i
HALAMAN JUDUL
TUGAS AKHIR – MO.091336
ANALISA UMUR KELELAHAN PADA BOTTOM PLATE
FPSO DENGAN METODE ELASTIC PLASTIC FRACTURE
MECHANICS BERBASIS KEANDALAN
KHUSNUL ABDI
NRP. 4306 100 072
Dosen Pembimbing
Murdjito, M.Sc. Eng
Ir. Jusuf Sutomo, M.Sc
JURUSAN TEKNIK KELAUTAN
Fakultas Teknologi Kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2010
ii
FINAL PROJECT – MO.091336
FATIGUE LIFE ANALYSIS ON FPSO’s BOTTOM PLATE
USING ELASTIC PLASTIC FRACTURE
MECHANICS-BASED ON RELIABILITY METHODS
KHUSNUL ABDI
NRP. 4306 100 072
Supervisors
Murdjito, M.Sc.Eng
Ir. Jusuf Sutomo, M.Sc
DEPARTMENT OF OCEAN ENGINEERING
Faculty of Marine Technology
Sepuluh Nopember Institute of Technology
Surabaya 2010
iii
ANALISA UMUR KELELAHAN PADA BOTTOM PLATE
FPSO DENGAN METODE ELASTIC PLASTIC FRACTURE
MECHANICS BERBASIS KEANDALAN
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
pada
Progran Studi S-1 Jurusan Teknik Kelautan
Fakultas Teknologi Kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Oleh:
KHUSNUL ABDI
NRP. 4306 100 072
Disetujui oleh pembimbing tugas akhir
1.
Murdjito, M.Sc.Eng ... (Pembimbing1)
2.
Ir. Jusuf Sutomo, M.Sc ... (Pembimbing II)
iv
v
ANALISA UMUR KELELAHAN PADA BOTTOM PLATE
FPSO DENGAN METODE ELASTIC PLASTIC FRACTURE
MECHANICS BERBASIS KEANDALAN
Nama Mahasiswa : Khusnul Abdi NRP : 4306 100 072
Jurusan : Teknik Kelautan – FTK ITS Dosen Pembimbing : Murdjito, M.Sc.Eng
Ir. Jusuf Sutomo, M.Sc
ABSTRAK
Abstrak
Terjadinya sebuah keretakan (crack) dapat menyebabkan adanya kegagalan (failure) pada struktur. Bottom plate FPSO yang telah mengalami initial crack dipastikan akan berkurang keandalannya. Tugas akhir ini bertujuan untuk menganalisis umur kelelahan FPSO sebelum dan sesudah adanya retak pada pelat alas serta nilai keandalan struktur akibat kepecahan pada pelat alas FPSO. Analisa global dilakukan dengan software POSEIDON yang diperoleh tegangan dan umur kelelahan kritis adalah 16 tahun pada bottom shell (e-f) frame 87. Analisis fracture mechanics pada sambungan antara base plate dan longitudinal girder menggunakan software ANSYS yang hasilnya digunakan untuk menghitung umur kelelahan akibat crcak. Dan diperoleh umur pada saat retak awal 0.5 mm umur kelelahan struktur adalah 38 tahun, sedangkan pada pertambahan kedalaman retak berikutnya untuk 1 mm dan 1.5 mm secara berturut-turut adalah 23 dan 9 tahun. Analisa keandalan struktur menggunakan bantuan software minitab dengan menggunakan simulasi monte carlo. Moda kegagalan yang digunakan adalah ketika retak mencapai tebal pelat minimum yang diizinkan oleh GL. Percobaan dilakukan sebanyak seratus ribu kali percobaan dan didapatkan nilai keandalan struktur bottom plate akibat kelelahan kepecahan adalah untuk retak awal 0.5 mm keandalan struktur adalah 0.815, sedangkan pada pertambahan kedalaman retak berikutnya untuk 1 mm dan 1.5 mm secara berturut-turut adalah 0.679 dan 0.539.
vi
vii
FATIGUE LIFE ANALYSIS ON FPSO’S BOTTOM PLATE
USING ELASTIC PLASTIC FRACTURE MECHANICS-BASED
ON RELIABILITY METHODS
Name : Khusnul Abdi Reg. Number : 4306 100 072
Department : Ocean Engineering – ITS Supervisors : Murdjito, M.Sc.Eng
Ir. Jusuf Sutomo, M.Sc
Abstract
The occurrences of crack can cause the structure failure. Some Initial Crack at the Bottom Plate of FPSO will obviously decreases its reliability. This final project purpose is to analyzing the fatigue life of FPSO before and after the existence of crack at bottom plate and also to assessing the structure reliability due to effect of fraction on the bottom plate of FPSO. According to the Global analysis that was conducted by using POSEIDON software, it was obtained that the critical tension and fatigue life was 16 year at bottom shell (E-F) frame 87. The result of Fracture Mechanics analysis of base plate and longitudinal girder joint using ANSYS software was used for calculating the fatigue life with the effect of crack. The fatigue life that was obtained for initial crack depth 0.5 mm is 38 year, whereas for the next accretion depth crack which is 1 mm and 1.5 mm was 23 and 9 year. The Reliability analysis of the structure was conducted by MINITAB software with Monte Carlo simulation. The Failure Mode that was used is when the crack reach minimum allowable plate thickness that was issued by GL. A hundred thousand times (100,000) attempts has been conducted therefore the structure reliability value of bottom plate due to the effect of fraction fatigue can be calculated. The structure reliability with initial crack depth 0.5 mm was 0.815, whereas for the next accretion depth crack which is 1 mm and 1.5 mm the structure reliability was 0.679 and 0.539.
viii
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah hirobbilalamin kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis. Sholawat serta salam kepada junjungan umat manusia Rasulullah Muhammad SAW, serta ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan segenap kemampuan yang penulis miliki.
Tugas Akhir ini berjudul “Analisa Umur Kelelahan Pada Bottom Plate FPSO
Dengan Metode Elastic Plastic Fracture Mechanics Berbasis Keandalan”
disusun guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Studi kesarjanaan (S1) di Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan (FTK), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.
Penulis menyadari bahwa dalam pengerjaan dan penulisan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pihak lain. Akhir kata penulis hanya dapat berharap penelitian ini bermanfaat bagi kemajuan dunia pendidikan khususnya bidang Offshore Structure.
Wassalamualaikum Wr. Wb .
Surabaya, 12 Juli 2010
x
xi
UCAPAN TERIMA KASIH
Semua proses dalam pengerjaan tugas akhir ini dari awal hingga selesai tidak terlepas dari bantuan serta dorongan semangat yang diberikan dari banyak pihak baik secara langsung maupun tidak. Terima kasih yang tak terhingga ingin diucapkan penulis kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan hidup yang begitu berarti dan segala kesempatan dan petunjuk yang terus menerus
2. Bapak, Ibu, Adik Fitri, Adik Yuni, Om, Tante, dan Nenek atas semua doa dan dukungan moril serta materiil yang telah kalian berikan. Semoga hasil ini tidak mengecewakan.
3. Dosen pembimbing, Bapak Murdjito dan Bapak Jusuf Sutomo atas segala ilmu dan kesabaran dalam membimbing pengerjaan tugas akhir ini. 4. Bapak Murtedjo selaku dosen wali, terima kasih atas segala arahan dan
bimbingannya selama kuliah.
5. Para Dosen Teknik Kelautan ITS terima kasih atas segala ilmu yang telah diberikan selama kuliah.
6. Staf dan pegawai Jurusan Teknik Kelautan ITS
7. Teman-teman D’admiral (Power Rangers, KO team, dll) terimakasih telah menjadi keluarga dan sahabat selama berjuang di kampus Kelautan. Best friend forever.
8. Keluarga Hidro, Flumetank, Opres, Dinstruk, D’Yato, D’Admiral’s Scuba Diver crew yang setia menemani dan menghibur kala kejenuhan melanda.
9. Senior (2005 – tak terhingga) dan junior (2007 – 2009) Teknik Kelautan yang baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu terselesaikannya tugas akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. 10. Teman-teman The Spartan Band, Sahabat lama dan teman-teman
facebook penghilang penat.
11. Teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu disini terimakasih atas segala bantuan dan dukungan
xii
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... viii
UCAPAN TERIMA KASIH ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR TABEL ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 4 1.3 Tujuan ... 4 1.4 Manfaat ... 4 1.5 Batasan Masalah ... 5 1.6 Sistematika Penulisan ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI ... 7
2.1 Tinjauan Pustaka ... 7
2.2 Dasar Teori ... 10
2.2.1 Struktur FPSO ... 10
2.2.2 Konsep Pembebanan Pada Analisa Global ... 11
2.2.3 Beban Gelombang ... 11
2.2.4 Efek Deformasi ... 13
2.2.5 Kekuatan Kelelahan (Fatigue Strength) ... 14
2.2.6 Konsep Mekanika Kepecahan ... 21
2.2.7 Konsep Metode Elemen Hingga ... 29
2.2.8 Analisis Keandalan Struktur ... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37
xiv
3.2 Pengumpulan Data ... 40
3.3 Pemodelan Struktur dengan Software Poseidon ... 42
3.4 Validasi hasil perhitungan umur kelelahan dari POSEIDON ... 50
3.5 Pemodelan Bottom Plate Menggunakan ANSYS ... 50
3.5.1 Geometri Dan Material ... 50
3.5.2 Retak Awal ... 51
3.5.3 Pemodelan Bottom Plate ... 51
3.5.4 Pemodelan Retak Awal ... 52
3.5.5 Meshing Bottom Plate ... 53
3.5.6 Pemodelan Beban Aksial ... 53
3.6 Perhitungan Stress Intensity Factor ... 54
3.7 Perhitungan CTOD ... 54
3.8 Perhitungan Umur Kelelahan Akibat Crack ... 55
3.9 Analisis Keandalan Dengan Monte Carlo ... 56
BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN ... 59
4.1 Data Struktur ... 59
4.2 Data Lingkungan ... 60
4.3 Analisa Umur Kelelahan Sebelum Retak ... 61
4.3.1 Shear Force dan Bending Moment ... 62
4.3.2 Tegangan ... 63
4.3.3 Kurva S-N ... 66
4.3.4 Perhitungan Umur Kelelahan ... 66
4.4 Validasi Perhitungan ... 70
4.5 Hasil Pemodelan ANSYS ... 74
4.6 Analisa Stress Intensity Factor ... 75
4.7 Analisa CTOD ... 77
4.8 Analisa Umur Kelelahan Struktur Setelah Crack ... 79
4.9 Analisa Keandalan Struktur ... 81
4.9.1 Penentuan Distribusi Stress... 82
xv
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 85
5.1 Kesimpulan ... 85
5.2 Saran ... 86
DAFTAR PUSTAKA ... 87 LAMPIRAN
xvi
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Detail struktur ... 3
Gambar 2.1. FPSO Marlim Sul, Nigeria (Doormanweg, 2006) ... 10
Gambar 2.2. Distribution factor for cM and influence factor cv (GL Rules, 2005) ... 12
Gambar 2.3. Faktor distribusi CQ (GL Rules, 2005) ... 13
Gambar 2.4.Kondisi Hogging (Barrass, 1999) ... 14
Gambar 2.5. Kondisi Sagging (Barrass, 1999) ... 14
Gambar 2.6. fweibull distribution (CSR for Double Hull Oil Tanker, 2008) ... 18
Gambar 2.7. Kurva S-N untuk sambungan las ... 20
Gambar 2. 8. Kurva Perambatan Retak ... 24
Gambar 2.9. Mode deformasi retak (Kim,200) ... 26
Gambar 2.10. Diagram alir simulasi Monte Carlo ... 34
Gambar 2.11. Hubungan Bilangan Acak yang Mengikuti Distribusi Uniform dengan Perubah Acak X yang Memiliki Fungsi Distribusi Kumulatif Fx(x). ... 35
Gambar 3.1. Diagram alir pengerjaan tugas akhir ... 38
Gambar 3. 2. Diagram alir pemodelan struktur menggunakan Poseidon ... 43
Gambar 3. 3. Tahap input general data pada Poseidon ... 44
Gambar 3. 4. Tahap input profile table pada Poseidon ... 44
Gambar 3. 5. Hasil setelah dimasukkan inputan (memanjang) ... 45
Gambar 3. 6. Hasil setelah dimasukkan inputan (melintang) ... 45
Gambar 3. 7. Hasil setelah dimasukkan inputan untuk Longitudinal Member ... 46
Gambar 3. 8. Hasil setelah dimasukkan inputan untuk Tranverse Web Plates ... 46
Gambar 3. 9. Penampang transverse bulkheads ... 47
Gambar 3. 10. Gambar Struktur Tampak Samping ... 47
Gambar 3. 11. Gambar Struktur Tampak Atas ... 47
Gambar 3. 12. Isometric View Dari Struktur ... 48
Gambar 3. 13. Potongan melintang struktur 3 dimensi ... 48
Gambar 3. 14. Comparments pada desain tanker ... 49
xviii
Gambar 3. 16. Pemodelan Crack Awal ... 51
Gambar 3. 17. Pemodelan Bottom plate ... 52
Gambar 3. 18. Pemodelan Retak Awal ... 52
Gambar 3. 19. Meshing Bottom Plate dan Crack ... 53
Gambar 3. 20. Diagram alir analisa keandalan struktur menggunakan Monte Carlo ... 56
Gambar 4.1. Midship section of tanker (PT. PAL Indonesia, 2009) ... 59
Gambar 4.2. Steel plan main model (PT. PAL Indonesia, 2009) ... 60
Gambar 4.3. Shear force dan Bending moment ... 62
Gambar 4.4. Pemodelan tanker frame 55 sampai dengan 87 ... 70
Gambar 4.5. Umur Kelelahan Elemen Pelat Pada Frame 55 ... 71
Gambar 4.6. Umur Kelelahan Elemen Pelat Pada Frame 63 ... 71
Gambar 4.7. Umur Kelelahan Elemen Pelat Pada Frame 69 ... 72
Gambar 4.8. Umur Kelelahan Elemen Pelat Pada Frame 75 ... 72
Gambar 4.9. Umur Kelelahan Elemen Pelat Pada Frame 81 ... 73
Gambar 4.10. Umur Kelelahan Elemen Pelat Pada Frame 87 ... 73
Gambar 4. 11. Hasil Pemodelan ANSYS ... 75
Gambar 4. 12. Grafik ∆KI Terhadap Retak Awal ... 77
Gambar 4. 13. Grafik ∆δ Terhadap Retak Awal ... 79
Gambar 4. 14. Jumlah Siklus Tegangan Terhadap Retak Awal ... 80
Gambar 4. 15. Grafik Umur Kelelahan Terhadap Retak Awal ... 81
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Principal Dimension Kapal ... 3
Tabel 2.1. Tipe Sambungan (CSR for Double Hull Oil Tanker, 2008) ... 20
Tabel 3.1 Principal Dimension Kapal ... 40
Tabel 3. 2. Jumlah Kejadian Gelombang ... 41
Tabel 3. 3. Tebal Plat ... 50
Tabel 3. 4. Pressure pada Bottom plate ... 53
Tabel 4.1. Principal particulars ... 59
Tabel 4.2. Rasio bentuk struktur ... 60
Tabel 4.3. Prediksi tinggi gelombang daerah Sepanjang ... 61
Tabel 4.4. Still water bending moment struktur tanker ... 61
Tabel 4.5. Nominal Stress Pada Frame 55 ... 63
Tabel 4.6. Nominal Stress Pada Frame 63 ... 64
Tabel 4.7. Nominal Stress Pada Frame 69 ... 64
Tabel 4.8. Nominal Stress Pada Frame 75 ... 65
Tabel 4.9. Nominal Stress Pada Frame 81 ... 65
Tabel 4.10. Nominal Stress Pada Frame 87 ... 66
Tabel 4.11. umur kelelahan Pada Frame 55 ... 68
Tabel 4.12. umur kelelahan Pada Frame 63 ... 68
Tabel 4.13. umur kelelahan Pada Frame 69 ... 68
Tabel 4.14. umur kelelahan Pada Frame 75 ... 69
Tabel 4.15. umur kelelahan Pada Frame 81 ... 69
Tabel 4.16. umur kelelahan Pada Frame 87 ... 69
Tabel 4.17. Tabel Perbandingan fatigue life hasil manual dengan software ... 74
Tabel 4.18.Tabel Perbandingan fatigue life hasil manual dengan software ... 74
Tabel 4. 19. Output Tegangan ... 75
Tabel 4. 20. SIF single notch edge crack ... 76
Tabel 4. 21. Perhitungan SIF Single Notch Edge Crack ... 76
Tabel 4. 22. Hasil SIF Dari ANSYS ... 76
xx
Tabel 4. 24. Hasil CTOD Dari perhitungan manual ... 77
Tabel 4. 25. Harga J-Integral dari Software ANSYS ... 78
Tabel 4. 26. Hasil CTOD dari hasil konversi ... 78
Tabel 4. 27. Perbandingan CTOD ... 78
Tabel 4. 28. Jumlah Siklus Tegangan ... 80
Tabel 4. 29. Umur Kelelahan Struktur ... 81
Tabel 4. 30. Distribusi Stress ... 82
Tabel 4. 31. Beberapa parameter distribusi dari beberapa kedalaman ... 82
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pada saat ini kebutuhan sumber daya minyak dan gas semakin hari semakin meningkat, akan tetapi tidak diimbangi dengan jumlah cadangan minyak dan gas yang kita miliki. Untuk itu dilakukan usaha untuk meningkatkan produksi migas, salah satu caranya adalah dengan mengalihkan daerah operasi dari perairan dangkal menuju perairan dalam (deep water). FPSO (Floating Production Storage
and Offloading) menjadi salah satu konsep yang lebih tepat untuk kondisi perairan dalam.
