• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sistem Bonus-Malus adalah sebuah sistem yang terdapat dalam pembayaran premi risiko sebuah asuransi non-life, dengan nilai premi risiko akan disesuaikan dengan sejarah klaim dari pemegang polis. Bonus dapat direpresentasikan sebagai pemotongan premi risiko yang diberikan apabila tidak terjadi klaim sama sekali dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan Malus dapat digambarkan sebagai penambahan premi risiko yang disebabkan oleh banyaknya klaim yang diajukan oleh pemegang polis dalam jangka waktu tertentu (Mert & Saykat, 2005).

Sistem ini sendiri telah ada sejak tahun 1976, kemudian banyak pengujian-pengujian yang dilakukan oleh banyak pihak, salah satunya dengan Markov Chain yang diaplikasikan ke dalam sistem Bonus-Malus ini. Ini didasarkan dari banyaknya faktor risiko yang mempengaruhi risiko yang ditanggung oleh pemegang polis. Karena seseorang bisa saja membawa berbagai macam risiko kecelakaan dilihat dari faktor masa lalunya, tetapi tidak dimasukan ke dalam sistem penilaian secara individual, sedangkan Bonus-Malus harus memperhitungkan faktor dari pengalaman-pengalaman yang sudah dialami oleh pengguna, sehingga Bonus-Malus sangatlah efisien untuk mengatasi hal seperti ini (De Pril, 1978).

Salah satu contoh pengaplikasian sistem ini adalah pada asuransi kendaraan bermotor (Automobile Insurance). Yang pada pengaplikasiannya melihat berbagai faktor. Bisa saja orang dengan kecelakaan yang ringan mendapat kenaikan premi yang sama dengan orang yang mengalami kecelakaan yang berat. Dengan demikian dapat dibuat konsep Bonus-Malus yang optimal tapi sedikit lebih rumit. Dengan menimbang dari faktor karakteristik dari individual pemegang polis, jumlah kecelakaan dan jumlah kerugian yang dialami dari setiap kecelakaan, sehingga data yang didapat tidak hanya berbasiskan data priori dan posteriori pada frekuensi klaim, tapi juga pada kerusakan (severity) yang dialami oleh pemegang polis, sehingga di satu sisi tidak merugikan perusahaan, dan di sisi lain tidak merugikan pemegang polis juga. Namun sistem ini sulit untuk diterapkan karena faktor risiko yang ada sangat banyak dan semua faktor harus diperhitungkan dengan detail, dan adanya pemisahan perhitungan

(2)

2

antara komponen frekuensi dan komponen severity pada perhitungan premi (Frangos & Vrontos, 2001).

Seperti yang telah diuraikan di atas, Bonus-Malus sudah banyak diaplikasikan dengan berbagai sistem dan faktor-faktor risiko yang ada. Modifikasi-modifikasi yang dapat dilakukan di berbagai negara, tergantung dari situasi dan kondisi, dan juga kebijakan pemerintah setempat mengenai asuransi. Sekitar 30 sistem Bonus-Malus dapat dibandingkan secara analisis dengan melihat berbagai faktor perbedaan satu sama lain. Jika di suatu negara pemerintah menetapkan kebebasan untuk para pengusaha jasa asuransi dalam hal menentukan tarif, maka Bonus-Malus sendiri dapat dirancang sedemikian sehingga dapat melihat dari sisi perusahaan atau pemegang polisnya. Jika tarif ditentukan oleh pemerintah, maka bisa saja dengan alasan sosial-politik beberapa faktor yang signifikan

dalam menentukan premi Bonus-Malus bisa saja dihilangkan, padahal bisa saja faktor yang dihilangkan tersebut dapat merugikan perusahaan. Jadi, sistem Bonus-Malus bisa saja disesuaikan dengan berbagai macam situasi dan kondisi. Hal di atas menunjukan bahwa fleksibilitas sebuah sistem Bonus-Malus sudah diakui oleh banyak negara (Lemaire & Zi, 1994).

