LAPORAN KASUS LAPORAN KASUS PSORIASIS VULGARIS PSORIASIS VULGARIS
Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya SMF/Lab. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSD dr. Soebandi SMF/Lab. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSD dr. Soebandi
Oleh: Oleh:
Irwan Prasetyo, S. Ked Irwan Prasetyo, S. Ked
082011101078 082011101078 Pembimbing: Pembimbing: dr. Rosmarini E.S.H., M.Sc. Sp.KK dr. Rosmarini E.S.H., M.Sc. Sp.KK
SMF/LAB. ILMU PENY
SMF/LAB. ILMU PENYAKIT AKIT KULIT DAN KULIT DAN KELAMINKELAMIN RSD DR. SOEBANDI JEMBER
RSD DR. SOEBANDI JEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2013 2013
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
Halaman Halaman
HAL
HALAMAN SAMAN SAMPAMPUL ... UL ... ii DAF
DAFTAR ISI TAR ISI ... ... iiii DAF
DAFTAR GTAR GAMBARAMBAR... ... iiiiii BAB I
BAB I PEPENDANDAHULHULUAN UAN ... ... 11 BAB
BAB II II TINJATINJAUAN UAN PUSTPUSTAKA AKA ... . 33
2.1. Def 2.1. Definisi inisi ... ... 33 2.2 Epidemi 2.2 Epidemiologi ologi ... ... 33 2.3 Eti 2.3 Etiologi ologi ... ... 44 2.4 F
2.4 Faktor aktor ResiResiko ...ko ... ... ... 66 2.5 Patogene
2.5 Patogenesissis/His/Histopatoltopatologi ... ogi ... 66 2.6 Gej
2.6 Gejala Kliala Klinis nis ... ... 88 2.7 Di
2.7 Diagnosiagnosis s ... ... 99 2.8 Dia
2.8 Diagnosis Bgnosis Banding anding ... ... 99 2.9 Penatal
2.9 Penatalaksanaan aksanaan ... ... 1010 2.10 K
2.10 Kompliomplikasi ... kasi ... 1212 2.11 Pr
2.11 Prognosiognosis ... s ... 1212
BAB III LAP
BAB III LAPORAORAN KASUS N KASUS ... ... 1313 DAF
DAFTAR PUSTATAR PUSTAKA KA ... ... 1717 DAF
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Perbandingan Kulit Sehat dan Psoriasis ... 7 Gambar 2.2 Lesi Psoriasis Vulgaris Di Punggung ... 8
BAB 1. PENDAHULUAN
Ada berbagai macam kelainan kulit, salah satunya adalah Psoriasis Vulgaris. Kelainan kulit ini merupakan bagian dari penyakit kulit Dermatosis Eritoskuamosa yaitu penyakit kulit yang ditandai dengan adanya eritema dan skuama yang meliputi psoriasis, parapsoriasis, pitriasis rosea, dermatosis seboroik, lupus eritematosus dan
dermatofitosis. Kasus psoriasis ini makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan kematian, tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih mengingat perjalanannya menahun dan residif. Penyebabnya masih belum jelas, biasanya lebih banyak mengenai usia dewasa muda, frekuensi pria dan wanita hamper
sama.(1)
Insiden pada orang kulit putih lebih tinggi daripada penduduk kulit berwarna. Di Eropa dilaporkan sebanyak 3-7%, di Amerika Serikat 1-2%, sedangkan di Jepang 0,6%. Pada bangsa kulit hitam, misalnya di Afrika, jarang dilaporkan , demikian pula bangsa Indian di Amerika Serikat. Lesi pada Psoriasis sangat khas, sering disebut plak karena terdapat peninggian pada kulit yang berwarna merah dan berbatas tegas.
