasien mengatakan bahwa pasien tidak ada riwayat atau memiliki alergi

terhadap makanan, minuman, maupun jenis obat-obatan.

V. Riwayat Kesehatan Keluarga

Pasien dan keluarga pasien mengatakan bahwa orang tua pasien semasa

hidupnya sering batuk-batuk tapi mereka tidak pernah membawanya berobat

ke rumah sakit karena orang tua pasien tidak mau berobat dan mereka hanya

menganggap itu hanya batuk biasa, keluarga pasien juga mengatakan bahwa

saudara-saudara mereka tidak ada memiliki penyakit yang cukup serius dalam

menerima penanganan. Anggota keluarga yang meninggal adalah ayah pasien.

VI.Riwayat/Keadaan Psikososial

A. Persepsi pasien tentang penyakitnya

Pasien mengatakan bahwa pasien merasa penyakitnya adalah karena akibat

dari perbuatan pasien sendiri yaitu bahwa dulunya pasien adalah perokok

aktif dengan riwayat 2 bungkus/hari. Tetapi pasien masih optimis kalau

(25)

B. Konsep Diri

Pasien mengatakan bahwa akibat penyakitnya pasien telah menyusahkan

keluarganya terlebih kepada mamanya karena mamanya harus menjaga

pasien tersebut dirumah sakit karena istrinya baru melahirkan dan pasien

merasa perannya sebagai kepala keluarga telah terganggu semenjak dirawat

dirumah sakit, namun pasien mengatakan bahwa pasien masih optimis

sembuh karena dukungan keluarga dan rekan – rekan kerjanya.

C. Hubungan social

Pasien mengatakan orang yang sangat berarti pada pasien adalah istri, ke

tiga anaknya dan kelurganya. Pasien dan keluarga pasien mengatakan

bahwa hubungan mereka dalam keluarga sangat baik, bahwa mereka selalu

berkomunikasi dengan baik dan menggunakan komunikasi sebagai

penyelesai dalam konflik. Tetapi setelah pasien dirawat di rumah sakit

pasien susah untuk berinteraksi dengan pasien lain karena pasien memakai

oksigen, sehingga pasien hanya berkomunikasi dengan keluarganya saat

dirawat dirumah sakit.

D. Spiritual

Pasien mengatakan yang menjadi agama keyakinan pasien adalah agama

Kristen, pasien mengatakan bahwa dia yakin bahwa Tuhan itu maha

pengasih dan maha penyayang, da Tuhan akan mengasihi orang yang tetap

percaya pada-Nya. Pasien mengatakan sebelum pasien dirawat pasien setiap

hari minggu beribadah ke gereja bersama istri dan anak-anaknya.

VII. Status Mental

Secara keseluruhan status mental yang dimiliki pasien adalah normal dan

baik, pasien dalam keadaan sadar, selama interaksi pasien kooperatif dan

kontak mata baik, dan tidak ada gangguan halusinasi atau persepsi apapun.

VIII. Pemeriksaan Fisik A. Keadaan umum

Kedaan umum pasien kurang baik, pasien terlihat sangat lemah,dan

keletihan tetapi tingkat kesadaran pasien compos mentis yaitu tingkat

kesadaran yang normal, dimana pasien masih dapat merasakan sentuhan

(26)

B. Tanda-tanda vital

T : 38ºC HR : 100x/i

TD : 100/80 mmhg TB : 168cm

RR : 28 x/i BB : 65 kg

Dilihat dari hasil pemantauan tanda-tanda vital pasien, hasilnya tidak baik,

maka perlu pemantauan vital sign pasien setiap hari.

C. Pemeriksaan kepala dan leher

1. Dari hasil pemeriksaan secara inspeksi, kepala pasien dalam keadaan

normal yaitu penyebaran rambut pasien merata, hitam, ubun-ubun

berada medial dan tertutup. Kulit kepala pasien juga bersih, tidak ada

kelainan pada kepala pasien. Wajah pasien juga dalam keadaan normal,

tidak ada edema dan struktur wajah simetris

2. Mata

Dari hasil inspeksi pasien memiliki mata yang lengkap, dan simetris,

nostabismus, palpebra pasien tidak ada edema dan tidak ptosis. Pupil

pasien juga dalam keadaan normal, isokor, dan ukuran pupil 3mm dan

pupil kanan /kiri bereaksi saat diberikan reflek cahaya. Tetapi

konjuctiva pasien terlihat anemis, dan pasien tidak dapat membaca lebih

dari 1 meter karena rabun jauh.

