• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. struktur atas dan struktur bawah dan berfungsi untuk menyalurkan beban dari kolom

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. struktur atas dan struktur bawah dan berfungsi untuk menyalurkan beban dari kolom"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konstruksi Baseplate ( Pelat Dasar )

Pelat dasar merupakan pelat baja yang berperan sebagai penghubung antara struktur atas dan struktur bawah dan berfungsi untuk menyalurkan beban dari kolom menuju struktur di bawahnya.

Gambar. 2.1 Baseplate Dengan Gaya Vertical, Momen dan Geser Perencanaan dimensi baseplate melibatkan gaya vertikal, momen dan geser, oleh karena itu diperlukan perhitungan dimensi baseplate untuk menahan gaya-gaya tersebut. Umumnya, ukuran baseplate ditentukan dengan melihat batas kekakuan beton pada pondasi saat hancur karena terbebani oleh beban diatasnya dan ketebalan baseplate ditentukan dengan melihat batas plastis yang disebabkan oleh bengkoknya bagian kritis pada plat tersebut. Perancangan baseplate meliputi dua langkah utama yaitu dengan menentukan ukuran panjang dan lebar baseplate dan menentukan ketebalan baseplate.

Antara kolom baja dan baseplate harus terikat menjadi satu kesatuan, oleh karena itu perlu dilakukan perencanaan sambungan yang berfungsi untuk menyatukan kolom dengan baseplate tersebut. Dalam hal ini alat sambung yang

(2)

digunakan berupa las, karena las dapat meleburkan antara logam dengan logam sehingga menjadi satu material.

Pendimensian ini akan dilakukan dengan dua cara yaitu : secara manual berdasarkan metode AISC-LRFD dan menggunakan program ANSYS.

2.2. Perencanaan Baseplate Dengan Metode AISC-LRFD

Perencanaan baseplate dengan metode ini meliputi beberapa tinjauan perhitungan, yaitu : perhitungan baseplate dengan beban vertikal, baseplate dengan momen, desain baut angkur dan baseplate dengan beban geser

2.2.1. Baseplate Dengan Beban vertikal

Perencanaan Baseplate dengan beban vertikal diasumsikan bahwa beban vertikal adalah beban terpusat pada pelat yang selanjutnya menjadi beban terbagi rata untuk struktur di dibawahnya.

Gambar. 2.2. Distribusi Gaya Tekan Pelat

 Untuk menghitung dimensi berdasarkan beban vertikal dengan metode LRFD dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sesuai prosedur berikut : 1. Mentukan beban vertikal (Pu).

2. Menentukan luasan pelat ( A1 ), didasarkan pada sifat-sifat dari pondasi yang menahan dasar kolom baja tersebut, yaitu :

(3)

c f Pu C

A

1 1.7 `

 (in2) Dimana :

Pu = Beban vertikal (kip) = Faktor resistensi beton, 0.6 f`c = Mutu beton (ksi)

3. Menentukan dimensi pelat ( B dan N ), sehingga m dan n kira-kira sama.

Gambar. 2.3. Batasan Kritis Pelat

Dilihat dari batasan kritis pada pelat itu sendiri, yaitu :

 N = + in) Dimana :

N = Panjang pelat (in) A1 = Luasan pelat (in2) Δ = 0.5 ( 0.95d – 0.8bf ) (in)

 B = 1 in) Dimana :

(4)

4. Menetukan nilai m dan n, sebagai berikut : m = − 0.952

(in)

n = . (in) Dimana :

d = kedalaman sayap dari kolom (in) bf = lebar sayap dari kolom (in)

5. Menentukan ketebalan pelat ( tp ) didasarkan dari besaran nilai m atau n yang dilihat pada gambar 2.3. di atas dan diambil nilai yang terbesar. Untuk menentukan ketebalan pelat yaitu:

t

p=( m atau n )

.

