• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIFITAS PENGELOLAAN RUSUNAWA KOTA SURABAYA. Agus Miftahus Surur* Abstract

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIFITAS PENGELOLAAN RUSUNAWA KOTA SURABAYA. Agus Miftahus Surur* Abstract"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

53

EFEKTIFITAS PENGELOLAAN RUSUNAWA KOTA SURABAYA

Agus Miftahus Surur* Abstract

Surabaya city with the complexity of the problems that exist in the rate of urbanization increases every year to make the housing needs in urban areas, while the availability of land becomes scarce increasingly. In order to answer that problem, the government realizes Rusunawa program. Effectiveness of research management of Rusunawa found that there is an aspect that often gets less attention, namely the maintenance of the building. Whereas in a building management, the most important thing is the maintenance of the building itself. The value of an investment in the building will look when the building can be controlled quality, both physical and non physical. From the aspect of service, UPTB provides better service to the community residents and prospective residents, and UPTB has not been effective in terms of service. Aspects of supervision as a function of control to the environment, related to environmental safety; environmental hygiene; the usability of the building; vertical and imaging environment is still less effective.

Keyword: effectiveness, rusunawa, Surabaya

Latar Belakang

Seiring dengan semakin padatnya jumlah penduduk yang bermukim di Kota Surabaya, menyebabkan lahan semakin langka. Kelangkaan ini menyebabkan semakin mahalnya harga lahan di pusat kota, sehingga mendorong masyarakat berpenghasilan menengah-bawah tinggal di kawasan pinggiran kota yang jauh dari tempat kerja. Kondisi ini menyebabkan meningkatkan biaya transportasi, waktu tempuh, dan pada akhirnya akan menurunkan mobilitas dan produktivitas masyarakat.

Sedangkan sebagian masyarakat tinggal di kawasan yang tidak jauh dari pusat aktivitas ekononomi, menyebabkan ketidakteraturan tata ruang kota dan dapat menumbuhkan kawasan kumuh baru. Untuk mendekatkan kembali masyarakat berpenghasilan menengah-bawah ke pusat aktivitas kesehariannya dan mencegah tumbuhnya kawasan kumuh di perkotaan, maka direncanakan suatu pembangunan hunian secara vertikal, berupa Rumah Susun (Rusun). Dengan pembangunan Rusun di pusat-pusat kota, dengan intensitas bangunan tinggi, diharapkan dapat

(2)

mendorong pemanfaatan lahan dan penyediaan Rusunawa yang lebih efisien dan efektif.

Upaya percepatan pembangunan Rusunawa (Rumah Susun Sederahana Sewa) yang tidak jauh dari pusat aktivitas masyarakat, khusunya di kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk lebih dari 1,5 jiwa, diharapkan dapat mempercepat pemenuhan kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi masyarakat, peningkatan efisiensi penggunaan tanah sesuai peruntukan dan tata ruang, serta dapat meningkatkan daya tampung, mobilitas, produktivitas, dan daya saing kota

Pembangunan rumah susun sederhana sewa adalah salah satu pelaksanaan program peremajaan kota untuk penanganan permukiman kumuh perkotaan. Program ini bagian dari perhatian pemerintah untuk membantu masyarakat miskin perkotaan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, yaitu perumahan. Pemerintah membentuk perwakilan yang dinamakan Unit Pelayanan Teknis (UPT), yang bertugas menangani dan mengelola kegiatan sehari-hari, kontrak penghunian, dan pemeliharaan rumah susun.

Namun hal yang perlu diperhatikan adalah efektifitas pengelolaannya, karena apabila tidak maka persoalan baru justru akan timbul seiring dengan tingginya tingkat hunian. Gejala yang berkembang menunjukkan bahwa banyak rumah susun tidak dikelola dengan baik, dampaknya penurunan kualitas, fasiltas, teknik dan sosial. Rumah susun sederhana sewa pemerintah bertambah buruk dan semakin menurun dalam pengelolaan operasional dan pemeliharaan.

