• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pro Kontra Rekayasa Genetika Terhadap Produk Pangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Pro Kontra Rekayasa Genetika Terhadap Produk Pangan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PRO KONTRA REKAYASA GENETIKA TERHADAP PRODUK PANGAN KAJIAN PRO KONTRA REKAYASA GENETIKA TERHADAP PRODUK PANGAN

DOSEN PENGAMPU : DOSEN PENGAMPU :

Prof. Johan Iskandar, M.Sc. Prof. Johan Iskandar, M.Sc.

DISUSUN OLEH DISUSUN OLEH

Novyanni Putri Cahyadi Novyanni Putri Cahyadi

140410150091 140410150091

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI BIOLOGI PROGRAM STUDI BIOLOGI

UNIVERSITAS PADJAJARAN 2016 UNIVERSITAS PADJAJARAN 2016

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ledakan populasi yang sangat pesat dewasa ini sebagai akibat dari angka kelahiran (natalitas) yang tinggi menyebabkan konsekuensi yang besar terhadap upaya-upaya pengadaan dan peningkatan suplai pangan, hal ini tentu saja lumrah terjadi sesuai dengan teori pertumbuhan  penduduk dan pemuas kebutuhan, Kebutuhan yang besar jika tidak diimbangi peningkatan  produksi pangan justru menghadapi masalah bahaya latent yaitu laju peningkatan produksi di dalam negeri yang terus menurun. Sudah pasti jika tidak ada upaya untuk meningkatkan produksi  pangan akan menimbulkan masalah antara kebutuhan dan ketersediaan dengan kesenjangan

semakin melebar. kelangkaan pemuas kebutuhan manusia ini khususnya di bidang pangan membuat manusia berpikir dan mencari cara agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, salah satu alternatif upaya mengatasi permasalahan di atas ditempuh dengan menerapkan bioteknologi untuk  pertanian.

Salah satu teknik yang dapat diterapkan adalah teknologi transgenik yang merupakan  bagian dari rekayasa genetika (RG). Produk RG yang dikenal saat ini adalah tanaman transgenic, tanaman ini dihasilkan dengan cara mengintroduksi gen tertentu ke dalam tubuh tanaman, sehingga diperoleh sifat yang diinginkan. Jenis-jenis tanaman transgenik yang telah dikenal diantaranya tanaman tahan hama, toleran herbisida, tahan antibiotic.

 Namun, penggunaan produk transgen (yang mencakup tanaman, hewan dan mikroorganisme) atau disebut GMO (genetically modified organism) ini ternyata menuai pro dan kontra yang berkaitan erat dengan etika pangan dan etika pertanian. Akibatnya, pembahasan mengenai penggunaan tanaman transgenik tidak lagi hanya berupa keamanan pangan, melainkan  juga mempertimbangkan hak konsumen dan dampak lingkungan dari pengembangan dan komersialisasi GMO. Untuk lebih memahami apa itu tanaman transgenik, bagaimana sikap masyarakat, dan pandangan dari aspek bioetika serta beberapa aspek yang terkait terhadap  penggunaan tanaman transgenik, maka dalam makalah ini akan dibahas dan dipaparkan hal-hal

(3)

B. Tujuan

Tujuan dari studi kepustakaan ini yaitu:

1. Untuk mengetahui tentang sikap masyarakat tentang penggunaan tanaman transgenik 2. Untuk mengetahui kajian bioetika terhadap penggunaan tanaman transgenic

(4)

BAB II

TANGGAPAN MASYARAKAT TERHADAP TANAMAN TRANSGENIK

Transgenik merupakan suatu teknologi memindahkan gen dari satu makhluk hidup kemakhluk hidup lainnya, baik dari satu tanaman ketanaman lainnya, atau dari gen hewan ke tanaman, tujuannya agar didapatkan produk yang unggul. Tanaman transgenik adalah tanaman hasil rekayasa gen dengan cara disisipi satu atau sejumlah gen (transgene) yang merupakan salah satu kemajuan bioteknologi yaitu Genetically Modified Organism (GMO) untuk mengatasi masalah pangan.Teknologi ini menimbulkan sikap pro dan kontra di masyarakat. Sikap pro masyarakat terhadap penggunaan tanaman transgenik berkaitan dengan keuntungan dari segi kemanfaatan pada bidang pertanian dan kesehatan, sedangkan sikap kontra terhadap tanaman transgenik berkaitan dengan uji keamanan pangan untuk kesehatan dan keamanan aspek lingkungan.

