• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kekurangan Energi dan Protein

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kekurangan Energi dan Protein"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Kekurangan Energi dan Protein (KEP) Kekurangan Energi dan Protein (KEP) A

A.. AAbbssttrraakk   

Penyakit KEP atau Protein Energy Malnutrition merupakan salah satu penyakit gangguan Penyakit KEP atau Protein Energy Malnutrition merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang penting bagi Indonesia maupun banyak negara yang sedang berkembang di gizi yang penting bagi Indonesia maupun banyak negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Prevalensi yang tinggi terdapat Asia, Afrika, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Prevalensi yang tinggi terdapat  pada anak-anak di

 pada anak-anak di bawah umur 5 bawah umur 5 tahun (balittahun (balita).Paa).Pada da penyakipenyakit t KEP ditemukaKEP ditemukan n berbagberbagaiai macam keadaan patologis disebabkan oleh kekurangan energi maupun protein dalam macam keadaan patologis disebabkan oleh kekurangan energi maupun protein dalam   proporsi yang macam-macam. Akibat kekurangan tersebut timbul keadaan KEP pada   proporsi yang macam-macam. Akibat kekurangan tersebut timbul keadaan KEP pada derajat yang ringan sampai berat. Pada keadaan riangan tidak banyak ditemukan kelainan derajat yang ringan sampai berat. Pada keadaan riangan tidak banyak ditemukan kelainan dan hanya terdapat pertumbuhan yang kurang. Pada keadaan yang berat ditemuakan 2 dan hanya terdapat pertumbuhan yang kurang. Pada keadaan yang berat ditemuakan 2 tipe yaitu tipe kwarsiorkor dan tipe marasmus.

tipe yaitu tipe kwarsiorkor dan tipe marasmus. F. Teori

F. Teori

1. Prevalensi KEP 1. Prevalensi KEP

Penyakit KEP merupakan bentuk malnutrisi terutama pada anak-anak dibawah umur 5 Penyakit KEP merupakan bentuk malnutrisi terutama pada anak-anak dibawah umur 5 tahun dan kebanyakan dinegara yang sedang berkembang. Bentuk KEP berat

tahun dan kebanyakan dinegara yang sedang berkembang. Bentuk KEP berat memberikan gambaran klinis yang khas,

memberikan gambaran klinis yang khas, misalnya bentuk kwarsiorkor, marasmus ataumisalnya bentuk kwarsiorkor, marasmus atau  bentuk campuran kwarsiorkor marasmik. Pada kenyataanya

 bentuk campuran kwarsiorkor marasmik. Pada kenyataanya gejala penyakit KEP ringangejala penyakit KEP ringan ini tidak jelas hanya terlihat bahwa berat badan anak lebih rendah jika dibandingkan ini tidak jelas hanya terlihat bahwa berat badan anak lebih rendah jika dibandingkan dengan anak sehat seumurnya. Berdasarkan hasil penelitian di 254 desa diseluruh dengan anak sehat seumurnya. Berdasarkan hasil penelitian di 254 desa diseluruh

Indonesia, Tarwotjo dkk (1978) ditemukan 30% atau 9 juta anak –anak balita menderita Indonesia, Tarwotjo dkk (1978) ditemukan 30% atau 9 juta anak –anak balita menderita gizi kurang, sedangkan 3% atau 0,9 juta anak-anak balita menderita gizi buruk.

gizi kurang, sedangkan 3% atau 0,9 juta anak-anak balita menderita gizi buruk. 2. Faktor-faktor Penyebab KEP

2. Faktor-faktor Penyebab KEP

Penyakit KEP merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu ada beberapa factor yang Penyakit KEP merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu ada beberapa factor yang menjadi penyebab timbulnya penyakit tersebut, antara lain: faktro

menjadi penyebab timbulnya penyakit tersebut, antara lain: faktro diet, factor social,diet, factor social, kepadatan penduduk, infeksi dan kemiskinan.

kepadatan penduduk, infeksi dan kemiskinan. a. Peranan Diet

a. Peranan Diet

Diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang protein menyebabkan anak menderita Diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang protein menyebabkan anak menderita kwarsiorkor, sedngkan diet kurang energi

kwarsiorkor, sedngkan diet kurang energi walaupun zat-zat gizinya asansial seimbangwalaupun zat-zat gizinya asansial seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita marasmus. Tetapi dalam penelitian yang akan menyebabkan anak menjadi penderita marasmus. Tetapi dalam penelitian yang dilakukan oleh Gopalan dan Narasya (1971) terlihat bahwa diet yang kurang lebih sama, dilakukan oleh Gopalan dan Narasya (1971) terlihat bahwa diet yang kurang lebih sama,  pada beberapa anak timbul gejala-gejala kwarsiorkor, sedangkan pada beberapa anak   pada beberapa anak timbul gejala-gejala kwarsiorkor, sedangkan pada beberapa anak 

yang lain timbul gejala-gejala marasmus. Mereka membuat k

yang lain timbul gejala-gejala marasmus. Mereka membuat k esimpulan bahwa diet bukanesimpulan bahwa diet bukan merupakan factor yang penting, tetapi

merupakan factor yang penting, tetapi masih ada factor lain yang harus dicari.masih ada factor lain yang harus dicari.  b. Peranan Faktor Sosial

 b. Peranan Faktor Sosial

Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun-temurun dapat Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun-temurun dapat mempengruhi terjadinya penyakit KEP. Adakalanya pantangan tersebut didasarkan pada mempengruhi terjadinya penyakit KEP. Adakalanya pantangan tersebut didasarkan pada  pada keagamaan, tetapi ada pula merupakan tradisi yang turun-temurun. Jika pantangan  pada keagamaan, tetapi ada pula merupakan tradisi yang turun-temurun. Jika pantangan

itu berdasarkan pada keagamaan, maka akan sulit untuk diubah. Tetapi jika pantangan itu berdasarkan pada keagamaan, maka akan sulit untuk diubah. Tetapi jika pantangan tersebut karena kebiasaan maka dengan pendidikan gizi yang baik dan dilakukan tersebut karena kebiasaan maka dengan pendidikan gizi yang baik dan dilakukan terus-menerus hal tersebut masih bisa diatasi.

menerus hal tersebut masih bisa diatasi. c. Peranan kepadatan Penduduk 

(2)

Dalam World Food Conference di Roma pada tahun 1974 dikemukakan bahwa Dalam World Food Conference di Roma pada tahun 1974 dikemukakan bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertambahnya meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertambahnya  persediaan makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan.  persediaan makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan.

Sedangkan kemiskinan penduduk merupakan akibat lanjutnya. Sedangkan kemiskinan penduduk merupakan akibat lanjutnya.

McLaren (1982) memperkirakan bahwa marasmus terdapat pada suatu daerah yang McLaren (1982) memperkirakan bahwa marasmus terdapat pada suatu daerah yang terlalu padat penduduknya dengan keadaan hygiene yang buruk.

terlalu padat penduduknya dengan keadaan hygiene yang buruk. d. Peranan Infeksi

d. Peranan Infeksi

Infeksi akan memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi walaupun masih ringan mempunyai Infeksi akan memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi walaupun masih ringan mempunyai  pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi.

 pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. e. Peranan Kemiskinan

e. Peranan Kemiskinan

Dengan penghasilan yang rendah, ditambah timbulnya banyak penyakit infeksi karena Dengan penghasilan yang rendah, ditambah timbulnya banyak penyakit infeksi karena kepadatan tempat tinggal akan lebih mempercepat timbulnya KEP.

kepadatan tempat tinggal akan lebih mempercepat timbulnya KEP.