Sistem FPSO mulai diperkenalkan pada tahun 1974 yang dioperasikan pada kedalaman 43 meter dan sekarang FPSO dapat dioperasikan hingga kedalaman laut 1400 meter (Shimamura, 2002). Pada saat ini proses konversi tanker lebih banyak digunakan dalam pembuatan FPSO. 70 % dari 70 lebih FPSO yang beroperasi diseluruh dunia adalah hasil konversi (Potthurst, 2003). Hal tersebut dilakukan karena waktu pembuatan FPSO secara konversi lebih singkat 1 – 2 tahun dari pada pembuatan FPSO baru. Keuntungan lain yang didapatkan dalam proses secara konversi adalah antisipasi pada umur reservoir yang pendek hingga menengah (5-15 tahun) dan jadwal proses operasi FPSO lebih cepat (Leick, 2000).
Kondisi umur kelelahan struktur tanker menjadi kriteria dalam pemilihan tanker untuk dikonversi ke FPSO. Kelelahan struktur sangat dipengaruhi oleh beban siklis (cyclic), seperti beban gelombang dan beban angin. Kedua beban dinamis tersebut merupakan beban siklis yang dominan. Jika suatu struktur telah melewati umur kelelehannya maka akan terjadi sebuah keretakan (crack) yang nantinya dapat menyebabkan adanya kegagalan (failure) pada struktur. Kegagalan yang serius, seperti kegagalan total pada deck dan bottom plate menjadi penyabab fatal kegagalan struktur selama masa perang dunia II. Hal ini juga berlaku pada FPSO dari konversi tanker yang mengalami beban hidrodinamis secara berulang ulang
2
(siklis). Selain itu sistem kerja FPSO yang beroperasi menetap di sebuah perairan dalam waktu yang lama juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kegagalan pada struktur. Hal tersebut terjadi karena minimumnya proses docking untuk inspeksi atau penggantian material.
Kegagalan akibat keretakan merupakan tahapan retakan dan jika tidak terdeteksi, retakan ini bisa mengakibatkan kepecahan katastropik (Ayyub, 2000). Kegagalan ini merupakan akumulasi dari pembebanan siklis yang terjadi di lokasi operasi FPSO serta adanya daerah diskontinuitas yang mengakibatkan adanya konsentrasi tegangan terbesar secara global. Akibat beban-beban tersebut struktur mengalami keretakan dimana sejalan dengan waktu akan terjadi penjalaran retak yang tidak stabil (fast
fracture). Pada struktur yang memiliki fungsi sebagai storage system, retak hingga mencapai ketebalan minimum maupun hingga menembus ketebalan plat akan mengakibatkan kebocoran dan menimbulkan kerugian yang besar. Jika crack terus menjalar ke bagian penting, maka kegagalan total bisa terjadi. Untuk itu diperlukan analisa lanjutan untuk mengetahui berapa umur kelelahan FPSO sebelum dan sesudah terjadinya crack dengan menggunakan metode elastic plastic fracture
mechanics berdasarkan CTOD. Metode analisa ini dirasakan sangat penting dilakukan mengingat semakin banyaknya penggunaan FPSO dari konversi tanker untuk operasi laut dalam saat ini.
Objek studi tugas akhir ini adalah bottom plate dari tanker yang akan dikonversi menjadi FPSO. Karena menurut Barsom (1987) di lokasi tersebut paling sering terjadi crack yang sulit dideteksi dan juga berpotensi mengakibatkan crack yang cepat pada tanker. Lokasi bottom plate bisa dilihat pada gambar 1.1. Perhitungan yang dilakukan pada tugas akhir ini meliputi analisa global struktur untuk mendapatkan nilai tegangan pada bottom plate. Setelah itu dilakukan analisa lokal dengan input nilai tegangan yang dihasilkan pada analisa global untuk mengetahui cepat rambat retak, sampai terjadinya fast fracture yang akan menyebabkan terjadinya fracture failure. Output hasil analisa lokal digunakan sebagai variabel random dalam perhitungan keandalan bottom plate. Keandalan bottom plate
3 dihitung dengan menggunakan metode montecarlo. Perhitungan dilakukan dengan membuat model matematis dengan bantuan software Poseidon untuk mendapatkan umur kelelahan FPSO guna mengetahui lokasi bottom plate kritis yang akan ditinjau, selain itu diperoleh juga nilai tegangan global sebagai input untuk analisa fracture mechanics pada software ANSYS. Berdasarkan analisa
fracture mechanics tersebut, maka akan diketahui nilai keandalan struktur sebagai penilaian hasil konversi tanker ke FPSO.
Gambar 1.1 Detail struktur
Adapun struktur yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah tanker dengan dimensi utama seperti yang tertera pada tabel 1.1. :
Tabel 1.1. Principal Dimension Kapal
Description Symbol Unit Quantity
Vessel Size Kdwt 30
Displacement ∆ Ton 38144
Length Waterlin at T LOA m 180
Length Between Perpendicular LPP m 173
Breadth B m 30.5
Depth D m 15.6
Draft Design T m 9
Max Speed in calm water Vo kn 14
Block Coefficient CB 0.8
4
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan data kapal pada tabel 1.1 dan gambar 1.1 di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam tugas akhir ini adalah :
1. Berapa umur kelelahan bottom plate FPSO sebelum adanya retak awal yang terjadi?
2. Berapa umur kelelahan bottom plate FPSO setelah adanya retak awal yang terjadi sampai mengalami fracture failure?
3. Bagaimana keandalan dari struktur akibat kepecahan yang terjadi pada
bottom plate FPSO?
1.3
Tujuan
Dari perumusan masalah diatas, dapat diambil tujuan yang ingin dicapai dalam tugas akhir ini adalah :
1. Mengetahui umur kelelahan bottom plate FPSO sebelum adanya retak awal yang terjadi.
2. Mengetahui umur kelelahan bottom plate FPSO setelah adanya retak awal yang terjadi sampai mengalami fracture failure.
3. Mengetahui nilai keandalan akibat kepecahan pada bottom plate FPSO
1.4
Manfaat
Dengan diketahuinya perhitungan umur kelelahan dan nilai keandalan pada tanker yang akan menjadi FPSO yang berdasarkan metode elastic plastic fracture
mechanics terdapat beberapa manfaat yang dapat diambil, yaitu:
1. Memberikan pengetahuan tentang prosedur perghitungan umur kelelahan FPSO konversi dari tanker dengan metode simplified dan berdasarkan pada ship structure.
2. Memberikan pengetahuan tentang prosedur perhitungan umur kelelahan FPSO konversi dari tanker dengan metode elastic plastic fracture
mechanics berdasarkan CTOD.
3. Memberikan pengetahuan tentang penelitian keandalan struktur akibat adanya keretakan sehingga dapat diketahui nilai keandalan suatu struktur.
5
1.5
Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Struktur yang dikaji merupakan tanker dengan code Germanischer Lloyd. 2. Analisa global yang dilakukan hanya sebatas untuk mendapatkan nilai
tegangan pada bottom plate.
3. Perhitungan tegangan pada bottom plate mempertimbangkan self weight kondisi muatan penuh dan beban lingkungan.
4. Beban lingkungan yang ditinjau adalah beban gelombang (dua puncak gelombang pada kedua ujung tanker dan satu puncak gelombang pada
mid-ship).
5. Perhitungan kelelahan dengan metode spectral analysis dengan persamaan
closed form fatigue equation
6. Crack diasumsikan single notch edge crack dengan retak awal berdasarkan code ABS.
7. Mode retak yang digunakan pada analisa adalah mode opening yang hanya memperhitungkan gaya aksial (Mode I) dengan asumsi plane stress
condition.
8. Analisis fracture mechanics menggunakan pendekatan elastic-plastic
fracture mechanics menggunakan CTOD.
9. Kegagalan diasumsikan jika kedalaman crack mencapai kedalaman kritis (t-tmin), dimana tebal plat minimum yang diperbolehkan oleh GL t min= 6.5 + 0.02L (mm).
10. Tebal plat dianggap tetap, tidak ada pengurangan tebal akibat apapun. 11. Lebar plat di abaikan.
12. Analisa keandalan struktur dilakukan dengan menggunakan Monte Carlo
6
1.6
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan tugas akhir ini dimulai dengan pendahuluan pada bab satu yang menjelaskan tentang latar belakang penelitian yang akan dilakukan, perumusan masalah, tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan tugas akhir ini, manfaat yang diperoleh, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan laporan.
Dasar teori dan tinjauan pustaka yang menjadi sumber referensi dalam tugas akhir ini dijelaskan pada bab dua. Secara rinci bab ini berisikan tinjauan pustaka yang menjadi acuan dari penelitian tugas akhir, dasar-dasar teori, rumus-rumus dan kode yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini dicantumkan dalam bab ini.
