No. 005/BM/2009
PEDOMAN
Konstruksi dan Bangunan
Pemeriksaan Jembatan Rangka Baja
KEMENTERI AN PEKERJ AAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
Daftar Isi Prakata ... i Daftar Isi ... ii Daftar Tabel ... iv Daftar Gambar ... v Pendahuluan ... 1 1. Ruang lingkup ... 1 2. Acuan normatif ... 1
3. Istilah dan definisi ... 1
4. Umum ... 8
4.1. Tipe dan Komponen Berbagai Jembatan Rangka ... 8
4.2. Mutu Bahan Komponen Jembatan ... 15
4.2.1. Mutu Bahan Komponen Jembatan Belanda Baru ... 15
4.2.2. Mutu Bahan Komponen Jembatan Austria ... 15
4.3. Baut Jembatan ... 16
4.3.1. Baut Jembatan Rangka CH ... 16
4.3.2. Baut Jembatan Rangka Belanda ... 18
4.3.3. Kunci Momem Torsi Manual Jembatan Rangka Belanda Baru ... 19
4.3.4. Baut Austria ... 20
4.4. Sistem perletakan ... 23
4.4.1. Sistem Perletakan CH ... 23
4.4.2. Sistem Perletakan Jembatan Rangka Belanda ... 23
4.4.3. Alat Dongkrak Hidrolis ... 25
4.4.4. Sistem Perletakan Austria, Australia ... 25
4.5. Sistem Lantai ... 25
4.5.1. Sistem Lantai Jembatan Rangka Belanda Baru ... 25
4.5.3. Sistem Lantai Jembatan Rangka Austria dan Bukaka
... 27
4.6. Standar pembebanan ... 29
4.6.1. Standar pembebanan jembatan CH ... 29
4.6.2. Standar pembebanan jembatan rangka Belanda Baru ... 29
5. Pemeriksaan Jembatan Rangka Baja ... 30
5.1. Pemeriksaan Jembatan ... 30
5.1.1. Pemeriksaan Inventarisasi ... 32
5.1.2. Pemeriksaan Detail ... 32
5.1.2.1. Kerusakan Tipikal Struktur Beton... 35
5.1.2.2. Kerusakan Tipikal Struktur Baja Jembatan ... 37
5.1.3. Pemeriksaan Khusus ... 46
5.1.3.1. Pemeriksaan mutu beton ... 46
5.1.3.2. Pemeriksaan karbonasi ... 47
5.1.3.3. Pemeriksaan tulangan dan selimut beton dengan alat covermeter ... 47
5.1.3.4. Pemeriksaan retak dengan alat Pundit atau UPV dan alat pengukur retak ... 47
5.1.3.5. Pengujian getaran jembatan ... 48
5.1.3.6. Uji beban ... 48
5.1.3.7. Pengujian laboratorium ... 49
5.2. Pengujian Lapangan dan Laboratorium ... 49
5.2.1. Kriteria dan Metoda ... 49
5.2.2. Pemeriksaan dan Pengujian Lapangan dan Monitoring ... 55
Daftar Tabel
Tabel 1 Mutu bahan baja jembatan CH ... 15 Tabel 2 Dimensi Baut High Yield Steel (H.Y.S.) ... 17 Tabel 3 Dimensi Baut Mild Steel (M.S.) ... 17 Tabel 4 Kunci Momem Torsi Manual Jembatan Rangka Belanda
Baru ... 20 Tabel 9 Sifat Bahan dan Perusakan Bahan dan Struktural yang
Ditentukan selama Uji Lapangan Jembatan Beton ... 57 Tabel 10 Sifat Bahan dan Cacat Bahan dan Struktural yang
Ditentukan selama Pengujian Lapangan Jembatan Baja ……….59 Tabel 11 Sifat Bahan yang Diuji dalam Laboratorium pada
Spesimen yang Diambil dari Jembatan Beton dan Baja ……….77
Daftar Gambar
Gambar 1 Jembatan Rangka Baja CH sistem Through Type ... 9
Gambar 2 Jembatan Rangka Baja CH sistem Deck Type ... 9
Gambar 3 Elemen Tipikal Jembatan Rangka Baja CH ... 10
Gambar 4 Jembatan Rangka Baja Australia ... 11
Gambar 5Elemen Tipikal Komponen Jembatan Rangka Baja Australia, Austria, Bukaka, KBI, dan Spanyol ... 11
Gambar 6 Jembatan Rangka Belanda Baru ... 12
Gambar 7 Urutan/pemasangan Komponen R.B.B di atas perletakan. 1. Diafragma didudukkan pada "Uper bearing plate" dan memasang "Tap bolt". 2. Pasang " End Bottom Chord" dan "Bottom Chord" pada "Upper bearing Plate".3. Pemasangan selanjutnya yaitu "Gusset Plate" dimasukkan pada cela antar "Diafragma" dan "Bottom Chord" tersebut. 12 Gambar 8 Tipikal Jembatan Rangka Baja Austria, Bukaka, KBI, dan Spanyol ... 13
Gambar 9 Jembatan Panel Bailey - Acrow ... 13
Gambar 10 Jembatan Rangka Semipermanen Australia... 14
Gambar 11 Jembatan Transpanel Australia ... 14
Gambar 12 Bentuk Baut yang Dipergunakan dalam Jembatan Callender Hamilton ... 16
Gambar 13 Baut Jembatan Rangka Baja Belanda ... 19
Gambar 14 Baut Standar Metrik ... 22
Gambar 15 Sistem Perletakan Jembatan CH ... 23
Gambar 16 Sistem Perletakan Jembatan Rangka Baja Austria . 24 Gambar 17 Pelat baja bergelombang Jembatan Rangka Baja Belanda Baru ... 26
Gambar 18 Sistem pemasangan pelat lantai di Jembatan Rangka Austria dan Jembatan Rangka Bukaka ... 27
Gambar 19 Pelat baja bergelombang Jembatan Rangka Austria ... 28
Gambar 20 Pelat baja bergelombang Jembatan Rangka Bukaka ... 28
Gambar 24 Perkembangan Kehilangan Bahan Akibat Korosi Permukaan sebagai Fungsi dari Waktu dan Kondisi
Lingkungan ... 42
Gambar 25 Penampang yang Terbuka dari Rangka Bawah dengan Akumulasi Pencemaran ... 43
Gambar 26 Penampang Struktur Jembatan dari Tipe Jembatan Rangka dengan Ikatan Angin di Bagian Atas dengan Lokasi yang Sensitif ... 44
Gambar 27 Lokasi Retak Fatik Tipikal di Dalam Bangunan Atas Jembatan Baja ... 44
Gambar 28 Lokasi yang Memungkinkan dari Retak Fatik di Dalam Jembatan Rangka yang Disambung dengan Paku Keling ... 45
Gambar 29 Penyajian Sistematik Umur Pelayanan Jembatan secara Teknis ... 50
Gambar 30 Informasi dari Tipe Penyelidikan yang Berbeda ... 54
Gambar 31 Gagasan Pokok untuk Pengujian CAPO ... 60
Gambar 32 Uji Kecepatan Pulsa Ultrasonik ... 61
Gambar 33 Pengujian Impact-echo ... 62
Gambar 34 Scan Radar ... 62
Gambar 35 Scan Radiografi ... 63
Gambar 36 Rekaman Infra Merah ... 63
Gambar 37 Sirkuit untuk Pengukuran Potensial Setengah Sel .. 64
Gambar 38 Contoh Garis-garis Isopotensial untuk Penentuan Letak Korosi yang Muncul di dalam Element Struktural ... 65
Gambar 39 Pemeriksaan Endoskop Kabel dan Saluran Kabel Prategang ... 65
Gambar 40 Perbandingan Suatu Contoh Lendutan yang Terhitung dan yang Terukur (yang terlihat di dalam tanda kurung) dari Gelagar Utama akibat Pembebanan (a) Simetris dan (b) Tidak Simetris .. 71
Gambar 41 Suatu Contoh Vibrograf Ideal dari Perpindahan
Vertikal Gelagar Jembatan. O- penanda waktu (1 s =
1 detik), P - didapat ketika poros sumbu kendaraan
pertama berada di atas jembatan dan didapat ketika poros sumbu kendaraan yang terakhir keluar dari
jembatan, W - jangka waktu getaran paksa, S -
jangka waktu getaran bebas, yst - perubahan statis,
yav - garis perubahan rata-rata, ymax - perubahan
dinamis maksimum, delta- amplitudo getaran, tw -
periode getaran paksa, ts - periode getaran bebas
Pendahuluan
Dalam rangka memantapkan kestabilan sarana perhubungan lalu-lintas angkutan darat yang sangat penting artinya bagi pembangunan nasional sebagai perwujudan nyata terhadap pelayanan jasa distribusi yang meliputi jasa angkutan dan jasa perdangangan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, oleh karena itu jaringan jalan dan jembatan merupakan hal yang utama untuk dijaga kemampuan daya layannya. Pemerintah memiliki wewenang untuk mengupayakan sistem jaringan jalan dan jembatan yang mantap sesuai dengan tuntutan zaman dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional dalam menuju masyarakat yang adil dan sejahtera.
