• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan cepat saji (fast food) adalah makanan yang tersedia dalam waktu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan cepat saji (fast food) adalah makanan yang tersedia dalam waktu"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Makanan Cepat Saji (Fast Food)

Makanan cepat saji (fast food) adalah makanan yang tersedia dalam waktu cepat dan siap disantap, seperti fried chiken, hamburger atau pizza. Mudahnya memperoleh makanan siap saji di pasaran memang memudahkan tersedianya variasi pangan sesuai selera dan daya beli. Selain itu, pengolahan dan penyiapannya lebih mudah dan cepat, cocok bagi mereka yang selalu sibuk ( Sulistijani, 2002).

Kehadiran makanan cepat saji dalam industri makanan di Indonesia juga bisa mempengaruhi pola makan kaum remaja di kota. Khususnya bagi remaja tingkat menengah ke atas, restoran makanan cepat saji merupakan tempat yang tepat untuk bersantai. Makanan di restoran fast food ditawarkan dengan harga terjangkau dengan kantong mereka, servisnya cepat dan jenis makanannya memenuhi selera. Makanan cepat saji umumnya mengandung kalori, kadar lemak, gula dan sodium (Na) yang tinggi tetapi rendah serat, vitamin A, asam akorbat, kalsium dan folat. Makanan cepat saji adalah gaya hidup remaja (Khomsan, 2004).

Keberadaan restoran-restoran fast food yang semakin menjamur di kota-kota besar di Indonesia, yang menyajikan berbagai makanan siap saji yang dapat berupa makanan tradisional Indonesia (seperti restoran padang) dan makanan barat (Kentucy fried chicken, California fried chicken) yang terkenal dengan ayam gorengnya, disamping jenis makanan yang tidak kalah popular seperti Burger, Pizza, Sandwich,

dan sebagainya. Dengan manajemen yang handal dan juga dilakukannya terobosan misalnya pelayanan yang praktis, desain interior restoran dibuat rapi, menarik dan

(2)

bersih tanpa meninggalkan unsur kenyamanan, serta rasanya yang lezat membuat mereka yang sibuk dalam pekerjaanya memilih alternatif untuk mengkonsumsi jenis

fast food, karena lebih cepat dan juga mengandung gengsi bagi sebagian golongan masyarakat. Bahkan di hari libur pun biasanya banyak keluarga yang memilih makanan diluar dengan jajanan fast food (Khomsan, 2004).

Makanan cepat saji seperti fried chicken dan French fries, sudah menjadi jenis makanan yang biasa dikonsumsi pada waktu makan siang atau makan malam remaja di enam kota besar di Indonesia seperti di Jakarta, Bandung, Semarang, Yokyakarta, Surabaya dan Denpasar. Menurut penelitian tersebut 15-20% remaja di Jakarta mengonsumsi fried chicken dan burger sebagai makan siang dan 1-6% mengonsumsi pizza dan spaggethi. Bila makanan tersebut sering dikonsumsi secara terus-menerus dan berlebihan dapat mengakibatkan gizi lebih (Mudjianto dkk, 1994).

Makanan cepat saji mempunyai kelebihan yaitu penyajian cepat sehingga hemat waktu dan dapat dihidangkan kapan dan dimana saja, tempat saji dan penyajian yang higienis, dianggap makanan bergengsi, makanan modern, juga makanan gaul bagi anak muda. Makanan cepat saji yang dimaksud adalah jenis makanan yang dikemas, mudah disajikan, praktis, atau diolah dengan cara sederhana. Makanan tersebut umumnya diproduksi oleh industri psengolahan pangan dengan teknologi tinggi dan memberikan berbagai zat aditif untuk mengawetkan dan memberikan cita rasa bagi produk tersebut.

(3)

2.1.1. Kandungan Gizi Makanan Cepat Saji

Secara umum makanan cepat saji mengandung kalori, kadar lemak, gula dan sodium (Na) yang tinggi tetapi rendah serat, vitamin A, asam akorbat, kalsium dan folat. Dan berikut ini gambaran kandungan nilai gizi dari beberapa jenis makanan cepat saji yang saat ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena pengaruh tren globalisasi :

1. Komposisi gizi Pizza (100 g)

Kalori (483 KKal), Lemak (48 g), Kolesterol (52 g), Karbohidrat (3 g), Gula (3 g), Protein (3 g).

2. Komposisi gizi Hamburger (100 g)

Kalori (267 KKal), Lemak (10 g), Kolesterol (29 mg), Protein (11 g), Karbohidrat (33 g), Serat kasar (3 g), Gula (7 g).