Bab tiga pada penulisan laporan tugas akhir ini menerangkan tentang metodologi penelitian yang digunakan untuk mengerjakan tugas akhir. Penjelasan mengenai langkah-langkah kerja dari penelitian ini mulai dari pengumpulan data dan studi literature, pemodelan struktur tanker menggunakan Posseidon, serta pemodelan struktur untuk analisa fracture menggunakan ANSYS yang dihubungkan dengan umur kelelahan FPSO tersebut dicantumkan dalam bab ini. Tahapan dalam melakukan penelitian yang ditampilkan dengan menggunakan flowchart (diagram alir pengerjaan) juga dicantumkan dalam bab ini.
Seluruh hasil analisa penelitian pada tugas akhir ini akan dibahas dan diterangkan pada bab empat. Bab ini akan membahas pengolahan data hasil dari output pemodelan hingga menghasilkan kesimpulan yang menjadi tujuan dari tugas akhir. Dimana kesimpulan beserta saran yang diperlukan untuk penelitian lebih lanjut dari tugas akhir akan diterangkan pada bab lima.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
2.1
Tinjauan Pustaka
Pada dasarnya Floating Production Storage and Offloading (FPSO) adalah kapal dengan lambung tunggal yang difungsikan sebagai wahana untuk mengakomodasi fasilitas dia tas geladak guna memproses produk migas dan sekaligus menyimpannya di dalam tanki-tanki pada lambungnya sebelum produk tersebut ditransfer ke kapal-kapal tanki pengangkut untuk didistribusikan ke pasaran. Konsep FPSO pada dasarnya diperkenalkan akibat adanya dorongan industri lepas pantai yang mengarah pada laut dalam. Selain itu konsep FPSO juga untuk menggantikan sistem kombinasi anjungan produksi dengan fasilitas penyimpanan terapung atau floating
storage offloading (FSO). Integrasi dua fungsi yang dapat diakomodasikan dalam satu wahana tentu akan memberikan efisiensi segi teknis dan ekonomis dari beberapa aspek, baik pada tahap pembangunan maupun operasinya. Sistem FPSO mulai diperkenalkan pada tahun 1974 yang dioperasikan pada kedalaman 43 meter dan sekarang FPSO dapat dioperasikan hingga kedalaman laut 1400 meter (Shimamura, 2002).
Pada saat ini FPSO dapat dibuat dengan melakukan konversi tanker. 70 % dari 70 lebih FPSO yang beroperasi diseluruh dunia adalah hasil konversi (Potthurst, 2003). Namun dalam pembuatan FPSO diperlukan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi FPSO dalam melakukan operasinya. Hal tersebut dikarenakan FPSO merupakan salah satu bangunan apung yang memiliki ukuran besar, sehingga mendapatkan pengaruh yang sangat signifikan dari beban yang sifatnya berulang (siklis) seperti beban gelombang dan angin, yang menyebabkan berkurangnya kekuatan struktur. Menurut Soedjono (1989), fenomena kerusakan ataupun berkurangnya kekuatan struktur akibat beban-beban, terutama beban siklis, dikenal dengan kelelahan struktur (fatigue), dan secara esensial ditandai dengan keretakan (crack) dan pada proses selanjutnya terjadi penjalaran (propagation) serta kerusakan (failure). Oleh
8
karena itu diperlukan analisa lebih lanjut terhadap tanker yang akan dikonversi menjadi FPSO seperti analisa kelelahan dan mekanisme kepecahan dari sruktur.
Analisa retak awal dan perambatan retak akibat fatigue pada struktur kapal telah dilakukan sejak tahun 1998 (Andersen, 1998). Menurut Barsom (1987), fatigue
crack telah diteliti pada beberapa kelas dari tanker. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa crack pada tanker sering terjadi pada beberapa lokasi berikut :
1. Sambungan antara side shell longitudinal bracket dengan transverse bulkheads dan web frame.
2. Webs dari bottom shell longitudinal stiffner.
3. Bottom shell plates yang dekat dengan longitudinal drainage dan master butt welds cutouts.
Crack pada ketiga lokasi tersebut lebih sulit dideteksi dan juga berpotensi mengakibatkan fast fracture pada tanker. Oleh karena itu penting dilakukan kajian lebih lanjut tentang bottom shell crack. Seperti penelitian yang telah dilakukan sebelumnya pada plat alas FPSO (Agustin,2009) yang menggunakan konsep material bersifat getas dalam menganalisa crack yang terjadi sehingga memiliki
daerah plastis diujung retak kecil bila dibandingkan dengan panjang retak, dimana konsep penelitian tersebut menghasilakan tren yang serupa dengan konsep Linier Elastic
Fracture Mechanic.
Penerapan kajian kepecahan dengan pendekatan mekanika kepecahan elastic plastic akan lebih sesuai diterapkan guna menganalisa perilaku keretakan serta material yang mempunyai sifat deformasi plastis lebih besar setelah dikenai pembebanan kontinyu seperti misalnya material yang bersifat ductile. Seperti yang kita ketahui bahwa bahan bahan material bersifat ductile sering dipakai sebagai bahan dasar penyusun struktur bangunan lepas pantai. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya pada struktur berbentuk pipa (Aulia,2005) perilaku perambatan retak telah sesuai dengan hasil analisa yang dikemukanan Broek (1987) pada analisa berbasis mekanika kepecahan elastic plastic. Sehingga metode ini cocok diterapkan dalam analisa kepecahan di bangunan lepas pantai.
9 Dalam perkembangannya, retak tiga dimensi meliputi through-straight crack,
surface crack, corner crack, dan embedded crack telah banyak dilakukan studi. Fakta mengungkapkan bahwa surface crack dan embedded crack yang banyak terjadi pada material getas dan ulet, memiliki dampak bahaya katastropik. Berdasarkan ABS (2003), apabila tidak ada data yag tersedia mengenai kedalaman crack maka crack diasumsikan berbentuk surface crack dengan kedalaman retak awal 0.5 mm, karena retak tersebut yang sering terjadi pada offshore structure. Selain itu berkembangnya konsep pendekatan mekanika kepecahan elastic plastic merupakan hal penting yang harus dikaji secara lebih lanjut. Seperti saat ini, studi mengenai J-integral dan CTOD sangat banyak dilakukan. Bahkan pada penelitian sebelumnya Shi, dkk (1998) telah melakukan penelitian guna menegetahui hubungan antara J-Integral dengan CTOD. Namun dalam beberapa penelitian, pendekatan CTOD sangat banyak digunakan, karena CTOD hanya satu-satunya parameter yang bisa diukur secara langsung dalam uji kepecahan. Oleh karena fakor-faktor tersebut, pada penelitian ini akan dianalisa umur kelelahan pada
bottom plate tanker sebelum dan sesudah adanya crack awal yang terjadi dengan metode elastic plastic fracture mechanics (EPFM) menggunakan pendekatan CTOD berbasis keandalan.
Dalam penelitian ini berbasis keandalan dikarenakan dalam analisis probabilistik untuk perambatan retak pada lambung kapal mensyaratkan penggunaan metode keandalan untuk menjelaskan perilaku proses perambatan retak dan ketidakpastian variabel yang terkandung di dalamnya. Dalam penelitian sebelumnya Soleh (2007) menganalisis keandalan umur struktur kapal tanker dengan menggunakan metode Mean Value First Order Second-Moment. Namun metode tersebut kurang sesuai karena gelombang diasumsikan regular sehingga belum merepresentasikan gelombang laut kondisi sebenarnya. Sehingga dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah Metode Monte Carlo.
10
2.2
Dasar Teori
2.2.1 Struktur FPSO
Pemilihan konsep struktur merupakan tahapan awal yang sangat penting bagi keberhasilan struktur anjungan dalam menjalankan fungsinya. Anjungan terapung merupakan anjungan yang mempunyai karakter bergerak mengikuti gerakan gelombang. Seringkali anjungan tipe ini dihubungkan dengan dasar laut menggunakan peralatan mekanik seperti kabel atau rantai.
FPSO pada dasarnya adalah kapal dengan lambung tunggal yang difungsikan sebagai wahana untuk mengakomodasi fasilitas di atas geladak guna memproses produk migas dan sekaligus menyimpannya di dalam tanki-tanki pada lambungnya sebelum produk tersebut ditransfer ke kapal-kapal tanki pengangkut untuk didistribusikan ke pasaran. Konsep FPSO pada dasarnya diperkenalkan untuk menggantikan sistem kombinasi anjungan produksi dengan fasilitas penyimpanan terapung atau floating storage offloading (FSO). Integrasi dua fungsi yang dapat diakomodasikan dalam satu wahana tentu akan memberikan efisiensi segi teknis dan ekonomis dari beberapa aspek, baik pada tahap pembangunan maupun operasinya.
