• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIRVAMENA BOER 1*) ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DIRVAMENA BOER 1*) ABSTRACT"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN: 2087-7706

ANALISIS VARIABILITAS GENETIK DAN KOEFISIEN LINTAS BERBAGAI

KARAKTER AGRONOMI DAN FISIOLOGI TERHADAP HASIL BIJI

DARI KERAGAMAN GENETIK 54 ASESI JAGUNG

ASAL INDONESIA TIMUR

Genetic Variability and Path Coefficient Analysis for Some Agronomic

and Physiology Characters of Seed Yield on Genetic Diversity of

54 Accessions of Maize from East Indonesia

DIRVAMENA BOER1*)

1) Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari.

ABSTRACT

The experiment was conducted to evaluate genetic variability, heritability, genetic gain, genetic and phenotypic correlation using path-coefficient analysis for some agronomic and physiology characters of 54 accessions of maize from East Indonesia. The experiment was arranged in a randomized completely block design with tree replications using 54 accesions. Characters observed were plant high/TTM, number of leaves/JDT, number of leaves above ear/JDA, Length of branches part of tassel/PTM, length of peduncle/PMA, length of ear/PTO, diameter of ear/DTO, number of kernel rows per ear/JBT, flowering time of male flower/UBJ, flowering time of female flower/UBB, maturity time/UMT, seed size/UBJ, leaf area index/ILD, and seed yield/BBJ. The result of the experiment indicated that genetic variability, broadsense heritability and genetic gain for all agronomic and phisiology characters were high. Maize seed yield improvement can be effectively done by selecting for number of leaves, maturity time and seed size.

Keywords: Genetic variability, heritability, correlation, path-coefficient analysis

6

PENDAHULUAN

Keberhasilan suatu program pemuliaan sangat ditentukan oleh seberapa besar variabilitas genetik yang terdapat dalam sumberdaya genetik yang digunakan. Namun demikian keberhasilan suatu program pemulian dalam mendapatkan tanaman dengan idiotipe yang diidamankan seringkali berpeluang kecil, sejalan dengan makin banyak kriteria yang diharapkan.

Seleksi secara simultan dilakukan untuk mengabungkan beberapa karakter yang baik ke dalam suatu genotipe baru dalam mendapatkan idiotipe yang diidamkan seringkali tidak efektif karena tidak tersedianya informasi yang komprehensif tentang karakter-karakter agronomi dan

*)Alamat korespondensi. HP: 081385065359

E-mail: dirvamenaboer@yahoo.com

morfologi terutama karakter kuantitatif yang peranannya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Penelitian ini bertujuan untuk menda-patkan informasi mengenai variabilitas gene-tik, ragam genegene-tik, heritabilitas dan kemajuan seleksi, serta untuk mengkarakteristik karakter agronomi dan fisiologi sebagai kriteria seleksi berdasarkan analisis korelasi dan analisis lintasan untuk mendapatkan produksi bobot hasil biji yang tinggi bagi 54 asesi jagung asal Kawasan Timur Indonesia.

BAHAN DAN METODE

Koleksi Keragaman Genetik. Dalam pe-nelitian ini digunakan 54 asesi jagung yang sebagian besar berasal dari Indonesia Bagian Timur (Tabel 1). Keseluruhan asesi tersebut merupakan bagian dari koleksi sumberdaya

(2)

genetik jagung yang ditanam di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Unhalu, Kendari.

Tabel 1. Kode dan asal tempat koleksi dari 54 asesi jagung yang digunakan

No. Kode Aksesi Asal Aksesi No. Kode Aksesi Asal Aksesi No. Kode Aksesi Asal Aksesi 1 BA-1-2-062 Bali 19 NB-1-4-007 Nusa Tenggara Barat 37 ST-1-5-024 Sulawesi Tenggara 2 BA-1-2-072 Bali 20 NB-4-6-017 Nusa Tenggara Barat 38 ST-2-1-016 Sulawesi Tenggara 3 BA-1-2-074 Bali 21 NB-4-6-045 Nusa Tenggara Barat 39 ST-2-4-096 Sulawesi Tenggara 4 BA-1-2-076 Bali 22 NT-1-2-039 Nusa Tenggara Timur 40 ST-2-8-098 Sulawesi Tenggara 5 BA-2-2-021 Bali 23 NT-1-4-055 Nusa Tenggara Timur 41 ST-2-8-101 Sulawesi Tenggara 6 IJ-1-4-066 Irian Jaya 24 SE-1-2-033 Sulawesi Tengah 42 ST-3-5-043 Sulawesi Tenggara 7 IJ-1-7-057 Irian Jaya 25 SE-1-4-042 Sulawesi Tengah 43 SU-1-2-005 Sulawesi Utara 8 IJ-2-2-056 Irian Jaya 26 SE-2-2-086 Sulawesi Tengah 44 SU-1-2-008 Sulawesi Utara 9 IJ-4-6-047 Irian Jaya 27 SE-3-5-030 Sulawesi Tengah 45 SU-1-2-067 Sulawesi Utara 10 JB-1-2-100 Jawa Barat 28 SS-3-5-013 Sulawesi Selatan 46 SU-1-2-091 Sulawesi Utara 11 JB-2-2-099 Jawa Barat 29 ST-1-2-073 Sulawesi Tenggara 47 SU-1-2-092 Sulawesi Utara 12 JT-1-2-106 Jawa Timur 30 ST-1-2-075 Sulawesi Tenggara 48 SU-1-4-105 Sulawesi Utara 13 MA-1-3-034 Maluku 31 ST-1-3-022 Sulawesi Tenggara 49 SU-1-7-095 Sulawesi Utara 14 MA-1-4-054 Maluku 32 ST-1-4-004 Sulawesi Tenggara 50 SU-2-2-001 Sulawesi Utara 15 NB-1-1-036 Nusa Tenggara Barat 33 ST-1-4-041 Sulawesi Tenggara 51 SU-2-2-051 Sulawesi Utara 16 NB-1-2-006 Nusa Tenggara Barat 34 ST-1-4-053 Sulawesi Tenggara 52 SU-3-5-009 Sulawesi Utara 17 NB-1-2-049 Nusa Tenggara Barat 35 ST-1-4-077 Sulawesi Tenggara 53 SU-3-5-093 Sulawesi Utara 18 NB-1-2-078 Nusa Tenggara Barat 36 ST-1-5-023 Sulawesi Tenggara 54 TH-5-2-108 Thailand