3. Komposisi gizi Donat (I bh = 70 g)

Kalori (210 Kkal), Lemak (8 g), Karbohidrat (32 g), Serat kasar (1 g), Protein (3 g), Gula (11 g), Sodium (260 mg).

4. Komposisi gizi Fried Chicken (100 g)

Kalori (298 KKal), Lemak (16,8 g), Protein (34,2 g), Karbohidrat (0,1 g). 5. Siomay 170 gr 162 kalori

6. Mie bakso sepiring 400 kalori 7. Chicken nugget 6 potong: 250 kalori 8. Mie Instant (1 bungkus) 330 Kalori 9. Kentang goreng mengandung 220 kalori

(4)

2.1.2. Dampak Negatif Makanan Cepat Saji. 1. Meningkatkan Risiko Serangan Jantung

Kandungan kolesterol yang tinggi pada makanan cepat saji dapat mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah. Pembuluh darah yang tersumbat akan membuat aliran darah tidak lancar yang dapat mengakibatkan terjadinya serangan jantung koroner.

2. Membuat Ketagihan

Makanan cepat saji mengandung zat aditif yang dapat membuat ketagihan dan merangsang untuk ingin terus memakannya sesering mungkin.

3. Meningkatkan Berat Badan

Jika suka mengonsumsi makanan cepat saji dan jarang berolahraga, maka dalam beberapa minggu tubuh akan mengalami penambahan berat badan yang tidak sehat. Lemak yang di dapat dari mengonsumsi makanan cepat saji tidak digunakan dengan baik oleh tubuh jika tidak berolahraga. Lemak inilah yang kemdian tersimpan dan menumpuk dalam tubuh.

4. Meningkatkan Risiko Kanker

Kandungan lemak yang tinggi yang terdapat dalam makanan cepat saji dapat meningkatkan risiko kanker, terutama

5. Memicu Diabetes

Kandungan kalori dan lemak jenuh yang tinggi dalam makanan cepat saji akan memicu terjadinya resistensi insulin yang berujung pada penyakit diabetes. Resistensi insulin terjadi ketika sel-sel tubuh tidak merespon insulin sehingga

(5)

menurunkan penyerapan glukosa yang menyebabkan banyak glukosa menumpuk di aliran darah.

6. Memicu Tekanan Darah Tinggi

Garam dapat membuat masakan menjadi jauh lebih nikmat. Hampir semua makanan makanan cepat saji mengandung garam yang tinggi. Garam mengandung natrium, ketika kadar natrium dalam darah tinggi dan tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal, volume darah meningkat karena natrium bersifat menarik dan menahan air. Peningkatan ini menyebabkan jantung bekerja lebih keras untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh yang menyebabka

Bahaya makanan cepat saji yang telah dijabarkan oleh peneliti ilmiah dari beberapa ilmiah pakar serta penerhati nutrisi adalah sebagai berikut:

1. Sodium (Na) tidak boleh kebanyakan terdapat didalam tubuh kita. Untuk ukuran orang dewasa, sodium yang aman jumlahnya tidak boleh lebih dari 3300 mg. Inilah sama degan 1 3/5 sendok teh. Sodium yang banyak terdapat dalam makanan cepat saji dapat meningkatkan aliran dan tekanan darah sehingga bisa membuat tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi juga akan berpengaruh munculnya gangguan ginjal, penyakit jantung dan stroke. Lemak jenuh yang juga banyak terdapat dalam makanan cepat saji, yang berbahaya bagi tubuh karena zat tersebut merangsang organ hati untuk memproduksi banyak kolesterol. Kolesterol sendiri didapat dengan dua cara, yaitu oleh tubuh itu sendiri dan ada juga yang berasal dari produk hewani yang kita makan dan dimasak terlalu lama. Kolesterol banyak terdapat dalam daging, telur, ayam, ikan, mentega, susu dan keju. Bila jumlahnya banyak, kolesterol

(6)

dapat menutup saluran darah dan oksigen yang seharusnya mengalir ke seluruh tubuh. Tingginya jumlah lemak jenuh dalam makanan cepat saji akan menimbulkan kanker, terutama kanker usus dan kanker payudara. Kanker payudara merupakan pembunuh terbesar setelah kanker usus. Lemak dari daging, susu, dan produk-produk susu merupakan sumber utama dari lemak jenuh.