Jembatan yang merupakan bagian dari jalan sangat diperlukan dalam sistem jaringan transportasi darat yang akan menunjang pembangunan nasional di masa yang akan datang. Oleh sebab
itu perencanaan, pembangunan dan rehabilitasi perlu
diperhatikan sehingga dapat mencapai sasaran umur jembatan yang direncanakan.
Saat ini tidak kurang 88 ribu buah jembatan atau ekuialen dengan panjang kurang lebih 1000 km yang telah dibangun dan diinventarisasi walaupun sebagian kecil merupakan peninggalan masa penjajahan. Dari jumlah tersebut tidak kurang dari 29 ribu buah jembatan berada di ruas jalan nasional dan provinsi atau ekuialen dengan panjang kurang lebih 482 km dan sisanya berada di ruas jalan kabupaten, dan tersebar di seluruh kepulauan Indonesia yang berjumlah sekitar 17.000 pulau. Jembatan rangka baja yang merupakan salah satu jenis bangunan atas jembatan adalah bagian yang penting dari jembatan, maka pemanfaatan rangka baja jembatan harus seefektif dan seefesien mungkin, mulai dari tahap perencanaan, fabrikasi dan pelaksanaan hingga rehabilitasi, sehingga dana yang telah dialokasikan dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Jenis-jenis jembatan rangka baja yang ada di Indonesia antara lain : Callender Hamilton (RBU), rangka baja Belanda (RBD, RBB), rangka baja Australia (RBA), rangka baja Austria (RBR), rangka baja Bukaka (RBK), rangka baja KBI (RBC), rangka baja Spanyol (RBE), dll.
Penggunaan jembatan rangka dimulai dari zaman sebelum tahun 1945 sampai saat ini sehingga banyak yang telah melebihi umur rencananya dan belum diganti karena keterbatasan dana yang ada. Perkembangan teknologi angkutan dan penambahan beban
yang tidak terkendali serta kurangnya pemeliharaan
menyebabkan banyak jembatan rangka baja yang rusak, rusak parah hingga runtuh.
Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu system pemeliharaan dan perkuatan struktur dan lantai jembatan pada jembatan rangka baja sesuai dengan perkembangan peraturan dan teknologi yang ada saat ini serta memperhatikan dan memenuhi persyaratan sebagai berikut : kekuatan dan stabilitas struktural, kelayakan, keawetan, kemudahan pelaksanaan, ekonomis, dan bentuk estetika yang baik.
Dalam pelaksanaan tugas Subdit Teknik Jembatan mencakup perencanaan teknik jembatan nasional dan pengembangan teknologi jembatan serta pembinaan perencanaan teknik jembatan provinsi dapat dijabarkan dan dimanifestasikan dalam tupoksi yang berfokus pada tahapan pembangunan dan
perencanaan teknik baik untuk perencanaan,
pemeliharaan/perawatan jembatan manapun pada tahap
pembangunan baru dan penunjangan atau perkuatan jembatan. Sebagai acuan dalam kegiatan pemeliharaan/ perawatan jembatan dan berkaitan dengan tugas pembinaan teknik ke seluruh Indonesia, diperlukan suatu pengaturan yang berkaitan dengan penanganan kerusakan pada jembatan rangka baja berupa disusunnya suatu sistem perkuatan struktur dan lantai
jembatan pada jembatan rangka baja sesuai dengan perkembangan peraturan dan teknologi yang ada saat ini.
Pemeriksaan Jembatan Rangka Baja
1. Ruang lingkup
Pedoman ini memuat secara umum tatacara perkuatan struktur jembatan rangka sehingga dapat mengembalikan kapasitas jembatan mendekati kondisi semula dengan tindakan yang paling tepat, efektif tanpa mengubah desain awal dan spesifikasi yang ada.
2. Acuan normatif
Undang-undang No. 32 tahun 2005
: Tentang Jalan
SK.SNI T-02-2005 : Pembebanan Jembatan
SK.SNI T-12-2004 : Perencanaan Struktur Beton untuk
Jembatan
SK.SNI T-03-2005 : Perencanaan struktur baja untuk
jembatan
3. Istilah dan definisi 3.1. angker
adalah bagian jembatan sebagai penambat tetap terhadap pergerakan lateral atau longitudinal.
3.2. aspal
lapis atas perkerasan elastik.
3. 3. bailey
3.4. baja
material dengan kekerasan cukup tinggi yang umum digunakan pada suatu jenis konstruksi bangunan atau jembatan.
3.5. baut
elemen untuk mengikat elemen struktur yang terpisah yang dikencangkan dengan suatu kunci momen.
3.6. bentang jembatan
ukuran jarak as ke as pada abutmen atau pilar jembatan.
3.7. beton
material batu buatan yang mampu menahan tekan tetapi tidak mampu menahan tarik.
3.8. callender hamilton
tipe jembatan rangka dari inggris dengan sistem sambungan tumpu.
3.9. dongkrak hidrolis
alat untuk mengangkat girder atau elemen struktur lainnya dalam usaha perbaikan dan pemeliharaan jembatan.
3.10. elastomer
perletakan elastik tempat tumpuan girder baja atau girder beton.
3.11. elemen
bagian dari suatu struktur jembatan.
3.12. fatik
3.13. format numerik
bentuk baku berdasarkan analisis yang diberikan oleh komputer.
3.14. fraktur
keretakan secara tiba-tiba pada struktur baja setelah adanya kerusakan kecil yang bersifat desktruktif.
3.15. frekuensi alami
banyaknya geteran pada struktur jembatan yang dipengaruhi bentuk dan dimensi geometri jembatan akibat beban dinamik eksternal.
3.16. galvanis
lapisan khusus pada elemen baja untuk mengatasi perkaratan.
3.17. grouting
upaya memberikan zat pengisi terhadap bagian struktur beton yang mengalami keretakan kecil.
3.18. jembatan
sistem struktur dengan dua perletakan atau lebih yang
direncanakan secara analitis dan sistematis untuk
menyeberangkan angkutan di atasnya melewati suatu halangan, sungai atau lautan.
3.19. jembatan rangka
tipe struktur jembatan dengan mengkombinasikan elemen-elemen baja sesuai kriteria desain dan aspek-aspek teknis yang mengikat.
3.20. komponen
bagian dari elemen suatu struktur yang mendukung
terintegrasinya suatu sistem.
3.21. komposit
aksi perilaku bersama antara dua atau lebih material yang memiliki karakteristik yang berbeda.
3.22. konstruksi
sistem struktur yang dibuat manusia dengan menerapkan kaidah-kaidah desain.
3.23. korosi
kerusakan pada elemen jembatan akibat pengikatan uap air oleh karat baja.
3.24. kunci momen
alat untuk mengencangkan baut yang dilengkapi skala kekencangan tertentu.
3.25. lendutan
perubahan geometrik elemen struktur akibat momen lentur.
3.26. longitudinal
arah memanjang jembatan
3.27. lvdt
3.28. metoda elastis
kriteria desain dengan menerapkan hubungan linear tegangan vs regangan.
3.29. modulus young
tetapan bahan yang menunjukkan tingkat elastisitas bahan merupakan harga tangens dari grafik tegangan vs regangan.
3.30. mortar
bahan untuk pengisi suatu adukan semen yang telah dibersihkan dan memenuhi persyaratan lainnya
3.31. pelat
bagian struktur yang dominan mengalami biaxial lentur dan torsi
3.32. pelat baja bergelombang
lempengan baja yang digunakan sebagai bekisting pada saat pengecoran lantai
3.33. pemeriksaan detail
pemeriksaan untuk mengetahui kondisi jembatan dan elemennya guna mempersiapkan strategi penanganan untuk setiap individual jembatan dan membuat urutan prioritas jembatan sesuai dengan jenis penanganannya.
3.34. pemeriksaan inventarisasi
pemeriksaan yang dilakukan pada saat awal untuk mendaftarkan setiap jembatan ke dalam database. pemeriksaan inventarisasi juga dilaksanakan jika pada jembatan yang tertinggal pada waktu database dibuat.
3.35. pemeriksaan khusus
pemeriksaan yang disarankan oleh pemeriksa jembatan pada waktu pemeriksaan detail karena pemeriksa merasa kurangnya data, pengalaman atau keahlian untuk menentukan kondisi jembatan.
3.36. prategang
suatu teknik memberikan momen lentur berlawanan dengan arah lentur beban sehingga meningkatkan kapasitas muat suatu elemen struktur.
3.37. profil
baja penampang tertentu yang digunakan dalam konstruksi.
3.38. pundit
alat untuk mengukur keretakan.
3.39. regangan
perbandingan perubahan dilatasi terhadap panjang semula.
3.40. semi-permanen
sistem jembatan baja yang dibuat untuk mengalihkan sementara tingkat lalu lintas dengan waktu layan jembatan lebih lama dari jembatan non permanen
3.41. sistem lantai
konstruksi terintegrasi antara stringer, pelat beton, cross girder,
stud, pelat gelombang dan komponen pendukung lainnya.
3.42. specific gravity
ukuran perbandingan relatif kerapatan suatu zat terhadap kerapatan zat lain yang dianggap standard.
3.43. struktur
suatu tatanan konstruksi buatan manusia dengan menerapkan kaidah-kaidah alam, aturan dan spesifikasi teknis yang merupakan pedoman bersama.
3.44. struktural
elemen-elemen jembatan yang dominan menerima beban-beban utama.