3. Gejala Klinis KEP (marasmus dan kwarsiorkor) 3. Gejala Klinis KEP (marasmus dan kwarsiorkor) a) Gejala klinis Kwarsiorkor 

a) Gejala klinis Kwarsiorkor  Penampilan

Penampilan

Penampilannya seperti anak gemuk bilamana dietnya mengandung cukup energi Penampilannya seperti anak gemuk bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun di bagian tubuh lainnya seperti pada pantat disamping kekurangan protein, walaupun di bagian tubuh lainnya seperti pada pantat akan terlihat atrofi.

akan terlihat atrofi. Gangguan pertumbuhan Gangguan pertumbuhan

Pertumbuhan terganggu, berat badan di bawah 80% dari buku Harvard persentil 50 Pertumbuhan terganggu, berat badan di bawah 80% dari buku Harvard persentil 50 walaupun terdapat edema, juga pada pertumbuhan tinggi badannya jika KEP sudah walaupun terdapat edema, juga pada pertumbuhan tinggi badannya jika KEP sudah  berlangsung lama.

 berlangsung lama. Perubahan mental Perubahan mental

Pada stadium lanjut akan terjadi apatis. Pada stadium lanjut akan terjadi apatis. Edema

Edema

Edema baik yang ringan maupun berat ditemukan pda sebagian besar penderita Edema baik yang ringan maupun berat ditemukan pda sebagian besar penderita kwarsiorkor.

kwarsiorkor. Atrofi otot Atrofi otot

Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah dan berbaring terus-menerus. Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah dan berbaring terus-menerus. Sistem Gastro-intestinal

Sistem Gastro-intestinal

Pada anoreksia yang berat penderita akan menolak segala macam makanan, hingga Pada anoreksia yang berat penderita akan menolak segala macam makanan, hingga adakalanya makanan hanya dapat diberikan melalui sonde

(3)

Perubahan rambut

Rambut mudah dicabut, terlihat kusam, kering, halus, jarang dan adanya perubahan warna

Perubahan kulit

Ditemukannya bintik-bintik merah, berpadu menjadi bercak yang kemudianmenghitam.

Pembesaran hati

Hati membesar, kadang-kadang batas hati terdapat setinggi pusar. Hati membesar mudah diraba dan terasa kenyal dengan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.

Anemia

Anemia ringan sering dijumpai. Dan bilamana kwarsiorkor disertai dengan penyakit lain, terutama ankylostomiasis dapat dijumpai anemia berat.

 b) Gejala klinis marasmuk  Penampilan

Wajah menyerupai orang tua, anak terlihat sangat kurus karena hilangnya sebagian lemak  dan otot-ototnya.

Perubahan mental

Anak menangis, juga setelah mendapat makanan oleh sebab masih merasa lapar. Keadaran menurun (apati) terdapat pada pendeerita marasmus yang berat.

Kelainan pada kulit tubuh

Kulit biasanya kering, dingin, dan mengendor disebabkan kehilangan banyak lemak  dibawah kulit dan otot-ototnya.

Kelainan pada rambut kepala

Rambut tampak kering, tipis dan mudah rontok. Lemak dibawah kulit

Lemak sukutan mengurang hingga turgor kulit mengurang. Otot-otot

Otot-otot atrofi, sehingga tulang-tulang terlihat lebih jelas. Saluran pencernaan

Sering menderita diare atau konstipasi. Jantung

Jarang terdapat bradikardi. Tekanan darah

(4)

Pada umumnya tekanan dartah penderita lebih redah jika dibandingkan dengan anak  sehat seumur.

Saluran nafas

Terdapat pula frekuensi pernafasan yang mengurang. Sistem darah

Pada umunya ditemukan kadar hemoglobin yang agak rendah.

4. Dampak KEP

Mortalitas KEP berat dimana-mana dilaporkan tinggi. Hasil penyelidikan yang dilakukan  pada tahun 1955/1956 (Poey, 1957) menunjukkan angka kematian sebanyak 55%, 35%

diantara mereka meninggal pada perawatan minggu pertama, dan 20% sesudahnya. Mortalitas yang tinggi didapati pila pada penderita K EP pada negara-negara lain. Pada umunya penderita KEP berat menderita pula penyakit infeksi seperti tuberkulosa paru, radang paru, disentri, dan sebagainya. Pada penderita KEP berat juga sering ditemukan tanda-tanda penyakit kekurangan gizi lain, misalnya xeroftalmia, stomatitis angularis.

5. Pencegahan KEP

Ada berbagai macam cara intervensi gizi, masing-masing untuk mengatasi satu atau lebih dari satu factor dasar penyebab KEP (Austin, 1981), yaitu:

a) Meningkatkan hasil produksi pertanian, supaya persediaan bahan makanan menjadi lebih banyak, yang sekaligus merupakan tambahan penghasilan rakyat.

 b) Penyediaan makanan formula yang mengandung tinggi protein dan energi untuk anak-anak yang disapih. Makanan demikian pada umumnya tidak terdapat dalam diet tradisi, tetapi sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan meningkat pada anak-anak berumur  6 bulan keatas.

c) Memperbaiki infra struktur pemasaran. Infrastuktur pemasaran yang tidak baik akan  berpengaruh negatif terhadap harga maupun kualitas bahan makanan.

d) Subsidi bahan makanan.

e) Pemberian makanan suplementer. f) Pendidikan gizi.

g) Pendidikan pada pemeliharaan kesehatan.

(5)

1. Silihin pudjiadi, Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, edisi keempat,FKUI, Jakarta, 2003

2. Irianton Aritonang, Pemantaun Pertumbuhan Balita Petujuk Praktis Menilai Status Gizi & Kesehatan, Kanisius, Yogyakarta, 1996.

3. Konseling Bagi Ibu (Manajemen Terpadu Balita Sakit), Departemen Kesehatan RI, 1999.

4. http://askep-askeb-kita.blogspot.com/

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

“MARASMIK-KWASHIORKOR”

By; Ferdynandus Felix TL., S.Kep., Ners. Pendahuluan

Defisiensi gizi dapat terjadi pada anak yang kurang mendapatkan masukan makanan dalam waktu lama. Istilah dan klasifikasi gangguan kekurangan gizi amat bervariasi dan masih merupakan masalah yang pelik. Walaupun demikian, secara klinis digunakan istilah malnutrisi energi dan protein (MEP) sebagai nama umum. Penentuan jenis MEP yang tepat harus dilakukan dengan pengukuran antropometri yang lengkap (tinggi badan,  berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit), dibantu dengan pemeriksaan

laboratorium (Ngastiyah, 1997). Klasifikasi

Untuk kepentingan praktis di klinik maupun di lapangan klasifikasi MEP ditetapkan dengan patokan perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai berikut: 1) Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan)

2) Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat) 3) Berat badan <60% standar tanpa edema : marasmus (MEP berat)

4) Berat badan <60% standar dengan edema : marasmik kwashiorkor (MEP berat) (Ngastiyah, 1997)

Kwashiorkor adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi protein. Penyakit

kwashiorkor pada umumnya terjadi pada anak dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang rendah karena tidak mampu menyediakan makanan yang cukup mengandung

 protein hewani seperti daging, telur, hati, susu dan sebagainya. Makanan sumber protein sebenarnya dapat dipenuhi dari protein nabati dalam kacang-kacangan tetapi karena kurangnya pengetahuan orang tua, anak dapat menderita defisiensi protein.

Marasmus adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan sumber energi (kalori), dapat terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi protein. Bila kekurangan sumber kalori dan protein terjadi bersama dalam waktu yang cukup lama maka anak  dapat berlanjut ke dalam status marasmik kwashiorkor.

(6)

Status sosial ekonomi rendah —– + —– Kurang pengetahuan —– + —– Sistem dukungan sosial tidak memadai

Defisiensi Protein Defisiensi Sumber Kalori Katabolisme Protein & Lemak ↑

Defisiensi Asam Amino Esensial Hipoproteinemia Defisiensi energi fisik  (hipoalbiminemia)

Gangguan Sintesis Sel Ggn pola aktivitas/bermain (cengeng, apatis) Ggn pertumbuhan fisik Ggn perkembangan motorik-mental-sosial Edema - ukuran antropometrik << – motorik kasar 

- motorik halus Risiko gangguan integritas kulit - kognitif dan bahasa

- sosial

Ggn sintesis sel-sel darah: - Anemia gizi

- Gangguan imunitas seluler Risiko infeksi sistemik ↑ Pencernaan Pernapasan:

- mual/muntah - bronkhitis

← - gastroenteritis - brokhopneumonia → Ggn pola napas/bersihan jalan napas - malabsorbsi - tuberkulosis)

Tindakan invasif: - sonde/infus

Gambaran Klinik dan Diagnosis

Gambaran klinik antara Marasmus dan Kwashiorkor sebenarnya berbeda walaupun dapat terjadi bersama-sama (Ngastiyah, 1997)

Gambaran Klinik Kwashiorkor:

Pertumbuhan terganggu (berat badan dan tinggi badan kurang dari standar) Tabel 1: Perkiraan Berat Badan (Kg)

1. Lahir 3,25

2. 3-12 bulan (bln + 9) / 2 3. 1-6 tahun (thn x 2) + 8

4. 6-12 tahun {(thn x 7) – 5} / 2 (Soetjiningsih, 1998, hal. 20)

Tabel 2: Perkiraan Tinggi Badan (Cm) 1. 1 tahun 1,5 x TB lahir 

2. 4 tahun 2 x TB lahir  3. 6 tahun 1,5 x TB 1 thn 4. 13 tahun 3 x TB lahir 

(7)

(Soetjiningsih, 1998, hal. 21)

Perubahan mental (cengeng atau apatis)

Pada sebagian besar anak ditemukan edema ringan sampai berat) Gejala gastrointestinal (anoreksia, diare)

Gangguan pertumbuhan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)

Kulit kering, bersisik, hiperpigmentasi dan sering ditemukan gambaran crazy pavement dermatosis.

