• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kawasan Segara Anakan merupakan wilayah laut (segara) yang terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Nusakambangan, dan secara administratif termasuk dalam Kabupaten Cilacap, Propinsi Jawa Tengah. Kawasan ini terdiri atas daratan 11.940 ha, perairan rawa bakau 29.400 ha dan perairan rawa payau 4.000 ha.

4.1. Sistem Ekologi 4.1.1. Sistem Boundary

Secara geografis, kawasan Segara Anakan terletak pada koordinat 7035’ - 7050’ Lintang Selatan dan 108045’ - 10903’ Bujur Timur, yang dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim hujan yang terjadi pada bulan November - April dan musim kemarau pada bulan Juli - September. Suhu rata-rata bulanan adalah sekitar 26,70C dengan rata-rata sinar matahari 100% pada kisaran 8 jam yaitu pukul 08.00 – 16.00 (LPPM, 1998; PKSPL-IPB, 1998). Kawasan Segara Anakan terdiri dari perairan (laguna), vegetasi hutan bakau (mangrove) dan pemukiman masyarakat Kampung Laut.

Segara Anakan merupakan laguna tempat bermuaranya beberapa sungai, yakni sungai Citanduy, Cikonde, Cibeureum, Ujung Alang, Kembang Kuning, dan Donan. Sungai-sungai tersebut berasal dari dua DAS besar, yaitu DAS Citanduy dan DAS Segara Anakan. DAS Citanduy memiliki luas sekitar 350.000 ha, DAS Segara Anakan memiliki luas 96.000 ha dengan sungai-sungai utamanya Cikonde, Cibeureum, dan Ujung Alang yang relatif pendek dan berhulu di perbukitan rendah di sebelah utara Sidareja (Napitupulu dan Ramu, 1982). Sungai Citanduy sebagai sungai terbesar dan menyumbang sekitar 80% debit yang masuk ke laguna selain sungai lainnya.

Segara Anakan merupakan suatu laguna yang dipengaruhi oleh dua massa air yang berbeda, yaitu massa air laut yang berasal dari Samudra Hindia melalui kedua celah (timur dan barat) dan massa air tawar yang berasal dari sungai-sungai yang bermuara ke laguna. Air laut yang masuk ke Segara Anakan pada waktu pasang bercampur dengan massa air tawar dari Sungai Citanduy, kemudian didistribusikan ke laguna utama dan ke sungai-sungai dan ke kawasan hutan mangrove. Pada saat surut, air tawar dari Sungai Citanduy langsung masuk ke Samudra Hindia melalui celah sebelah barat. Massa air beserta

(2)

partikel lumpur yang dikandungnya tertahan di sekitar celah sebelah barat selama air surut. Pada saat air pasang tinggi berikutnya, setelah terjadi percampuran dengan massa air laut, massa air tersebut akan mengalami resirkulasi kembali ke Laguna (PKSPL-IPB, 1999).

Kondisi alamiah semacam ini telah menyebabkan Segara Anakan menjadi suatu kawasan estuaria yang khas dimana proses-proses biofisik yang terjadi di kawasan ini sekaligus juga dipengaruhi oleh tiga ekosistem utama yang berbeda namun saling berinteraksi, yaitu: ekosistem laut (marine ecosystem), ekosistem estuaria (estuarine ecosystem) dan ekosistem darat (upland ecosystem). Perairan estuaria merupakan wilayah yang mendapat tekanan kerusakan lingkungan yang besar terutama pencemaran, sebagai akibat dari berbagai jenis kegiatan manusia di daratan maupun di wilayah pesisir itu sendiri. Kondisi perairan yang tercemar memperparah kualitas dan kuantitas dari sumberdaya perikanan di wilayah ini.

Kawasan Segara Anakan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) ditetapkan sebagai salah satu kawasan pesisir dengan perhatian khusus yang harus dipertahankan keasliannya karena laguna semi tertutup ini memiliki potensi ekologis yang unik, khas dan lengkap. Keunikan dan kekhasannya terletak pada sebagian besar ekosistemnya yang didominasi oleh ekosistem mangrove yang merupakan terluas yang tersisa di Pulau Jawa. Berbagai fungsi penting sekaligus melekat pada kawasan ini yaitu fungsi ekologis (konservasi), ekonomis dan sosial. Secara ekologis kawasan ini merupakan spawning ground dan nursery ground biota laut yang menentukan hasil tangkapan nelayan di selatan Jawa, sebagai penahan dan perangkap lumpur dan penahan intrusi air laut dan penyangga keanekaragaman hayati berbagai satwa langka seperti burung dan ikan pesut (Orchaella sp.).

