• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kondisi Biofisik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kondisi Biofisik"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Biofisik

Letak dan Luas

Kelurahan Layana memiliki luas ± 1.779 ha, dan merupakan bagian dari Kecamatan Palu Timur, dan berjarak tempuh 6 km dari Ibukota Kecamatan. Wilayah sebelah Utara Layana berbatasan dengan Kelurahan Mamboro, sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Tondo, sebelah Barat Laut Sulawesi, dan sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Parigi Moutong.

Sementara itu, Kelurahan Lambara memiliki luas ± 1.637,92 ha, dan merupakan bagian dari Kecamatan Palu Utara, berjarak tempuh 10 Km dari Ibukota Kecamatan. Di sebelah Utara wilayahnya berbatasan dengan Kelurahan Baiya, sebelah Selatan berbatasan dengan kelurahan Kayu Malue, sebelah Barat berbatasan dengan Laut Sulawesi, dan sebelah Timur Kelurahan Nupa Bomba (BPS 2005).

Eksistensi Kegiatan GN-RHL

Pencanangan kegiatan GN-RHL di Sulawesi Tengah, khususnya di kedua lokasi penelitian dilakukan pada tahun 2004. Namun, pelaksanaan kegiatan baru terealisasi pada Oktober 2005. Untuk Layana, kegiatan ini dilaksanakan pada Hutan Rakyat (HR) yang berada di Dusun Layana dan Wintu. Sedangkan di Lambara dilaksanakan pada Hutan Produksi Terbatas (HPT), yang berbatsan dengan Dusun Lulu. Luas areal di kedua lokasi penelitian masing-masing seluas 50 ha.

Jenis tanaman untuk kegiatan ini di Layana terdiri atas: Jati (Tectona grandis. L) dan kemiri (Aleurites moluccana. L. Wild). Sedangkan jenis tanaman di Lambara terdiri atas: Jati (Tectona grandis. L), Nyatoh (Palaquium spp) dan kemiri (Aleurites moluccana. L. Wild). Untuk lebih jelasnya peta lokasi kegiatan penanaman GN-RHL Kelurahan Layana dan Lambara disajikan pada Lampiran 2 dan 3.

(2)

Layana beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata pertahun 3,22 mm dan suhu udara rata-rata 27,2 oC. Demikian pula halnya dengan Lambara yang beriklim tropis, dengan curah hujan rata pertahun 3,22 mm dan suhu udara rata-rata 24,12 oC.

Layana berada pada ketinggian 2,5 m di atas permukaan laut, dengan topografi yang beragam; dataran 50%, perbukitan 45%, dan pegunungan 5%. Berbeda dengan Layana, Lambara berada pada ketinggian 25 m di atas permukaan laut, dan hampir seluruh wilayahnya bertopografi datar (Kantor BPS 2005).

Penggunaan Lahan

Dari total luas lahan Layana (± 1.779 ha), 814 ha (45,76%) merupakan tanah yang belum diolah, seluas 550 ha (30,92%) merupakan hutan, 170 ha (9,56%) merupakan perkebunan, 80 ha (4,50%) merupakan bangunan, dan yang diperuntukkan untuk lainnya seluas 115 (^,46%). Sementara itu, untuk Lambara, dari total luas lahan sekitar 1.637,92 ha, penggunaan lahan terbesar adalah sawah seluas 105 ha (6,41%) dan perkebunan seluas 67 ha (4,09%). Informasi untuk penggunaan lahan selebihnya tidak tersedia, baik dari data monografi Kelurahan Lambara maupun dari data yang tersedia di Kantor Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Tengah. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Struktur penggunaan lahan di lokasi penelitian

No Penggunaan Lahan

Lokasi (Kelurahan)

Layana Lambara

Luas (Ha) % Luas (Ha) %

1 Bangunan 80 4,50 - -

2 Sawah 0 0 105 6,41

3 Perkebunan 170 9,56 67 4,09

4 Hutan 550 30,92 - -

5 Hutan Rakyat 50 2,81 - -

6 Tanah yang belum Diolah 814 45,76 - -

7 Lainnya 115 6,46 - -

Jumlah 1.779 100 - -

Sumber : Monografi Kelurahan Layana dan Lambara 2007

Aspek Sosial Ekonomi Masyarakat Jumlah Penduduk dan Golongan Usia

(3)

Jumlah penduduk Kelurahan Layana yang tercatat hingga tahun 2007 adalah sebanyak 3.017 orang, terdiri atas laki-laki sebanyak 1.561 orang dan perempuan sebanyak 1.456 orang, yang tersebar ke dalam 768 KK. Sementara itu, jumlah penduduk Kelurahan Lambara sampai dengan tahun 2007 adalah sebanyak 2.311 orang, terdiri atas laki-laki 1.211 orang dan perempuan 1.100 orang, dan tersebar ke dalam 578 KK (Data Monografi Kelurahan Layana dan Lambara 2007).

Sementara itu, jumlah penduduk menurut golongan usia di Layana dan Lambara dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu usia kurang dari 15 tahun (anak-anak atau belum produktif), Usia 15 – 55 tahun (produktif), dan usia di atas 55 tahun (Tidak produktif). Struktur penduduk berdasarkan golongan usia disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Komposisi penduduk menurut golongan usia

No Golongan Usia

Lokasi (Kelurahan)

Layana Lambara

Jumlah

(Orang) % Jumlah (Orang) %

1 <15 Tahun 1.002 33,21 741 32,06

2 15 -55 Tahun 1.887 62,55 1.462 63,26

3 >56 Tahun 128 4,24 108 4,67

Jumlah 3.017 100.00 2.311 100,00

Sumber: Monografi Kelurahan Layana dan Lambara 2007

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Layana dan Lambara didominasi oleh usia produktif, dengan persentase usia produktif untuk Kelurahan Layana sebesar 62,55% dan Kelurahan Lambara sebesar 63,26%

Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan di Kelurahan Layana masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan Lambara. Di Layana, sebagian besar penduduknya (41,76%) hanya mampu menamatkan pendidikan sekolah dasar, dan hanya 25,34% yang berhasil tamat SLTA. Sementara itu di Lambara tergolong sedang, di mana sebagian besar penduduknya mampu menamatkan hingga jenjang SLTA. Tingkat pendidikan yang ditempuh penduduk di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara disajikan pada Tabel 7.

(4)

Tabel 7 Distribusi Penduduk berdasarkan tingkat pendidikan

No Tingkat

Pendidikan

Lokasi (Kelurahan)

Layana Lambara

Jumlah (Orang) % Jumlah (Orang) %

1 Buta Huruf 31 1,55 65 5,79 2 Tidak Tamat SD 58 2,90 104 9,26 3 Tamat SD 834 41,76 217 19,32 4 Tamat SLTP 498 24,94 265 23,60 5 Tamat SLTA 506 25,34 460 40,96 6 Diploma/PT 70 3,51 12 1,07 Jumlah 1.997 100.00 1.123 100,00

Sumber : Monografi Kelurahan Layana dan Lambara 2007 Mata Pencaharian

Pada umumnya penduduk di dua lokasi penelitian memiliki mata pencaharian utama sebagai petani. Di Layana, penduduk yang berprofesi petani sebanyak 300 orang (59,06%). Sementara itu di Lambara sebanyak 573 orang (50,18%). Distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian di dua lokasi penelitian

No Mata Pencaharian Lokasi (Kelurahan) Layana Lambara Jumlah (Orang) % Jumlah (Orang) % 1 PNS/TNI/POLRI 20 3,94 76 6,65 2 Pegawai Swasta 95 18,70 52 4,55 3 Wiraswasta/Pedagang 75 14,76 172 15,06 4 Tani 300 59,06 573 50,18 5 Nelayan 10 1,97 2 0,18 6 Jasa 3 0,59 8 0,70 7 Lain-lain 5 0,98 259 22,68 Jumlah 508 100,00 1.142 100,00

Sumber : Monografi Kelurahan Layana dan Lambara 2007

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Faktor Internal dan Eksternal Responden

Karakteristik internal dan eksternal responden merupakan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat pada kegiatan GN-RHL di

(5)

Sulawesi Tengah, khususnya di Layana dan Lambara. Karakteristik internal dimaksud terdiri atas: umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, luas lahan garapan, tingkat pendapatan, kekosmopolitan, pekerjaan sampingan, persepsi, dan motivasi. Sementara itu, karakteristik eksternal terdiri atas: intensitas sosialisasi kegiatan, peran pendamping lapangan, serta kejelasan hak dan kewajiban.

Karaktersitik Internal Responden a. Umur

Umur merupakan salah satu variabel yang sering digunakan untuk menganalisis berapa besarnya tenaga kerja (manpower), angkatan kerja (labor force) serta proporsi dari penduduk berusia dewasa yang terlibat dalam kegiatan ekonomis secara aktif di suatu tempat. Tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk dalam usia kerja. Dalam literatur biasanya adalah seluruh penduduk berusia 15-64 tahun. Sementara itu, besarnya angkatan kerja tergantung pada tingkat partisipasi angkatan kerja (labor force participation rate), yaitu berapa persen dari tenaga kerja yang menjadi angkatan kerja (Lembaga Demografi UI 2004). Kategori responden berdasarkan umur disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Kategori responden berdasarkan umur di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara Umur (tahun) Lokasi (Kelurahan) Layana Lambara Jumlah % Jumlah % Rendah (<40) 13 26,00 32 76,19 Sedang (40-55) 31 62,00 8 19,05 Tinggi ( >55) 6 12,00 2 4,76 Total 50 100,00 42 100,00

Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar responden di Layana dan Lambara masuk dalam kategori umur produktif / usia tenaga kerja (15-64 tahun), dengan persentase masing-masing sebesar 44 jiwa (88,00%) dan 40 jiwa (95,24%). Di mana, kisaran umur responden di Kelurahan Layana adalah 27-80 tahun, dengan rata-rata umur sekitar 46,66 tahun . Sedangkan di Kelurahan Lambara adalah 19-70 tahun, dengan rata-rata sekitar 33,40 tahun. Namun demikian, bila dibandingkan dengan

(6)

total jumlah tenaga kerja, khususnya di sektor pertanian pada masing-masing lokasi, maka jumlah angkatan kerja yang terserap pada kegiatan GN-RHL masing-masing sebesar 14,67% dan 6,98%.

b. Tingkat Pendidikan

Dalam kajian-kajian sosial kemasyarakatan, diketahui bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu dari tiga komponen sosial ekonomi (pekerjaan, pendidikan, pendapatan), yang dapat mempengaruhi tingkat partisipasi seseorang pada setiap tahapan kegiatan. Mereka yang berpendidikan tinggi lebih banyak terlibat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan. Sebaliknya, bagi mereka yang berpendidikan rendah lebih banyak terlibat pada tahap pelaksanaan dan pemanfaatan (Slamet 1989).