. . . (in) Dimana :

tp = Tebal pelat (in)

Fy = Mutu baja (ksi)

6. Menentukan luas dasar beton (bantalan), yaitu: A2 = 4 N B

2.2.2. Baseplate Dengan Beban vertikal dan Momen

Terdapat dua metode perencanaan untuk menentukan dimensi baseplate yang terbebani oleh gaya aksial dan momen, yaitu :

1. Perhitungan untuk eksentrisitas (e) kecil dan sedang. 2. Perhitungan untuk eksentrisitas (e) besar.

(5)

2.2.2.a Perhitungan Eksentrisitas (e) Kecil dan Sedang

Gambar. 2.4. Eksentrisitas Beban (Eksentrisitas Kecil)

Jika nilai eksentrisitas (e) sama atau lebih kecil dari N/6, distribusi gaya tekan terjadi di seluruh permukaan baseplate, seperti yang terlihat pada gambar 2.4. Gaya f1,2 dapat dihitung sebagai berikut :

f1,2 =

. ±

.

(ksi) Dimana:

B.N= dimensi baseplate (in) c = N/2 (in)

I = momen inersia, B x N3 / 12 (in4)

Berdasarkan LRFD (Load & Resistance Factor Design), gaya tekan maksimum (f1) tidak boleh melebihi gaya tekan yang d2zinkan (Fp) :

Fp = 0.85 f`c

(ksi)

Dimana :

f`c = Mutu beton (ksi) A1 = Luas baseplate (in2)

A2 = Luas beton dasar (bantalan) (in2) = Faktor resistensi pada beton, 0.6

(6)

 Untuk menghitungnya dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Menentukan Pu dan Mu

2. Menentukan tegangan desain bantalan maksimum Fp = 0.85 f`c (ksi)

≤ 1.7 f`c

3. Menentukan nilai N dan B dengan asumsi

4. Menentukan tegangan bantalan yang terjadi dengan rumus f1,2 =

. ±

.

(ksi)

5. Memeriksa apakah nilai e =

dan nilai f1,2

Fp. Jika nilainya memenuhi

maka diteruskan kelangkah selanjutnya, jika tidak kembali ke langkah 3. 6. Menentukan tebal pelat (tp), tp =

.

Gambar. 2.5. Eksentrisitas Beban (Eksentrisitas Sedang)

Jika nilai eksentrisitas (e) diantara N/6 dan N/2, distribusi gaya tekan terjadi hanya pada sebagian baseplate, seperti yang terlihat pada gambar 2.5. Agar seimbang, distribusi gaya tekan harus sama dengan beban vertikal dan berada pada jarak e titik tengah dari baseplate. Gaya maksimum f1 dihitung sebagai berikut :

f1 =

.

.

(

ksi) ;

Dimana :

(7)

2.2.2.b Perhitungan Eksentrisitas (e) Besar

Gambar. 2.6. Eksentrisitas Beban (Eksentrisitas Besar)

Saat terjadi eksentrisitas (e) yang besar, maka disarankan menggunakan jangkar (anchor bolt) untuk meredam peregangan komponen pada saat beban momen bekerja. Hal ini diperlihatkan pada gambar 2.6.

 Untuk menghitungnya dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Menentukan Pu dan Mu

2. Menentukan tegangan bantalan maksimum Fp = 0.85 f`c (ksi)

≤ 1.7 f`c 3. Menentukan nilai N dan B dengan asumsi.

4. Cek nilai eksentrisitras (e) = ≥ ½ N, jika sesuai maka dapat melanjutkan ke langkah selanjutnya, jika tidak ulangi langkah 3.

5. Menentukan panjang distribusi tegangan (A) < N` sebagai berikut :

A =

`± ` . ( . ` )

(8)

Dimana :

A` = Jarak dari jangkar dan titik tengah kolom, `− (in) f` = . . ` (ksi)

fp = Gaya tekan ijin (ksi)

P = Gaya vertical (kip) M = Gaya momen (kip) 6. Menghitung kapasitas jangkar (T) kips

T = .

7. Menentukan tebal pelat (tp), tp = . Dimana :

Mplu = faktor momen pada bagian kritis (in-kips/in) 2.2.2.c. Desain Tambahan Untuk Perhitungan Eksentrisitas Besar

Saat pelat dasar menerima beban vertikal dan beban momen yang cenderung besar, terjadi eksentrisitas yang besar pula. Keadaan ini berakibat tidak seimbangnya pelat dasar yang selanjutnya dapat menyulitkan pengerjaan terutama pada saat awal konstruksi berlangsung. Untuk itu, diperlukan pengikat antara pelat dasar dan pondasi agar dapat menahan gaya guling yang terjadi. Pengikat yang dimaksud adalah anchor bolt (baut angkur).