2. Selain itu, beberapa menu dalam restoran fast food juga mengandung banyak gula. Gula, terutama gula buatan, tidak baik untuk kesehatan karena dapat menyebabkan penyakit gula atau diabetes, kerusakan gigi dan obesitas. Minuman bersoda, cake, dan cookies mengandung banyak gula dan sangat sedikit vitamin serta mineralnya. Minuman bersoda mengandung paling bayak gula, sedangkan kebutuhan gula dalam tubuh tidak boleh lebih dari 4 g atau satu sendok teh sehari (Septiyani, 2011).

2.1.3. Upaya Meminimalisasi Dampak Negatif dari Makanan Cepat Saji

Untuk mengurangi dan meminimalisasi dampak negatif makanan cepat saji dapat diupayakan dengan beberapa cara antara lain :

1. Bukan larangan yang menakutkan atau suatu keharusan yang mesti dilakukan untuk menghindari makanan cepat saji beresiko. Walaupun hidangan yang akan dinikmati umumnya mengandung garam dan lemak tinggi, sebenarnya jenis makanan cepat saji beresiko yang indentik dengan fried chicken itu juga memliki kandungan protein yang cukup tinggi. Bila harus 1 atau 2 kali dalam sebulan atau 1 kali dalam seminggu ingin menikmati makanan fried chicken

(7)

ini dilakukan lebih sering lagi, maka sebaiknya ketika menyantap sajian ini hendaknya dibarngi dengan mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan.

2. Anjuran yang paling cocok bagi penggemar makanan cepat saji adalah hendaknya mereka mengimbangi konsumsi makanan tinggi lemak protein dengan makanan tinggi serat seperti sayuran, baik yang disajikan dalam bentuk mentah misalnya lalapan atau dalam bentuk olahan seperti sop atau salad dari berbagai sayuran dan buah-buahan.

3. Dianjurkan meminum air putih 8-10 gelas per hari untuk mengimbangi minuman bersoda tinggi. Disamping itu, untuk mengurangi risiko makanan cepat saji yangn mengandung tinggi lemak dan tinggi kadar garamnya agar mengurangi porsi makanan atau memilih makanan dalam porsi kecil. Kemudian, bagilah porsi itu dengan rekan atau teman. Dan yang terakhir jangan lupa untuk berolahraga secara disiplin dan teratur.

4. Buah-buahan merupakan pabrik senyawa vitamin, mineral, fitokimia, antioksidan, dan serat makanan alami. Pengolahan buah-buahan menjadi jus merupakan salah satu cara yang baik untuk meningkatkan konsumsi buah-buahan di masyarakat. Agar diperoleh asupan serat makanan sebagaimana yang diperlukan tubuh ketika mengonsumsi jus buah hendaknya jus benar-banar dibuat dari buah asli. Jangan sekali-kali tertipu dengan berbagai jenis minuman jus rasa buah yang sebenarnya sama sekali tidak mengandung komponen buah.

5. Beberapa saran yang perlu diingat dan penting bagi pecinta makana cepat saji adalah hendaknya memulai sarapan pagi dengan menu sehat seperti jus buah,

(8)

susu rendah lemak atau sereal tinggi serat, dan jangan lupa mengonsumsi sayuran. Asupan makanan yang mengandung tinggi serat sangat bermanfaat dan dapat membantu memperlambat rasa lapar, sehingga akan menekan keinginan untuk mengonsumsi makanan berlemak atau paling tidak hasrat untuk menikmati akan tertunda (Lubis, 2009).

Yang tergolong dalam makanan cepat saji modern antara lain hamburger,

ayam goreng kentucky, pizza, spagetty, sosis, chicken nugget. kentang goreng, donat dan makanan cepat saji yang tradisional adalah mie goreng, mie instant, bakso, mie ayam, gorengan, siomai, mie pangsit, soto dan pecal.

2.2. Perilaku Makan Mahasiswa

Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman secara instansi manusia dengan lingkungan yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, tindakan.

Perilaku makan adalah cara seseorang berfikir, pengetahuan dan berpandangan tentang makanan. Apa yang ada dalam perasaan dan pandangan itu dinyatakan dalam bentuk tindakan makan dan memilih makanan. Jika keadaan itu terus-menerus berulang maka tindakan tersebut akan menjadi kebiasaan makan (Khumaidi, 1994).

Benyamin Bloom (1903), seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku ke dalam tiga dominan atau ranah/kawasan yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah efektif (effective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor domain ).

(9)

2.2.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu:

1. Tahu

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.