3.45. tegangan
kondisi tarik atau tekan yang merupakan ukuran gaya per satuan penampang.
3.46. tendon
kabel prategang yang terdiri dari banyak strand.
3.47. tingkat kerusakan
kategori kerusakan elemen struktur dalam klasifikasi yang sudah ditetapkan sebelumnya.
3.48. titik leleh
ukuran tertinggi batas linear elastik sebagai dasar perencanaan tegangan kerja
3.49. transversal
arah melintang jembatan.
3.50. tulangan
komponen baja batangan pada beton bertulang sebagai bagian yang menerima beban tarik.
3.51. umur pelayanan
masa penggunaan suatu konstruksi
3.52. vibrocorder
alat untuk mengukur getaran jembatan
3.53. warren
tipe jembatan rangka dengan ciri khas elemen diagonal tanpa elemen vertikal
4. Umum
4.1. Tipe dan komponen berbagai jembatan rangka
Jembatan Rangka yang dipergunakan di Indonesia umumnya menggunakan tipe rangka Warren dimana jumlah rangka baja tersebut dibandingkan dengan jumlah jembatan pada ruas jalan nasional adalah sebagai berikut :
1. Rangka Baja Callender Hamilton (CH )dari Inggris (kode BMS : RBU) – berjumlah sekitar 0,87%
2. Rangka Baja Hollandia Klos (=Belanda Baru) dari Belanda (kode BMS : RBB) – berjumlah sekitar 1,07%
3. Rangka Baja Transfield dari Australia (kode BMS : RBA) – berjumlah sekitar 3,32 %
4. Rangka Baja Waagner Biro dari Austria (kode BMS : RBR) – berjumlah sekitar 0,50 %
5. Rangka Baja Bukaka dari Indonesia (kode BMS : RBK) – berjumlah sekitar 0,25 %
6. Rangka Baja Karunia Berca Indonesia (KBI) (kode BMS : RBC)
7. Rangka Baja Centunion dari Spanyol (kode BMS : RBE) 8. dan rangka baja lainnya baik yang ada setelah rangka baja
Sedangkan rangka baja semi-permanen dan jembatan darurat yang dipakai di Indonesia adalah:
1. Rangka Baja Panel Bailey dan Acrow Panel dari Inggris (kode BMS : RBW) – ketersediaan 1,13 % stok jembatan nasional. 2. Rangka Baja Semipermanen Transfield dari Australia (kode
BMS : RBS) – ketersediaan 0,22 % stok jembatan nasional. 3. Rangka Baja Transpanel Transfield dari Australia (kode BMS
: RBT) – ketersediaan 0,12 % stok jembatan nasional.
Untuk lebih jelasnya bentuk dari masing-masing tipe dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 1 Jembatan Rangka Baja CH sistem Through Type
Gambar 4 Jembatan Rangka Baja Australia
Gambar 5 Elemen Tipikal Komponen Jembatan Rangka Baja Australia, Austria, Bukaka, KBI, dan Spanyol
Gambar 6 Jembatan Rangka Belanda Baru
Gambar 7 Urutan/pemasangan Komponen R.B.B di atas perletakan. 1. Diafragma didudukkan pada "Uper bearing plate" dan memasang "Tap bolt". 2. Pasang " End Bottom Chord" dan "Bottom Chord" pada "Upper bearing Plate".3. Pemasangan selanjutnya yaitu
"Gusset Plate" dimasukkan pada cela antar
Gambar 8 Tipikal Jembatan Rangka Baja Austria, Bukaka, KBI, dan Spanyol
Gambar 9 Jembatan Panel Bailey - Acrow
TAMPAK SAMPING (TUNGGAL)
TAMPAK SAMPING (GANDA)
POTONGAN MELINTANG
Gambar 10 Jembatan Rangka Semipermanen Australia
4.2. Mutu bahan komponen jembatan
Mutu bahan komponen jembatan terdiri dari berbagai macam kelas.
Untuk jembatan CH mutu komponen jembatan mempergunakan ketentuan BS 4630 sebagaimana yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1 Mutu bahan baja jembatan CH
Kelas Kuat
Tarik
Tegangan leleh minimal untuk ketebalan s/d 16 mm 16-25 mm 25-40 mm 40-63 mm 63 mm N/mm2 N/mm2 N/mm2 N/mm2 N/mm2 N/mm2 43 A 430/510 255 245 240 239 225 50 B 490/620 355 345 345 340 325 55 C 550/700 450 430 415 - -
4.2.1. Mutu bahan komponen jembatan Belanda Baru
Fe 510 C sesuai standar Eropa 25 - 72. Baja konstruksi yang dipergunakan untuk seluruh komponen jembatan, dipabrikasi dari baja gilas sesuai dengan standar Eropa norm 25 - 72 dengan "grade" Fe 510 C (Fy 360 MPA) yang setara dengan ASTM A-572 "grade" 50 (Fy 350 MPA).
4.2.2. Mutu bahan komponen jembatan Austria
Komponen-komponen baja konstruksi dalam Jembatan Rangka dibuat dari baja yang memenuhi S355JO atau HISTAR S460 sesuai dengan standar DIN EN 10025, kecuali ikatan angin dan sandaran dibuat dari baja S235JO.
4
3
MILD STEEL (M.S) MUR RING RING MURHIGH YIELD STEEL (H.Y.S)
BAUT
BAUT
4.3. Baut jembatan
4.3.1. Baut jembatan rangka CH
Pada jembatan Callender Hamilton (CH) yang terpasang sekarang dipakai 2 (dua) macam baut yaitu baut diameter 1” Mild
Steel (M.S.) dan 11/2” High Yield Steel (H.Y.S).
Baut diameter 1” dipakai pada sambungan-sambungan sekunder
dan baut 11/2” pada sambungan-sambungan primer.
Berikut nilai torsi minimum yang direkomendasikan untuk semua baut jembatan Callender Hamilton (CH) :
1. diameter 1" 34.5 kg. m (250 lbs ft)
2. diameter 1 ½ " 48.4 kg. m (350 lbs ft)
3. diameter 2" 62.2 kg. m (450 lbs.ft)
4. M 20 grade 8.8 45.0 kg. m (325 lbs.ft)
5. M 24 grade 8.8 78.0 kg. m (565 lbs.ft)
Gambar 12 Bentuk Baut yang Dipergunakan dalam Jembatan Callender Hamilton
Tabel 2 Dimensi Baut High Yield Steel (H.Y.S.)
Mark (notasi)
Panjang (mm) 55 65 75 85 95 115
Berat (kg) 1,32 1,41 1,50 1,59 1,68 1,86 1,5 " Diameter H.Y.S. ( High Yield Steel ) bolt
2 3 4 5 6 8
Tabel 3 Dimensi Baut Mild Steel (M.S.)
Mark (notasi)
Panjang (mm) 52 62 72 82 92
Berat (kg) 0,51 0,55 0,59 0,63 0,67
1 " Diameter M.S. ( Mild Steel ) bolt
2 3 4 5 6
Angka didalam gambar juga menunjukkan berapa lapis pelat yang dijepit oleh baut tersebut.
Contoh :
- Baut Mild Stell (M.S.)
- Baut High Yield Steel (Y.H.S.)
Spesifikasi H.Y.S. sama dengan Grade 55C dan M.S. sama dengan Grade 43A.
Dipasaran sekarang sulit mendapatkan baut dengan Grade H.Y.S.
Baut ini dapat diganti dengan baut yang kualitasnya lebih tinggi sesuai dengan ASTM A325 Grade 8.8.
Sedang baut M.S. dapat dipakai baut biasa digalvanis .
4.3.2. Baut jembatan rangka Belanda
Seluruh baut yang dipergunakan untuk sambungan konstruksi baja ini ialah baut tegangan tinggi tipe 10.9 H.V.termasuk juga mur dan ring datar yang sesuai dan diperkuat. Ring bujur sangkar menipis yang diperkuat untuk besi kanal standar Eropa sesuai dengan ukuran dan tebal keminringan yang terdapat dalam DIN 6918.
Pada jembatan baja,baut-baut galvanis dipergunakan dengan kualitas 10.9 H.V. sesuai dengan NEN 5511 dan 5512, ring datar yang dipergunakan adalah kualitas 10.9 H.V.sesuai dengan NEN 5514 - 5515 yang mana disebut mur-mur dan ring datar yang kuat untuk hubungan pembautan pratekan.
Data teknis baut:
Kuat tarik = 1000 N/mm2
Titik Leleh = 900 N/mm2
Regangan = 12 %
Ada dua macam diameter baut yamg digunakan yaitu M20 dan M24 dengan panjang yang berbeda. Panjang baut dan kelebihan panjang ulir (min 7mm dan max 11mm) dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 13 Baut Jembatan Rangka Baja Belanda
4.3.3. Kunci Momem Torsi Manual Jembatan Rangka Belanda Baru
Untuk setiap 2 (dua) bentangan dilengkapi dengan 1(set) kunci
Momen Torsi yang diperlukan untuk pengencangan baut-baut dalam pemasangan konstruksi baja. Setiap set terdiri atas:
1. Kunci Torsi merk Britool tipe HVT 5000 digunakan untuk pengencangan baut M20.
2. Kunci Torsi merk Britool tipe GVT 8400 digunakan untuk pengencangan baut M24.
Dengan data teknis sebagai berikut:
Tabel 4 Kunci Momen Torsi Manual Jembatan Rangka Belanda Baru HVT 5000 GVT 8400 Diameter 3/4" (20 mm) 1" (25 mm) Panjang 44.5" (1130 mm) 55" (1397 mm) Momen Pengencangan 140 - 560 Nm 480 - 940 Nm 14 - 57 Kgm 49 - 95 Kgm 1200 - 50001bf - in - 100 - 4101bf - ft 350 - 700 lbf - ft Berat 6.58 kg 12.70 kg 4.3.4. Baut Austria
Baut untuk semua sambungan konstruksi adalah M16 dan M20, baut tegangan tinggi kualitas 10.9 sesuai DIN 6914 dengan mur dan cincin dari jenis semacam yang diperkeras, baut untuk pemasangan sandaran adalah M12 dari jenis yang sama.