Pembesaran hati (kadang sampai batas setinggi pusat, teraba kenyal, licin dengan batas yang tegas)

Anemia akibat gangguan eritropoesis.

Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbuminemia dengan kadar globulin normal, kadar kolesterol serum rendah.

Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, sering disertai tanda fibrosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononukleus.

Hasil autopsi pasien kwashiorkor yang berat menunjukkan terjadinya perubahan

degeneratif pada semua organ (degenerasi otot jantung, atrofi fili usus, osteoporosis dan sebagainya)

Gambaran Klinik Marasmus:

Pertumbuhan berkurang atau terhenti, otot-otot atrofi

Perubahan mental (cengeng, sering terbangun tengah malam)

Sering diare, warna hijau tua, terdiri dari lendir dengan sedikit tinja.

Turgor kulit menurn, tampak keriput karena kehilangan jaringan lemak bawah kulit Pada keadaan marasmik yang berat, lemak pipi juga hilang sehingga wajah tampak lebih tua, tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol

Vena superfisial tampak lebih jelas

Perut membuncit dengan gambaran usus yang jelas. Konsep Asuhan Keperawatan Marasmik-Kwashiorkor  Riwayat Keperawatan

Riwayat Keperawatan Sekarang

Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan (berat  badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain

yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi. Riwayat Keperawatan Sekarang

Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak 

(riwayat kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif lama). Riwayat Kesehatan Keluarga

Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,  pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur 

dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.

(8)

Pengkajian Fisik 

Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,  pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur 

dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to too yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.

Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit). Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:

Penurunan ukuran antropometri

Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut) Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra

Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot intercostal) Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi diare.

Edema tungkai

Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pav ement dermatosis terutama  pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha

dan lipat paha)

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis normositik  normokrom karen

A adanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun. Pemeriksaan radiologis juga perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada  paru.

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin dapat ditemukan pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah:

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.

Kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat diare.

Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak  adekuat.

Risiko aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi trakheobronkhial.

Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial sekunder  terhadap infeksi saluran pernapasan

(9)

1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare (Carpenito, 2000, hal. 645-655).

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional Klien akan menunjukkan pening-katan status gizi. Kriteria:

Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami klien, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang. Dengan bantuan perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan pemberian diet (per  sonde/per oral) sesuai program dietetik.

Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber  makanan ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien.

Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan keluarga untuk  melakukannya sendiri.

Laksanakan pemberian roborans sesuai program terapi.

Timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit setiap pagi. Meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk   pemulihan klien sehingga dapat meneruskan upaya terapi dietetik yang telah diberikan

selama hospitalisasi.

Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien, mempertegas peran keluarga dalam upaya pemulihan status nutrisi klien.

Roborans meningkatkan nafsu makan, proses absorbsi dan memenuhi defisit yang menyertai keadaan malnutrisi.

Menilai perkembangan masalah klien.

2) Kekurangan volume cairan tubuh b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat diare(Carpenito, 2000, hal. 411-419).

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Klien akan menunjukkan keadaan hidrasi yang adekuat. Kriteria:

(10)

Tidak ada tanda/gejala dehidrasi (tanda-tanda vital dalam batas normal, frekuensi defekasi ≤ 1 x/24 jam dengan konsistensi padat/semi padat).

Lakukan/observasi pemberian cairan per infus/sonde/oral sesuai program rehidrasi. Jelaskan kepada keluarga tentang upaya rehidrasi dan partisipasi yang diharapkan dari keluarga dalam pemeliharan patensi pemberian infus/selang sonde.

Kaji perkembangan keadaan dehidarasi klien. Hitung balans cairan.

Upaya rehidrasi perlu dilakukan untuk mengatasi masalah kekurangan volume cairan. Meningkatkan pemahaman keluarga tentang upaya rehidrasi dan peran keluarga dalam  pelaksanaan terpi rehidrasi.

Menilai perkembangan masalah klien.

Penting untuk menetapkan program rehidrasi selanjutnya.

3) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak  adekuat (Carpenito, 2000, hal. 448-460).

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar usia. Kriteria:

Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.

Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial sesuai standar usia. Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas  perkembangan sesuai usia anak.

Lakukan pemberian makanan/ minuman sesuai program terapi diet pemulihan. Lakukan pengukuran antropo-metrik secara berkala.

Lakukan stimulasi tingkat perkembangan sesuai dengan usia klien.

Lakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembangan (Puskesmas/Posyandu)

Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang keterlambatan pertumbuhan dan  perkembangan anak.

(11)

Diet khusus untuk pemulihan malnutrisi diprogramkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan anak dan kemampuan toleransi sistem pencernaan.

Menilai perkembangan masalah klien.

Stimulasi diperlukan untuk mengejar keterlambatan perkembangan anak dalam aspek  motorik, bahasa dan personal/sosial.

Mempertahankan kesinambungan program stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak dengan memberdayakan sistem pendukung yang ada.

4) Risiko aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi trakheobronkhial (Carpenito, 2000, hal. 575-580).

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional Klien tidak mengalami aspirasi.

Kriteria:

Pemberian makan/minuman per sonde dapat dilakukan tanpa mengalami aspirasi. Bunyi napas normal, ronchi tidak ada.

Periksa dan pastikan letak selang sonde pada tempat yang semestinya secara berkala. Periksa residu lambung setiap kali sebelum pemberian makan- an/minuman.

Tinggikan posisi kepala klien selama dan sampai 1 jam setelah pemberian makanan/minuman.

Ajarkan/demonstrasikan tatacara pelaksanaan pemberian makanan/ minuman per sonde,  beri kesempatan keluarga melakukan-nya setelah memastikan keamanan

klien/kemampuan keluarga. Observasi tanda-tanda aspirasi.

Merupakan tindakan preventif, meminimalkan risiko aspirasi.

Penting untuk menilai tingkat kemampuan absorbsi saluran cerna dan waktu pemberian makanan/minuman yang tepat.

Mencegah refluks yang dapat menimbulkan aspirasi.

Melibatkan keluarga penting bagi tindak lanjut perawatan klien. Menilai perkembangan masalah klien.

(12)

5) Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial sekunder  terhadap infeksi saluran pernapasan (Carpenito, 2000, hal. 799-801).

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional Klien akan menunjukkan jalan napas yang efektif. Kriteria:

Jalan napas bersih dari sekret, sesak napas tidak ada, pernapasan cuping hidung tidak ada,  bunyi napas bersih, ronchi tidak ada.

Lakukan fisioterapi dada dan suction secara berkala.

Lakukan pemberian obat mukolitik/ekspektorans sesuai program terapi. Observasi irama, kedalaman dan bunyi napas.

Fisioterapi dada meningkatkan pelepasan sekret. Suction diperlukan selama fase hipersekresi trakheobronkhial.

Mukolitik memecahkan ikatan mukus; ekspektorans mengencerkan m,ukus. Menilai perkembangan maslah klien.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. Ke-6, EGC, Jakarta.

 Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Soetjiningsih (1998), Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta

Obes DM

PENDAHULUAN

 Kegemukan dalam istilah kedokteran disebut obesitas, merupakan suatu hal yang perlu diwaspadai. Bahkan sekarang ini kegemukan sudah dikatakan suatu penyakit. Sudah  banyak bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara kegemukan dengan berbagai  penyakit. Kegemukan yang mulanya menjadi permasalahan di negara-negara maju, kini

tampaknya sudah menjadi permasalahan di negara-negara berkembang. Kalau dulu  banyak penduduk di muka bumi yang meninggal karena kelaparan, sekarang justru  banyak yang meninggal karena komplikasi kelebihan makanan (nutrisi).