Dalam penelitian ini, tingkat pendidikan dikategorikan menjadi tiga yaitu: rendah, sedang, dan tinggi. Tingkat pendidikan yang tergolong rendah meliputi: tidak sekolah, tidak tamat SD, dan tamat SD. Untuk kategori sedang meliputi: tamat SLTP atau sederajat, sedangkan untuk kategori tinggi meliputi; Tamat SLTA, diploma, dan perguruan tinggi. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Kategori karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara

Kategori Tingkat Pendidikan Lokasi (Kelurahan) Layana Lambara Jumlah % Jumlah % Rendah (<3) 38 76,00 29 69,05 Sedang (3) 12 24,00 12 28,57 Tinggi (>3) 0 0,00 1 2,38 Total 50 100,00 42 100,00

Tabel 10 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden di kedua lokasi tergolong rendah, masing masing sebesar 76% untuk Layana dan 69,05% untuk Lambara. Kisaran untuk Lambara lebih tinggi dari Layana, di mana untuk Layana berada pada kisaran 1 – 3 (jenjang SD sampai SMP), dengan rata-rata tingkat pendidikan yang ditempuh adalah tamat SD. Sedangkan untuk Lambara pada kisaran 1 – 4 (jenjang SD – SMA), dengan rata-rata pendidikan yang ditempuh responden adalah tamat SD.

(7)

Pengelolaan lahan oleh suatu rumah tangga merupakan bagian dari keseluruhan pengelolaan sumberdaya keluarga atau rumahtangga. Hal ini erat kaitannya dengan ketersediaan tenaga kerja dan pola pembagian kerja dalam keluarga, yang secara langsung berpengaruh terhadap pilihannya berpartisipasi dalam suatu kegiatan pengelolaan lahan.

Pada kasus pedesaan di Jawa, diketahui bahwa rumah tangga yang kekurangan tenaga kerja, utamanya pada musim-musim tertentu cenderung membudidayakan lahannya dengan tanaman pohon-pohon karena budidaya pohon-pohon membutuhkan masukan tenaga kerja yang rendah dan memberikan pendapatan yang lebih tinggi (Van Der Poel dan Van Dijk 1987 diacu dalam Suharjito et al. 2003). Jumlah anggota keluarga responden secara rinci disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Kategori karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara

Jumlah Anggota Keluarga (Orang) Lokasi (Kelurahan) Layana Lambara Jumlah % Jumlah % Rendah (<3) 3 6,00 11 26,19 Sedang (3-4) 23 46,00 23 54,76 Tinggi (>4) 24 48,00 8 19,05 Total 50 100,00 42 100,00

Jumlah anggota keluarga responden yang masuk kategori sedang dan tinggi cukup berimbang di Layana, masing-masing sebesar 46% dan 48%. Sementara itu, di Lambara didominasi oleh kategori sedang (54,76%), dengan kisaran jumlah anggota keluarga masing-masing adalah 2 - 10 orang (rata-rata 4,48 orang) untuk Layana dan 1 – 8 orang ( rata-rata 3,5 orang) untuk Lambara.

d. Luas lahan garapan

Luas lahan garapan yang dimiliki berpengaruh terhadap pilihan sikap seseorang dalam memutuskan untuk mengalokasikan sebagian lahannya untuk ditanami pohon-pohonan. Hal tersebut berlaku sebaliknya, pemilikan lahan yang sempit lebih cenderung menggunakan lahannya untuk tanaman pangan atau tanaman

(8)

perdagangan daripada pohon-pohonan (Suharjito et al. 2003). Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Kategori karakteristik responden berdasarkan luas lahan garapan di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara

Luas lahan Garapan (ha) Lokasi (Kelurahan) Layana Lambara Jumlah % Jumlah % Kecil (<1) 25 50,00 9 21,43 Sedang (1-2.5) 25 50,00 33 78,57 Luas (>2.5) 0 0,00 0 0,00 Total 50 100,00 42 100,00

Tabel di atas menunjukkan bahwa lahan garapan yang dikuasai oleh tiap-tiap responden di kedua lokasi berbeda. Untuk Layana, kisaran luas lahan yang dikuasai oleh responden adalah sebesar 0,5 – 2,5 ha, dengan rata-rata seluas 1,02 ha. Sedangkan di Lambara, kisaran luas lahan yang dikuasai responden sebesar 1 – 2 ha, dengan rata-rata seluas 0,96 ha.

e. Tingkat pendapatan

Tingkat pendapatan responden dikelompokan ke dalam tiga kategori yaitu: rendah (< Rp500.000), sedang (Rp500.000,- - Rp750.000,-), dan tinggi (> Rp750.000,-). Di Layana tingkat pendapatan responden pada umumnya rendah (58%). Selebihnya masuk dalam kategori sedang (38%) dan tinggi (4%). Demikian halnya di Lambara, di mana umumnya responden mempunyai tingkat pendapatan rendah (76,19%), selebihnya masuk dalam kategori sedang (19,05%) dan tinggi (4,76%). Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Kategori karakteristik responden berdasarkan tingkat pendapatan di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara

Tingkat Pendapatan (* Rp1.000/bln) Lokasi (Kelurahan) Layana Lambara Jumlah % Jumlah % Rendah (<500) 29 58,00 32 76,19 Sedang (500-750) 19 38,00 8 19,05

(9)

Tinggi (>750) 2 4,00 2 4,76

Total 50 100,00 42 100,00

Kisaran pendapatan di kedua lokasi penelitian berbeda, untuk Layana kisaran pendapatan responden antara Rp200.000,- – Rp1.000.000,-. Di Lambara kisaran pendapatan responden antara Rp150.000,- – Rp800.000,-. Sementara itu, rata-rata pendapatan responden di Layana lebih besar dari Lambara, masing – masing sebesar Rp499.000,- dan Rp381.000,-.

f. Sifat kekosmopolitan

Sifat kekosmopolitan merupakan keterbukaan dan kemauan seseorang untuk mencari atau menerima informasi dari luar, khususnya informasi-informasi yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan pada GN-RHL. Responden di kedua lokasi penelitian mempunyai kategori sifat kekosmopolitan yang berbeda. di Layana, sebagian besar responden masuk dalam kategori rendah (58%). Sebaliknya, di Lambara sifat kekosmopolitan responden lebih baik, di mana pada umumnya masuk dalam kategori sedang (71,43%).

Tingginya kekosmopolitan di Lambara lebih disebabkan adanya peran aktif dan dukungan tokoh-tokoh masyarakat setempat, terutama dalam mengkomunikasikan berbagai informasi yang terkait dengan GN-RHL kepada para peserta. Kategori kekosmopolitan di dua lokasi penelitian disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Kategori karakteristik responden berdasarkan sifat kekosmopolitan di Layana dan Lambara

Sifat Kekosmopolitan Lokasi (Kelurahan) Layana Lambara Jumlah % Jumlah % Rendah (<7) 29 58,00 12 28,57 Sedang (7-12) 21 42,00 30 71,43 Tinggi (>12) 0 0,00 0 0,00 Total 50 100,00 42 100,00

(10)

g. Pekerjaan sampingan

Pekerjaan sampingan merupakan pekerjaan lain atau pekerjaan tambahan yang dipunyai oleh responden di luar pekerjaan utamanya. Pekerjaan tersebut utamanya dilakukan untuk menambah pendapatan, guna pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Berdasarkan hasil yang diperoleh di lapangan, diketahui bahwa pekerjaan sampingan yang dilakukan oleh responden baik di Layana maupun Lambara tergolong rendah, hanya memiliki kisaran 0 - 1. Pekerjaan sampingan yang umumnya digeluti oleh responden di kedua lokasi tersebut adalah mencari rotan, pencari kayu bakar dan buruh bangunan, seperti disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Kategori karakteristik responden berdasarkan pekerjaan sampingan di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara

Pekerjaan sampingan Lokasi (Kelurahan) Layana Lambara Jumlah % Jumlah % Rendah (<2) 50 100,00 42 100,00 Sedang (2) 0 0,00 0 0,00 Tinggi (>2) 0 0,00 0 0,00 Total 50 100,00 42 100,00

Pekerjaan sampingan responden di kedua lokasi penelitian merupakan cerminan terhadap ancaman eksistensi sumberdaya hutan, bila permasalahan tersebut tidak diatasi segera. Hal ini dimungkinkan karena lahan dan hutan akan menjadi alternatif mereka untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya.

h. Persepsi

Persepsi merupakan pengetahuan, pandangan, dan penilaian responden terhadap tujuan dan manfaat pelaksanaan kegiatan GN-RHL. Persepsi dikelompokkan ke dalam tiga kategori: kategori rendah (skor <3), sedang (skor 3-5), dan tinggi (skor >5).