Panjang baut tegangan tinggi diameter 12mm,16mm dan 20mm
gambar dan dalam daftar baut dengan awalan "M" serta diameter dan panjangnya dalam milimeter (umpama M20 x 50).
Semua baut-baut konstruksi untuk penyambungan batang sendiri-sendiri, kecuali penyambungan tumpuan kepada pelat dasar yang berturut-turut, peredam-peredam kepada besi siku penyambung, harus diberikan pratekanan terakhir dengan memberi tarikan puntiran, dengan momen puntiran Ma sebagai berikut: Baut M20: Pengencangan awal : Ma 1 = 400 Nm Pengencangan akhir : Ma 2 = 500 Nm Baut M16: Pengencangan awal : Ma 1 = 200 Nm Pengencangan akhir : Ma 2 = 250 Nm
Baut M12: Ma = 60 Nm, untuk klemp sandaran.
Untuk pengujian pratekan, periksalah paling sedikit 5% baut-baut tiap sambungan jembatan permanen dengan satu meter puntir yang dikalibrasi dengan baik, dengan satu momen puntiran: MT = 550 Nm (M20)
MT = 275 Nm (MI6)
Jika sudut puntir tambahan adalah 0° sampai 3 ini adalah balk, jika 30° sampai 60' adalah baik namun periksalah dua baut tambahan pada sambungan yang sama, dan apabila lebih besar dari 600 gantilah baut tersebut serta periksalah dua baut lagi sambungan yang sama.
4.4. Sistem perletakan 4.4.1. Sistem perletakan CH
Gambar 15 Sistem Perletakan Jembatan CH
4.4.2. Sistem perletakan jembatan rangka Belanda
Bantalan karet perletakan (Elastomer) yang diperkuat dengan pelat baja Fe 510.
Spesifikasi bahan untuk bantalan elastomer sesuai dengan BS 051031.
4.4.3. Alat dongkrak hidrolis
Setiap dongkrak hidrolis mempunyai kapasitas 145 ton (2 x 72,5) dihubungkan dengan pompa tangan, pipa karet penghubung, dan alat penyambung, yang dipergunakan pada pemasangan bangunan atas jembatan (dari bentang jembatan 40m sampai 60m).
Dan dilengkapi juga dengan dongkrak hidrolis "LAR ZEP" dengan kapasitas 200 ton (2 x 100 ton), yang dipergunakan untuk bentang jembatan 100 m dan 105 m.
4.4.4. Sistem perletakan Austria, Australia
Tumpuan-tumpuan adalah jenis elastomer. Pelat elastomer diletakan di atas suatu pelat baja yang nantinya ditutup kembali dengan pelat baja, berlainan dengan jembatan rangka Belanda baru, pelat baja ini seringkali tidak diberi penahan disekitarnya seperti yang terlihat pada gambar di atas.
4.5. Sistem lantai
Sistem lantai jembatan yang umum dipergunakan dalam rangka baja di Indonesia dibagi dua yaitu:
1. Sistem lantai beton yang ditumpu pada gelagar melintang
seperti pada Jembatan Rangka CH dan Jembatan Rangka Baja Australia. Ketebalan pelat lantai umumnya 20 cm, lapisan aspal 5 cm.
2. Sistem lantai beton dengan dikompositkan bekisting pelat
baja bergelombang yang ditumpu pada gelagar memanjang seperti pada Jembatan Rangka Baja Belanda Baru, Austria, Bukaka, Spanyol, dan lain-lain.
4.5.1. Sistem lantai jembatan rangka Belanda Baru
Lantai Jembatan terbuat dari pelat-pelat baja gelombang sesuai dengan ASTM-572 grade 42 atau DIN 50049-2-3 ST44.2
Lantai baja gelombang yang digalvanis ini diproses secara dingin dari pelat baja dengan mutu 42 sesuai dengan ASTM A-572 dan disediakan dalam dua jenis bentuk profil dengan lebar:
− Lantai jembatan tunggal = 444 mm dan
− Lantai jembatan ganda = 818 mm
Dan tinggi gelombang 100 mm dan dua ukuran panjang untuk memenuhi kebutuhan jembatan kelas A & B . Lantai jembatan dibuat dengan lubang-lubang untuk memasang kebalok-balok memanjang dan untuk menggabungkan lembaran-lembaran pada sambungannya. Detail-detailnya terdapat pada gambar-gambar terlampir.
Panjang dari lantai baja sama dengan setengah lebar dari lebar jembatan.
Kelas A, panjang = 4.50 m Kelas B, panjang = 3.50 m
Kelas C panjang = 2.75 m
Ada dua macam baut yang digunakan untuk memasang lantai baja, yaitu M 10 dan M12.
Gambar 17 Pelat baja bergelombang Jembatan Rangka Baja Belanda Baru
4.5.2. LHD - Profile (besi siku pinggir untuk lantai)
LHD - Profil disediakan bersama-sama dengan komponen baja
konstruksi dan harus ditanam dalam beton sesuai dengan detail pada gambar. Besi siku pelindung untuk lantai dibentuk menurut kemiringan pelat lantai dan hares mempunyai jarak yang tepat, dan bila digunakan lapisan aspal, maka besi siku ini hares dipasang lebih tinggi dari lantai beton agar tingginya sama dengan permukaan akhir lantai.
Dengan alasan-alasan ini, maka selama pengecoran lantai, besi siku pelindung ini harus diikat dan dikencangkan pada bekisting lantai. Untuk keperluan ini telah disediakan lubang-lubang pada besi siku tersebut. Jembatan ini telah dirancang untuk memakai lapisan aspal setebal 5 cm.
4.5.3. Sistem Lantai Jembatan Rangka Austria dan Bukaka
Sistem lantai jembatan rangka baja tipikal seperti jembatan rangka Austria umumnya mempergunakan bekisting plat baja bergelombang yang di dalamnya diberi tulangan agar menyatu dengan beton, seringkali tulangan in tidak ditempelkan ke bagian atas pelat baja, sehingga akhirnya beton sering retak karena tidak terjadinya aksi komposit antara beton dan pelat baja.
Gambar 18 Sistem pemasangan pelat lantai di Jembatan Rangka Austria dan Jembatan Rangka Bukaka
Gambar 19 Pelat baja bergelombang Jembatan Rangka Austria
4.6. Standar pembebanan
Standar pembebanan yang digunakan paling umum adalah peraturan pembebanan Bina Marga tahun 1971. Kemudian setelah Sistem Manajemen Jembatan dikeluarkan tahun 1992 semua ketentuan pembebanan jembatan rangka diubah dengan persyaratan yang terbaru.. Selain ketentuan pembebanan tadi masih ada peraturan pembebanan tahun 1987.
4.6.1. Standar pembebanan jembatan CH
• Beban pada lantai kendaraan dan beban pada struktur rangka
baja. Adapun beban-beban yang dipergunakan adalah:
a. BINA MARGA : NO. 12/1970
b. RJ.K.A. : AVBP 1932
c. AASHTO : HS - 44
d. H.A. Loading : BS-5400
e. Dan lain-lain pembebanan
• Panjang bentang, maksimum panjang bentang untuk tiap-tiap.
• Lebar lantai kendaraan dan trotoarnya yang dapat dijadikan
acuan kelas pembebanan Bina Marga adalah:
a. Jembatan Kelas C : Single Lane = 3,50 m + trotoar
0,25 tiap sisi. Muatan lantai 100 % dan muatan rangka 70 %.
b. Jembatan Kelas B : Double Lane = 5,50 s/d 6,0 m +
trotoar 0,25 m tiap sisi. Muatan lantai 100 % dan muatan rangka 70 %.
c. Jembatan Kelas A : Double Lane = 7,00 m + trotoar
1,00 m tiap sisi. Muatan lantai dan rangka 100 %.
4.6.2. Standar pembebanan jembatan rangka Belanda Baru
− "Spesifikasi Perencanaan untuk jembatan Jalan Raya" No. 12/1970 (diperbaiki Juli 1983) Direktorat Jenderal Bina Marga Indonesia.
− “Spesifikasi Perencanaan untuk Jembatan Baja" 1978 oleh
• VOSB 1963 (Standar Belanda NEN 1008).
• VVSB 1977 ( Standar Belanda NEN 2008).
• Spesifikasi AASHTO dan ASTM.
