• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN STIMULASI PSIKOSOSIAL DAN METODE SOSIALISASI DENGAN KARAKTER DISIPLIN DAN HORMAT SANTUN REMAJA PADA KELUARGA BERCERAI PRETTY DINDA SRIKANDI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN STIMULASI PSIKOSOSIAL DAN METODE SOSIALISASI DENGAN KARAKTER DISIPLIN DAN HORMAT SANTUN REMAJA PADA KELUARGA BERCERAI PRETTY DINDA SRIKANDI"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN STIMULASI PSIKOSOSIAL DAN METODE

SOSIALISASI DENGAN KARAKTER DISIPLIN DAN

HORMAT SANTUN REMAJA PADA KELUARGA BERCERAI

PRETTY DINDA SRIKANDI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Stimulasi Psikososial dan Metode Sosialisasi dengan Karakter Displin dan Hormat Santun Remaja pada Keluarga Bercerai adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013 Pretty Dinda Srikandi NIM I24090048

(4)

RINGKASAN

PRETTY DINDA SRIKANDI. Hubungan Stimulasi Psikososial dan Metode Sosialisasi dengan Karakter Disiplin dan Hormat Santun Remaja pada Keluarga Bercerai. Dibimbing oleh DWI HASTUTI dan NETI HERNAWATI.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan stimulasi psikososial dan metode sosialisasi dengan karakter disiplin dan hormat santun remaja pada keluarga bercerai. Tujuan khusus penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi karakteristik keluarga dan remaja, stimulasi psikososial, metode sosialisasi, serta karakter disiplin dan hormat santun remaja pada keluarga bercerai; (2) menganalisis hubungan karakteristik keluarga dan remaja, stimulasi psikososial, dan metode sosialisasi dengan karakter disiplin dan hormat santun remaja pada keluarga bercerai; dan (3) menganalisis hubungan stimulasi psikososial dan metode sosialisasi dengan karakter disiplin dan hormat santun remaja pada keluarga bercerai.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dengan lokasi penelitian adalah di Kecamatan Tanah Sareal dan Bogor Barat, yang dipilih secara purposive. Contoh dalam penelitian ini adalah 50 remaja SMP dan SMA usia 12 sampai 21 tahun beserta ibunya yang berasal dari keluarga bercerai yang dipilih secara convenience. Pengambilan data yang dilakukan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui teknik wawancara dan observasi pada ibu remaja untuk memperoleh informasi mengenai stimulasi psikososial dan self report kepada remaja untuk memperoleh informasi mengenai metode sosialisasi, karakter disiplin, dan hormat santun. Sementara itu, data sekunder diperoleh dari Pengadilan Agama Kota Bogor untuk memperoleh rincian data jumlah perceraian di Kota Bogor. Stimulasi psikososial diukur dengan kuesioner HOME inventory dengan nilai reliabilitas 0.816. Metode sosialisasi diukur dengan kuesioner yang dikembangkan oleh Pasaribu (2013) dengan nilai reliabilitas 0.910. Karakter disiplin diukur dengan kuesioner yang dikembangkan peneliti dengan nilai reliabilitas 0.638. Sementara itu karakter hormat santun yang diukur dengan kuesioner modifikasi dari Karina (2012) dengan nilai reliabilitas 0.771. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan inferensia, yaitu menghitung rata-rata, nilai minimum maksimum, standar deviasi, uji korleasi Pearson, dan Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh remaja memiliki ibu yang berada pada kategori dewasa madya (52%) dengan pendidikan terakhir ibu paling tinggi adalah tamat SMA/sederajat (44%). Lebih dari sepertiga keluarga (34%) memperoleh pendapatan keluarga sebesar ≤Rp1 000 000 setiap bulannya, hampir seluruhnya bekerja (92%). Keluarga yang diteliti termasuk dalam keluarga kecil (≤4 orang). Hampir dua pertiga remaja (64%) memiliki ibu yang menikah di usia dewasa awal (21-40 tahun). Hampir separuh remaja memiliki ibu yang sudah bercerai antara 1 sampai dengan 5 tahun (46%). Dari keseluruhan ibu yang diwawancarai hampir seluruhnya merupakan pernikahan pertama (98%). Hasil penelitian pada karakteristik remaja menunjukkan bahwa dari total keseluruhannya, persentase jumlah remaja perempuan lebih besar (60%) daripada laki-laki (40%). Tiga perempat remaja berada pada kategori remaja awal (12-15

(5)

tahun) dengan persentase jumlah perempuan yang lebih besar (46%) daripada laki-laki (32%).