Konsep di atas menunjukan bahwa Bonus-Malus dapat membuat suatu sistem yang seimbang. Tapi dampak negatif dari banyaknya sistem tersebut adalah suatu keadaan yang tak terhindarkan lagi yang terjadi yaitu penurunan premi yang berada di level rata-rata secara progresif, yang terjadi karena terfokusnya sistem ini kepada pemegang polis. Oleh karena itu harus dicari solusi dari masalah di atas atau perusahaan akan merugi. Salah satu solusinya dengan menggunakan metode Quadratic minimization dengan batasan persamaan linear atau dengan pertidaksamaan linear. Jadi dapat ditentukan batasan kapan harus diberi Bonus, atau justru dibatasi sampai berapa persen Malus yang diberikan (Doray & Coene, 1996).

Salah satu kelemahan Bonus-Malus yang lainnya adalah jika Malus yang diimplementasikan terlalu tinggi, maka pemegang polis bisa saja menutup asuransinya dan berpindah ke perusahaan asuransi yang lain. Hal ini bisa dihindari dengan cara menggabungkan premi koreksi secara posteriori dengan denda

(3)

3

(deductible) yang cukup bervariasi berdasarkan beberapa tingkatan dalam skala tertentu. Ini sangat menutupi kekurangan yang sudah dijelaskan sebelumnya. Dalam faktanya, cukup sulit untuk menerapkan hal tersebut ke asuransi kendaraan bermotor pihak ketiga. Jika perusahaan asuransi merasa susah menentukan denda yang bervariasi, bisa juga menurunkan jumlah persen klaim yang ditanggung oleh perusahaan setiap kali pemegang polis mengajukan klaim. Dengan karakteristik pemegang polis yang berbeda-beda, banyak kasus yang bisa saja dialami, maka dari itu diharuskan untuk mengasumsikan karakteristik secara rasional, yang masuk akal. Semuanya ini harus dipikirkan secara matang oleh perusahaan asuransi agar bisa menciptakan sistem yang adil bagi perusahaan maupun bagi para pemegang polis (Ptrebois, et al, 2005).

Beberapa contoh penerapan Bonus-Malus di berbagai benua diantaranya, pada tahun 1991 di Eropa sudah diterapkan 6 sistem Bonus-Malus yang tersebar di benua Eropa. Setiap sistem ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan dan kekurangan tersebut dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda-beda. Melihat dari 6 sistem yang dibandingkan ini, banyak sekali sistem yang tidak efektif yang bisa mengakibatkan ketidakadilan terjadi bagi para pemegang polis. Selang waktu klaim adalah salah satu faktor yang menentukan dalam Bonus-Malus, sedangkan bagi para pemegang polis, waktu klaim tersebut bisa dibilang sebuah ketidak sengajaan yang terjadi secara alamiah. Bisa saja pemegang polis dengan tingkat risiko yang sama mendapat perlakuan yang berbeda dalam beberapa sistem, perbedaan secara signifikan dapat terlihat. Dibutuhkan standar dari ISO untuk menghasilkan sebuah sistem yang memberikan kenyamanan dalam menjalankan sistem ini, baik kenyamanan secara psikologis bagi para pemegang polis, maupun keamanan secara finansial bagi perusahaan asuransi, sehingga campur tangan pemerintah tidak bisa terlalu dalam dan keadaan Bonus-Malus sendiri bisa disesuaikan dengan keadaan dan situasi pasar. Dengan sistem Bonus-Malus menyesuaikan pasar, bisa timbul persaingan. Menarik untuk dilihat bagaimana kompetisi mengenai sistem Bonus-Malus ini bisa berjalan di Eropa (Whitehead, 1991).

Beberapa negara memiliki perbedaan yang cukup mencolok dalam mengaplikasikan sistem ini. Di Brazil misalnya pada tahun 1999, Brazil menetapkan

(4)

4

sebuah sistem yang cukup mudah. Pemegang polis dibagi dalam 7 kelas, dengan level premi 100, 90, 85, 80, 75, 70 dan 65. Pemegang polis yang baru akan dimulai dari kelas 7, yaitu dari premi 100. Jika tahun pertama tidak terjadi klaim, maka akan turun ke level 6, dan seterusnya. Sebaliknya, jika dalam satu tahun terjadi banyak klaim, maka premi akan naik ke level selanjutnya. Sedangkan di Belgia pada tahun 1999 mengadaptasi sistem ini dengan tingkatan kelas yang lebih rumit lagi, yakni 23 kelas. Pemegang polis pun dibagi dalam beberapa kelas lagi, ada pemegang polis biasa dan bisnis. Dan mereka pada awalnya akan menempati kelas premi yang berbeda-beda. Sistem yang ada di Belgia ini tidak mengadopsi dari Markov Chain sehingga rentan untuk para perusahaan asuransi dalam mengalami kerugian. Untungnya dengan flexibilitas sebuah Bonus-Malus sistem di Belgia tersebut dapat dimodifikasi dengan Markov Chain. Uraian di atas menunjukan betapa luasnya cakupan dari Bonus-Malus itu sendiri (Lemaire, 1999).