− Kelas A/B (Spesifikasi Pembebanan untuk Jembatan Jalan
Raya).
o Lalulintas : 2 lajur penuh ditambah trotoar.
o 100% beban D (ditambah faktor kejut) dan
100% beban T.
o Trotoar : 500 kg/m2 Batang Sandaran: 100
kg/m (gaya mendatar).
− Kelas C (Spesifikasi Pembebanan untuk Jembatan Jalan
Raya).
o Lalulintas : 1 lajur penuh ditambah trotoar.
o 100% beban D (ditambah faktor kejut) dan
100% beban T
o Trotoar : 500 kg/m2, Rel pegangan: 100 kg/m
(gaya mendatar)
− Bangunan atas jembatan diperhitungkan sebagai konstruksi
dengan tumpuan bebas
− direncanakan dengan metoda Elastis dan dengan
memberikan lawan lendut yang cukup
− untuk mengimbangi lendutan yang terjadi sebesar 150 %
beban mati.
5. Pemeriksaan jembatan rangka baja 5.1. Pemeriksaan jembatan
Pemeriksaan jembatan adalah salah satu komponen dalam sistem informasi manajemen jembatan yang terpenting. Hal ini merupakan sesuatu yang pokok dalam hubungannya antara keadaan jembatan yang ada dengan rencana pemeliharaan atau peningkatan dalam waktu mendatang.
Tujuan pemeriksaan jembatan ini adalah untuk meyakinkan bahwa jembatan masih berfungsi secara aman dan perlunya diadakan suatu tindakan tertentu guna pemeliharaan dan perbaikan secara berkala.
Jadi pemeriksaan jembatan mempunyai beberapa tujuan yang spesifik yaitu:
• Memeriksa keamanan jembatan pada saat layan
• Menjaga terhadap ditutupnya jembatan
• Mencatat kondisi jembatan pada saat tersebut
• Menyediakan data bagi personil perencanaan teknis,
konstruksi dan pemeliharaan
• Memeriksa pengaruh dari beban kendaraan dan jumlah
kendaraan.
• Memantau keadaan jembatan secara jangka panjang
• Menyediakan informasi mengenai dasar daripada
pembebanan jembatan.
Pemeriksaan dilakukan dari awal sejak jembatan tersebut masih baru dan berkelanjutan selama umur jembatan. Sangat penting artinya bahwa data yang dikumpulkan betul-betul merupakan data yang mutakhir, akurat dan lengkap sehingga hasil yang dikeluarkan betul-betul dapat dipercaya.
Pekerjaan pemeriksaan jembatan adalah mengumpulkan data-data sebagai berikut:
• Detail secara administrasi seperti nama jembatan, Nomor
Jembatan dan Tahun pembangunannya.
• Semua dimensi jembatan seperti panjang total dan jumlah
bentang.
• Dimensi, jenis konstruksi, dan kondisi
komponen-komponen utama setiap bentang jembatan dan elemen jembatan secara individual.
Data jembatan dikumpulkan dari berbagai jenis pemeriksaan yang berbeda dalam skala dan intensitasnya, frekuensinya dan secara sifat masing-masing elemen jembatan atau pemeriksaan secara detail.
Jenis pemeriksaan yang utama dalam sistem informasi manajemen jembatan adalah sebagai berikut:
• Pemeriksaan Inventarisasi.
• Pemeriksaan Detail.
• Pemeriksaan Khusus.
5.1.1. Pemeriksaan inventarisasi
Pemeriksaan Inventarisasi dilakukan pada saat awal untuk mendaftarkan setiap jembatan ke dalam database. Pemeriksaan inventarisasi juga dilaksanakan jika pada jembatan yang tertinggal pada waktu database dibuat. Selanjutnya pada jembatan baru yang belum pernah dicatat harus dilaksanakan
pemeriksaan inventarisasi. Perlintasan Kereta Api,
penyeberangan sungai, gorong-gorong dan lokasi dimana terdapat penyeberangan ferri juga diperiksa dan didaftar.
Pemeriksaan inventarisasi adalah pengumpulan data dasar administrasi, geometri, material dan data-data tambahan lainnya pada setiap jembatan, termasuk lokasi jembatan, penjang bentang dan jenis konstruksi untuk setiap bentang. Kondisi secara keseluruhan diberikan pada komponen-komponen utama bangunan atas dan bangunan bawah jembatan.
Pemeriksaan inventarisasi dilakukan oleh pemeriksa dari instansi yang terkait yang sudah dilatih atau oleh seorang sarjana yang berpengalaman dalam bidang jembatan.
5.1.2. Pemeriksaan detail
Pemeriksaan detail dilakukan untuk mengetahui kondisi jembatan dan elemennya guna mempersiapkan strategi penanganan untuk
setiap individual jembatan dan membuat urutan prioritas jembatan sesuai dengan jenis penanganannya.
Pemeriksaan detail dilakukan paling sedikit sekali dalam lima tahun atau dengan interval waktu yang lebih pendek tergantung pada kondisi jembatan. Pemeriksaan Detail juga dilakukan setelah dilaksanakan pekerjaan rehabilitasi atau pekerjaan perbaikan besar jembatan, guna mencatat data yang baru, dan
setelah pelaksanaan konstruksi jembatan baru, untuk
mendaftarkan ke dalam database dan mencatatnya dalam format pemeriksaan detail.
Pemeriksaan detail mendata semua kerusakan yang berarti pada elemen jembatan, dan ditandai dengan nilai kondisi untuk setiap elemen, kelompok elemen dan komponen utama jembatan. Nilai kondisi untuk jembatan secara keseluruhan didapat dari nilai kondisi setiap elemen jembatan.
Kerusakan yang harus didata untuk jembatan rangka baja yang akan sangat menentukan metode perkuatan adalah :
Tabel 5 Elemen-elemen yang harus diperiksa pada Jembatan Rangka Baja
Kerusakan pada
BETON
Kerusakan pada beton termasuk terkelupas, sarang lebah, berongga, berpori dan kerusakan pada beton
Keretakan
Korosi pada tulangan baja
Kotor, berlumut, penuaan atau pelapukan beton Pecah atau hilangnya bahan
Lendutan BAJA
Penurunan mutu cat dan atau galvanis Karat
Perubahan bentuk pada komponen Retak
Pecah atau hilangnya bahan Elemen yang tidak benar Kabel jembatan yang aus Sambungan yang longgar LANDASAN/PERLETAKAN
Tidak cukupnya tempat untuk bergerak Kedudukan landasan yang tidak sempuma Mortar dasar retak atau rontok
Perpindahan atau Perubahan bentuk yang berlebihan Landasan yang cacat (pecah sobek atau retak)
Bagian yang longgar
Kurangnya pelumasan pada landasan logam PELAT DAN LANTAI
Pergerakan yang berlebih pada sambungan lantai arah memanjang
Lendutan yang berlebihan
Tabel 6 Elemen-elemen yang harus diperiksa pada Jembatan Rangka Baja (lanjutan)
Kerusakan pada
SAMBUNGAN /SIAR MUAI
Kerusakan sambungan lantai yang tidak sama tinggi Kerusakan akibat terisinya sambungan
Bagian yang longgar Bagian yang hilang
Retak pada aspal karena pergerakan pada sambungan PIPA DRAINASE, PIPA CUCURAN DAN DRAINASE LANTAI Pipa cucuran dan drainase lantai yang tersumbat
LAPISAN PERMUKAAN Permukaan yang licin
Permukaan yang kasar/berlubang dan retak pada lapisan permukaan
Lapisan permukaan yang bergelombang Lapisan permukaan yang berlebihan TROTOAR/KERB
Permukaan trotoar yang licin Lubang/retak/kasar pada trotoar Bagian hilang
UTILITAS Tidak berfungsi
5.1.2.1. Kerusakan Tipikal Struktur Beton
Kerusakan yang umum terjadi pada elemen beton jembatan rangka dirangkum dalam sebuah tabel sebagaimana yang dapat dilihat di bawah ini.
Tabel 7 Kerusakan Tipikal Struktur Beton
Ilustrasi Penyebab kerusakan
Retak akibat korosi tulangan baja; terlalu tipisnya selimut beton; kualitas betonnya yang rendah
1. Kebocoran sambungan siar-muai,
2. Kebocoran, beton yang menurun kualitasnya, 3. Gompal beton akibat korosi
tulangan.
Retak dalam kaitan dengan penyusutan (jika tingginya lebih dari separuh tinggi gelagar).
1. Retak zone extremal
momen lentur,
2. Retak yang dihasilkan
oleh tegangan tarik utama di sekitar zona pendukung. 1. Retak dalam cetakan balok
sandaran di dalam tahap yang sama dengan gelagar. 1. Kerusakan akibat dampak
yang dihasilkan oleh kendaraan dengan ukuran yang berlebih.
1. Kebocoran sambungan
siar-muai,
2. Korosi angker tendon,
3. Korosi tendon dengan
tanda extemal akibat kualitas yang rendah dari grouting di dalam saluran kabel prategang.
1. Kebocoran yang dihasilkan dari penyekatan yang dapat ditembus air di ataspelat lantai jembatan
2. Retak akibta korosi
tendon,
3. Gompal beton dan tendon
yang tidak ada lapisan luarnya akibat korosi.