Persepsi di dua lokasi penelitian menunjukkan adanya perbedaan. Perbedaan tersebut lebih disebabkan adanya variasi tingkat pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki oleh responden, terkait penyelenggaraan kegiatan GN-RHL. Hal ini tentunya

(11)

erat kaitannya dengan intensitas sosialisasi yang dilakukan pihak pelaksana, efektifitas pendampingan, pelatihan, dan penyuluhan yang dilaksanakan. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Kategori karakteristik reponden berdasarkan persepsi di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara

Persepsi Lokasi (Kelurahan)

Layana Lambara Jumlah % Jumlah % Rendah (<5) 29 58,00 15 35,71 Sedang (5-8) 20 40,00 6 14,29 Tinggi (>8) 1 2,00 21 50,00 Total 50 100,00 42 100,00

Di Layana umumnya responden memiliki persepsi rendah (58%). Selebihnya masuk dalam kategori sedang (40%) dan tinggi (2%). Sementara itu, persepsi di Lambara umumnya tergolong tinggi (50%), selebihnya masuk dalam kategori sedang (14,29%) dan rendah (35,71%).

i. Motivasi

Motivasi merupakan dorongan yang diperoleh dari dalam maupun dari luar diri responden dalam mewujudkan harapan-harapannya, melalui proses interaksi yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan GN-RHL. Motivasi terbagi dua, yaitu: motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan dorongan yang berasal dari dalam, meliputi: (a) keinginan untuk meningkatkan pendapatan/kesejahteraan keluarga, (b) menambah pengetahuan dan keterampilan, dan (c) meningkatkan status sosial (kedudukan) dalam masyarakat. Sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan dorongan dari luar, meliputi: (a) ajakan dari anggota keluarga, teman, dan tetangga, tokoh atau pemuka masyarakat, (b) penghasilan dan tawaran bantuan yang menarik, dan (c) adanya ancaman terhadap kerusakan lingkungan.

Di Layana sebagian besar responden memiliki motivasi instrinsik dan ekstrinsik yang tergolong rendah, dengan persentase masing-masing sebesar 88% dan 100%. Demikian halnya di Lambara, di mana umumnya responden memiliki motivasi intrinsik rendah (78,57%) dan motivasi ekstrinsik yang tergolong sedang (59,52%).

(12)

Motivasi ekstrinsik responden di Lambara lebih disebabkan oleh sejumlah pengalaman buruk yang dialami masyarakat akibat bencana banjir bandang yang melanda desa mereka beberapa waktu lalu. Banyak kebun dan lahan pertanian masyarakat tersapu oleh banjir dan tanah longsor. Olehnya sebab itu, mereka termotivasi untuk ikut dalam kegiatan rehabilitasi hutan, utamanya melalui kegiatan GN-RHL tersebut. Kategori karakteristik responden berdasarkan motivasi disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17 Kategori karakteristik responden berdasarkan motivasi di kelurahan Layana dan Lambara Motivasi Lokasi (Kelurahan) Layana Lambara Jumlah % Jumlah % 1. Intrinsik Rendah (<4) 44 88,00 33 78,57 Sedang (4-6) 6 12,00 9 21,43 Tinggi (>6) 0 0,00 0 0,00 Total 50 100,00 42 100,00 2. Ekstrinsik Rendah (<5) 50 100,00 17 40,48 Sedang (5-8) 0 0,00 25 59,52 Tinggi (>8) 0 0,00 0 0,00 Total 50 100,00 42 100,00

Karakteristik Eksternal Responden a. Intensitas sosialisasi kegiatan

Seperti diuraikan sebelumnya, bahwa intensitas sosialisasi kegiatan diterminologikan sebagai frekuensi pelaksanaan kegiatan sosialisasi kegiatan GN-RHL, yang diaktualisasikan melalui sejumlah kegiatan-kegiatan, di antaranya: (a) pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh pihak pelaksana dengan LSM dan peserta kegiatan; (b) kegiatan penyuluhan; dan (c) pelatihan. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 18.

(13)

Tabel 18 Kategorisasi faktor eksternal responden berdasarkan intensitas sosialisasi kegiatan di Layana dan Lambara

Intensitas Sosialisasi Kegiatan Lokasi (Kelurahan) Layana Lambara Jumlah % Jumlah % Rendah (<3) 30 60,00 Rendah (<2) 8 19,05 Sedang (3-5) 15 30,00 Sedang (2-3) 8 19,05 Tinggi (>5) 5 10,00 Tinggi (>3) 26 61,90 Total 50 100,00 42 100,00

Intensitas sosialisasi kegiatan di kedua lokasi penelitian menunjukkan hasil yang berbeda. Di Layana, intensitas sosialisasi kegiatan yang diikuti oleh responden umumnya tergolong rendah, dengan persentase sebesar 60%. Sementara itu, di Lambara umumnya masuk dalam kategori tinggi, dengan nilai persentase sebesar 61,90%. Kisaran intensitas sosialisasi kegiatan untuk Kelurahan Layanan sebanyak 0 – 8 kali, dengan rata-rata 3,36 dan kisaran untuk Kelurahan Lambara sebanyak 0 – 5 kali, dengan rata-rata 2,76.

b. Peran petugas lapangan

Petugas lapangan adalah seseorang yang diberikan tugas khusus oleh Dinas Kehutanan Kota Palu terkait pelaksanaan kegiatan GN-RHL. Tugas yang harus dilakukan meliputi: melaksanakan penerangan atau pengarahan dan bimbingan teknis pada pelaksanaan kegiatan di lapangan. Terkait dengan hal tersebut maka penilaian terhadap peran petugas lapangan didasarkan sepenuhnya pada intensitas mereka di lapangan, melalui informasi yang digali secara langsung dari peserta kegiatan.

Peran petugas lapangan di kedua lokasi penelitian menunjukkan hasil yang berbeda. Di Layana, peran petugas lapangan umumnya tergolong tinggi dengan persentase sebesar 42%. Sementara itu, di Lambara umumnya masuk dalam kategori sedang, dengan nilai persentase sebesar 42,85%. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19 Kategorisasi faktor eksternal responden berdasarkan peran petugas lapangan di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara

Peran Petugas Lapangan Lokasi (Kelurahan)

(14)

Jumlah % Jumlah %

Rendah (<6) 17 34,00 16 38,10

Sedang (6-10) 12 24,00 18 42,85

Tinggi (>10) 21 42,00 8 19,05

Total 50 100,00 42 100,00

Kisaran peran petugas lapangan di kedua lokasi penelitian berbeda, untuk Layana kisaran peran petugas lapangan adalah 1 – 15, dengan rata-rata 7,94. Sedangkan untuk Lambara berada dalam kisaran 1 – 13, dengan rata-rata 7,10.

c. Kejelasan Hak dan Kewajiban

Kejelasan hak dan kewajiban merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan suatu kegiatan. Hal tersebut menjadi dasar bagi peserta kegiatan dalam menentukan sikap untuk terlibat secara total atau tidak pada kegiatan GN-RHL tersebut. Kejelasan hak dan kewajiban merupakan salah satu aktualisasi aturan main pelaksanaan kegiatan GN-RHL, yang meliputi: hak-hak apa saja yang diperoleh masyarakat, kewajiban yang harus dijalankan oleh masyarakat, dan bentuk-bentuk kesepakatan antara masyarakat pelaksana kegiatan.

Kejelasan hak dan kewajiban dikategorikan ke dalam tiga tingkatan, yaitu: rendah, sedang, dan tinggi. Di Layana, kejelasan hak dan kewajiban antara pihak pelaksana dengan masyarakat peserta kegiatan masuk dalam kategori rendah (68%). Sementara itu, untuk Lambara masuk dalam kategori sedang (90,48%). Kisaran kejelasan hak dan kewajiban di kedua lokasi penelitian adalah sama, sebesar 1 -6. Namun, rata-rata kejelasan hak dan kewajiban menurut responden di Layana lebih rendah dari Lambara, masing – masing sebesar 2 dan 5,19. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Kategori faktor eksternal responden berdasarkan kejelasan hak dan kewajiban di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara.

Kejelasan Hak dan Kewajiban

Lokasi (Kelurahan) Layana Lambara Jumlah % Jumlah % Rendah (<4) 34 68,00 2 4,76 Sedang (4-6) 15 30,00 40 95,24 Tinggi (>6) 1 2,00 0 0,00

(15)

Total 50 100,00 42 100,00

Tingkat Partisipasi Masyarakat Peserta Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL)

Partisipasi diartikan sebagai keterlibatan atau keikutsertaan peserta kegiatan GN-RHL dalam setiap tahapan kegiatan. Partisipasi masyarakat mencakup empat tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan kegiatan, tahap evaluasi kegiatan dan tahap pemanfaatan kegiatan.

Tahap Perencanaan Kegiatan

Pengukuran tingkat partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan meliputi enam item, di antaranya: (1) penyusunan dan penandatanganan kontrak kerjasama, (2) penentuan lokasi, (3) Penentuan luas lahan, (4) pemasangan patok batas lahan milik, (5) penentuan jenis tanaman, (6) pembentukan kelompok tani. Tingkat partisipasi masyarakat di Layana dan Lambara disajikan pada Tabel 21.

Penilaian terhadap tingkat partisipasi masyarakat peserta kegiatan GN-RHL di Layana dan Lambara untuk tiap-tiap kegiatan pada tahap perencanaan, dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) partisipasi masyarakat tergolong rendah, apabila peserta hanya mengikuti siosialisasi dari pihak pelaksana untuk tiap-tiap item kegiatan, namun mereka tidak pernah hadir dalam rapat atau pertemuan; (b) Partisipasi masyarakat tergolong sedang, apabila pada tiap-tiap item kegiatan peserta kegiatan mengikuti sosialisasi kegiatan, selalu hadir dalam rapat atau pertemuan, tetapi tidak pernah aktif memberikan usulan atau saran maupun pertanyaan; (c) Partisipasi masyarakat tergolong tinggi, apabila pada tiap-tiap item kegiatan peserta kegiatan mengikuti sosialisasi kegiatan, selalu hadir dalam rapat atau pertemuan yang diadakan, dan aktif memberikan usulan atau saran maupun pertanyaan.