Segara Anakan yang terletak di Pantai Selatan Pulau Jawa adalah suatu laguna yang unik dengan ekosistem yang langka. Kawasan ini terletak di perbatasan wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap, Propinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Daerah Tingkat II Ciamis, Propinsi Jawa Barat. Posisinya terlindung dari hempasan ombak Samudra Hindia oleh Pulau Nusakambangan namun tetap terhubung dengan samudera ini melalui dua kanal penghubung yaitu kanal Timur (Kembang Kuning) dan kanal Barat (Plawangan). Adanya kedua kanal penghubung ini menyebabkan Segara Anakan tetap terpengaruh

(3)

oleh gerakan pasang surut air laut di samping memperoleh pasokan air tawar dari sungai-sungai yang bermuara di perairan Segara Anakan.

4.1.2. Kondisi Iklim

Kawasan Laguna Segara Anakan dan sekitarnya dipengaruhi oleh dua musim yaitu musim hujan pada bulan Nopember sampai April yang membawa pengaruh terhadap kelimpahan ikan, nelayan Kampung Laut menyebutnya sebagai musim timur atau musim panen ikan. Sedangkan musim kemarau berlangsung dari bulan Juli sampai September adalah musim barat yang merupakan musim paceklik. Menurut klasifikasi iklim dari Smith-ferguson wilayah laguna dan sekitarnya termasuk ke dalam tipe iklim A, dengan curah hujan rata-rata 3.444 mm/tahun atau rata-rata-rata-rata 7 – 137 mm/bulan pada musim kemarau dan 226,4 – 852 mm/bulan pada musim hujan. Suhu rata-rata 26,70C dengan siraman sinar matahari sepanjang tahun yang kisaran per harinya rata-rata selama 8 jam (pukul 08.00 – 16.00 WIB).

Pergerakan air di laguna dipengaruhi aliran sungai yang banyak bermuara di sana dan pengaruh pasang surut perairan Lautan Samudera Hindia dengan tipe pasang surut campuran dengan dominasi semi diurnal yaitu dalam sehari terjadi 2 kali kejadian pasang dan 2 kali kejadian surut dengan kisaran fluktuasi pasang surut 0,4 sampai 1,9 meter. Salinitas air berubah-ubah sesuai irama pasang surut dimana salinitas tertinggi mencapai 33,3 ppm yang terjadi pada saat pasang tertinggi (PKSPL-IPB, 1999).

4.1.3. Kondisi Morfologi

Morfologi laguna Segara Anakan dapat dilihat dari tiga ekosistem utama yang berbeda namun saling berinteraksi satu sama lain pada saat yang bersamaan yaitu:

1. Ekosistem dan Sumberdaya Laut

Ekosistem laut yang mempengaruhi kawasan Segara Anakan adalah Perairan Samudera Hindia yang berada di sekitar pantai selatan Pulau Jawa dan Pulau Nusakambangan. Ekosistem laut ini mempengaruhi estuaria Segara Anakan melalui dua kanal penghubung yaitu kanal timur (Kembang Kuning) dan kanal barat (Plawangan). Di bagian timur, wilayah perairan laut yang terhubung dengan estuaria Segara Anakan berada di wilayah pantai Kota Cilacap yang seringkali sangat keruh airnya karena tercemar oleh

(4)

buangan hasil industri yang ada di sekitar kota tersebut. Perairan ini, sampai sejauh 10 km dari pantai, mempunyai edalaman rata-rata 20 m. Di bagian selatan Pulau Nusakambangan wilayah perairan laut ini menjadi lebih dalam. Sampai sejauh 6 km dari pantai selatan Pulau Nusakambangan kedalaman rata-ratanya mencapai 60 m.