(13)

 juga berbahaya dari segi kesehatan. Kegemukan membahayakan kesehatan karena dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi

(hipertensi), kencing manis (dibetes mellitus) dan berbagai penyakit lainnya. A. HUBUNGAN DIABETES MELLITUS PADA OBESITAS

Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yaitu masalah gizi lebih dan masalah gizi kurang dengan berbagai resiko penyakit yang menyertainya. Salah makan yang sebagian atau seluruhnya dipengaruhi oleh gaya hidup seseorang, merupakan faktor resiko yang sumbangannya sangat tinggi terhadap munculnya penyakit-penyakit degeneratif. Makan lebih banyak dari kebutuhan, dan makan tidak seimbang dalam arti kebanyakan, faktor  resiko dalam makanan dan kurangnya faktor proteksi dapat menyebabkan keadaan gizi lebih, yang pada gilirannya dapat membawa resiko masalah kesehatan. Di negara maju kelompok masyarakat usia 20-45 tahun dengan gizi lebih memiliki resiko relatif sebesar  5,9 kali untuk hipertensi dan 2,9 kali untuk diabetes mellitus, dibandingkan dengan kelompok gizi normal. Uji toleransi glukose penderita kelebihan berat badan hampir  selalu menunjukan ketidaknormalan yang merupakan indikator resistensi diabetes mellitus.

Contoh-contoh berbagai penyakit yang dikategorikan sebagai penyakit gaya hidup seperti  penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung, stroke, hipertensi, diabetes melitus dll).

B. BAGAIMANA TERJADINYA DIABETES MELLITUS PADA OBESITAS seorang anak baru akan terdeteksi menderita diabetes pada usia 7 tahun ke atas. Hal itu ditandai dengan sejumlah gejala yang mirip dengan gejala diare seperti muntah, sering  buang air besar, kesadaran menurun (koma), dehidrasi berat, kejang-kejang dan

sebagainya. Namun bedanya, nafas si anak berbau asam (aseton).

Kondisi itulah yang membuat orang tua terkadang salah dalam menilai kondisi kesehatan  buah hatinya. "Banyak orang tua melihat gejala yang terjadi pada anaknya sebagai diare  berat. Padahal dia sudah terserang diabetes. Tidak jarang anak penderita diabetes dibawa

ke rumah sakit dalam keadaan koma," tuturnya.

Untuk mengantisipasi hal itu, dr Luszy menambahkan, orangtua harus memperhatikan kebiasaan makan dan aktivitas fisik anaknya di rumah. Selain juga memperhatikan

 perkembangan berat badan anak tersebut. Anak yang terindikasi menderita DM biasanya sering cepat merasa lapar dan haus, buang air kecilnya banyak dan berat badannya tidak   pernah naik.

"Kalau orangtua melihat gejala yang demikian, itu harus hati-hati. Coba ajak anak untuk  memeriksa kadar gula darahnya. Kadar gula darah yang normal pada anak sama dengan kadar gula yang normal bagi orang dewasa yakni berkisar antara 100-140 mg/dl,"

ucapnya.

DM merupakan gangguan metabolisme karbohidrat karena jumlah insulin yang kurang, atau bisa juga karena kerja insulin yang tidak optimal. Insulin merupakan hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang tepat. Insulin membuat gula berpindah ke dalam sel sehingga menghasilkan energi, atau disimpan sebagai cadangan energi.

(14)

Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum akan merangsang pankreas menghasilkan insulin, sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan. Pada saat melakukan aktivitas fisik, kadar gula darah juga bisa menurun karena otot menggunakan glukosa untuk energi.

Pada penderita DM, kerja insulin yang tidak optimal menyebabkan gangguan

metabolisme karbohidrat. Akibatnya gula tidak bisa diubah menjadi glukogen. Gula juga akan melalui ginjal, sehingga urinenya mengandung glukose. Ini yang sering disebut orang sebagai kencing manis.

Dr Luszy menambahkan, selama ini anak-anak yang menderita diabetes masuk dalam tipe 1. Artinya, penyakit tersebut diturunkan dari orangtuanya karena terjadi defisiensi insulin akibat kerusakan sel beta pankreas dalam tubuhnya. Kondisi itu menyebabkan anak kekurangan hormon insulin.

"Untuk DM tipe 1 pada anak bisa dikenali sejak awal. Yang jadi masalah adalah orangtua yang tidak memiliki riwayat DM, biasanya lalai menjaga kesehatan anaknya sehingga kegemukan dan berpotensi terkena DM tipe 2," katanya.

Ditanyakan, anak yang menderita kelebihan berat badan atau obesitas itu memiliki

 peluang untuk menderita DM, dr Luszy mengatakan, tidak semua anak obesitas memiliki  peluang te terkena DM. Namun anak obesitas yang memiliki orangtua diabetes memiliki  peluang yang besar untuk terkena penyakit yang sama dengan orangtuanya tersebut.

"Jadi untuk orangtua yang memiliki DM, tolong jaga anaknya agar tidak kegemukan dan memiliki kegiatan fisik untuk menjaga kebugaran tubuhnya. Karena anak-anak mereka memiliki peluang terkena penyakit tersebut, kendati saat itu sehat-sehat saja," ujarnya. Masa kini banyak orang beranggapan kegemukan dapat mengurangi keindahan tubuh, mengurangi kelincahan gerak tubuh dan sering lebih mudah menimbulkan kelelahan. Selain itu kelebihan berat badan dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan dan dihubungkan dengan meningkatnya bermacam penyakit seperti : diabetes mellitus (DM) (penyakit gula), hipertensi, penyakit jantung koroner dan stroke.

Terjadinya obesitas karena faktor genetik dan lingkungan. Anak yang obesitas biasanya  berasal dari keluarga yang obesitas. Bila kedua orang tua obese, sekitar 80% anak-anak 

mereka akan menjadi obese. Bila salah satu orang tua obese, menjadi 40% dan bila orang tuanya tidak obese prevalensi obese untuk anak turun menjadi 14%.

Sampai saat ini sudah diketahui 7 gen penyebab obesitas pada manusia : leptin receptor, melanocortin receptor-4 (MC4R), alpha melanocyte stimulating hormone (alpha MSH),  prohormone convertase-1 (PC-1), leptin, Barder5t-Biedl, dan Dunnigan partial

lypo-dystrophy.

Faktor lingkungan yang berperan sebagai penyebab terjadinya obesitas adalah perilaku makan, aktivitas fisik, trauma (neurologik atau psikologik), obat-obatan (golongan steroid), sosial ekonomi.

(15)

tubuh. Secara klinik biasanya dinyatakan dalam bentuk Indeks Masa Tubuh (IMT) > 30 kg/m2. Untuk orang Asia, kriteria obesitas apabila IMT > 25kg/m2.

Korelasi antara IMT dengan lemak tubuh sangat erat ( r 0,7-0,8 ). Untuk praktisnya  pengukuran lemak tubuh digunakan lingkar pinggang atau indeks masa tubuh.

Berbagai komplikasi obesitas lebih erat hubungann ya dengan obesitas sentral, yang  penetapannya paling baik dengan mengukur lingkar pinggang. Apabila lingkar pinggang

> 90 cm pada pria dan > 80 cm pada wanita, sudah termasuk obesitas sentral (untuk  orang Asia).

Pada wanita bisa terjadi kelainan haid, keputihan, kemandulan serta penyakit kulit di lipatan paha dan payudara.

Obesitas juga sering dihubungkan dengan gangguan pernapasan, rematik, varises, hernia dan penyakit batu empedu.

Para peneliti mendapatkan risiko untuk menderita DM baik pada pria maupun wanita menjadi naik beberapa kali berhubungan dengan kenaikan IMT.

Terdapat hubungan yang kuat antara IMT dengan hipertensi. Wanita yang obese memiliki risiko hipertensi 3 - 6 kali dibanding wanita dengan berat badan normal.

Kelebihan berat badan juga berhubungan dengan kematian (20-30&) karena penyakit kardiovaskuler.

Pria dan wanita yang overweight atau obese mempunyai risiko 2-3 kali terkena penyakit kardiovaskuler. Pada remaja berisiko lebih dari 2 kali lipat meninggal karena penyakit  jantung koroner pada masa dewasa.

Obesitas juga mengurangi kualitas hidup, seperti stroke, artritis (radang sendi), batu empedu, kesulitan bernafas, masalah kulit, infer- tilitas, masalah psikologis, mangkir  kerja dan pemanfaatan sarana kesehatan.