Keterangan: Kode asesi misal BA-1-2-062 (digit 1-2 untuk kode asal propinsi yaitu tempat asesi dikoleksi; digit 4 untuk tipe biji (dimana angka: 1 = gigi kuda atau dent corn, 2 = mutiara atau flint corn, 3 = berlilin atau waxy corn, 4 = bertepung atau foury corn, 5 = manis atau sweet corn, dan 6 = berondong atau pop corn); digit 6 untuk tipe warna biji (dimana angka: 1 = kuning terang, 2 = kuning, 3 = kuning tua, 4 = putih transparan, 5 = putih suram, 6 = putih susu, 7 = merah, 8 = ungu); digit 8-10 untuk nomor entri asesi)

Karakter yang diamati. Pengamatan dilakukan terhadap beberapa karakter agronomi dan fisiologi jagung yaitu tinggi tanaman matang, jumlah daun per tanaman, jumlah daun diatas tongkol paling atas, panjang malai, panjang tangkai malai , jumlah cabang malai, panjang tongkol, diameter

tongkol, jumlah baris per tongkol, umur berbunga jantan, umur berbunga betina, umur matang, ukuran biji, indek luas daun, dan bobot hasil biji per tanaman, adapun prosedur pengamatan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakter agronomi dan fisiologi serta prosedur pengamatannya No Jenis Karakter Kode Prosedur Pengamatan

1. Tinggi tanaman matang *) TTM Saat tanaman matang, diukur tinggi dari permukaan tanah sampai ujung malai (cm)

2. Jumlah daun per tanaman *) JDT Saat tanaman matang, dihitung jumlah semua daun pada tanaman (helai)

3. Jumlah daun diatas tongkol paling atas **)

JDA Saat tanaman matang, dihitung hanya jumlah daun yang berada diatas tongkol (helai)

4. Panjang malai *) PMA Diukur dari titik tertancapnya cabang malai terendah sampai ujung malai (cm)

5. Panjang tangkai malai *) PTM Diukur dari buku teratas sampai cabang malai terendah (cm)

6. Jumlah cabang malai *) JCM Dihitung semua cabang primer, sekunder, dan tersier pada malai yang sama (helai)

7. Panjang tongkol *) PTO Setelah tanaman dipanen dan tongkol sudah dikupas diukur dari pangkal sampai

ujung tongkol (cm)

8. Diameter tongkol *) DTO Diukur setelah tongkol dikupas, kemudian diukur diameternya (cm)

9. Jumlah baris per tongkol *) JBT Setelah jagung di panen (baris)

10. Umur berbunga jantan **) UBJ Jumlah hari dari waktu tanam sampai waktu 50% dari jumlah tanaman dalam petak

telah terlihat awal tangkai malai terakhir (hari)

11. Umur berbunga betina **) UBB Jumlah hari dari waktu tanam sampai waktu 50% dari jumlah tanaman dalam petak

telah berambut tongkol (hari)

12. Umur matang **) UMT Jumlah hari dari waktu tanam sampai pada waktu 95% dari tongkol yang ada mulai

kering kelobotnya (hari)

13. Ukuran biji **) UBI Setelah jagung dipanen, yaitu bobot 300 butir biji jagung (gram)

14. Indek luas daun *) ILD Dihitung berdasarkan panjang dan lebar daun ke-7 dan ke-8 (PDA dan LDA)

mengunakan persamaan 1 8 9.39 0.75 10 n i PDA LDA n LAI     N    

15. Berat biji**) BBJ Setelah jagung dipanen, Dihitung berat biji per tanaman (gram)

Keterangan: *) pengamatan berdasarkan 15 tanaman contoh kompetitif dan **) pengamatan berdasarkan populasi tanaman dari masing-masing asesi yang terdapat di dalam petak.

(3)

Rancangan Penelitian. Rancangan perco-baan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan dan 54 asesi jagung sebagai perlakuan.

Analisis Data. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis ragam serta uji asumsinya (uji keaditifan, normalitas, dan kebebasan galat). Model linier aditif Rancangan Acak Kelompok yang digunakan dalam menganalisis karakter yang diamati adalah:

ij j i ij

Y

 

   

 

dimana: i = 1, 2, 3, ---, 54; j = 1, 2, 3 ij

Y

= Nilai pengamatan suatu karakter pada asesi ke-i dan ulangan ke-j

= Nilaitengah umum j

= Pengaruh aditif ulangan ke-j

i

= Pengaruh aditif asesi ke-i ij

= Galat sisa

Berdasarkan model linier tersebut dapat disusun daftar sidik ragam peragam serta nilai harapan kuadrat tengahnya (Tabel 3) yang digunakan untuk pendugaan parameter genetik.