Pada stimulasi psikososial, hasil menunjukkan bahwa pada stimulasi emosi dan tanggung jawab verbal, dorongan untuk kematangan anak, serta iklim emosi, hampir separuh remaja memperoleh skor dengan kategori tinggi, sedangkan pada stimulasi aspek lingkungan, lebih dari separuh remaja berada pada kategori yang tinggi. Sementara itu, persentase paling tinggi untuk stimulasi yang mendorong pengalaman anak dan penyediaan material, ketersediaan stimulasi aktif, serta partisipasi keluarga dalam pengalaman yang penuh stimulasi berada pada skor capaian kategori sedang. Dari total keseluruhan skor capaian, dapat dilihat bahwa lebih dari separuh remaja memiliki stimulasi psikososial pada kategori sedang (62%).

Hasil penelitian pada variabel metode sosialisasi menunjukkan bahwa dalam mensosialisasikan nilai karakter disiplin, ibu remaja cenderung menggunakan metode penjelasan (42%), yaitu ibu cenderung menjelaskan mengapa suatu hal dianggap baik atau buruk kepada remajanya. Sementara itu, sebagian besar ibu remaja cenderung mensosialisasikan nilai karakter hormat santun dengan metode penetapan standar (80%), yaitu ibu cenderung menetapkan ketentuan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh remaja

Hasil penelitian pada variabel karakter menunjukkan bahwa terdapat 2 persen remaja yang memiliki capaian karakter disiplin yang rendah. Capaian yang rendah tersebut terlihat dari lebih dari separuh remaja (52%) tidak beribadah tepat waktu dan 28 persen remaja merasa tidak penting untuk membuat jadwal kegiatan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lebih dari duapertiga remaja berada pada kategori sedang (76%), dan 22 persen remaja memiliki karakter disiplin yang tinggi. Item pernyataan yang memberikan sumbangan terbesar pada capaian tersebut adalah pada pernyataan perihal menepati janji, yaitu sebesar 70 persen remaja menyatakan setuju. capaian karakter hormat santun, diperoleh hasil kurang dari sepertiga remaja memiliki kategori yang tinggi (26%) dan hampir sepertiganya berada pada kategori capaian yang sedang (74%). Belum optimalnya capaian karakter hormat santun remaja terlihat dari sebesar 38 persen remaja merasa ingin meninggalkan orangtua ketika sedang memarahinya, 48 persen remaja masih setuju untuk menertawakan teman yang terpeleset atau terjatuh, dan 56 persen remaja masih sering memanggil temannya dengan nama julukan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan ibu, maka semakin tinggi pula stimulasi psikososial yang diberikan ibu, khususnya dalam memberikan pasrtisipasi pengalaman. Selain itu ditemukan bahwa semakin tua usia ibu, maka semakin menurun kematangan anak, serta semakin tua usia remaja maka semakin menurun penyediaan material dari ibu. Pada uji hubungan karakteristik keluarga dan anak dengan metode sosialisasi tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan, sedangkan uji hubungan karakteristik keluarga dan remaja dengan karakter kejujuran dan hormat santun diperoleh hasil bahwa besar keluarga memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan karakter hormat santun. Ditemukan pula hasil yang menunjukkan bahwa semakin baik metode sosialisasi dari ibu kepada remaja, maka semakin baik karakter disiplin dan hormat santun remaja tersebut

(6)

ABSTRAK

PRETTY DINDA SRIKANDI. Hubungan Stimulasi Psikososial dan Metode Sosialisasi dengan Karakter Disiplin dan Hormat Santun Remaja pada Keluarga Bercerai. Dibimbing oleh DWI HASTUTI dan NETI HERNAWATI.