Maitra (1978) telah mengembangkan suatu solusi grafis untuk kasus pelat dasar yang memiliki beban eksentris yang besar. Grafik yang dimaksud adalah sebagai berikut :

(9)

Gambar. 2.7. Grafik Desain Tambahan Untuk Baseplate Dengan Beban vertikal dan Momen

 Untuk menentukan resultan gaya (T) dari ankur (anchor bolt), dapat dihitung dengan prosedur sebagai berikut:

1. Menentukan Pu dan Mu

2. Menentukan tegangan desain bantalan maksimum Fp = 0.85 f`c

(ksi)

3. Menentukan nilai N dan B dengan asumsi. 4. Hitung β = ( . `)

. . ` sehingga dari grafik didapat nilaiA/N`

5. Dari nilai A/N` didapat nilai A. Jika nilai A sesuai maka lanjutkan ke langkah selanjutnya, jika tidak ulangi langkah 3.

6. Dari grafik juga di dapat nilai α. Sehingga dapat dicari kapasitas angkur

T = ( . `)

. `

(kip) Dimana :

α = Koefisien jarak angkur dari pusat distribusi beban

= ( + . `)

(10)

2.2.3. Baseplate Dengan Beban Geser

Biasanya, gaya geser kolom dasar secara keseluruhan dilawan oleh gesekan karena adanya beban tekan aksial. Karena itu biasanya tidak diperlukan untuk perencanaan geser. Namun ada beberapa kasus dimana perencanaan geser diperlukan.

Ada 4 cara untuk menahan gaya geser yaitu: dengan pengembangan gaya gesek; dengan baut geser / bantalan, penggunaan penahan geser (shear lug) dan dengan penanaman kolom ke pondasi.

Gambar 2.8 Baseplate Dengan Beban Geser

 Untuk merencanakan dimensi baseplate dengan beban geser dapat mengikuti langkah berikut:

1. Menentukan bagian geser yang dapat ditransfer oleh gesekan sebesar μ dikalikan

dengan factor beban mati Vlgu, ditambah dengan bagian yang sesuai dari beban hidup yang menghasilkan gaya geser. Bagian ini ditahan oleh penahan geser (shear lug), adalah berbeda antara beban geser yang diperhitungkan dan kekuatan ini.

Vlgu = (faktor beban geser x gaya horizontal) - ( μ x faktor beban mati x beban mati)

(11)

2. Menghitung daerah bantalan yang diperlukan untuk penahan geser (shear lug) Algu = . . .

3. Menentukan dimensi penahan geser dengan asumsi bahwa bantalan terjadi pada bagian di bawah pondasi beton. H dan G dapat dilihat pada gambar 2.8

H – G = ; W = asumsi lebar shear lug 4. Menghitung momen pada penahan geser

Mlgu =

( )

5. Menghitung ketebalan shear lug tlg = . .

2.2.4. Desain Baut Angkur

Baut angkur diperlukan untuk semua baseplate. Baut angkur digunakan untuk memperkuat semua pelat dan untuk mencegah kolom terbalik. Baut angkur juga diperlukan ketika pelat menerima beban yang besar atau uplift.

a) Batang Terkait b) Batang Baut c) Batang Berulir Dengan Biji Gambar 2.9. Jenis-Jenis Angkur

(12)

Bidang runtuh

 Untuk menentukan panjang baut angkur yang dibutuhkan, didasarkan pada luas permukaan pelat dan kapasitas baut angkur itu sendiri.

Dapat dihitung dengan prosedur sebagai berikut : 1. Menghitung luas lubang baut Ag

Ag =

. . . Dimana :

Tu = kapasitas angkur (kip)

= faktor tahanan untuk tegangan = 0.75 = kekuatan tarik minimum (ksi) 2. Menghitung luas permukaan yang di proyeksikan

Gambar 2.10. Bidang Runtuh Bentuk Kerucut Untuk Jangkar

Apsf =

. . ` (in

2 ) Dimana :

Tu = kapasitas angkur (pounds)

f`c = mutu beton (psi)

(13)

3. L =

. (in) Dimana :

=

Luas permukaan pelat (in2)

Panjang jangkar ini berlaku apabila luas proyeksi dianggap penuh, artinya tidak terpotong oleh tepi pondasi beton.

Pada tahun (1983) Shipp and Haninger telah menyajikan panjang minimum jangkar yang tertanam dan juga jarak minimumnya keujung bawah pondasi. Disajikan dalam tabel 2.1 berikut.