Tabel 21 Distribusi responden menurut tingkat partisipasi masyarakat (Rendah, Sedang, Tinggi) pada tahap perencanaan GN-RHL di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara

Item

Tingkat Partisipasi Masyarakat Tahap Perencanaan

Total Kelurahan Layana Kelurahan Lamabara

R % S % T % Total R % S % T %

1 49 98,0 1 2,0 0 0,0 50 41 97,6 1 2,4 0 0,00 42 2 34 68,0 15 30,0 1 2,0 50 38 90,5 4 9,5 0 0,00 42

(16)

3 28 56,0 20 40,0 2 4,0 50 42 100,0 0 0,0 0 0,00 42 4 21 42,0 29 58,0 0 0,0 50 0 0,0 41 97,6 1 0,02 42 5 50 100,0 0 0,0 0 0,0 50 40 95,2 0 0,0 2 0,05 42 6 18 36,0 32 64,0 0 0.0 50 0 0,0 39 92,9 3 0,07 42 Keterangan :

(1) penyusunanan dan penandatanganan kontrak kerjasama, (2) penentuan lokasi, (3) Penentuan luas lahan, (4) pemasangan patok batas lahan milik, (5) penentuan jenis tanaman, (6) pembentukan kelompok tani.

Tabel di atas menunjukkan, bahwa secara menyeluruh keterlibatan responden di setiap tahapan kegiatan tergolong rendah. Di Layana, Persentase paling rendah terdapat pada kegiatan penyusunan dan penandatanganan kontrak kerjasama (98%) dan penentuan jenis tanaman (100%). Hal tersebut berarti bahwa tingkat partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan di Layana tergolong rendah. Sementara itu, mereka hanya terlibat pada dua item kegiatan saja (item 4 dan 6) dari enam item kegiatan yang ada. Bahkan sebagian responden menyatakan sama sekali tidak pernah dilibatkan pada empat item kegiatan lainnya. Padahal keempat item kegiatan tersebut, yaitu: penyusunan dan penandatanganan kontrak kerjasama, penentuan lokasi, penentuan luas lahan, dan penentuan jenis tanaman, merupakan item yang penting dan akan mempengaruhi keterlibatan responden pada tahap berikutnya, dan juga akan mempengaruhi hasil dari kegiatan secara keseluruhan.

Demikian halnya di Lambara, di mana partisipasi peserta kegiatan GN-RHL, utamanya untuk item 1, 2, 3, dan 5 tergolong rendah. Sementara itu, partisipasi masyarakat peserta kegiatan untuk item 4, dan 6 masuk dalam ketegori sedang. Rendahnya partisipasi masyarakat, utamanya dalam penentuan lokasi dan penentuan luas lahan (item 2 dan 3), lebih disebabkan oleh status lokasi yang merupakan kawasan hutan produksi terbatas, di mana dasar penetapan lokasi sepenuhnya mengacu pada hasil kajian masterplan lahan kritis Sulawesi Tengah tahun 2003. Hal ini berbeda dengan di Layana, di mana kegiatan GN-RHL dilaksanakan pada hutan rakyat, dan penetapan lokasi serta luasannya dilakukan secara bersama-sama antara pihak pelaksana dan masyarakat pemilik lahan.

Tahap Pelaksanaan Kegiatan

Tingkat partisipasi masyarakat pada tahap pelaksanaan meliputi 11 (sebelas) item kegiatan, di antaranya: (1) penyuluhan yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan, (2) pertemuan kelompok tani, (3) pembuatan larikan tanaman, (4) pembuatan lubang

(17)

tanaman, (5) pemeriksaan bibit tanaman, (6) pemasangan ajir, (7) menanam tanaman yang diprogramkan, (8) penyiangan/pembersihan rumput, (9) pendangiran/pengerubusan tanah, (10) menyulami tanaman mati, dan (11) pemeliharaan tanaman.

Penilaian terhadap tingkat partisipasi masyarakat peserta kegiatan GN-RHL untuk tiap-tiap item kegiatan pada tahap pelaksanaan dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) partisipasi masyarakat tergolong rendah, apabila peserta hanya mengikuti sosialisasi dari pihak pelaksana untuk tiap-tiap item kegiatan, serta tidak pernah hadir dalam kegiatan penyuluhan, rapat atau pertemuan; (b) partisipasi masyarakat tergolong sedang, apabila pada tiap-tiap item kegiatan peserta kegiatan mengikuti sosialisasi kegiatan, selalu hadir dalam kegiatan penyuluhan, rapat atau pertemuan tetapi tidak pernah aktif memberikan usulan atau saran maupun pertanyaan; dan (c) partisipasi masyarakat tinggi, apabila pada tiap-tiap item kegiatan peserta kegiatan mengikuti sosialisasi kegiatan, selalu hadir dalam kegiatan penyuluhan, rapat atau pertemuan dan aktif memberikan usulan atau saran maupun pertanyaan.

Tabel 22 Distribusi responden menurut tingkat partisipasi masyarakat (Rendah, Sedang, Tinggi) pada tahap pelaksanaan GN-RHL di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara

Item

Tingkat Partisipasi Masyarakat Tahap Pelaksanaan

Total Kelurahan Layana Kelurahan Lamabara

R % S % T % Total R % S % T % 1 22 44,0 28 56,0 0 0,0 50 29 69,05 13 30,95 0 0,00 42 2 2 4,0 46 92,0 2 4,0 50 12 28,57 28 66,67 2 4,76 42 3 13 26,0 11 22,0 26 52,0 50 0 0,0 10 23,8 32 76,2 42 4 12 24,0 11 22,0 27 54,0 50 0 0,0 10 23,8 32 76,2 42 5 47 94,0 0 0,0 3 6,0 50 9 21,4 15 35,7 18 42,9 42 6 13 26,0 11 22,0 26 52,0 50 0 0,0 10 23,8 32 76,2 42 7 0 0,0 0 0,0 50 100,0 50 0 0,0 0 0,0 42 100,0 42 8 13 26,0 11 22,0 26 52,0 50 0 0,0 10 23,8 32 76,2 42 9 13 26,0 11 22,0 26 52,0 50 0 0,0 10 23,8 32 76,2 42 10 50 100,0 0 0,0 0 0,0 50 42 100,0 0 0,0 0 0,0 42 11 50 100,0 0 0,0 0 0,0 50 42 100,0 0 0,0 0 0,0 42 Keterangan :

(1) penyuluhan yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan, (2) pertemuan kelompok tani, (3) pembuatan larikan tanaman, (4) pembuatan lubang tanaman, (5) pemeriksaan bibit tanaman, (6)

(18)

pemasangan ajir, (7) menanam tanaman yang diprogramkan, (8) penyiangan/pembersihan rumput, (9) pendangiran/pengerubusan tanah, (10) menyulami tanaman mati, (11) pemeliharaan tanaman

Tabel di atas menunjukkan bahwa secara umum tingkat partisipasi peserta kegiatan GN-RHL di Layana dan Lambara tergolong tinggi. Di Layana, sebagian besar responden terlibat dalam beberapa item kegiatan, terutama pada kegiatan pembuatan larikan tanaman (item 3), pembuatan lubang tanaman (item 4), pemasangan ajir (item 6), penanaman (item 7), penyiangan (item 8), dan pendangiran (item 9). Untuk kegiatan penyuluhan (item 1) dan pertemuan kelompok tani (item 2), tingkat partisipasi masyarakat tergolong sedang. Sementara itu, item kegiatan yang memiliki tingkat partisipasi masyarakat rendah di antaranya : pemeriksaan bibit tanaman (item 5), penyulaman (item 10), dan pemeliharaan tanaman (item 11).

Rendahnya partisipasi masyarakat pada ketiga item tersebut lebih disebabkan alasan teknis, di mana wewenang untuk kegiatan pemeriksaan bibit dipegang sepenuhnya oleh institusi independent bentukan proyek. Bahkan dalam kegiatan pemeriksaan yang dilakukan, keterlibatan masyarakat hanya sebatas mendampingi tim pemeriksa, tanpa memiliki wewenang untuk melakukan penilaian terhadap kelayakan bibit yang disediakan.

Demikian pula halnya terhadap kegiatan penyulaman dan pemeliharaan tanaman, di mana kedua item tersebut tidak pernah terealiasi di Layana. Beberapa argumen yang mengemuka terkait masalah tersebut antara lain: (a) Bibit yang disalurkan tidak mencukupi untuk kegiatan penyulaman. Bahkan persediaan bibit untuk kegiatan penanaman saja tidak mencukupi. Dari target luasan yang akan di tanami (50 ha), dengan total jumlah bibit yang dibutuhkan sekitar 40.000 batang, hanya terpenuhi sekitar 30.000 batang dengan kualitas yang beragam. Jumlah bibit yang terbatas ini menyebabkan target luasan penanaman tidak terpenuhi. (b) Persentase tumbuh yang rendah, di mana dari sekitar 35 ha luasan yang berhasil ditanami, hanya 30% saja tanaman yang berhasil tumbuh di lapangan. Hal ini menyebabkan tim penilai tanaman tidak merekomendasikan untuk dilakukan kegiatan pemeliharaan.