11 Secara umum, FPSO merupakan anjungan terapung dengan bentuk dasar kapal (ship shaped) dengan fungsi penyimpanan dan sistem offloading yang difungsikan bersamaan. Didesain untuk menghadap arah angin untuk meminimalisasi gerakan roll dan heave. Pada kondisi lingkungan yang tidak terlalu berbahaya, ditambat dengan spread mooring untuk menghadapi beban dari segala arah. FPSO memiliki area yang luas untuk pengaturan deck pada bagian lambung atas.
2.2.2 Konsep Pembebanan Pada Analisa Global
Analisa fracture mechanics merupakan bentuk analisa lokal dari sebuah struktur. Pembebanan yang bekerja pada analisa ini adalah pembebanan lokal yang diambil dari hasil analisa global suatu suatu struktur secara keseluruhan. Oleh karena itu dibutuhkan pemahaman yang baik mengenai pembebanan secara global bangunan lepas pantai. Pada penelitian ini, pembebanan global untuk beban lingkungan yang ditinjau adalah hanya beban gelombang (dua puncak gelombang pada kedua ujung tanker dan satu puncak gelombang pada mid-ship).
2.2.3 Beban Gelombang
Berdasarkan aturan Germanischer Lloyd, untuk perhitungan beban struktur akibat gelombang dapat menggunakan persamaan berikut:
• Vertical Wave Bending Moment:
Vertical bending moment merupakan penyebab beban akibat gelombang yang paling dominan terhadap struktur terapung. Berdasarkan GL Rules, 2005, perhitungan beban gelombang vertikal dapat digunakan persamaan sebagai berikut:
(2.1) dengan:
L panjang kapal, m
12
c0 koefisien gelombang
=10,75− 300−100 32 for 150 m ≤ L ≤ 300 m
c1 kondisi hogging atau sagging
c1H 0,19 Cb kondisi hogging
c1S -0,11 (Cb +0,7) kondisi sagging
Cb block coefficient
cL koefisien panjang
cM faktor distribusi, gambar 2.2.
Gambar 2.2. Distribution factor for cM and influence factor cv (GL Rules, 2005) • Vertical Wave Shear Force
Sebagaimana dengan vertical bending moment, vertical shear force juga merupakan penyebab utama tegangan geser pada struktur kapal. Berdasarkan GL Rules, 2005, perhitungan beban dapat digunakan persamaan sebagai berikut:
01
0.7
(2.2) dengan: L panjang kapal, m B lebar kapal, m c0 koefisien gelombang =10,75− 300−100 32 for 150 m ≤ L ≤ 300 m cL koefisien panjang Cb block coefficient
13
CQ faktor distribusi, gambar 2.3
Gambar 2.3. Faktor distribusi CQ (GL Rules, 2005)
2.2.4 Efek Deformasi
Efek deformasi ship shaped structure akibat beban gelombang yang ditinjau pada penelitian ini bisa dijelaskan dengan baik dengan mengibaratkan sebuah kapal bergerak pada gelombang regular dimana panjang gelombangnya sama dengan panjang kapal. Hal ini menyebabkan vertical bending moment. Jika hull diibaratkan sebagai beam, maka kondisi yang terjadi adalah:
1. Kondisi hogging
Deformasinya berbentuk cembung. Hull girder disupport pada midship dengan puncak gelombang. Pada kondisi ini, meskipun berat total seimbang dengan buoyancy, terdapat kelebihan buoyancy pada midship dan kelebihan berat pada bow dan stern. Situasi ini menyebabkan kecenderungan ujung kapal bergerak ke arah bawah dan pada bagian midship bergerak ke atas.
14
Gambar 2.4.Kondisi Hogging (Barrass, 1999)
2. Kondisi sagging
Deformasinya berbentuk cekung. Hull girder disupport pada stern dan bow dengan dua puncak gelombang. Terdapat kelebihan berat pada midship dan kelebihan bouyancy pada bow dan stern. Situasi ini menyebabkan kecenderungan ujung kapal bergerak ke arah atas dan pada bagian midship bergerak ke bawah.
Gambar 2.5. Kondisi Sagging (Barrass, 1999)
2.2.5 Kekuatan Kelelahan (Fatigue Strength) 2.2.5.1 Definisi
Pengertian fatigue adalah kerusakan pada struktur (khususnya sambuangan las) karena sebagai tempat konsentrasi tegangan yang terjadi akibat beban siklis dari lingkungan (gelombang, angin, arus dan lain-lain) yang bekerja secara terus menerus.
15 Analisis kekuatan fatigue diterapkan pada semua struktur yang secara dominan menerima beban siklis, untuk memastikan integritas struktur dan untuk penilaian kemungkinan kerusakan akibat fatigue sebagai dasar metode inspeksi yang efisien. Beban gelombang merupakan sumber penyebab terjadinya fatigue cracking. Akan tetapi, beban siklis lainnya juga berpengaruh pada fatigue failure dan harus diperhitungkan. Kelelahan sering terjadi pada bagian pengelasan seperti pada tubular
joints, plates,dan beams semuanya diperhitungkan secara individu.
2.2.5.2 Prosedur Perhitungan Kelelahan
Perhitungan kelelahan harus dilakukan pada setiap lokasi yang berpotensi terjadi keretakan. Perhitungan kelelahan dilakukan melalui perhitungan kerusakan dengan membandingkan ratio damage dengan cara membandingkan antara applied damage
ratio to the limit damage ratio, atau menghitung tegangan maksimum yang dijinkan. Dalam kedua kasus tersebut kekuatan kelelahan dihuitung berdasarkan kurva S-N.
Prosedur perhitungan kelelahan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu analisa
deterministic dan analisa spektral. Secara singkat prosedur perhitungan kelelahan (CSR for Double Hull Oil Tanker, 2008) adalah:
1. Perhitungan stress range 2. Pemilihan design S-N curve
16
2.2.5.3 Analisis Kelelahan dengan Metode Spectral Analysis
Untuk mengetahui umur kelelahan suatu struktur harus mengetahui cumulative
damage yang terjadi pada struktur. Pada analisis kelelahan dalam tugas akhir ini, perhitungan cumulative damage menggunakan metode Spectral analysis dengan menerapkan pendekatan yang disederhanakan (simplified approach). Karena dengan pendekatan ini perancang tidak perlu menyelesaikan analisis kelelahan dengan prosedur panjang seperti dengan analisis spektral penuh. Faulkner (1991) telah mengkaji ketelitian metode sederhana ini, dan menganggap penerapannya dalam perancangan awal cukup valid. Dalam pendekatan sederhana ini spektra lautan dan seterusnya distribusi tegangan acak yang terjadi, serta akumulasi kerusakan telah diformulasikan dalam suatu fungsi tunggal. (Almar-Naes, 1985)
Dengan menggunakan suatu metode yang sederhana, hasil pengolahan data distribusi gelombang dan respon struktur bangunan laut kurun waktu panjang diturunkan secara bersamaan dalam jumlah besar. Kemudian dari data yang terkumpul tersebut diperoleh bahwa secara umum distribusi beban ataupun respon struktur dapat dipresentasikan dengan distribusi Weibull dua parameter sebagai berikut:
(2.3)
dimana λ dan ξ masing-masing adalah parameter skala dan parameter bentuk distribusi, yang besarnya tergantung dari respon struktur terhadap beban lingkungan. Bila diambil Se sebagai tegangan ekstrem yang diharapkan akan
terjadi sekali dalam siklus respon keseluruhan sejumlah n0maka hubungan kedua
parameter tersebut adalah:
λ S!"ln% &'/ξ (2.4) − = − ξ ξ λ λ λ ξ S S S pL( ) exp 1
17 harga kerusakan yang diharapkan untuk terjadi adalah:
(2.5)
Dengan melakukan manipulasi matematis, ekspresi integral ini dapat digantikan dengan fungsi gamma Γ(x), sehingga persamaan (2.5) dapat dituliskan dalam persamaan tunggal yang lebih sederhana (Almar-Naess, 1985) dan biasa dikenal dengan persamaan kelelahan terangkai (closed form fatigue equation) yaitu:
(2.6)
Sedangkan berdasarkan CSR for Double Hull Oil Tanker (2008) persamaan (2.6) diubah menjadi:
)
* +/,-0. 12, 3 "45-.& 3 6Γ"1
8 9&
(2.7) dengan:DMi Cumulative damage (D)
αi proportion of ship life
= 0.5 untuk kondisi full load or ballast = 0.5 untuk kondisi ballast
NL jumlah siklus untuk umur rancangan yang diharapkan.( % )
Umumnya berkisar antara 0.6x108 dan 0.8 x108 siklus untuk design
life 25 tahun
f0 0.85, factor taking into account non-sailing time for operations such as loading and unloading, repairs, etc.