Jenis Material Baut

Panjang Minimum Jangkar ( L ) Jarak minimum ke ujung bawah pondasi

A307, A36 12 x diameter baut 5 x diameter baut > 4 in A325, A449 17 x diameter baut 7 x diameter baut > 4 in

Tabel 2.1. Desain Baut Jangkar Sesuai Jenis Material

2.3. Alat Sambung Las

Pengelasan merupakan proses penggabungan material-material logam dengan pemanasan sampai ke temperatur yang sesuai sedemikian rupa sehingga bahan-bahan tersebut melebur menjadi satu material.

2.3.1. Tipe-tipe Las

Ada empat tipe pengelasan yaitu, groove, fillet, slot, dan plug. Masing-masing tipe las memiliki kelebihannya sendiri yang menentukan rentang penggunaannya. Secara kasar, keempat tipe tersebut mewakili presentasi konstruksi las berikut ini : las groove ( las tumpul) 15%, fillet ( las sudut) 80%, sisanya

(14)

terbagi-bagi untuk slot dan plug. Oleh karena itu penulis memilih las sudut sebagai penyambung antara kolom baja dengan baseplate.

1. Las Groove

Las ini dipakai untuk menyambung batang-batang sebidang, karena las ini harus menyalurkan beban yang bekerja secara penuh, maka las ini harus memiliki kekuatan yang sama dengan batang yang disambungnya.

2. Las Fillet

Tipe las ini paling banyak dijumpai dibandingkan tipe las yang lain, 80% sambungan las menggunakan tipe las sudut. Tidak memerlukan presisi yang tinggi dalam pengerjaannya.

3. Las Slot dan Plug

Jenis las ini biasanya digunakan bersama-sama las fillet. Manfaat utamanya adalah menyalurkan gaya geser pada smbungan lewatan bila ukuran panjang las terbatas oleh panjang yang tersedia untuk las sudut.

2.4. Beton

Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah atau agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Terkadang, satu atau lebih bahan adiktif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu, seperti kemudahan pengerjaan, durabilitas, dan waktu pengerasan.

Beton memiliki kuat tekan yang tinggi dan kuat tarik yang sangat rendah. Karena beton mempunyai kuat tekan yang sangat tinggi, maka dalam analisis ini pondasi yang digunakan terbuat dari beton yang selanjutnya dapat menahan gaya tekan yang diterima dari kolom baja melalui penyebaran beban dari baseplate.

(15)

2.5. Perhitungan Baseplate Dengan Simulasi program ANSYS

Sebelum software simulasi diciptakan, engineer menggunakan hitungan teknik dalam perancangan suatu alat. Kelemahannya perencana tidak pernah mengetahui perkiraan kegagalan dari alat yang dirancangnya.

Dengan menggunakan ANSYS, bagaimana gaya, tegangan dan stress yang terjadi dapat dilihat dengan simulasi serta potensi kegagalan dari alat yang dirancang dapat diprediksi, hal ini dapat dilihat dari simulasi yang memberikan gambaran distribusi tegangan yang berlebih pada titik tertentu ketika ada beban bekerja. Kalkulasi pada software ini meliputi bahan dari material, dimensi dan beban kerja.

2.5.1. Teori Dasar Kegagalan

Salah satu tujuan yang lebih penting dalam melakukan analisis struktur solid ialah untuk memeriksa kegagalan yang terjadi pada struktur tersebut. Perkiraan kegagalan suatu struktur pada umumnya berdasarkan tegangan yang terjadi pada komponen tersebut baik terpusat maupun terdistribusi. Dengan menggunakan ANSYS, maka distribusi tegangan tersebut dapat dengan mudah dikerjakan dengan cepat dan akurat. Selain itu komponen-komponen tegangan tertentu dapat dengan

mudah dihitung, seperti: σx, σy,dan τxy dan juga tegangan-tegangan utama seperti σ1

dan σ2.

Untuk mencegah terjadinya kegagalan pada suatu struktur, pada umumnya perhitungan kekuatan struktur tersebut melibatkan suatu faktor yang disebut dengan faktor keamanan (FS), yang didefenisikan sebagai:

F.S = Pmax / Pallowable

Dimana Pmax adalah beban yang dapat menyebabkan kegagalan. Untuk kasus tertentu, biasanya definisi faktor keamanan didefenisikan sebagai laju tegangan

(16)

maksimum yang menyebabkan kegagalan terhadap tegangan-tegangan yang d2zinkan ketika beban diberikan berbanding lurus terhadap tegangan-tegangan tersebut.