Di negara Asia Timur, salah satunya Iran, sudah melakukan beberapa penelitian terhadap Bonus-Malus. Penelitian yang cukup mendalam menghasilkan sebuah sistem yang sudah digeneralisasi, yaitu sistem Bonus-Malus yang menggunakan variabel tetap dan variabel yang bervariasi dari karakteristik individual pemegang polis. Hasilnya kurang lebih memuaskan dan jauh lebih akurat dalam menentukan nilai preminya (Mahmoudvand & Hassani, 2009).

Masih di Iran, sistem Bonus-Malus ini sudah menjadi suatu kewajiban yang diterapkan oleh pemerintah. Sistem ini telah diuji dan diteliti dengan menggunakan kemampuan elastisitasnya, tingkat konvergensi suatu Bonus-Malus untuk menghasilkan kondisi stabil, dan membandingkan sistem di Iran tersebut dengan di negara lainnya. Hasilnya adalah sistem di Iran ini tidaklah adil bagi pemegang polis, dan harus diganti. Banyak hal yang bisa diganti untuk memaksimalkan sistem ini, tetapi tiga hal yang paling pokok yang harus diubah dari sistem di Iran ini adalah jumlah kelas yang ada, aturan kenaikan atau penurunan tingkat, dan tingkat relativitasnya. Tingkat relativitas yang harusnya bisa disesuaikan agar lebih adil lagi untuk pemegang polis, seperti yang diterapkan di Jepang dan Iran. Dengan demikian di Iran bisa diterapkan sistem yang memiliki win-win solution (Mahmoudvand et al, 2013).

(5)

5

Berpindah dari Iran, Nigeria juga mengalami kasus yang sama, dengan adanya ketidakadilan pada sistem yang tidak menentu sehingga para perusahaan asuransi tidak menghargai tarif yang sudah disepakati oleh industri. Dengan skala Malus yang masuk akal, karena dengan tingginya tingkat kecerobohan para pengemudi di Nigeria bisa mengakibatkan premi terus membengkak. Solusi terbaik bagi kasus ini adalah dengan adanya faktor catatan dari masa lalu si pemilik polis, seperti berapa kali mengalami kecelakaan, apa penyebab dari setiap kecelakaan tersebut, dan berapa kerugian yang ditanggung oleh pengemudi kendaraan tersebut, sehingga dapat ditarik sebuah premi awal dan tingkatan kelas yang menyesuaikan dengan track-record pemegang polis (Ibiwoy et al, 2011).

Di Indonesia sudah ada beberapa penelitian mengenai sistem ini, meskipun belum sebanyak penelitian yang dilakukan di negara lain. Salah satu contohnya seperti yang dilakukan di Semarang dari tahun 2010 hingga 2011, dengan data klaim yang diperoleh dari asuransi kendaraan bermotor PT Jasa Asuransi Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan metode yang tepat untuk diterapkan dalam Bonus-Malus di kota Semarang. Ditemukan bahwa dalam distribusi poisson untuk data klaim ini mengalami overdispersi, berarti distribusi yang paling cocok diterapkan untuk perusahaan asuransi di Semarang menurut penelitian ini adalah distribusi Binomial Negatif, dengan distribusi ini variabel bebas dapat dimasukkan pada model rumus yang sudah dibuat (Diningru et al, 2012).

Mengenai metode distribusi yang digunakan dalam Bonus-Malus itu sendiri, banyak metode distribusi yang digunakan. Salah satunya Poisson Inverse Gaussian. Metode ini sudah diuji dan diteliti pada tahun 1992, dengan menggunakan dan membandingkan dengan data yang ada pada tahun 1985. Dan hasilnya lebih baik dibandingkan metode yang dipakai pada tahun 1985, yaitu metode distribusi Negative Binomial. Meskipun sedikit lebih rumit dengan tingkat variabel yang lebih banyak. Namun hasil yang lebih akurat sangatlah menjadi pertimbangan untuk memakai metode ini (Tremblay, 1992).

