• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA KERJA PENENTUAN VOLUME TELUR MENGGUNAKAN COMPUTER VISION DAN ATURAN SIMPSON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KERANGKA KERJA PENENTUAN VOLUME TELUR MENGGUNAKAN COMPUTER VISION DAN ATURAN SIMPSON"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

KERANGKA KERJA PENENTUAN VOLUME TELUR MENGGUNAKAN

COMPUTER VISION DAN ATURAN SIMPSON

Joko Siswantoro1, 2,*, Anton Satria Prabuwono2,**, Azizi Abdulah2,***

1Departemen MIPA Universitas Surabaya 2

Fakulti Teknologi dan Sains Maklumat Universiti Kebangsaan Malaysia * joko_siswantoro@ubaya.ac.id ** antonsatria@ftsm.ukm.my *** azizi@ftsm.ukm.my Abstract

Volume has a very important role in the production and processing of a food product. Egg volume is associated with egg composition, nesting success, hatchling size, and nesting period. This paper develops a framework for egg volume measurement using computer vision and Simpson’s rule. The framework consists of image acquisition, preprocessing, image segmentation, image rotation, and volume measurement using Simpson’s rule. Simulation has been done using circle and ellipse images with several diameters and major and minor axis respectively. The simulation result shows that volume measurement using Simpson’s rule is more accurate than volume measurement using sum of disk methods.

Keywords: egg volume, computer vision, Simpson’s rule.

1.

Pendahuluan

Volume adalah salah satu isu penting dalam produksi dan pengolahan bahan makanan. Volume dan kararteristik fisis bahan makanan lainnya sangat berperan dalam penentuan penguapan air, perpindahan panas, penentuan kualitas penggunaan pestisida, dan tingkat respirasi. Dalam pemrosesan makanan volume bersama luas permukaan berguna untuk penyortiran berdasarkan ukuran, pemeriksaan kualitas, dan estimasi konsentrasi mikroba (Chalidabhongse, Yimyam, & Sirisomboon, 2006; Goñi, Purlis, & Salvadori, 2007; Lee, Xu, Eifert, & Zhan, 2006). Selain itu, jika volume suatu bahan makan dapat diestimasi dengan tepat maka kararteristik fisis lainnya, seperti massa jenis, akan dapat ditentukan dengan mudah. Pada telur selain untuk penyortiran, volume juga sangat berkaitan dengan komposisi telur, keberhasilan pengeraman, ukuran embrio (Bridge et al., 2007), dan lama waktu pengeraman (Worth, 1940). Sehingga penentuan volume telur merupakan isu yang sangat penting dalam produksi dan penetasan telur.

Secara tradisional volume suatu benda dapat ditentukan menggunakan metode pemindahan air berdasarkan prinsip Archimedes. Benda yang akan ditentukan volumenya dicelupkan kedalam air yang ditempatkan dalam suatu wadah hingga semua permukaan benda tersebut masuk semua ke dalam air. Air yang berpindah dari wadah semula ditampung di wadah yang lain dan dihitung volumenya. Volume air yang berpindah tersebut adalah volume benda yang dimaksud. Metode pemindahan air ini sangat tidak akurat, terutama untuk benda berpori yang dapat menyerap air atau benda-benda mudah pecah (Castillo-Castaneda & Turchiuli, 2008; Wang & Nguang, 2007). Akibatnya diperlukan suatu metode yang dapat menentukan volume telur secara akurat dan non destruktif selain metode pemindahan air. Computer vision merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menentukan volume telur secara akurat dan non destruktif. Wang & Nguang (2007) mendesain sensor murah untuk menghitung volume produk-produk pertanian yang berbentuk axi-symmetric seperti telur, jeruk, limau, dan tamarilos. Volume dihitung berdasarkan algoritma pengolahan citra dan metode jumlahan kerucut terpancung. Bridge et al. (2007) mengembangkan teknik otomatis dengan komputer untuk menghitung volume telur menggunakan fotografi digital dan metode jumlahan cakram. Zhou et al. (2009) mengembangkan teknik untuk menghitung volume dan luas permukaan telur berdasarkan computer vision dan metode jumlahan cakram. Perhitungan volume telur menggunakan metode jumlahan kerucut terpancung maupun jumlahan cakram memerlukan waktu komputasi yang lama karena untuk memperoleh hasil yang akurat harus melibatkan semua baris piksel yang ada pada citra. Selain itu beberapa model matematika juga dikembangkan untuk mengestimasi volume telur berdasarkan pada panjang dan lebar maksimum telur (Narushin, 2005) . Pada model-model tersebut mengandung parameter-parameter yang nilainya dihitung menggunakan sampel volume telur dari satu jenis telur tertentu, hal ini mengakibatkan model-model tersebut belum tentu akurat untuk mengestimasi volume telur jenis lainnya. Sehingga terdapat kebutuhan untuk mengembangkan metode penentuan volume telur yang akurat, non destruktif, cepat , dan dapat dipakai pada semua jenis telur.