Psoriasis dapat mengenai kulit hamper seluruh bagian tubuh, meliputi lutut, siku, kulit kepala, badan dan kuku. Diatas plak tersebut terdapat skuama yang berlapis-lapis yang tersusun atas sel kulit mati. Kulit dengan Psoriasis biasanya sangat kering, sakit dan gatal.(1) Data epidemiologi yang di dapat dari 10 Rumah Sakit di Indonesia selama tahun 1996-1998 menunjukan bahwa prevalensi penderita psoriasis bervariasi dari 0.59% - 0-92%. Di RS Perjan Dr. M. Djamil, Padang selama 2000
–
2003 insidens psoriasis bervariasi 1.6%-2.6%.(2,3)Faktor genetik berperan pada patogenesis psoriasis. Kemungkinan penderita psoriasis diwariskan secara poligenik. Banyak faktor pemicu seperti trauma, infeksi
streptokokus dan obat tertentu. Kesemua ini bergabung menjadi salah satu keadaan yang mempengaruhi dalam jalur efektor. Gen tertentu mungkin yang menyebabkan
atau inflamasi. Satu gen berada di kromosom 17 dan yang lainnya di kromosom 6 dekat MHC. Tipe HLA yang sering terkait dengan psoriasis adalah HLA Cw6, Bw13, Bw17, B17, Bw37, A13, BW16, Dw7 A1 dan A3. Grumet (1977) mendapatkan bahwa individu dengan HLA Bw17 enam kali lebih mudah menderita psoriasis.(4,5)
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Psoriasis Vulgaris merupakan penyakit autoimun bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar, berlapis-lapis dan transparan disertai dengan fenomena tetesan lilin, auspitz dan
kobner.(1,6)
2.2 Epidemiologi
Walaupun psoriasis terjadi secara universal, namun prevalensinya pada tiap populasi bervariasi di berbagai belahan dunia. Studi epidemiologi dari seluruh dunia memperkirakan prevalensi psoriasis berkisar antara 0,6 sampai 4,8%. Prevalensi psoriasis bervariasi berdasarkan wilayah geografis serta etnis. Di Amerika Serikat, psoriasis terjadi pada kurang lebih 2% populasi dengan ditemukannya jumlah kasus baru sekitar 150,000 per tahun. Pada sebuah studi, insidensi tertinggi ditemukan di pulau Faeroe yaitu sebesar 2,8%. Insidensi yang rendah ditemukan di Asia (0,4%) misalnya Jepang dan pada ras Amerika-Afrika (1,3%). Sementara itu psoriasis tidak ditemukan pada suku Aborigin Australia dan Indian yang berasal dari Amerika Selatan.(1)
Terdapatnya variasi prevalensi psoriasis berdasarkan wilayah geografis dan etnis menunjukkan adanya peranan lingkungan fisik (psoriasis lebih sering ditemukan pada daerah beriklim dingin), faktor genetik, dan pola tingkah laku atau paparan
lainnya terhadap perkembangan psoriasis.(1)
Pria dan wanita memiliki kemungkinan terkena yang sama besar. Beberapa pengamatan terakhir menunjukkan bahwa psoriasis sedikit lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita. Sementara pada sebuah studi yang meneliti pengaruh jenis kelamin dan usia pada prevalensi psoriasis, ditemukan bahwa pada pasien yang
berusia lebih muda (<20 tahun) prevalensi psoriasis ditemukan lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.(1)
Psoriasis dapat mengenai semua usia dan telah dilaporkan terjadi saat lahir dan pada orang yang berusia lanjut. Penelitian mengenai onset usia psoriasis mengalami banyak kesulitan dalam hal keakuratan data karena biasanya ditentukan berdasarkan ingatan pasien tentang onset terjadinya dan rekam medis yang dibuat dokter saat kunjungan awal. Beberapa penelitian berskala besar telah menunjukkan bahwa usia rata-rata penderita psoriasis episode pertama yaitu berkisar sekitar 15-20 tahun, dengan usia tertinggi kedua pada 55-60 tahun. Sementara penelitian lainnya misalnya studi prevalensi psoriasis di Spanyol, Inggris dan Norwegia menunjukkan bahwa terdapat penurunan prevalensi psoriasis dengan meningkatnya usia.(1)
2.3 Etiologi (1)
Penyebab penyakit ini masih belum diketahui dengan pasti. Pada garis besarnya ada 3 aspek yang berperan, yaitu:
a. Faktor Genetik
Psoriasis saat ini digolongkan sebagai penyakit genetik, memproduksi beberapa faktor yang berefek pada limfosit T sehingga melepas sitokin yang memiliki efek modulasi pada keratinosit epidermal sehingga terjadi proliferasi dan diferensiasi. Bila orangtua tidak menderita psoriasis, risiko mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika salah satu orangtua menderita psoriasis risikonya mencapai 34-39%. Hal lain yang menyokong penggolongan ini adalah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat familial dan berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57 dan Cw6 sedangkan psoriasis tipe II dengan awitan lambat bersifat nonfamilial dan berhubungan dengan HLA-B27 dan Cw2.