Tabel 3. Sidik ragam-peragam serta nilai harapan kuadrat tengah dan nilai harapan kuadrat tengah hasil kali E(KTHK) pasangan karakter ke-i dengan karakter ke-j

Sumber

Keragaman Derajat Bebas KT Kuadrat Tengah E(KT) KTHK Kuadrat Tengah Hasil Kali E(KTHK)

Blok n1 M3 2 2 e

g

b

M3(ij) ( ) ( ) e ij b ij

kov

g kov

Asesi g1 M2 2 2 e

n

g

M2(ij) ( ) ( ) e ij g ij

kov

n kov

Galat (n1)(g1) M1 2 e

M1(ij) ( ) e ij

kov

Total ng1

Adapun persamaan yang digunakan dalam pendugaan ragam genetik, ragam lingkungan dan ragam fenotip berdasarkan tabel sidik ragam-peragam diatas, yaitu:

2 2 2 1 G g

M

M

n

2 1 2 e M E n n

2 2 2 2 2 e P G E g n

Sehingga nilai heritabilitas dalam arti luas (broad sense heritability) dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut:

2 2 2 2 2 2 e g G bs P g n

h

Adapun kriteria nilai heritabilitas menurut Stansfield (1988), yaitu tinggi jika 2

0.5

h  ,

sedang jika 2

0.2h 0.5, dan rendah jika

2

0.2

h  .

Variabilitas genetik suatu karakter ditentukan dengan cara membandingkan nilai ragam genetik dengan nilai simpangan baku ragam genetik, yang dihitung menurut cara Anderson dan Bancroft (1952) sebagai berikut:

 

 

2 2 2 2 1 2 2 2 2 G asesi galat M M n db db

         

Menurut Pinaria et al. (1995) suatu karakter tergolong mempunyai variabilitas genetik yang luas jika ragam genetik lebih besar dari dua kali simpangan baku ragam genetiknya

2

2

(

2

)

G

G

dan tergolong sempit jika ragam genetik lebih kecil atau sama dengan dua kali simpangan baku ragam genetiknya

2 2

(

2

)

G G

.

Untuk memprediksi kemajuan genetik yang terjadi dalam setiap siklus seleksi, digunakan persamaan berikut : 2 P

G

k

h

 

dimana:

G

= Kemajuan seleksi

k

= Intensitas seleksi (digunakan 20%)

P

= Simpangan baku fenotip

2

h = Nilai heritabilitas

Adapun kriteria kemajuan genetik suatu karakter menurut Begum dan Sobhan (1991), yaitu tinggi apabila

 

G

0.14

, sedang apabila

(4)

berkisar antara

0.07

  

G

0.14

, dan rendah apabila

 

G

0.07

.

Koefisien korelasi antara karakter ke-i dan karakter ke-j (rij) dihitung menggunakan

persamaan sebagai berikut:

 

 

( ) ( ) 2 2 ( ) ( ) ( ) ( ) 2 2 ( ) ( ) P ij P ij P i P j G ij G ij G i G j

kov

r

kov

r

 

dimana kovP ij( ) dan kovG ij( ) merupakan

peragam fenotipik dan genotipik antara karakter ke-i dengan karakter ke-j, sedangkan

( )

P i

,

P j( ),

G i( ) dan

G j( ) merupakan ragam fenotipik dan genotipik karakter ke-i dan karakter ke-j. Uji signifikansi koefisien korelasi fenotipik dan genotipik antara dua karakter tersebut digunakan statistik uji berikut: 2

2

1

r n

t

r

Hasil perhitungan statistik uji tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai t pada tabel dengan (n–2) derajat bebas. Koefisien korelasi dinyatakan berbeda nyata pada taraf α apabila nilai absolut dari t hitung lebih besar dari t tabelnya.

Untuk mengetahui bentuk hubungan pengaruh langsung maupun tidak langsung dari karakter komponen produksi terhadap karakter produksi tanaman jagung maka digunakan analisis lintas (path analysis) menurut Singh dan Caudhary (1979). Koefisien lintas (Ci) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

1 1 11 12 13 1 1 2 22 23 2 2 3 33 3 3 1 p y p y p y p pp py X Y C r r r r r C r r r r C r r r C r r C R R                                                    dimana:

C = Vektor koefisien lintasan

1

X

R = Invers matriks koefisien korelasi antar

peubah bebas

Y

R

= Vektor koefisien korelasi antara peubah bebas dengan peubah tidak bebas

dan penentukan pengaruh galat (Cs) dapat dihitung sebagai berikut:

1

1

p s i iy i

C

C r

Seluruh analisis data dilakukan menggunakan bantuan paket program SAS (Statistical Analysis System) yaitu dengan proc glm dan proc iml, sebagai berikut:

/*---Analisis Koefisien Lintasan---*/ /* Listing program SAS (beberapa baris */ /* program sengaja tdk ditampilkan) */ /* Oleh: Dirvamena Boer */ /*---Agroteknologi Unhalu---*/ *---Import data dari EXCEL---; PROC IMPORT OUT= WORK.PATH54

DATAFILE= "E:\DBOER2011\ZEA.xls" DBMS=EXCEL2000 REPLACE;

GETNAMES=YES; SHEET=ZPATH54; RUN;

*---Analisis peragam---; proc glm data=PATH54 outstat=STAT;

class blok Gen;

model TTM JDT JDA PMA PTM JCM PTO DTO JBT UBJ UBB UMT UBI LAI BBBBJ=blok gen / ss3;

manova h=BLOK GEN; run;

proc iml; reset noprint; use STAT;

read all var {TTM JDT JDA PMA PTM JCM PTO DTO JBT UBJ UBB UMT UBI LAI BBBBJ} into SSCP;

use mPATH54;

read all var {TTM JDT JDA PMA PTM JCM PTO DTO JBT UBJ UBB UMT UBI LAI BBJ} into mean54;

*---Jumlah Kuadrat Hasil Kali---; SSCPE=SSCP[1:15,1:15];

SSCPB=SSCP[16:30,1:15]; SSCPG=SSCP[31:45,1:15];