(10)

4. Analisa

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau subjek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannyya satu sama lain.

5. Sintesis

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoadmodjo, 2003).

2.2.2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emisional terhadap stimulus sosial.

(11)

Selain bersifat positif atau negatif, sikap mempunyai tingkat kedalaman yang berbeda-beda. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono, 1993).

Sikap mempunyai tiga komponen pokok, seperti yang dikemukakan Allport dalam Notoadmojo (2003), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting dalam penetuan sikap yang utuh.

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni : 1. Menerima

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan oleh objek.

2. Merespon

Merespon diartikan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan oleh objek.

(12)

3. Menghargai

Yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingat tiga (kecenderungan untuk bertindak).

4. Bertanggung jawab

Yaitu yang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupkan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan respoden terhadap suatu objek yang bersangkutan. Pertanyaan secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan kata “setuju” atau “tidak setuju” terhadap pernyataan-pernyataan terhadap suatu objek.

2.2.3. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terbentuknya suatu sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas.

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap objek apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut pratik kesehatan.

Praktik atau tindakan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya, yakni:

(13)

1. Praktik terpimpin

Apabila suatu objek atau seseorang telah melakukan sesuatu tapi masih tergantung pada tuntutan atau menggunakan panduan.

2. Praktik secara mekanisme

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktekan sesuatu hal secara otomatis, maka disebut praktik atau tindakan meknis.

3. Adapsi

Adapsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukam modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoadmojo, 2005).

Perubahan perilaku kehidupan modern antara lain konsumsi makanan tinggi kalori, tinggi lemak, tinggi kolestrol, tinggi garam, rendah serat, merokok, minum alcohol dan lain sebagainya. Ditinjau dari pandangan ilmu gizi, perubahan perilaku tersebut dapat meningkatkan peluang terjadinya masalah gizi lebih, obesitas dan penyakit degenerative (Baliwati dkk, 2004).

Mahasiswa, pada umumnya berusia diatas 18 tahun yang merupakan remaja tahap akhir. Pada umumnya tidak makan pagi atau sarapan juga merupakan kebiasaan mahasiswa. Padahal sarapan sangat bermanfaat bagi setiap orang. Bagi orang dewasa, makan pagi dapat memelihara ketahanan fisik, mempertahankan daya tahan saat

(14)

bekerja dan meningkatkan produktivitas kerjanya. Bagi anak sekolah, makan pagi dapat memudahkan konsentrasi belajar, memahami pelajaran, sehingga prestasi belajar pun lebih baik (Depkes, 1997).

Menurut Asdi dalam Pratiwi (2011), selain kebiasaan tidak sarapan pagi, saat ini remaja lebih menyukai mengonsumsi makanan jajanan cepat saji. Dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1999, menunjukkan bahwa persentase pengeluaran rata-rata per kapita penduduk perkotaan untuk makanan jajanan (termasuk makanan cepat saji) meningkat dari 9,13% pada tahun 1996 menjadi 11,37% pada tahun 1999. Di kota-kota besar seperti Jakarta dan Yogyakarta pengeluaran untuk makanan jadi lebih besar yaitu seperempat dari total pengeluaran pangan.

Kebiasaan makan menurut Guthe dan Mead (Khumaidi, 1994) adalah cara-cara individu dan kelompok individu memilih, mengkonsumsi dan menggunakan makanan-makanan yang tersedia yang didasarkan kepada faktor-faktor sosial dan budaya dimana mereka hidup. Khumaidi lebih lanjut menyimpulkan, bahwa kebiasaan makan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi asosiasi emosional, keadaan jasmani dan rohani yang sedang sakit dan penilaian yang lebih terhadap makanan. Faktor ektrinsik meliputi lingkungan alam, sosial, ekonomi, budaya, dan agama.

Adapun perilaku makan yang ditujukan remaja adalah mengonsumsi makanan cepat saji. Kini makanan cepat saji telah menjadi bagian dari perilaku sebagian anak sekolah dan remaja di luar rumah di berbagai kota. Jenis makanan siap santap yang berasal dari negara barat seperti KFC, hamburger, pizza, dan berbagai jenis makanan

(15)

berupa keripik (junkfood) sering dianggap sebagai lambang kehidupan modern oleh para remaja. Padahal makanan cepat saji dan junk food mempunyai kandungan tinggi kalori, karbohidrat dan lemak, jika dikonsumsi dalam jangka panjang dapat menyebabkan obesitas (Mudjianto, 1993).