Tujuan Penelitian

Tujuan kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi dan menganalisis pengelolaan Rusunawa

2. Menganalisis peran penghuni dan pengelola (UPT) sebagai instrumen dalam menciptakan lingkungan rusun yang nyaman 3. Menganalisis hubungan faktor-faktor yang menimbulkan konflik

dalam ruang publik

4. Merekomendasikan tentang arahan kebijakan dalam pengelolaan Rusunawa oleh UPT sehingga UPT dapat menjadi instrument pengendalian

Metode Penelitian

Penelitian ini didasarkan pada paradigma positivisme dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: survey lapangan, pengamatan, dan wawancara.

(3)

55

Analisis dilakukan dengan menggunakan metode statistik deskriptif untuk mengungkapkan gejala yang ada dengan penekanan kondisi sosial ekonomi, tingkat partisipasi penghuni, efektifitas UPT

Landasan Teori Teritorialitas

Menurut Victor Hugo, (Sommmer, Robert, Personal Space : The Behavioral Basic of Design, Pretince Hall Inc, New Jersey, 1969) “ Every man a property owner, no one master”, Yang dapat diartikan bahwa setiap orang memiliki daerah pribadi, atau disebut sebagai teritori. Sedangkan teritorialitas adalah perilaku pengakuan suatu daerah oleh individu yang akan dilindungi dari gangguan dari individu lain (Edwart T. Hall dalam buku The Hidden Dimension, 1966 “…. Behaviour by which an organisn characteristically lays claim to an area and defend it against member of its species.”.

Gary T. Moore, Environment Behaviour Studies dalam buku Introduction to Architecture(1979) menyatakan 5 (lima) hal yang berkenaan dengan objek-objek, tempat-tempat, wilayah geografis yang ukuran luasnya tidak tertentu dan karateristik teritori sebagai berikut:

1. Teritori mempunyai bentuk misalnya benda, mainan, kursi, kamar, rumah sampai Negara.

2. Teritori menyangkut masalah kepemilikan/ kendali terhadap penggunaan suatu tempat/ objek.

3. Pemilik teritori akan memberikan identitas dirinya dengan menggunakan simbol-simbol ataupun benda-benda sebagai tanda. 4. Teritori dapat dikuasai, dimiliki atau dikendalikan oleh seorang

individu ataupun kelompok-kelompok.

5. Teritori berhubungan dengan kepuasan terhadap kebutuhan/ dorongan atas status.

Teritori umum terbagi dalam 3 (tiga) tipe:

a. Yang dapat disewa. Kendalinya terjadi pada waktu penggunaannya, jika waktunya sudah habis, maka pemakaiannya harus berhenti.

b. Secara bergantian, dalam hal ini menyangkut aturan pakainya, yaitu merupakan akses terhadap tujuan misalnya bergantian menggunakan lapangan olah raga dan sebagainya.

c. Ruang terpakai, menyangkut daerah sekeliling, yang secara sementara dianggap di bawah kendalinya (seperti pada rumah susun)

(4)

Perilaku Ruang Publik

Menurut Myers (1983), rancangan desain dan struktur bangunan dapat menciptakan perubahan besar secara psikologis. Oleh sebab itu rancangan desain rumah susun dapat menimbulkan perilaku bagi penghuninya terutama terhadap adanya ruang public. Selanjutnya bahwa Rumah Susun sebagai rumah, dapat diartikan suatu bangunan dimana manusia tinggal dan melangsungkan kehidupannya. Disamping itu rumah juga merupakan tempat dimana berlangsung proses sosialisasi pada saat seorang individu diperkenalkan pada norma dan adat kebiasaan yang berlaku di dalam suatu masyarakat (Sarlito W, dalam Sejumlah Masalah Pemukiman Kota, 1984 : 145).