C. ANGKA PREVALENSI DIABETES MELLITUS PADA O BESITAS

Berdasarkan studi populasi penderita diabetes melitus di berbagai negara, Indonesia menempati posisi keempat dengan jumlah penderita sekitar 8,4 juta pada tahun 2000. Studi populasi yang dilakukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun itu

menyebutkan, Indonesia berada di posisi keempat di bawah India (31,7 juta orang), Cina (20,8 juta), dan AS (17,7 juta orang). Diperkirakan, prevalensi diabetes akan terus

meningkat bersamaan dengan perubahan gaya hidup dan pola konsumsi makanan. Pada tahun 2030 di India diprediksi terdapat penderita DM 79,4 juta orang, Cina 42,3 juta, AS 30,3 juta, dan Indonesia 21,3 juta orang. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) dalam buku Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus edisi ketiga tahun 2002

menyebutkan, pada tahun 1980 prevalensi diabetes di Indonesia sekitar 1,5-2,3 persen  pada penduduk usia 15 tahun ke atas. Pada umumnya prevalensi di daerah pedesaan

(rural) lebih rendah ketimbang kawasan urban, contoh di daerah urban Makassar pada 1981 prevalensi DM sekitar 1,5 persen lalu melonjak menjadi 2,9 persen pada 1998 atau mengalami lonjakan hampir dua kali lipat. Demikian pula di kota Metropolitan Jakarta yang pada tahun 1982 tercatat 1,7 persen, namun melonjak tiga kali lipat menjadi 5,7  persen pada tahun 1993. Diperkirakan, prevalensi diabetes di Indonesia makin meningkat

dari tahun ke tahun. Prevalensi diabetes pada kelompok populasi lanjut usia di negara-negara maju juga makin meningkat dengan bertambah panjangnya usia penduduk,

(16)

sehingga konsekuensinya meningkatnya masalah-masalah kesehatan akibat komplikasi diabetes. Bertambahnya prevalensi tersebut berkaitan dengan meningkatnya status sosial yang diikuti perubahan pola hidup menjadi kurang sehat, antara lain kurang kegiatan fisik, makan berlebihan, dengan akibat terjadinya kegemukan (obesitas) yang

menyebabkan resistensi insulin dan berlanjut menjadi diabetes. Prevalensi diabetes yang  paling banyak dijumpai adalah diabetes tipe-2 yang seringkali tidak dapat dirasakan

gejalanya pada stadium awal dan tetap tidak terdiagnosis selama bertahun-tahun sampai terjadi macam-macam komplikasi dari penyakit ini.

D. CARA PENENGGULANGAN DIABETES MELLITUS PADA OBESITAS

Obesitas merupakan hasil dari proses yang berjalan menahun, sehingga penanganannya tidak akan efektif bila hanya dalam waktu singkat.

Penurunan berat badan sampai 1 kg per minggu sudah cukup sebagai parameter keber-hasilan penurunan berat badan. Kita harus mewaspadai adanya sindroma Yoyo, yaitu  penurunan berat badan yang berlebihan akan menyebabkan defisit energi mendadak dan

akan berisiko naiknya kembali berat badan.

Penurunan berat badan bersifat individual, tergantung pada umur, berat badan awal dan adanya usaha penurunan berat badan sebelumnya serta ada tidaknya penyakit penyerta. Sasaran penurunan berat badan yang realistik adalah 5-10% dari berat badan awal dalam kurun waktu 6-12 bulan

Garis besar penanganan obesitas terdiri dari intervensi diet, aktivitas fisik, perubahan  perilaku, Farmakoterapi dan Intervensi bedah.

Intervensi Diet.

Pengaturan makan merupakan tiang utama penanganan obesitas, oleh sebab itu perlu ditekankan pada penderita bahwa kosistensi pengaturan makan jangka panjang sangat menentukan keberhasilan pengobatan. Keberhasilan pengobatan dievaluasi minimal dalam jangka waktu 6 bulan.

Dua macam nutrisi medik yang efektif untuk menurunkan berat badan, yaitu Low Calorie  balance Diets (LCD),Very Low Calorie Diets (VLCD), Low Calorie balance Diets

(LCD).

Hal ini dapat dicapai dengan mengurangi asupan lemak dan karbohidrat. Dapat diberikan 1200-1600 kkal/hari dengan protein 1 g/kg BB, lemak 20-25% dari kalori total dan sisa-nya karbohidrat.

Beberapa rekomendasi praktis dapat dilakukan untuk mencapai sasaran diet : makan setidaknya 5-7 porsi buah dan sayuran perhari. Makan 25-30 gram serat perhari (dari  buah/sayur, roti gandum, sereal, pasta dan kacang-kacangan.

Untuk sumber karbohidrat hasil proses, pilihlah roti gandum.Minum sedikitnya 8 gelas sehari. Makan sedikitnya 2 porsi perhari hasil olahan susu rendah lemak. Pilih protein rendah lemak seperti ayam tanpa kulit, kalkun dan produk kedelai. Sebaiknya makan daging lebih sedikit. Makan ikan setidaknya 2 kali seminggu. Asupan garam maksimum 2.400 mg perhari.

Aktivitas Fisik 

(17)

 penurunan berat badan. Olahraga juga dapat mengurangi rata-rata angka kesakitan dan kematian beberapa penyakit kronik. Dokter dapat menekan-kan urgensinya aktivitas fisik   pada penderita, dan menyarankan untuk melakukan aktivitas fisik paling sedikit 150

menit perminggu. Latihan fisik saja sudah dapat menurunkan berat badan rata-rata 2-3 kg.

Perubahan perilaku merupakan usaha maksimal untuk menerapkan aspek non

-parmakologis dalam pengelolaan penyakit. Perencanaan makan dan kegiatan jasmani merupakan aspek penting dalam terapi non-farmakologis.

Penderita agar menyadari untuk mengubah perilaku, karena keberhasilan penurunan berat  badan ini sangat dipengaruhi oleh faktor dirinya sendiri, kedisiplinan mengikuti program

diet serta kesinambungan pengobatan. Motivasi penderita sangat menentukan keberhasilan upaya penurunan berat badan.

Farmakoterapi.

Tiga mekanisme dapat digunakan untuk mengklasifikasi obat-obatan untuk terapi

obesitas adalah terapi yang mengurangi asupan makanan, yang mengganggu metabolisme dengan cara mempengaruhi proses pra atau pascaabsorbsi. Terapi yang meningkatkan  pengeluaran energi atau termogenesis.

Obat yang tersedia saat ini Orlistat : yang menghambat lipase pankreas (enzim yang dihasilkan kelenjar ludah perut) dan akan menyebabkan penurunan penyerapan lemak  sampai 30%.

Efedrin dan kafein : meningkatkan pengeluaran energi, akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10% selama beberapa jam. Pada uji klinis efedrin dan kafein menghasil kan penurunan berat badan lebih besar dibanding kelompok plasebo. Diperkirakan 25-40% penurunan berat badan oleh karena termogenesis dan 60-75% karena pengurangan asupan makanan. Efek samping utama adalah peningkatan nadi dan perasaan berdebar-debar yang terjadi pada sejumlah penderita.

Sibutramin, menurunkan energy intake dan mempertahankan penurunan pengeluaran energi setelah penurunan berat badan. Pada penelitian ternyata terbukti sibutramin menurunkan asupan makanan dengan cara mempercepat timbulnya rasa kenyang dan mempertahankan penurunan pengeluaran energi setelah penurunan berat badan. Intervensi Bedah.

Intervensi bedah untuk mengatasi masalah obesitas sebenarnya telah diterapkan sejak  th.1960 dengan bedah pintas lambung. Hanya karena teknologi bedah saat itu masih terbatas, membuat operasi ini hampir selalu berujung pada kematian pasien.

Ada beberapa pilihan pembedahan seperti Laparoscopic Adjustable Gastric Binding, Vertical Banded Gastroplasty, Roux-en-Y gastric bypass.

Laparoscopic Adjustable Gastric Binding, merupakan tindakan bedah generasi mutakhir  untuk menangani penderita dengan obesitas yang berat, dimana hanya dengan membuat lubang/irisan kecil diperut (diameter 0,5-1,0 cm).

Dengan pita/plaster silikon yang dilekatkan seputar lambung bagian atas, sehingga terbentuk satu kantong kecil. Apabila penderita makan, kantong kecil tadi akan cepat

(18)

 penuh dan ini akan memberikan sensasi kenyang.