Perkembangan pengetahuan tentang patogenesisnya masih berhubungan dengan faktor genetik (satu di antara tiga pasien memiliki anggota keluarga yang
menderita psoriasis), sama halnya dengan data di RSCM tahun 2000 didapatkan 30 pasien dari 201 pasien baru mempunyai anggota keluarga dengan psoriasis.
b. Faktor Imunologi
Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan melalui limfosit T, antigen precenting cell (sel Langerhans), atau keratinosit. Ketiga faktor tersebut meningkatkan proliferasi epidermis, sehingga pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada kuliy normal lamanya 27 hari.
c. Faktor Pencetus
a. Trauma: dilaporkan bahwa berbagai tipe trauma kulit dapat menimbulkan psoriasis.
b. Infeksi: Sekitar 54% anak-anak dilaporkan mengalami eksaserbasi psoriasis dalam 2-3 minggu setelah infeksi saluran pernapasan atas. Infeksi fokal tidak jelas hubungannya dengan psoriasis vulgaris.
c. Stres: Dalam penyelidikan klinik, pada sekitar 30-40% kasus terjadi perburukan oleh karena stres. Stres dapat merangsang kekambuhan psoriasis dan cepat menjalar bila kondisi pasien tidak stabil. Pada anak-anak, eksaserbasi yang dihubungkan dengan stress terjadi lebih dari 90%. Stres psikis merupakan faktor pencetus utama. Terdapat kemungkinan bahwa stress psikologis dapat
menyebabkan menurunnya kemampuan menerima terapi.
d. Alkohol: Umumnya dipercaya bahwa alkohol berefek memperberat psoriasis tetapi pendapat ini belum dikonfirmasi dan kepercayaan ini muncul berdasarkan observasi pecandu alkohol yang menderita psoriasis. Peminum berat yang telah sampai pada level yang membahayakan kesehatan sering ditemukan pada pasien psorasis berat laki-laki dibandingkan penderita psorasis lainnya. Kemungkinan alkohol yang berlebihan dapat mengurangi kemampuan pengobatan dan juga adanya gejala stres menyebabkan parahnya pe nyakit kulit.
e. Faktor endokrin: Puncak insiden psoriasis pada waktu pubertas dan menopause. Pada waktu kehamilan umumnya membaik, sedangkan pada masa pasca partus memburuk.
f. Obat-obatan: Psoriasis mungkin dapat diinduksi dengan obat-obatan seperti beta bloker, litium, anti depresan, antimalaria, dan penghentian mendadak
kortikosteroid sistemik.
g. Sinar matahari : Dilaporkan 10 % terjadi perburukan lesi.
2.4 Faktor Resiko
a. Riwayat keluarga, mungkin faktor resiko yang paling berpengaruh jika keluarga memiliki riwayat psoriasis. Dapat muncul satu dari tiga orang yang keluarganya memiliki riwayat psoriasis.
b. Kondisi kesehatan, seseorang dengan infeksi HIV pasoriasis akan lebih berkembang daripada orang dengan kondisi imune yang baik. Anak-anak dan dewasa
muda dengan infeksi yang berulang juaga meningkatkan resiko dari psoriasis. c. Stres, stress yang berat akan meningkatkan resiko terjadinya psoriasis. d. Obesitas,.
e. Merokok, dapat memperberat keadaan dari psoriasis.