Tingkatan kebutuhan manusia akan rumah dari tingkat terbawah ke atas, yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, kebutuhan sosial, harga diri atau kehormatan, dan aktualisasi diri merupakan jenis kebutuhan yang perlu disediakan oleh suatu rumah (Maslow dan Kurt Goldstein, 1986). Pemanfaatan (Efektifitas) Ruang Publik

Weilman & Leighton (1979) berpendapat bahwa ruang publik merupakan kebutuhan ruang yang berfungsi sebagai ruang sosial, yaitu sebagai salah satu kebutuhan pokok pemukim untuk mengembangkan kehidupan bermasyarakat. Disamping itu ruang publik dapat membangkitkan hasrat penghuni menjadi satu komunitas, sehingga dapat dikondisikan sifat pemakaian, pemeliharaan dan pengawasan secara bersama Newman, (1990)

Lebih lanjut ruang publik dapat digunakan sebagai sarana penambah penghasilan serta aktivitas sosial rumah lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan sosial tersebut, bentuk rancangan ruang publik dapat berfungsi untuk kegiatan ekonomi penghuninya (Herlianto, 1986 : 86), dan fasilitas lingkungan sebagai pengikat antar kelompok akan lebih efisien fungsinya, jika berada di batas antar kelompok, artinya ruang publik dapat berfungsi sebagai pengikat antar kelompok unit hunian, yang pada akhirnya berfungsi juga sebagai interaksi sosial.”(Christopher Alexander,1977).

Ruang publik dilingkungan perumahan menjadi sarana penghuni rumah untuk lebih banyak beraktivitas di luar rumah, karena sebagian dari mereka tinggal dirumah-rumah sempit kota dan pada masyarakat golongan menengah kebawah ruang publik juga dijadikan sarana menambah penghasilan (Herlianto,1986).

Jadi pada dasarnya perilaku pemanfaatan ruang bersama di rumah susun harus dapat membentuk penghuninya menjadi satu komunitas yang dinamis. Seperti di katakan Newman(1990) untuk membentuk satu

(5)

57

komunitas perlu rancangan ruang publik yang memberi keleluasaan penghuni untuk saling berkomunikasi.

Pembahasan

A. Analisis Kinerja UPT 1. Aspek Kelembagaan

Dalam melakukan analisis terhadap kelembagaan UPT Pengelola Rusun, dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap kemampuan sumber daya manusia pegawai dan koordinasi yang dilakukan dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Penilaian dilakukan oleh masyarakat, dalam hal ini responden dengan hasil penilaian yang tercermin dalam tabel-tabel berikut ini.

TABEL 5.1

PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP KEMAMPUAN SDM UPT

Sumber : Analisis

Pelaksanaan koordinasi sebagai salah satu mekanisme pelayanan yang dilakukan dalam pengelolaan, menurut penilaian responden belum dilakukan dengan baik. Sebanyak 41,7% responden masih menganggap bahwa belum atau tidak terlihat koordinasi yang baik dilakukan oleh UPT. Demikian juga yang menilai masih adanya tumpang tindih, yakni 20%, dalam melakukan kajian dalam pertimbangan penentuan kebijakan. Sedangkan yang mengatakan koordinasi telah dijalankan dengan baik hanya sebesar 38,3%. Dari data ini dapat dikatakan bahwa secara umum koordinasi dalam pelayanan UPT masih perlu dilakukan peningkatan kinerjanya. Bisa dikatakan 61,7% menganggap koordinasi masih belum berjalan sebagaimana mestinya.

Dengan melihat dua kinerja kelembagaan tersebut, yaitu sumber daya manusia pegawai dan koordinasi yang dilakukan, maka secara garis besar kinerja kelembagaan masih belum baik. Hal ini didasarkan pada penilaian terhadap kemampuannya yang sebagian besar atau 70% responden menilai belum dilakukan secara profesional dan sebesar 61,7% responden menilai pelaksanaan

Koordinasi Lembaga Frequensi Persentase

Baik 23 38.3

Kurang Koordinasi 12 20

Tumpang Tindih 25 41.7

(6)

koordinasinya belum dijalankan dengan baik dan adanya tumpang tindih antar sub unit kerja.

2. Aspek Pelayanan

Menilai kinerja UPT dilakukan dengan menganalisis segala sesuatu yang berhubungan dengan pengelolaannya itu sendiri. Dalam hal ini dilakukan atas penilaian kinerja pelayanan, mekanisme atau prosedurnya, transparansi dan sosialisasi kepada masyarakat. Berdasarkan hasil survei terhadap sampel yang dipilih, maka didapat hasilnya sebagaimana dijelaskan dalam tabel-tabel berikut.