(2)

2.

Bentuk Geometri Telur

Secara geometri bentuk telur dapat didekati sebagai benda putar yang diperoleh dengan memutar daerah yang dibatasi oleh sumbu x, elips

(

)

2 2 2 2 1, 0 x a y y a c − + = > , dan elips

(

)

2 2 2 2 1, 0 x a y y b c

+ = > mengelilingi sumbu x untuk 0≤xa b+ , dengan a, b, dan c adalah konstanta riil positif, seperti pada gambar 1 dan gambar 2. a b+ adalah panjang/sumbu mayor telur dan 2c adalah lebar/sumbu minor telur.

Gambar 1. Daerah yang dibatasi oleh 2 elips dan sumbu x dengan a = 0.9, b = 1, c = 0.7

Gambar 2. Benda putar hasil memutar daerah pada gambar 1

Dari kalkulus (George B. Thomas, Weir, & Hass, 2006) volume benda putar yang diperoleh dengan memutar daerah yang di batasi oleh sumbu x dan kurva y= f x

( )

pada sumbu x untuk axb seperti pada gambar 3 adalah

( )

2 b a

V =

πf x dx (1)

Akibatnya dengan pendekatan bentuk geometri telur seperti di atas maka volume telur adalah

(

)

2

(

)

2 2 2 2 2 2 2 0 a a b a c x a c x a V c dx c dx a b π +π     =  −  +  −         

(2) Integral (2) dapat dihitung secara eksak dengan hasil

(

)

2

2 3

V = π a b c+

Tetapi pada telur bentuk fungsi kurva penampang yang sejajar sumbu mayor tidak diketahui dengan pasti maka untuk menentukan volumenya tidak mungkin dilakukan dengan integral pada persamaan (1), untuk itu diperlukan pendekatan numerik. Dengan asumsi bahwa kurva penampang telur yang sejajar sumbu mayor sangat dekat dengan kurva elips dan dari persamaan (1) terlihat bahwa integran pada persamaan tersebut merupakan fungsi kuadrat dari x, maka volume telur dapat di aproksimasi menggunakan aturan Simpson, pada persamaan (2). Hal ini karena aturan Simpson diperoleh dengan asumsi bahwa integran berbentuk fungsi kuadrat (Burden, Faires, & Reynolds, 2009). Dari persamaan (2) dapat dilihat bahwa dengan aturan Simpson penentuan volume telur hanya memerlukan perhitungan pada tiga baris piksel objek telur yaitu baris pertama, baris tengah, dan baris terakhir yang tegak lurus dengan sumbu mayor.

( )

( )

4

( )

6 2 b a b a b a g x dx≈ − g a + g + +g b    

(3)

3.

Kerangka Kerja

(3)

1. Penangkapan citra. Penangkapan citra dilakukan dengan kamera digital yang terhubung ke komputer. Citra telur diambil dari salah satu sisi dengan latar belakang berwarna hitam untuk memudahkan pemisahan objek telur dari latar belakang pada langkah berikutnya dan dengan orientasi sumbu panjang telur dibuat sejajar dengan sumbu tegak.

Gambar 3. Kerangka kerja penentuan volume telur

2. Prapemrosesan. Mula-mula citra telur diubah menjadi citra skala keabuan. Prapemrosesan dilakukan untuk meningkatkan kualitas citra dengan mengurangi noise yang dihasilkan oleh kamera digital dan meningkatkan kontras citra. Noise dapat dikurangi dengan melakukan penapisan citra baik pada domain spatial atau frekuensi, sedangkan untuk meningkatkan kontras dapat digunakan penyamaan histogram.

3. Segmentasi citra. Proses ini adalah langkah untuk mengekstrak objek telur dari latar belakang. Teknik yang digunakan untuk melakukan segmentasi adalah thresholding. Thresholding akan mengubah citra skala keabuan menjadi citra biner. Sebuah piksel dengan intensitas lebih besar atau sama dengan nilai threshold dikategorikan sebagai objek dan diberi nilai biner 1 dan selain itu dikategorikan sebagai latar belakang dan diberi nilai biner 0. 4. Rotasi Citra. Proses ini dilakukan jika orientasi sumbu mayor telur tidak sejajar dengan sumbu tegak. Untuk

menentukan besarnya sudut rotasi digunakan matriks kovarian citra biner C yaitu 12 11 22 1 2 arctan 2 c c c θ=  −  

Gambar 4 menunjukkan hasil langkah rotasi citra.