Tingkat perceraian di Bogor semakin meningkat tiap tahun sehingga dapat berdampak pada siklus kehidupan keluarga. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang bertujuan untuk menganalisis hubungan stimulasi psikososial dan metode sosialisasi ibu kepada remaja dengan karakter disiplin dan hormat santun remaja. Penelitian dilakukan di Kecamatan Tanah Sareal dan Bogor Barat. Contoh sebanyak 50 remaja SMP dan SMA usia 12 sampai 18 tahun beserta ibunya dipilih secara convenience. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam memberikan stimulasi psikososial dan metode sosialisasi nilai karakter disiplin dan hormat santun, lebih dari separuh ibu dari keluarga bercerai berada pada kategori sedang. Demikan juga dengan capaian karakter disiplin dan hormat santun, lebih dari separuh remaja berada pada kategori sedang. Hasil penelitian juga menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara stimulasi psikososial dengan capaian karakter disiplin dan hormat santun remaja, namun terdapat hubungan yang signifikan antara metode sosialisasi dengan karakter disiplin dan hormat santun remaja (p-value<0.01).

Kata kunci: HOME Inventory, keluarga bercerai, perkembangan remaja.

ABSTRACT

PRETTY DINDA SRIKANDI. Relationship between Psychosocial Stimulation and Socialization methods with Character of Disciplin and Respect Among Adolescent on Divorce Families. Supervised by DWI HASTUTI and NETI HERNAWATI.

Bogor divorce rate is increasing every year so that it can have an impact on the family life cycle. This study used cross-sectional design study aimed to analyze the relationship between psychosocial stimulation and socialization methods to adolescent mothers with the character of discipline and respect on teenager. The study was conducted at the Tanah Sareal and West Bogor. 50 adolescents in middle and high school ages 12 to 18 years was selected by convenience method. The results showed that in providing psychosocial stimulation and socialization methods of discipline and respect, more than half of mothers were in middle category. Even so with discipline and respect character, more than half of adolescents were in middle category. The results also showed no significant association between psychosocial stimulation with discipline and respect, but there was a significant relationship between the method of socialization with the character of discipline and respect of adolescent (p-value <0.01).

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

HUBUNGAN STIMULASI PSIKOSOSIAL DAN METODE

SOSIALISASI DENGAN KARAKTER DISIPLIN DAN

HORMAT SANTUN REMAJA PADA KELUARGA BERCERAI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

(8)
(9)

Judul Hubungan Stimulasi Psikososial dan Metode Sosialisasi dengan Karakter Disiplin dan Hormat Santun Remaja pada Keluarga Bercerai

Nama : Pretty Dinda Srikandi NIM : 124090048

Disetujui oleh

Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc Neti Hemawati, SP, M.Si Pembimbing I Pembimbing II

(10)

Judul : Hubungan Stimulasi Psikososial dan Metode Sosialisasi dengan Karakter Disiplin dan Hormat Santun Remaja pada Keluarga Bercerai

Nama : Pretty Dinda Srikandi NIM : I24090048

Disetujui oleh

Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc Pembimbing I

Neti Hernawati, SP, M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc

Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

(11)

PRAKATA

Puji syukur kehadiran Allah swt. yang telah memberikan nikmat dan rahmat-Nya kepada penulis sampai saat ini sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Hubungan Stimulasi Psikososial dan Metode Sosialisasi dengan Karakter Disiplin dan Hormat Santun Remaja pada Keluarga Bercerai. Tak lupa shalawat serta salam selalu tercurah kepada nabi akhir zaman kita Nabi Muhammad saw. beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc dan Neti Hernawati SP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi serta Dr. Ir. Herien Puspitawati M.Sc, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik atas saran, arahan, dukungan, dan ilmu pengetahuan yang diberikan kepada penulis selama penyusunan penelitian ini dan selama penulis belajar di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Ucapan terima kasih juga diberikan kepada ayahanda Muhamad Rivai dan ibunda Dra. Rahayu Diana Dewi selaku orangtua, serta Aji, Aliah, Asilah, Rina, Imun, Merin, Anis, Roro, Amy, Denis, Didi, Ndai, Nunu, Devin, dan Rena, dan seluruh mahasiswa IKK 46 selaku sahabat yang selalu memotivasi saya, serta seluruh pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh pihak sekolah dan para responden yang telah banyak membantu dan memberikan berbagai pengalamannya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari banyak kekurangan yang masih ada dalam penelitian ini. Karena itu, penulis membuka selebar-lebarnya untuk kritik dan saran yang membangun agar penelitian ini dapat lebih baik ini. Sekian dan terima kasih, semoga dapat memberikan ilmu yang bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013 Pretty Dinda Srikandi

