• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan dapat tercapai. Tanpa adanya pengendalian internal, tujuan perusahaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan dapat tercapai. Tanpa adanya pengendalian internal, tujuan perusahaan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

8 2.1 Pengendalian Internal

Pengendalian internal merupakan bagian yang sangat penting agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Tanpa adanya pengendalian internal, tujuan perusahaan tidak dapat dicapai secara efektif dan efisien. Semakin besar perusahaan maka akan semakin penting pula arti dari pengendalian internal dalam perusahaan tersebut.

Pengendalian internal diterapkan untuk mencapai tujuan organisasi dan meminimalisir hal-hal yang terjadi di luar rencana, pengendalian internal juga meningkatkan efisiensi, mencegah terjadinya kerugian, dan mendorong untuk dipatuhinya hukum dan aturan yang telah ditetapkan.

2.1.1 Pengertian Pengendalian Internal

Pada tanggal 14 Mei 2013, COSO menerbitkan Internal Control intergrated Framework (ICIF) sebagai revisi dari versi tahun 1992. Revisi kerangka kerja pengendalian internal ini diharapkan akan membantu meningkatkan pelaksanaan pengendalian internal di setiap organisasi, walaupun penyesuain lebih lanjut diperlukan untuk menyelaraskan pengendalian internal di seluruh dunia dan untuk membantu organisasi mengelola risiko secara lebih baik dan untuk meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan.

Penjelasan lain mengenai pengendalian internal oleh COSO yang telah dikutip oleh Arens et al (2008:295) adalah sebagai berikut:

(2)

“Internal Control is the broadly defined as a process, effected by and entity’s broad of directors, management and the other personel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objective in the following categories, effectiveness an efficiency of operations, reliability of financial reporting, and compliance with applicable laws and regulations”.

Memperhatikan pengertian pengendalian internal menurut COSO tersebut, dapat dipahami bahwa pengendalian internal adalah proses, karena hal tersebut menembus kegiatan operasional organisasi dan merupakan bagian internal dari kegiatan manajemen dasar. Pengendalian internal hanya dapat menyediakan keyakinan memadai, bukan keyakinan mutlak. Hal ini menegaskan bahwa sebaik apapun pengendalian internal itu dirancang dan dioprasikan, hanya dapat menyediakan keyakinan yang memadai, tidak dapat sepenuhnya efektif dalam mencapai tujuan pengendalian internal meskipun telah dirancang dan disusun sedemikian rupa dengan sebaik-baiknya. Bahkan bagaimanapun baiknya pengendalian internal yang ideal dirancang, namun keberhasilannya tergantung pada kompetisi dan kendala dari pada pelaksanaannya yang tidak terlepas dari berbagai keterbatasan.

Pengendalian internal adalah suatu batasan-batasan yang dibuat oleh organisasi atau perusahaan dalam mengendalikan setiap kegiatan proses bisnis, agar sesuai dengan ketetapan-ketetapan yang berlaku, dan memperkecil risiko yang mungkin terjadi yang tidak diinginkan oleh organisasi atau perusahaan. Risiko tersebut seperti penyalahgunaan data dimana karyawan atau user tidak memiliki kepentingan tidak dapat mengambil atau mengakses data tersebut (Aviana, 2012).

(3)

Beasley, Alvin, Elder dan Jusuf (2011:137) menyatakan bahwa “Pengendalian Intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini : (a) keandalan pelaporan keuangan, (b) efektifitas dan efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku”. Berikut penjelasan tujuannya:

a) Keandalan pelaporan keuangan

Manajemen bertanggung jawab untuk menyusun laporan keuangan kreditor dan para pengguna lainnya. Manajemen memiliki tanggung jawab hukum maupun profesionalisme untuk meyakinkan bahwa informasi disajikan dengan wajar sesuai dengan ketentuan dalam pelaporan. Tujuan pengendalian yang efektif terhadap laporan keuangan adalah untuk memenuhi tanggung jawab pelaporan keuangan ini.

b) Efektivitas dan efisiensi operasi

Pengendalian dalam suatu perusahaan akan mendorong penggunaan sumber daya perusahaan secara efisien dan efektif untuk mengoptimalkan sasaran yang dituju perusahaan.

c) Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku

Perusahaan publik, non-publik maupun organisasi nirlaba diharuskan untuk memenuhi beragam ketentuan hukum dan peraturan. Beberapa peraturan ada yang terkait dengan akuntansi secara tidak langsung, misalnya perlindungan terhadap lingkungan dan hukum hak-hak sipil.