1. Retak yang dihasilkan dari
efek pengurangan penegangan kabel ,
2. Retak zone angker akibat
tulangan yang terlalu lemah di dalam zone angker
5.1.2.2. Kerusakan Tipikal Struktur Baja Jembatan
Bagaimanapun, diperlukan untuk menyajikan dalam format lebih khusus dan untuk menunjukan beberapa contoh dari tipe ini, terutama kerusakan yang disebabkan oleh korosi dan fatik.
Korosi adalah faktor yang paling umum yang mengarah pada penurunan kualitas bagian struktural dan sambungannya. Ada lima format korosi yang teramati pada jembatan baja, yaitu: 1. korosi permukaan, yang menyebabkan kerusakan seragam
pada permukaan yang relatif besar pada baja struktural dan mengarah pada pengurangan penampang-lintang di dalam bagian struktural,
2. korosi cekungan, terjadi pada permukaan yang sangat kecil (oleh karena itu, efek nya sukar dideteksi dalam banyak kasus), mengembang sangat dalam di dalam baja dan secara umum mengarah pada konsentrasi tegangan lokal,
3. korosi celah, terjadi di lapisan kontak antara dua elemen tipe yang sama baja (sebagai contoh, pada pelat yang diperkuat dengan baut, pelat penyambung, pelat buhul, dll.) dan mengarah pada kerusakan oleh kekuatan yang merobek sebagai hasil dari efek pengembangan hasil korosi, dalam banyak kasus sangat sulit untuk mendeteksi efek yang membahayakan akibat tipe korosi ini karena muncul pada banyak tempat yang tidak mudah diakses di dalam struktur jembatan,
4. korosi galvanis, yang umumnya terjadi pada sambungan dua tipe baja atau logam yang berbeda (sebagai contoh , dalam pengelasan, hubungan dengan menggunakan sekrup, baut atau paku keling yang disebut sel galvanis dapat dibentuk) dan mengarah pada pengrusakan bahan lokal, sulit untuk pendeteksian,
5. korosi tegangan, terjadi kebanyakan di dalam kabel pada
jembatan gantung dan jembatan cable-stayed, relatif jarang di
dalam elemen jembatan struktural yang dibangun dengan baja karbon, korosi tegangan bersama-sama dengan korosi cekungan dan korosi celah kadang-kadang dianggap sebagai korosi fatik.
Korosi permukaan, korosi cekungan dan korosi celah, yang ditandai di atas dengan (a), (b) dan (c), adalah yang paling sering diamati dalam struktur jembatan baja. Penyelesaian masalah fisik dan penyelesaian masalah kimia korosi tipe ini serupa dan seperti ditunjukkan gambar-gambar di bawah ini. Untuk membandingkan penyelesaian masalah korosi ini dalam baja struktural dan di dalam tulangan baja dari beton, ilustrasi yang relevan diberikan. Informasi yang lebih detail tentang korosi adalah di luar bidang buku ini dan dapat ditemukan lain dalam banyak sumber.
Intensitas korosi kebanyakan tergantung pada bentuk bagian struktural yang memadai mudah untuk pengeluaran air, mudah
untuk dapat diakses dalam pemeliharaan), kualitas perlindungan anti-korosi, kualitas pekerjaan konstruksi, program dan kualitas
pemeliharaan seperti halnya kondisi-kondisi lingkungan,
sebagian besar kelembaban dan polusi yang merusak di dalam atmosfer.
Keterangan gambar :
Penyelesaian masalah dasar-
anoda : 2Fe → 2Fe+++ 4e-, katoda: O2+ 2H2O+ 4e-→ 4(OH)-. Contoh hasil penyelesaian masalah korosi - dalam hal jumlah terbatas oksigen:
Fe+++ 2(OH)- → Fe(OH)2,- dalam kasus dari akses yang lebih
bebas dari oksigen:
2Fe+++ 4(OH)- + ½ O2+ (n+1)H2O→ 2Fe(OH)3 x nH20, 4Fe++ +
3O2→ 2Fe2O3.
Gambar 21 Mekanisme Korosi Permukaan Baja Struktural
Gambar 22 Mekanisme Penyelesaian Masalah Korosi Celah dalam Lapisan Kontak antara Dua Unsur dari Elemen Bagian Baja Struktural
HASIL KOROSI Fe (OH)3 + n H2O
Fe (OH)2 TETESAN AIR
KATODA ANOD A KATODA BAJA BAJA ANODA BAJA KATODA AIR
Gambar 23 Mekanisme Korosi Tulangan Baja di dalam Struktur Beton Bertulang
Dari suatu segi pandangan teknis, masalah yang paling utama
adalah penilaian realistis yang mungkin mengenai
pengembangan kehilangan bahan akibat korosi sebagai fungsi waktu. Menurut riset yang dilakukan oleh Z. Cywinski dan yang diuji dengan data yang diambil dari Jepang, kerugian bahan yang disebabkan oleh korosi permukaan dapat diperkirakan sama dengan 0,02 mm/tahun dalam kasus korosi sedang dan 0,04 mm/tahun dalam kasus korosi intensif. Menurut riset luas yang melakukan di AS dan menyangkut korosi permukaan, tingkat kehilangan bahan dapat dievaluasi dengan menggunakan rumusan sebagai berikut:
di mana C adalah rata-rata kedalaman kehilangan korosi dalam
bahan yang dinyatakan dalam [µm], t adalah waktu yang
dinyatakan [tahun], A dan B adalah koefisien tanpa dimensi yang
tergantung pada tipe baja sebagaimana kondisi-kondisi lingkungan (yaitu, lingkungan pedesaan, perkotaan dan laut) dan dengan nilai-nilai yang ditentukan secara statistik. Nilai-nilai A
C=A .t
B HASIL KOROSI BETON KATODA ANOD A TULANGAN BAJAdan B berkenaan dengan karbon baja struktural terdaftar pada Tabel 8.
Hasil perhitungan yang dilakukan dengan penggunaan
persamaan di atas disajikan dalam format grafis pada Gambar
24.
Tabel 8 Nilai-nilai Koefisien Statistik A dan B Menurut A. Nowak Kondisi Lingkungan Tipe baja struktural Koefisien Pers. (3.1) Nilai Rata-rata Koefisien variasi Koefisien Korelasi antara A dan B Pedesaan Baja karbon A 34,0 0,09 − B 0,650 0,10 Perkotaan Baja karbon A 80,2 0,42 0,68 B 0,563 0,40 Laut Baja karbon A 70,6 0,66 -0,31 B 0,789 0,49
Hasil perhitungan melakukan dengan penggunaan persamaan di
atas diperkenalkan format yang grafis pada Gambar 24.
Kerusakan oleh korosi secara umum mengarah pada peningkatan nilai tegangan dalam bagian struktural akibat pengurangan penampang, dan pengurangan kekakuan struktur yang mendorong satu sama lain pada perubahan bentuk yang lebih besar (mencakup lendutan) seperti halnya perubahan karakteristik dinamis jembatan. Konsentrasi tegangan lokal yang dihasilkan oleh korosi cekungan sebagai contoh dapat mengarah pada pengurangan ketahanan fatik beberapa bagian struktural. Lebih dari itu, beberapa efek berbahaya tambahan yang dapat diamati akibat berbagai tipe korosi seperti hilangnya kestabilan lokal bagian individu struktural, kerusakan pada perletakan jembatan baja mengarah pada penguncian perletakan, dan lain-lain.
Gambar 24 Perkembangan Kehilangan Bahan Akibat Korosi Permukaan sebagai Fungsi dari Waktu dan Kondisi Lingkungan
Bagian-bagian bangunan atas jembatan baja berikut ini dapat digolongkan sebagai yang paling sensitif terhadap korosi, yaitu : 1. sisi bagian bawah lantai baja,
2. sambungan rangka dan sambungan lain dari bagian struktural primer dan sekunder,
3. balok melintang di bawah penyokong, terutama yang terletak secara langsung di bagian depan kepala jembatan ,
4. tempat-tempat pada bangunan atas dengan ventilasi dan kemampuan pembuangan air yang tidak cukup, di mana semua kontaminasi dapat secara relatif mudah terkumpul, 5. tempat-tempat di mana gelagar utama melintang di atas
lantai.
Rata-rata kedalaman kehilangan bahan akibat
korosi C (µm) C = 34 * t0,65 Kondisi pedesaan C = 80 * t0,57 Kondisi perkotaan C = 70 * t 0,60
Kondisi lingkungan laut
C = 34 * t0,65
Tipe kedua paling utama dari kerusakan bangunan atas jembatan baja adalah efek fatik dan retak fraktur, yang diwujudkan kebanyakan oleh retak. Gejala yang dihubungkan dengan kegagalan fatik adalah sangat kompleks dan tergantung sebagian besar pada struktur internal baja, intensitas beban siklis, tingkat tegangan dalam bagian struktur primer dan sekunder, bentuk mereka, termasuk ketidakmenerusan struktural lokal dan takikan, mengarah pada konsentrasi tegangan, dll. Retak fraktur dapat muncul akibat kekurangan daktilitas atau kekerasan bahan dan penurunan suhu secara dramatis seperti halnya kondisi tegangan. Analisa fatik dan retak fraktur berada di luar bidang buku ini. Informasi yang relevan dapat dengan mudah ditemukan banyak lain sumber. Informasi yang memperhatikan kegagalan fatik di sini terbatas pada indikasi sensitif fatik secara detil tipikal dan penempatannya dalam bangunan atas jembatan baja dengan berbagai tipe. Secara umum, tempat struktural yang tidak menerus lebih sensitif untuk terjadinya kegagalan fatik
ditunjukkan pada Gambar 25 dan Gambar 26.
