• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesa Calcium Glyceroxide: Pengaruh Konsentrasi Glycerine

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sintesa Calcium Glyceroxide: Pengaruh Konsentrasi Glycerine"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

173

9

10 Juli 2018

Sintesa Calcium Glyceroxide: Pengaruh Konsentrasi

Glycerine

Horasdia Saragih

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Advent Indonesia, Jl. Kolonel Masturi No. 288, Parongpong, Bandung, Indonesia, 40559

horas@unai.edu

Abstrak

Calcium glyceroxide sangat attraktif sebagai katalis pada proses transesterifikasi triglycerine untuk menghasilkan fatty acid methyl ester (biodiesel). Oleh karena itu, akhir-akhir ini usaha mensintesa calcium glyceroxide mendapat banyak perhatian. Pada penelitian ini calcium glyceroxide telah disintesa dengan menggunakan cangkang telur sebagai sumber calciumnya. Calcium diekstrak dari cangkang telur menggunakan asam asetat. Hasil ekstraknya adalah calcium acetate. Beragam konsentrasi glycerin digunakan pada saat mensintesa calcium glyceroxide. Pengaruhnya terhadap karakteristik calcium gliceroxide yang dihasilkan, diinvestigasi. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa menggunakan konsentrasi glycerin 4 ml, 8 ml, 12 ml, dan 16 ml pada saat sintesa, tidak memberikan perubahan signifikan pada fasa calcium glyceroxide yang dihasilkan. Seluruhnya menghasilkan calcium diglyceroxide (JCPDS: 21-1544). Perbedaan hanya terjadi pada bidang-bidang kristal penyusun butirannya. Dengan menggunakan konsentrasi glycerin 8 ml dan 16 ml pada saat sintesa, bidang-bidang kristal yang tumbuh semakin sederhana. Sementara semakin besar konsentrasi glycerin yang digunakan pada saat mensintesa, konsentrasi glycerin yang berikatan dengan calcium membentuk calcium diglyceroxide, semakin besar. Kata-kata kunci: Calcium glyceroxide, glycerin, pengaruh konsentrasi glycerin.

PENDAHULUAN

Calcium glyceroxide ditemukan sangat attraktif sebagai katalis pada proses transesterifikasi triglycerine untuk menghasilkan fatty acid alkyl ester (biodiesel) [1]. Dibandingkan dengan katalis yang lain, yang berbasis calcium, calcium glyceroxide memiliki aktivitas katalitik yang jauh lebih tinggi [2]. Selama ini katalis yang berbasis calcium yang paling banyak digunakan pada proses transesterifikasi adalah calcium oxide (CaO) [3,4,5,6]. Esipovich dkk. [7] telah menggunakan CaO untuk mentransesterifikasi minyak kedelai untuk menghasilkan fatty acid methyl ester (FAME).

Dalam eksperimennya, Esipovich dkk. menemukan suatu fenomena baru ketika menggunakan CaO sebagai katalis pada proses transesterifikasi. Di luar dugaan diperoleh suatu kondisi dimana reaksi transesterifikasi sangat lambat pada awal eksperimen. Laju menghasilkan FAME di awal eksperimen, sangat rendah. FAME sangat sedikit dihasilkan. Setelah periode awal terlalui, laju penghasilan FAME sangat tinggi. Esipovich dkk. kemudian menginvestigasi fenomena ini. Dari data-data yang diperoleh menunjukkan bahwa hal tersebut terjadi karena aktivitas katalitik CaO, rendah. Rendahnya aktivitas katalitik ini disebabkan karena CaO lebih reaktif mengikat glycerol yang dihasilkan dari pemecahan triglycerine menjadi glycerol dan FAME pada awal transesterifikasi dari pada mengikat molekul methanol sebagai langkah awal transesterifikasi berikutnya. Karena CaO mengikat glycerol, maka terbentuklah calcium glyceroxide. Laju transesterifikasi kemudian menjadi sangat tinggi ketika calcium glyceroxide telah terbentuk. Hal ini menunjukkan bahwa calcium glyceroxide berfungsi sebagai katalis. Kuantitas fatty acid methyl ester yang dihasilkan pun bertambah dengan cepat. Dari peristiwa ini disimpulkan bahwa calcium glyceroxide yang terbentuk memiliki aktivitas katalitik yang jauh lebih tinggi dibanding dengan CaO. Hasil temuan ini selanjutnya mendorong untuk menggunakan calcium glyceroxide sebagai katalis pada proses transesterifikasi.