Tegangan utama dalam bidang pada suatu titik ditentukan dari nilai σxx, σyy,

dan τxy dengan menggunakan persamaan:

σ1,2 =

±

+

Tegangan geser bidang maksimum pada suatu titik ditentukan dari hubungan:

τmax =

+

Terdapat sejumlah teori penentuan kriteria kegagalan, yaitu: a. Teori tegangan normal maksimum

b. Teori tegangan geser maksimum c. Teori energi distorsi

Teori energi distorsi dikenal juga dengan istilah teori von mises-Hencky adalah kriteria kegagalan yang paling sering dipergunakan untuk material-material liat. Teori ini digunakan untuk mendefinisikan awal mula luluh. Untuk keperluan desain (tegangan von mises συ) dihitung berdasarkan persamaan:

συ = − +

Suatu desain yang aman adalah sesuatu yang menjaga tegangan-tegangan von mises dalam material dibawah kekuatan luluh material. Hubungan antara tegangan von mises, kekuatan luluh, dan faktor keamanan ialah:

συ = Sy / FS

(17)

Pada umumnya material-material rapuh memiliki kecendrungan gagal tiba-tiba tanpa adanya peluluhan. Pada material rapuh dibawah pengaruh tegangan bidang, teori tegangan normal maksimum menyatakan bahwa material akan gagal bila adanya suatu titik dalam material mengalami tegangan utama yang melebihi tegangan normal ultimate material. Ide ini diperlihatkan oleh persamaan:

|σ | = Sultimate |σ | = Sultimate Dimana Sultimate adalah kekuatan ultimate material yang diperoleh dari suatu pengujian tarik.

Gambar 2.11 Diagram Alir Perhitungan Struktur dengan ANSYS Secara Garis Besar

Solution

( untuk menganalisa objek, menentukan kondisi batas, dan memasukkan beban)

MULAI

General Postproc

(Untuk menampilkan hasil analisa )

Preferences

(untuk menentukan bidang ilmu kasus yang akan dikerjakan )

Preprocessor

( untuk mendesain objek, mengatur element type, memasukkan jenis

bahan dan meshing)

(18)

2.5.2 Metode Elemen Hingga

Metode elemen hingga adalah metode numerik yang digunakan untuk memprediksi respon-respon sistem teknik yang mengalami kasus-kasus tertentu. Pada awal perkembangannya, metode elemen hingga dirancang untuk mendapatkan respon tegangan pada struktur, tetapi saat ini metode elemen hingga telah dikembangkan untuk berbagai respon teknik lainnya seperti medan tekanan, kecepatan aliran, distribusi temperatur, atau perpindahan panas. Pada dasarnya metoda elemen hingga mencari solusi dari perpindahan, kecepatan dan temperatur.

Metode elemen hingga menggunakan pendekatan secara numerik untuk memperoleh suatu solusi dari bentuk geometri yang sederhana sampai yang rumit. Akurasi yang didapatkan tergantung kepada model yang dibuat. Metode elemen hingga memecahkan masalah struktur yang memiliki geometri yang rumit dengan pendekatan diskrit, yaitu membagi-bagi geometri model menjadi elemen-elemen sederhana seperti gambar. 2.12 di bawah ini.

Gambar. 2.12. Permodelan Suatu Benda menggunakan Metode Elemen Hingga Tiap ujung dari elemen tersebut memiliki nodal yang terhubung satu sama lain dengan nodal dari elemen-elemen lainnya. Setiap nodal memiliki suatu parameter yang memiliki nilai tertentu seperti perpindahan untuk kasus struktur,

(19)

tekanan untuk kasus fluida, atau temperatur untuk kasus perpindahan panas. Dari nilai kuantitas tersebut dapat diturunkan persamaan-pesamaan yang d2kuti dengan perhitungan numerik untuk mendapatkan solusi yang ingin dicari. Metode ini sangat bermanfaat dan membantu mempercepat proses perhitungann pada kasus- kasus yang menggunakan banyak pesamaan.