*---Derajat Bebas dan Nama Peubah---; n=3; g=54; dbB=2; dbG=53; dbE=106;

vnames1={TTM JDT JDA PMA PTM JCM PTO DTO JBT UBJ UBB UMT UBI LAI};

vnames2={TTM JDT JDA PMA PTM JCM PTO DTO JBT UBJ UBB UMT UBI LAI BBJ};

Karakter2=vnames2`;

*---Kuadrat Tengah Hasil Kali---; M3=(SSCPB)/dbB; M2=(SSCPG)/dbG; M1=(SSCPE)/dbE; M3i=vecdiag(M3); M2i=vecdiag(M2); M1i=vecdiag(M1); *---Variabilitas dan Heritabilitas---; sb2i=(M3i-M1i)/g; sg2i=(M2i-M1i)/n; se2i=M1i; KKG=sg2i/mean54;

ssg2i=sqrt(2/n##2*(((M2i##2)/(dbG+2))+((M1i## 2)/(dbE+2))));

(5)

sf2i=sg2i+(se2i/n); H=sg2i/sf2i;

RS=1.40#sqrt(sf2i)#H;

*---Ragam peragam genetik dan fenotip---; scg2=(M2-M1)/n; scf2=scg2+(M1/n);

*---Korelasi genotipik dan fenotipik---; sg2=vecdiag(scg2); sf2=vecdiag(scf2); penyg=sqrt(sg2*sg2`); penyf=sqrt(sf2*sf2`); rg=scg2/penyg; rf=scf2/penyf; *---Koefisien lintasan---; RXg=RG[1:14,1:14]; RYg=RG[1:14,15:15]; Cg=inv(RXg)*RYg; LTg = diag(Cg) * RXg; C_LTg=LTg`; Csg = sqrt(1 - (Cg` * RYg)); TOTG=C_LTg[,+]; hasilg=C_LTg||TOTG; RXf=RF[1:14,1:14]; RYf=RF[1:14,15:15]; Cf=inv(RXf)*RYf; LTf =diag(Cf) * RXf; C_LTf=LTf`; Csf = sqrt(1 - (Cf` * RYf)); TOTF=C_LTf[,+]; hasilf=C_LTf||TOTF;

*---Prosedur print hasil analisis---; print "Tabel 4", Karakter2 M3i M2i M1i sb2i sg2i se2i;

print "Tabel 5", Karakter2 KKG sg2i ssg2i dua_ssg2i;

print "Tabel 6", Karakter2 sg2i sf2i H RS; print "Tabel 7 Koefisien Korelasi Genotipik dan fenotipik", rg[rowname=vnames2

format=8.3] rf[rowname=vnames2 format=8.3];

print "Tabel 8 Koefisien Lintasan, Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung",

hasilg[rowname=vnames1 format=8.3] hasilf[rowname=vnames1 format=8.3]; print "Pengaruh Sisa", Csg[format=8.3] Csf[format=8.3];

quit;

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Ragam. Sidik ragam menunjukan bahwa sumber keragaman asesi berpengaruh nyata terhadap semua karakter yang diamati (Tabel 4). Hal ini memberi gambaran bahwa asesi jagung yang diteliti memiliki keragaman untuk sifat-sifat yang bersangkutan, dengan demikian seleksi dapat diterapkan dalam meningkatan nilai genetik dari karakter-karakter tersebut.

Dalam pendugaan komponen ragam, nilai keragaman yang timbul akibat adanya pengelompokan berfungsi sebagai lokal kontrol dalam memperkecil galat percobaan (KTG), atau memperkecil nilai keragaman yang terjadi akibat adanya kesalahan percobaan, sehingga ragam akibat perbedaan asesi menjadi tidak bersias.

Tabel 4. Sidik ragam, nilaitengah, dan pendugaan komponen ragam karakter agronomi dan fisiologi 54 asesi jagung asal Kawasan Timur Indonesia

Karakter Kode Rataan Kuadrat Tengah 2

b

2 g

2 e

Blok Asesi Galat

Tinggi tanaman matang TTM 231.887 2372.195 2938.385** 473.611 35.159 821.591 473.611 Jumlah daun total JDT 12.379 6.494 6.052** 0.844 0.105 1.736 0.844 Jumlah daun diatas tongkol JDA 5.152 1.314 1.063** 0.135 0.022 0.309 0.135 Panjang malai PMA 37.055 3.307 22.940** 2.998 0.006 6.647 2.998 Panjang tangkai malai PTM 22.084 31.887 7.796** 2.482 0.545 1.771 2.482 Jumlah cabang malai JCM 17.401 39.003 22.358** 4.543 0.638 5.938 4.543 Panjang tongkol PTO 15.520 3.247 14.416** 1.008 0.041 4.469 1.008 Diameter tongkol DTO 4.184 0.064 0.525** 0.030 0.001 0.165 0.030 Jumlah baris dalam tongkol JBT 13.035 1.483 4.979** 0.354 0.021 1.542 0.354 Umur berbunga jantan UBJ 44.704 360.241 41.392** 5.694 6.566 11.899 5.694 Umur berbunga betina UBB 48.278 400.241 28.173** 4.178 7.334 7.998 4.178 Umur matang UMT 83.321 212.617 99.911** 5.686 3.832 31.408 5.686 Bobot 300 biji UBI 81.047 106.034 448.036** 38.291 1.254 136.581 38.291 Indek luas daun ILD 2.245 0.549 0.362** 0.058 0.009 0.102 0.058 Bobot hasil biji BBJ 83.202 1215.799 2013.201** 188.846 19.018 608.118 188.846 Keterangan: ** = secara statistik berbeda sangat nyata pada taraf α=5%; 2

b

, 2 g  , 2 e

berturut-turut adalah keragaman karena adanya perbedaan blok, keragaman karena adanya perbedaan asesi, keragaman karena adanya kesalahan percobaan.