(2)

174

9

10 Juli 2018

Dengan ditemukannya sifat katalitik calcium glyceroxide yang sangat tinggi, penelitian mensintesa calcium glyceroxide dari berbagai sumber bahan baku, mendapat banyak perhatian, termasuk teknik pengolahannya. Sanchez Cantu dkk. [8] telah menggunakan batu kapur sebagai sumber Ca. Batu kapur diolah dan direaksikan dengan glycerol untuk menghasilkan calcium glyceroxide dengan menggunakan teknik mechanical strirring. Lukic dkk. [9] telah juga menggunakan batu kapur sebagai sumber Ca untuk menghasilkan calcium diglyceroxide. Batu kapur diolah dan direaksikan dengan glycerol melalui teknik mechanochemical. Semua ragam jenis sintesa ini bertujuan untuk menghasilkan calcium glyceroxide yang akan dipergunakan sebagai katalis pada proses transesterifikasi triglycerine untuk menghasilkan biodiesel. Mereaksikan bahan baku yang mengandung Ca dengan glycerine (glycerol) untuk menghasilkan calcium glyceroxide adalah langkah yang sangat kritis. Karakteristik calcium glyceroxide yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh kuantitas gycerine yang digunakan pada saat reaksi. Pencarian kuantitas glycerine yang tepat untuk direaksikan menghasilkan calcium glyceroxide yang baik, perlu dilakukan. Sampai saat ini pengaruh kuantitas glycerine yang digunakan terhadap karakteristik calcium glyceroxide yang dihasilkan, belum ada dilaporkan di dalam literatur.

Beberapa kriteria perlu dipertimbangkan untuk memilih jenis bahan baku dan teknik mensintesanya untuk menghasilkan calcium glyceroxide yang akan digunakan sebagai katalis, diantaranya seperti: (1) bahan baku harus berharga murah dan tersedia dalam jumlah yang besar dan jika dimungkinkan dapat dibarukan, dan (2) metode sintesanya diusahakan sesederhana mungkin agar mudah dilakukan. Dua hal ini diperlukan agar biaya pengadaan katalis menjadi murah, sederhana dan sustainable.

Pada penelitian ini calcium glyceroxide akan disintesa menggunakan bahan baku serbuk cangkang telur. Cangkang telur mengandung unsur Ca yang sangat tinggi dalam bentuk CaCO3. CaCO3 akan direaksikan

dengan asam acetate untuk membentuk calcium acetate Ca(C₂H₃O₂)₂. Calcium acetate yang dihasilkan selanjutnya direaksikan dengan beragam konsentrasi glycerine untuk menghasilkan calcium glyceroxide yang baik. Pemilihan bahan baku cangkang telur dilatarbelakangi oleh harganya yang murah dan dapat dibarukan sehingga bersifat sustainable.

EKSPERIMEN

Bahan

Pada penelitian ini, cangkang telur ayam digunakan sebagai sumber calcium. Cangkang telur ayam diperoleh dari peternak ayam setempat. Calcium yang terkandung di dalam cangkang telur ayam, yang adalah dalam bentuk CaCO3, diekstrak menggunakan pelarut asam acetate berkonsentrasi 25% yang

diproduksi oleh PT. Sidola, Sumedang, Indonesia. Hasil ekstrak yang diperoleh adalah calcium acetate dalam bentuk serbuk. Untuk menghasilkan calcium glyceroxide, serbuk calcium acetate direaksikan dengan glycerine berkonsentrasi 99% yang diproduksi oleh Sigma-Aldrich, USA. Semua bahan di atas langsung digunakan tanpa purifikasi tambahan.

Sintesa Calcium Acetate dari Serbuk Cangkang Telur

Sebelum calcium diekstrak dari cangkang telur, cangkang telur terlebih dahulu dicuci menggunakan air bersih yang mengalir sampai bersih. Setelah bersih, lalu dikeringkan dengan cara menjemurnya di panas matahari. Cangkang telur yang kering kemudian dilumatkan sampai halus dengan cara ditumbuk menggunakan mortar (gambar 1a). Sebanyak 20 g serbuk kering halusnya selanjutnya dilarutkan ke dalam 86 ml asam acetate berkonsentrasi 25% dan diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit. Hasil larutannya disaring menggunakan kertas saring (gambar 1b). Suatu cairan yang bening dan jernih akan dihasilkan dari penyaringan sebagai produk ekstraksi. Cairan yang bening dan jernih ini mengandung calcium acetate yang larut di dalam air. Cairan ini selanjutnya dikeringkan dengan memanaskannya di bawah paparan sinar lampu sorot pada temperature 100oC. Setelah seluruh kandungan airnya menguap

secara sempurna, suatu serbuk putih akan diperoleh seperti ditunjukkan pada gambar 1c. Serbuk putih ini adalah serbuk calcium acetate.