Sementara itu, di Lambara tingkat partisipasi peserta pada tahap pelaksanaan juga tergolong tinggi. Sebagian besar responden menyatakan terlibat dalam beberapa item kegiatan, terutama kegiatan pembuatan larikan tanaman (item 3), pembuatan

(19)

lubang tanaman (item 4), pemeriksaan bibit, (5) pemasangan ajir (item 6), penanaman (item 7), penyiangan (item 8), dan pendangiran (item 9). Namun, kegiatan pertemuan kelompok tani (item 2), tingkat partisipasi masyarakat tergolong sedang.

Kegiatan yang memiliki tingkat partisipasi masyarakat rendah di antaranya: penyuluhan (item 1), penyulaman tanaman (item 10) dan pemeliharaan tanaman (item 11). Rendahnya partisipasi masyarakat pada kegiatan penyuluhan disebabkan banyak masyarakat yang tidak memperoleh informasi sebelumnya menyangkut akan diadakannya kegiatan tersebut. Sementara itu, rendahnya partisipasi masyarakat pada kedua item tersebut (item 10 dan 11) disebabkan oleh permasalahan yang sama dengan yang dialami desa Layana, yaitu alasan teknis terkait ketersediaan bibit tanaman. Menurut masyarakat, akibat tidak dilakukannya penyulaman menyebabkan tingkat keberhasilan tumbuh tanaman berada di bawah rata-rata (55%) (Permenhut 2004). Sementara tim independent penilai bibit tidak menerima alasan tersebut sebagai salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan. Oleh karena itu, rekomendasi yang dihasilkan oleh tim penilai bibit sama seperti yang dihasikan di Layana, yaitu tidak merekomendasikan kegiatan pemeliharaan tanaman di Lambara. Padahal, kualitas tumbuh tanaman di Lambara tergolong baik bila dibandingkan di Layana dan lokasi lainnya, meskipun persentasi tumbuh tanamannya tergolong rendah. Gambaran kondisi tanaman di kedua lokasi penelitian disajikan pada Gambar 5 berikut.

(20)

Tahap Evaluasi Kegiatan

Tingkat partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi meliputi 2 (dua) item kegiatan, di antaranya: (1) Mengikuti kegiatan penilaian keberhasilan kegiatan, dan (2) Membantu dalam memberikan informasi kepada tim evaluasi, terkait dengan pelaksanaan kegiatan di lapangan. Penilaian terhadap tingkat partisipasi masyarakat peserta kegiatan GN-RHL untuk tahap evaluasi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Partisipasi masyarakat tergolong rendah, apabila peserta hanya mengikuti

siosialisasi dari pihak pelaksana untuk tiap-tiap item kegiatan tidak pernah hadir dalam kegiatan penilaian, rapat, atau pertemuan

2. Partisipasi masyarakat tergolong sedang, apabila pada tiap-tiap item kegiatan peserta kegiatan mengikuti sosialisasi kegiatan, selalu hadir dalam kegiatan penilaian, rapat, atau pertemuan tetapi tidak pernah aktif memberikan saran atau masukan dalam pertemuan serta tidak aktif dalam memberikan informasi kepada tim evaluasi.

3. Partisipasi masyarakat tinggi, apabila pada tiap-tiap item kegiatan peserta kegiatan mengikuti sosialisasi kegiatan, selalu hadir dalam kegiatan penilaian, rapat atau pertemuan dan aktif memberikan masukan atau masukan serta aktif dalam memberikan informasi kepada tim evaluasi.

Tabel 23 Distribusi responden menurut tingkat partisipasi masyarakat (Rendah, Sedang, Tinggi) pada tahap evaluasi GN-RHL di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara

Item

Tingkat Partisipasi Masyarakat Tahap Evaluasi

Total Kelurahan Layana Kelurahan Lamabara

R % S % T % Total R % S % T %

1 50 100,0 0 0,0 0 0,0 50 42 100,0 0 0,0 0 0,0 42 2 48 96,0 2 4,0 0 0,0 50 40 95,2 2 4,8 0 0,0 42 Keterangan :

(1) Mengikuti kegiatan penilaian keberhasilan kegiatan, (2) Membantu dalam Memberikan informasi kepada tim evaluasi terkait dengan pelaksanaan kegiatan di lapangan.

Tabel 23 di atas menunjukkan bahwa partisipasi peserta kegiatan GN-RHL di Layana dan Lambara, tergolong rendah. Sebagian besar responden di kedua lokasi tersebut menyatakan tidak pernah terlibat pada kedua item kegiatan evaluasi. Hanya beberapa dari mereka, termasuk di antaranya ketua kelompok, dan bendahara kegiatan

(21)

yang menyatakan pernah dimintai informasi tentang pelaksanaan kegiatan di lapangan, serta dimintai bantuan untuk menunjukkan lokasi penanaman (guide), bahkan sebahagian dari mereka tidak pernah mengetahui bahwa telah dilakukan kegiatan evaluasi.

Tingkat partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan evaluasi dikedua lokasi penelitian, bila dikaitkan dengan konsep yang dikembangakan Wilcox (1994); Nanang dan Devung (2004), maka masuk dalam kategori partisipasi informasi (tingkat 1), di mana masyarakat hanya menerima pemberitahuan hasil yang telah diputuskan oleh orang luar (pihak Pelaksana kegiatan), tanpa memperhatikan tanggapan-tanggapan masyarakat sebagai sasaran kegiatan, dan informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran. Sedangkan tingkat partisipasi masyarakat pada tahap pelaksanaan di kedua lokasi penelitian masuk dalam kategori partisipasi plakasi/konsiliasi (tingkat 4), di mana masyarakat ikut dalam proses pengambilan keputusan yang sudah diputuskan sebelumnya oleh pihak luar, terutama menyangkut hal-hal penting, keikutsertaan peserta kegiatan lebih pada dorongan insentif berupa uang, barang, dan lain-lain.

Harapan yang nyata dan objektif dari masyarakat untuk berpartisipasi pada suatu kegiatan keadaannya sangat beragam, seperti: harapan untuk memperoleh kesempatan kerja, memperoleh pendapatan, memperoleh kesempatan berusaha dan memperoleh transfer ilmu pengetahuan, teknologi dan manajemen menjadi tidak tepat sasaran. Harapan-harapan inilah yang dapat memotivasi seseorang untuk berpartisipasi secara aktif pada kegiatan-kegiatan pembangunan masyarakat, termasuk di dalamnya kegiatan GN-RHL.

Kesempatan kerja dapat memberi arti bagi hidupnya karena memberikan kesempatan untuk mengekspresikan kemampuannya dan merasa berguna, sehingga memiliki harga diri (dignity). Kesempatan memperoleh pendapatan (income), yakni melalui upah/gaji, yang memberi kekuatan untuk membeli (daya beli), dan kemudian mengkonsumsi barang dan jasa yang dibutuhkannya untuk dapat merasakan kesejahteraan. Demikian halnya dengan kesempatan berusaha, yang diangap mempunyai derajat yang lebih tinggi, karena tidak hanya untuk diri/keluarganya sendiri tetapi juga untuk semakin maju lagi dikemudian hari. Kesempatan memperoleh transfer ilmu pengetahuan, teknologi dan manajemen, yang diharapkan

(22)

dapat meningkatkan motivasi dan kemampuan untuk semakin maju di kemudian hari (Darusman 2002). Dengan demikian, partisipasi masyarakat yang rendah secara pasti akan menghambat, bahkan mengeliminir semua harapan nyata dan objektif dari masyarakat terhadap kegiatan GN-RHL.

Tahap Pemanfaatan Hasil Kegiatan

Tingkat partisipasi masyarakat pada tahap pemanfaatan hasil dari kegiatan GN-RHL di Layana dan Lambara belum dapat diukur. Hal ini disebabkan karena pelaksanaan kegiatan GN-RHL di Propinsi Sulawesi Tengah yang tergolong baru (tahun anggaran 2004-2005), di mana efektif pelaksanaan kegiatan baru dilakukan pada tahun 2005. Olehnya, tanaman berkayu yang dijadikan sebagai komoditi utama seperti: Jati, Kemiri, Nantu dan Johar belum memberikan kontribusi berarti yang bagi masyarakat peserta.

Hubungan Antara Faktor Internal dan Faktor Eksternal Responden dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat

Hubungan faktor internal dan eksternal responden dengan tingkat partisipasi masyarakat memberikan gambaran tentang bagaimana peranan tiap-tiap faktor, internal maupun eksternal terhadap tingkat partisipasi masyarakat. Dalam melihat hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan GN-RHL di Layana dan Lambara pada setiap tahapan kegiatan (perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi) digunakan uji korelasi Spearman Rank. Hubungan antara Faktor Internal Responden dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat

Faktor-faktor internal responden yang dikaji dalam penelitian ini adalah: umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, luas lahan garapan, tingkat pendapatan, sifat kekosmopolitan, pekerjaan sampingan, persepsi, motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Faktor-faktor internal responden yang memiliki hubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat di Kelurahan Layana pada tahap perencanaan adalah: tingkat pendidikan, sifat kekosmopolitan, persepsi dan motivasi instrinsik, sedangkan pada tahap pelaksanaan adalah: jumlah anggota keluarga, sifat

(23)

kekosmopolitan, persepsi dan motivasi instrinsik. Sementara itu, faktor-faktor internal respoden yang memiliki hubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat di Kelurahan Lambara pada tahap perencanaan adalah: umur, tingkat pendapatan, sifat kekosmopolitan, persepsi, motivasi instrinsik dan ekstrinsik. Sedangkan pada tahap pelaksanaan adalah: umur, sifat kekosmopolitan, persepsi,motivasi instrinsik dan ekstrinsik. Hubungan faktor internal responden dengan tingkat partisipasi di Layana dan Lambara disajikan pada Tabel 24.