(4)

Sedangkan yang terkait erat dengan akuntansi, misalnya peraturan pajak penghasilan dan kecurangan.

Dilihat dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Pengendalian Internal merupakan suatu proses yang dipengaruhi oleh aturan direksi, manajemen dan personal lainnya yang di susun untuk memberikan keyakinan yang memadai yang berhubungan dengan pencapaian tujuan berikut ini: keandalan laporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi dan ketaatan terhadap hukum dan peraturan.

2.1.2 Tujuan Pengendalian Internal

Pengendalian internal dalam perusahaan dibuat untuk membantu agar organisasi lebih berhasil dalam mencapai tujuan perusahaan, dan juga memperhatikan aspek biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat yang diharapkan. Tujuan dari pengendalian internal itu sendiri adalah untuk memberikan keyakinan memadai dalam mencapai tujuan. Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2011:319.2) tujuan sistem pengendalian internal adalah sebagai berikut:

“(1) Keandalan laporan keuangan, (2) Efektifitas dan efisiensi operasi, (3) Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku”.

Tujuan pengendalian internal akan terlaksana dengan baik bila pengendalian internal dijalankan dengan baik pula dan sesuai dengan prosedur yang ada. Dari uraian sebelumnya dapat dijelaskan tujuan yang ingin dicapai dari pengendalian internal ini adalah untuk keandalan pelaporan keuangan, memajukan efektivitas dan efisiensi dalam operasi dan membantu agar tidak ada yang menyimpang dari hukum dan peraturan yang berlaku.

(5)

2.1.3 Komponen Pengendalian Internal

Setiap perusahaan memiliki karakteristik atau sifat khusus yang berbeda karena perbedaan karakteristik tersebut pengendalian internal yang baik pada suatu perusahaan belum tentu baik pada perusahaan lainnya oleh sebab itu untuk menciptakan suatu pengendalian internal harus diperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tujuan perusahaan secara keseluruhan. Pengendalian internal yang baik harus memenuhi beberapa kriteria atau unsur-unsur tertentu.

COSO dalam Arens (2008;376) menyatakan mengenai unsur-unsur pengendalian internal sebagai berikut:

1. “Control Environment. 2. Risk Assesment.

3. Control Activities.

4. Information and Communication.

5. Monitoring Activities”.

Penjelasan elemen-elemen pengendalian internal tersebut adalah sebagai berikut: 1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)

Lingkungan pengendalian terdiri atas tindakan, kebijakan dan prosedur yang mencerminkan sikap manajemen puncak, para direktur, dan pemilik entitas secara keseluruhan mengenai pengendalian intern. Berbagai faktor yang membentuk lingkungan pengendalian dalam suatu entitas yaitu :

a. Integritas dan nilai etika organisasi

Merupakan hal yang penting bagi pihak manajemen untuk menciptakan struktur organisasi yang menekankan pada integritas sebagai prinsip dasar beroperasi, dengan secara aktif mengajarkan dan mempraktikan.

(6)

b. Komitmen terhadap kompetensi

Kecakapan atau keahlian menjadi ketentuan sebagai persyaratan yang ditetapkan oleh direksi di lingkungan pengendalian sebagai suatu nilai yang mendasar dalam menilai komitmen terhadap kompetensi.

c. Dewan komisaris dan komite audit

Terdiri dari kesadaran terhadap pengendalian yang tercermin dari reaksi yang ditunjukan oleh manajemen dari berbagai jenjang organisasi terutama dari dewan komisaris dan komite audit atas kelemahan pengendalian. Jika manajemen segera melakukan tindakan maka akan terlihat komitmen terhadap penciptaan lingkungan pengendalian yang baik.

d. Filosofi dan gaya operasi

Melalui aktivitasnya manajemen memberikan isyarat mengenai betapa pentingnya pengendalian internal.

e. Struktur organisasi

Perusahaan menggambarkan alur tanggung jawab dan wewenang. Dengan memahami struktur organisasi klien, auditor dapat memahami elemen-elemen manajemen dan fungsional dari suatu bisnis dan dapat menilai bagaimana pengendalian dapat dilaksanakan.

f. Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

Dilakukan apabila seorang pimpinan mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang diwujudkan secara tertulis dalam uraian tugas untuk ditetapkan oleh perusahaan sesuai dengan kedudukannya dalam struktur organisasi.

(7)

g. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia

Hal yang paling penting dalam pengendalian internal adalah sumber daya manusia yang melaksanakannya. Jika seluruh pegawai berkompeten dan dapat dipercaya, pengendalian lainya dapat dikurangi.

2. Peniaian Risiko (Risk Assesment)

Penilaian risiko merupakan identifikasi dan analisis terhadap risiko yang relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar untuk menentukan bagaimana suatu risiko harus dikelola. Terdapat faktor yang dapat mempengaruhi risiko :

a. Perubahan dalam lingkungan operasi

Perubahan dalam lingkungan peraturan dan operasi dapat mengakibatkan perubahan dalam tekanan persaingan dan risiko yang berbeda dan mengakibatkan perubahan dalam tekanan persaingan dan risiko secara signifikan.

b. Personel baru

Personel baru mungkin memiliki fokus yang berbeda atau pemahaman terhadap pengendalian internal.

c. Sistem informasi yang baru atau yang diperbaiki

Perubahan signifikan dan cepat dalam sistem informasi dapat mengubah risiko berkaitan dengan pengendalian internal.

(8)

d. Restrukturisasi korporasi

Rekonstruksi dapat disertai dengan pengurangan staff dan perubahan dalam supervisi dan pemisahan tugas yang dapat merubah risiko yang berkaitan dengan pengendalian internal.

3. Aktivitas Pengendalian

Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa arahan manajemen dilaksanakan. Aktivitas tersebut membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan untuk menanggulangi risiko dalam pencapaian tujuan entitas sudah dilaksanakan. Aktivitas pengendalian mempunyai berbagai tujuan dan diterapkan diberbagai tingkat organisasi dan fungsi. Aktivitas pengendalian umumnya dibagi menjadi empat jenis, yaitu:

a. Pemisahan tugas yang memadai

Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam pemisahan tugas dan tanggung jawab untuk mengurangi kecurangan dan kesalahan yaitu; pemisahan pengawasan aset dari fungsi akuntansi, pemisahan otorisasi transaksi dengan fungsi pengawasan dari aset yang bersangkutan, pemisahan tanggung jawab operasi dan pencatatan, pemisahan bagian informasi tekhnologi dengan penggunanya.

b. Otorosisasi yang sesuai atas transaksi dan aktivitas

Setiap transaksi harus di otorisasi dengan benar untuk memenuhi tujuan pengendalian.

(9)

c. Dokumen dan catatan yang memadai

Dokumen dan pencatatan merupakan catatan yang memuat transaski serta mengikhtisarkannya. Termasuk didalamnya tagihan penjualan, purchase order, jurnal penjualan, dan lain-lain.

d. Pengendalian fisik, aktiva, dan catatan

Untuk melaksanakan pengendalian yang baik, aset dan pencatatan harus diawasi. Aset yang tidak dijaga dapat dicuri. Pencatatannya yang tidak diawasi dapat dicuri, dirubah, dihancurkan, atau hilang yang mengganggu proses-proses akuntansi dan opersi bisnis.

4. Informasi dan Komunikasi

Disekitar aktivitas pengendalian terdapat sistem informasi dan komunikasi. Mereka memungkinkan orang-orang dalam organisasi untuk dapat bertukar informasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan, dan megendalikan operasinya. Akuntan harus memahami bagaimana (1) transaksi diawali, (2) dan didapat dalam bentuk yang dibaca oleh mesin, (3) file komputer diakses dan diperbaharui, (4) data diproses untuk mempersiapkan sebuah informasi, dan informasi tersebut dilaporkan ke para pemakai internal dan pihak eksternal.

5. Pemantauan

Pemantauan merupakan proses pengawasan dan penetapan kualitas kinerja pengendalian internal sepanjang waktu. Pemantauan mencakup penentuan desain dan operasi pengendalian tepat waktu dan tindakan perbaikan yang dilakukan. Proses ini dilaksanakan melalui aktivitas pemantauan secara terus menerus, evaluasi secara terpisah atau kombinasi diantara kaduanya.

(10)

2.1.4 Keterbatasan Pengendalian Internal

Adanya suatu pengendalian di dalam suatu perusahaan dimaksudkan untuk menciptakan suatu alat yang dapat membantu tercapainya pelaksanaan usaha yang efektif dan efisien, serta untuk membatasi kemungkinan terjadinya pemborosan dan penyelewengan. Namun pengendalian internal tidak dapat mencegah secara total kekurangan dan pemborosan yang mungkin terjadi dalam suatu perusahaan.

Pelaksanaan struktur pengendalian internal yang efektif dan efsien haruslah mencerminkan keadaan yang ideal. Namun dalam kenyataannya hal ini sulit untuk dicapai, karena dalam pelaksanaannya struktur pengendalian internal mempunyai keterbatasan-keterbatasan.

Keterbatasan-keterbatasan yang ada mungkin terjadi sebagai hasil dari penetapan tujuan-tujuan yang menjadi prasyarat untuk pengendalian internal tidak tepat, penilaian manusia dalam mengambil keputusan yang dapat salah dan bisa saja faktor kesalahan/kegagalan manusia sebagai pelaksana, kemampuan manajemen untuk mengesampingkan pengendalian internal, kemampuan manajemen, personel lainnya, ataupun pihak ketiga untuk menghindari kolusi, dan juga perstiwa-peristiwa eksternal yang berada di luar kendali organisasi.

Sistem pengendalian internal yang efektif tidak memberikan jaminan absolut akan tercapainya tujuan perusahaan. Secara sederhananya dapat dikatakan bahwa sistem pengendalian internal yang handal tidak bisa mengubah manajer yang buruk menjadi bagus. Akan tetapi sistem pengendalian internal yang handal dan efektif dapat memberikan informasi yang tepat bagi manajer maupun dewan

(11)

direksi yang bagus untuk mengambil keputusan maupun kebijakan yang tepat untuk pencapaian tujuan perusahaan yang lebih efektif pula.

2.2 Kinerja Karyawan

2.2.1 Pengertian Kinerja Karyawan

Kinerja merupakan suatu yang dinilai dari apa yang dilakukan oleh seorang karyawan. Dalam kerjanya dengan kata lain, kinerja individu adalah bagaimana seorang karyawan melaksanakan pekerjaannya atau untuk kerjanya. Kinerja karyawan yang meningkat akan turut mempengaruhi atau meningkatkan prestasi organisasi sehingga tujuan organisasi yang telah ditentukan dapat dicapai.

Berikut ini adalah definisi-definisi tentang kinerja karyawan menurut beberapa ahli, definisi kinerja karyawan menurut Mangkunegara (2011):

“Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melasanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

Definisi kinerja karyawan menurut Hasibuan (2012) adalah suatu hasil yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.

Suatu pekerjaan memiliki persyaratan tertentu untuk dapat dilakukan dalam mencapai tujuan yang disebut juga sebagai standar pekerjaan (job standard). Standar kinerja adalah tingkat yang diharapkan suatu pekerjaan tertentu untuk dapat diselesaikan, dan merupakan pembanding (benchmark) atas tujuan atau target yang ingin dicapai. Hasil pekerjaan merupakan hasil yang diperoleh seorang karyawan dalam mengerjakan pekerjaan sesuai persyaratan pekerjaan atau standar kinerja. Seorang karyawan dikatakan berhasil melaksanakan

(12)

pekerjaannya atau memiliki kinerja baik, apabila hasil kerja yang diperoleh lebih tinggi dari standar kinerja.

Tanpa adanya kinerja yang baik dari seluruh karyawan perusahaan, maka keberhasilan dalam mencapai tujuan akan sulit tercapai. Kinerja pada dasarnya mencakup sikap mental dan perilaku yang selalu mempunyai pandangan bahwa pekerjaan yang dilaksanakan saat ini harus lebih berkualitas ketimbang pelaksanaan pekerjaan masa lalu, untuk saat yang akan datang lebih berkualitas dari pada saat ini. Seorang pegawai atau karyawan akan merasa punya kebanggaan dan kepuasan tersendiri dengan prestasi dari yang dicapai berdasarkan kinerja yang diberikannya untuk perusahaan (Misransyah, 2012). 2.2.2 Penilaian Kinerja Karyawan

Untuk mengetahui kinerja karyawan maka perlu dilakukan suatu penilaian kinerja yang disebut dengan performance apppraisal yang diistilahkan sebagai penilaian kinerja atau penilaian prestasi kerja karyawan.

Wilson Bangun (2012:231)mendefinisikan penilaian kinerja yaitu:

”Penilai kinerja adalah proses yang dilakukan organisasi untuk mengevaluasi atau menilai keberhasilan karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Penilaian dapat dilakukan dengan membandingkan hasil kerja yang dicapai karyawan dengan standar pekerjaan”.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa penilaian kinerja karyawan merupakan suatu proses penilaian yang dilakukan oleh pihak perusahaan dengan tujuan untuk memotivasi kayawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan.

(13)

Hasibuan (2012) menyatakan salah satu indikator yang dapat dijadikan gambaran kinerja seorang karyawan dari ukuran yang dinilai secara tangible (kualitas, kuantitas, waktu) dan intangible (sasaran yang tidak dapat ditetapkan dengan alat ukur atau standar) adalah sebagai berikut:

1. Kesetiaan: mencerminkan kesediaan karyawan menjaga dan membela organisasi di dalam maupun di luar pekerjaan.

2. Kualitas dan kuantitas kerja: merupakan hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan karyawan tersebut dari uraian pekerjaannya.

3. Kejujuran: kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugas dalam memenuhi perjanjian baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. 4. Kedisiplinan: mencerminkan kepatuhan karyawan dalam mematuhi

peraturan-peraturan yang ada dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan instruksi yang diberikan kepadanya.

5. Kreativitas: kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitasnya untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga lebih berdaya guna dan berhasil guna.

6. Kerjasama: kesediaan karyawan berprestasi dan bekerja sama dengan karyawan lainnya secara vertikal dan horizontal didalam maupun diluar pekerjaannya.

7. Kepemimpinan: merupakan kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai pribadi yang kuat, dihormati, berwibawa,

(14)

dan dapat memotivasi orang lain atau bawahannya untuk bekerja secara efektif.

8. Kepribadian: sikap prilaku, kesopanan, periang, memberikan kesan yang menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik, serta berpenampilan simpatik dan wajar.

9. Prakarsa: kemampuan berfikiran original dan berdasarkan inisiatif sendiri untuk menganalisis, menilai, menciptakan, memberikan alasan, dan mendapatkan kesimpulan penyelesaian masalah yang dihadapinya. 10.Kecakapan: merupakan kecakapan karyawan dalam menyatukan dan menyelaraskan bermacam-macam elemen yang terlibat didalam penyusunan kebijaksanaan dan di dalam situasi manajemen.

11.Tanggung jawab: kesediaan karyawan dalam mempertanggung-jawabkan kebijaksanaanya, dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang digunakannya, sera perilaku kerjanya.

Jika ukuran pencapaian kinerja sudah ditetapkan, maka langkah berikutnya dalam mengukur kinerja adalah mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan hal tersebut dari seseorang selama periode tertentu. Dengan membandingkan hasil ini dengan standar yang dibuat oleh periode waktu yang bersangkutan, akan didapatkan tingkat kinerja dari seorang karyawan.

Pada umumnya orang-orang yang berkecimpung dalam manajemen sumber daya manusia sependapat bahwa penilaian ini merupakan bagian penting dari seluruh proses kekaryaan karyawan yang bersangkutan. Hal ini penting juga bagi perusahaan dimana karyawan tersebut bekerja. Bagi karyawan, penilaian

(15)

tersebut berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemanpuan, kelebihan, kekurangan, dan potensi yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana dan pengembangan karir. Dan bagi organisasi atau perusahaan sendiri, hasil penilaian tersebut sangat penting artinya dan peranannya dalam pengambilan keputusan tentang berbagai hal, seperti identifikasi kebutuhan program pendidikan dan pelatihan, recruitment, seleksi, program pengenalan, penempatan, promosi, sistem imbalan dan berbagai aspek lain dari proses peningkatan kinerja karyawan secara efektif.

2.2.3 Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja

Menurut Mangkunegara (2011) kegunaan penilaian prestasi kerja kinerja karyawan adalah:

a. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk prestasi, pemberhentian dan besarnya balas jasa.

b. Untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan pekerjaannya.

c. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam perusahaan.

d. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan pengawasan.

e. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang berada di dalam organisasi.

(16)

f. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai performance yang baik.

g. Sebagai alat untuk melihat kekurangan dan kelemahan juga meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya.

h. Sebagai kriteria menentukan, seleksi dan penempatan karyawan. i. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan

karyawan.

j. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (job description).

Penilaian kinerja karyawan berguna bagi perusahaan serta harus bermanfaatbagi karyawan. Diuraikan oleh Hasibuan (2012) bahwa tujuan penilaian kinerja karyawan sebagai berikut:

1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, domosi, pemberhentian, dan penetapan besarnya balas jasa. 2. Untuk mengukur kinerja yaitu sejauh mana karyawan bisa sukses

dalam pekerjaannya.

3. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektifitas seluruh kegiatan didalam perusahaan.

Tujuan penilaian kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi. Secara lebih spesifik, tujuan dari penilaian kinerja menurut Mangkunegara (2011) adalah:

(17)

a. “Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja.

b. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi terdahulu.

c. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya yang meningkatkan kepedulian terhadap karier atau terhadap pekerjaan yang sedang diembannya sekarang. d. Mendefinisikan atau merumuskan kembalisasaran masa depan,

sehingga karyawan termotivasiuntuk berprestasi sesuai dengan potensinya.

e. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah”. 2.2.4 Metode Penilaian Kinerja Karyawan

Menurut Wilson Bangun (2012:238) ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menilai kinerja karyawan, secara umum dikelompokan menjadi tiga, antara lain:

1. Metode Penilaian yang Mengacu pada Norma

Metode ini mengacu pada norma yang didasarkan pada kinerja paling baik. Penilaian dilakukan dengan menggunakan hanya satu kriteria penilaian saja yaitu penilaian kinerja secara keseluruhan. Oleh karena itu, penilaian dengan menggunakan metode ini sangat sederhana, karena penilianan sering dilakukan secara subjektif. Masalah lain dapat terjadi adalah tidak adanya informasi yang menyangkut tingkat absolut kinerja yang ada. Sulit bagi manajer mengetahui kinerja yang sangat baik, rata-rata, atau sangat buruk, karena informasi mengenai kinerja bukan interval tetapihanya data berurutan saja. Metode penilaian yang termasuk dalam kelompok ini antara lain, ranking langsung, ranking alternatif, perbandingan berpasangan, dan distribusi paksaan.

(18)

2. Penilaian Standar Absolut

Pada metode penilaian yang mengacu pada norma, kinerja setiap individu hanya membandingkannya antar individu atau tim lain. Metode ini menggunakan sumber absolut dalam menilai kinerja karyawan, penilai mengevaluasi karyawan dengan mengaitkannya dengan faktor-faktor tertentu. Beberapa metode yang digunakan pada metode peniaian absolut antara lain, skala grafik dan skala penilaian berdasarkan perilaku.

3. Metode Penilian Berdasarkan Output

Metode penilaian berdasarkan output berbeda dengan metode penilaian yang mengacu pada norma dan standar absolut, metode ini menilai kinerja berdasar pada hasil pekerjaan. Tetapi masih mempunyai kesamaan dalam penilaian yaitu berpedoman pada analisis pekerjaan sebagai dasar penilaian. Ada empat jenis metode penilaian dalam metode ini antara lain, management by objective, pendekatan standar kinerja, pendekatan indeks langsung, dan catatan prestasi.

Dapat dikatakan bahwa tidak ada metode yang sempurna dalam menilai kinerja, karena metode yang satu lebih mengarah pada suatu aspek tententu sedangkan metode yang lain pada faktor lain. Setiap metode memiliki kelebihan dan kelemahan

2.2.5 Pelaksanaan dan Kendala dan Cara Mengatasi Kendala Penilaian Kinerja Karyawan

Walaupun seorang atasan sudah ahli dalam menilai kinerja karyawan tetapi dalam melaksanakan penilaian kinerja terdapat beberapa kendala yang

(19)

mungkin terjadi. Menurut Wilson Bangun (2012:246) mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi kendala dalam penilaian yaitu:

1. Hello effect merupakan kesalahan yang dilakukan oleh penilai karena umumnya penilai cenderung akan memberikan indeks prestasi yang baik bagi karyawan yang dikenalnya atau sahabatnya. Hallo effect terjadi apabila pendapat pribadi penilai tentang karyawan mempengaruhi pengukuran prestasi kerja. Sebaiknya terhadap karyawan yang kurang dikenal penilai memberikan indeks prestasi sedang atau kurang.

2. Kecenderungan Penilaian Terpusat

Ada penilai yang enggan memberi nilai kinerja bawahannya baik atau buruk sehingga memberikan penilaian rata-rata, walaupun kinerjanya bervariasi. Kesalahan seperti ini mungkin terjadi karena penilai kurang informasi, tersedia waktu yang sedikit dalam menilai,serta kurang pengetahuan yang memadai mengenai faktor yang dinilai.

3. Penilaian Terlalu Lunak dan Keras

Penilaian terlalu lunak adalah pemberian nilai yang sangat baik atas kinerja karyawan. Pada sisi lain, ada penilai yang keras hati, enggan memberikan penilaian sangat baik.

4. Pengaruh Kesan Terakhir

Bila seseorang penilai memberikan penilaian atas dasar kejadian yang terjadi terakhir kali. Perlakuan yang terjadi terdahulu bukan merupakan pertimbangan dalam pemberian nilai. Hal ini terjadi karena kejadian yang terakhir memberikan kesan atau mudah diingat oleh penilai.

(20)

5. Perasangka Penilai

Seorang penilai berprasangka bahwa seorang karyawan asal suku tertentu malas bekerja sehingga memberikan penilaian yang kurang baik, padahal tidak semua asal suku tertentu tersebut malas. Demikian dapat terjadi pada faktor-faktor lain yang dipersangkakan tidak benar sehingga dapat merugikan karyawan.

6. Kesalahan Kontras

Kesalahan kontras adalah penilai menggunakan penilaian kepada perbandingan kinerja seseorang karyawan ke atas karyawan lainnya, bukan berdasarkan standar kinerja. Kesalahan ini terjadi karena berpatokan kepada kinerja karyawan pertama sekali dinilai oleh penilai. Bila penilaian pertama sekali dilakukan kepada karyawan yang bekerja sangat baik, maka penilaian berikutnya pada karyawan yang bekerja rata-rata dimasukan pada kategori kinerja rendah.

7. Kesalahan Serupa dengan Saya

Kesalahan juga dapat terjadi karena penilai terpengaruh atas sifat-sifat yang serupa atau mirip dengan dirinya. Suatu penilaian yang kurang objektif, karena seorang karyawan yang dinilai baik karena ada unsur yang sama dengan sifatnya, tetapi akan berbeda penilaian oleh penilai yang memiliki sifat berbeda dengan dirinya.

Berbagai kesalahan yang mungkin terjadi dilakukan oleh penilai dapat diatasi dengan berbagai cara, pertama penilai memastikan dengan benar bentuk kesalahan yang dilakukan dalam penilaian. Kedua, memahami secara jelas

(21)

metode-metode penilaian kinerja. Penilai harus mengetahui secara jelas kelebihan dan kelemahan setiap metode penilaian. Ketiga, perlu diberikan umpan balik kepada penilai atas hasil-hasil penilaiannya dimasa lalu. Dengan demikian, penilai mengetahui bentuk-bentuk kesalahan yang pernah dilalukan di masa lalu dan merupakan dasar perbaikan di masa akan datang.

2.2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan

Motif berprestasi adalah dorongan dalam diri karyawan untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu untuk mencapai prestasi kerja (kinerja) yang mempunyai predikat teruji. Motif berprestasi yang perlu dimiliki karyawan harus ditimbulkan dari dalam diri sendiri selain dari lingkungan kerja. Hal ini karena motif berprestasi yang ditimbulkan dari dalam diri sendiri akan membentuk suatu kekuatan diri dan jika situasi lingkungan kerja ikut menunjang maka mencapai kinerja akan lebih mudah. Menurut

Berdasarkan hasil studi Lazer dan Wikstrom dalam Rivai (2008) bahwa yang mempengaruhi kinerja adalah:

a. Kemampuan Teknis

Kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang digunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.

b. Kemampuan Konseptual

Kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dan unit masing-masing ke dalam bidang oprasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya individual tersebut

(22)

memahami tugas, fungsi serta tanggungjawabnya sebagai seorang karyawan.

c. Kemampuan Hubungan Interpersonal

Kemampuan untuk mampu bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negosiasi dan lain-lain.

2.3 Kerangka Pemikiran

2.3.1 Peranan Pengendalian Internal terhadap Kinerja Karyawan

Dalam menjalankan usahanya, pemimpin perusahaaan memerlukan alat bantu yang mempunyai peranan dalam mengarahkan dan mengendalikan setiap aktivitas perusahaan untuk tujuan yang telah ditetapkan. Apabila seseorang melaksanakan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya Soekanto (2009:212-213).

Pengendalian internal adalah suatu proses, yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lainnya dalam suatu entitas, yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai guna mencapai tujuan-tujuan berikut ini : (a)keandalan pelaporan keuangan, (b)menjaga kekayaan dan catatan organisasi, (c)kepatuhan terhadap hukum dan peraturan, (d)efektivitas dan efisien operasi Rahayu dan Suhayati (2010).

Pengendalian Internal seperti lingkungan pengendalian yang baik, akan memberikan kontribusi yang baik, dalam menciptakan suasana kerja sehingga dapat mendorong karyawan untuk meningkatkan kinerjanya.

(23)

Zainur dalam Dewi (2012) mendefinisikan kinerja merupakan keseluruhan proses bekerja dari individu yang hasilnya dapat digunakan landasan untuk menentukan apakah pekerjaan individu tersebut baik atau sebaliknya. Di dalam pengendalian internal,penilaian kinerja karyawan sangatlah penting, karena merupakan inti dalam perusahaan untuk mencapai tujuannya. Jika kompetensi, sikap, dan tindakan pegawai terhadap pekerjaannya tinggi, maka dapat diprediksikan bahwa perilakunya akan bekerja keras untuk mencapai tujuan organisasi.

Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang efektif merupakan komponen penting dalam manajemen bank dan menjadi dasar bagi kegiatan operasional bank yang sehat dan aman. Sistem pengendalian intern yang efektif dapat membantu pengurus bank menjaga aset bank, menjamin tersedianya pelaporan keuangan dan manajerial terhadap kinerja bagi seluruh karyawan agar dapat dipercaya, meningkatkan kepatuhan bank terhadap ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta mengurangi risiko terjadinya kerugian, penyimpangan dan pelanggaran aspek kehati-hatian. Di dalam suatu sistem pengendalian internal bank juga harus memastikan adanya saluran komunikasi yang efektif agar seluruh pejabat dan karyawan memahami dan memenuhui kebijakan dan prosedur yang berlaku surat edaran Bank Indonesia No.05/22/DPNP.

Faktor karyawan berkaitan erat dengan pencapaian tujuan bank itu sendiri, bagitu pula yang terjadi pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, dimana

(24)

perushaan selalu dituntut untuk meningkatkan kinerja karyawan agar dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan.

Seiring dengan perkembangan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. dengan ruang lingkup kegiatan yang semakin luas maka PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. membutuhkan sebuah pengendalian internal yang kompleks untuk menunjang manajemen dalam melaksanakan tanggung jawabnya.

Aktivitas pengendalian internal dapat membantu dalam melakukan penilaian kinerja karyawan dengan mencerminkan kinerja kayawan pada setiap divisi yang berada di PT. Bank Rakyat Indonesia berdasarkan fungsi dan tugas masing-masingdalam kegiatan serta pencapaian peningkatan kinerja karyawan. Dengan begitu maka kualitas pengendalian internal dapat menekan terjadinya kecurangan karyawan yang dibantu oleh audit internal di dalam perusahaan.

Komponen Aktivitas pengendalian menurut COSO dalam Arens (2008;376) menyatakan mengenai unsur-unsur pengendalian internal sebagai berikut:

1. “Control Environment. 2. Risk Assesment.

3. Control Activities.

4. Information and Communication.

5. Monitoring Activities”.

Sedangkan yang menjadi factor kinerja karyawan menurut studi Lazer dan Wikstrom dalam Rivai (2008) antara lain:

1. Kemampuan Teknis 2. Kemampuan Konseptual

(25)

Gambar 2.1

Model Kerangka Pemikiran

Seperti yang digambarkan pada Gambar 2.1 diatas, dengan adanya aktivitas pengendalian internal pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk diharapkan akan mendorong karyawan dalam mentaati dan melaksanakan peraturan serta standar kerja yang telah ditetapkan. Pemantauan yang baik akan membuat karyawan untuk lebih disiplin dalam bekerja. Berdasarkan uraian diatas maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ha: ”Adanya peranan pengendalian internal terhadap kinerja karyawan”. Pengendalian Internal

Referensi

Dokumen terkait

Bangunan rumah dinas tipe A dan B; atau rumah dinas C, D, dan E yang bertingkat lebih dari 2 lantai, rumah negara yang berbentuk rumah susun;.. TIPE C RUMAH NEGARA PAGAR TIPE A GEDUNG

belajar) Materi Pembelajaran (pustaka) Bobot Penilaian (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Mahasiswa mampu menguasai konsep teoritis secara umum dan khusus

Pembelajaran Berbasis Masalah sebagai sebuah model pembelajaran mempunyai karakter atau ciri tersendiri yang membedakan pembelajaran ini dengan model-model pembelajaran

9 Kertas dilipat kearah sarung tangan dimulai dari 9 Kertas dilipat kearah sarung tangan, dimulai dari yang dekat dengan tubuh, sisi didepannya, sisi kanan dan kiri. 9 Dibungkus

Menurut theory of reasoned action (TRA) (Ajzen and Fishbein, 1980), minat perilaku seseorang tergantung pada sikap orang tersebut terhadap perilaku dan norma-norma

Data dianalisis secara kualitatif, dari hasil analisis data diperoleh kesimpulan : Tingkat miskonsepsi pada materi suhu dan kalor sebanyak 47 % yang merupakan miskonsepsi

Pengujian dilakukan dengan Structural Equation Modeling (SEM) untuk mengetahui kebenaran konsep teori mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan e- learning