Perairan laut di sekitar kawasan Segara Anakan ini dipengaruhi oleh aliran arus pantai yang berubah-ubah mengikuti pergantian musim. Arus pantai ini mengalir ke arah timur pada bulan Nopember – Juni dan mengalir ke arah barat pada bulan Juli – Oktober. Proses upwelling kadang-kadang juga terjadi di perairan laut ini pada musim angin pasat tenggara. Aliran arus pantai ini amat penting fungsinya dalam penyebaran berbagai plankton untuk makanan ikan dan udang yang berada di perairan laut sekitar Segara Anakan. Satwa ikan yang hidup di perairan laut ini terdiri dari jenis ikan laut (spesies pelagis) dan jenis lainnya yang beruaya dari perairan estuaria Segara Anakan ke perairan laut di sekitarnya seperti tembang (Sardinella fimbriata), belanak (Mugil spp.) dan layur (Trichiurus spp.), cumi-cumi (Loligo spp.) dan udang laut juga banyak dijumpai di perairan laut ini.

2. Ekosistem dan Sumberdaya Darat

Wilayah daratan di sekitar kawasan Segara Anakan sebagian besar telah dikonversikan penggunaannya dari semula daerah hutan pantai/mangrove menjadi daerah pertanian, pemukiman penduduk dan pertambakan udang. Studi ICLARM (1992) melaporkan bahwa luas wilayah daratan sekitar kawasan Segara Anakan – Cilacap yang telah berubah fungsinya menjadi daerah pertanian adalah seluas ± 30.836 ha. Hal ini dapat dimengerti mengingat lahan bekas hutan mangrove pada umumnya banyak mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman sehingga sangat subur untuk usaha budidaya pertanian. Wilayah daratan sekitar Segara Anakan sangat sesuai untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian padi.

Kondisi lingkungan wilayah daratan di sekitar Segara Anakan juga dilaporkan sangat cocok untuk budidaya ternak. Namun demikian laporan studi ICLARM (1992) juga menyatakan bahwa kondisi lingkungan wilayah ini telah mulai terganggu oleh banyaknya ternak yang kini dibudidayakan oleh masyarakat setempat.

Di samping sedimen yang dibawa oleh aliran sungai dari daerah hulu (perbukitan), di perairan Segara Anakan juga banyak terdapat sampah hasil

(5)

buangan dari pemukiman penduduk penduduk di sekitar perairan ini. Sampah-sampah ini ternyata telah mempercepat proses sedimentasi dan pada saat membusuk menimbulkan bau dan rasa air yang tidak baik bagi kehidupan satwa air yang ada di perairan Segara Anakan. Daratan Pulau Nusakambangan (luas ± 10.300 ha) yang berada di sebelah Selatanwilayah perairan Segara Anakan kini juga telah mulai mengalami perubahan tata guna lahan (land use change). Sebagian dari wilayah hutan sekunder penutup daratan pulau ini (rainforest) kini telah dibuka untuk berbagai keperluan seperti antara lain penambangan batu gamping untuk memenuhi kebutuhan pabrik semen di Cilacap, perkebunan pisang dan juga pertambakan udang.

Sejauh ini belum ada laporan tentang dampak negatif dari kegiatan-kegiatan tersebut di atas terhadap kondisi lingkungan Segara Anakan. Pulau Nusakambangan sampai saat ini masih merupakan satu-satunya sumber penyedia air tawar yang sehari-hari dibutuhkan oleh masyarakat di sekitar perairan Segara Anakan.

3. Ekosistem dan Sumberdaya Estuaria a. Hutan mangrove

Seperti telah dikemukakan dalam uraian sebelumnya bahwa kawasan Segara Anakan merupakan satu-satunya wilayah di Pulau Jawa yang memiliki hutan mangrove yang terluas. Luasan ini pada mulanya mencapai ± 35.985 ha (± 21.185 ha terletak di sepanjang tepi laguna dan ± 14.100 ha lainnya terletak di wilayah rawa pasang surut di sekitar laguna). Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil survey terakhir, luasan tersebut di atas telah menyusut menjadi 12,227 ha (Soemodihardjo, 1989). Ekosistem mangrove di kawasan Segara Anakan ini ternyata telah berubah seiring dengan perubahan yang terjadi pada kondisi topografi di sekitar laguna, fluktuasi pasang surut air laut dan pola-pola angkutan serta sebaran sedimen di perairan Segara Anakan tersebut. Perubahan ekosistem ini telah diteliti oleh Tim Ekologi IPB (1984) dan Soemodihardjo (1989).