Penyelesaian analisis struktur menggunakan metode elemen hingga dapat diuraikan dalam langkah-langkah berikut :

1. Diskritisasi kontinum, yaitu membagi elemen kontinu menjadi elemen

kecil atau elemen diskrit. Derajat ketelitian pada metode elemen hingga dapat ditingkatkan dengan beberapa cara seperti:

a. Memperbanyak jumlah elemen dengan model perpindahan sederhana.

b.Menggunakan elemen dengan bentuk sederhana dan model perpindahan kompleks.

c. Mempergunakan elemen dengan bentuk dan model perpindahan yang kompleks. 2. Pemilihan model perpindahan.

Kesalahan dalam pemilihan fungsi dapat menyebabkan hasil yang keluar konvergen kepada jawaban yang salah. Fungsi (himpunan fungsi) perpindahan yang baik secara umum harus memenuhi syarat berikut :

a. Jumlah konstanta yang tidak diketahui dalam fungsi perpindahan harus sama dengan jumlah derajat kebebasan elemen total.

b. Fungsi perpindahan harus tidak condong ke satu arah tertentu, yaitu harus seimbang terhadap sumbu koordinat, kecuali untuk elemen yang ditujukan bagi pemakaian khusus.

(20)

c. Fungsi perpindahan harus mengizinkan elemen mengalami pergerakan benda tegar (rigid body) tanpa regangan dalam.

d. Fungsi perpindahan harus bisa menyatakan keadaan tegangan atau regangan konstan, karena jika tidak, regangan tidak akan konvergen ke fungsi kontinu bila elemen yang semakin kecil digunakan dalam idealisasi struktur.

e. Fungsi perpindahan harus memenuhi kesepadanan perpindahan sepanjang perbatasan dengan elemen yang berdekatan.

3. Hubungan perpindahan, regangan serta tegangan di dalam setiap elemen. 4. Penyususnan matriks kekakuan elemen dan matriks gaya ek4alen.

5. Proses penggabungan. 6. Penyelesaian kondisi batas. 7. Proses Analisis.

8. Perhitungan-perhitungan tambahan yang diperlukan

Dalam metode elemen hingga terdapat berbagai tipe bentuk elemen yang dapat digunakan untuk memodelkan kasus yang akan dianalisis, yaitu :

a. Elemen satu dimensi, terdiri dari:  Elemen line/ garis

Tipe elemen ini yang paling sederhana memiliki dua titik nodal, masing-masing pada ujungnya, disebut elemen garis linier. Dua elemen lainnya dengan orde yang lebih tinggi, yang umum digunakan adalah elemen garis kuadratik dengan tiga titik nodal dan elemen garis kubik dengan empat buah titik nodal.

(21)

a. Kubik b. Kuadratik

b. Linier

Gambar. 2.13. Elemen 1 Dimensi b. Elemen dua dimensi, terdiri dari:

 Elemen triangle  Elemen quadrilateral

Elemen orde linier pada masing-masing tipe ini memiliki sisi berupa garis lurus, sedangkan untuk elemen dengan orde yang lebih tinggi dapat memiliki sisi berupa garis lurus, sisi yang berbentuk kurva ataupun dapat pula berupa kedua-duanya.

(22)

c. Elemen tiga dimensi, terdiri dari:  Elemen tetrahedron

 Elemen parallelepiped

Sama seperti t ipe-tipe elemen yang telah disebutkan sebelumnya, kecuali untuk orde linier, elemen-elemen ini dapat memiliki sisi yang berbentuk kurva. Pada simulasi ini elemen yang dipilih adalah elemen tetrahedron.

Gambar. 2.15. Elemen 3 Dimensi

2.5.3. Metode Elemen Hingga Pada Kasus Analisis Struktur

Pemecahan solusi metode elemen hingga, yaitu dengan menggunakan elemen- elemen untuk memodelkan struktur keseluruhan. Persamaan umum yang digunakan untuk menggambarkan kuantitas nodal-nodal elemen tersebut adalah: {F} [K] = {u} (2.1)

Dengan {f} adalah gaya-gaya yang bekerja pada nodal-nodal, {u} adalah perpindahan pada nodal dan [k] adalah matriks kekauan elemen [k]. Terdapat tiga metoda yang digunakan untuk menurunkan persamaan elemen, yaitu:

1. Metoda Persamaan Langsung atau “Direct Formulation”

Pada metoda ini, matriks kekakuan elemen dan persamaan elemen didapatkan dengan menurunkan persamaan kesetimbangan pada setiap nodal untuk mendapatkan hubungan gaya dan perpindahan nodal. Metoda ini mudah digunakan pada

(23)

model-model yang sederhana, dengan jumlah elemen yang sedikit. Akan sangat sulit menggunakan metoda ini pada geometri yang cukup rumit, dengan jumlah nodal yang sangat banyak. Oleh sebab itu metoda ini tidak digunakan untuk jumlah elemen yang banyak.