Poisson-Exponential sendiri banyak dipakai dan telah teruji keakuratannya untuk memperkirakan jumlah kelas yang tidak diketahui. Sebagaimana sudah dijelaskan di atas, jumlah kelas yang dipakai dalam Bonus-Malus cukup banyak, sehingga untuk memakai metode distribusi ini sangat dianjurkan. Tujuan akhir

(6)

6

untuk memakai Mixed Exponential ini adalah untuk mencapai nilai yang maksimal pada segala kemungkinan yang ada (Jo & Barger, 2006).

Ada satu metode yang jarang untuk dipakai dalam Bonus-Malus yaitu metode Generalized Exponential. Persamaan ini diturunkan dari Poisson-Exponential dengan menurunkan bagian penting dari distribusi ini dan memperoleh bentuk ekspresi tertutup (Closed-form) dengan hasil mendekati momen yang ada, dan bentuk ini sangat cocok dan bisa berkembang untuk di aplikasikan ke Bonus-Malus yang sudah ada, karena keunggulannya dibanding bentuk asalnya (Souza & Neto, 2008).

Salah satu faktor penting yang menentukan metode distribusi apa yang dipakai dalam Bonus-Malus adalah jenis Bonus-Malus secara umum. Secara umum Bonus-Malus dapat dibagi menjadi dua, yaitu Bonus-Malus klasik dan Bonus-Malus optimal. Dimana keduanya hanya terdapat perbedaan variabel yang sedikit, namun cukup berpengaruh. Sistem klasik akan menilai apakah pemegang polis dikenai Bonus/Malus berdasarkan jumlah klaim yang dia buat dalam selang waktu tertentu. Sedangkan optimal berarti akan menimbang juga besarnya klaim yang diajukan kepada perusahaaan asuransi. Untuk klasik, distribusi dapat menggunakan Poisson-Exponential sedangkan optimal menggunakan Poisson-Exponential-Gamma (Mert & Saykan, 2005).

Selain menggunakan distribusi secara Poisson-Exponential, dapat juga menggunakan distribusi Poisson-Gamma, untuk menentukan premi berdasarkan frekuensi klaim dari para pemegang polis. Hal ini pernah diterapkan di Nigeria, dengan parameter yang sedikit berbeda, hasilnya juga dapat berbeda secara keseluruhan. Sehingga dapat dibandingkan dengan distribusi secara Poisson-Exponential (Ibiwoye et al, 2011)

Penelitian ini sendiri akan mengupas bahasan dasar dari Bonus-Malus klasik, dengan penurunan rumus yang lebih rinci dan penjelasan lebih rinci mengenai fungsi Quadratic Error Loss yang digunakan dalam memperkirakan parameter-parameter yang dibutuhkan dalam Bonus-Malus. Dan juga penelitian ini akan membandingkan loss ratio yang diperoleh antara sistem asuransi non-life yang sekarang dengan

(7)

7

sistem Bonus-Malus klasik ini. Disertai dengan program untuk menghitung premi risikonya berdasarkan kedua formula yang sudah didapatkan.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun masalah-masalah yang diselesaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah nilai premi risiko akan menjadi optimal jika sistem Bonus-Malus klasik diterapkan?

2. Manakah sebaran gabungan yang paling optimal dalam menentukan premi risiko dalam Bonus-Malus klasik? Poisson-Exponential atau Poisson-Gamma ?

3. Apakah program yang sudah dibuat dapat menghasilkan perhitungan yang akurat dan dapat dipercaya sebagai sumber pengambilan keputusan?

4. Apakah terdapat perbedaan nilai laba/rugi pada suatu produk perusahaan asuransi non-life jika diaplikasikan sistem Bonus-Malus klasik pada penentuan premi?

1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan

Tujuan pokok dari penelitian ini adalah :

1. Mempelajari perhitungan premi risiko yang harus dibayarkan oleh setiap pemegang polis asuransi dengan sistem Bonus-Malus klasik tersebut.

2. Mendapatkan premi risiko yang optimal pada sistem Bonus-Malus klasik. 3. Membuat program untuk menghitung nilai premi risiko yang harus

dibayarkan oleh pemegang polis asuransi dalam rentang waktu tertentu berdasarkan variabel-variabel yang ditinjau dari sisi pemegang polis asuransi. 4. Membandingkan antara data keuntungan dan kerugian yang didapat antara suatu produk asuransi non-life dengan mengaplikasikan sistem Bonus-Malus klasik

(8)

8 1.3.2 Manfaat

Manfaat hasil penelitian ini bagi pengguna aplikasi :

1. Dapat menentukan nilai premi baik dengan sebaran Poisson-Exponential maupun dengan sebaran Poisson-Gamma dengan mudah dan tepat.