Hutan mangrove di kawasan Segara Anakan di samping berfungsi sebagai penyedia kayu bakar dan kayu untuk bahan bangunan untuk penduduk setempat serta tempat berlindung, memijah dan asuhan berbagai jenis satwa air komersial (ikan dan udang) juga merupakan habitat yang penting bagi berbagai burung dan satwa mamalia seperti

(6)

burung wador (termasuk burung wader migrasi) dan kera. Ada 85 jenis burung yang hidupnya bergantung pada hutan mangrove di kawasan ini. Hal yang terakhir ini mungkin tepat dijadikan dasar untuk mengembangkan fungsi selanjutnya dari hutan mangrove yang ada sebagai daerah wisata (Wana Wisata).

b. Laguna

Laguna Segara Anakan adalah laguna yang unik. Perairan laguna Segara Anakan ini telah diteliti secara intensif pada tahun 1989 (White et al, 1989). Karakteristik hidrologi perairan Segara Anakan sangat dipengaruhi oleh debit sungai yang bermuara di perairan ini dan oleh gerakan pasang surut air laut. Salinitas air laguna ditentukan oleh ratio besarnya volume air laut dan air tawar yang masuk ke laguna yang selalu berubah setiap hari dan setiap musim. Tinggi interval pasang-surut air di laguna berkisar antara 0,4 – 0,9 m. Sebagian besar air laut yang masuk ke laguna berasal dari kanal penghubung di bagian barat (Plawangan); 26 juta m3 pada saat pasang air laut tinggi dan 10 juta m3 pada saat pasang air laut rendah. Karena kondisi topografinya yang relatif amat datar, maka pengaruh pasang surut dapat terjadi sampai ± 10 km ke dalam wilayah daratan di sekitar laguna (sampai dengan Dusun Panikel), tergantung dari tinggi interval pasang surut yang terjadi dan besar debit sungai pada saat itu.

Pada saat musim hujan (volume air yang masuk ke laguna cukup besar) salinitas air laguna menjadi menurun (13 – 19 ppt), sedangkan pada musim kering salinitasnya dapat mencapai 25 – 33 ppt. Pola salinitas di laguna juga bervariasi berdasarkan tempatnya. Tingkat salinitas di bagian tengah laguna relatif lebih tinggi dari bagian lainnya yang terletak di tepi laguna.

Sirkulasi air yang terjadi di perairan Segara Anakan utamanya hanya dipengaruhi oleh gerakan pasang surut air laut, karena perairan ini di samping terlindungi dari pengaruh ombak/gelombang laut oleh Pulau Nusakambangan juga karena lairan air sungai yang masuk ke perairan relatif sangat rendah kecepatannya.

(7)

Produksi primer dari laguna Segara Anakan bervariasi antara 210 – 267 C/m3 per hari (Tim Ekologi IPB, 1984). Laguna ini mempunyai kemamopuan menyediakan phytoplankton dan zooplankton yang beragam jenisnya dan dalam jumlah yang cukup lebih tinggi yang bervariasi sesuai dengan kondisi musim. Pada saat terjadi kenaikan jumlah air tawar di laguna, populasi plankton pada umumnya untuk sementara berkurang (ECI, 1987; Tim Ekologi IPB, 1984). Komunitas plankton di laguna diperkirakan mempunyai kepadatan rata-rata sebesar 3.900 plankton/l. Kepadatan ini meningkat menjadi sebesar 5.270 individu/l pada bulan Juli dan Agustus.

Lumpur di dasar laguna merupakan tempat hidup bagi berbagai invertebrata makrobentik dan yang paling dominan adalah gastropoda thiara yang di dekat Cibeureum kepadatannya mencapai 630 – 1500 individu/m3. Plankton dan organisme benthic yang banyak terdapat di perairan Segara Anakan ini merupakan suatu sumber makanan yang baik bagi jenis-jenis ikan dan krustacea yang bernilai impor tinggi. Dari hasil penelitian oleh Tim Ekologi IPB (1984) telah diidentifikasi adanya 45 jenis ikan yang hidup di Segara Anakan dimana 12 jenis diantaranya merupakan “warga” tetap di perairan ini. Larva udang dan ikan juga ditemukan cukup banyak di kanal timur dan barat. Ini menunjukkan adanya ketergantungan antara wilayah perairan laut lepas dengan laguna. Laguna Segara Anakan serta kanal-kanal di sekitarnya telah lama dimanfaatkan sebagai media perhubungan antar desa di kawasan ini yang sampai sekarang belum saling terhubungkan dengan jalan darat serta sebagai jalan lalu lintas angkutan penyeberangan dari Kalipucang ke Cilacap dan sebaliknya. Jalan lalu lintas penyeberangan ini sangat disukai oleh wisatawan dari mancanegara.