Gambar 4. Hasil langkah rotasi citra

5. Penentuan volume. Misalkan I adalah citra biner hasil langkah keempat yang berukuran M×N, maka sumbu mayor telur adalah kolom piksel ke-y pada I dengan

(

)

1 , M x m I x y =

=

terbesar dan m adalah panjang sumbu mayor

(dalam satuan piksel). Didefinisikan f1, f2, dan f3 sebagai masing-masing jarak dari sumbu mayor ke kurva

penampang telur pada piksel baris pertama, baris tengah, dan baris terakiyahir objek telur, yaitu

(4)

(

)

(

)

1 1 1 1 1 2 2 1 1 2 1 2 3 1 1 , 2 1 , , gasal 2 1 1 1 , , , genap 2 2 2 1 , 2 N y N m y N N m m y y N m y f I x y I x y m f I x y I x y m f I x y = + = + = = = =          =       +            =

dengan xi adalah baris ke-i pada objek telur yang tegak lurus sumbu mayor. Dari persamaan (1) dan (3) maka

volume telur dapat ditentukan menggunakan persamaan (4) berikut dengan k adalah faktor skala satuan panjang per piksel.

(

2 2 2

)

3 1 2 3 1 4 6 m V= − πk f + f +f (4)

4.

Simulasi

Untuk menguji kerangka kerja penentuan volume telur menggunakan aturan Simpson dilakukan simulasi pada MATLAB menggunakan citra lingkaran dan elips dengan berbagai panjang diameter dan panjang sumbu mayor dan minor. Gambar 5 adalah contoh citra lingkaran dan elips yang digunakan dalam simulasi. Lingkaran dan elips tersebut jika diputar mengelilingi sumbu tegak dan masing-masing akan menjadi bola dan ellipsoid yang dapat dihitung volume eksaknya dengan rumus berikut.

3 1 6 b V = πD 4 2 3 e V = πab

dengan Vb dan Ve masing-masing adalah volume bola dan ellipsoid, D adalah panjang diameter bola, a dan b

masing-masing adalah ½ panjang sumbu mayor dan minor ellipsoid.

Gambar 5. Lingkaran dan elips yang digunakan untuk simulasi

Dalam simulasi ini dihitung volume eksak bola dan ellipsoid yang masing-masing adalah hasil memutar lingkaran dan elips mengelilingi sumbu tegaknya serta volume yang diperoleh dari aturan Simpson dan metode jumlahan cakram (Zhou et al. 2009).

5.

Hasil dan Pembahasan

Untuk mengetahui keakuratan penentuan volume dengan aturan Simpson digunakan kesalahan relatif yang didefinisikan pada persamaan (5).

Kesalahan relatif volume eksak volume pendekatan 100%

volume eksak

= × (5)

Hasil simulasi beserta dengan kesalahan relatif perhitungan volume dengan aturan Simpson dan metode jumlahan cakram dapat dilihat pada tabel 1dan tabel 2 berikut.

Tabel 1. Volume bola Diameter (cm) Eksak (cm3) Aturan Simpson (cm3) Kesalahan relatif (%) Metode jumlahan cakram (cm3) Kesalahan relatif (%) 1 0.5236 0.5211 0.0025 0.5161 0.0075 2 4.1888 4.1852 0.0036 4.1464 0.0423

(5)

Tabel 2. Volume ellipsoid Sumbu minor (cm) Sumbu mayor (cm) Eksak (cm3) Aturan Simpson (cm3) Kesalahan relatif (%) Metode jumlahan cakram (cm3) Kesalahan relatif (%) 1 2 0.5236 0.5211 0.0025 0.5161 0.0075 2 5 10.4720 10.4743 0.0220 4.1464 0.0423 3 6 28.2743 28.2832 0.0312 28.2008 0.2600 4 7 58.6431 58.5768 0.1130 58.5282 0.1958 5 8 104.7198 104.7017 0.0172 104.4896 0.2198

Hasil simulasi menunjukkan bahwa keakuratan aturan Simpson lebih baik daripada metode jumlahan cakram baik pada bola maupun ellipsoid. Hal tersebut ditunjukkan dengan kesalahan relatif volume dengan aturan Simpson lebih kecil daripada kesalahan relatif volume dengan metode jumlahan cakram baik pada bola maupun ellipsoid yang digunakan dalam simulasi.

6.

Kesimpulan

Kerangka kerja penentuan volume telur menggunakan computer vision dan aturan Simpson terdiri atas penangkapan citra, prapemrosesan, segmentasi citra, rotasi citra, dan penentuan volume telur. Aturan Simpson dipilih karena bentuk telur sangat dekat dengan benda putar yang diperoleh dengan memutar daerah yang dibatasi oleh sumbu mayor dan dua buah elips mengelilingi sumbu mayor. Dari hasil simulasi menggunakan citra lingkaran dan elips untuk memperoleh volume bola dan ellipsoid terlihat bahwa penentuan volume dengan aturan Simpson lebih akurat jika dibandingkan dengan metode jumlahan cakram.