Tabel 24 Hubungan faktor internal dengan tingkat partisipasi masyarakat di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara

No Faktor Internal Partisipasi Masyarakat Perencanaan (Y1) Pelaksanaan (Y2) Evaluasi (Y3) Layana 1 Umur (X1.1) -0,233 0,014 -0,088 2 Tingkat Pendidikan (X1.2) 0,322* 0,012 0,121

3 Jumlah Anggota Keluarga (X1.3) 0,267

0,382

** -0,118

4 Luas Lahan Garapan (X1.4) 0,091 0,162 0,072

5 Tingkat Pendapatan (X1.5) 0,057 -0,06 0,001 6 Sifat Kekosmopolitan (X1.6) 0,635** 0,690** -0,025 7 Pekerjaan Sampingan (X1.7) 0,195 -0,046 -0,242 8 Persepsi (X1.8) 0,668** 0,556** 0,027 9 Motivasi Instrinsik (X1.9) 0,429** 0,282* -0,093 10 Motivasi Instrinsik (X1.10) 0,244 0,243 -0,036 Lambara 1 Umur (X1.1) 0,656** 0,647** 0,120 2 Tingkat Pendidikan (X1.2) -0,224 -0,221 0,104

3 Jumlah Anggota Keluarga (X1.3) 0,172 0,175 -0,061

4 Luas Lahan Garapan (X1.4) -0,057 -0,152 0,056

5 Tingkat Pendapatan (X1.5) 0,389* 0,264 0,190

6 Sifat Kekosmopolitan (X1.6) 0,690** 0,786** -0,157

7 Pekerjaan Sampingan (X1.7) 0,263 0,221 0,141

8 Persepsi (X1.8) 0,734** 0,841** 0,044

(24)

10 Motivasi Ekstrinsik (X1.10) 0,573** 0,595** -0,043 ** Berpengaruh nyata pada α = 0,01

* Berpengaruh nyata pada α = 0,05

1. Hubungan antara Umur dengan tingkat partisipasi masyarakat

Hasil uji korelasi Sperman menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi (keeratan hubungan) antara variabel umur responden dengan partisipasi masyarakat di Layana, di setiap tahapan kegiatan masing-masing sebesar -0,233 (tahap perencanaan); 0,014 (tahap pelaksanaan); dan -0,088 (tahap evaluasi). Nilai korelasi tersebut menunjukkan hubungan yang lemah dengan tingkat partisipasi pada setiap tahapan kegiatan. Sementara itu, di Lambara nilai koefisien korelasi yang dihasilkan masing-masing sebesar 0,656** (tahap perencanaan); 0,647** (tahap pelaksanaan); dan 0,120 (tahap evaluasi). Nilai korelasi tersebut menunjukkan bahwa variabel umur memiliki hubungan yang sangat nyata dengan tingkat partisipasi di Lambara, utamanya pada tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan. Hal tersebut berarti bahwa semakin tinggi umur responden di Lambara, semakin tinggi pula partisipasinya pada tahap perencanaan dan pelaksanaan.

2. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi masyarakat

Nilai koefisien korelasi yang dihasilkan untuk variabel tingkat pendidikan di Lambara, masing-masing sebesar 0,322* (tahap perencanaan); 0,012 (tahap pelaksanaan); dan 0,121 (tahap evaluasi). Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan responden memiliki hubungan yang nyata dengan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan. Sedangkan untuk tahap pelaksanaan dan evaluasi memiliki hubungan yang lemah. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka semakin tinggi pula partisipasinya pada tahap perencanaan. Sedangkan di Lambara, partisipasi masyarakat tidak berkorelasi secara nyata dengan variabel tingkat pendidikan, dengan nilai koefisien korelasi masing-masing sebesar -0,224 (tahap perencanaan); -0,221 (tahap pelaksanaan); dan 0,104 (tahap evaluasi). Hal ini berarti bahwa tinggi-rendah partisipasi masyarakat di Lambara tidak berhubungan dengan tingkat pendidikan responden.

(25)

Nilai koefisien korelasi yang dihasilkan untuk variabel jumlah anggota keluarga di Layana, masing masing adalah sebesar 0,267 (tahap perencanaan); 0,382** (tahap pelaksanaan); dan -0,118 (tahap evaluasi). Variabel jumlah anggota keluarga berkorelasi positif dengan partisipasi masyarakat pada tahap pelaksanaan di Layana. Sedangkan untuk tahap perencanaan dan evaluasi, variabel jumlah anggota keluarga memiliki hubungan yang lemah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah tanggungan dalam keluarga, semakin tinggi pula partisipasi responden pada tahap pelaksanaan.

Kondisi tersebut dapat terjadi karena semakin tinggi jumlah anggota keluarga, semakin besar tingkat kebutuhan kesehariannya. Hal inilah yang memotivasi mereka untuk berpartisipasi pada tahap pelaksanaan kegiatan GN-RHL dengan harapan dapat memperoleh hasil berupa upah. Sementara itu, di Lambara nilai koefisien korelasi yang dihasilkan adalah sebesar 0,172 (tahap perencanaan); 0,175 (tahap pelaksanaan); dan -0,061 (tahap evaluasi). Nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel jumlah anggota keluarga memiliki hubungan yang lemah dengan tingkat partisipasi responden.

4. Hubungan antara luas lahan garapan dengan tingkat partisipasi masyarakat

Variabel luas lahan garapan di Layana memberikan nilai koefisien korelasi masing-masing sebesar 0,091 (tahap perencanaan); 0,162 (tahap pelaksanaan); dan 0,072 (tahap evaluasi). Nampak bahwa variabel luas lahan garapan memiliki hubungan yang lemah dengan tingkat partisipasi masyarakat di setiap tahapan kegiatan. Demikian halnya di Lambara, di mana nilai korelasi yang dihasilkan adalah sebesar -0,057 (tahap perencanaan); -0,152 (tahap pelaksanaan); dan -0,061 (tahap evaluasi). Nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel luas lahan garapan memiliki hubungan yang lemah dan bersifat negatif terhadap tingkat partisipasi masyarakat.

5. Hubungan antara tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi masyarakat

Nilai koefisien korelasi yang dihasilkan untuk variabel tingkat pendapatan responden di Layana, masing masing sebesar 0,057 (tahap perencanaan); -0,06 (tahap pelaksanaan); dan 0,001 (tahap evaluasi). Hal ini menunjukkan bahwa variabel tingkat pendapatan memiliki hubungan yang lemah dengan partisipasi masyarakat. Sementara

(26)

itu, di Lambara nilai koefisien korelasi yang dihasilkan adalah sebesar: 0,172 (tahap perencanaan); 0,175 (tahap pelaksanaan); dan -0,061 (tahap evaluasi). Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel jumlah anggota keluarga memiliki hubungan yang lemah dengan tingkat partisipasi responden. Sementara itu, di Lambara variabel tingkat pendapatan memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan, dengan nilai korelasi yang diperoleh sebesar 0,389*. Melalui hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan responden, semakin tinggi pula partisipasinya pada tahap perencanaan. Tingkat pendapatan erat kaitannya dengan kedudukan sosial seseorang. Slamet (1989) menyatakan bahwa status sosial dipengaruhi oleh pekerjaan, pendidikan, dan pendapatan penduduk. Lapisan penduduk yang berstatus sosial lebih tinggi, lebih banyak terlibat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan. Hal inilah yang dijumpai di Lambara, di mana tingkat pendapatan responden telah memposisikan mereka pada kedudukan sosial yang lebih tinggi dan terhormat. Oleh karenanya, mereka lebih banyak terlibat pada tahap perencanaan kegiatan GN-RHL.

6. Hubungan antara sifat kekosmopolitan dengan tingkat partisipasi masyarakat Nilai koefisien korelasi yang dihasilkan untuk variabel sifat kekosmopolitan di Layana, masing-masing sebesar 0,635** (tahap perencanaan); 0,690** (tahap pelaksanaan); dan -0,025 (tahap evaluasi). Variabel sifat kekosmopolitan berkorelasi positif dengan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan. Sedangkan untuk tahap evaluasi memiliki hubungan yang lemah. Demikian pula halnya di Lambara, nilai korelasi yang dihasilkan masing masing adalah sebesar 0,690** (tahap perencanaan); 0,786** (tahap pelaksanaan); dan -1,157 (tahap evaluasi). Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa, baik di Layana maupun di Lambara variabel sifat kekosmopolitan memiliki korelasi positif dengan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan. Sedangkan untuk tahap evaluasi memiliki hubungan yang lemah. Hasil korelasi tersebut menggambarkan bahwa semakin tinggi sifat kekosmopolitan, semakin tinggi pula partisipasi responden pada tahap perencanaan dan pelaksanaan kegiatan GN-RHL.

Sifat kekosmopolitan ini sangat erat kaitannya dengan proses adopsi inovasi dan proses difusi masyarakat. Dalam proses tersebut, masyarakat di dua lokasi penelitian melakukan upaya pengenalan, di antaranya dengan meningkatkan sifat

(27)

kekosmopolitan terhadap kegiatan GN-RHL. Kekosmopolitan yang dicirikan oleh upaya reponden mencari dan menggali informasi kepada pihak-pihak yang lebih memahami tentang kegiatan ini. Pihak-pihak yang dimaksud di antaranya; sesama anggota, tokoh-tokoh masyarakat, pendamping dan petugas lapangan, serta Dinas Kehutanan Kota Palu.

7. Hubungan antara pekerjaan sampingan dengan tingkat partisipasi masyarakat Nilai koefisien korelasi yang dihasilkan untuk variabel pekerjaan sampingan responden di Layana, masing-masing sebesar 0,195 (tahap perencanaan); -0,046 (tahap pelaksanaan); dan -0,242 (tahap evaluasi). Nilai koefisien tersebut menunjukkan bahwa variabel pekerjaan sampingan memiliki korelasi yang lemah terhadap tingkat partisipasi masyarakat. Demikian pula halnya di Lambara, di mana nilai korelasi yang dihasilkan masing-masing sebesar 0,263 (tahap perencanaan); 0,221 (tahap pelaksanaan); dan 0,141 (tahap evaluasi). Hal tersebut menunjukkan bahwa pekerjaan sampingan yang dimiliki responden tidak memiliki hubungan nyata dengan partisipasi masyarakat. Seperti diketahui bahwa, sebagian besar responden memiliki pekerjaan sampingan yang sifatnya tidak tetap (musiman), sehingga mereka tetap memiliki waktu luang untuk dapat terlibat dalam kegiatan GN-RHL.