Uji lanjut menggunakan DMRT untuk mengetahui perbedaan sifat diantara masing-masing asesi (tabel hasil perhitungan tidak disajikan dalam tulisan ini), menunjukkan bahwa bobot hasil biji yang dicapai oleh 54 asesi jagung mempunyai variasi antara 35.49

gram hingga 135.53 gram. Tingkat tertinggi dicapai oleh asesi SU-1-2-008 dari Sulawesi Utara (135.53 gram) dan terendah oleh asesi NB-4-6-045 dari Nusa Tenggara Barat (35.49 gram). Bobot hasil biji tertinggi dari asesi SU-1-2-008 tidak berbeda nyata dengan daya

(6)

hasil dari asesi SU-1-2-091, NB-1-2-006, SU-2-2-051, JB-2-2-099, ST-1-2-075, SE-1-2-033, NT-1-2-039, dan SE-2-2-086. Asesi dengan bobot hasil biji tinggi seperti 1-2-008, SU-1-2-091, NB-1-2-006, SU-2-2-051, JB-2-2-099, mempunyai diameter tongkol besar, tertinggi 4.86 cm dan secara statistik tidak berbeda nyata, dan secara umum memiliki panjang tongkol panjang pula. Informasi lebih lanjut karakteristik karakter-karakter lainnya hanya ditampilakan berupa nilaitengah (Tabel 4).

Koefisien Keragaman Genetik dan Variabilitas Genetik. Dalam pemuliaan tanaman, keragaman merupakan sumberdaya genetik yang sangat berharga, karena senantiasa menyajikan material baru untuk perbaikan varietas, terutama dalam memperoleh genotipe yang dikehendaki (Allard, 1966), dengan demikian semakin tinggi keragaman genetik semakin tinggi pula peluang untuk mendapatkan sumber gen bagi karakter yang akan diperbaiki.

Hasil analisis terhadap parameter koefisien keragaman genetik memperlihatkan bahwa nilai KKG berkisar 4.5 sampai 731.7%. Nilai KKG tertinggi sebesar 731.7% terdapat pada karakter bobot hasil biji dan nilai terendah sebesar 4.5% terdapat pada karakter indek luas daun. Secara umum nilai KKG kurang dari 15% hal ini disebabkan karena sebelumnya

telah dilakukan kegiatan prapemurnian sebanyak 2 kali. Tingginya nilai KKG untuk beberapa karakter seperti bobot hasil biji, ukuran biji, dan tinggi tanaman lebih disebabkan karena merupakan karakter yang bersifat poligenik, dimana responnya sangat dipengaruhi oleh interaksi terhadap lingkungan.

Sedangkan nilai variabilitas genetik berdasarkan kalasifikasi Pinaria et al. (1995) menunjukan bahwa koleksi 54 asesi yang diteliti memiliki nilai variabilitas yang luas. Variabililitas genetik luas mengindikasikan bahwa populasi terdiri dari individu-individu dengan genotipik yang berbeda atau memiliki perbedaan yang tinggi dalam komposisi gen. Variabilitas genetik yang luas ini disebabkan karena asesi dikoleksi dari berbagai lokasi yang berbeda secara agroklimat.

Hasil ini juga didukung oleh percobaan sebelumnya yang mengatakan bahwa keragaman genetik dari 98 asesi hasil eksplorasi jagung di Kawasan Timur Indonesia memiliki 80% keragaman secara morfologi dan fisiologi menggunakan analisa komponen utama dan analisis kluster (Boer, 1997). Dengan demikian penerapan seleksi untuk semua karakter yang diamati pada koleksi ini dapat terjadi secara efektif.

Tabel 5. Koefisien keragaman genetik (KKG), ragam genetik ( 2

G

) dan simpangan baku ragam genetik ( 2

G

), dari karakter agronomi dan fisiologi 54 asesi jagung asal Kawasan Timur Indonesia

Karakter Kode KKG 2 Variabilitas Genetik

G

2 G

2

2 G

Kriteria

Tinggi tanaman matang TTM 3.543 821.591 188.008 376.015 Luas

Jumlah daun total JDT 0.140 1.736 0.387 0.773 Luas

Jumlah daun diatas tongkol JDA 0.060 0.309 0.068 0.136 Luas

Panjang malai PMA 0.179 6.647 1.464 2.929 Luas

Panjang tangkai malai PTM 0.080 1.771 0.508 1.016 Luas

Jumlah cabang malai JCM 0.341 5.938 1.436 2.872 Luas

Panjang tongkol PTO 0.288 4.469 0.917 1.835 Luas

Diameter tongkol DTO 0.039 0.165 0.033 0.067 Luas

Jumlah baris dalam tongkol JBT 0.118 1.542 0.317 0.634 Luas Umur berbunga jantan UBJ 0.266 11.899 2.644 5.287 Luas Umur berbunga betina UBB 0.166 7.998 1.801 3.602 Luas

Umur matang UMT 0.377 31.408 6.356 12.712 Luas

Bobot 300 biji UBI 1.685 136.581 28.532 57.064 Luas

Indek luas daun ILD 0.045 0.102 0.023 0.046 Luas

(7)

Ragam Genetik dan Fenotipe, Nilai Heritabilitas serta Kemajuan Seleksi. Pendugaan nilai ragam genetik dan fenotip dilakukan untuk menentukan besarnya nilai heritabilitas dalam arti luas. Pendugaan nilai heritabilitas perlu diketahui untuk menduga kemajuan seleksi apakah karakter tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan.