2.5 Patogenesis/Histopatologi
Perubahan morfologi dan kerusakan sel epidermis akan menimbulkan akumulasi sel normal dan limfosit pada puncak papil dermis dan didalam stratum basalis sehingga menyebabkan pembesaran dan pemanjangan papil dermis. Sel epidermodermal bertambah luas, lipatan di lapian bawah stratum spinosum brtambah banyak.(8)
Proses ini menyebabkan pertumbuhan kulit lebih cepat dan masa pertukaran kulit menjadi lebih pendek dari normal, dari 28 hari menjadi 3-4 hari. Stratum
Selain itu, gambaran histopatologi yang dapat dijumpai pada lesi psoriasis adalah hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis, dan hilangnya stratum granulosum. Papilomatosis dapat memberi beberapa variasi bentuk seperti gambaran pemukul bola kasti (base ball bat) atau pemukul bola golf (golf stick).(1)
Aktivitas mitosis sel epidermis tampak begitu tinggi, sehingga pematangan keratinisasi sel-sel epidermis terlalu cepat dan stratum korneum tampak menebal. Di dalam sel-sel tanduk ini masih dapat ditemukan inti-inti sel yang disebut parakeratosis. Di dalam startum korneum dapat ditemukan kantong-kantong kecil
yang berisikan sel radang polimorfonuklear. Pada puncak papil dermis didapati pelebaran pembuluh darah kecil yang disertai oleh sebukan sel-sel radang limfosit
dan monosit.(1)
Gambar 2.1 Perbandingan kulit sehat dengan psoriasis (sumber: http://wordinfo.info)
2.6 Gejala Klinis
Gambar 2.2 lesi psoriasis vulgaris di punggung (Sumber: Sunaryanto, 2009)
Psoriasis merupakan penyakit papuloskuamosa dengan gambaran morfologi, distribusi, serta derajat keparahan penyakit yang bervariasi. Lesi klasik psoriasis biasanya berupa plak berwarna kemerahan yang berbatas tegas dengan skuama tebal berlapis yang berwarna keputihan pada permukaan lesi. Ukurannya bervariasi mulai dari papul yang berukuran kecil sampai dengan plak yang menutupi area tubuh yang luas. Lesi pada psoriasis umumnya terjadi secara simetris, walaupun dapat terjadi secara unilateral. Dibawah skuama akan tampak kulit berwarna kemerahan mengkilat dan tampak bintik-bintik perdarahan pada saat skuama diangkat. Hal ini disebut dengan tanda Auspitz. Psoriasis juga dapat timbul pada tempat terjadinya trauma, hal ini disebut dengan fenomena Koebner. Penggoresan skuama utuh dengan mengggunakan pinggir gelas objek akan menyebabkan terjadinya perubahan warna lebih putih seperti tetesan lilin.(7)
Psoriasis dapat menyebabkan kelainan kuku yang agak khas yaitu lekukan milier yang disebut pitting nail. Terjadi pada 50% kasus. Kelainan yang tidak khas ialah kuku yang keruh, tebal, bagian distal terangkat karena terdapat lapisan tanduk di
Selain itu, penyakit ini juga dapat menyebabkan kelainan pada sendi yang umumnya bersifat poliartikuler, tempat predileksi pada sendi interfalang distal. Terbanyak pada usia 30
–
50 tahun. Sendi membesar, kemudian terjadi ankilosis dan lesi kistik subkorteks.(1)Selain dari presentasi klasik yang disebutkan diatas terdapat beberapa tipe klinis psoriasis. Psoriasis vulgaris yang merupakan tipe psoriasis yang paling sering terjadi, berupa plak kemerahan berbentuk oval atau bulat, berbatas tegas, dengan skuama berwarna keputihan. Lesi biasanya terdistribusi secara simetris pada ekstensor ekstremitas, terutama di siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral, bokong dan genital. Bentuk lainnya yaitu psoriasis inversa (fleksural), psoriasis gutata, psoriasis pustular, psoriasis linier, dan psoriasis eritroderma.(7)
2.7 Diagnosis
Terdapat gambaran klinis yang khas, yaitu makula-papula eritema dengan batas tegas, ditutup skuama kasar, putih seperti perak, disertai adanya fenomena bercak lilin dan tanda auspitz. Bila gambaran klinik kurang jelas, dilakukan pemeriksaan histopatologi, didapatkan gambaran yang khas, yaitu parakeratosis dan akantosis. Pada strarum spinosum terdapat kelompok leukosit yang disebut abses munro. Selain itu terdapat pula papilomatosis dan vasodilatasi di subepidermis.(1)
2.8 Diagnosis Banding(1)
a. Dermatitis Seboroika biasanya menunjukan kulit berminyak tanpa skuama yang belapis-lapis.
b. Sifilis stadium II (sifilis psoriasiformis) skuama berwarna cokelat tembaga dan sering dijumpai demam pada malam hari (dolores nocturnal). Lesi tidak gatal, ditemukan ditelapak tangan dan telapak kaki, terdapat pembesaran kelenjar getah bening yang generalisata dan tes serologi untuk sifilis (TSS) positif.
c. Pitriasis rosea biasanya berjalan subkutan, lesi oval, tapi sedikit menunggi dan ditutupi skuama halus. Predileksi: biasanya didaerah badan yang t ertutup pakaian. d. Dermatofitosis
2.9 Penatalaksanaan(1)
a. Terapi Topikal 1) Preparat Tar
- Mempunyai efek samping antiradang serta dapat menghambat proliferasi keratinosit.