(3)

175

9

10 Juli 2018

Gambar 1. (a) Serbuk kering halus cangkang telur setelah dilumatkan menggunakan mortar, (b) Penyaringan hasil larutan dari serbuk kering halus cangkang telur yang dilarutkan ke dalam asam acetate menggunakan kertas saring, (c)

Bubuk putih calcium acetate sebagai hasil pemanasan larutan hasil penyaringan.

Sintesa Calcium Glyceroxide dari Calcium Acetate dan Glycerine

Calcium glyceroxide disintesa menggunakan bubuk putih calcium acetate sebagaimana diperoleh di atas. Untuk mengamati pengaruh konsentrasi glycerine yang digunakan terhadap karakteristik calcium glyceroxide yang akan dihasilkan sebagaimana tujuan dari penelitian ini, maka disiapkan sebanyak 4 larutan calcium acetate yang masing-masing diolah menggunakan sebanyak 10 g bubuk calcium acetate yang dilarutkan ke dalam 50 ml aqudes dan diaduk menggunakan magnetic stirrer sampai diperoleh larutan bening calcium acetate. Ke dalam masing-masing larutan calcium acetate ini, dilarutkan glycerine dengan konsentrasi yang berbeda-beda, yaitu: 4 ml, 8 ml, 12 ml, dan 16 ml dengan cara menambahkannya secara perlahan-lahan melalui bentuk tetesan seiring diaduk menggunakan magnetic stirrer. Akhirnya akan diperoleh 4 jenis larutan calcium acetate+glycerine dengan konsentrasi glycerine yang berbeda-beda.

Glycerin akan larut ke dalam cairan bening calcium acetate. Setelah glycerin larut secara merata dan larutan telah tampak bening, larutan ini selanjutnya dipanaskan pada temperature 100oC dengan

menggunakan lampu sorot sehingga seluruh kandungan airnya menguap. Ketika seluruh kandungan airnya menguap, suatu padatan berbentuk gumpalan-gumpalan kecil akan diperoleh. Padatan ini selanjutnya dicuci menggunakan methanol untuk menghilangkan kelebihan glycerine yang mungkin terjadi. Selanjutnya kembali dikeringkan dengan cara yang sama seperti sebelumnya sampai diperoleh serbuk padatan yang kering. Padatan kering yang dihasilkan ini adalah calcium glyceroxide seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 2. Serbuk padatan calcium glyceroxide yang disintesa menggunakan calcium acetate.

(a

)

(b

)

(c)

ISBN: 978-602-61045-4-0

(4)

176

9

10 Juli 2018

Karakterisasi

Untuk mengetahui karakteristik calcium acetate dan calcium glyceroxide yang dihasilkan di atas, beberapa jenis karakterisasi digunakan. Butiran padatan calcium acetate dan calcium glyceroxide di potret menggunakan scanning electron microscope (SEM) untuk mengetahui besar, bentuk dan morfologi permukaan butirannya. Kekristalan butir diinvestigasi menggunakan X-ray diffractometer (XRD). Dan untuk mengidentifikasi struktur molekul penyusun butiran, spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR), dilakukan.

HASIL DAN DISKUSI

Potret SEM serbuk calcium acetate yang dihasilkan ditunjukkan pada gambar 3. Hasil ini menunjukkan bahwa butiran calcium acetate yang tumbuh cenderung berbentuk batang persegi. Berarti pertumbuhan nucleus calcium acetate pada saat pemanasan terjadi hanya pada arah sumbu kristal tertentu saja. Pertumbuhan butirnya bersifat anisotropik. Ukuran butirnya sangat variatif. Variasi ukuran butir ini terjadi dikarenakan oleh waktu proses pembentukan nucleus dan waktu pertumbuhan nucleus, tumpang tindih. Hal ini dapat difahami karena laju pemanasan cairan bening calcium acetate dilakukan secara kontinu. Nukleus calcium acetate yang terbentuk lebih awal bertumbuh lebih awal, sementara pada saat pertumbuhan nucleus ini terjadi pembentukan nucleus baru juga terjadi. Hal ini lazim terjadi bila proses pertumbuhan nucleus menjadi butir terjadi dilingkungan dan dari materi yang cair.