U umur desain, detik
ds S S S A n D m − = − ∞
∫
ξ ξ λ λ λ ξ exp 1 0 0)
/
1
(
)
(ln
0 / 0ξ
ξm
n
Se
A
n
D
m m+
Γ
=
18
m kemiringan kurva S-N didefinisikan di 2.2.5.5
K2 intersepsi sumbu log S-N curve didefinisikan di 2.2.5.5 (A)
SRi rentang tegangan dengan probabilitas kejadian 10-4, N/mm2
= Stress range / Section modulus
Dijelaskan di 2.2.5.4 ξ parameter bentuk weibull
= fweibull (1.1 – 0.35 (L-100)/300) Γ(1+m/ξ) gamma function
= 0,0076 exp(1,6x) + 1,26
Fweibull area dependent modification factor, gambar 2.6.
Gambar 2.6. fweibull distribution (CSR for Double Hull Oil Tanker, 2008)
2.2.5.4 Definisi Tegangan Nominal
Tegangan nominal adalah tegangan yang terjadi pada struktur akibat beban gelombang. Pencarian beban nominal lebih sering menggunakan bantuan perangkat lunak seperti NASTRAN, SAP dan lain-lain. Tegangan nominal juga dapat dilakukan secara manual dengan menggunakan perhitungan beam theory untuk mengasumsikan struktur kapal.
19 Perhitungan rentang tegangan yang digunakan dalam perhitungan umur kelelahan
closed form fatigue equation merupakan rentang tegangan dengan probabilitas kejadian 10-4. Berdasarkan Jurisic, 2007, untuk perhitungan rentang tegangan dapat dihitung berdasarkan teori balok sebagai berikut:
Sri = Mwv / Zv
(2.8)dengan :
Sri rentang tegangan dengan probabilitas kejadian 10-4, N/mm2
Mwv rentang tegangan dengan probabilitas kejadian 10-8, N/mm2 = (momen hogging – momen sagging) / 2
Zv section modulus, m3
= momen inersia potongan melintang kapal / jarak elemen yang ditinjau terhadap titik berat melintang.
2.2.5.5 Desain Kurva S-N
Hubungan antara Ni dan Si dapat diambil dari fatigue curve (S-N Curve). Nilai
dari Ni dapat diperoleh dari persamaan:
NSm = K2 atau
Log N = Log K2 – m Log S (2.9)
dengan:
K2 = intersepsi sumbu log
m = kemiringan kurva S-N
Nilai K2 dan m dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini. Nilai K2 dan m berbeda untuk tiap-tiap jenis tipe sambungan.
20
Tabel 2.1. Tipe Sambungan (CSR for Double Hull Oil Tanker, 2008)
Bentuk kurva S-N pada gambar 2.8. adalah untuk sambungn las. Kurva S-N merepresentasikan batas bawah dari sebaran data sebesar 95% dari semua hasil uji yang dilakukan.
Gambar 2.7. Kurva S-N untuk sambungan las (CSR for Double Hull Oil Tanker, 2008)
Elemen struktur kapal untuk bottom plate sambungan las yang sesuai adalah kelas F. Notasi m merupakan nilai dari exponent kurva S-N. Pengujian kurva S-N dilakukan pada spesimen pelat dengan ketebalan 22 mm. Nilai propertis kurva S-N untuk ketebalan pelat yang berbeda harus dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai yang sesuai. Berdasarkan Djatmiko, 2008, perhitungan pengaruh ketebalan pelat sebagai berikut:
21 (2.10)
dengan:
t0 tebal pelat kurva S-N, mm
t tebal pelat yang ditinjau, mm
m exponent kurva S-N
N prediksi waktu kerusakan akibat rentang tegangan
2.2.6 Konsep Mekanika Kepecahan 2.2.6.1 Umum
Mekanika kepecahan merupakan salah satu metode matematis yang digunakan untuk mempelajari semua perilaku material dengan menggunakan analisa struktur. Metode ini dikembangkan sebagai kompensasi ketidakcocokan konsep perencanaan dengan menggunakan konsep konvensional yang hanya didasarkan pada sifat-sifat konvensional seperti kekuatan tarik (tensile strength), batas mulur (yield stress), maupun tegangan mulur (buckling stress), dimana untuk konsep tersebut diatas hanya cocok untuk struktur yang tidak mempunyai cacat. Sedang pada kenyataannya untuk perencanaan suatu konstruksi dimana plat banyak digunakan sebagai komponen utama dalam perencanaan tersebut dapat dianggap mempunyai cacat.
Kerusakan yang terjadi pada struktur dapat mengakibatkan kegagalan pada struktur tersebut, dimana kerusakan tersebut dapat diakibatkan oleh:
1. Adanya beban overload.
2. Pengembangan dari retak selama operasi baik sehubungan adanya cacat pada material maupun kesalahan pada saat disain.
3. Pengembangan retak sehubungan pada saat extreme (yaitu temperatur dan tegangan sisa) yang tidak dihitung pada saat disain.
22
2.2.6.2 Dasar Terjadinya Retak
Penelitian terhadap mekanika kelelahan memperlihatkan bahwa semua proses fatigue atau kelelahan pada material dapat dibagi dalam beberapa tahap yaitu, 1. crack initiation (retak awal),
2. crack propagation (perambatan retak), dan
3. final fracture (proses akhir terjadinya retak) dimana ini merupakan kejadian akhir atau kritis dimana panjang retak dapat menahan unstable fracture (kepecahan yang tidak stabil).
2.2.6.2.1 Retak Awal
Cacat (defect) pada struktur dapat bertindak sebagai awal keretakan. Cacat pada struktur berdasarkan asal terbentuknya dapat dikategorikan menjadi dua kelompok (Aulia,2005)
1. Cacat yang terbentuk selama masa fabrikasi, disebabkan oleh : • Cacat lateral yang terjadi pada material (material defect)
• Cacat yang disebabkan karena proses pengerjaan material (manufacturing defect). Contohnya seperti tumpulnya peralatan-peralatan atau jeleknya peralatan-peralatan yang digunakan untuk pengerjaan material, panas yang berlebihan yang disebabkan karena pengelasan dan sebagainya.
• Pemilihan material yang salah atau proses perlakuan panas material (poor choise of material or heat treatment). Contoh pemilihan material yang salah seperti, material yang seharusnya digunakan untuk fatigue tetapi cederung digunakan untuk corrosion cracking oleh karena pemilihan perlakuan panas yang tidak diketahui. Perlakuan panas seperti carburizing pengerasan permukaan hampir selalu menyebabkan perubahan pada permukaan.
• Teknik produksi dari material yang salah (poor choise of
production technique)
23 2. Cacat yang terbentuk selama service struktur, diantaranya disebabkan
oleh:
• Kelelahan struktur, terjadi saat struktur mencapai umur kelelahannya
• Fluktuasi tegangan pada permukaan yang telah mengalami korosi
2.2.6.2.2 Perambatan Retak
Jumlah total siklus yang menyebabkan kegagalan fracture merupakan penjumlahan jumlah siklus yang menyebabkan retakan awal dan fase perambatannya (Bai, 2003). Secara umum proses perambatan retak dideskripsikan pada Gambar 2.5. Pada kurva ditunjukkan pembagian tiga daerah yaitu :
1. Region I
Dibatasi oleh nilai threshold dimana laju perambatan .retak ter adi secara asimtot menuju nol seiring dengan ΔK mendekati ΔKth. Di bawah ΔKth
retak merambat dengan laju rambat retak yang tidak dapat ditentukan dengan eksperimen.
2. Region II
Merupakan daerah dimana terjadi perambatan retak yang stabil yang dapat digambarkan dengan hubungan linear antara log d:/dN dan log ΔK.
3. Region III
Perambatan retak digambarkan dengan peningkatan yang cepat dalam laju perambatan retak menuju tak hingga seiring dengan nilai maksimum dari faktor intensitas tegangan mencapai fracture toughness dari material KIC
24
Gambar 2. 8. Kurva Perambatan Retak
Paris Law memberikan persamaan perambatan retak (Anderson, 1994):
;<
;- "Δ>&8 (2.11)
Dimana C dan m merupakan koefisien Paris dan eksponensial. C dan m ditentukan dengan eksperimen yang merupakan konstanta material. Pemakaian formula Paris berlaku baik pada Region II. Pada daerah Region I, formula Paris ini mengestimasi secara berlebihan (overestimate) kecepatan perambatan retak. Sedangkan pada Region III, formula Paris mengestimasi secara berkekurangan
(underestimate).
2.2.6.2.3 Final Fracture
Final fracture adalah proses akhir kerusakan pada struktur saat mengalami pembebanan, sehingga struktur tersebut mengalami kegagalan. Ketika terjadi penjalaran retak, penampang pada bagian tersebut akan berkurang. Sampai pada kondisi dimana penampang pada bagian tersebut tidak mampu menahan beban yang terakhir kalinya. Pada tahap ini penjalaran retak yang terjadi sangat cepat sehingga struktur akan pecah menjadi dua. Penjalaran yang cepat tersebut sering disebut fast fracture. Fast fracture terjadi apabila
25
2.2.6.3 Teori Mekanika Kepecahan
Dalam perkembangannya teori kepecahan ini dapat dikelompokkan menjadi dua (2) macam, yaitu :
1. Linier Elastic Fracture Mechanics (LEFM)
Linier Elastic Fracture Mechanics berdasarkan pada distribusi tegangan elastis disekitar ujung retak, disamping itu juga berdasarkan pada keseimbangan energi untuk perambatan retak. Konsep ini digunakan bila dengan asumsi daerah plastis diujung retak kecil bila dibandingkan dengan panjang retak.