- Dibagi menjadi 3, yaitu: a) Fosil, missal iktiol
b) Kayu, misalnya olium cadini dan olium ruski
c) batubara, misalnya liantral dan liquor karbonis detergens 2) Kortikosteroid
- Mempunyai efek antiinflamasi dan anti mitosis - Dipakai kortikosteroid potensi sedang sampai kuat
- Jika telah terjadi perbaikan potensi dan frekuensi dikurangi 3) Antralin (Ditranol)
- Mempunyai efek antiinflamasi dan menghambat proliferasi keratinosit - Efek sampingnya adalah bersifat iritasi dan mewarnai kulit dan paka ian - Konsentrasi 0,2
–
0,8 % dalam pasta atau salep.4) Calcipitriol : Sintetik vitamin D yang berefek anti proliferasi, berupa salap atau krim 50 mg/g.
b. Pengobatan sistemik 1) Antihistamin
2) Kortikosteroid
- Hanya dipakai bila sudah terjadi eritroderma atau psoriasis pustulosa generalisata
- Dosis setara dengan 40-60 mg prednisone perhari
- Sitostatika : Yang biasanya digunakan adalah metotreksat. Mula-mula diberi dosis inisial 5 mg per os, bila 1 minggu tidak ada gejala sensitivitas atau gejala toksik diberikan dosis 3 x 2,5 mg dengan interval 12 jam dalam seminggu (dosis total 7,5 mg). Jika tidak tampak perbaikan maka dosis dinaikkan 2,5
–
5 mg perminggu. Cara lain i.m 7,5–
25 mg dosis tunggal setiap minggu.- Levodopa : Dosisnya antara 2 x 250 mg
–
3 x 500 mg.- D.D.S : Untuk psoriasis pustulosa tipe barber dengan dosis 2 x 100 mg sehari. - Etretinat : Pada psoriasis obat ini mengurangi proliferasi sel epidermal pada lesi maupun kulit normal. Dosisnya 1 mg/kgBB, bila tidak ada perbaikan dapat dinaikkan 1,5 mg/kgBB.
- Penghentin obat secara mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi psoriasis pustulosa generalisata
c. Terapi Penyinaran
Terapi psoriasis dengan penyinaran mempunyai efek menghambat mitosis. Digunakan sinar ultraviolet artifisial, yaitu UVA. Dapat digunakan tersendiri atau dikombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA. Selain UVA, juga dapat digunakan UVB untuk pengobatan psoriasis tipe plak, gutata, pustular dan eritroderma. Pengobatan dengan PUVA dilakukan 2 kali seminggu untuk beberapa seri, tergantung dengan kemajuan penyembuhan. Biasanya terjadi setelah 3-4 minggu. Lalu dilakukan terapi penyinaran yang bersifat maintenance seminggu sekali atau satu kali dalam 2 bulan.
2.10 Komplikasi(8)
Tergantung dari type dan lokasi psoriasis dan luasnya penyakit, komplikasi yang timbul :
a. Infeksi bakteri akibat garukan dan gatal yang berat. b. Depresi
c. Stress
d. Pengasingan diri
2.11 Prognosis
Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat kronis dan residif. Belum ada cara yang efektif dan memberi penyembuhan yang sempurna.(8)
BAB 3. LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. P
Umur : 53 tahun
Alamat : Sidonganti Kraton 4/7 Kencong
Status : Menikah Pekerjaan : Petani Agama : Islam Suku : Jawa No. RM : 44.65.78 Tgl pemeriksaan : 25 Juli 2013 2. Anamnesa Keluhan Utama
Gatal diseluruh tubuh
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasakan gatal diseluruh tubuh sekitar 1 tahun lalu. Awalnya muncul pada dahi, berupa benjolan kecil (d = 0,5 mm) kemudian menyebar ke badan,
tangan dan kaki. Gatal dirasakan sangat terutama saat udara dingin dan berkeringat, sehingga benjolan tersebut digaruk dan akhirnya pecah. Lama kelamaan menjadi kering dan menjadi bercak tebal berwarna putih. Pasien juga mengeluhkan gatal di punggung setelah makan telor.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah menderita sakit yang sama. Alergi makanan (+), HT (-), DM (-)
Riwayat Pengobatan
Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga tidak ada yang menderita penyakit ini.