Gambar 3. Potret SEM serbuk calcium acetate.

Secara kasat mata, butiran calcium acetate yang tumbuh sebagaimana ditunjukkan pada gambar 3 menunjukkan ciri-ciri kristalin. Hal ini dapat dikonfirmasi dari pola difraksi sinar-X-nya yang ditunjukkan pada gambar 4. Dengan mengidentifikasi sudut-sudut dari puncak-puncak difraksi yang dihasilkan, butiran-butiran yang tumbuh tersebut disusun oleh kristalit-kristalit (grain-grain) calcium acetate (half) hydrate (CaC4H6O4.H2O(0.5)) yang disertai oleh kristalit calcium acetate (mono) hydrate (CaC4H6O4.H2O)

sebagaimana masing-masing sesuai dengan referensi pola difraksi JCPDS: 19-0199 dan JCPDS: 10-0776. Dari hasil ini menunjukkan bahwa pemanasan cairan bening larutan calcium acetate pada temperature 100oC

belum dapat menghilangkan secara sempurna kandungan H2O di dalamnya. Temperatur yang lebih tinggi

diperlukan untuk menghasilkan butiran calcium acetate yang murni.

(5)

177

9

10 Juli 2018

Gambar 4. Pola difraksi sinar-X serbuk calcium acetate.

Calcium acetate dengan karakteristik seperti di atas digunakan untuk mensintesa calcium glyceroxide. Hasil potret SEM calcium glyceroxide yang dihasilkan ditunjukkan pada gambar 5. Suatu perubahan terjadi bila dibandingkan dengan potret SEM calcium acetate seperti ditunjukkan pada gambar 3. Calcium glyceroxide terbentuk dengan butir-butirnya yang tidak berbentuk persegi panjang. Kehadiran glycerin mengubah kecenderungan arah tumbuh butir menjadi lebih cenderung bulat. Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan nucleus calcium glyceroxide terjadi ke segala arah sumbu kristalnya. Ukuran butir calcium glyceroxide cenderung lebih besar dan seragam dibandingkan dengan ukuran butir calcium acetate seperti ditunjukkan oleh gambar 3. Keempat jenis calcium glyceroxide yang dihasilkan (dengan kandungan glycerin yang berbeda-beda pada saat disintesa) memiliki karakter ukuran dan bentuk butir yang hampir sama (gambar tidak ditunjukkan). Itu artinya bahwa perbedaan konsentrasi glycerin yang digunakan saat mensintesa tidak memberikan dampak yang besar terhadap ukuran dan bentuk butir calcium glyceroxide yang dihasilkan.

Gambar 5. Potret SEM serbuk calcium glyceroxide.

(6)

178

9

10 Juli 2018

Pola difraksi sinar-X serbuk calcium glyceroxide yang dihasilkan di atas ditunjukkan pada gambar 6. Butiran memiliki sifat kristalin. Sudut-sudut puncak-puncak difraksi yang dihasilkan sama dengan sudut-sudut puncak-puncak difraksi kristal calcium diglyceroxide (JCPDS: 21-1544). Puncak-puncak difraksi kristal calcium monoglyceroxide maupun kristal calcium triglyceroxide, tidak dihasilkan. Perbedaan yang terjadi pada keempat jenis pola difraksi ini hanyalah pada jumlah puncak difraksinya yang artinya adanya perbedaan bidang-bidang kristal yang tumbuh. Ada kemiripan bidang kristal yang tumbuh pada butiran calcium diglyceroxide yang disintesa menggunakan 4 ml dan 12 ml glycerin. Jumlah puncak difraksinya sama pada sudut yang juga sama. Yang membedakannya hanyalah kesempurnaan pembentukan bidang kristal tersebut yang ditunjukkan oleh besarnya intensitas difraksinya. Hal yang sama terjadi pada butiran calcium diglyceroxide yang disintesa menggunakan 8 ml dan 16 ml glycerin. Puncak-puncak difraksi pada sudut 2-tetha 7,57o; 10,35o; 12,00o; 23,63o; 37,20o tidak hadir pada calcium diglyceroxide yang disintesa

menggunakan glycerin sebesar 8 ml dan 16 ml. Penggunaan glycerin sebesar 8 ml dan 16 ml menghasilkan kristal calcium diglyceroxide yang lebih sederhana.