7.

Daftar Pustaka

[1]. Bridge, E. S., Boughton, R. K., Aldredge, R. A., Harrison, T. J. E., Bowman, R., & Schoech, S. J. (2007). Measuring egg size using digital photography: testing Hoyt’s method using Florida Scrub-Jay eggs. Field Ornithol, 78(1), 109–116.

[2]. Burden, R. L., Faires, J. D., & Reynolds, A. C. (2009). Numerical Analysis (9 ed.): Brooks Cole.

[3]. Castillo-Castaneda, E., & Turchiuli, C. (2008). Volume Estimation of Small Particles Using Three-Dimensional Reconstruction from Multiple Views. In A. Elmoataz, O. Lezoray, F. Nouboud & D. Mammass (Eds.), Image and Signal Processing (Vol. 5099, pp. 218-225): Springer Berlin / Heidelberg.

[4]. Chalidabhongse, T., Yimyam, P., & Sirisomboon, P. (2006). 2D/3D Vision-Based Mango's Feature Extraction and Sorting. Paper presented at the Control, Automation, Robotics and Vision, 2006. ICARCV '06. 9th International Conference on.

[5]. George B. Thomas, J., Weir, M. D., & Hass, J. (2006). Thomas' Calculus (12 ed.): Pearson Education, Inc. [6]. Goñi, S. M., Purlis, E., & Salvadori, V. O. (2007). Three-dimensional reconstruction of irregular foodstuffs.

Journal of Food Engineering, 82(4), 536-547. doi: 10.1016/j.jfoodeng.2007.03.021

[7]. Lee, D. J., Xu, X., Eifert, J., & Zhan, P. (2006). Area and volume measurements of objects with irregular shapes using multiple silhouettes. Optical Engineering, 45(2), 027202.

[8]. Narushin, V. G. (2005). Egg Geometry Calculation Using the Measurements of Length and Bre. Poultry Science, 84, 482–484.

[9]. Wang, T. Y., & Nguang, S. K. (2007). Low cost sensor for volume and surface area computation of axi-symmetric agricultural products. Journal of Food Engineering, 79(3), 870-877. doi: 10.1016/j.jfoodeng.2006.01.084

[10]. Worth, C. B. (1940). Egg Volumes and Incubation Periods. The Auk, 57(1), 44-60.

[11]. Zhou, P., Zheng, W., Zhao, C., Shen, C., & Sun, G. (2009). Egg Volume and Surface Area Calculations Based on Machine Vision. In C. Zhao & D. Li (Eds.), Computer and Computing Technologies in Agriculture II (Vol. 3, pp. 1647-1653): Springer Boston.

Gambar

Gambar 2. Benda putar hasil memutar daerah pada gambar 1
Gambar 3. Kerangka kerja penentuan volume telur
Tabel 1. Volume bola  Diameter  (cm)  Eksak (cm3)  Aturan  Simpson  (cm 3 )  Kesalahan relatif (%)  Metode jumlahan  cakram (cm3)  Kesalahan relatif (%)  1  0.5236  0.5211  0.0025  0.5161  0.0075  2  4.1888  4.1852  0.0036  4.1464  0.0423

Referensi

Dokumen terkait

Dan Campuran dengan clay sebanyak 5% dari keseluruhan massa lapisan mengambil rujukan dari penelitan yang dilakukan oleh Shodik (2017), penambahan clay sebanyak

Ekosistem pertanian atau ogroekosistem merupakan salah satu contoh ekosistem binaan manusia (Untung, 2006). 5 Makin meningkatnya pemanfaatan sumber daya yang

pelaksana Pemerintah Kabupaten, dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah.. dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah

Untuk membantu menjawab kebutuhan masyarakat milenial, maka pada penelitian ini akan membuat sistem IoT dengan bantuan aplikasi Blynk pada Smartphone Android yang

Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) SMN Dita Fidiantoro Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP), Kelti Pemetaan dan Evaluasi SDL dan.

Untuk itu berikut ini diberikan suatu rangkaian rumus-rumus menghitung limit di suatu titik dengan cara sederhana... Limit Fungsi

Terdapat perbedaan kadar trigliserida antara kelompok diet standar ad libitum dengan kelompok diet tinggi minyak sawit maupun kelompok diet tinggi minyak sawit +

Semakin cepat waktu perjalanan maka akan semakin signifikan jumlah putaran yang dapat dilakukan serta akan memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada penumpang