Dari aspek bioetika, penggunaan tanaman transgenik meskipun dapat meningkatkan kualitas hidup namun harus dievaluasi dengan hati-hati. Terkait dengan masalah tersebut, maka disarankan agar masyarakat (formal dan non formal)mengambil sikap atau merespon tanaman transgenik tersebut secara wajar, realistis dan proporsional dengan mempertimbangkan aspek agama, legalitas(hukum), kesehatan, sosial-ekonomi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), dan aspek etika lingkungan.(bioetika).

A. Sikap masyarakat tentang penggunaan tanaman transgenik di Indonesia

Penggunaan tanaman transgenik hingga saat ini, masih menuai sikap pro dan kontra di dalam masyarakat. Masyarakat yang pro pada penggunaan tanaman transgenik terutama melihat  pada potensi pemanfaatan tanaman transgenik untuk mengatasi krisis pangan, dan cenderung  berpendapat penggunaan transgenik tidak berbahaya. Sedangkan masyarakat yang kontra pada  penggunaan transgenik karena menganggap tanaman transgenik belum dievaluasi mendetail untuk keamanan tingkat konsumsinya bagi manusia, bagi lingkungan dan mempertanyakan asal-usul gen yang diintroduksi ke dalam tanaman. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai pro dan kontra yang terjadi di masyarakat mengenai penggunaan tanaman transgenik, berikut dipaparkan alasan masyarakat yang pro terhadap penggunaan tanaman transgenik dan alasan masyarakat yang kontra terhadap penggunaan tanaman transgenik yang merupakan sikap masyarakat non formal

(5)

(non sekolah). Disamping itu juga akan dipaparkan bagaimana semestinya sikap masyarakat formal (sekolah) terutama sikap para pendidik (guru) terhadap permasalahan penggunaan tanaman transgenik ini.

B. Sikap Pro Penggunaan Tanaman Transgenik 

Masyarakat yang pro pada penggunaan tanaman transgenik berdasarkan pada asumsi  bahwa dalam dunia pertanian tanaman pangan dan kehutanan, transgenetika dapat dikatakan  bertujuan mulia, yaitu demi keuntungan petani maupun pengolah hasil pertanian. Sebagian besar tanaman budidaya transgenik berupa tanaman-tanaman yang memiliki ketahanan terhadap hama serangga. Ketahanan terhadap serangga dikarenakan tanaman ini mampu memproduksi toksin  bakteri Bacillus thuringiensis, agen pengendali hama (serangga) secara organik, karena telah

disisipi gen penghasil toksin tersebut. Adanya kemampuan ini menurunkan penggunaan herbisida, zat kimia pertanian (agrochemicals) yang biasa digunakan untuk mengendalikan tanaman  pengganggu (gulma). Sehingga efisiensi pertanian menjadi meningkat. Contoh tanaman transgenik

yang tahan hama ini misalnya kapas Bt, kedelai Bt dan jagung Bt.

Kompas edisi Januari 2000 memuat prakiraan keuntungan penggunaan tanaman transgenik yaitu: 1) Panen tinggi: Tanaman hasil rekayasa genetik dapat membantu memperbaiki jumlah dan kualitas panen di lahan marjinal seperti tanah asam dan tandus, 2) Perbaikan nutrisi: Produk tanaman, kedelai misalnya, bisa dimodifikasi mengandung lebih banyak protein, zat besi, untuk mengatasi anemia. Baru-baru ini, ilmuwan Eropa berhasil memasukkan vitamin A pada padi. 3) Perbaikan kesehatan: Vaksin di dalam produk tanaman akan mempermudah pencapaian sasaran dan cakupan, dan 4) Sedikit bahan kimia: Tanaman rekayasa genetik yang sudah dibuat tahan hama dan gulma misalnya, tidak memerlu-kan lagi pestisida dan herbisida.

Karena alasan-asalan yang dikemukakan di atas, maka transgenik merupaka n suatu potensi yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan publik. Teknologi ini potensial untuk mengatasi masalah masa depan ketahanan pangan yang akan dihadapi bangsa, karena masalah-masalah struktural sektor pertanian yang sulit diatasi, seperti terjadinya alih fungsi lahan, jenuhnya kesuburan tanah-tanah (terutama di Jawa) yang mengancam produktivitas pangan. Begitu juga teknologi ini bisa menjadi solusi untuk masalah over fishing sektor perikanan, yang menyebabkan  jumlah dan keragaman ikan menjadi berkurang.