Gambar 25 Penampang yang Terbuka dari Rangka Bawah dengan Akumulasi Pencemaran
Zat pencemar
Pipa
Gambar 26 Penampang Struktur Jembatan dari Tipe Jembatan Rangka dengan Ikatan Angin di Bagian Atas dengan Lokasi yang Sensitif
Gambar 27 Lokasi Retak Fatik Tipikal di Dalam Bangunan Atas Jembatan Baja
Keterangan gambar : 1 retak fatik, 2 gelagar utama, 3 balok melintang, 4 pengaku, 5 cover plate, 6 diagonal,
7 rangka bagian atas.
Gambar 28 Lokasi yang Memungkinkan dari Retak Fatik di Dalam Jembatan Rangka yang Disambung dengan Paku Keling
Haruslah dicatat bahwa kerusakan tipikal pada struktur tipe ini
pada umumnya bersesuaian dengan kerusakan yang
diperkenalkan sebelumnya yang teramati baik dalam jembatan baja (di dalam bagian baja) dan bagian beton (pada pelat lantai beton). Bagaimanapun, kegagalan fatik jarang diamati dalam jembatan komposit dibanding pada jembatan baja, kebanyakan oleh karena pengurangan efek dinamis yang jelas oleh pelat lantai beton yang kaku dan relatif berat yang menyediakan peredaman struktural.
Efek korosi pada bagian baja jembatan komposit secara umum juga sedikit banyak lebih lemah dibanding pada jembatan baja sebab pelat lantai beton memberikan suatu tipe atap untuk bagian baja pada struktur itu. Bagaimanapun, sayap bagian atas gelagar baja adalah suatu pengecualian sebab mereka sangat sensitif terhadap korosi akibat kelembaban yang terkumpul di dalam beton. Di dalam kasus terlalu rendahnya suatu kapasitas pemikulan dari penghubung geser, penghubung geser dapat juga menjadi sensitif terhadap korosi karena pemisahan parsial yang mungkin antara baja struktural dan pelat lantai beton di dalam lapisan kontak antara dua elemen ini. Situasi ini, bagaimanapun, jarang diamati dalam jembatan komposit.
5.1.3. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan khusus biasanya disarankan oleh pemeriksa jembatan pada waktu pemeriksaan detail karena pemeriksa merasa kurangnya data, pengalaman atau keahlian untuk menentukan kondisi jembatan.
Semua jenis pemeriksaan di atas dilakukan oleh seorang sarjana yang berpengalaman dalam bidang jembatan atau oleh staf teknik yang mempunyai keahlian dalam bidang jembatan.
Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang realistik mengenai kondisi struktur yang ada. Jenis kegiatan yang dilakukan pada pemeriksaan khusus umumnya adalah:
5.1.3.1. Pemeriksaan mutu beton
Pemeriksaan mutu beton bertujuan untuk mendapatkan data-data yang tepat dari kondisi bahan yang berpengaruh besar terhadap kekuatan dan kekakuan struktur secara keseluruhan. Peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan mutu beton adalah
5.1.3.2. Pemeriksaan karbonasi
Pemeriksaan karbonasi dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana pengaruh karbon terhadap kondisi struktur beton
jembatan. Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan
pengeboran bagian-bagian tertentu jembatan yang akan diperiksa, kemudian bagian yang dibor tersebut diberi phenolphetalin sehingga timbul warna ungu pada lubang pengeboran. Pengaruh karbon atau kedalaman penetrasi dapat diukur dari tebal bagian yang berwarna ungu pada lubang
pemeriksaan.Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengukur
pengaruh karbon yang apabila penetrasinya sudah mencapai tulangan (lebih besar dari tebal selimut beton yang ada) akan dapat menyebabkan timbulnya karat pada tulangan. Karat pada tulangan ini pada akhirnya akan mengurangi kekuatan dari tulangan dan struktur secara keseluruhan.
5.1.3.3. Pemeriksaan tulangan dan selimut beton dengan alat covermeter
Pemeriksaan selimut beton dengan alan covermeter dilakukan
untuk mendapatkan informasi mengenai ketebalan selimut beton, serta diameter, jarak dan lokasi tulangan. Dengan mengetahui tebal selimut beton, penurunan mutu baja tulangan dapat diperkirakan dan juga dapat mendeteksi apakah proses karbonasi sudah mencapai tulangan atau belum.
5.1.3.4. Pemeriksaan retak dengan alat Pundit atau UPV
dan alat pengukur retak
Pemeriksaan retakan diperlukan untuk mendapatkan data yang akurat dan lengkap mengenai kondisi retak yang ada sehingga dapat diambil kesimpulan seberapa jauh retakan yang ada mempengaruhi struktur serta untuk mengetahui atau mengindikasikan penyebab terjadinya keretakan. Alat yang digunakan untuk memeriksa kedalaman keretakan ini adalah
Pundit yaitu alat pengujian Ultrasonic Pulse Velocity-UPV dan untuk lebar retak digunakan crackmeter yaitu berupa kaca pembesar untuk mengukur lebar retak yang terjadi.
Dari pengujian dengan alat Pundit dan pengukur retak ini akan
didapatkan data-data kedalaman, lebar dan panjang retak serta ada tidaknya rongga atau keropos pada betonnya.
Bagian-bagian jembatan yang diperiksa kondisinya
(kemungkinan retaknya) adalah bagian-bagian yang bersifat struktural dan terbuat dari beton yaitu kepala jembatan, pilar, gelagar dan pelat lantai jembatan.
5.1.3.5. Pengujian getaran jembatan
Pemeriksaan getaran jembatan dilakukan untuk mengetahui apakah perilaku getaran jembatan yang ada masih memenuhi kriteria-kriteria getaran jembatan atau tidak. Kriteria-kriteria getaran pada jembatan tersebut yaitu meliputi kriteria kekakuan, kriteria daya layan, kriteria kapasitas beban pikul dan kriteria redaman. Pengujian getaran dilakukan dengan memanfaatkan beban bergerak atau lalu lintas kendaraan yang bermuatan berat lewat. Pengukuran getaran jembatan menggunakan alat vibrocorder yang menghasilkan rekaman getaran pada kertas film dengan sensor berupa tranduser yang ditempatkan pada ½ bentang.
5.1.3.6. Uji beban
Uji beban dimaksudkan untuk mengetahui perilaku dari struktur jembatan dalam menerima beban kendaraan berat (truk) statis di atasnya. Dari pengujian tersebut akan diperoleh perilaku lendutan gelagar serta perilaku pendistribusian beban kendaraan pada gelagar.
Dari kegiatan ini diharapkan akan diperoleh data utama yang akan digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi secara detail dan mendalam tentang kondisi struktur jembatan yang ada.
5.1.3.7. Pengujian laboratorium
Pemeriksaan dan pengujian di laboratorium akan dilakukan terutama kuat tekan beton pada hasil beton inti di lapangan dan hal lain yang secara khusus yang mengharuskan pengujian di laboratorium.
5.2. Pengujian lapangan dan laboratorium 5.2.1. Kriteria dan metoda
Rehabilitasi jembatan sudah menjadi sifatnya dihubungkan dengan penilaian dan evaluasi dari kondisi teknis kinerja jembatan sebelum pekerjaan perbaikan atau retrofit. Penilaian dan proses evaluasi didasarkan pada sistem pemeriksaan khusus pengujian lapangan dan laboratorium sebagaimana pada analisa teoritis lebih lanjut dalam banyak kasus. Tergantung pada
skalanya dan sistem struktural jembatan sebagaimana
kepentingan jembatan untuk para pemakai, proses ini dapat secara relatif kompleks dan memerlukan peralatan dan instrumentasi khusus. Pemaparan penilaian dan teknik evaluasi sekarang ini, baik secara eksperimen dan teoritis, memerlukan buku yang terpisah yang ditujukan seluruhnya untuk hal tsb. Di sisi lain, sepertinya penting bagi pembaca untuk diperkenalkan untuk beberapa permasalahan pokok mengenai penilaian dan teknik evaluasi untuk pemahaman rehabilitasi jembatan yang lebih baik.
Semua proses penurunan mutu struktur jembatan dapat secara
sistematis disimpulkan pada Gambar 29. Dapat dilihat bahwa
penurunan mutu lewat melalui dua tahap berbeda, yakni suatu tahap permulaan dan tahap propagansi.
Tidak ada perlemahan yang terlihat muncul sepanjang tahap awal tetapi beberapa penghalang perlindungan dihancurkan oleh media yang agresif, sepanjang tahap propagansi, penurunan mutu yang dipercepat dapat diamati. Di dalam tahap awal, tidak
ada kerusakan visual teramati secara umum, selagi tahap propagansi, kerusakan visual pada umumnya muncul.