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 KERANGKA PEMIKIRAN 3 METODE 6

Desain, Lokasi, dan Waktu 6

Cara Pemilihan Contoh 6

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6

Pengolahan dan Analisis Data 6

Definisi Operasional 7

HASIL 9

Karakteristik Keluarga dan Remaja 9

Stimulasi Psikososial 9

Metode Sosialisasi 10

Karakter Disiplin dan Hormat Santun 10

Hubungan Karakteristik Keluarga dan Remaja dengan Stimulasi Psikososial, Metode Sosialisasi, dan Karakter Disiplin serta

Hormat Santun Remaja 12

Hubungan Stimulasi Psikososial, Metode Sosialisasi, dan Karakter

Disiplin serta Hormat Santun Remaja 13

PEMBAHASAN 14

SIMPULAN DAN SARAN 16

Simpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 17

LAMPIRAN 19

(13)

DAFTAR TABEL

1 Sebaran contoh berdasarkan nilai minimum, maksimum,

rata-rata, dan standar deviasi 9

2 Sebaran contoh berdasarkan skor capaian stimulasi psikososial 9 3 Sebaran contoh berdasarkan pernyataan karakter disiplin

remaja 11

4 Sebaran contoh berdasarkan pernyataan karakter hormat

santun remaja 11

5 Hasil uji hubungan karakteristik keluarga dengan stimulasi

psikososial berdasarkan subvariabel 12

6 Hasil uji hubungan karakteristik keluarga dan remaja dengan metode sosialisasi dan karakter disiplin serta hormat santun

remaja 13

7 Hasil uji hubungan stimulasi psikososial dan metode

sosialisasi dengan karakter disiplin serta hormat santun remaja 14

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 5

2 Sebaran contoh berdasarkan metode sosialisasi ibu 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pustaka pendukung 19

2 Ringkasan studi literatur berbagai hasil penelitian 20

3 Jenis dan cara pengumpulan data 25

4 Data dan cara pengolahannya 26

5 Nilai, minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi

variabel 28

6 Uji reliabilitas kuesioner 29

7 Hasil uji korelasi karakteristik keluarga dan remaja dengan

stimulasi psikososial 30

8 Hasil uji korelasi karakteristik keluarga dan remaja dengan

metode sosialisasi, karakter disiplin, dan hormat santun 34

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peran keluarga dalam tumbuh kembang anggota keluarganya sangatlah penting. Keluarga merupakan sebuah rumah tangga yang memiliki hubungan darah atau perkawinan atau menyelenggarakan fungsi-fungsi instrumental dan ekspresif bagi anggota keluarganya (Lestari 2012). Keluarga juga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi perkembangan anak, dimana orangtua memiliki peran yang utama dan sebagai panutan bagi anak. Namun demikian, beberapa keluarga tidak mampu mempertahankannya sehingga memutuskan untuk berpisah (bercerai). Pada keluarga bercerai, ibu memiliki peran ganda yaitu sebagai penyelenggara fungsi instrumental juga ekspresif bagi anggota keluarganya.

Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki tingkat perceraian yang cukup tinggi (SIAK 2011). Salah satu wilayah yang menyumbangkan angka perceraian tersebut adalah Kota Bogor. Data Pengadilan Agama Kota Bogor tahun 2008 menunjukkan bahwa dari 4 528 pernikahan, 253 diantaranya berakhir dengan perceraian atau sebesar 5.59%, kemudian meningkat hingga 8.15% pada tahun 2009 dan diduga terus meningkat hingga tahun 2013 ini. Pada umumnya, perceraian yang terjadi adalah akibat permasalahan ekonomi dan tidak adanya tanggung jawab dari pihak suami. Abikoff et al. (2001) memaparkan bahwa perceraian yang terjadi adalah akibat dari tingginya stress yang dihadapi orangtua karena permasalahan ekonomi, pekerjaan, dan sebagainya. Terjadinya perceraian tersebut pada umumnya berdampak pada perkembangan remaja.