Penelitian Wijaya (2005), menunjukkan bahwa dari 177 mahasiswa di Surabaya 98,3% menyatakan pernah makan di restoran fast food dengan frekuensi kunjungan terbanyak adalah 2-5 kali satu bulan. Di Kotamadya Bogor 83,3% remaja lebih memilih makanan siap saji modern (fast food) dibandingkan makanan cepat saji tradisional dan 25,1% mengonsumsi fast food ≥ 3 kali dalam seminggu (Suhartini,

2004) sedangkan Hafitri (2003) mengatakan sebanyak 66,7% remaja terbiasa membeli makanan cepat saji dan makanan tradisional satu kali dalam seminggu.

Menurut Robert dan Williams dalam Heryanti (2000), mengatakan kebiasan makan dan pilihan makanan dikalangan remaja ternyata lebih kompleks dan di pengaruhi oleh banyak faktor seperti fisik, sosial, lingkungan budaya, pengaruh lingkungan sekitar (teman, keluarga dan media) serta psikososial.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa perilaku makan yang salah akan menyebabkan masalah gizi dan perilaku makan tersebut dipengaruhi oleh aneka faktor sosial, ekonomi, budaya dan ketersediaan pangan. Analisis menggunakan data Susenas menunjukkan adanya kecendrungan perilaku konsumsi makanan jadi (termasuk minuman) yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Konsumsi makanan yang berasal dari terigu seperti roti, mie, kue kering dan konsumsi kue basah serta minuman es merupakan bagian dari makanan tradisional yang cenderung menurun (Surbakti, dkk. 1997).

(16)

2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Green bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu:

1. Faktor predisposisi

Adalah faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya.

2. Faktor Pemungkin

Adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan.

3. Faktor Penguat

Adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. 2.4. Pengukuran Konsumsi Makanan

Metode pengukuran konsumsi makanan untuk individu, antara lain : 1. Metode Food Recall 24 Jam

Prinsip dari metode food recall 24 jam adalah mencatat jumlah dan jenis bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu.Hal penting yang perlu diketahui dalam food recall 24 jam adalah data yang diperoleh cenderung lebih kualitatiif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat rumah tangga (sendok, gelas, piring dan lain-lain) atau ukuran lainnya yang biasa digunakan sehari-hari ( Supriasa, 2002).

(17)

Menurut Supriasa (2002) langkah –langkah pelaksanan food recall 24 jam ialah:

1) Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah tangga selama kurun waktu 24 jam yang lalu.

2) Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).

3) Membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (DGKA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia.

Agar wawancara berjalan dengan sistematis, perlu dipersiapkan kuesioner sebelumnya agar wawancara terarah menurut urutan waktu dan pengelompokan bahan makanan. Urutan waktu sehari dapat disusun berupa makan, pagi, siang, malam serta makanan jajanan (Supriasa, 2002).

2. Metode Perkiraan Makanan (Estimated Food Records)

Menurut Gibson dalam Mardatillah (2008), Dalam memperkirakan makanan yang dikonsumsi, responden mencatat semua jumlah makanan dan snack yang dikonsumsi dalam ukuran rumah tangga (URT) atau menimbang dalam ukuran gram setiap kali makan. Jumlah hari dalam memperkirakaan asupan makanan tergantung tujuan penelitian. Apabila penelitian bertujuan untuk meneliti rata-rata auspan kelompok maka 1 (hari) umtuk 1 (satu) responden sudah memenuhi syarat.

Kelebihan metode Food Records ini adalah relatif murah dan cepat, lebih akurat, dapat menjangkau sampel dalam jumlah besar dan diketahui

(18)

konsumsi zat sehari. Kekurangannya antara lain bisa menyebabkan beban bagi responden sehingga terkadang responden merubah kebiasaan makannya, tidak dapat digunakan untuk responden buta huruf dan tergantung kepada kejujuran dan kemampuan responden dalam memperkirakan jumlah konsumsi makanan (Supriasa, 2002).

3. Metode Penimbangan Makanan (Food Weighing)

Menurut Gibson dalam Mardatillah (2008), Dalam metode ini,responden diminta untuk menimbang semua makanan dan snack yang dikonsumsi dalam periode waktu tertentu. Cara penyiapan makanan, detail penjelasan makanan dan merk makanan (yang diketahu) juga harus dicatat. Metode ini lebih akurat untuk memperkirakan kebiasaan konsumsi makanan dan asupan gizi seseorang.