8. Hubungan antara persepsi dengan partisipasi masyarakat

Nilai koefisien korelasi di Layana pada tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan menujukkan korelasi yang sangat nyata, dengan nilai masing masing sebesar 0,668** dan 0,556**. Sementara di Lambara sebesar 0,735** pada tahap perencanaan dan 0,772** pada tahap pelaksanaan. Persepsi yang baik terhadap kedua tahapan kegiatan didukung oleh kegiatan sosialisasi kegiatan yang telah dilaksanakan oleh pihak Dinas Kehutanan Kota Palu. Selain itu, masyarakat telah didampingi oleh salah satu LSM yang ditunjuk oleh pihak pelaksana, yang bertugas membantu dalam penyiapan masyarakat, utamanya melalui kegiatan pendampingan tersebut masyarakat dikenalkan dan diberikan pemahaman tentang tujuan, sasaran, dan manfaat GN-RHL.

9. Hubungan antara motivasi intrinsik dengan partisipasi masyarakat

Nilai koefisien korelasi pada tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan memiliki hubungan yang sangat nyata pada kedua lokasi penelitian. Nilai korelasi

(28)

yang diperoleh masing-masing sebesar 0,429** dan 0,282* untuk Layana dan 0,637** dan 0,621** untuk Lambara. Nilai-nilai tersebut menujukkan bahwa semakin tinggi motivasi responden, semakin meningkat pula partisipasinya. Korelasi yang terjalin erat kaitannya dengan tingkat pendapatan responden yang tergolong rendah. Dengan demikian, motivasi mereka untuk mencari pendapatan tambahan melalui kegiatan GN-RHL semakin tinggi.

10. Hubungan antara motivasi ekstrinsik dengan partisipasi masyarakat

Variabel motivasi ekstrinsik di Lambara memiliki korelasi yang sangat nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan. Nilai korelasi yang dihasilkan masing-masing sebesar 0,573** untuk tahap perencanaan dan 0,461** untuk tahap pelaksanaan. Hubungan yang sangat nyata tersebut sangat dipengaruhi oleh motivasi responden dalam upaya mencegah dan mengatasi ancaman banjir dan tanah longsor, yang kerap melanda daerah mereka. Berbeda dengan Layana, di mana motivasi ekstrinsik tidak memiliki hubungan nyata dengan partisipasi masyarakat. Hal ini disebabkan karena motivasi masyarakat ikut kegiatan GN-RHL lebih dikarenakan ajakan dari anggota keluarga, teman atau tetangga.

Hubungan antara faktor eksternal responden dengan tingkat partisipasi masyarakat

Faktor-faktor eksternal responden yang dikaji dalam penelitian ini adalah: intensitas sosialisasi kegiatan, peran petugas lapangan, dan kejelasan hak dan kewajiban. Faktor-faktor eksternal responden yang memiliki hubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat di Kelurahan Layana pada tahap perencanaan adalah: intensitas sosialisasi kegiatan dan peran petugas lapangan, demikian halnya pada tahap pelaksanaan adalah: intensitas sosialisasi kegiatan dan peran petugas lapangan. Sementara itu, faktor-faktor eksternal responden yang memiliki hubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat di Kelurahan Lambara pada tahap perencanaan adalah: intensitas sosialisasi kegiatan dan peran petugas lapangan. Sedangkan pada tahap pelaksanaan adalah: intensitas sosialisasi kegiatan, peran petugas lapangan, dan

(29)

kejelasan hak dan kewajiban. Hubungan faktor eksternal dengan tingkat partisipasi masyarakat di kedua lokasi penelitian, disajikan pada Tabel 25.

Tabel 25 Hubungan faktor eksternal dengan tingkat partisipasi masyarakat di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara

No Faktor Eksternal Partisipasi Masyarakat Perencanaan (Y1) Pelaksanaan (Y2) Evaluasi (Y3) Layana

Intensitas Sosialisasi Kegiatan (X2.1) 0,602** 0,885** -0,03

Peran Petugas Lapangan (X2.2) 0,655** 0,759** -0,006

Kejelasan Hak dan Kewajiban (X2.3) 0,032 0,264 -0,003

Lambara

Intensitas Sosialisasi Kegiatan (X2.1) 0,860** 0,879** 0,183

Peran Petugas Lapangan (X2.2) 0,499** 0,521** 0,052

Kejelasan Hak dan Kewajiban (X2.3) 0,245 0,379* 0,157 ** Berpengaruh nyata pada α = 0,01

* Berpengaruh nyata pada α = 0,05

1. Hubungan antara intensitas sosialisasi kegiatan dengan partisipasi masyarakat Intensitas sosialisasi kegiatan merupakan variabel yang sangat penting dalam meningkatkan partisipasi masyarakat. Melalui kegiatan sosialisasi, responden akan mengetahui dan memahami eksistensi kegiatan GN-RHL secara lebih baik. Dengan demikian, akan memberikan pengaruh yang baik pula terhadap keputusan inovasi responden dalam menerima kegiatan GN-RHL .

Intensitas sosialisasi kegiatan di Layana memiliki koefisien korelasi masing-masing sebesar 0,602** untuk tahap perencanaan dan 0,885** untuk tahap pelaksanaan. Sedangkan di Lambara, nilai korelasi yang diperoleh masing-masing sebesar 0,860** untuk tahap perencanaan dan 0,879** untuk tahap pelaksanaan. Nilai koefisien tersebut menujukkan korelasi positif yang sangat nyata. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi intensitas sosialisasi kegiatan maka semakin meningkat pula partisipasi responden pada setiap tahapan kegiatan.

(30)

2 Hubungan antara peran petugas lapangan dengan partisipasi masyarakat

Nilai koefisien korelasi peran petugas lapangan pada tahap perencanaan dan pelaksanaan di Layana masing-masing sebesar 0,655** dan 0,759**. Hal ini berarti bahwa terdapat korelasi positif antara peran petugas lapangan dengan tingkat partisipasi responden, baik di tahap perencanaan maupun pelaksanaan. Meskipun demikian, peran petugas lapangan di Layana belum sepenuhnya dirasakan optimal dalam menjalankan tugasnya, di mana, tugas yang dilakukan berupa pengarahan dan bimbingan teknis belum sepenuhnya dirasakan manfaatnya oleh sebagian rersponden. Sementara itu, nilai korelasi yang dihasilkan di Lambara adalah sebesar 0,496** pada tahap perencanaan dan sebesar 0,450** pada tahap pelaksanaan. Nilai koefisien pada tiap-tiap variabel di atas menunjukkan adanya korelasi positif, yang berarti semakin tinggi peran petugas lapangan maka semakin tinggi pula tingkat partisipasinya pada tahap perencanaan dan pelaksanaan kegiatan.

3. Hubungan antara kejelasan hak dan kewajiban dengan partisipasi masyarakat Variabel kejelasan hak dan kewajiban di Layana tidak berkorelasi secara nyata pada semua tahapan kegiatan. Hal ini disebabkan karena belum adanya aturan main yang jelas antara pihak pelaksana dengan masyarakat (responden), baik berupa kejelasan hak-hak yang diperoleh maupun kewajiban yang harus dijalankan oleh responden. Ketidakjelasan aturan main akan berdampak terhadap besaran kontrol yang dimiliki responden dalam menentukan secara bebas arah kehidupannya, bila terlibat dalam kegiatan GN-RHL tersebut. Hal ini dapat menimbulkan disinsentif bagi masyarakat, dan berdampak secara langsung terhadap efektifitas penyelengaraan GN-RHL (Kartodihardjo 2001). Berbeda dengan di Lambara, variabel kejelasan hak dan kewajiban memiliki hubungan yang nyata pada tahap pelaksanaan dengan nilai korelasi sebesar 0,379*, yang berarti bahwa semakin tinggi kejelasan hak dan kewajiban maka semakin tinggi pula partisipasi masyarakat. Kondisi ini lebih disebabkan karena kegiatan GN-RHL dilaksanakan pada Hutan Negara (Hutan Produksi Terbatas). Sehingga sejak awal dilaksanakannya kegiatan ini, aturan main antara pihak pelaksana dengan masyarakat telah diatur jelas, terutama mengenai bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan masyarakat dan hak yang dapat diterima melalui kegiatan tersebut.

(31)

Strategi Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitas Hutan dan Lahan (GN-RHL)

Peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan GN-RHL masih sangat dibutuhkan. Hal ini didasari pertimbangan, bahwa rendahnya partisipasi masyarakat telah menyebabkan terhambatnya keberhasilan penerapan kegiatan GN-RHL di lapangan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah melalui perumusan strategi pengembangan partisipasi masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian, teridentifikasi sejumlah faktor-faktor internal maupun eksternal, yang dijadikan dasar dalam penyusunan strategi pengembangan partisipasi masyarakat di kedua lokasi sampel.

Di dalam strategi pengembangan partisipasi masyarakat pada kegiatan GN-RHL di gunakan metode Strength, Weakness, Opportunity, Threat (SWOT). Pendekatan ini didasarkan pada potensi, isu, permasalahan, dan peluang yang ada di kedua lokasi penelitian (Layana dan Lambara), dengan memperhatikan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, infrastruktur, kelembagaan, dan kebijakan pendukung. Tahapan analisis yang dilakukan meliputi: (a) identifikasi dan penilaian faktor internal dan eksternal; (b) pemaduan faktor internal dan ekternal; dan (c) analisis keterkaitan unsur SWOT, yang menjadi dasar perumusan strategi pengembangan partisipasi masyarakat.

a. Unsur Kekuatan (Strength)

Peubah strategi internal, berupa kekuatan (Strength) yang memiliki pengaruh terhadap pengembangan partisipasi masyarakat dalam kegiatan GN-RHL disajikan pada Tabel 26.