Gambar 6. Pola difraksi sinar-X calcium diglyceroxide (JCPDS: 21-1544).

Spectrum FTIR calcium acetate dan calcium diglyceroxide yang dihasilkan di atas masing-masing ditunjukkan pada gambar 7 dan gambar 8. Pada gambar 7 teramati bahwa pita transmitans terbentuk pada bilangan gelombang dari 2800 cm-1 sampai ke bilangan gelombang 3700 cm-1. Pita transmitans ini

dihasilkan oleh vibrasi peregangan O-H dari grup OH dari molekul acetate [10]. Pita transmitans yang sama juga terbentuk pada calcium diglyceroxide pada gambar 8. Selain terbentuk, terlihat bahwa puncak pita transmitans ini semakin bertambah ketika konsentrasi glycerin yang digunakan bertambah. Pertambahan puncak ini dihasilkan oleh pertambahan vibrasi peregangan O-H dari grup OH dari glycerin yang terikat pada calcium. Puncak pada bilangan gelombang 2935 cm-1 dan bilangan gelombang 2877 cm-1 tidak

terbentuk pada calcium acetate, tapi terbentuk pada calcium diglyceroxide. Puncak transmitans pada bilangan-bilangan gelombang tersebut adalah dihasilkan oleh vibrasi peregangan C-H dari glycerin. Teramati bahwa semakin bertambah konsentrasi glycerin yang digunakan untuk membentuk calcium glyceroxide, semakin menonjol puncak-puncak pada bilangan gelombang tersebut. Artinya semkain banyak molekul glycerin berikatan dengan calcium membentuk calcium glyceroxide. Semakin banyak molekul glycerin berikatan dengan calcium ini oleh karena semakin besarnya konsentrasi glycerin yang digunakan pada saat sintesa dipertegas oleh puncak transmitans pada bilangan gelombang 1604 cm-1 dimana puncak

transmitans ini semakin menghilang ketika konsentrasi gliceryn semakin besar. Puncak transmitans ini

(7)

179

9

10 Juli 2018

terjadi dihasilkan oleh moda ikatan C-H oleh grup CH dari acetate. Sementara di lain pihak puncak transmitans pada bilangan gelombang 1213 cm-1, 1109 cm-1, 1047 cm-1, 993 cm-1, 850 cm-1 semakin tinggi

ketika konsentrasi glycerin yang digunakan saat mensintesa semakin besar. Puncak transmitans yang terjadi pada bilangan-bilangan gelombang tersebut dihasilkan oleh moda ikatan C-H oleh grup CH dari glycerin.

Gambar 7. Spektrum FTIR calcium acetate. .

Gambar 8. Spektrum FTIR calcium diglyceroxide.

(8)

180

9

10 Juli 2018

KESIMPULAN

Dari hasil yang diperoleh sebagaimana telah diterangkan di atas, calcium glyceroxide (yaitu calcium diglyceroxide) telah berhasil disintesa dengan menggunakan cangkang telur sebagai sumber calciumnya. Empat ragam konsentrasi glycerin yang digunakan yaitu 4 ml, 8 ml, 12 ml, dan 16 ml pada saat mensintesa calcium glyceroxide, tidak memberikan perubahan signifikan pada fasa calcium glyceroxide yang dihasilkan. Seluruhnya menghasilkan calcium diglyceroxide. Perbedaan hanya terjadi pada bidang-bidang kristal penyusun butirannya. Dengan menggunakan konsentrasi glycerin 8 ml dan 16 ml pada saat sintesa, bidang-bidang kristal yang tumbuh semakin sederhana. Sementara dari hasil spektrum FTIR diperoleh informasi bahwa semakin besar konsentrasi glycerin yang digunakan pada saat mensintesa, konsentrasi glycerin yang berikatan dengan calcidum membentuk calcium diglyceroxide, semakin besar.

REFERENSI

1. M. Kouzu, T. Kasuno, M. Tajika, S. Yamanaka, dan J. Hidaka, Active phase of calcium oxide used as solid base catalyst for transesterification of soybean oil with refluxing methanol. Applied Catalysis A: General, 334 (2008) hal. 357-365.