3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis: a. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum: baik
Kesadaran : komposmentis b. Vital Sign : dalam batas normal
c. Pemeriksaan Khusus
1) Kulit : cyanosis (-), ikterik (-), anemis (-) 2) Kepala
Mata : ikterik (-), anemis (-)
Telinga : sekret (-), darah (-), deformitas (-) Hidung : sekret (-), darah (-), deformitas (-) Mulut : dalam batas normal
Leher : pembesaran KGB (-)
3) Thorax
o Cor: I: ictus cordis tidak tampak P: ictus cordis tidak teraba
P: redup di ICS IV PSL dextra
–
ICS V MCL sinistra A: S1S2tunggal o Pulmo: Ventral Dorsal I: Simetris, retraksi -/-P: Fremitus raba +/+ P: Sonor +/+ I: Simetris, retraksi -/-P: Fremitus raba +/+ P: Sonor +/+4) Abdomen: I: Flat A: BU(+) normal P: Timpani P: Soepel 5) Extrimitas Akral hangat + + + + Edema - -- -Status Lokalis:
Lokasi : Regio capitis, regio antebrachii dextra et sinistra, regio thorax, regio inguinal dextra et sinistra.
Efloresensi : makula eritematus, sirkumskripta, tertutup skuama kasar dan tebal berlapis-lapis berwarna putih, fenomena tetesan lilin (+), auspitz sign (+).
4. Resume
Seorang wanita 53 tahun mengeluhkan gatal-gatal diseluruh tubuh sekitar 1 tahun lalu. Awalnya muncul di kepala, berupa benjolan kecil (d = 0,5 mm) kemudian menyebar ke badan, tangan dan kaki. Gatal dirasakan sangat terutama saat udara dingin dan berkeringat, sehingga benjolan tersebut digaruk dan akhirnya pecah. Lama kelamaan menjadi kering dan menjadi bercak tebal berwarna putih. Pasien juga mengeluhkan gatal di punggung setelah makan telor. Status lokalis pada Regio capitis, regio antebrachii dextra et sinistra, regio thorax, regio inguinal dextra et sinistra ditemukan makula eritematus, sirkumskripta, tertutup skuama kasar dan tebal
5. Diagnosis Banding a. Pitriasis rosea b. Dermatitis seboroika 6. Diagnosis Kerja Psoriasis Vulgaris 7. Planning a. Terapi Salep : Hidrokortison 2% Oral: Interhistin 2x1 b. Edukasi
- Kronis dan residif
- Menjaga kesehatan kulit dengan menghindari cahaya matahari, mandi teratur, menggunakan pelembap kulit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi, dkk. 2002. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI
2. Gottlieb AB, Lebwohl M, Totoritis MC, Abdulghani AA, Shuey SR, Romano P. Clinical and histologic response to single-dose treatment of moderate to severe psoriasis with an anti
–
CD 80 monoclonal antibody. J am acad dermatol. 2002 ; 47 (5) : 692-99.3. Gordon KB, Langley RG. Remittive effects of intramuscular alefacept in psoriasis. J drugs dermatol. 2003 ; 2 (6) : 624-28.
4. Wiryadi BE. Penatalaksanaan psoriasis. Dalam : Tjarta A, Sularsito SA, kurniati DD, Rihatmaja R, Editor. Metode diagnostik dan penatalaksanaan psoriasis dan dermatitis seboroik, Edisi I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2003 : 35 -50. 5. Christophers E, Mrowietz U. Psoriasis. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K,
Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, Fitzpatrick TB eds. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. 5 th ed, vol 1. New York : McGraw-Hill Companies, 1999 : 495-521.
6. Siregar, R.S. 1996. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit . Jakarta: EGC. 7. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37071/4/Chapter%20II.pdf
8. Sunaryanto, Andik. 2009. Laporan Kasus Psoriasis Vulgaris. RSU Singaraja Denpasar: Lab/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
DAFTAR LAMPIRAN
a b
c d
Keterangan:
a. Regio frontalis b. Regio coli
c. Regio thorax ventral d. Regio thorax Dorsal e. Regio femur dextra f. Regio Femur sinistra g. Regio cruris dextra h. Regio cruris sinistra