2. Metode Energi

Metoda energi merupakan metoda yang cukup banyak digunakan. Terdapat tiga jenis metoda energi dalam analisis elemen hingga, yaitu:

- Virtual Work - Prinsip variasi - Teorema Castigliano

Pendekatan energi potensial minimal merupakan metoda yang lebih mudah untuk diadaptasi pada konfigurasi-konfigurasi yang cukup rumit, seperti elemen plane strain/stress, elemen axisymetric, elemen plate bending, elemen shell, dan elemen solid. Energi potensial minimal menggunakan fungsi variasi, yaitu fungsi dari fungsi lain. f(x,y) merupakan fungsi dari dua variabel x dan y, dan merupakan fungsi dari f.

π = π (x,y) (2.2) Pada permasalahan struktur, total energi potensial pada struktur tersebut adalah p yang dapat dituliskan sebagai fungsi dari variabel perpindahan p=(d1,d2,d3,…,dn). Subskrip n menunjukkan derajat kebebasan benda. Total energi potensial dapat didefinisikan seperti pada persamaan 2.3 di bawah ini :

πp = energi starin + energi potensial

(24)

Dimana U adalah energi potensial karena gaya dalam yang menyebabkan timbulnya strain, sementara W adalah energi potensial karena gaya luar yang menyebabkan timbulnya deformasi pada benda. Persamaan kesetimbangan akan terpenuhi jika nilai energi potensial adalah konstan. Persamaan tersebut akan stabil jika nilai statis adalah minimal, dimana perubahan energi potensial total terhadap perubahan perpindahan adalah nol.

Gambar. 2.16. Model Elemen 3 Dimensi

Dari gambar 2.16 dapat diturunkkan energi strain total dan energi potensial karena

gaya luar sebagai berikut;

(25)

Dimana

u = [u,v,w]T ; deformasi titik x u = [u,v,w]iT ; deformasi pada nodal i

f = [fx, fy, fz]T ; gaya terdistribusi tiap satuan volume

T = [Tx, Ty, Tz]T ; gaya tiap satuan luas Pi = [Px, Py, Pz]T ; gaya pada nodal i

σ = [σx, σy, σz, τyz, τxz, τxy]

ε = [εx, εy, εz, γyz, γxz, γxy,]

2. Metoda Weighted Residual

Metoda ini digunakan apabila Variasi perumusan atau fungsi tidak

didefinisikan secara jelas. Metoda Galerkin merupakan metoda yang menggunakan metoda ini.

4. Elemen Tetrahedral

Elemen tetrahedral adalah elemen tiga dimensi yang sangat simpel untuk menyelesaikan persoalan-persoalan mekanika stuktur. Seperti yang terlihat pada gambar 2.17, dapat dimisalkan bentuk tiap elemenya berbentuk tetrahedral.

(26)

Gambar 2.17 merupakan elemen tetrahedral dengan 3 dimensi, yang memiliki 4 node untuk 1 elemen.

a. Pemilihan Fungsi Displacement

Pemilihan fungsi displacement dapat dilakukan dengan memperhatikan urutan penomoran, dimana nomor yang terakhir (= 4) ditentukan lebih dahulu. Nomor-nomor lainnya ditentukan searah dengan kebalikan jarum jam.