Gambar 29 Penyajian Sistematik Umur Pelayanan Jembatan secara Teknis
Kerusakan pada struktur jembatan dapat berkembang sampai batas tertentu yang dapat diterima atau bahkan dapat melebihi
batas yang ditunjukkan pada gambar di atas. Haruslah
ditekankan bahwa "batas dapat diterima" adalah suatu faktor yang menentukan untuk keselamatan dan pelayanan struktur jembatan, yang tergantung kebanyakan pada bahan dan sistem struktural jembatan, tipe lalu lintas (contohnya, jalan raya atau jalan kereta api), kekakuan struktur yang diperlukan dan ketahanannya, standard pemanfaatan jembatan yang diperlukan (contohnya, jembatan yang ditempatkan sepanjang jalan utama atau sekunder), dan lain-lain.
"Batas yang dapat diterima" pada umumnya ditentukan dengan peraturan perancangan atau pengujian. Bagaimanapun, kriteria struktural dan bahan yang berikut biasanya diperhitungkan: 1. Tingkat tegangan dapat diizinkan pada beton dan baja atau
bahan lain yang di bawah beban mati dan hidup sebagaimana di bawah lain tipe pembebanan lain, contohnya, efek termal;
Awal Propagas i
Umur Batas penerimaan
Umur layan teknis
2. Kekakuan yang diperlukan dari elemen struktural primer dan sekunder dinyatakan secara umum oleh lendutannya di bawah beban hidup dan pada umumnya dinyatakan sebagai
fraksi dari bentangan elemen struktural (contohnya , L / 600,
di mana L adalah bentang efektif elemen struktural itu);
3. Perbedaan izin di dalam penurunan pilar jembatan dan kepala jembatan (yaitu., penurunan izin yang tidak seragam dalam struktur);
4. Retak izin di dalam beton pada umumnya 0,1 mm.
Lebih dari itu, terdapat beberapa kriteria lain dari gejala alami yang lebih spesifik seperti yang berikut:
1. Tingkat getaran izin struktur atau bagian individu baik mengenai keselamatan jembatan (contohnya, efek fatik) dan standard pemanfaatan jembatan (contohnya, pengaruh getaran yang berlebihan dari jembatan pejalan kaki pada para pemakainya). Untuk mengetahui perilaku getaran jembatan dilakukan uji getaran untuk mendapatkan nilai frekuensi alami aktual jembatan pada saat dibebani dan pada saat bebas beban. Untuk analisis ini yang digunakan hanya nilai frekuensi alami jembatan pada saat beban bebas saja. Nilai frekuensi alami jembatan yang terukur ini kemudian dibandingkan dengan frekuensi alami teoritis (frekuensi alami utuh) dimana struktur jembatan dianggap masih dalam keadaan baik.
Frekuensi alami teoritis didapatkan dengan cara melakukan perhitungan dengan menggunakan rumus frekuensi alami untuk metode lentur pertama, sebagai berikut:
Dimana:
fbebas beban =
1,2 p
n = faktor koreksi berkisar antara 1 - 1,2
L = Panjang bentang efektif jembatan
EI dinamik = Modulus elastisitas dinamik baja
E I dinamik = Error!
I = Momen inersia penampang
w/g = massa gelagar per meter panjang
Frekuensi alami teoritis dapat juga dilaksanakan dengan
menggunakan analisis struktur sebagai pengganti dari
perhitungan di atas.
Sebagai ukuran relatif tingkat kerusakan digunakan rasio (k),
yaitu perbedaan ∆f antara frekuensi alami terukur di lapangan
dengan frekuensi alami teoritis (frekuensi alami utuh) terhadap frekuensi alami utuh jembatan.
k = Error! = Error!
Dari nilai k yang diperoleh, dapat dibuat kriteria penilaian,
sebagai berikut:
Nilai k ≥ 20 % kondisi kritis (telah terjadi retak struktural)
Nilai 15 % ≤ k ≤ 20 % kondisi kurang
Nilai k = 10 % kurang cukup
Nilai k = 0 % kondisi baik
Nilai k sebesar 20 % identik dengan penurunan kapasitas daya
pikul sebesar 40 % dan nilai k sebesar 10 % identik dengan
penurunan kapasitas daya pikul sebesar 20 %.
Apabila penilaian berdasarkan nilai perbedaan frekuensi ∆f alami
terukur dengan frekuensi alami teoritis, maka akan dapat dibuat kriteria penilaian, sebagai berikut :
Nilai 0,3 ≤ ∆f ≤ 0,5 Hz kondisi cukup Nilai ∆f ≤ 0,3 Hz kondisi baik
2. tingkat yang diperlukan dari ketahanan struktural terhadap tekanan angin dan efek angin lainnya;
3. tingkat yang diperlukan dari ketahanan struktural terhadap efek seismik.
Jelaslah bahwa umur layan secara teknis dari suatu struktur jembatan adalah waktu dimana tahap inisiasi dan propagansi dari penurunan mutu jembatan mencapai "batas yang dapat diterima" yangbersifat menentukan untuk jembatan yang diberikan. Setelah itu, rehabilitasi jembatan adalah sesuatu yang diperlukan sebab salah satu faktor dasar kriteria yang ditandai di atas oleh (a)-(g) melebihi tingkat yang dapat diizinkan atau diperlukan.
"Batas yang dapat diterima" mungkin tercapai dan kemudian terlewati dalam keseluruhan struktur, bagian-bagian tertentu dari itu atau bagian struktural individunya. Oleh karena itu, pekerjaan perbaikan atau rehabilitasi dapat menjadi bagian yang skalanya – mulai dari yang umum sampai ke bagin lokal saja. Keputusan yang relevan harus didasarkan pada hasil pemeriksaan, monitoring atau pengujian jembatan, tergantung pada skala penurunan mutu jembatan dan pentingnya jembatan untuk lalu lintas jalan raya atau jaringan jalan kereta api.
Penilaian dan teknik evaluasi kondisi struktur jembatan teknis mengarah pada penentuan apakah "batas yang dapat diterima" terlewati atau tidak dan kepada prediksi jika dan ketika (setelah berapa banyak tahun) batas ini mungkin tercapai dan terlewati.
Penilaian kondisi teknis jembatan merupakan arti penting utama dari keselamatan struktur ini. Oleh karena itu, haruslah dilakukan oleh staf yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman luas di
dalam teknologi bahan, mekanisme penurunan mutu, prosedur perilaku dan konstruksi struktural".
Gambar 30 Informasi dari Tipe Penyelidikan yang Berbeda Untuk menilai kondisi teknis jembatan, beberapa penyelidikan pada umumnya dilakukan terlebih dahulu, menggunakan berbagai metode pendeteksian, monitoring dan pengukuran lain, yang dapat sangat maju dalam beberapa hal. Metoda tersebut adalah di luar lingkup manual ini, informasi tentang hal-hal tersebut dapat ditemukan di tempat lain. Bagaimanapun, suatu strategi umum penyelidikan dapat dinyatakan dengan format
grafis sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 30.
Suatu penilaian yang berjenjang pada umumnya didasarkan pada pemilihan penyelidikan dimana tipe, nomor; jumlah dan
penempatan seharusnya "menjadi keseimbangan antara
pengujian yang presisi yang memberikan wawasan lokal secara mendalam dan survei umum yang memberikan suatu peninjauan luas".
Langkah yang pertama dalam kebanyakan kasus, sebuah survai umum di lapangan, yang mengizinkan suatu estimasi awal dari keselamatan jembatan dan suatu indikasi tindakan pencegahan segera jika diperlukan.
Ikhtisar
( tingkat presisi pengukuran) Penyelidikan
Laboratorium Penyelidikan Lapangan
Survai umum Lapangan
Langkah kedua didasarkan pada banyak teknik penyelidikan, yang mana tersedia baik dalam di dalam pengujian lapangan dan laboratorium. Pilihan teknik harus dibuat secara individu tergantung pada tipe, bahan struktural dan skala dan tipe penurunan mutu jembatan sebagaimana pendeteksian dan monitoring lain diperlukan untuk menilai kondisi teknis struktur ini.
Salah satu dari hal pokok tetapi merupakan permasalahan yang paling sulit untuk dipecahkan adalah evaluasi keselamatan jembatan dan prediksi umur layan teknis jembatan itu. Ada beberapa metode yang maju, kompleks dan tepat tersedia. Beberapa di antaranya didasarkan pada pendekatan probabilistik dan statistik termasuk analisa kehandalan. Penilaian umur layan berdasar pada penurunan mutu fisik adalah juga suatu masalah yang kompleks. Bagaimanapun, terdapat beberapa rumusan untuk meramalkan, contohnya, evolusi kedalaman karbonasi di dalam beton, konsentrasi klorida di dalam beton pada kedalaman dan waktu manapun, atau evolusi korosi di dalam tulangan baja struktural
5.2.2. Pemeriksaan dan pengujian lapangan dan monitoring
Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai pengujian-pengujian struktur jembatan untuk evaluasi teknis. Pengujian struktur jembatan lapangan dan monitoring dapat digolongkan ke dalam dua kelompok utama sebagai berikut:
1. Penyelidikan bahan yang dilakukan di lapangan dan menyangkut baik beton dan tulangan atau baja prategang sebagaimana baja struktural, tergantung pada bahan struktural jembatan.
2. Perilaku struktur dan bagian struktural akibat beban dinamis dan statis.
Haruslah ditekankan bagaimanapun juga bahwa pengujian lapangan jembatan dengan beban statis dan dinamis dilakukan dalam banyak kasus pada jembatan baru, utamanya untuk