2. Elastisc Plastic Fracture Mechanic's (EPFM)
Linear elastic analysis kurang tepat digunakan pada struktur-struktur besar yang menggunakan baja berkekuatan rendah atau sedang karena adanya zona plastis yang cukup besar di sekitar ujung retak, sehingga menyebabkan timbulnya perilaku elastis-plastis. Untuk itu dikembangkan metode elastic plastic fracture mechanics untuk menunjukkan karakteristik dari perilaku plastis material.
2.2.6.4 Analisa Retak Di Ujung Retakan
Dalam kajian mekanika kepecahan, Mode deformasi retak dapat digolongkan dalam tiga mode deformasi (Broek,1982) sebagai berikut:
a. Mode I (opening mode)
Retak yang diakibatkan oleh adanya tegangan tarik yang tegak lurus terhadap arah atau bidang penjalaran retak. Jadi dapat disimpulkan bahwa
dispacement permukaan tegak lurus bidang retak. b. Mode 2 (sliding mode)
Retakan yang diakibatkan oleh tegangan geser yang searah dengan penjalaran retak. Displacement permukaan retak adalah dalam bidang retak dan tegak lurus leasing edge dari etak
26
c. Mode 3 (tearing mode)
Retak yang diakibatkan karena tegangan geser yang bekerja pada arah melintang dan membentuk sudut dengan arah penjalaran retak.
Mode I Mode II Mode III
Gambar 2.9. Mode deformasi retak (Kim,200)
Dengan menggunakan Irwin formula, kita dapat menghitung tegangan dan
displacement yang terjadi disekitar ujung retak (Barsom and Rolfe,1987):
Mode 1 AB > √2EFGH I 2 J1 K HL%I2 HL%3I2 N AO > √2EFGH I 2 J1 HL%I2 HL%3I2 N PBO > √2EFHL% I 2 GHI2 GH3I2 AQ 0 AR S"AB AO& (2.13) Mode 2 AB K>TT √2EFGH I 2 J2 GHI2 GH3I2 N AO >TT √2EFHL% I 2 JGHI2 GHI2N PBO >TT √2EFGH I 2 J1 K HL%I2 HL%3I2 N AR S"AB AO& ABO PQ 0 (2.14) Mode 3 EBQ >TTT √2EFHL% I 2
27 POQ >TTT √2EFGH I 2 AB AO AQ 0 (2.15) dengan K
i,ii,iii = Stress Intensity Factor berturut-turut untuk Mode I, II, dan III.
σ
x = tegangan normal arah sumbu x
σ
y = tegangan normal arah sumbu y
τ
xy = tegangan geser bidang x arah sumbu y
r = jarak crack tip dengan node yang ditinjau θ = sudut antara node yang ditinjau dengan sumbu x
2.2.6.5 Stress Intensity Factor
Faktor intensitas tegangan (Stress Intensity Factor / SIF) merupakan fungsi dari panjang dan arah retak, geometri, dan distribusi beban yang diberikan. Range dari SIF diberikan oleh Bai (2003) dengan persamaan :
Δ> U A √EV (2.16)
Dengan U merupakan fungsi geometri retakan dan struktur dan σ merupakan rentang tegangan akibat pembebanan siklis.
Untuk single notch edge crack dengan tensile stress yang uniform, σ, nilai F telah ditentukan, sehingga persamaan 2.16 menjadi :
> 1,12 ∆A √EV (2.17)
2.2.6.6 Elastic Plastic Fracture Mechanics
Hampir semua struktur baja dengan low sampai medium strength digunakan dalam beberapa ukuran dan cocok untuk digunakan pada struktur yang kompleks misalnya jembatan, kapal, pressure vessel. Tidak cukup hanya factor thickness untuk mempertahankan kondisi plane-strain pada kondisi pembebanan yang perlahan (slow loading) saat temperature normal. Jadi untuk beberapa aplikasi structural, perhitungan KIc dengan linear elastic analysis tidak berlaku dengan adanya formasi large plastic zone dan perilaku elastic plastic. Perluasan utama linear elastic fracture mechanics menjadi daerah elastic plastic mengikuti:
28
1. R-Curve Analysis 2. J-Integral
3. Crack-Tip Opening Displacement
Pada penelitian ini, perhitungan berdasarkan metode EPFM yang menggunakan parameter Crack-Tip Opening Displacement (CTOD).
2.2.6.6.1 Crack-Tip Opening Displacement (CTOD)
CTOD merupakan proses pengukuran deformasi yang terjadi pada ujung retak yang lancip pada perilaku material yang inelastic. CTOD merupakan pengembangan dari COD dari proses LEFM. Dalam kasus LEFM perhitungan menggunakan COD masih bisa digunakan dengan baik, namun dalam kasus EPFM dengan adanya daerah plastis yang lebih besar metode COD kurang tepat bila diterapkan. Sehingga dikembangkan metode CTOD guna mengkoreksi hasil COD dengan adanya daerah plastis yang lebih besar. Broek (1982) merumuskan persamaan CTOD sebagai berikut :
Z
] λ\
[\
0<
^_ (2.18)
Persamaan di atas dapat dihubungkan dengan KI sehingga persamaan 2.18
menjadi,
Z
/
`0'
0] λ\
^_(2.19)
Dimana (1-v2) bisa dihapus untuk kondisi plane stress. Sedangkan harga λ bervariasi bergantung dari tipe specimen. Menurut Shi, et al. (1998) harga λ untuk
29
2.2.6.7 Umur kelelahan berdasarkan EPFM
Untuk mendapatkan umur kelelelahan (jumlah siklus) saat terjadi kegagalan dari struktur yang ditinjau, maka dilakukan integrasi persamaan Paris (Bai, 2003):
ab
<<gefc "d/&;< 3 (2.20)Persamaan tersebut hanya berlaku untuk metode LEFM, sedangkan untuk metode EPFM harus dikoreksi dengan parameter elastis plastis. Dalam penelitian ini, parameter yang digunakan adalah CTOD. Sehingga persamaan 2.20 diatas berubah menjadi:
ab
<efc "dh&;<<g (2.21)
ab
<<gefc "d/&]h^_;<0 (2.22)Dengan :
da = Pertambahan panjang retak
C = Konstanta material berdasarkan empiris ∆K = Rentang SIF
N = Jumlah cycle sampai panjang retak tertentu atau sampai patahnya konstruksi
acr = Panjang retak kritis
a0 = Panjang retak pada waktu permulaan
E = Modulus young δys = tegangan yield
2.2.7 Konsep Metode Elemen Hingga
Analisa perilaku struktur dapat dilakukan dengan eksperimental dan analisan numerik. Analisa numerik sendiri dapat berupa pemodelan matematik, pemodelan analitik dan rumus empiris. Penggunaan model matematik untuk penyelesaian masalah-masalah engineering jarang sekali mencapai hasil yang analitik, kecuali untuk kasus yang sederhana. Karena penyelesaian pada masalah-masalah teknik
30
akan menghasilkan suatu ekspresi matematik yang masih rumit dan melibatkan keadaan batas (boundary condition), sifat material dan lain sebagainya. Mengingat hal tersebut, maka penggunaan analisa numerik menjadi populer. Kendati pada analisa numerik jarang didapatkan hasil eksak, namun kesalahan pada proses penyelesaian akan berkurang, sehingga dianggap cukup akurat untuk engineering analysis. Untuk kasus-kasus yang rumit, sering dipakai numerical modeling finite
element method atau metode elemen hingga. Prinsip dasar metode elemen hingga adalah memperlakukan suatu sistem sebagai gabungan dari beberapa elemen-elemen kecil yang disebut dengan finite elemen-element. Antar elemen-elemen digabungkan melalui titik-titik yang disebut nodes atau nodal point.
Langkah pertama dalam idealisasi elemen-terhingga dari setiap struktur, meliputi pembagiannnya menjadi jumlah bagian yang tepat, atau elemen-elemen. Ukurannya sembarang, bisa semuanya berukuran sama atau semua berbeda. Pada ujung-ujung bagian dimana mereka saling dihubungkan, disebut titik-titik simpul. Perpindahan titik-titik simpul ini kemudian menjadi koordinat tergeneralisasi dari struktur. Lendutan struktur selengkapnya dapat dinyatakan berkenaan dengan koordinat tergeneralisasi ini dengan menggunakan kumpulan yang sesuai dari fungsi perpindahan yang diasumsikan.