(6)

C. Sikap Kontra Penggunaan Tanaman Transgenik 

Masyarakat yang kontra terhadap penggunaan transgenik karena mengkahwatirkan dampak yang ditimbulkan konsumsi tanaman transgenik terhadap kesehatan dan lingkungan. Hal ini terjadi karena tanaman transgenik belum dievaluasi penggunaannya secara mendetail dalam  jangka panjang sebelum dilepaskan ke pasaran.Terhadap kesehatan manusia, tanaman transgenik

tahan hama diduga dapat menimbulkan keracunan bagi konsumennya. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa tanaman tahan serangga yang diintroduksi dengan gen Bt yang bersifat racun terhadap serangga, juga akan berakibat racun pada manusia.Tanaman transgenik juga diduga dapat menimbulkan kemungkinan alergi jenis baru akibat ditambahkannya protein tertentu ke dalam tanaman, misalnya pada kedelai transgenik yang diintroduksi dengan gen penghasil protein metionin dari tanaman brazil nut, diduga menimbulkan alergi terhadap manusia. Lewat uji skin  prick-test menunjukkan kedelai transgenik positif sebagai alergen. Bantahan kedelai transgenik  bertindak sebagai alergen adalah karena alergen memiliki sifat stabil dan membutuhkan waktu yang lama untuk terurai dalam sistem pencernaan, sedangkan protein bersifat tidak stabil dan mudah terurai oleh panas pada suhu >65 0C yang jika dipanaskan tidak berfungsi lagi. Sehingga  protein kedelai yang telah mengalami proses pemanasan tidak bertindak sebagai alergen. Dalam hal ini, lagi-lagi pendapat tersebut masih berupa asumsi. Akan tetapi, memang saat ini belum ada cara yang dapat diandalkan untuk menguji makanan RG yang bersifat allergen, sehingga kasus ini masih berupa prediksi yang belum jelas kesimpulannya. Tanaman golden rice yang diklaim sangat  bermanfaat pun ternyata setelah diuji tidak hanya memproduksi beta karoten, tetapi juga lutein dan

zeaxanthin, dua senyawa yang belum diketahui pengaruhnya terhadap kesehatan (Rifai, 2002). Secara ringkas, Kompas edisi Januari 2000, memperkirakan resiko kerugian akibat  penggunaan tanaman transgenik yang disitir dari Asiaweek sebagai sumbernya yaitu: 1) Timbulnya alergi baru: Manipulasi genetik sering memanfaatkan protein dari organisme yang tidak pernah dimakan. Padahal diketahui banyak p enyebab alergi berasal dari protein, 2) Resistensi antibiotik: Gen yang resisten terhadap antibiotik yang sering digunakan sebagai penanda untuk menyeleksi sel-sel transgenik, mungkin saja pindah ke manusia atau organisme lain yang bisa menimbulkan masalah kesehatan, 3) Virus baru : Gen virus pada tanaman untuk membuatnya tahan terhadap serangan virus, bisa saja bergabung dengan mikroba baru yang menginfeksi tumbuhan itu, sehingga bisa menghasilkan hibrid baru yang lebih ganas, 4) Gulma baru: Pada lingkungan yang lebih luas, mungkin saja gen tahan herbisida yang diintroduksi ke tanaman pindah

(7)

melalui serbuk sari yang menyerbuki gulma sekitarnya. Muncullah gulma super yang sulit ditangani dan menghancurkan ekosistem, dan 5) Hama resisten : Pemaparan terus-menerus dari tanaman yang bisa menghasilkan pestisida sendiri bisa menyebabkan hama menjadi kebal dan membuat racun pestisida itu akhirnya tidak efektif. Selain itu, ada empat jenis resiko yang mungkin ditimbulkan oleh produk transgenik yaitu: (1) Efek akibat gen asing yang diintroduksi ke dalam organisme transgenik, (2) Efek yang tidak diharapkan dan tidak d itargetkan akibat penyisipan gen secara random dan interaksi antara gen asing dan gen inang di dalam organisme transgenik, (3) Efek yang dikaitkan dengan sifat konstruksi gen artifisial yang disisipkan ke dalam organisme transgenik, dan (4) Efek dari aliran gen, terutama penyebaran secara horizontal dan sekunder dari gen dan konstruksi gen dari organisme transgenik ke spesies yang tidak berkerabat.