2. Dapat memberikan pertimbangan mengenai nilai premi yang harus diambil untuk pemegang polis, sehingga tidak merugikan perusahaan.

Manfaat hasil penelitian ini bagi kaum awam :

1. Mengetahui sistem penentuan premi yang sudah dikenal cukup luas di luar negeri.

2. Sebagai pertimbangan dalam memilih sistem asuransi kendaraan bermotor.

1.4 Ruang Lingkup

Agar pembahasan dalam pembangunan sistem tidak terlalu luas, maka ruang lingkup sistem akan dibatasi pada :

1. Pembangunan aplikasi penentuan premi Bonus-Malus klasik pada desktop, dengan sistem operasi Windows 7 dan C#.Net

2. Analisis sistem Bonus-Malus klasik menggunakan distribusi Poisson-Exponential dan Poisson-Gamma.

3. Analisis data yang didapat dari PT Garda Oto mengenai premi dasar dari para pemegang polis asuransi dan kerugian yang dialami oleh perusahaan akibat sistem penentuan premi yang tradisional.

4. Penyediaan fitur untuk menyimpan data pemegang polis di database sehingga bisa dihitung ulang dengan hanya memasukan nomor polis.

5. Penyediaan fitur untuk meng-export data ke format .xlsx (Excel) sehingga dapat dibuka sewaktu-waktu tanpa harus terkoneksi ke database.

1.5 Metodologi Penelitian

1.5.1 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu : 1. Studi Literatur

(9)

9

Melakukan studi literatur pada buku, artikel online, dan jurnal yang berhubungan dengan penelitian sebagai dasar untuk mendapatkan landasan dasar penulisan skripsi.

2. Kuisioner

Metode pengumpulan data jenis ini dilakukan dengan cara membagikan kuisioner kepada sejumlah responden. Kuisioner berisi pertanyaan yang berkaitan dengan sistem yang sedang dibangun.

3. Wawancara

Metode pengumpulan data jenis ini dilakukan dengan cara menanyakan secara langsung pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Pertanyaannya diajukan kepada salah seorang pegawai di PT Garda Oto dimana berkaitan dengan sistem yang sedang dibangun.

1.5.2 Metode Pengembangan Peranti Lunak

Metode pengembangan peranti lunak yang digunakan untuk membangun aplikasi ini adalah extreme programming. Tahap-tahap pada extreme programming adalah sebagai berikut (Pressman, 2011:73-77):

a. Perencanaan

Tahap perencanaan, yaitu sebuah cara pengumpulan kebutuhan yang memungkinkan anggota teknikal tim XP untuk mengerti konteks bisnis untuk piranti lunak dan mendapatkan wawasan yang luas untuk hasil yang dibutuhkan dan fitur utama serta fungsionalitas. Proses mendengarkan akan mengarahkan pada pembuatan “cerita” yang menggambarkan kebutuhan akan hasil, fitur, dan fungsionalitas piranti lunak yang akan dibuat.

b. Perancangan

Perancangan XP mengikuti prinsip “Keep It Simple” (KIS). Desain yang sederhana selalu lebih dipilih dibandingkan dengan yang kompleks. Apabila ditemukan masalah perancangan yang sulit sebagai bagian dari perancangan cerita, XP merekomendasikan untuk membuat prototype operasional dari perancangan tersebut dengan segera. Dikenal sebagai spike solution, rancangan prototype diimplementasikan dan dievaluasi. Tujuannya adalah

(10)

10

agar mengurangi risiko saat pengimplementasian yang sesungguhnya dimulai dan untuk memastikan perkiraan asli untuk cerita yang mengandung masalah perancangan.