4.2. Sistem Sosial Ekonomi

4.2.1. Pemerintahan dan Demografi

Kampung Laut adalah nama perkampungan di kawasan Segara Anakan yang terdiri dari 4 wilayah desa, yaitu: Desa Ujung Alang, Desa Ujung Gagak, Desa Panikel dan Desa Klaces. Kampung Laut sudah menjadi Kecamatan Pembantu sejak tahun 2001, di bawah wilayah administrasi Kecamatan Kawunganten Kabupaten Cilacap Jawa Tengah dengan pusat pemerintahan di

(8)

Klaces. Batas-batas administrasi Desa di kawasan Segara Anakan dapat dilihat pada Tabel 36.

Tabel 36. Batas Administrasi Desa-Desa di Kampung Laut

Desa Sebelah Utara Sebelah Selatan Batas Desa Sebelah Timur Sebelah Barat Ujung Alang Pojok Tiga,

Ujung Gagak, Panikel

Nusakambangan Bondan Kalirawa

Kota Cilacap Karang Braja Ujung Gagak Ujung Gagak Gintungreja,

Bantarsari Nusakambangan Panikel, Alang Ujung Cimrutu dan Kalipucang Kab. Ciamis Jawa Barat Panikel Bantarsari,

Rawajaya Ujung Alang, Ujung Gagak Ujung Gagak Binangun, Bringkeng Klaces Ujung Alang Nusakambangan Ujung Gagak Laguna Segara

Anakan Sumber: Monografi Desa Ujung Alang, Ujung Gagak, Panikel dan Klaces, 2009

4.2.2. Kegiatan Ekonomi

Sebagian besar penduduk Kampung Laut bermata pencaharian sebagai nelayan (47,05%). Nelayan yang ada sebagian besar adalah nelayan laguna, dan sebagian kecil (8,5% atau 240 orang) adalah nelayan samudera. Para nelayan terutama tinggal di Dusun atau Grumbul Motean, Muaradua dan Karanganyar. Profesi petani menempati urutan kedua (23,9%), petani terutama tinggal di Grumbul Lempongpucung, Kelapakerep, Pesuruan, Bugel, Kalenbener, Panikel, Pelindukan dan Cibeureum. Sebaran penduduk desa di Kampung Laut berdasarkan jenis mata pencaharian utama secara rinci dapat dilihat pada Tabel 37 berikut ini.

Tabel 37. Sebaran Penduduk Desa Usia 10 Tahun ke atas di Kampung Laut berdasarkan Jenis Mata Pencaharian Utama, 2003 - 2008

No Pencaharian Jenis Mata 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Tahun 1 Buruh tani 1.740 1.756 1.776 1.785 1.535 1.535 2 Nelayan 2.341 2.332 2.127 2.127 2.093 2.093 3 Buruh industri 40 35 35 35 35 35 4 Buruh bangunan 360 380 380 380 198 98 5 PNS 43 38 40 45 39 39 6 TNI/ Polri 0 0 4 4 7 7 7 Pensiunan 2 2 5 5 5 5 Total 4.526 4.543 4.367 4.381 3.912 3.912

(9)

4.2.2.1. Perikanan

Kegiatan utama perekonomian Kampung Laut adalah perikanan baik perikanan baik perikanan tangkap ataupun budidaya. Kegiatan penangkapan terutama dilakukan di laguna Segara Anakan. Perikanan budidaya yang dilakukan adalah tambak. Hasil tangkapan di kawasan ini adalah ikan, udang (golongan rebon, krosok, dogol dan jerbung), kepiting (termasuk rajungan) dan kerang. Namun skala pengusahaannya masih kecil dan masih sangat tergantung kepada musim serta pemasarannya sangat tergantung kepada bakul, karena belum adanya tempat pendaratan seperti tempat pelelangan ikan (TPI/PPI) atau koperasi. Tabel 38 berikut menyajikan jenis-jenis ikan yang biasa ditangkap nelayan Kampung Laut di lagunan Segara Anakan.