Contoh:

Upaya menghasilkan beras transgenik yang rendah glutelin ternyata pada saat bersamaan memunculkan karateristik lain, yaitu meningkatnya kandungan prolamin. Rendahnya glutelin  berdampak positip pada protein yang tersimpan pada beras (rice protein storage). Namun, meningkatnya prolamin akan mengakibatkan perubahan kualitas gizi dan bahaya alergi bagi siapa  pun yang mengonsumsinya. Kedelai kaya lysine (salah satu asam amino esensial), maka ternyata dampak ikutannya adalah kadar lemak kedelai menjadi turun. Hal ini jelas tidak dikehendaki, apabila maksud dikembangkannya tanaman kedelai adalah sebagai bahan baku minyak goreng. Demikian pula beras kaya beta-karoten, menghasilkan karakteristik ikutan berupa meningkatnya xantophyll.

Resiko di atas menimbulkan potensi bahaya bagi lingkungan dan manusia yaitu: (1) Pemindahan DNA transgenik secara horisontal ke mikroorganisme tanah, yang dapat mempengaruhi ekologi tanah, (2) Kerusakan organisme tanah akibat toksin dari transgenik yang  bersifat pestisida, (3) Gangguan ekologis akibat transfer transgen kepada kerabat liar tanaman, (4) Kerusakan pada serangga yang menguntungkan akibat transgenik bersifat pestisida, (5) Timbulnya virus baru, (6) Meningkatnya resistensi terhadap antibiotik, termasuk dan terutama pada manusia yang memakan produk transgenik, dan (7) Meningkatnya k ecenderungan allergen, sifat toksik atau menurunnya nilai gizi pada pangan transgenic (Sukara,2002).

(8)

E. Kajian Hukum Mengenai Tanaman Transgenik 

Di luar negeri telah dikeluarkan petunjuk dan rekomendasi mengenai bioteknologi dan keamanan pangan. Amerika Serikat melalui Food and Drug Administration (FDA) menangani khusus masalah tanaman transgenik. Badan ini membuat pedoman keamanan pangan yang  bertujuan untuk memberikan kepastian bahwa produk baru (termasuk yang berasal dari hasil rekayasa genetika) sebelum dikomersialkan produk tersebut harus aman untuk dikonsumsi dan masalah keamanan pangan harus dukendalikan dengan baik. FDA akan melakukan telaah ulang terhadap produk asal tanaman transgenik apabila terdapat pengeluhan atau pengaduan dari publik yang disertai dengan data yang bersifat ilmiah. Gen yang ditransfer pada tanaman menghasilkan tanaman transgenik oleh FDA disepadankan dengan food additive yang dievaluasi secara substansi sepadan. Apabila bahan pangan baru diketahui secara substansial sepadan dengan bahan pangan yang telah ada, maka ketentuan keamanan bahan pangan tersebut sama dengan ketentuan bahan  pangan aslinya. Kesepadanan substansial ditentukan berdasarkan : sifat fenotipik, Karekteristik molekuler, analisis kandungan nutrisi, sifat potensial toksisitas dan non-toksisitas, sifat alergen dan non-alergen, penggunaan kategori generaly regarded as save (GRAS) dan tidak melakukan  pelabelan bahan pangan yang berasal dari tanaman transgenic (Umar dkk, 2002).

Badan pangan dunia, Food and Agriculture Organization (FAO) memberikan beberapa  petunjuk dan rekomendasi mengenai bioteknologi dan keamanan pangan, yaitu: 1) Peraturan mengenai keamanan pangan yang komprehensif dan diterapkan dengan baik merupakan hal yang  penting untuk melindungi kesehatan konsumen dimana semua negara harus dapat menempatkan  peraturan tersebut seimbang dengan perkembangan teknologi, 2) Penilaian kesamaan untuk  produk rekayasa genetika hendaknya berdasarkan konsep substansial equivalen, 3) Pemindahan gen dari pangan yang menyebabkan alergi hendaknya dihindari kecuali telah terbukti bahwa gen yang dipindahkan tidak menunjukkan alergi, 4) Pemindahan gen dari bahan pangan yang mengandung alergen ke organisme lain tidak boleh dikomersialkan, 5) Senyawa alergen pangan dan sifat dari alergen yang menetapkan immuno genicity dianjurkan untuk diidentifikasi, 6) FAO akan mengadakan lokakarya untuk membahas dan memutuskan bilamana ada beberapa gen marka ketahanan antibiotik yang harus dihindarkan dari tanaman pangan komersial, 7) Perlu ada  pangkalan data (data base) tentang pangan dari tanaman, mikroorganisme pangan, dan pakan, 8)

Validasi metoda sangat diperlukan, 9) Negara berkembang harus dibantu dalam pendidikan dan  pelatihan tentang keamanan pangan dan komponen pangan yang ditimbulkan oleh modifikasi

(9)

genetik, 10) Perlu ditingkatkan riset untuk pengembangan metode untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan penilaian keamanan pangan untuk produk rekayasa genetic (Suriasumantri, 1988).