3. Hidung

Dari hasil pemeriksaan inspeksi keadaan hidung pasien dalam keadaan

normal tidaka kelainan.

4. Telinga

Dari hasil pemeriksaan inspeksi keadaan telinga pasien normal, tidak

ada kelainan, posisi dan struktur telinga simetris, dan pasien tidak ada

menggunakan alat bantu pendengaran.

5. Mulut dan faring

Dari hasil inspeksi keadaan mulut pasien normal, gigi pasien lengkap,

lidah pasien bersih, dan mukosa bibir pasien juga lembab. Dan tidak

(27)

6. Leher

Dari hasil inspeksi keadaan leher pasien normal tidak ada

pembengkakan pada thyroid dan kelenjar limfa denyut nadi karotis

pasien teraba yaitu 100x/i , vena jugularis pasien tidak distensi.

D. Pemeriksaan integument

Dari hasil pemeriksaan inspeksi keadaan integument atau kulit pasien

dalam keadaan normal, tidak ada kelainan, turgor kulit normal, kembali

cepat yaitu <3detik, lembab dan warna kulit pasien adalah sawo matang.

E. Pemeriksaan Thoraks/ dada

Dari hasil pemeriksaan inspeksi : bentuk thoraks normal, terdapat tanda

kesulitan pasien dalam bernafas, dan pasien menggunakan otot bantu

pernafasan, pasien susah bernafas saat berbaring (ortopnea). Frekuensi

pernafasan pasien 28 x/i,

Palpasi : getaran suara pada pada dada terasa, pada pemeriksaan perkusi :

terdengar sonor pada seluruh lapangan paru.

Auskultasi : terdengar suara bronchial pada kedua lapang paru, saat pasien

diminta berbicara terdengar getaran di dua sisi sama. Tetapi terdapat suara

tambahan yaitu terdengar ronchi pada kedua lapang paru.

F. Pemeriksaan jantung

Dari hasil pemeriksaan inspeksi pada dada pasien tidak ada pembengkakan

dan pulsasi, dan saat pemeriksaan palpasi denyut jantung pasien (HR)

adalah 100x/i, tidak ada getaran atau thrill. Setelah itu dilakukan

pemeriksaan dengan perkusi didapatkan bunyi dullness, pada batas jantung

tidak terdapat pembesaran, batas atas jantung terletak pada intercosta 2-3,

sedangkan batas bawah pada intercosta 5. Batas kanan terletak pada liner

sternalis kanan, sedangkan batas kiri terletak pada liner medio clavicularis

kiri. Dan hasil pemeriksaan terakhir dengan cara auskultasi yaitu

mendengarkan bunyi jantung dalam keadaan normal yaitu bunyi jantung

pertama “lup” dan bunyi jantung kedua “dup”, tidak terdapat bunyi

(28)

G. Pemeriksaan abdomen

Bentuk abdomen pasien dalam keadaan normal yaitu soepel, tidak terdapat

benjolan atau massa, juga tidak terlihat bayangan pembuluh darah,

peristaltic pasien terdengar 8x/i, pasien juga mengeluh tidak selera makan

dan pasien mual dan hanya makan sedikit sehingga terdengar suara bising

usus, pasien juga merasakan sakit saat diberi tekanan pada abdomen, tidak

ada pembesaran hepar. Dan saat diperkusi suara abdomen tympani.

H. Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya

Dari hasil pemeriksaan genitalia pasien dalam keadaan normal, terdapat

lubang uretra, terdapat lubang anus, dan tidak ada kelainan.

I. Pemeriksaan musculoskeletal/ekstremitas

Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa tidak terdapat edema, otot simetris,

pasien terlihat lemah dengan kekuatan otot 4 pada ektremitas bawah yaitu

bahwa kekuatan otot pasien tidak penuh yaitu ketika diberi tahanan hanya

mampu menahan sebentar. Begitu juga dengan ekstremitas atas. Terdapat

kelainan pada kuku pasien yaitu kuku pasien berubah warna menjadi agak

kekuningan.

J. Pemeriksaan Neurologi

Tingkat kesadaran pasien baik yaitu dengan hasil yang didapatkan bahwa

GCS : eyes = 4 yaitu ketika dipanggil pasien langsung membuka mata,

motorik = 5 yaitu ketika diberi ransangan pasien langsung menanggapi

sentuhan atau merasakan. Dan verbal=6 yaitu ketika dipanggil pasien

langsung merespon dengan baik.