Tabel 6 memperlihatkan nilai dugaan heritabilitas dalam arti luas dan nilai harapan dari kemajuan seleksi secara teoritis bila dilakukan seleksi terhadap populasi dengan intensitas seleksi sebesar 20% (11 asesi terpilih). Nilai heritabilitas yang diperoleh untuk semua karakter yang diamati menurut kalasifikasi Stansfield (1988) termasuk tinggi, demikian juga halnya dengan nilai kemajuan seleksi termasuk dalam kriteria tinggi. Secara

teoritis nilai kemajuan seleksi berbanding lurus dengan nilai heritabilitas, keragaman fenotipe dan intensitas seleksi, dengan demikikian penerapan seleksi untuk kesemua karakter yang diamati akan efisien dan efektif dalam meningkatkan kemajuan seleksi. Kemajuan seleksi juga dapat ditingkatkan dengan memperkecil intensitas seleksi, namun pada tanaman jagung (tanaman menyerbuk silang) dapat berpotensi terjadi inbreeding.

Nilai kemajuan seleksi yang diperoleh termasuk cukup tinggi 5-15% untuk setiap siklusnya. Hasil ini lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh Wright (1962; 1976) yang menyatakan bahwa seleksi yang dilakukan dengan tepat dapat memberikan peningkatan hasil (genetic gain) sebesar 3-10% untuk setiap generasinya.

Tabel 6. Ragam genetik dan fenotipe, serta nilai heritabilitas (h2) dan Kemajuan Seleksi (

G

) karakter agronomi dan fisiologi 54 asesi jagung asal Kawasan Timur Indonesia.

Karakter Kode 2

G

2

P

Heritabilitas Kemajuan Seleksi H Kriteria

G

Kriteria

Tinggi tanaman matang TTM 821.591 979.462 0.839 Tinggi 36.753 Tinggi Jumlah daun total JDT 1.736 2.017 0.861 Tinggi 1.711 Tinggi Jumlah daun diatas tongkol JDA 0.309 0.354 0.873 Tinggi 0.727 Tinggi Panjang malai PMA 6.647 7.647 0.869 Tinggi 3.365 Tinggi Panjang tangkai malai PTM 1.771 2.599 0.682 Tinggi 1.538 Tinggi Jumlah cabang malai JCM 5.938 7.453 0.797 Tinggi 3.045 Tinggi Panjang tongkol PTO 4.469 4.805 0.930 Tinggi 2.854 Tinggi Diameter tongkol DTO 0.165 0.175 0.943 Tinggi 0.553 Tinggi Jumlah baris dalam tongkol JBT 1.542 1.660 0.929 Tinggi 1.675 Tinggi Umur berbunga jantan UBJ 11.899 13.797 0.862 Tinggi 4.485 Tinggi Umur berbunga betina UBB 7.998 9.391 0.852 Tinggi 3.654 Tinggi Umur matang UMT 31.408 33.304 0.943 Tinggi 7.619 Tinggi Bobot 300 biji UBI 136.581 149.345 0.915 Tinggi 15.647 Tinggi Indek luas daun ILD 0.102 0.121 0.840 Tinggi 0.409 Tinggi Bobot hasil biji BBJ 608.118 671.067 0.906 Tinggi 32.865 Tinggi Keterangan: Tekanan seleksi yang digunakan 20% sehingga intensitas seleksi k= 1.40

Korelasi Genotipik dan Fenotipik. Pada tanaman jagung, karakter bobot hasil biji merupakan salah satu karakter yang menentukan tingginya produktifitas hasil per hektar. Pewarisan karakter tersebut merupakan sesuatu yang kompleks dan dapat melibatkan sejumlah karakter lain, oleh karena itu, seleksi yang ditujukan untuk perbaikan produksi hasil perlu mempertimbangkan karakter-karakter lain.

Analisis korelasi antara karakter kuantitatif dengan karakter bobot hasil biji menunjukkan adanya korelasi genotipik dan fenotipik sangat nyata dan nyata (Tabel 7). Korelasi sangat nyata dan nyata ditunjukkan oleh korelasi

antara bobot hasil biji dengan karakter lainnya kecuali panjang malai dan jumlah cabang malai, sedangkan dengan panjang tangkai malai berkorelasi negatif. Karakter yang berkorelasi positif berarti bahwa semakin tinggi nilai karakter-karakter tersebut maka bobot hasil biji akan semakin meningkat, hal sebaliknya bila berkorelasi negatif. Sedangkan karakter panjang malai dan jumlah malai berkorelasi tidak nyata, sehingga seleksi terhadap karakter tersebut tidak akan efektif dalam mendapatkan produksi bobot hasil biji.

Pada umumnya korelasi genotipik lebih tinggi daripada korelasi fenotipik. Nilai korelasi genotipik yang lebih tinggi daripada

(8)

fenotipik terjadi karena pengaruh faktor lingkungan dan interaksi genetik x lingkungan

telah dikeluarkan dalam perhitungan.

Tabel 7. Koefisien korelasi genotipik (G) dan korelasi fenotipik (P) antara karakter agronomi dan fisiologi 54 asesi jagung asal Kawasan Timur Indonesia.