Pengosongan makanan dari kantong kecil tersebut akan secara pelan-pelan melalui ikatan yang dibuat dan penderita tidak akan merasa lapar sampai beberapa jam.

Dengan intervensi bedah ini, diharapkan dapat menurunkan berat badan dari 20 kg sampai lebih dari 100kg. (11)

Menyadari penyebab terjadinya masalah gizi karena adanya perubahan pola pangan dan gaya hidup maka disusun pedoman perilaku makan untuk bangsa Indonesia yang dikenal dengan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Disamping itu PUGS merupakan

tindak lanjut dari Konferensi Gizi Internasional di Roma-Itali pada bu lan Desember 1992. Hampir semua negara yang mengikuti konferensi tersebut menilai perlunya disusun

 Nutritional Guidelines atau Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) yang berguna untuk  mencegah berbagai permasalahan gizi.

Kelahiran PUGS pada dasarnya merupakan suatu proses dinamisasi dan penjabaran secara operasional dari slogan empat sehat lima sempurna. Faktor-faktor yang

diperhatikan sebagai dasar penyusunan PUGS adalah : a) Masalah gizi yang dihadapi, b) Keadaan sosial budaya, c) Penemuan-penemuan mutakhir dibidang gizi dan d) Slogan empat sehat lima sempurna (Rai, 1997).

PUGS memuat 13 pesan dasar tentang perilaku makan yang diharapkan akan dapat mencegah permasalahan gizi dan menghindari terjadinya penyakit lain yang

menyertainya. Ke 13 pesan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Makanlah anekaragam makanan

Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi

Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi

Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi Gunakan garam beryodium

Makanlah makanan sumber zat besi

Berikan ASI saja pada bayi sampai umur 4 bulan Biasakan makan pagi

Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur  Hindari minum minuman beralkohol

Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan

Bacalah label pada makanan yang dikemas (Depkes, 1995).

Cukup banyaknya penelitian mengenai penyakit ini yang membuktikan bahwa kasus-kasus diabates yang tidak terdiagnosis, memiliki risiko lebih tinggi akan mengalami stroke, jantung koroner, dan penyempitan pembuluh darah perifer, dibandingkan dengan orang-orang non-diabetes. Kegemukan merupakan penumpukan jaringan lemak yang abnormal. Cara sederhana menentukan kegemukan adalah dengan menentukan indeks masa tubuh (IMT). IMT didapat dengan menghitung berat badan dalam kilogram kemudian dibagi kuadrat tinggi badan dalam meter.

IMT = berat badan (Kg)/tinggi badan (M)2 IMT Klasifikasi

< 18,5 Kurus18,5 - 24,9 Normal25-29,9 Pre obese30-34,9 Obese I35-39,9 Obese IIò40 Obese III Sebagai contoh, bila berat badan Anda 90 kg dengan tinggi 160 cm (1,6m),

(19)

maka berdasarkan perhitungan diatas akan didapatkan IMT sebesar 35,16. Maka Anda akan digolongkan sebagai obese II.

Secara umum, IMT berkorelasi baik dengan kegemukan, meskipun pada keadaan tertentu dapat memberikan gambaran yang salah mengenai total lemak tubuh. Hal ini dapat

dijumpai pada seorang atlet. Seorang atlet yang memiliki IMT tinggi bukanlah

disebabkan oleh penumpukan lemah, tetapi oleh peningkatan masa jaringan otot. Hal ini dijumpai pada binaragawan, atlet angkat besi, dan pesumo Jepang. Pada pesumo, latihan fisik yang keras diimbangi dengan konsumsi makanan yang berkalori tinggi dalam

 jumlah banyak. Hal ini menyebabkan lemak dibuang dan otot dibentuk dengan takaran yang berlebihan sehingga yang terbentuk otot yang empuk merata ke seluruh tubuh,  berbadan dengan binaragawan.

Faktor PengaruhKegemukan terjadi antara lain karena pengaruh faktor sosial budaya, emosi, serta genetik. Tetapi sebab yang sering ditemukan adalah perilaku makan yang tidak sehat, dimana konsumsi kalori lebih banyak daripada yang dibutuhkan tubuh. Kondisi begini biasanya dibarengi gaya hidup banyak duduk dan kurang bergerak. Pada orang-orang tertentu, ketidakmampuan dan ketidakpuasan terhadap sesuatu dilampiaskan dengan makan berlebihan sehingga terjadi obesitas. Penyakit tertentu juga dapat

menyebabkan obesitas, misalnya sindrom cushing -- diakibatkan oleh aktivitas kelenjar  adrenalin yang berlebihan.

Kematian yang tinggi pada kegemukan terutama disebabkan penyakit yang menyerang  jantung dan pembuluh darah (kardiovascular). Kegemukan merupakan salah satu faktor 

risiko penyakit jantung koroner. Kadar lemak yang tinggi dalam darah akan memudahkan terjadinya gumpalan-gumpalan lemak (thrombus) dalam pembuluh darah. Thrombus ini akan menyebabkan sumbatan pada pembuluh darah di berbagai tempat. Selain

membentuk gumpalan, akan terjadi juga perubahan pada pembuluh darah. Pembuluh darah jadi tebal dan kaku sehingga mudah tersumbat. Bila sumbatannya mengenai  pembuluh darah jantung, akan terjadi penyakit jantung koroner. Sedangkan apabila

sumbatannya mengenai pembuluh darah otak, akan menimbulkan stroke.

Pada orang gemuk, kebutuhan darah untuk mensuplai jaringan lemak juga meningkat sehingga kerja jantung akan meningkat pula. Volume darah meningkat karena berada dalam jaringan lemak yang banyak. Kedua hal tersebut akan menyebabkan naiknya tekanan darah. Berdasarkan penelitian, didapatkan kejadian tekanan darah tinggi (hipertensi) sepuluh kali lebih banyak pada orang gemuk dibandingkan dengan orang normal. Orang gemuk juga mudah terkena penyakit kencing manis. Tingginya kadar  lemak (asam lemak bebas) dalam darah orang gemuk akan menghambat pengambilan gula (glukosa) oleh jaringan otot sehingga kadar gula dalam darah akan tinggi. Lama-kelamaan tubuh tidak bisa lagi mengatasi, maka akan timbullah kencing manis. Kematian akibat kencing manis hampir empat kali lebih tinggi pada orang gemuk dibanding orang normal.

Masalah KejiwaanSelain sejumlah penyakit yang telah disebutkan tadi, ada penyakit lain sering dijumpai pada orang gemuk. Batu empedu, misalnya banyak terjadi pada

(20)

orang-orang gemuk. Hal ini mungkin berhubungan dengan kadar kolesterol yang tinggi.

Kegemukan juga sering menimbulkan permasalahan selama kehamilan. Pada orang yang gemuk, akan timbul banyak lipatan-lipatan kulit dengan kelembaban tinggi sehingga mudah timbul jamur. Hampir semua organ tubuh akan terpengaruh kegemukan.

Selain menimbulkan penyakit, kegemukan juga menimbulkan masalah kejiwaan. Orang yang gemuk akan merasa minder dalam pergaulan sehari-hari. Apabila kegemukan terjadi  pada masa anak-anak, besar kemungkinan akan tetap hingga dewasa. Kegemukan pada

anak-anak, disamping menyebabkan pertambahan sel lemak juga menyebabkan

 pembesaran sel lemak. Sedangkan pada orang dewasa, yang terjadi hanya pembesaran sel lemak saja. Salah satu faktor penyebab terjadinya obesitas pada anak-anak adalah

 penggunaan susu formula sebagai pengganti ASI.

Melihat besarnya permasalahan yang ditimbulkan oleh kegemukan, perlu usaha-usaha untuk mencegah dan menanggulangi kegemukan. Usaha untuk membatasi kalori yang masuk ke dalam tubuh merupakan usaha yang penting dalam menurunkan berat badan sekaligus menurunkan risiko kegemukan. Mengurangi makan bagi orang yang sudah terbiasa makan banyak bukanlah hal yang mudah. Karena itu dalam diet sebaiknya dipilih makanan yang volumenya besar tapi kalorinya sedikit seperti sayur dan buah-buahan yang mengandung air.