Indonesia sendiri telah mengatur keamanan hayati dan keamanan pangan suatu produk  pertanian hasil rekayasa genetik seperti tanaman transgenik. Sejak diterbitkan SK Mentan (No. 856/Kpts/HK330/9/1997), di Indonesia sudah ditanam 10 tanaman transgenik, antara lain jagung (4 jenis), kacang tanah, kapas (2 macam), kakao, kedelai, padi, tebu, tembakau, ubi jalar, dan kentang. Namun uji coba lapangan tanaman transgenik di Indonesia masih belum transparan. Untuk lebih mengoptimalkan dan pengawasan pemantauan terhadap penggunaan tanaman transgenik, maka dibuat keputusan bersama Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Menteri Kesehatan dan Menteri Negara Pangan dan Hortikultura tentang Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetika Tanaman No. 998.I/Kpts/OT.210/9/99; 790.a/Kptrs-IX/1999; 1145A/MENKES/SKB/IX/1999; 015A/NmenegPHOR/09/1999. Keputusan bersama ini dimaksudkan untuk mengatur dan mengawasi keamanan hayati dan keamanan pangan pemanfaatan produk pertanian hasil rekayasa genetika agar tidak merugikan, mengganggu dan membahayakan kesehatan manusia, keanekaragaman hayati (biodiversity) dan lingkungan (Suriasumantri,1988).

(10)

BAB III PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan pembahasan mengenai tanaman transgenik, sikap masyarakat dan kajian aspek bioetika di atas, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

1. Sikap pro masyarakat terhadap penggunaan tanaman transgenik berkaitan dengan keuntungan dari segi kemanfaatan pada bidang pertanian dan kesehatan, sedangkan sikap kontra tanaman transgenik berkaitan dengan uji keamanan pangan untuk kesehatan dan keamanan aspek lingkungan.

2. Secara bioetika, penggunaan tanaman transgenik meskipun dapat meningkatkan kualitas hidup namun harus dievaluasi dengan hati-hati dengan mempertimbangkan aspek hukum (legal), aspek sosial budaya (termasuk faktor ekonomi dan politik), dan aspek etika terhadap lingkungan.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Rifai, A.M. 2002. Bioetika dan Kode Etika Biologiwan. Dalam Diskusi Panel Bioetika : Bagian Keseharian Ilmuwan. Dewan Riset Nasional, d.a. Kementrian Riset dan Teknologi, Jakarta & Herbarium Bogoriense Puslit Biologi

 – 

 LIPI. Bogor

Sukara, E. 2002. Pentingnya Bioetika Sebagai Kendali dan Arah Bagi Kemajuan Biosains : Beberapa Studi Kasus Yang Harus Dicermati. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.

Suriasumantri, J.S. 1988. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Umar, Syukur., dkk. 2002. Tanaman Transgenik dan Persepsi Masyarakat. Makalah Pengantar Falsafah Sains, April 2002. Bogor: Program Pasca Sarjana IPB.

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat yang diperoleh dengan adanya kegiatan wisata di Danau Linting: (bisa lebih dari satu)b. Kondisi jalan

Hasil penelitian sebagian besar remaja memiliki pengetahuan yang kurang yaitu sebanyak 19 orang (54.3%), sebagian besar remaja tidak melakukan pemeriksaan payudara sendiri

public class DatabaseOpenHelper extends SQLiteAssetHelper { private static final int DATABASE_VERSION = 1;. private static final String DATABASE_NAME =

Di dalam melakukan peneltian, peneliti memberikan skala untuk mengukur variabel-variabel daya tarik point of purchase dan keputusan pembelian tidak terencana yang akan

menerapkan ketiga konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari untuk menyeleksi dan mengelompokkan benih dengan kualitas baik dan kurang baik, yang selanjutnya

Any action on the sub elements institutions involved will affect the success of program management strategies of Bunaken National Park travel.. Likewise, the lack

Faktor budaya yang termasuk mempengaruhi belajar adalah faktor yang disalurkan melalui media massa baik elektronik maupun surat kabar yang ada disekeliling kita. Begitu juga

Hasil penelitian tersebut menunjukkan kandungan pakan yang diberikan tidak mengandung bahan tambahan yang berlebih seperti protein dan lemak (soediaoetomo, 1991) yang