JDT JDA PMA PTM JCM PTO DTO JBT UBJ UBB UMT UBI LAI BBJ TTM G 0.887 0.790 0.433 0.219 0.796 0.499 0.589 0.529 0.659 0.770 0.663 0.369 0.835 0.413 TTM P 0.827 0.745 0.431 0.200 0.712 0.498 0.560 0.483 0.625 0.713 0.648 0.354 0.800 0.415 JDT G 0.942 0.321 -0.088 0.676 0.611 0.818 0.694 0.705 0.821 0.858 0.558 0.942 0.730 JDT P 0.894 0.315 -0.057 0.642 0.581 0.759 0.633 0.607 0.734 0.794 0.526 0.875 0.693 JDA G 0.268 -0.298 0.612 0.696 0.884 0.644 0.572 0.718 0.894 0.686 0.916 0.811 JDA P 0.263 -0.200 0.556 0.669 0.831 0.600 0.515 0.651 0.827 0.644 0.853 0.765 PMA G 0.439 0.345 0.654 0.362 0.344 0.568 0.539 0.387 0.060 0.511 0.215 PMA P 0.370 0.346 0.616 0.338 0.304 0.508 0.492 0.377 0.073 0.478 0.207 PTM G 0.235 -0.158 -0.242 0.117 0.205 0.044 -0.244 -0.480 0.050 -0.456 PTM P 0.193 -0.112 -0.170 0.095 0.183 0.110 -0.158 -0.352 0.045 -0.339 JCM G 0.220 0.372 0.556 0.675 0.703 0.488 0.020 0.651 0.248 JCM P 0.216 0.340 0.499 0.552 0.603 0.444 0.044 0.611 0.265 PTO G 0.782 0.333 0.573 0.657 0.781 0.708 0.776 0.716 PTO P 0.763 0.322 0.544 0.621 0.762 0.677 0.738 0.688 DTO G 0.728 0.477 0.638 0.849 0.811 0.861 0.902 DTO P 0.713 0.445 0.590 0.824 0.771 0.809 0.859 JBT G 0.519 0.629 0.658 0.270 0.715 0.607 JBT P 0.469 0.558 0.624 0.258 0.657 0.576 UBJ G 0.962 0.759 0.136 0.724 0.320 UBJ P 0.911 0.726 0.113 0.645 0.289 UBB G 0.847 0.322 0.835 0.484 UBB P 0.816 0.287 0.738 0.437 UMT G 0.583 0.878 0.780 UMT P 0.556 0.819 0.739 UBI G 0.595 0.818 UBI P 0.557 0.774 LAI G 0.766 LAI P 0.719

Keterangan: Angka-angka pada kolom BBJ yang dicetak tebal berkorelasi sangat nyata, cetak miring berkorelasi nyata, yang lainnya tidak nyata (uji signifikansi untuk karakter lainnya tidak ditampilkan pada tabel ini).

Analisa Koefisien Lintas. Pola hubungan sifat antara produksi bobot hasil biji dengan karakter kuantitatif lainnya dapat diketahui melalui analisis korelasi. Hasil analisis korelasi tersebut dapat dianalisis lebih lanjut dengan analisis koefisien lintasan sehingga dapat dihitung besarnya pengaruh langsung karakter yang dikorelasikan terhadap bobot hasil biji dan pengaruh tidak langsungnya yaitu melewati karakter kuantitatif lainnya, sehingga hubungan kausal antara karakter yang dikorelasikan dapat deketahui.

Besarnya koefisien lintas berupa pengaruh langsung dan tidak langsung dari karakter agronomi dan fisiologi terhadap karakter produksi hasil biji selengkapnya ditampilkan pada Tabel 8. Pengaruh langsung terbesar ditunjukan oleh karakter jumlah daun, umur matang dan ukuran biji dengan nilai berturut-turut 0.338, 0.324, dan 0.323. Nilai pengaruh

langsung karakter jumlah daun terhadap produksi bobot hasil biji sebesar 0.338 dapat diinterprestasikan bahwa setiap kenaikan satu simpangan baku dalam nilai jumlah daun secara rata-rata akan meningkatkan nilai produksi bobot hasil biji sebesar 0.156 simpangan baku.

Tabel 8 memperlihatkan bahwa pengaruh langsung karakter panjang malai dan diameter tongkol terhadap produksi bobot hasil biji nilainya kurang dari 0.05 sehingga secara statistik dapat diabaikan. Karakter-karakter yang efektif dijadikan sebagai kriteria seleksi bila mempunyai pengaruh langsung yang tinggi (Cih), mempunyai nilai korelasi yang

tinggi dan nyata terhadap produksi bobot hasil biji (rih), dan selisih antara nilai korelasi

dengan pengaruh langsungnya kurang dari 0.05 ((rih–Cih) <0.05). Jika ketiga hal tersebut

(9)

efektif sebagai kriteria seleksi untuk menduga hasil.

Dari semua karakter agronomi dan fisiologi yang diamati selisih antara nilai korelasi dan pengaruh langsung nilainya diatas 0.05

sehingga seleksi simultan yang diterapkan akan efektif bila memperhatikan juga pengaruh tidak langsung melalui peubah bebas lainnya.

Tabel 8. Pengaruh langsung dan tidak langsung karakter agronomi dan fisiologi terhadap hasil biji dari 54 asesi jagung asal Kawasan Timur Indonesia.