Tabel 38. Jenis Biota Laut yang Tertangkap di Laguna Segara Anakan

No Nama Lokal Nama Ilmiah

1 Lendra Cynoglosus cynoglosus

2 Belanak Mugil spp.

3 Blibiran Thryssa malabarian

4 Liah Septipiana papuensis

5 Tombol Johnius spp.

6 Kacangan Bombonia

7 Kada Eleutheronema spp.

8 Silar Caranx spp.

9 Sangga Langit Glossogobius spp.

10 Pe Dasyatis spp.

11 Petek Leiognatus spp.

12 Balong Epirephelus spp.

13 Remang Muraenesox spp.

14 Bandeng Chanos chanos

15 Pekas Anginilla spp.

16 Layur Trichiurus spp.

17 Teri Stolephorus spp.

18 Kepiting bakau/rajungan Scylla spp. 19 Totok/kerang sungai Soxidomus spp. 20 Kerang bulu Arca spp. 21 Kerang darah Andara spp. Sumber: hasil wawancara dengan masyarakat dan VO, 2002

(10)

4.2.2.2. Pariwisata

Salah satu sektor yang diharapkan sebagai pemicu aktivitas ekonomi desa di masa mendatang adalah pariwisata. Hal ini dimungkinkan karena Laguna Segara Anakan memiliki tempat-tempat wisata seperti Gua Masigitsela, Pantai Permisan, Makam Tua Pasuruan dan Pondok Wisata (bungalow) yang dibangun PMO SACDP serta perairannya berdekatan dengan rute perahu yang mengantarkan wisatawan dari Pangandaran ke Cilacap bolak-balik.

Saat ini pihak BPKSA tengah bergiat mempromosikan Laguna Segara Anakan sebagai salah satu tempat tujuan wisata dengan salah satu atraksi yang ditawarkan adalah kunjungan ke perkampungan nelayan, Kampong Laut Fisherman Village, di sini wisatawan dapat menikmati keunikan hidup keseharian masyarakatnya serta dapat berbelanja oleh-oleh ikan segar hasil tangkapan nelayan, seperti yang tertulis di brosur wisata yang telah dipublikasikan. Potensi pariwisata di kawasan Laguna Segara Anakan dapat dilihat pada Tabel 39 berikut.

Tabel 39. Potensi Pariwisata di Kawasan Laguna Segara Anakan

No Jenis Wisata Potensi Daya Dukung

1 Wisata Ilmiah Studi wisata mangrove

Penelitian Keanekaragaman flora dan fauna mangrove serta hutan tropika basah di Nusakambangan 2 Rekreasi Wisata alam

Memancing

Olahraga air (dayung, kano) Safari mangrove

Atraksi keindahan, keunikan, keaslian dan keragaman alam mangrove dan hutan tropika basah di Pulau Nusakambangan 3 Wisata Budaya Wisata ke Kampung Laut

Ziarah Keaslian dan keunikan budaya masyarakat lokal Kampung Laut serta tempat-tempat keramat. Sumber: Yahya (1999) dan PKSPL-IPB (2000)

4.3. Karakteristik Responden 4.3.1. Umur Responden

Umur sangat berpengaruh terhadap kemampuan fisik bekerja dan cara berfikir. Umur responden bervariasi antara 21 – 84 tahun. Berdasarkan hasil survey, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden termasuk pada kelompok usia produktif (69,71 %) pada kelompok umur 21 – 50 tahun.

(11)

Tabel 40. Klasifikasi Umur Responden Utama di Lokasi Penelitian

No Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1 21 – 25 2 0,83 2 26 – 30 14 5,81 3 31 – 35 39 16,18 4 36 – 40 37 15,35 5 41 – 45 41 17,01 6 46 – 50 35 14,52 7 51 – 55 21 8,71 8 56 – 60 22 9,13 9 60 – 65 14 5,81 10 66 – 70 8 3,32 11 71 - 80 6 2,49 12 > 80 2 0,83 Jumlah 241 100

Sumber: data primer (2010)

4.3.2. Jenis Kelamin Responden

Berdasarkan survey menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 228 orang dengan persentase sebesar 94,61% (Tabel 41).