Tabel 26 Peubah-peubah unsur kekuatan dan nilai pengaruhnya

Peubah Strategi Internal Bobot Rating Nilai pengaruh

1 2 4 5

Respon masyarakat terhadap kegiatan GN-RHL 0,237 3 0,71

Kerjasama kelompok 0,134 4 0,53

Ketersediaan tenaga kerja produktif 0,161 3 0,48

Tingkat Keterbukaan masyarakat

0,152 3 0,46

Dukungan Stakeholder terhadap GN-RHL

(32)

Keterjangkauan lokasi (aksesibilitas)

0,119 3 0,36

Total 2,94

Tabel di atas menunjukkan bahwa peubah yang memiliki nilai pengaruh tertinggi adalah ”respon masyarakat terhadap kegiatan GN-RHL”, dengan nilai pengaruh sebesar 0,71. Sedangkan peubah yang memiliki nilai pengaruh terendah adalah ” keterjangkauan lokasi” dengan nilai pengaruh sebesar 0,36.

1. Respon masyarakat terhadap kegiatan GN-RHL

Respon masyarakat yang tinggi disebabkan oleh persepsi dan motivasi yang dimiliki responden terhadap pelaksanaan kegiatan GN-RHL. Seperti diuraikan sebelumnya, bahwa persepsi responden yang baik disebabkan karena kegiatan sosialisasi dan pendampingan yang difasilitasi oleh Dinas Kehutanan, telah mampu memberikan pengetahuan dan pemahaman, serta menambah keyakinkan responden tentang eksistensi kegiatan GN-RHL. Persepsi yang baik secara tidak langsung mendorong motivasi responden untuk berpartisipasi aktif pada setiap tahapan kegiatan GN-RHL.

2. Kerjasama kelompok

Peubah ”kerjasama kelompok” memiliki nilai pengaruh sebesar 0,53. Hal ini didukung oleh kuatnya modal sosial masyarakat di kedua lokasi penelitian. Modal sosial dimaksud adalah sistem nilai gotong-royong dan kepercayaan (trust) kepada orang-orang yang dituakan, telah mempererat jalinan kerjasama dan kekompakkan di antara mereka, terutama dalam pelaksanaan GN-RHL. Hal ini nampak jelas pada pelaksanaan GN-RHL di Lambara, di mana pelaksanaan kegiatan GN-RHL dilakukan secara berkelompok, dan tiap-tiap responden telah mengetahui fungsi dan perannya masing-masing dalam kelompok tersebut.

3. Ketersediaan tenaga kerja produktif

Peubah ketersediaan tenaga kerja produktif memiliki nilai pengaruh sebesar 0.48. Di kedua lokasi penelitian, sebagian besar responden masuk dalam kategori umur produktif/usia tenaga kerja (15-64 tahun). Namun demikian, ketersediaan tenaga kerja produktif di kedua lokasi penelitian tidak seimbang dengan ketersediaan

(33)

lapangan pekerjaan. Sehingga keberadaan kegiatan GN-RHL dapat membantu menyerap usia produktif yang ada di Layana dan Lambara menjadi angkatan kerja (labor force).

4. Tingkat keterbukaan masyarakat

Peubah ”tingkat keterbukaan masyarakat” terhadap kegiatan GN-RHL memiliki nilai pengaruh sebesar 0,46. Keterbukaan yang dimaksud terkait dengan proses adopsi inovasi dan proses difusi masyarakat. Dalam proses tersebut, masyarakat di dua lokasi penelitian melakukan upaya pengenalan, di antaranya dengan meningkatkan sifat kekosmopolitan terhadap kegiatan GN-RHL. Sifat kekosmopolitan yang dicirikan oleh upaya mereka dalam mencari dan menggali informasi dengan pihak-pihak yang lebih memahami tentang kegiatan ini. Pihak-pihak yang dimaksud di antaranya; sesama anggota, tokoh-tokoh masyarakat, pendamping dan petugas lapangan, serta Dinas Kehutanan Kota Palu.

Dalam proses adopsi inovasi, proses pengenalan merupakan salah tahapan yang dilakukan untuk mencapai tahap persuasi, di mana seseorang membentuk sikap berkenan atau tidak berkenan terhadap inovasi. Bila tahapan ini dapat dilalui dengan baik, maka seseorang akan memutuskan pilihannya untuk menerima atau menolak inovasi tersebut (Hanafi 1987).

5. Dukungan stakeholder

Peubah ”dukungan stakeholder” memiliki nilai pengaruh sebesar 0,40. Di Layana dan Lambara, stakeholder yang memiliki komitmen terhadap kegiatan GN-RHL di antaranya: Dinas kehutanan Kota Palu selaku pihak pelaksana, perguruan tinggi, LSM, TNI, BPDAS, pemerintah desa, dan tokoh-tokoh masyarakat. Dukungan stakeholder tersebut sangat penting dan dibutuhkan dalam hal peningkatan efektifitas pelaksanaan kegiatan GN-RHL.

6. Keterjangkauan lokasi

Peubah ”keterjangkauan lokasi” (aksesibilitas) memiliki nilai pengaruh sebesar 0,36. Baik di Layana maupun Lambara keterjangkauan lokasi tergolong baik. Di Lambara, lokasi kegiatan penanaman GN-RHL memiliki jarak yang relatif dekat

(34)

dengan pemukiman penduduk (± 2 km). Sedangkan di Layana, memilik jarak ± 0,5 – 1 km dari pemukiman penduduk. Kemudahan aksesibilitas tersebut sangat mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan GN-RHL, terutama dalam proses pengangkutan dan distribusi bibit yang akan ditanam, serta kegiatan pemeliharaannya. b. Unsur Kelemahan (Weakness)

Peubah strategi internal berupa kelemahan (weakness) yang memiliki pengaruh terhadap pengembangan partisipasi masyarakat dalam kegiatan GN-RHL dan nilai pengaruhnya disajikan pada Tabel 27.

Tabel 27 Peubah-peubah unsur kelemahan dan nilai pengaruhnya

Peubah Strategi Internal Bobot Rating Skor

1 2 4 5

Penyaluran dana kegiatan GN-RHL ke daerah sering terlambat

0,195 4 0,78 Ketersediaan bibit tanaman, utamanya jenis

kayu-kayuan kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 0,181 4 0,72 Curah hujan rendah, sumber air terbatas

0,175 4 0,70 Kegiatan bimbingan teknis pembuatan dan

pemeliharaan tanaman tidak efektif, 0,114 3 0,34 Tingkat pendidikan tergolong rendah 0,127 2 0,25 Pemberian peran kepada masyarakat kurang

berkeadilan (recruitment calon peserta belum

sepenuhnya berdasar pada KK/rumahtangga). 0,107 2 0,21 Terbatasnya sarana-prasarana pendukung pelaksanaan

GN-RHL di Lokasi 0,102 2 0,20

T o t a l 3,22

Tabel di atas menunjukkan bahwa peubah yang memiliki nilai pengaruh tertinggi adalah ”Penyaluran dana kegiatan GN-RHL ke daerah sering terlambat”, sehingga mempengaruhi item kegiatan lainnya di lapangan”, dengan nilai pengaruh sebesar 0,78. Sedangkan peubah yang memiliki nilai pengaruh terendah adalah ”Terbatasnya sarana-prasarana pendukung pelaksanaan GN-RHL di Lokasi”, dengan nilai pengaruh sebesar 0,20.

Gambar

Tabel  5  Struktur penggunaan lahan di lokasi penelitian
Tabel  6  Komposisi penduduk menurut golongan usia
Tabel 7 Distribusi Penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
Tabel  9   Kategori  responden  berdasarkan  umur di  Kelurahan  Layana  dan  Kelurahan   Lambara     Umur (tahun)  Lokasi (Kelurahan) Layana  Lambara  Jumlah  %  Jumlah  %  Rendah (&lt;40)  13  26,00  32  76,19  Sedang (40-55)  31  62,00  8  19,05  Tinggi
+7

Referensi

Dokumen terkait

1 Menyusun teks interaksi transaksional lisan dan tulis sangat pendek dan sederhana yang melibatkan tindakan memberi dan meminta informasi terkait jati diri, pendek dan

Istilah akulturasi atau accutulturation atau cultur contact mempunyai beberapa arti di antara para sarjana antropologi, tetapi semua sepaham bahwa konsep itu

Gambar 4.15 Tanggapan Responden terhadap Keberhasilan Peralatan Makan yang Digunakan di Rumah Makan Bu Mamah .... xix Dini

Kebutuhan system pencahayaan alami (matahari) dan buatan pada suatu ruangan harus di pertimbangkan karena berkaitan erat dengan kegiatan yang di

Pada praktek pelaksanaan posyandu lansia (uji coba) masing-masing kader umumnya sudah dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan tugas dari 5 meja, akan tetapi pencatatan

(1) Setelah Wajib Bayar yang diperiksa memberikan tanggapan atas temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) atau tidak menyampaikan

Manajemen simtomatik mioma uteri biasanya diberikan demi kenyamanan pasien dan menunda pengobatan bisa dimengerti pada pasien yang tidak bergejala atau dengan gejala

Pasca penertiban, lanjut Rasikin, setiap hari petugas Satpol PP akan dikerahkan untuk mengawasi gerobak pedagang supaya tidak lagi mengoku- pasi fasilitas umum yang dapat