c. Coding

Tahap ini akan dilakukan setelah pembuatan user stories dan perancangan pendahuluan selesai dibuat, serta dilanjutkan dengan pengembangan urutan pengujian unit pada user stories yang akan dimasukkan kedalam rilis. Pengembang sebaiknya memfokuskan pada hal yang akan diimplementasikan untuk melewati pengujian, setelah pengujian unit dibuat, sehingga akan dihasilkan umpan balik langsung bagi pengembang, konsep utama selama coding adalah pair programming, yaitu proses pembuatan kode untuk user stories yang dilakukan oleh dua orang secara bersama-sama. Hal ini menyediakan mekanisme untuk pemecahan masalah, penjaminan kualitas pada saat pengerjaan, dan membuat pengembang tetap fokus pada permasalahan yang ada. Pada tahap ini juga dilakukan refactoring. Refactoring memungkinkan pengembang aplikasi untuk meningkatkan struktur internal dari desain (source code) tanpa mengubah sifat atau fungsionalitas eksternal. Dengan kata lain refactoring dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi, kemampuan dibaca, atau performa dari desain atau code yang mengimplementasikan desain.

d. Pengujian

Pengujian unit yang dibuat sebelum coding dimulai adalah elemen kunci untuk pendekatan dalam XP. Pengujian unit yang dibuat harus diimplementasikan menggunakan framework yang memungkinkan pengujian unit dilakukan secara otomatis. Hal ini mendorong sebuah strategi pengujian regresi setiap saat kode diubah. Integrasi dan pengujian validasi dari sistem dapat terjadi secara harian karena pengujian unit secara individu diorganisasikan menjadi “universal testing suite”. Hal ini menyediakan indikasi dari kemajuan yang didapat dan juga memberikan peringatan dini terhadap kesalahan yg terjadi kepada tim XP. XP acceptance tests, yang disebut juga pengujian klien, ditentukan oleh klien dan berfokus pada

(11)

11

keseluruhan fitur sistem dan fungsionalitas yang terlihat dan dapat diulas kembali oleh klien. Acceptance tests diperoleh dari cerita pengguna yang telah diimplementasikan sebagai bagian dari piranti lunak yang dirilis.

1.6 Sistematika penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini terbagi menjadi lima bagian, yaitu : 1. Bab 1 Pendahuluan

Bab ini membahas tentang latar belakang, ruang lingkup, tujuan dan manfaat, metodologi penelitian yang digunakan, dan sistematika penulisan.

2. Bab 2 Landasan Teori

Bab ini membahas tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan berpikir dalam pembuatan sistem, aplikasi dan penulisan skripsi ini. Secara garis besar teori-teori tersebut dapat dibagi menjadi teori-teori umum dan khusus.

3. Bab 3 Metode Penelitian

Bab ini berisi cara untuk mendapatkan dan menganalisis data untuk menguji hipotesis serta mendapatkan jawaban penelitian.

4. Bab 4 Analisis dan Pembahasan

Bab ini menjelaskan tentang proses implementasi sistem dan aplikasi serta hasil dari evaluasi yang dilakukan setelah aplikasi diimplementasikan dengan data yang ada.

5. Bab 5 Simpulan dan Saran

Berisi kesimpulan dari sistem yang sudah dibangun dan aplikasi yang sudah dibuat dan juga saran-saran untuk pengembangan sistem dan aplikasi kedepannya.

Referensi

Dokumen terkait

H1: (1) Terdapat perbedaan produktivitas kerja antara karyawan yang diberi insentif dengan karyawan yang tidak diberi insentif (2) Terdapat perbedaan

7.4.4 Kepala LPPM menentukan tindakan perbaikan yang harus dilakukan pada periode Pelaporan Hasil Pengabdian kepada masyarakat berikutnya.. Bidang Pengabdian kepada masyarakat

Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi, upaya terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalahpahaman dan konflik bahkan

Logo merupakan lambang yang dapat memasuki alam pikiran/suatu penerapan image yang secara tepat dipikiran pembaca ketika nama produk tersebut disebutkan (dibaca),

Seperti halnya dengan pengetahuan komunikasi terapeutik perawat, kemampuan perawat yang sebagian besar pada kategori cukup baik tersebut kemungkinan karena adanya

Penelitian yang dilakukan di TK AndiniSukarame Bandar Lampung betujuan meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal konsep bilangan melalui media gambar pada usia

Ketersediaan informasi lokasi rumah sakit, fasilitas dan layanan yang tersedia di rumah sakit dan tempat kejadian dapat tersedia secara jelas dan terkini sehingga penentuan

Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji syukur dan sembah sujud, penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah, dan kasih sayang-Nya sehingga penyusun