Perkembangan pada tahap usia remaja mencakup banyak hal. Para remaja di tahap awal perkembangannya mengalami transisi dari anak-anak menuju dewasa yang mencakup perubahan secara biologis, sosial-emosi, dan perubahan kognitif, yang terus berkembang dan anak mengalami masa yang disebut masa pubertas (Santrock 2003). Pada masa perubahan tersebut, anak seharusnya membentuk seperangkat nilai-nilai personal dan tujuan-tujuan yang ingin mereka capai dalam kehidupan, serta direpresentasikan melalui identitas yang koheren yang akan menghasilkan kekuatan karakter berupa identitas (kecerdasan sosial dan spiritual) (Peterson & Seligman 2004). Namun pada kenyataannya banyak remaja di Indonesia yang belum mampu mencapai tugas perkembangan tersebut, sehingga berperilaku menyimpang seperti kebiasaan membolos, pelanggaran terhadap tata tertib sekolah (Zen 1999). Idealnya, sosialisasi nilai moral karakter dapat dilakukan oleh ayah dan ibu, namun pada keluarga bercerai mungkin hanya satu pihak saja sehingga akan berdampak pada perkembangan moral karakter anak. Hasil penelitian Abikoff et al. (2001) menunjukkan bahwa pada remaja pada keluarga bercerai, remaja lebih banyak mengalami permasalahan pada perilaku mereka walaupun secara signifikan dapat berkurang dengan adanya control pada permasalahan perilaku tersebut dari orangtuanya.

Stimulasi psikososial merupakan suatu dorongan atau asupan baik secara fisik maupun psikologis yang mendorong agar perkembangan anak menjadi optimal. Lingkungan keluarga dan sekolah merupakan kedua hal yang berpengaruh dalam perkembangan remaja. Dengan adanya keterbatasan sumberdaya yang dimiliki

(15)

2

oleh orangtua bercerai, maka hal ini akan berdampak pada stimulasi yang diberikan. Dampak yang lebih buruknya adalah ketika anak mengalami gangguan dalam perkembangan moral karakternya sehingga memiliki perilaku yang menyimpang seperti seks bebas atau kasus-kasus kriminal akibat tidak adanya pemenuhan kebutuhan tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian Nisfiannoor dan Yulianti (2005), bahwa remaja yang berasal dari keluarga bercerai lebih agresif dibandingkan dengan keluarga bercerai.

Stimulasi psikososial dan metode sosialisasi ibu kepada remaja mengenai nilai karakter disiplin dan hormat santun merupakan salah satu upaya optimalisasi perkembangan remaja yang dapat dilakukan. Lingkungan keluarga merupakan hal yang berpengaruh dalam perkembangan remaja. Hasil tersebut didukung oleh penelitian Pasaribu (2013), bahwa peran orangtua memang penting. Terdapat hasil penelitian Kogos dan Snarey (1995) di Amerika yang menunjukkan bahwa capaian perkembangan moral pada remaja dari keluarga bercerai lebih tinggi daripada remaja dari keluarga utuh. Penelitian terkait perkembangan karakter pada remaja dari keluarga bercerai serta hal-hal yang diduga berhubungan dengan perkembangan karakter remaja belum banyak diteliti, sehingga dilakukan penelitian ini untuk dapat membantu mencegah permasalahan remaja tersebut. Dari pemaparan tersebut, dapat dirumuskan bahwa permasalahan yang akan diangkat adalah bagaimana karakteristik keluarga dan remaja, stimulasi psikososial, metode sosialisasi, serta karakter disiplin dan hormat santun remaja pada keluarga bercerai dan bagaimana hubungan karakteristik keluarga dan remaja, stimulasi psikososial, metode sosialisasi, dan karakter disiplin serta hormat santun remaja pada keluarga bercerai.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis stimulasi psikososial, metode sosialisasi, dan karakter disiplin serta hormat santun remaja pada keluarga bercerai.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga dan remaja, stimulasi psikososial, metode sosialisasi, serta karakter disiplin dan hormat santun remaja pada keluarga bercerai.

2. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga dan remaja, stimulasi psikososial, dan metode sosialisasi dengan karakter disiplin dan hormat santun remaja pada keluarga bercerai.

3. Menganalisis hubungan stimulasi psikososial dan metode sosialisasi dengan karakter disiplin dan hormat santun remaja pada keluarga bercerai.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam program-program kesejahteraan keluarga, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan bahan

(16)

3

pertimbangan dalam pengayaan metode konseling bagi remaja dari keluarga bercerai serta dapat membentuk kegiatan konseling pranikah agar tidak berakhir perceraian. Bagi institusi pendidikan, diharapkan mampu memberikan referensi baru yang membuka wawasan mengenai perceraian dan dampaknya terhadap perkembangan karakter anak. Bagi orangtua, diharapkan dapat memberikan arahan bagi remaja dan lingkungan sekolahnya dalam memberikan stimulasi yang optimal bagi anak remajanya.

KERANGKA PEMIKIRAN

Struktural fungsional merupakan pendekatan yang mengartikan sebuah keluarga sebagai suatu sistem yang memiliki bagian-bagian dan saling bergantung, serta melibatkan fungsi dan peran anggota keluarganya agar keberlangsungan hidupnya dapat tercapai (Puspitawati 2013). Struktur dan fungsi pada keluarga bercerai berbeda dengan keluarga utuh. Pada keluarga bercerai, ibu memiliki peran ganda yaitu sebagai pengasuh utama juga sebagai pencari nafkah utama.

Perceraian merupakan proses berpisahnya suami istri baik secara gugat, talak, maupun akibat kematian salah satu pasangan yang diputus oleh Pengadilan Agama. Pada kasus perceraian, banyak ibu memutuskan untuk mengambil alih hak atas pengasuhan anaknya. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 105, hak asuh atas anak dibawah 12 tahun merupakan hak ibunya, sementara ketika sudah dewasa maka hak asuh diserahkan kepada anak tersebut (Sari 2010). Hal ini tentunya berdampak bagi remaja yang tinggal dengan ibu tunggal yang pada umumnya berdampak negatif. Beberapa hasil penelitian yang dilakukan pada umumnya menemukan bahwa pada keluarga bercerai, perilaku remaja cenderung bermasalah seperti perilaku emosional, permasalahan dalam penyesuaian diri, dan kemunduran pada kecerdasan kognitifnya (Jaarseveld 2007; Kim 2011). Permasalahan tersebut diduga berdampak pada perkembangan karakter disiplin dan hormat santun remaja pada keluarga bercerai. Reuben Hill (1949) dan Wesley Burr (1980) dalam Puspitawati (2013) menemukan bahwa keluarga memiliki kekuatan regenerative yang disebut sebagai ketahanan keluarga, sehingga permasalahan yang terjadi diduga disebabkan oleh adanya faktor vulnerability (kerapuhan) akibat perceraian tersebut.

Perceraian yang terjadi pada saat anak berusia remaja memiliki resiko yang lebih besar dibandingkan dengan remaja dari keluarga utuh. Hal ini berkaitan dengan pernyataan Erikson dalam Peterson dan Seligman (2004), bahwa pada tahap perkembangan remaja, mereka harus belajar untuk mengeksplor keahlian dan kemampuan mereka secara sistematis. Eksplorasi remaja tersebut tentu membutuhkan bimbingan yang positif dari orangtua. Namun demikian, pada keluarga bercerai ibu menjadi figur utama yang harus memenuhi kebutuhan tersebut, baik secara materi maupun secara psikologis. Perubahan secara struktur dan fungsi tersebut diduga berdampak terhadap pengasuhan yang diberikan oleh orangtua, khususnya dalam hal pemberian stimulasi psikososial dan metode yang digunakan ibu dalam mensosialisasikan nilai karakter disiplin dan hormat santun kepada anak remajanya. Departemen Pendidikan Nasional (2002) dalam Latifah, Hastuti, dan Latifah (2010) mendeskripsikan stimulasi psikososial sebagai

(17)

4

stimulasi pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan kognitif, motorik, serta sosial emosi anak. Selain pemberian stimulasi psikososial, hal lain yang dapat membantu mengoptimalkan perkembangan remaja adalah mensosialisasikan nilai-nilai karakter disiplin dan hormat santun remaja. Berns (1997) menyatakan bahwa sosialisasi merupakan proses seseorang mempelajari cara yang diberikan masyarakat sehingga ia dapat berfungsi secara efektif di dalamnya. Beberapa metode sosialisasi yang dapat dilakukan oleh ibu adalah pemberian teladan, penjelasan, penguatan positif, penetapan standar, dan hukuman.

Karakter disiplin dan hormat santun merupakan dua hal yang dianggap cukup penting dalam kehidupan bermasyarakat. Optimalisasi nilai karakter tersebut diduga berhubungan dengan stimulasi dari orangtua, sosialisasi nilai karakter dari ibu, dan adanya pengaruh dari faktor eksternal (peer group, lingkungan sekolah, budaya masyarakat, dan sebagainya). Karakter merupakan cara berpikir dan berperilaku terhadap sesuatu yang melekat dalam diri seseorang sehingga memiliki ciri yang khas (Suyanto 2009). Pada tahap perkembangan moral menurut Lickona dalam Hastuti (2009) yang dikembangkan dari teori perkembangan moral Kohlberg, anak remaja idealnya berada di antara tahap 3 dan 4, yaitu remaja berada pada fase penghormatan pada lingkungan dan menjaga kelompok sehingga remaja sudah menginternalisasikan nilai moral dalam dirinya dan berupaya mempertahankan nilai tersebut walaupun masih dalam ruang lingkup pertemanan (peer group). Megawangi (2009) menyebutkan pula bahwa salah satu kewajiban utama yang harus dijalani orangtua adalah menanamkan prinsip-prinsip moral kepada anak-anaknya. Menurut Lickona dalam Megawangi (2009), komponen penting moral terdiri dari pengetahuan moral (moral acting), perasaan tentang moral (moral feeling), dan perilaku yang bermoral (moral acting). Dari uraian tersebut, dapat diperoleh gambaran mengenai keterkaitan antara karakteristik keluarga, karakteristik anak, kualitas stimulasi psikososial, metode sosialisasi, dan perkembangan karakter remaja pada Gambar 1.

(18)

5 Keterangan: : diteliti : tidak diteliti Metode sosialisasi orangtua Stimulasi psikososial

Karakter disiplin dan hormat santun

Gambar 1 Kerangka pemikiran Karakteristik orangtua

 Usia  Pendidikan  Status pekerjaan  Pendapatan keluarga  Jumlah anggota keluarga  Lama perceraian  Usia menikah  Perkawinan ke/riwayat pernikahan Peer group Suasana sekolah Budaya Interaksi guru-siswa Sistem belajar Karakteristik anak  Usia  Jenis kelamin

(19)

6

METODE

Desain, Lokasi, dan Waktu

Penelitian ini merupakan penelitian payung dengan menggunakan desain cross sectional study yang berlokasi di Kota Bogor. Lokasi ditentukan dengan metode purposive dengan pertimbangan bahwa Kota Bogor memiliki tingkat perceraian yang tinggi (SIAK 2011). Dari data sekunder yang diperoleh dari Pengadilan Agama Kota Bogor, diketahui bahwa pada dua tahun terakhir, Kecamatan Bogor Barat dan Tanah Sareal merupakan dua kecamatan yang memiliki tingkat perceraian tertinggi. Berdasarkan data tersebut, dipilih 9 sekolah yang berada di Bogor Barat dan Tanah Sareal secara convenience. Waktu penelitian dilakukan mulai November 2012 sampai April 2013.

Cara Pemilihan Contoh

Kriteria contoh dalam penelitian ini adalah keluarga bercerai dengan anak remaja SMP dan SMA dengan kisaran usia 12 sampai 21 tahun dan tinggal bersama ibunya. Pengambilan contoh dilakukan melalui proses screening dengan menggunakan angket untuk menyeleksi siswa siswi yang berasal dari keluarga bercerai dan tinggal bersama ibu yang belum menikah kembali. Proses screening dilakukan di sembilan sekolah (SMP dan SMA) yang terletak di Kecamatan Bogor Barat (6 sekolah) dan Tanah Sareal (3 sekolah). Dari proses tersebut diperoleh 96 siswa siswi yang sesuai dengan kriteria, namun hanya 50 yang bersedia dan sesuai dengan kriteria contoh. Dengan demikian, responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah 50 pasang remaja beserta ibunya.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer meliputi karakteristik keluarga dan stimulasi psikososial dengan ibu remaja sebagai sumber informasi. Sementara itu, karakteristik remaja, metode sosialisasi, dan karakter disiplin serta hormat santun menggunakan remaja sebagai sumber informasinya. Dalam penelitian ini, alat bantu yang digunakan untuk pengumpulan data responden adalah kuesioner sesuai dengan variabel yang diteliti.