TABEL 5.2

PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PELAYANAN UPTB

Sumber: Hasil Analisis

Kinerja pelayanan UPT menurut penilaian responden masih menunjukkan kenyataan yang kurang memuaskan. Dari sampel yang di survei sebanyak 60% responden mengatakan pelayanan dinilai kurang memuaskan, 1,7% tidak memuaskan dan 6,7% yang mengatakan tidak professional. Ketiga kategori ini secara umum menggambarkan pelayanan belum sesuai dengan harapan masyarakat, atau kurang memuaskan. Jika ketiganya digabung menjadi 68,3% menilai pelayanan kurang baik. Hal ini jika dibandingkan dengan yang mengatakan puas hanya sebesar 31,7% saja, sehingga pelayanan UPT masih perlu ditingkatkan.

TABEL 5.3

PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP MEKANISME/PROSEDUR Mekanisme/

Prosedur Frequensi Persentase

Mudah 8 18.4

Seleksi Ketat 17 28.3

Lama 35 53.3

Total 60 100

Sumber : Analisis

Pelayanan UPT Frequensi Persentase

Memuaskan 19 31.6

Kurang Memuaskan 36 60

Tidak Memuaskan 1 1.7

Tidak Profesional 4 6.7

(7)

59

Sedangkan mekanisme atau prosedur yang harus dilalui oleh seorang calon penghuni, berdasarkan tabel di atas sebagian besar responden menilai bahwa permohonan membutuhkan waktu yang lama, yaitu 58,3% atau separuh lebih. Senada dengan hal tersebut 28,3% responden juga mengatakan mekanisme penggunaan berlaku seleksi ketat, tentu saja hal ini berhubungan juga dengan waktu penyelesaian yang juga bertambah lama pula. Jika dibandingkan dengan jumlah responden yang menilai prosedur mudah dan tepat waktu, yang hanya 13,3%, maka sebagian besar masih menganggap mekanisme masih perlu dipersingkat waktunya agar tidak lama. 86,7% responden mengatakan waktu penyelesaian lama dan berbelit, dua hal yang sama.

Dengan kenyataan seperti ini maka perlu dilakukan langkah-langkah perbaikan agar permohonan menempati rusun tidak memakan waktu yang lama dan lebih disederhanakan. Perlu adanya penyusunan kembali standart pelayanan yang berkaitan dengan izin penggunaan rusun sesuai dengan yang diharapkan masyarakat, yakni waktu lebih diipersingkat dan tidak lama.

TABEL 5.4

PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP TRANSPARANSI PROSEDUR

Transparansi Prosedur Frequensi Persentase

Publikasi Luas 22 36.7

Publikasi Terbatas 22 36.7

Kurang Bisa Diketahui 14 23.3

Tidak Bisa Diketahui 2 3.3

Total 60 100

Sumber : Analisis

Tabel di atas menunjukkan bahwa, dilihat dari sisi transparansi prosedur sebagian besar mengatakan dengan mudah dapat diketahui dan dilihat di papan informasi, dalam hal ini terdapat di kantor pelayanan UPT. Sebanyak 36,7% responden mengatakan prosedur izin bisa dengan jelas dilihat di papan infromasi atau media secara luas. Demikian juga sebesar 36,7% mengatakan bisa diketahui dengan bertanya atau melalui pegawai UPT. Hanya 23,3% dan 3,3% saja yang merasa prosedur perizinan kurang bisa diketahui atau sulit diketahui. Dalam kasus seperti ini dimungkinkan yang bersangkutan enggan untuk mencari informasi atau bertanya.

(8)

Dengan kondisi seperti ini maka bisa dikatakan dari segi transparansi prosedur sudah baik diinformasikan kepada masyarakat.

3. Aspek Pengawasan

Pengawasan merupakan mata rantai yang tidak bisa dipisahkan dari semua kegiatan. Pengawasan dilaksanakan, salah satunya, guna meminimalkan pelanggaran atau penyimpangan yang terjadi pada masyarakat di lingkungan rusun. Demikian juga pengawasan dalam pelaksanaan aturan/himbauan pada ruang publik. Hal ini perlu untuk mengetahui sejauhmana kebijakan ditaati dan dilaksanakan oleh masyarakat. Pengawasan dilakukan agar tujuan keselarasan lingkungan dapat berlaku adil bagi penghuni rusun.