Hasil pemeriksaan nervus cranialis pasien didapatkan hasil normal yaitu

bahwa pasien dapat membedaka bau-bauan yang diberikan, ransangan atau

sentuhan yang diberikan pasien dapat merasakan dengan baik, tetapi

keseimbangan pasen kurang karena pasien lemah jadi pasien tidak tahan

untuk berdiri lama, suara vocal pasien juga terdengar serak akibat batuk

pasien sehingga getaran pita suara terganggu.

Dan jika dilihat dari pemeriksaan fungsi motorik, fungsi sensorik serta

pemeriksaan reflek pada pasien semua dalam keadaan normal tidak ada

(29)

IX. Hasil Laboratorium

1. Hasil pemeriksaan uji patologik TGL. 16 - 06 - 2013

Hasil Nilai Normal

Hemoglobin

X. Pola Kebiasaan Sehari-hari

1. Pola tidur

Pola tidur pasien sebelum dirawat dirumah sakit tidak terlalu teratur

terkadang pasen dapat tidur jam 3 pagi jika menonton pertandingan bola di

tv, pasien juga mengatakan tidak terdapat masalah dalam tidur, tetapi

setelah dirawat pasien mengatakan susah untuk tidur, dan pasien

mengatakan tidak dapat tidur setelah mendapatkan obat. Dan kualitas tidur

(30)

2. Pola Eliminasi BAB/BAK

Terdapat masalah pada pola BAB yaitu saat dirumah sakit pasien kurang

nafsu makan sehingga masukan makanan pada tubuh pasien berkurang dan

pasien BAB hanya sekali dalam 3 hari tapi BAK pasien dalam keadaan

baik, tidak ada kelainan pada karakter feses maupun urine pasien, saat

BAB/BAK pasien mengatakan tidak ada keluhan sakit, tidak ada riwayat

perdarahan, tidak ada penggunaan obat diuretic.

3. Pola makan dan minum

Diet makanan pasien adalah diet makanan biasa dengan tinggi protein dan

tinggi kalori karena selama dirawat pasien mengeluh mual, tidak nafsu

makan, pola diet pasien selalu tepat yaitu 3xsehari yaitu pada jam

06.00pagi, siang 12.00, dan malam 07.00.wib. pasien mengatakan bahwa

terjadi pengurangan berat badan 5 kg dalam waktu 1 bulan ini. Pasien

diberikan cairan infuse selama dirawat yaitu cairan RL 20 tetes/menit dan

pasien juga minum melalui oral.

2.Analisa Data

No Data Masalah Keperawatan

1. Subjektif :

- Pasien mengatakan sesak pada daerah dada dan diperparah saat posisi tidur

- Pasien mengatakan sakit pada tenggorokan saat batuk

- Pasien mengatakan perasaan ingin muntah dan perut cepat terisis(kenyang), dan kurang nafsu makan

- Pasien mengatakan bahwa terjadi penurunan berat badan sebelumnya 70 kg sekarang jadi 65

Objektif :

(31)

- Suara nafas tidak normal : bronchi dan ronchi basah

- Penggunaan otot tambahan

pernafasan

- Batuk disertai dahak - Kecemasan, keletihan - Tidak tertarik untuk makan - Konjunctiva anemis - Perut kembung (+)

Etiologi/Penyebab

Mycobacterium tuberculosis

inhalasi droplet

saluran pernafasan

saluran pernafasan atas Saluran pernafasan bawah

Bakteri besar tertahan di bronkus paru-paru

Peradangan di Bronkus Pengembangan paru

Batauk Pertukaran O2 di alveoli menurun

Penumpukan sekret Gangguan pertukaran gas sesak nafas Bau sputum tertinggal di mulut

Mual Pasien mudah lelah

Muntah Intoleransi aktivitas

Tidak nafsu makan

(32)

3.Masalah Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas

2. Resiko tinggi Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3. Intoleransi aktivitas

4. Diagnosa Keperawatan (Prioritas)

1. Resiko tinggi Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan

pengembangan paru ditandai dengan pasien sesak RR: 28x/i, penggunaan

(33)

PERENCANAAN KEPERAWATAN DAN RASIONAL Hari/ tanggal No .Dx Perencanaan Keperawatan

Senin , 17-06-2013

Tujuan dan kriteria hasil:

1. Melaporkan tak adanya atau penurunan dispnea 2. Pasien merasa lebih nyaman dalam bernafas 3. Data objektif menunjukkan pola pernafasan yang

efektif

4. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan AGD dalam rentang normal.

Rencana Tindakan Rasional

Mandiri:

1. Kaji fungsi pernafasan, contoh bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman dan penggunaan otot tambahan setiap 4 jam sekali.