Upaya diet perlu ditunjang dengan latihan atau olahraga yang teratur. Juga dapat dengan menggunakan obat-obat untuk mengurangi nafsu makan. Mengingat besarnya efek  samping obat-obat penurun nafsu makan, hendaknya penggunaan obat-obat tersebut harus dengan persetujuan dokter. Pada kasus kegemukan tertentu diperlukan tindakan operasi untuk mengatasi misalnya dengan memotong usus atau lambung. Tetapi tindakan ini jarang dilakukan karena risikonya amat besar.

tentang diabetes

Artikelnya:.sumber: http://www.gatra.com/artikel.php?id=51798 Quote:

Originally Posted by hamas

kgk tau udah ada postingan semacam ini ato ngga tp ada 1 artikel yg bole kalian diskusi dan berhati2 mengenai diabetes dan khususnya buat kalian yg suka banget dgn gula. Artikelnya:Berdasarkan studi populasi penderita diabetes melitus di berbagai negara, Indonesia menempati posisi keempat dengan jumlah penderita sekitar 8,4 juta pada tahun 2000.Guru besar endokrinologi Fakultas Kedokteran Undip Semarang, Prof Dr dr 

Darmono SpPD KEMD, Senin mengemukakan, studi populasi yang dilakukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun itu menyebutkan, Indonesia berada di posisi keempat di  bawah India (31,7 juta orang), Cina (20,8 juta), dan AS (17,7 juta orang).Diperkirakan,  prevalensi diabetes akan terus meningkat bersamaan dengan perubahan gaya hidup dan  pola konsumsi makanan. Pada tahun 2030 di India diprediksi terdapat penderita DM 79,4  juta orang, Cina 42,3 juta, AS 30,3 juta, dan Indonesia 21,3 juta orang.Perkumpulan

Endokrinologi Indonesia (Perkeni) dalam buku Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus edisi ketiga tahubn 2002 menyebutkan, pada tahun 1980 prevalensi diabetes di Indonesia sekitar 1,5-2,3 persen pada penduduk usia 15 tahun ke atas.Pada umumnya prevalensi di

(21)

daerah pedesaan (rural) lebih rendah ketimbang kawasan urban. Diperkirakan, prevalensi diabetes di Indonesia makin meningkat dari tahun ke tahun.Darmono, yang akhir pekan lalu menyampaikan pidato pengukuhan guru besar mengenai diabetes melitus di Undip Semarang, memaparkan contoh, di daerah urban Makassar pada 1981 prevalensi DM sekitar 1,5 persen lalu melonjak menjadi 2,9 persen pada 1998 atau mengalami lonjakan hampir dua kali lipat.Demikian pula di kota Metropolitan Jakarta yang pada tahun 1982 tercatat 1,7 persen, namun melonjak tiga kali lipat menjadi 5,7 persen pada tahun

1993.Prevalensi diabetes pada kelompok populasi lanjut usia di negara-negara maju juga makin meningkat dengan bertambah panjangnya usia penduduk, sehingga

konsekuensinya meningkatnya masalah-masalah kesehatan akibat komplikasi

diabetes."Bertambahnya prevalensi tersebut berkaitan dengan meningkatnya status sosial yang diikuti perubahan pola hidup menjadi kurang sehat, antara lain kurang kegiatan fisik, makan berlebihan, dengan akibat terjadinya kegemukan (obesitas) yang

menyebabkan resistensi insulin dan berlanjut menjadi diabetes," katanya.Menurut Darmono, prevalensi diabete yang paling banyak dijumpai adalah diabetes tipe-2 yang seringkali tidak dapat dirasakan gejalanya pada stadium awal dan tetap tidak terdiagnosis selama bertahun-tahun sampai terjadi macam-macam komplikasi dari penyakit

ini."Cukup banyaknya penelitian mengenai penyakit ini yang membuktikan bahwa kasus-kasus diabates yang tidak terdiagnosis, memiliki risiko lebih tinggi akan mengalami

stroke, jantung koroner, dan penyempitan pembuluh darah perifer, dibandingkan dengan orang-orang non-diabetes," sumber: http://www.gatra.com/artikel.php?id=51798

Penyandang Diabetes Mellitus Tidak Perlu Kuatir Berlebihan, Walau

Tidak Dapat Disembuhkan Namun Dapat Dikendalikan

Langkah-langkah terbaik yang perlu dilakukan adalah mengenali lebih dekat tentang Diabetes Mellitus (Kencing Manis) sehingga kita dapat mengetahui cara penanganan yang tepat agar dapat hidup seperti biasa.

Penderita Diabetes Mellitus setiap tahun selalu bertambah. Diabetes Mellitus merupakan  penyakit sistemik yang dapat mengakibatkan komplikasi ke seluruh organ tubuh antara

lain dapat mengakibatkan penyakit Jantung koroner, penyempitan pembuluh darah serebro-vaskuler (stroke), Gagal Ginjal (Renal Failure), Gangguan penglihatan,

(22)

ditandai dengan keadaan hyperglycemia (kadar glukosa darah tinggi).

Ada dua type Diabetes Mellitus yaitu : 1). Diabetes Mellitus type I merupakan Diabetes Mellitus yang bergantung pada obat Insulin. Sering terjadi pada seseorang berusia kurang dari 30 tahun; 2). Diabetes Mellitus type II merupakan Diabetes Mellitus yang tidak  selalu bergantung pada obat Insulin, dapat diobati dengan oral anti diabetic (OAD). Tiga gejala utama Diabetes Mellitus yaitu : Polifagi, Polidipsi dan Poliuri.

Polifagi yaitu banyak makan. Penderita Diabetes Mellitus biasanya selalu merasa lapar, yang mengakibatkan mereka selalu makan secara berlebihan. Namun makanan tersebut tidak dapat masuk ke dalam sel tubuh dan menumpuk dalam darah (kadar gula darah meningkat / hyperglycemia), badan terasa lemas dan kurang bertenaga karena sel kekurangan zat gula ("lapar sel").

Polidipsi yaitu banyak minum. Penderita Diabetes Mellitus akan selalu merasa haus, yang disebabkan karena konsumsi gula tidak dapat masuk ke dalam sel tubuh.

Poliuri yaitu banyak/sering kencing, terutama pada malam h ari, yang disebabkan karena kadar gula darah yang tinggi.

Disamping gejala utama diatas terdapat pula gejala-jala lainnya seperti : 1). Gangguan  pada mata dimana kadar gula darah yang tinggi (hyperglycemia) dapat menyebabkan  perubahan pada lensa mata sehingga penglihatan menjadi kabur; 2). Gampang terjadi

infeksi jamur pada kemaluan sehingga terasa gatal terutama pada wanita; 3). Badan terasa cepat lelah dan mengantuk; 4). Bila terjadi luka akan sulit sembuh karena terjadi

 penurunan daya tahan tubuh terhadap infeksi; 5). Bila infeksi terjadi pada daerah kaki akan terjadi luka gangren dan berisiko untuk menjalani amputasi; 6). Kadar gula darah yang tinggi pada ibu hamil akan menyebabkan janin tumbuh menjadi besar ( berat badan  bayi waktu lahir dapat mencapai lebih dari 4 kg).

Glukosa Urin

Posted by Riswanto on Tuesday, March 9, 2010 Labels: Tes Urine

Darah disaring oleh jutaan nefron, sebuah unit fungsional dalam ginjal. Hasil  penyaringan (filtrat) berisi produk-produk limbah (mis. urea), elektrolit (mis. natrium,

kalium, klorida), asam amino, dan glukosa. Filtrat kemudian dialirkan ke tubulus ginjal untuk direabsorbsi dan diekskresikan; zat-zat yang diperlukan (termasuk glukosa) diserap kembali dan zat-zat yang tidak diperlukan kembali diekskresikan ke dalam urin.

Kurang dari 0,1% glukosa yang disaring oleh glomerulus terdapat dalam urin (kurang dari 130 mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui (kadar glukosa darah melebihi 160-180 mg/dl atau 8,9-10 mmol/l), atau

(23)

Prosedur

Uji glukosa urin konvensional menggunakan pereaksi Benedict atas dasar sifat glukosa sebagai zat pereduksi. Cara ini tidak spesifik karena beberapa pereduksi lain dapat mengacaukan hasil uji. Beberapa gula lain bisa menyebabkan hasil uji reduksi positif  misalnya fruktosa, sukrosa, galaktosa, pentose, laktosa, dsb. Beberapa zat bukan gula yang dapat mengadakan reduksi seperti asam homogentisat, alkapton, formalin, glukoronat. Pengaruh obat : streptomisin, salisilat kadar tinggi, vitamin C, dsb.