Displacement = {q}

Fungsi displacement {q} u, v, w harus merupakan fungsi linier karena hanya ada dua node yang membatasi sebuah rusuk elemen. Masing-masing fungsi displacement tersebut adalah

(2.8) dengan syarat batas: pada (x,y,z), u = u1 pada (x,y,z), u = u2 dan seterusnya

(27)

Dimana 6v dihitung dari harga determinan berikut ini.

v menyatakan volume dari elemen tetrahedra. Koefisien αi , βi , γi , δi , ( i = 1,2,3,4) dalam persamaan 2.11 diberikan sebagai berikut:

(28)

(2.11)

Fungsi displacement dalam kaitannya dengan fungsi bentuk N ditulis sehingga persamaan 2.11, dapat disederhanakan menjadi:

(29)

Dimana,

(2.13) b. Menentukan Strain-Displacement dan Hubungan Stress/Strain

Strain dari elemen untuk kasus stress tiga dimensi diberikan dalam persamaan berikut ini:

(30)

Dikalikan dengan matriks [B], strain dinyatakan sebagai:

Dimana,

Sub matriks adalah :

Catatan:

1. Indeks huruf dibelakang koma menyatakan differensial dari N1 terhadap x. 2. Untuk sub matrik lain , , tinggal mengganti indeks 1 pada persamaan

(2.16) berturut-turut dengan 2,3 dan 4.

Dengan memasukkan harga Ni dari persamaan (2.13) (i = 1,2,3,4) ke persamaan (2.17) diperoleh sub matrik:

(31)

Demikian pula untuk sub matriks

Maka hubungan stress-strain diberikan melalui persamaan

2.5.4. Regangan Pada Bidang Tiga Dimensi

Secara umum, konsep dari regangan normal didefenisikan sebagai

perbandingan antara perubahan panjang dengan panjang awal pada uji tarik. Jika

perubahan panjang disimbolkan dengan Δl dan panjang awal disimbolkan dengan Lo, maka secara matematis besarnya regangan dapat ditulis:

Berdasarkan hukum Hooke untuk uji tarik, hubungan antara tegangan dan regangan dapat dituliskan:

dimana, E adalah modulus Young atau modulus Elastisitas bahan.

Pada sebuah uji tarik, tidak saja terdapat regangan aksial, tetapi juga terdapat

regangan lateral. Sehingga dalam uji tarik dikenal dengan nilai Poisson ratio (υ). υ =

(32)

Berdasarkan Hukum Hooke, hubungan regangan geser γ dengan tegangan

geser yang terjadi adalah:

Dimana G adalah modulus geser elastis. Untuk material homogen dan isotropik, hubungan antara modulus elastisitas E, modulus geser elastis G, dan Poisson ratio dinyatakan dalam:

Pada tabel 2.2 digambarkan mengenai hubungan tegangan normal dan regangan normal pada berbagai kondisi baik uniaxial, biaxial dan triaksial.

Jenis Tegangan Regangan Normal Tegangan Normal

Uniaxial

(33)

Triaxial

Gambar

Gambar 2.8 Baseplate Dengan Beban Geser
Gambar 2.10. Bidang Runtuh Bentuk Kerucut Untuk Jangkar
Tabel 2.1. Desain Baut Jangkar Sesuai Jenis Material  2.3. Alat Sambung Las
Gambar 2.11 Diagram Alir Perhitungan Struktur dengan ANSYS Secara Garis Besar Solution
+2

Referensi

Dokumen terkait

Idris dan Thohari (1992) menyatakan bahwa keuntungan dari homogenisasi susu adalah rendemen keju yang dihasilkan lebih tinggi akibat dari lemak yang terbuang dalam

Terbitnya buku Ceria dan Taqwa dengan PAI yang digagas oleh TIM MGMP PAI JSIT Jateng ini dapat dijadikan salah satu alternatif bahan ajar untuk sekolah-sekolah Islam

Ketika derivatif digunakan untuk lindung nilai eksposur Perusahaan dan entitas anak terhadap resiko nilai wajar tingkat suku bunga (seperti tingkat suku bunga tetap

Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk pada proses produksi dan memiliki persentase yang besar dibandingkan... Bahan baku yang digunakan dalam

Pada foto thoraks dalam posisi erek, cairan dalam rongga pleura tampak berupa perselubungan semiopak, homogen, menutupi paru bawah yang biasanya relatif

terhadap faktor-faktor lain yang memberikan pengaruh lebih besar terhadap kinerja karyawan sehingga dapat diketahui faktor mana yang paling berpengaruh

Center for International Language Development - UNISSULA Page 9 Dalam latihan ini, baca dialog singkat dan pertanyaan dibawah, garisbawahi petunjuk yang bisa membantu

Seorang sekretaris supaya dapat mengatasi permasalahan dalam hubungan antar manusia atau menjalin hubungan dengan manusia yang lain dengan baik, ia harus memahami kehendak dasar