2. L.L. Reina, A. Cabeza, J. Rius, P.M. Torres, A.C.A. Rubio, dan M.L. Grandos, Structural and surface study of calcium glyceroxide, an active phase for biodiesel production under heterogeneous catalys. Journal of Catalysis, 300 (2013) hal. 30-36.

3. Z. Kesic, I. Lukic, M. Zdujic, L. Mojovic, dan D. Skala, Calcium oxide-based catalysts for biodiesel production: A review. Chemical Industry & Chemical Engineering Quarterly, 22 (4) (2016) hal. 391-408.

4. A. Kawashima, K. Matsubara, dan K. Honda, Acceleration of catalytic activity of calcium oxide for biodiesel production. Bioresource Technology, 100 (2) (2009), hal. 696-700.

5. M.L. Granados, M.D.Z. Poves, D.M. Alonso, R. Mariscal, F.C. Galisteo, R.M. Tost, J. Santamaria, dan J.L.G. Fierro, Biodiesel from sunflower oil by using activated calcium oxide. Applied Catalysis B: Environmental, 73 (3-4) (2007), hal. 317-326.

6. P.L. Boey, G.P. Maniam, dan S.A. Hamid, Performance of calcium oxide as a heterogeneous catalyst in biodiesel production: A review. Chemical Engineering Journal, 168 (1) (2011), hal. 15-22. 7. A. Esipovich, A. Rogozhin, S. Danov, A. Belousov, dan E. Kanakov, The Structure, properties and

transesterification catalytic activities of the calcium glyceroxide. Chemical Engineering Journal, 339 (2018) hal. 303-316.

8. M. Sánchez-Cantú, F.M. Reyes-Cruz, E. Rubio-Rosas, L.M. Pérez-Díaz, E. Ramírez, dan J.S. Valente, Direct synthesis of calcium diglyceroxide from hydrated lime and glycerol and its evaluation in the transesterification reaction. Fuel, 138 (2014) hal. 126-133.

9. I. Lukić, Ž. Kesić, M. Zdujić, dan D. Skala, Calcium diglyceroxide synthesized by mechanochemical treatment, its characterization and application as catalyst for fatty acid methyl esters production. Fuel, 165 (2016) hal. 159-165.

10. M. Kouzu, J.S. Hidaka, K. Wakabayashi, dan M. Tsunomori, Solid base catalysis of calcium glyceroxide for a reaction to convert vegetable oil into its methyl esters. Applied Catalysis A: General, 390 (2010), hal. 11-18.

Gambar

Gambar 2. Serbuk padatan calcium glyceroxide yang disintesa menggunakan calcium acetate
Gambar 3. Potret SEM serbuk calcium acetate.
Gambar 4. Pola difraksi sinar-X serbuk calcium acetate.
Gambar 6. Pola difraksi sinar-X calcium diglyceroxide (JCPDS: 21-1544).
+2

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Wasit Aulawi seorang pakar hukum Islam Indonesia, mantan Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama yang juga mantan Dekan Fakultas Syariah UIN

Untuk lebih jelasnya pengertian tentang jual beli, ada beberapa pengertian dari jual beli, antara lain yang telah dikemukakan oleh Taqiyyuddin (279:2001), Zainuddin

untuk menciptakan temperatur kandang yang sesuai dan untuk mengontrol temperatur ruangan, apakah anak ayam kepanasan atau kedinginan, dapar terlihat tanda-tanda

Penelitian ini menjelaskan peran teknologi komunikasi pada proses migrasi pekerja migran di Batam, Indonesia. Perbedaan antara daerah adalah alasan kuat bagi orang

Hasil analisis koefisien jalur menunjukkan pengaruh Service Marketing Mix terhadap Keputusan Pembelian dengan koefisien beta sebesar 0,595 yang menjelaskan bahwa

Hasil keputusan rapat tersebut akan dibahas dalam rapat gubungan yang dihadiri oleh BPD, kepala desa dan perangkatnya sebagaimana diketahui bahwa yang dimaksud

Kompres merupakan metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh yang

Karena yang dibayangkan adalah bisnis yang sudah berjalan, maka bayangan yang muncul di kepala adalah keadaan fisik dari usaha tersebut (misalnya: tempat usaha