Metode carik celup (dipstick ) dinilai lebih bagus karena lebih spesifik untuk glukosa dan waktu pengujian yang amat singkat. Reagen strip untuk glukosa dilekati dua enzim, yaitu glukosa oksidase (GOD) dan peroksidase (POD), serta zat warna (kromogen) seperti orto-toluidin yang akan berubah warna biru jika teroksidasi. Zat warna lain yang digunakan adalah iodide yang akan berubah warna coklat jika teroksidasi. Prosedur uji yang akan dijelaskan di sini adalah uji dipstick. Kumpulkan spesimen acak  (random)/urin sewaktu. Celupkan strip reagen (dipstick) ke dalam urin. Tunggu selama 60 detik, amati perubahan warna yang terjadi dan cocokkan dengan bagan warna. Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil uji dipstick adalah :

• Hasil uji positif palsu dapat disebabkan oleh : bahan pengoksidasi (hidrogen

 peroksida, hipoklorit, atau klorin) dalam wadah sampel urin, atau urine yang sangat asam (pH di bawah 4)

• Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh : pengaruh obat (vitamin C, asam

hogentisat, salisilat dalam jumlah besar, asam hidroksiindolasetat), berat jenis urine > 1,020 dan terutama bila disertai dengan pH urine yang tinggi, adanya  badan keton dapat mengurangi sensitivitas pemeriksaan, infeksi bakteri.

Nilai Rujukan

Uji glukosa urin normal = negatif (kurang dari 50mg/dl)

Masalah Klinis

Glukosuria umumnya berarti diabetes mellitus. Namun, glukosuria dapat terjadi tidak  sejalan dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah; oleh karena itu glukosuria tidak  selalu dapat dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes mellitus. Jika nilai ambang ginjal begitu rendah bahkan kadar glukosa darah normal menghasilkan kondisi glukosuria, keadaan ini disebut sebagai glycosuria ginjal .

(24)

Gangguan Metabolisme Karbohidrat

Perlu diketahui, gangguan yang berhubungan dengan karbohidrat, di antaranya disebabkan adanya ketidakseimbangan antara asupan makanan dan kebutuhan energi, ada pula yang terjadi karena gangguan pada metabolisme.

Penyakit-penyakit yang terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan makanan dan kebutuhan energi adalah Kurang Energi Protein (KEP) dan penyakit kegemukan atau Obesitas, sedangkan yang termasuk gangguan metabolisme karbohidrat di antaranya adalah penyakit gula atau kencing manis atau Diabetes Mellitus dan Lactose Intolerance.

A. Penyakit Kegemukan (Obesitas)

Penyakit kegemukan atau obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan energi. Asupan energi yang berlebih disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Pada keadaan normal, jaringan lemak ditimbun di dalam  jaringan subkutan dan tirai usus (omentum).

Pada wanita ada tempat-tempat penimbunan jaringan lemak khusus yang memberi bentuk feminin seperti pada pantat, bahu serta dada. Jaringan lemak subkutan di daerah dinding perut bagian depan mudah dilihat pada seseorang yang menderita obesitas. Seorang laki-laki dikatakan menderita obesitas bila berat badan melebihi 15% dan pada wanita melebihi 20% dari berat badan ideal.

B. Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus adalah penyakit yang berkaitan dengan gangguan

metabolisme karbohidrat jenis glukosa. Penyakit ini disebabkan kekurangan hormon insulin. Hormon insulin dihasilkan oleh sel beta di dalam pulau

Langerhans pada kelenjar pankreas yang mengatur metabolisme glukosa.

Kekurangan hormon insulin terjadi karena sintesa yang kurang. Bisa juga sintesa cukup, tetapi sensitivitas sel target terhadap hormon menurun.

Insulin bekerja mengubah glukosa menjadi glikogen di dalam sel-sel hati maupun otot, ini terjadi jika glukosa di dalam darah meningkat. Sebaliknya jika glukosa darah menurun, glikogen hati dimobilisasikan sehingga menaikkan kembali glukosa di dalam darah. Seseorang yang kekurangan insulin, glukosa yang ada tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga glukosa di luar sel dan di dalam cairan darah meningkat.

(25)

Namun, timbunan glukosa tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk

menghasilkan energi. Glukosa yang bertumpuk tersebut kemudian dibuang melalui ginjal ke dalam urin sehingga urin mengandung glukosa (glukosuria), itulah sebabnya mengapa penyakit diabetes mellitus sering disebut penyakit kencing manis oleh orang awam.

Kebutuhan kalori pada lanjut usia (lansia) tergantung dari usia, tinggi badan, berat badan, aktivitas, dan ada tidaknya penyakit yang menyertainya. Sejalan dengan bertambahnya usia, metabolisme tubuh dan kemampuan organ cerna akan menurun sehingga asupan makanan dan minuman yang berlebihan bisa menjadi beban kerja bagi organ-organ tubuh yang juga telah lansia.Asupan makan pada lansia dipengaruhi oleh berbagai hal seperti faktor sosial ekonomi, fisiologi, patologi dan lain- lain.Umumnya perubahan komposisi tubuh yang terjadi adalah komposisi lemak yang meningkat, komposisi cairan tubuh yang  berkurang, komposisi otot yang menurun disertai penurunan massa tulang.Contohnya

massa otot yang beratnya sekitar 40% dari berat badan memberikan sumbangan 20, 25% terhadap laju metabolisme. Selain itu organ-organ yang memiliki aktivitas metabolisme tinggi seperti hati, otak, jantung dan ginjal memberikan kontribusi sebesar 60 - 65% terhadap laju metabolisme. "Pada lansia terjadi penurunan dari aktivitas organ-organ yang saya sebutkan tadi.Hal ini sebutnya, perlu diperhatikan agar pemberian nutrisi pada lansia disesuaikan dengan kebutuhannya, agar kualitas kesehatannya tetap terjaga dengan  baik. Penurunan berat badan (BB) pada lansia merupakan faktor yang harus diwaspadai,

karena mempengaruhi angka kematiannya. Penelitian yang dilakukan di sebuah Panti Werdha menunjukkan lansia yang mengalami penurunan BB lebih dari 10% dalam waktu 6 - 36 bulan, didapatkan angka kematiannya sebesar 62% dalam jangka waktu 3 tahun, sedangkan pada lansia yang tidak mengalami kehilangan BB angka kematiannya hanya sebesar 42% dalam kurun waktu yang sama. Oleh karenanya dukungan nutrisi yang adekuat pada lansia merupakan hal yang sangat penting untuk tetap mempertahankan kualitas hidup dan kesehatan yang optimal. Nutrisi yang diberikan, kata Inayah harus disesuaikan dengan nafsu makannya, suasana makan, jenis makanan, dan cara pemberian makanannya. Pada beberapa lansia ada yang mempunyai nafsu makan yang berlebih, hal ini memberikan dampak yang kurang baik karena sejalan dengan bertambahnya usia, metabolisme tubuh yang telah menurun, kemampuan organ cernapun menurun. "Asupan makanan dan minuman yang berlebihan merupakan beban kerja bagi organ-organ tubuh yang juga telah lansia,"

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil simulasi dan analisa menunjukkan bahwa optimasi parameter sistem eksitasi tipe DC1A untuk kondensor sinkron menggunakan algoritma genetika dapat menemukan

Pada tanggal 4-5 Mei 1992, atas inisiatif masyarakat, LP2SM Banda Aceh dan Sekretariat Bina Desa Jakarta mengadakan pelatihan pemberdayaan ekonomi social untuk masyarakat

Willy R.A Situmorang 1 , Miftahul Jannah 2 [Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Memprediksi Hasil Panen Padi Pada Desa Pagar Jati Dengan Metode Backpropagation] 173 untuk

dilakukan dalam menciptakan kegiatan pembelajaran yang efektif pada pembelajaran khususnya IPA Biologi dengan materi keanekaragaman hayati khususnya sub konsep

+pabila radang paru atau pneumonia terjadi pada paru*paru bagian bawah dekat dengan daerah perut, maka masalah pernafasan tidak akan tampak, gejala yang terjadi adalah demam, nyeri

Setelah diketahui terdapatnya bahan galian di suatu daerah dalam kegiatan prospeksi, yang mempunyai prospek untuk dilakukan kegiatan selanjutnya, maka dilakukanlah eksplorasi

Pemanas air tenaga matahari ini jauh lebih sederhana dan lebih efisien dibandingkan dengan pemanas air elektrik, karena pemanas air tenaga surya hanya memerlukan panas matahari