2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas tidak normal seperti krekels, mengi, gesekan pleura

- Penurunan bunyi nafas dapat

menjukkan atelektasis. Ronki mengi

menunjukkan akumulasi

secret/ketidaknyamanan untuk

membersihkan jalan nafas yang dapat

menimbulkan penggunaan otot

tambahan pernafasan dan peningkatan

kerja pernafasan.

(34)

3. Berikan pasien posisi semi atau fowler tingi. Ajarkan dan anjurkan pasien untuk batuk efektif setiap pasien ingin batuk.

4. Kontrol lingkungan ruangan pasien tetap bersih dan bebas polutan

5. Bantu pasien mengatasi ketakutan/ansietas

jalan nafas obstruksi sekunder

terhadap perdarahan, bekuan atau

kolaps jalan nafas. Ronki mengi

menyertai obstruksi jalan

nafas/kegagalan pernafasan.

- Posisi membantu memaksimalkan

ekspansi (pengembangan) paru

ventilasi maksimal membuka area

atelektasis dan meningkatkan gerakan

secret ke dalam jalan nafas besar untuk

dikeluarkan

- Penyebab tunggal yang

pentingterjadinya iritasi saluran

pernafasan adalah merokok, jadi pada

saat merawat pasien gangguan

respiratori, tempatkan pasien pada

lingkungan yang bebas polutan

(35)

6. Oral higynie

7. Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.

Kolaborasi:

1. Berikan oksigen tambahan

2. Awasi AGD /nadi oksimetri 3. Berikan terapi obat

berhubungan dengan ketidakmampuan

bernafas/terjadinya hipoksemia dan

dapat secara actual meningkatkan

konsumsi oksigen/kebutuhan.

- Pembersihan mulut akan mengurangi

rasa dan bau yang tidak sedap.

Penggunaan antiseptic akan menolong

mengurangi jumlah kuman patogen

pada kavum oral, sehingga mencegah

terjadinya infeksi.

- Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa

kelemahan yang tak perlu/ kebutuhan

energi dari makan makanan banyak dan

menurunkan iritasi gaster.

- Memaksimalkan bernafas dan

menurunkan kerja nafas.

- Penurunan kandungan oksigen (PaO2)

(36)

4. Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet

PaCO2 menunjukkan kebutuhan untuk

intervensi/perubahan program terapi.

- Memberikan bantuan dalam

(37)

PELAKSANAAN /IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari / Tanggal No. Dx Implementasi Keperawatan Evaluasi (SOAP)

Selasa, 18-06-2013 1. 1. Memberikan O2 =2 L/i

2. Memonitor vital sign, penggunaan otot bantu

pernafasan, batuk

3. Memberikan posisi nyaman yaitu posisi semi fowler

4. Kolaborasi pemberikan terapi pengobatan sesuai

program

- Injeksi Ceftriaxone 2gr/12 jam

- Injeksi gentamycine 1ampul/8 jam

5. Menganjarkan teknik batuk efektif

S : pasien mengeluh sering

meriang

O:

RR : 26 x/I

TD:100/70mmhg

HR: 100 x/I T : 38ºC

Batuk (+) , demam (+)

A : masalah belum teratasi

yaitu pasien masih sesak

P : Intervensi dilanjutkan

- Pemberian oksigen

- Memonitor vital sign,

penggunaan otot bantu

pernafsan, AGD dan

oksimetri nadi

Referensi

Dokumen terkait

Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1977 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Penetapan Garis Batas dasar Laut Antara

E,G end-gate unit cell of a ganglion EMT e€ective medium theory FAV ¯ow arrangement variables GCD ganglion cells domain GD ganglion dynamics LGD large ganglion dynamics PA

Ketentuan mengenai tugas, fungsi dan tata kerja SETWAN sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 20 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja

Mocap flour had lower fat, protein, starch, amylose, and reducing sugar than wheat flour, meanwhile crude fiber was higher in mocap flour.. Moisture content

Pertemuan X: Evaluasi dan Aplikasi Pendekatan Humanistik. (Review Bab 7, Bab 10 dan

Anak diberi kesempatan untuk mencoba alat dan bahan main dengan caranya sendiri. Anak didukung untuk bekerja sampai

Termotivasi untuk mendapatkan sistem- sistem baru dari motivasi yang secara fungsional tidak bergantung pada motif awal mereka. Manusia termotivasi oleh kebutuhan untuk

Diinformasikan Kepada Bapak/Ibu Dosen Peneliti Universitas Andalas yang telah selesai melakukan Unggah Proposal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat di SIMLITABMAS, agar segera