Tabel 41. Jenis Kelamin Responden Utama di Lokasi Penelitian

No Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Laki-laki 228 94,61

2 Perempuan 13 5,39

Jumlah 241 100

Sumber: data primer (2010)

4.3.3. Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat pendidikan responden di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 42 berikut ini. Tingkat pendidikan termasuk pada kategori rendah karena sebagian besar responden (93,36 %) tidak menamatkan sekolah dasar dan hanya menamatkan tingkat pendidikan dasar. Tingkat pendidikan formal ini berpotensi untuk meningkatkan pengetahuan yang bersifat teknis dan keahlian dalam melakukan kegiatan usaha yang produktif. Dalam penelitian ini tidak ada responden yang pernah mengenyam pendidikan pada tingkat perguruan tinggi. Tabel 42. Klasifikasi Tingkat Pendidikan Responden Utama di Lokasi Penelitian

No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Tidak tamat SD 104 43,15

2 Tamat SD 121 50,21

3 Tamat SLTP 9 3,73

4 Tamat SLTA 7 2,90

Jumlah 241 100

(12)

4.3.4. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden

Jumlah tanggungan keluarga responden merupakan jumlah anggota keluarga yang ditanggung oleh responden di lokasi penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 43 berikut ini. Yang tidak memiliki tanggungan adalah responden yang belum menikah. Selanjutnya responden dengan jumlah tanggungan keluarga terbanyak adalah 3 orang yaitu sebanyak 70 responden (29,05 %), dan yang paling sedikit adalah kelompok responden dengan jumlah tanggungan keluarga sebanyak 6 orang (2,90 %).

Tabel 43. Klasifikasi Responden Utama di Lokasi Penelitian menurut Jumlah Tanggungan Keluarga

No Tanggungan Keluarga Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Tidak ada tanggungan 8 3,32

2 1 orang 15 6,22 3 2 orang 26 10,79 4 3 orang 70 29,05 5 4 orang 63 26,14 6 5 orang 43 17,84 7 6 orang 7 2,90 8 7 orang 9 3,73 Jumlah 241 100

Sumber: data primer (2010) 4.3.5. Asal Responden

Asal responden di lokasi penelitian adalah sebagian besar pendatang (54,77 %), terutama beraasal dari daerah sekitar Kabupaten Cilacap baik dari Jawa Barat (Ciamis, Pangandaran dan sekitarnya) maupun dari Jawa Tengah (Probolinggo dan lain-lain). Secara lengkap daerah asal responden disajikan pada Tabel 44.

Tabel 44. Asal Responden Utama di Lokasi Penelitian

No Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Asli 109 45,23

2 Pendatang 132 54,77

Jumlah 268 100

Gambar

Tabel 38. Jenis Biota Laut yang Tertangkap di Laguna Segara Anakan
Tabel 40. Klasifikasi Umur Responden Utama di Lokasi Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini disebabkan karena plastik PET memiliki titik didih tertinggi dibandingkan bahan lain sehingga tidak terjadinya reaksi sekunder dari proses pirolisis yang dilakukan

Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa responden yang berjumlah 58 orang, rata-rata memiliki penurunan konsentrasi menjadi buruk setelah adanya kebisingan yang

Berdasarkan hukum Hardy-Weinberg populasi itik Tegal yang digunakan untuk penelitian merupakan populasi yang seimbang dan pewarisan karakteristik polimorfisme protein

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, maka perlu mengatur Biaya Transportasi

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Niken Kirana, menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: “ Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Penggunaan Sistem Informasi

Sifat hubungan tersebut: (a) yang berhubungan dengan latar belakang sosial adalah unsur kesatuan, (b) latar belakang yang dimaksud adalah pandangan dunia suatu kelompok sosial

Penelitian ini bertujuan untuk: 1)Mengembangkan pembelajaran tentang deteksi dini dan resiko kebencanaan yang diintegrasikan dalam mata pelajaran sains di sekolah dasar wilayah

Kepala Seksi Penguatan dan Pengembangan Kelembagaan Perempuan Bidang Pemberdayaan Perempuan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan