• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen

Manejemen berasal dari bahasa Perancis kuno yang memiliki arti “ Seni melaksanakan dan mengatur ”. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu. Jadi manajemen itu suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Ada beberapa definisi tentang manajemen pada umunya, walaupun definisi tersebut memiliki bunyi yang beragam, tetapi pada pokoknya unsur-unsur yang ada di dalamnya adalah sama diantaranya yaitu :

Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Oey Liang Lee (2010:16) adalah : “ Seni dan ilmu, dalam manajemen terdapat srategi memanfaatkan tenaga dan pikiran orang lain untuk melaksanakan suatu aktivitas yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam manajemen terdapat teknik-teknik yang kaya dengan nilai-nilai estetika kepemimpinan dalam mengarahkan,memengaruhi, mengawasi,mengorganisasikan semua komponen yang saling menunjang untuk tercapainya tujuan yang dimaksudkan.” Menurut Marwansyah (2010:3) menjelaskan bahwa manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri atas tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian untuk menentukan serta mencapai tujuan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Sedangkan menurut G.R. Terry (2010:16) menjelaskan bahwa manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri atas tindakan-tindakan

perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian untuk

menentukan serta mencapai tujuan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.

(2)

2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen Sumber Daya Manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat menunjang aktifitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sumber daya manusia adalah faktor penting bagi perusahaan, oleh karena itu diperlukan pengelolaan sumber daya manusia secara lebih baik agar diperoleh hasil yang sangat berarti bagi kemajuan organisasi atau perusahaan.

Untuk lebih jelas akan dikemukakan pendapat para ahli tentang pengertian manajemen sumber daya manusia, seperti yang diungkapkan oleh Veithzal Rivai yang dikutip oleh Suwatno (2011:29)“ Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian”.Sedangkan menurut Marwansyah (2010:3) menyatakan, sumber daya manusia dapat diartikan sebagai pendayagunaan sumber daya manusia di dalam organisasi, yang dilakukan melalui fungsi-fungsi perencanaan sumber daya manusia, rekruitmen dan seleksi, pengembangan sumber daya manusia, perencanaan dan pengembangan karir, pemberian kompensasi dan kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja, dan hubungan industrial. Adapun menurut Gary Dessler (2010:4) yaitu, Manajemen sumber daya manusia sebagai kebijakan dan latihan untuk memenuhi kebutuhan karyawan atau aspek-aspek yang terdapat dalam sumber daya manusia seperti posisi manajemen, pengadaan karyawan atau rekrutmen, penyaringan, pelatihan, kompensasi, dan penilaian prestasi kerja karyawan.

Dari definisi diatas kita dapat menekankan bahwa yang utama sekali kita kelola adlah sumber daya manusia bukan sumber daya yang lainnya. Keberhasilan pengelolaan organisasi sangat ditentukan oleh kegiatan pendayagunaan sumber daya manusia.

(3)

Dalam pengelolaan manajemen sumber daya manusia tidaklah semudah pengelolaan manajemen lainnya, karena manajemen sumber daya manusia menitik beratkan perhatian pada faktor manusia yang memiliki akal, perasaan dan juga mempunyai berbagai tujuan. Berhasil tidaknya suatu perusahaan atau organisasi dalam mencapai tujuan sebagian besar tergantung pada manusianya. Oleh karena itu, tenaga kerja ini harus mendapatkan perhatian khusus dan merupakan sasaran dari manajemen sumber daya manusia untuk mendapatkan, mengembangkan, memelihara dan memanfaatkan keryawan sesuai dengan fungsi atau tujuan perusahaan.

2.2.1 Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia

Kegiatan pengelolaan sumber daya manusia di dalam suatu organisasi dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa fungsi. Menurut Gary Dessler (2010:4) mengklasifikasikan ruang lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia menjadi dua fungsi pokok. Kedua fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia tersebut yaitu :

1. Fungsi Manajerial (Management Function) a. Perencanaan (Planning)

Menetapkan terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan dan bagaimana cara mencapai tujuan tersebut. Untuk seorang manajer personalia perencanaan berarti menetapkan terlebih dahulu program personalia yang akan membantu tujuan perusahaan.

b. Pengorganisasian (Organizing)

Mengadakan pembagian tugas atau struktur hubungan antara pekerjaan pengelompokan tenaga kerja sehingga tercapai suatu organisasi yang dapat digerakan sebagai suatu kesatuan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

(4)

c. Pengarahan (Directing)

Setelah perencanaan dan pengorganisasian telah ditetapkan, maka fungsi ini adalah sebagai pelaksananya seperti menunjukan dan memberitahukan kesalahan karyawan, melatih memikirkan suatu perangsang, hadian atau sanksi kepada karyawan sesuai dengan prestasi kerja yang mereka raih.

d. Pengendalian (Controlling)

Tindakan atau aktivitas yang dilakukan manajer untuk melakukan pengamatan, penelitian, serta penilaian dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi yang sedang atau telah berjalan untuk mencapai tujuan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. 2. Fungsi Oprasional

Fungsi operasional dalam Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan basic (dasar) pelaksaan proses MSDM yang efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi/perusahaan. Fungsi operasional tersebut secara singkat di uraikan sebagai berikut :

a. Pengadaan (Procurement)

Merupakan usaha untuk menyediakan tenaga kerja yang dibutuhkan menurut jumlah dan mutu atau keahlian tertentu dengan cara mencari asal sumber tenaga kerja yang dibutuhkan, melaksanakan proses seleksi dan memanfaatkan tenaga kerja atas prinsip penyesuaian antara kebutuhan dan penyediaan tenaga kerja.

b. Pengembangan (Development)

Merupakan proses peningkatan kemampuan dan keterampilan, baik kemampuan manajerial maupun kemampuan teknis operasional, sebab penarikan, seleksi dan penempatan karyawan dijalankan dengan baik belum tentu menjamin bahwa mereka dapat menjalankan pekerjaannya di tempat yang baru dengan sebaik mungkin. Untuk itu diperlukan pengembangan karyawan sebaik mungkin. Dengan demikian

(5)

diperlukan pengembangan karyawan baru dengan tujuan untuk

meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan

kemampuannya. Biasanya dilakukan melalui program

pendidikan dan pelatihan karyawan. c. Kompensasi (Compensation)

Kompensasi ini diartikan dengan pemberian imbalan atau penghargaan yang adil dan layak dari pihak perusahaan terhadap para karyawannya atas prestasi yang telah diberikan oleh karyawan. Kompensasi ini dapat berupa upah, gaji, insentif, tunjangan-tunjangan, sarana-sarana lain yang dapat memberikan kepuasan kepada karyawan.

d. Integrasi (Integration)

Yaitu usaha mempengaruhi para karyawan sedemikian rupa sehingga segala tindakan-tindakan mereka dapat diarahkan pada tujuan yang menguntungkan perusahaan, pekerjaan dan rekan sekerja.

e. Pemeliharaan (Maintenance)

Fungsi ini mempermasalahkan bagaimana memelihara karyawan sehingga nyaman dan mampu bekerja dengan baik di perusahaan. Pemeliharaan karyawan yang baik akan memberikan hal yang baik, salah satunya adalah tingkat perputaran tenaga kerja yang rendah. Dua hal ini yang perlu diperhatikan perusahaan dalam pemeliharaan karyawan adalah pemeliharaan kondisi fisik dan sikap karyawan.

f. Pemutusan (Separation)

Merupakan kegiatan usaha untuk mengembalikan tenaga kerja kedalam masyarakat setelah membaktikan tenaganya dalam perusahaan diantaranya dengan : Pemensiunan, Pemberhentian sementara, Pemberhentian dengan hormat, Pemecatan, Penggantian tenaga kerja. Biasanya pemutusan hubungan kerja ini terjadi karena lanjut usia atau sudah melampaui batas kerja

(6)

yang diizinkan oleh perusahaan, perusahaan sudah tidak memerlukan karyawan itu lagi, perusahaan sudah tidak puas dengan prestasi kerja, atau karyawan mengajukan permohonan pengunduran diri dari perusahaan.

Pelaksanaan dari fungsi-fungsi manajemen personalia tersebut diarahkan pada optimalisasi dalam suatu organisasi yang dapat menciptakan kondisi yang dapat mendorong setiap karyawan untuk memberikan sumbangan yang berguna bagi kemajuan organisasi tersebut.

2.3 Tingkat Pendidikan 2.3.1 Tingkat Pendidikan SDM

Tingkat pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemauan yang dikembangkan. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perubahaan sikap dan perilaku. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari.

Menurut Andrew E. Sikula dalam Mangkunegara (2013:50) Tingkat pendidikan adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir, yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan-tujuan umum. Menurut Widi Lestari (2011:3) bahwa tingkat pendidikan merupakan suatu kegiatan seseorang dalam mengembangkan kemampuan, sikap, dan membentuk tingkah lakunya, baik untuk kehidupan masa yang akan datang dimana melalui organisasi tertentu ataupun tidak terorganisir. Dengan demikian Hariandja (2002:169) menyatakan bahwa tingkat pendidikan seorang karyawan dapat meningkatkan daya saing perusahaan dan memperbaiki kinerja dalam perusahaan.

(7)

2.3.2 Indikator-indikator Tingkat Pendidikan a) Indikator menurut Widi Lestari (2011:3)

1. Pendidikan Formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas : Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas dan Perguruan Tinggi.

2. Pendidikan Informal adalah pendidikan yang berfungsi sebagai pendukung pada pendidikan formal melalui jalur Keluarga dan Lingkungan.

b) Indikator menurut UU SISDIKNAS No.20 (2003)

Menurut UU SISDIKNAS No.20 (2003), indikator tingkat pendidikan terdiri dari jenjang pendidikan dan kesesuaian jurusan. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan terdiri dari :

1) Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan keterampilan, menumbuhkan sikap dasar yang diperlukan dalam masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar pada prinsipnya merupakan pendidikan yang memberikan bekal dasar bagi perkembangan kehidupan, baik untuk pribadi maupun untuk masyarakat. Tingkat pendidikan dasar adalah Sekolah dasar

2) Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial budaya, dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan menengah adalah SMP, SMA, SMK.

3) Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki tingkat kemampuan

(8)

tinggi yang bersifat akademik dan atau profesional sehingga dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam rangka pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan manusia. Pendidikan Tinggi terdiri dari Strata 1, Strata 2, Strata 3.

Kesesuaian jurusan adalah sebelum karyawan direkrut terlebih dahulu perusahaan menganalisis tingkat pendidikan dan kesesuaian jurusan pendidikan karyawan tersebut agar nantinya dapat ditempatkan pada posisi jabatan yang sesuai dengan kualifikasi pendidikannya tersebut. Dengan demikian karyawan dapat memberikan kinerja yang baik bagi perusahaan.

2.4 Sikap Karyawan (Trainee) 2.4.1 Pengertian Sikap

Sikap (Attitude) merupakan konsep paling penting dalam psikologis sosial. Konsep tentang sikap diri telah melahirkan berbagai macam pengertian diantara para ahli psikologi. Pembahasan berkaitan dengan psikologis sosial hampir selalu menyertakan unsur sikap baik setiap individu atau kelompok sebagai salah satu bagian pembahasannya. Sikap pada awalnya diartikan sebagai unsur untuk munculnya suatu tindakan dan cenderung merupakan tingkah laku.

Menurut Secord dan Backman dalam Azwar (2010:5) menyatakan bahwa sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), Pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek dilingkungan sekitarnya. Menurut Hornby (dalam Ramdhani, 2008:12) Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau merasakan, jalan pikiran, dan perilaku. Sedangkan Morgan (dalam Dhambea, 2010:83) merumuskan bahwa sikap sebagai tendensi untuk memberikan reaksi yang positif (menguntungkan) atau reaksi yang negatif (merugikan) terhadap orang-orang, obyek atau situasi tertentu.

(9)

Dalam pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap merupakan pemikiran dan perasaan yang mendorong seseorang untuk bertingkah laku ketika menyukai atau tidak menyukai sesuatu.

2.4.2 Komponen Sikap

Rosenberg dan Hovland dalam Azwar (2010:25-28) mendefinisikan konstrak kognisi, afeksi, dan konasi tidak menyatu langsung ke dalam konsepsi mengenai sikap. Pandangan ini dinamakan tripartie model, menempatkan ketiga komponen afeksi, kognisi dan konasi sebagai faktor pertama dalam suatu model hirarkis. Ketiganya didefinisikan tersendiri dan kemudian dalam abstraksi yang lebih tinggi membentuk konsep sikap sebagai faktor tunggal jenjang kedua.

1. Komponen kognitif

Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Sekalipun kepercayaan telah terbentuk, hal ini akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dari objek tertentu. Dengan demikian, interaksi kita dengan pengalaman dimasa yang akan datang serta, prediksi kita mengenai pengalaman tersebut akan mempunyai arti dan keteraturan. Tanpa adanya sesuatu pasti akan menjadi terlapau kompleks untuk dihayati dan sulit untuk ditafsirkan artinya. Kepercayaan yang menyederhanakan dan mengatur apa yang kita lihat dan kita temui. 2. Komponen afektif

Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun, pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap. Reaksi emosional yang meruakan kompen afektif ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebgai benar dan berlaku bagi objek yang dimaksud.

(10)

3. Komponen Psikomotorik

Komponen Psikomotorik atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana prilaku atau kecenderungan berprilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Hal ini berkaitan dengan dasar asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku.

Ketiga komponen ini saling berinteraksi, para ahli Psikologi Sosial sebagian besar beranggapan bahwa ketiganya selaras dan konsisten, dikarenakan apabila dihadapkan dengan satu objek sikap yang sama maka ketiga komponen itu harus mempolakan arah sikap yang seragam. Secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

2.4.3 Tingkatan Sikap

a) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap suatu

pekerjaan dapat dilihat dari ketersediaan dan perhatiannya terhadap materi yang diberikan oleh pemberi materi.

b) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan, lepas dari pekerjaan itu benar atay salah adalah berarti orang menerima tersebut.

c) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

(11)

Pada tingkat ini, sikap individu akan bertanggung jawab dan siap menanggung segala resiko atas segala sesuatu yang telah dipilihnya. 2.4.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

a) Pengalaman pribadi

Apa yang telah dan sedang dialami seseorang akan ikut membantu dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulasi sosial.

b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang konfirmasi atau searah dengan orang lain yang dianggap penting. c) Pengaruh kebudayaan

Seseorang hidup dan dibesarkan dari suatu kebudayaan, dengan demikian kebudayaan yang diikutinya mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap orang tersebut.

d) Media massa

Media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang, sehingga terbentuklah arah sikap yang tertentu.

e) Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Kedua lembaga ini meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam individu sehingga kedua lembaga ini merupakan suatu sistem yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap.

f) Pengaruh faktor emosional

Suatu bentuk sikap merupakan pertanyaan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

g) Pendidikan

Kurangnya pengetahuan seseorang akan mudah terpengaruh dalam sikap.

(12)

h) Faktor sosial dan ekonomi

Keadaan sosial ekonomi akan menimbulkan gaya hidup yang berbeda-beda.

i) Kesiapan fisik (status kesehatan)

Pada umumnya fisik yang kuat terdapat jiwa sehat. j) Kesiapan psikologis/jiwa

Interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Lebih lanjut, interaksi sosial itu meliputi hubungan antara psikologis disekelilingnya.(Azwar, 2010:30)

2.4.5 Pengukuran Sikap

Salah satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap dan perilaku manusia adalah pengungkapan (assesmant) atau pengukuran (measurement) sikap. Sikap merupakan respons evaluatif yang dapat berbentuk positif maupun negatif.

Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai objek. Orang yang setuju, mendukung atau memihak terhadap suatu objek sikap berarti memiliki sikap yang arahnya positif sebaiknya mereka yang tidak setuju atau tidak mendukung dikatakan sebagai memiliki sikap arahnya positif sebaiknya mereka yang tidak setuju atau tidak mendukung dikatakan sebagai memiliki sikap yang arahnya negatif.

Suatu skala berwujud kumpulan pernyataan-pernyataan sikap yang ditulis, disusun dan di analisis sedemikian rupa sehingga respons seseorang terhadappernyataan tersebut dapat diberi angka (skor) dan kemudian dapat diinterprestasikan. Skala sikap tidak terdiri dari hanya satu stimulus atau pernyataan saja melainkan selalu berisi banyak item (multiple item measure).

(13)

Oleh karena itu skala sikap harus dirancang dengan hati-hati. Stimulusnya harus ditulis dan dipilih berdasarkan metode kontruksi yang benar dan skor terhadap respon seseorang harus diberikan dengan cara-cara yang tepat. Sebagai suatu instrument pengukuran psikologis, skala sikap dituntut untuk memenuhi kualitas dasar alat ukur yang standar.

Kualitas dasar itu antara lain adalah validitas, reliabilitas, dan berbagai karakteristik praktis lain yang menyangkut masalah administrasi dan penyajiannya. Pernyataan sikap (attitude statements) adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai objek sikap yang hendak diungkap (Azwar, 2010:87).

2.5 Pelatihan

2.5.1 Pengertian Pelatihan

Pelatihan memberikan manfaat karier jangka pendek yang membantu karyawan untuk mengerjakan tanggung jawabnya yang diberikan pada waktu mereka akan memulai pekerjaannya. Program-program pelatihan tidak hanya penting bagi individu, tetapi juga organisasi atau perusahaan dan individu dalam kelompok kerja. Lebih mudah manfaat-manfaat pelatihan dapat dijabarkan adalah dengan menyadarinya sebagai investasi organisasi dalam SDM.

Menurut T. Hani Handoko (2011:104) menyatakan bahwa pelatihan (training) dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin. Menurut Simamora (2003:273) menyatakan bahwa pelatihan adalah cara untuk membantu para karyawan menunaikan pekerjaan mereka saat ini secara lebih baik.

Sedangkan menurut Intruksi Presiden No 15 tahun 1974 dalam Sedarmayanti (2013:164) menyatakan bahwa Pelatihan adalah bagian dari pendidikan menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan diluar system pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek dari pada teori.

(14)

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan dan meningkatkan kinerja karyawan dalam melaksanakan tugasnya dengan cara peningkatan keahlian, pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan.

2.5.2 Indikator Pelatihan

Indikator-indikator pelatihan menurut Simamora (2003:273), diantaranya: 1. Pra pelatihan yang meliputi materi pelatihan dan Metode pelatihan.

2. Pelaksanaan pelatihan yang meliputi proses pelatihan dan Pelaksanaan pelatihan.

3. Pasca pelatihan yang meliputi penempatan trainee pada pekerjaan setelah pelatihan dan Kompensasi karyawan setelah pelatihan.

2.5.3 Teknik-Teknik Pelatihan

Menurut T. Hani Handoko (2011:110) ada dua kategori program pelatiham yaitu :

a) Metode praktis (on the job training)Rotasi Jabatan

Memberikan kepada karyawan pengetahuan kepada bagian-bagian organisasi yang berbeda dan praktek berbagai macam ketrampilan manajerial.

1. Latihan Instruksi Pekerjaan

Petunjuk-petunjuk pengerjaan diberikan secara langsung pada pekerjaan dan digunakan terutama untuk melatih para karyawan tentang cara pelaksanaan pekerjaan mereka sekarang.

2. Magang (apprenticeships)

Merupakan proses belajar dari seorang atau beberapa orang yang lebih berpengalaman. Pendekatan ini dapat dikombinasikan dengan latihan “off the job”.

(15)

3. Coaching

Atasan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada karyawan dalam pelaksanaan kerja rutin mereka. Hubungan atasan dan karyawan sebagai bawahan serupa dengan hubungan tutor mahasiswa.

4. Penugasan sementara

Penempatan karyawan pada posisi manajerial atau sebagai anggota panitia tertentu untuk jangka waktu yang ditetapkan. Karyawan terlibat dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah organisasional nyata.

b) Metode-metode simulasi (off the job training) dan teknik-teknik presentasi informasi.

1. Metode Studi Kasus

Deskripsi tertulis suatu situasi pengsmbilan keputusan nyata disediakan. As[ek-aspek organisasi terpilih diuraikan pada lembar kasus. Karyawan yang terlibat dalam tipe pelatihan ini diminta untuk mengidentifikasi masalah-masalah, menganalisa situasi dan merumuskan penyelesaian-penyelesaian alternatif. 2. Role Playing

Teknik ini merupakan suatu peralatan yang memungkinkan para karyawan untuk memainkan berbagai peran yang berbeda. 3. Business Games

Suatu simulasi pengambilan keputusan skala kecil yang dibuat sesuai dengan situasi kehidupan bisnis nyata. Para peserta memainkan ‘game’ dengan memutuskan harga produk yang akan dipasarkan, berapa besar anggaran pengiklanan, siapa yang akan tertarik dan sebagainya.

4. Vestibule Training

Bentuk latihan ini bukan oleh atasan. Tetapi oleh pelatih-pelatih khusus. Area-area terpisah dibangun dengan berbagai

(16)

jenis peralatan sama seperti yang akan digunakan pada pekerjaan sebenarnya.

5. Latihan Laboratorium (Laboratory Training)

Suatu bentuk latihan kelompok yang terutama digunakan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan antar pribadi. 6. Program-program Pengembangan Eksekutif

Organisasi bias mengirimkan para karyawannya untuk

mengikuti paket-paket khusus yang ditawarkan atau

bekerjasama dengan suatu lembaga pendidikan untuk menyelenggarakan secara khusus suatu bentuk penataran, pendidikan atau latihan sesuai kebutuhan organisasi.

2.5.4 Evaluasi Program Pelatihan (Training)

Evaluasi terhadap setiap kegiatan adalah penting, karena dalam evaluasi kita berusaha menentukan nilai atau manfaat yang di peroleh melalui pelaksanaan kegiatan tersebut.

Evaluasi ini menjadi penting dalam penyenggaraan suatu program pelatihan (training) karena di perlukan biaya yang cukup besar. Evaluasi pengeluaran biaya ini tidak sia-sia setiap program training atau pelatihan harus di evaluasi.

Pada dasarnya terdapat 4 pendekatan dalam mengadakan evaluasi terhadap program pelatihan (training), yaitu :

1. Reaksi

Untuk mengevaluasi program pelatihan (training) dapat dilakukan dengan mengetahui reaksi dari para peserta terhadap program pelatihan (training) secara keseluruhan dalam program pelatihan (training), reaksi dapat di tentukan dengan meminta peserta mengisi lembar reaksi. Reaksi dapat pula dibuat oleh para pemimpin

(17)

penyenggara pelatihan (training) atau para staff yang khusus ditugaskan untuk itu.

2. Pelajaran

Penilaian dapat dilakukan dengan menetapkan pengetahuan, sikap dan keahlian apa yang telah dipelajari selama program pelatihan (training) tersebut. Hal ini diketahui dengan meminta peserta mendemontasikan apa yang telah dipelajari.

3. Tingkah Laku

Terdapat beberapa pedoman yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi yang berhubungan dengan tingkah laku dari para peserta pelatihan (training).

4. Hasil

Tujuan dari pelatihan (training) dapat dinyatakan terealisasi jika para peserta setelah mengikuti pelatihan (training) dapat di realisasikan suatu atau beberapa hasil, seperti kenaikan keuntungan, menurunkan biaya, menurunkan turn over, menurunkan absen, kualitas atau kuantitas dan lain sebagainya.n

Program pelatihan (training) dapat saja berhasil dalam kaitannya dengan pelaksanaan program pelatihan (training), meningkatnya pelajaran dan bahkan dalam tingkah laku. Tetapi, apabila hasilnya tidak mencapai, maka dalam analisis akhir pelatihan (training) itu belum mencapai tujuan. Apabila demikian, masalahnya mungkin terletak dalam program pelatihan (training). Sekalipun demikian, harus selalu di ingat bahwa hasil boleh jadi tidak memadai, karena sejak awal masalahnya tidak dapat ditanggulangi dengan pelatihan (training).

(18)

2.6 Kinerja

2.6.1 Pengertian Kinerja Karyawan

Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi yang sesungguhnya dicapai oleh seseorang). Secara umum yang dimaksud kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pada dasarnya setiap perusahaan selalu berupaya untuk meningkatkan kinerja karyawannya. Berikut adalah definisi-definisi tentang kinerja karyawan menurut beberapa ahli, yaitu :

Menurut August W. Smith ( yang dikutip oleh Suwatno 2011:196) Kinerja merupakan hasil dari suatu proses yang dilakukan manusia. Gomes (2003:142) mengatakan bahwa “Kinerja adalah catatan hasil produksi pada fungsi pekerjaan yang spesifik atau aktivitas selama periode waktu tertentu”. Sedangkan menurut Bangun (2012:201) Kinerja adalah hasil pekerjaan yang dicapai karyawan berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan (job requirement).

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah prestasi kerja atau hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh sumber daya manusia sesuai dengan perannya dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja merupakan suatu tingkat kemajuan seorang karyawan atas hasil dari usahanya untuk meningkatkan kemampuan secara positif dalam pekerjaannya.

2.6.2 Indikator Kinerja Karyawan

Indikator-indikator kinerja karyawan menurut Gomes (2003:142) diantaranya :

1. Hasil kerja yang meliputi kuantitas hasil kerja dan kualitas hasil kerja.

2. Prilaku kerja yang meliputi inisiatif dalam mengembangkan ide-ide dan loyalitas karyawan terhadap perusahaan.

(19)

3. Kualitas pribadi yang meliputi pelaksanaan tugas tanpa bantuan rekan kerja dan menyelesaikan pekerjaan dengan rekan kerja. 2.6.3 Pengukuran Kinerja Karyawan

Menurut Bangun (2012:234) standar pekerjaan dapat ditentukan dari isi suatu pekerjaan, dapat dijadikan sebagai dasar penilaian setiap pekerjaan, untuk memudahkan penilaian kinerja karyawan, standar pekerjaan harus dapat diukur dan dipahami secara jelas. Suatu pekerjaan dapat diukur melalui beberapa dimensi, yaitu sebagai berikut :

1. Jumlah Pekerjaan

Dimensi ini menunjukan jumlah pekerjaan yang dihasilkan individu atau kelompok sebagai persyaratan yang menjadi standar pekerjaan. Setiap pekerjaan memiliki persyaratan yang berbeda sehingga menuntut karyawan harus memenuhi persyaratan tersebut baik pengetahuan, keterampilan, maupun kemampuan yang sesuai. Berdasarkan persyaratan pekerjaan tersebut dapat diketahui jumlah karyawan yang dibutuhkan untuk dapat mengerjakannya, atau setiap karyawan dapat mengerjakan berapa unit pekerjaan.

2. Kualitas Pekerjaan

Setiap karyawan dalam perusahaan harus memenuhi persyaratan tertentu untuk dapat menghasilkan pekerjaan sesuai kualitas yang dituntut suatu pekerjaan tertentu. Setiap ekerjaan mempunyai standar kualitas tertentu yang harus disesuaikan oleh karyawan untuk dapat mengerjakannya sesuai ketentuan. Karyawan memiliki kinerja baik bila dapat menghasilkan pekerjaan sesuai persyaratan kualitas yang dituntut tersebut.

3. Ketepatan Waktu

Setiap pekerjaan memiliki karakteristik yang berbeda, untuk jenis pekerjaan tertentu harus diselesaikan tepat waktu, karena memiliki ketergantungan atas pekerjaan lainnya, jadi, bila pekerjaan pada suatu bagian tertentu tidak selesai tepat waktu akan menghambat pekerjaan pada

(20)

bagian lain, sehingga mempengaruhi jumlah dan kualitas hasil pekerjaan. Demikian pula, suatu pekerjaan harus diselesaikan tepat waktu karena batas waktu pesanan pelanggan dan penggunaan hasil produksi. Pelanggan sudah melakukan pemesanan produk sampai batas waktu tertentu. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, pihak perusahaan harus menghasilkannya tepat waktu, karena akan berpengaruh atas penggunaannya. Pada dimensi ini, karyawan dituntut untuk dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. 4. Kehadiran

Suatu jenis pekerjaan tertentu menuntut kehadiran karywan dalam mengerjakannya sesuai waktu yang ditentuan. Ada tipe pekerjaan yang menuntut kehadiran karyawan selama delapan jan sehari untuk lima hari kerja seminggu. Kinerja karyawan ditentukan oleh tingkat kehadiran karyawan dalam mengerjakannya.

5. Kemampuan Kerja Sama

Tidak semua pekerjaan dapat diselesaikan oleh satu orang karyawan saja. Untuk jenis pekerjaan tertentu mungkin harus diselesaikan oleh dua orang karyawan atau lebih, sehingga membutuhkan kerja sama antar karyawan sangat dibutuhkan. Kinerja karyawan dapat dinilai dari kemampuannya bekerjasama dengan rekan kerja lainnya.

2.6.4 Metode Penilaian Kinerja

Menurut Bangun (2012:233) berbagai metode dapat digunakan untuk menilai kinerja karyawan, secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut :

1. Metode Penilaian yang Mengacu Pada Norma.

Metode ini mengacu pada norma yang didasarkan pada kinerja paling baik. Penilaian dilakukan dengan menggunakan hanya satu kriteria penilaian saja yaitu penilaian kinerja secara keseluruhan, oleh karena itu, penilaian dengan menggunakan metode ini sangat sederhana, karena penilaian dilakukan secara tunggal, penilaian sering dilakukan secara

(21)

subjektif. Masalah lain dapat terjadi adalah tidak adanya informasi yang menyangkut tingkat absolut kinerja yang ada. Sulit bagi manajer mengetahui kinerja yang sangat baik, rata-rata, atau sangat buruk, karena informasi mengenai kinerja bukan interval tetapi hanya data berurutan saja. Metode-metode penilaian yang masuk dalam kelompok ini antara lain, metode penilaian langsung, metode penilaian alternatif, metode perbandingan antar individu, dan metode distribusi paksaan.

2. Penilaian Standar Absolut.

Pada metode penilaian yang mengacu pada norma, kinerja setiap individu hanya membandingkannya antar individu atau tim lainnya. Metode ini menggunakan standar absolut dalam menilai kinerja karyawannya, penilai mengevaluasi karyawan dengan mengaitkannya dengan faktor-faktor tertentu. Beberapa metode yang digunakan pada metode penilaian standar absolut antara lain, skala grafik, metode kejadian-kejadian kritis, dan skala penilaian berdasarkan perilaku.

3. Metode Penilaian Berdasarkan Output.

Metode penilaian berdasarkan output berbeda dengan metode-metode penilaian yang mengacu pada norma dan standar absolut, metode ini menilai kinerja berdasarkan pada hasil pekerjaan, tetapi masih mempunyai kesamaan dalam penilaian yaitu berpedoman kepada analisis pekerjaan sebagai dasar penilaian. Ada empat jenis metode penilaian disini, antara lain, manajement by objective, pendekatan standar kinerja, pendekatan indeks langsung, dan catatan prestasi.

2.6.5 Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja

Menurut Bangun (2012:233) manfaat penilaian kinerja bagi suatu perusahaan adalah :

1. Evaluasi antar individu dalam organisasi

Tujuan ini dapat memberi manfaat dalam menentukan jumlah dan jenis kompensasi yang merupakan hak bagi setiap individu dalam organisasi.

(22)

Kepentingan lain atas tujuan ini adalah sebagai dasar dalam memutuskan pemindahan pekerjaan (job transferring) pada posisi yang tepat, promosi pekerjaan, mutasi atau demosi sampai tindakan pemberhentian.

2. Pengembangan diri setiap individu dalam organisasi.

Penilaian kinerja pada tujuan ini bermanfaat untuk pengembangan karyawan. Setiap individu dalam organsasi dinilai kinerjnya, bagi karyawan yang memiliki kinerja rendah perlu dilakukan pengembangan baik melalui pendidikan maupun pelatihan. Karyawan yang berkinerja rendah disebabkan kurangnya pengetahuan atas pekerjaannya akan ditingkatkan pendidikannya, sedangkan bagi karyawan yang kurang terampil akan pekerjaannya akan diberi pelatihan yang sesuai.

3. Pemeliharaan sistem

Berbagai sistem yang ada dalam organisasi, setiap subsistem yang ad saling berkaitan antara satu subsistem dengan subsistem lainnya. Salah satu subsistem yang tidak berfungsi dengan baik akan mengganggu jalannya subsistem yang lain, oleh karena itu, sistem akan memberi beberapa manfaat antara lain, pengembangan perusahaan dari individu, evaluasi pencapaian tujuan oleh individu atau tim, perencanaan sumber daya manusia, penentuan dan identifikasi kebutuhan pengembangan organisasi, dan audit atas sistem sumber daya manusia.

4. Dokumentasi

Penilaian kinerja akan memberi manfaat sebagai dasar tindak lanjut dalam posisi pekerjaan karyawan di masa yang akan datang.Manfaat penilaian kinerja disini berkaitan dengan keputusan-keputusan manajemen sumber daya manusia, pemenuh secara legal manajemen sumber daya manusia, dan sebagai kriteria untuk pengujian validitas.

(23)

2.7 Penelitian Terdahulu

Penyusunan penelitian ini di dukung dengan studi literatur berkaitan diantaranya merupakan hasil studi penelitian dari penelitian terdahulu mengenai. Analisis penelitian terdahulu dipaparkan pada tabel berikut ini :

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama

Peneliti

Judul Variabel Hasil

Guntur Syah 2012 PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT. PAL PLYWOOD BURAU CABANG PALOPO X1 = Pengaruh Pendidikan X2 = Pelatihan Y = Kinerja Karyawan Pendidikan (X1) dan pelatihan(X2) mampunyai

pengaruh yang signifikan

terhadap variabel dependen yaitu kinerja karyawan (Y) dipengaruhi oleh faktor lain dari variabel bebas pada penelitian ini sebesar 23,1%. Berdasarkan hasil regresi

berganda diketahui bahwa

tingkat signifikan variabel pendidikan (X1=0,042) dan penelitian (X2=0,000). Dengan

demikian hipotesis pada

penelitian ini yang menduga bahwa faktor pendidikan dan pelatihan berpengaruh terhadap kinerja.

Faktor pelatihan mempunyai pengaruh positif signifikan

sebesar = 47% artinya

karyawan PT.Pal Plywood

Buarau sangat bermanfaat, pelatihan yang diikuti selama

bekerja menambah

keterampilan dalam

menjalankan tugas-tugas,

menambah rasa percaya diri,

(24)

tuntutan pekerjaan, jika dalam

melaksanakan pekerjaan

dengan menggunakan alat

maka harus dikuasai dalam pengoprasiannya.

Berdasarkan besarnya

pengaruh faktor pendidikan dan pelatihan tersebut terhadap

kinerja perusahaan, maka

variabel pelatihan mempunya pengaruh dominan terhadap kinerja karyawan. Shintia Dewi 2016 PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGEMBANGAN KARIR TERHADAP KINERJA KARYAWAN. X1 = Pengaruh Tingkat Pendidikan X2= Pengembangan karir Y = Kinerja Karyawan

Berdasarkan penelitian yang

telah dilakukan, maka

diperoleh hasil bahwa variabel

tingkat pendidikan dan

pengembangan karir secara bersama-sama mempengaruhi kinerja karyawan.

Tingkat pendidikan dan

pengembangan karir

berpengaruh secara positif

terhadap kinerja. Besar

pengaruh tingkat pendidikan

dan pengembangan karir

terhadap kinerja adalah 95,40% sedangkan hubungan pengaruh dari faktor lainnya terhadap kinerja adalah 95,40%.

Besar hubungan pengaruh

tingkat pendidikan secara

positif terhadap kinerja

karyawan adalah 63,30%

sedangkan besar sumbangan pengaruh tingkat pendidikan terhadap kinerja karyawan adalah 40,10%.

Tingkat pendidikan dan

pengembangan karir memiliki pengaruh secara positif.Besar hubungan pengaruh tingkat

(25)

pengembangan karir adalah 74,00%. Luh Putu Ega Apriliyanti 2016 PENGARUH PELATIHAN DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI X1= Pengaruh Pelatihan X2= Kepuasan Kerja Y= Produktivitas Kerja Karyawan

Berdasarkan hasil perhitungan uji statistic menunjukan bahwa pelatihan dan kepuasan kerja

secara bersama-sama

berpengaruh secara positif terhadap produktivitas kerja karyawan. Besar sumbangan

pengaruh pelatihan dan

kepuasan kerja terhadap

produktivitas kerja karyawan adalah 74,8%, sedangkan besar hubungan pengaruh faktor lain terhadap produktivitas kerja karyawan adalah 13,5 %. 2.8 Kerangka Pemikiran

Peranan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan pertumbuhan di masa yang akan datang, karena SDM merupakan penggerak utama dalam operasional perusahaan.

Menurut Handoko (2003) Manusia dalam suatu perusahaan harus dianggap sebagai asset perusahaan bukan lagi sebagai faktor produksi. Konsep sumber daya manusia sebagai asset perusahaan didasarkan pada fakta bahwa sumber daya paling penting dalam suatu organisasi adalah manusia, yaitu orang yang memberikan tenaga, bakat, kreativitas dan usaha mereka kepada perusahaan.

Agar dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia perusahaan harus dapat mengelola karyawannya dengan baik. Menurut Mangkunegara dalam Rifqi (2012:6) Proses pengelolaan serta pendayagunaan sumber daya manusia yang ada di dalam organisasi tersebut dinamakan dengan manajemen sumber daya manusia atau MSDM. Lebih jauh lagi Flippo dalam Rifqi (2012:7) mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian dari aktivitas pengadaan, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan dan pemisahan

(26)

sumber daya manusia dalam rangka memenuhi tujuan individu, organisasi dan masyarakat.

Pada dasarnya perusahaan mengharapkan karyawan yang memiliki kemampuan dan keterampilan yang baik dalam kinerja untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan dengan baik. Kinerja seorang karyawan pada kenyataannya akan dapat berbeda dengan karyawan lain. Agar kinerja dari setiap karyawan dapat meningkat diperlukan suatu pendorong atau faktor yang dapat membuat kinerja karyawan tersebut sesuai dengan yang diterapkan oleh perusahaan.

Menurut Mangkuprawira dalam Gunawan (2004:1), Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain tingkat pendidikan, pengetahuan, keterampilan, motivasi, kesehatan, pengalaman, kompensasi, iklim kerja, kepemimpinan, fasilitas kerja, dan hubungan sosial.

Berikut ini definisi tingkat pendidikan menurut Andrew E. Sikula dalam Mangkunegara (2013:50) adalah “Tingkat pendidikan adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir, yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan-tujuan umum”.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Tingkat pendidikan adalah suatu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan di perusahaan karena dengan menempuh tingkat pendidikan menyebabkan seorang pekerja memiliki pengetahuan dan kemampuan tertentu yang akan membantu dalam melaksanakan tugas-tugas dengan baik.

Tingkat pendidikan pada seorang karyawan dapat meningkatkan kinerjanya, hal ini disebabkan bahwa semakin tinggi daya analisis maka akan mampu memecahkan masalah yang dihadapi. Semakin tinggi tingkat pendidikannya akan lebih mudah baginya untuk melaksanakan fungsi-fungsinya di perusahaan. Disamping itu, pendidikan adalah suatu proses untuk menambah pengetahuan, mengembangkan kemampuan, membentuk prilaku dan sikap. Hal ini sejalan dengan pendapat Hariandja (2002:169) menyatakan bahwa tingkat

(27)

pendidikan seorang karyawan dapat meningkatkan daya saing perusahaan dan memperbaiki kinerja dalam perusahaan.

Berikut ini definisi Sikap menurut Gitosudarmo dan Sudita (2008) adalah “sikap adalah keteraturan perasaan dan pikiran seseorang dan kecenderungan bertindak terhadap aspek lingkungannya”.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan dalam diri seseorang untuk melakukan atau berbuat sesuatu dalam aktivitas dengan perasaan tertentu, juga dalam menanggapi objek situasi atau kondisi di sekitarnya.

Sikap pada diri seseorang atau karyawan harus dikembangkan dengan tepat dan sesuai. Perusahaan atau dunia kerja menuntut setiap karyawan untuk memiliki sikap yang baik selain sikap , karyawan juga dituntut memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam bekerja agar mencapai sesuatu yang di inginkan. Dalam sebuah perusahaan atau instansi para tenaga kerja baru atau lama akan mengikuti pelatihan guna meningkatkan kemampuan dan pengetahuan serta mengembangkan sikap yang baik untuk pekerjaannya masing-masing karyawan di perusahaan.

Berikut ini definisi pelatihan menurut Menurut T. Hani Handoko (2011:104) “Pelatihan (training) dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin.”

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah peningkatan kemampuan dan pengetahuan karyawan yang berkaitan dengan jabatan atau fungsi yang menjadi tanggung jawab individu atau karyawan yang bersangkutan guna meningkatkan kinerja karyawan dalam jabatan atau pekerjaannya.

Berikut ini definisi Kinerja menurut August W. Smith ( yang dikutip oleh Suwatno 2011:196) “Kinerja merupakan hasil dari suatu proses yang dilakukan manusia.”

(28)

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan.

Kinerja (performance) mengacu kepada kadar pencapaian tugas yang membentuk sebuah pekerjaan karyawan. Kinerja merefleksikan seberapa baik karyawan untuk memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan. Kinerja pada seorang karyawan merupakan hal yang bersifat individu karena setiap keryawan mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda dalam mengerjakan pekerjaan.

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Tingkat Pendidikan dan Sikap dalam pelatihan memiliki pengaruh yang besar dalam meningkatkan Kinerja karyawan di PT Perkebunan Nusantara VIII Bandung. Untuk memiliki kemampuan dan pengetahuan yang tinggi dibutuhkan Tingkat Pendidikan dan Sikap untuk merespon dan bertindak dalam pelatihan yang sesuai dan tepat untuk meningkatkan kinerja di perusahaan. Dengan demikian Tingkat Pendidikan dan Sikap memegang peran penting dalam pelatihan untuk meningkatkan kinerja.

Berdasarkan penjelasan diatas bahwa tingkat pendidikan dan sikap karyawan dalam pelatihan dapat menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi proses peningkatan kinerja karyawan di PT Perkebunan Nusantara VIII, Bandung. Maka dapat disusun kerangka pemikiran sebagai berikut :

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran

Tingkat Pendidikan (X1) Sikap Trainee (X2) Pelatihan (Y) Kinerja Karyawan (Z)

(29)

2.9 Hipotesis

 Ho : Tidak terdapat pengaruh antara Tingkat

pendidikan dan Sikap trainee dalam perlatihan karyawan di PT Perkebunan Nusantara VIII Bandung.

 Ha : Terdapat pengaruh antara Tingkat pendidikan, Sikap trainee dalam perlatihan karyawan di PT Perkebunan Nusantara VIII Bandung.

 Ho : Tidak terdapat pengaruh antara Tingkat

pendidikan dan Sikap trainee dalam peningkatan kinerja karyawan di PT Perkebunan Nusantara VIII Bandung.

 Ha : Terdapat pengaruh antara Tingkat pendidikan dan

Sikap trainee dalam peningkatan kinerja karyawan di PT Perkebunan Nusantara VIII Bandung.

 Ho : Tidak terdapat pengaruh antara Perlatihan terhadap Kinerja karyawan di PT Perkebunan Nusantara VIII Bandung.

 Ha : Terdapat pengaruh antara Perlatihan terhadap Kinerja karyawan di PT Perkebunan Nusantara VIII Bandung.

Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis penelitian ini positif “ Tingkat Pendidikan dan Sikap Trainee memiliki pengaruh dalam Perlatihan yang berdampak terhadap peningkatan Kinerja Karyawan di PT Perkebunan Nusantara VIII, Bandung.”

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa informan terkait pendapat informan definisi SISRUTE, informan mengatakan bahwa SISRUTE adalah Sistem rujukan

Gambar 2.2 merupakan suatu pelukisan secara skematik dari suatu tanah hipotetik, yang menunjukkan volume dan massa ketiga fase tersebut, sebagai sebuah contoh...

(1) Kepala Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan mempunyai tugas mengumpulkan dan mengkoordinasikan bahan penyusunan program kerja, evaluasi dan pelaporan

Dalam hal ini objek penelitian yaitu proses bisnis pada sistem pembelian, penjualan, inventory serta penerapan ERPNext sebagai aplikasi Sistem Informasi yang membantu

Jadi dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi pemasaran adalah suatu perangkat yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan

Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan suatu organisasi adalah kinerja karyawan. Selain itu, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yang

Berdasarkan definisi penilaian kinerja di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja adalah proses yang berkesinambungan yang berisi catatan prestasi karyawan

Melaksanakan  Algoritma  berarti  mengerjakan  langkah‐langkah  di  dalam  Algoritma  tersebut.  Pemroses  mengerjakan  proses  sesuai  dengan  algoritma  yang