Karakter Bebas yang Peubah Di bakukan

Pengaruh Langsung

C

Pengaruh Tidak Langsung Melalui Peubah Penga- ruh Total Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7 Z8 Z9 Z10 Z11 Z12 Z13 Z14 TTM Z1 -0.292 – 0.279 -0.047 -0.003 -0.017 0.075 0.112 -0.012 0.118 -0.083 -0.157 0.21 0.114 0.119 0.415 JDT Z2 0.338 -0.241 – -0.056 -0.002 0.005 0.067 0.130 -0.017 0.155 -0.081 -0.162 0.257 0.17 0.13 0.693 JDA Z3 -0.063 -0.217 0.302 – -0.002 0.017 0.058 0.150 -0.018 0.147 -0.069 -0.144 0.268 0.208 0.127 0.765 PMA Z4 -0.007 -0.126 0.106 -0.016 – -0.032 0.036 0.138 -0.007 0.075 -0.068 -0.109 0.122 0.023 0.071 0.207 PTM Z5 -0.086 -0.058 -0.019 0.013 -0.003 – 0.020 -0.025 0.004 0.023 -0.024 -0.024 -0.051 -0.114 0.007 -0.339 JCM Z6 0.105 -0.208 0.217 -0.035 -0.003 -0.017 – 0.049 -0.008 0.122 -0.073 -0.133 0.144 0.014 0.091 0.265 PTO Z7 0.224 -0.145 0.196 -0.042 -0.005 0.010 0.023 – -0.017 0.079 -0.072 -0.137 0.247 0.219 0.109 0.688 DTO Z8 -0.022 -0.163 0.256 -0.052 -0.002 0.015 0.036 0.171 – 0.175 -0.059 -0.13 0.267 0.249 0.12 0.859 JBT Z9 0.245 -0.141 0.214 -0.038 -0.002 -0.008 0.052 0.072 -0.016 – -0.062 -0.123 0.202 0.083 0.097 0.576 UBJ Z10 -0.133 -0.182 0.205 -0.032 -0.004 -0.016 0.058 0.122 -0.010 0.115 – -0.201 0.235 0.036 0.096 0.289 UBB Z11 -0.221 -0.208 0.248 -0.041 -0.004 -0.009 0.063 0.139 -0.013 0.137 -0.121 – 0.264 0.093 0.11 0.437 UMT Z12 0.324 -0.189 0.268 -0.052 -0.003 0.014 0.047 0.171 -0.018 0.153 -0.097 -0.18 – 0.179 0.122 0.739 UBI Z13 0.323 -0.103 0.178 -0.040 -0.001 0.030 0.005 0.152 -0.017 0.063 -0.015 -0.063 0.18 – 0.083 0.774 ILD Z14 0.148 -0.233 0.295 -0.053 -0.004 -0.004 0.064 0.165 -0.018 0.161 -0.086 -0.163 0.265 0.18 – 0.719 Keterangan: Analisis lintasan hanya dilakukan berdasarkan nilai koefisien korelasi fenotipik saja.

Besarnya pengaruh sisa adalah 0.377

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sumberdaya genetik 54 asesi jagung yang diteliti mempunyai variabilitas genetik dengan kriteria yang tergolong luas, heritabilitas dan kemajuan seleksi dengan kriteria yang tergolong tinggi.

Untuk mendapatkan produksi bobot hasil biji yang tinggi maka seleksi secara langsung dapat dilakukan melalui karakter jumlah daun, umur matang dan ukuran biji, sedangkan seleksi melalui karakter agronomi dan fisiologi yang lainya harus mempertim-bangkan besarnya pengaruh tidak langsung lewat karakter lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson dan Bancroft. 1952. Statistical Theory in Researh. Mc Graw Hill Book Company. Inc. New York

Begum HA and Sobhan MA. 1991. Genetic variability, Heritability and Correlation Studies in Corchorus capsularis L.B.J. Jole. Fib. Res. Boer D. 1997. Genetics diversity of maize (Zea

mays L.) germpalsm from east Indonesia. Georg-August-University-Göttingen. Germany. Dewey DH and Lu KH. 1959. A correlation and

path coefficient analysis of component of crested wheat grass seed producction. Agron. J. 51:515-518.

Li CC. 1978. First course in population Genetics. Pacific Grove, California.

Pinaria S, Baihaki A, Setiamihardja R, dan Daradjat AA. 1995. Variabilitas genetik dan heritabilitas karakter-karakter biomassa 53 genotipe kedelai. Zuriat 6 (2): 88-92.

Signh RK and Chaudhary. 1979. Biometrical methods in quantitative genetics analysis. Kalyani, Ludiana. New Delhi.

Stansfield WD. 1988. Genetics. McGraw Hill Book Company, New York.

Wright JW. 1962. Introduction to forest genetics. Academic Press, New York

Gambar

Tabel 1.  Kode dan asal tempat koleksi dari 54 asesi jagung yang digunakan
Tabel 3.   Sidik ragam-peragam serta nilai harapan kuadrat tengah dan nilai harapan kuadrat tengah hasil  kali E(KTHK) pasangan karakter ke-i dengan karakter ke-j
Tabel 4.  Sidik ragam, nilaitengah, dan pendugaan komponen ragam karakter agronomi dan fisiologi 54  asesi jagung asal Kawasan Timur Indonesia
Tabel 5.  Koefisien keragaman genetik (KKG), ragam genetik (  G 2 ) dan simpangan  baku  ragam genetik
+4

Referensi

Dokumen terkait

Merujuk usulan Miller dan perkembangan konsep mutu tersebut di atas maka model dasar strategi pengembangan layanan peserta didik dapat ditetapkan dengan memperhatikan

Menurut Anastasia diana &amp; Lilis Setiawati (2011 : 4) Sistem Informasi Akuntansi (SIA) adalah sistem yang bertujuan untuk mengumpulkan dan memproses data serta

Dari hasil penelitian dan pengolahan data bahwa uji hipotesis memenuhi syarat t hitung &gt; t tabel (2,89 &gt; 1,67) berarti hipotesis pada penelitian dapat

Rivai (1983) mengatakan bahwa pada umumnya kandungan oksigen se- besar 5 ppm dengan suhu air berkisar antara 20-30 o C relatif masih baik untuk kehidupan ikan-ikan, bahkan

Kelarutan dalam alkohol dapat dihitung dari banyaknya alkohol yang ditambahkan pada minyak daun kayu manis, sehingga terlarut secara sempurna yang ditandai dengan

mengembangkan minat dirinya dalam pembelajaran, maka hal ini akan membuat siswa belajar tidak sungguh- sungguh; (5) Faktor bakat: bakat adalah potensi-potensi yang

Kbm., yang dijadikan pedoman utama oleh Hakim dalam merumuskan pertimbangan hukumnya sebelum menjatuhkan putusan mediasi atas perkara kepemilikan hak atas