2.2.8 Analisis Keandalan Struktur 2.2.8.1 Konsep Dasar Keandalan
Keandalan struktur adalah peluang struktur untuk memenuhi tugas yang telah ditetapkan tanpa mengalami kegagalan selama kurun waktu tertentu apabila dioperasikan dengan benar dalam lingkungan tertentu. Kegagalan bahkan dapat terjadi dalam kasus langka seperti runtuhnya struktur akibat kesalahan dalam perancangan (Rosyid, 2007).
Didalam sistem rekayasa, sesungguhnya tidak ada parameter perancangan dan kinerja operasi yang dapat diketahui secara pasti. Secara garis besar, ketidakpastian dapat dikelompokkan menjadi tiga (Rosyid, 2007) :
31 1. Ketidakpastian fisik, yaitu ketidakpastian yang berhubungan dengan keragaman fisik seperti beban, sifat material dan ukuran material. Keragaman fisik ini hanya bisa dinyatakan dalam contoh data dengan pertimbangan praktis dan ekonomis
2. Ketidakpastian statistik, berhubungan dengan data-data yang digunakan untuk membuat model secara probabilistik dari berbagai macam keragaman fisik di atas
3. Ketidakpastian model, merupakan ketidakpastian yang berhubungan dengan anggapan dari jenis struktur yang dimodelkan secara matematis dalam bentuk deterministik atau probabilistik
2.2.8.2 Indeks Keandalan
Untuk mengukur keandalan adalah dengan cara menggunakan indeks keandalan (β), yang didefinisikan sebagai perbandingan antara nilai rata-rata dan nilai simpangan baku dari margin keselamatan, S, yaitu:
i
jk\k (2.23)
Jika menggunakan nilai kritis margin keselamatan, S = 0, dan jaraknya dengan nilai rata-rata margin keamanan µS, maka indeks keandalan ini dapat diinterprestasikan sebagai jumlah kelipatan simpangan baku σS pada jarak ini. Artinya, jarak antara S = 0 dengan µS ini dapat dibagi menjadi beberapa simpangan baku. Semakin panjang, relative terhadap simpangan baku, maka semakin besar indeks keandalannya. Selanjutnya indeks keandalan berbanding terbalik dengan koefisien variasi margin keselamatan atau dapat dituliskan:
i 1 lm 1 (2.24)
Untuk menghasilkan ekspresi yang lebih umum atas indeks keandalan, dapat digunakan persamaan di bawah ini. Mengingat n1 noK np dan A1 AoK 2 qop Ao Ap Ap, maka:
i
jr'js32
Dimana Ρxy adalah koefisien korelasi diantara kapasitas dan beban. Untuk X dan Y terdistribusi normal, maka keandalan adalah:
> Φ "i& (2.26)
Dan peluang kegagalan ditentukan sebagai:
wGU 1 K Φ "i& (2.27)
2.2.8.3 Simulasi Monte Carlo
Ketika suatu sistem yang sedang dipelajari mengandung variabel atau parameter yang memiliki nilai random, atau mengandung perubah acak maka metode simulasi Monte Carlo dapat digunakan untuk memecahkan persoalan ini, suatu set nilai dari tiap-tiap variabel (satu nilai untuk setiap variabel) dari suatu sistem disimulasikan berdasarkan distribusi peluangnya, misalnya berdasarkan fungsi kerapatan peluang tiap-tiap variabel tersebut. Untuk setiap set ini, respon atau kinerja sistem dihitung berdasarkan fungsi kinerja dari sistem tersebut. Perhitungan respon atau kinerja sistem dihitung berdasarkan fungsi deterministik untuk suatu set nilai dari respon atau kinerja sistem tersebut, sehingga pada akhir simulasi akan diperoleh sekumpulan data respon atau kinerja sistem.
Sekumpulan data ini dapat dianggap sebagai sampel data, dengan analisa statistik dapat dilakukan untuk menentukan nilai rata-rata, simpangan baku, bahkan distribusi dari respon atau kinerja sistem tersebut. Unsur pokok yang diperlukan di dalam simulasi Monte Carlo adalah sebuah random number generator (RNG). Hal ini karena, secara teknis, prinsip dasar metode simultan Monte Carlo sebenarnya adalah sampling numerik dengan bantuan RNG, dimana simulasi dilakukan dengan mengambil beberapa sampel dari perubah acak berdasarkan distribusi peluang perubah acak tersebut. Ini berarti, simulasi Monte Carlo mensyaratkan bahwa distribusi peluang dari perubah acak yang terlibat di dalam sistem yang sedang dipelajari telah diketahui atau dapat diasumsikan. Sampel yang telah diambil tersebut dipakai sebagai masukan ke dalam persamaan fungsi
33 kinerja FK(x), dan harga FK(x) kemudian dihitung. Untuk suatu fungsi kinerja tertentu, misalnya setiap kali FK(x) < 0 maka sistem/komponen yang ditinjau dianggap gagal. Jika jumlah sampel tersebut adalah N (atau replikasi sejumlah N) maka dapat dicatat kejadian FK(x) < 0 sejumlah n kali. Dengan demikian, peluang kegagalan (Pg) sistem/komponen yang sedang ditinjau adalah rasio antara jumlah kejadian gagal dengan sampel atau replikasi, Pg = n/N. Diagram alir pengerjaan simulasi Monte carlo dapat dilihat pada gambar 2.10
Persoalan utama di dalam simulasi Monte Carlo adalah bagaimana mentranformasikan angka acak yang dikeluarkan oleh random number generator (RNG) menjadi besaran fisis yang sesuai dengan fungsi kerapatan peluang (fkp)-nya. Ini disebabkan karena angka acak yang dikeluarkan oleh RNG memiliki fkp
uniform, sedangkan perubah dasar dalam FK(x) seringkali tidak demikian (misal terdistribusi secara normal, lognormal, dan sebagainya). RNG biasanya ada dalam CPU komputer sebagai built-in computer program dalam bagian ROM-nya. RNG yang disediakan ini hampir selalu berbentuk linear congruential generator yang mengeluarkan suatu deretan bilangan cacah (integer) I1, I2, I3.
Tranformasi bilangan acak menjadi nilai perubah acak juga dapat dilakukan secara numerik dengan prosedur intuitif berikut:
1. Untuk XP dengan fungsi kerapatan peluang yang diketahui fkp, bagilah rentang
XP menjadi I interval yang sama sepanjang dx.
2. Hitung luas tiap pias (ini akan menghasilkan peluang XP memiliki harga dalam interval i, yaitu sebesar Pi) dengan mengalikan interval dx dengan tinggi fkp pada Xi. Untuk setiap aP, yang keluar dari RNG maka aP diperbandingkan dengan batas interval yang sesuai. Apabila Pi < aP <Pi+1 maka aP “dipahami” (ditransformasikan) sebagai Xi.
34
35 Disamping itu, transformasi dari bilangan acak ke nilai perubah acak dapat dilakukan secara analitik berdasarkan fungsi distribusi kumulatif perubah acak tersebut. Oleh karena fungsi distribusi kumulatif (fdk) dari suatu perubah acak X merupakan fungsi kontinyu dan monotonik dari X maka nilai Fx(x) dapat dipakai sebagai alat transformasi dari nilai bilangan acak u menjadi nilai perubah acak x, sebagaimana digambarkan pada gambar 2.9.
Gambar 2.11. Hubungan Bilangan Acak yang Mengikuti Distribusi Uniform dengan Perubah Acak X yang Memiliki Fungsi Distribusi Kumulatif Fx(x).
Sebagaimana ditunjukkan pada gambar di atas, oleh karena u = g(x) = Fx(x)
merupakan fungsi yang tidak memiliki elemen yang menurun (non-decreasing
function) maka untuk sembarang nilai u diantara 0 dan 1, fungsi invers x = ξ(u) dapat didefinisikan sebagai nilai x terkecil yang memenuhi persamaan Fx(x) ≥ u
(berdasarkan definisi kuantil dalam fungsi distribusi kumulatif). Sehingga dapat didefinisikan bahwa nilai bilangan acak diambil sebagai nilai dari kuantil, u = Fx(x), sedemikian sehingga nilai perubah acak dapat ditentukan (setelah fungsi
36
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Tugas akhir ini berupa penelitian umur kelelahan Bottom Plate FPSO. Adapun metodologi dari langkah-langkah untuk pengerjaan dan penyelesaian tugas akhir ini dijelaskan dalam diagram alir sebagai berikut:
Cek umur kelelahan
Perhitungan umur kelelahan dengan metode spectral
analysis Y N Y N 1.Studi literatur 2.Pengumpulan data
Tanker dan data lingkungan
Pemodelan Tanker menggunakan software Posseidon Mulai Data gambar: • Midship Section • Bulkhead and Transversal Section Cek model OK?
Output: shear force, bending moment , umur kelelahan
A
Pemodelan bottom plate yang paling kritis Pembebanan dan running beban