Dalam hal ini kinerja pengawasan oleh UPT dinilai dengan melihat tanggapan responden terhadap pelaksanaan pengawasan terhadap aturan yang disepakati bersama. Berdasarkan hasil survei maka penilaian responden dapat dijelaskan dalam tabel-tabel dan uraian di bawah ini.

TABEL 5.5

PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PENGAWASAN ATURAN RUANG PUBLIK

Pengawasan Frequensi Persentase

Terhadap Aturan/Himbauan 10 16.7

Jika Terjadi Pelanggaran 15 25

Tidak Ada Pengawasan 35 58.3

Total 60 100

Sumber : Analisis

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa pengawasan tidak dilaksanakan dengan baik. Sebanyak 58,3% responden menjawab bahwa pengawasan tidak pernah dilaksanakan. Sedangkan 25% mengatakan pengawasan hanya dilakukan apabila terjadi pelanggaran.

Hal ini berarti pengawasan dilaksanakan setelah terjadinya pelanggaran, bukan merupakan tindakan preventif yang seharusnya dilaksanakan. Sisanya 16,7% menjawab bahwa pengawasan hanya dilakukan pada masalah pembayaran, yang nota bene merupakan substansi pengelolaan, yang tentunya sudah sesuai peraturan yang berlaku. Di sisi lain pengawasan secara rutin terhadap pengamanan dan perawatan gedung tidak dilakukan. Dengan gambaran tersebut

(9)

61

dapat dikatakan bahwa pengawasan belum berjalan secara baik. Hal tersebut menunjukkan, masih banyak penghuni yang kurang mengindahkan himbauan karena pengawasan yang terlalu longgar. Perilaku akan semakin tidak terkontrol dengan sistem pengawasan yang terkesan apa adanya dan dianggap tidak terlalu penting.

B. Efektifitas Pengelolaan

Efektifitas pengelolaan Rusunawa Kota Surabaya dapat dilihat dari kinerja organisasi pengelola rusun yaitu UPTB selama ini.

1. Kinerja Organisasi Pengelola

Kinerja organisasi yang disampaikan berikut merupakan hasil analisa dari bab sebelumnya. Dari hasil analisa dapat disampaikan beberapa penilaian terhadap kinerja lembaga UPTB dari beberapa aspek yang menyangkut efektifitas pengelolaan terhadap rusunawa.

Dari aspek kelembagaan dilakukan penilaian terhadap sumber daya manusia dalam melakukan koordinasi. Kemampuan sumberdaya dalam melakukan koordinasi dinilai masih kurang efektif. Hal ini terlihat dari distorsi dan masih dijumpai adanya overlap (tumpang tindih) dalam penanganan. Seharusnya apabila masing-masing sub unit kerja dapat melakukan tugasnya secara optimal pada masing-masing bidangnya akan lebih efektif.

Yang paling banyak terlihat adalah bahwa UPTB di lapangan energinya banyak terserap oleh urusan pendapatan, karena hal ini memang persoalan krusial yang dijadikan tolok ukur keberhasilan dalam pengelolaan. Dalam hal keamanan relatif tidak menyedot energy unit kerja, sehingga yang tampak adalah pengamanan rutin.

Terdapat sebuah aspek yang sering kurang mendapat perhatian, yaitu maintenance gedung. Padahal dalam sebuah pengelolaan bangunan, hal terpenting adalah perawatan gedung itu sendiri. Nilai sebuah investasi bangunan akan tampak apabila gedung dapat terkontrol kualitasnya, baik secara fisik, maupun non fisik.

Bangunan rusun yang vertical dan cenderung merosot kualitasnya disebabkan oleh banyak factor, diantaranya lemahnya pengelolaan dalam hal perawatan, kurangnya sosialisasi terhadap hal perawatan kepada penghuni. Sehingga yang tampak adalah kesan kumuh terutama pada koridor belakang bangunan yang memang banyak menjadi tempat meletakkan barang-barang yang tidak seharusnya diletakkan oleh penghuni. Dengan demikian perawatan berkala maupun insidentil oleh pengelola sulit dilakukan karena

(10)

keterbatasan jangkauan. Dan pada sisi lain penghuni yang seharusnya dapat diajak dapat bekerja sama untuk merawat gedung dalam pengertian mencegah atau menghindari pemburukan bangunan kurang dilakukan secara maksimal, sehingga bangunan tidak mempunya kontribusi dalam menambah estetika lingkungan perkotaan, yang ada justru membebani estetika perkotaan.

Dari aspek pelayanan dalam pengertian bahwa UPTB memberikan pelayanan kepada masyarakat baik penghuni maupun calon penghuni, UPTB masih belum efektif dalam hal pelayanan. Hal ini dapat diamati pada tidak adanya sosialisasi yang luas terhadap masyarakat calon pengguna. Sehingga informasi mengenai ada tidaknya ruang yang dapat ditempati, syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi, dan harga sewa tidak dapat diketahui secara luas oleh calon penghuni. Informasi hanya dapat diketahui melalui petugas UPTB atau bahkan dari para penghuni yang cenderung distorsi. Oleh sebab itu dapat didorong oleh fungsi sekretariat, yang seharusnya sebagai humas UPTB. Dengan demikian maka fungsi pelayanan dapat lebih optimal, sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Dan apa yang menjadi sasaran dibangunnya rusun dapat tercapai, yaitu penyediaan rumah tinggal warga menengah bawah.

Aspek pengawasan sebagai fungsi control terhadap pelestarian lingkungan, baik menyangkut keamanan lingkungan, kebersihan lingkungan, daya guna gedung, dan pencitraan lingkungan vertical masih kurang efektif. Fungsi UPTB sebagai lembaga control terhadap penggunaan gedung oleh hunian terasa longgar dalam pengertian bahwa efektifitas lembaga terhadap pencegahan kerusakan bangunan, ketertiban dalam penggunaan ruang public, tata tertib berkehidupan cenderung kurang diperhatikan. Konsep reward dan punishment mungkin dapat dilakukan pada batas-batas normative. Seorang penghuni akan mendapatkan penghargaan apabila bisa menjadi pelopor dalam hal kebersihan, keindahan maupun ketertiban. Sebaliknya diperlukan sanksi terhadap pelanggar aturan yang telah disepakati.

2. Manajemen Pengelolaan

Manajemen pengelolaan Rusunawa Kota Surabaya sesuai dengan ketetapan Walikota Surabaya dikendalikan oleh UPTB dengan pembagian wilayah yang telah ditentukan. Dengan demikian maka optimalisasi manajemen pengelolaan sepenuhnya harus dilakukan oleh UPTB. Sebagai sebuah unit kerja tentu memiliki tugas

(11)

63

dan tanggungjawab serta kewenangan yang melekat. Oleh sebab itu diperlukan suatu upaya maksimal untuk mencapai efektifitas pengelolaan.

Adapun manajemen pengelolaan yang dapat ditempuh diantaranya melalui pemberdayaan pegawai UPTB dalam beberapa aspek yang dikemukakan sebelumnya. Sehingga tercapai efektifitas pengelolaan dimana sasaran pembangunan rusunawa dapat dicapai. Lembaga UPTB dapat melakukan kerjasama dengan para penghuni rusun dalam menciptakan suasana yang kondusif, terciptanya kondisi take and give dimana para penghuni ikut serta merasa memiliki dan berkepentingan dengan rusun yang dihuninya. Dan sebaliknya demikian bahwa para pengelola rusun tidak hanya merasa bahwa tolok ukur tugas yang hanya diukur dengan keberhasilan setoran uang sewa aja namun lebih dari itu dituntut adanya pengertian bahwa kinerja sesuai dengan arahan akan membuahkan hasil tidak saja kepentingan yang sempit namun ada hal yang lebih besar yaitu tercapainya sasaran pembangunan rusun itu sendiri. Kesimpulan dan Saran

Dalam penelitian Efektifitas Pengelolaan Rusunawa Kota Surabaya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

 Kemampuan sumberdaya dalam melakukan koordinasi dinilai masih kurang efektif. Hal ini terlihat dari distorsi dan masih dijumpai adanya overlap (tumpang tindih) dalam penanganan

 UPTB di lapangan energinya banyak terserap oleh urusan pendapatan, karena hal ini memang persoalan krusial yang dijadikan tolok ukur keberhasilan dalam pengelolaan

 Terdapat sebuah aspek yang sering kurang mendapat perhatian, yaitu maintenance gedung. Padahal dalam sebuah pengelolaan bangunan, hal terpenting adalah perawatan gedung itu sendiri. Nilai sebuah investasi bangunan akan tampak apabila gedung dapat terkontrol kualitasnya, baik secara fisik, maupun non fisik.

 Bangunan rusun yang vertical dan cenderung merosot kualitasnya disebabkan oleh banyak factor, diantaranya lemahnya pengelolaan dalam hal perawatan, kurangnya sosialisasi terhadap hal perawatan kepada penghuni

 Penghuni yang seharusnya dapat diajak dapat bekerja sama untuk merawat gedung dalam pengertian mencegah atau menghindari pemburukan banguna

(12)

 Dari aspek pelayanan dalam pengertian bahwa UPTB memberikan pelayanan kepada masyarakat baik penghuni maupun calon penghuni, UPTB masih belum efektif dalam hal pelayanan

 Aspek pengawasan sebagai fungsi control terhadap pelestarian lingkungan, baik menyangkut keamanan lingkungan, kebersihan lingkungan, daya guna gedung, dan pencitraan lingkungan vertical masih kurang efektif

Untuk mencapai efeltifitas pengelolaan rusunawa dapat ditempuh saran-saran alternative-alternatif sebagai berikut:

 Melalui manajemen pengelolaan diantaranya melalui pemberdayaan pegawai UPTB

 Optimalisasi tugas dan fungsi masing-masing unit kerja dalam UPTB

 Sekretariat dapat berfungsi sebagai humas UPTB dalam hal publikasi, soaialisasi program dan penyuluhan dalam hal pencegahan pemburukan gedung

 Pencitraan rusun sebagai bentuk permukiman vertical yang nyaman, dapat diciptakan dengan menjaga keharmonisan hidup sehari-hari para penghuni, dan secara fisik dapat ditampilkan dengan menjaga estetika bangunan

 Aspek pelestarian lingkungan bangunan gedung hendaknya selalu dijaga mengingat kumpulan masa cenderung dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup

 Dimungkinkan untuk member reward bagi penghuni yang dapat menjaga keindahan, ketertiban lingkungan dengan penilaian yang standar, dan memberikan punishment bago pelanggar aturan di lingkungan rusun secara normative

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi (1994), Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. , Jakarta : Bina Aksara.

Munawir, Imam (1998), Metode-metode Penelitian Sosial. Surabaya: Usaha Nasional

Singarimbun, Masri dan Sofian Efendi (1987), Metode Penelitian Survei. Jakarta : Penerbit LP3ES.

Nazir, Moh. (1983), Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia.

Hadi, Sutrisno (1984), Metodologi Riset I. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

*Agus Miftahus Surur adalah Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sunan Giri Surabaya

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum diberikan penyuluhan, yaitu pada saat pretest, tidak ada responden yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai

Pemekaan pernafasan atau kulit : Berdasarkan data yang tersedia, kriteria klasifikasi tidak dipenuhi. Mutagenisiti sel germa : Berdasarkan data yang tersedia, kriteria

Diketahui pula bahwa sekretori IgA sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran pernafasan (Colman, 1992). Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA

Prestasi belajar Pendidikan Agama Islam terhadap siswa SMA di Kabupaten Pidie setelah diberikan reward dan punishment berupa perhatian siswa terhadap

Agnew dan Syder (2008) menyatakan banyak perusahaan telah memiliki peraturan dan regulasi yang lengkap mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, namun masih banyak

Bahwa ia terdakwa NURUNG BIN NASE pada hari selasa Tanggal 3 Juli 2013 sekitar pukul 09.00 Wita atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu tertentu dalam bulan Juli 2012

merupakan benda tidak berwujud hasil kegiatan intelektual (daya cipta) manusia yang diungkapkan ke dalam suatu bentuk Ciptaan atau Penemuan tertent u.. Kegiatan intelektual (daya