Kelebihan metode penimbangan makanan antara lain data yang didapat lebih teliti. Kekurangan metode ini antara lain butuh waktu dan biaya mahal, bila dilakukan dalam waktu lama maka responden dapat berubah kebiasaan makannya, tenaga pengumpul data harus terlatih dan terampil serta perlu kerja sama yang baik dengan responden (Supriasa, 2002).

4. Metode Riwayat Makanan (Diatery History)

Menurut Gibson dalam Mardatillah (2008), Metode ini digunakan untuk memperkirakan kebiasaan asupan makanan dan pola makan individu yang umumnya dilakukan dalam jangka waktu lama yaitu sekitar 1 bulan. Metode ini memiliki 3 (tiga) komponen antara lain mewawncarai responden tentang kebiasaan pola makan secara keseluruhan dalam 24 jam terakhir yaitu

(19)

waktu makan utama dana makan selingan, kedua adalah melakukan pengecekan ulang kuesioner dari jenis makanan tertentu yang dikonsumsi dan ketiga adalah subjek mencatat konsumsi makanan di rumah selama 3 hari.

Kelebihan metode ini dalah murah, dapat memberikan gambaran konsumsi makan dalam waktu relative panjang dan dapat digunakan di klinik gizi. Sedangkan kekurangan metode ini adalah membebankan responden dan pengumpul data, perlu tenaga terlatih, data lebih bersifat kualitatif, tidak cocok untuk sampel besar dan umumnya bagi makanan khusus saja (Supriasa, 2002).

5. Metode Frekuensi Makanan ( Food Frequency)

Food Frequency Questionnaire (FFQ) bertujuan untuk menilai frekuensi makanan dan berbagai jenis makanan dalam periode waktu tertentu. Metode ini dapat menjelaskan informasi kualitatif mengenai pola konsumsi makan seseorang.

Kelebihan metode ini adalah murah dan sederhana dan dapat dilakukan sendiri oleh responden, tidak membutuhkan keterampilan khusus, dan dapat menghubungkan penyakit dengan kebiasaan makan. Sedangkan kekurangan metode ini adalah tidak dapat menghitung asupan zat gizi, sulit mengembangkan kuesioner, perlu membuat percobaan pendahuluan ,cukup menjemukan pewawancara dan responden harus jujur (Supriasa, 2002).

(20)

Menurut Supriasa (2002) langkah-langkah metode frekuensi makanan adalah: 1) Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar makanan yang

tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunanya dan ukuran porsinya.

2) Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi pengunaan jenis-jenis bahan makanan terutama bahan makanan yang merupakan sumber-sumber zat gizi tertentu selama periode tertentu pula.

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Untuk melihat gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan mahasiswa tentang konsumsi makanan cepat saji disajikan dalam kerangka konsep dibawah ini :

Gambar 2.1. Kerangka konsep gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan mahasiswatentang konsumsi makanan cepat saji

Kerangka konsep penelitian menggambarkan bahwasanya yang akan diteliti mencakup variabel pengetahuan, sikap, dan tindakan mahasiswa tentang konsumsi makanan cepat saji yang masing-masing variabel dilihat secara deskriptif.

Pengetahuan Tindakan konsumsi fast food: - Frekuensi - Jenis Sikap

Gambar

Gambar  2.1. Kerangka konsep gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan    mahasiswatentang konsumsi makanan cepat saji

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan desain case control untuk melihat hubungan antara frekuensi konsumsi makanan cepat saji (fast food)

Hasil analisis hubungan pola konsumsi makanan cepat saji (fast food) terhadap kenaikan berat badan pada mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan dapat dilihat pada tabel 7.. Sampel

MAKANAN CEPAT SAJI KHAS INDONESIA. Disusun

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kebiasaan konsumsi (fast food) makanan cepat saji, aktivitas fisik dan status gizi pada remaja di SMA Negeri

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kebiasaan konsumsi (fast food) makanan cepat saji, aktivitas fisik dan status gizi pada remaja di SMA Negeri

kebiasaan konsumsi makanan cepat saji (fast food) dengan obesitas pada siswa. kelas V dan VI SD Shafiyyatul Amaliyyah Medan, dimana yang obesitas

Gambaran Kebiasaan Konsumsi Makanan Cepat Saji ( Fast Food), Aktivitas Fisik dan Status Gizi pada Remaja di SMA Negeri 1 Padangsidimpuan..

Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui angka kejadian dan hubungan konsumsi makanan cepat saji (Fast Food) tersebut dengan kejadian obesitas, agar kiranya kelak para