Pengolahan dan Analisis Data

Teknik wawancara kepada ibu remaja digunakan untuk memperoleh data karakteristik keluarga dan remaja serta stimulasi psikososial, sedangkan teknik self report pada remaja digunakan untuk memperoleh data metode sosialisasi, karakter disiplin, serta hormat santun remaja. Masing-masing nilai Cronbach’s alpha untuk metode sosialisasi, karakter hormat santun, dan karakter disiplin adalah 0.910, 0.771, dan 0.638.

Data stimulasi psikososial diperoleh melalui instrumen HOME dengan usia anak >6 tahun yang terdiri dari tujuh sub skala, yaitu emosi dan tanggung jawab verbal, dorongan kematangan, iklim emosi, mendorong pengalaman anak dan

(20)

7

penyediaan material, ketersediaan stimulasi aktif, partisipasi keluarga dalam pengalaman yang penuh stimulasi, dan lingkungan fisik yang dikembangkan oleh Caldwell dan Bradley dalam Hastuti 2009. Masing-masing pertanyaan diberi skor 1 untuk jawaban “ya” dan skor 0 untuk jawaban “tidak”. Total skor masing-masing subskala dan total skor keseluruhan dari responden dikategorikan menjadi tiga yaitu “rendah” apabila skor total <60 persen, “sedang” apabila skor total 60-80, dan “tinggi” apabila skor total ≥80 persen.

Data metode sosialisasi diperoleh melalui kuesioner metode sosialisasi yang dimodifikasi dari studi Stranas dalam Pasaribu (2013). Kuesioner terdiri dari 40 item pertanyaan yang masing-masing memiliki skor 1 untuk jawaban “sangat tidak sesuai” dan seterusnya untuk pertanyaan yang tidak bernegasi. Untuk pertanyaan yang bernegasi, jawaban “sangat tidak sesuai” diberi skor 4 dan seterusnya. Jawaban yang sudah diberi skor ditotal dan dikategorikan “rendah” apabila ≤60 persen, sedang apabila 61-80 persen, dan “tinggi” apabila ≥80 persen.

Analisis statistik yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif pada nilai rata-rata (mean), nilai minimal maksimal, serta standar deviasi dan statistik inferensia yang meliputi uji korelasi Spearmen dan Pearson. Stimulasi psikososial, metode sosialisasi ibu, dan karakter disiplin serta hormat santun remaja diukur dengan menggunakan kuesioner yang sudah diuji reliabilitas dan validitasnya terlebih dahulu. Skor yang diperoleh dari variabel tersebut kemudian dikategorikan “rendah” apabila ≤60 persen, sedang apabila 61-80 persen, dan “tinggi” apabila ≥80 persen.

Definisi Operasional

Keluarga yang mengalami perceraian adalah keluarga yang saat ini memiliki status cerai hidup baik resmi berdasarkan keputusan Pengadilan Agama maupun tidak yang terdiri dari seorang ibu dan anak remaja.

Responden adalah anak remaja beserta ibunya yang berstatus janda dan belum menikah kembali.

Karakteristik keluarga adalah ciri-ciri yang dimiliki keluarga yang mengalami perceraian, terdiri dari usia ibu, pendidikan ibu, pendapatan ibu, pekerjaan ibu, lama perceraian, riwayat menikah, dan usia menikah.

Pendidikan ibu adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh ibu.

Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan per bulan yang diperoleh dari anggota keluarga bercerai dari pekerjaan utamannya yang dinilai dengan rupiah.

Status pekerjaan ibu adalah status ibu dari keluarga yang mengalami perceraian dengan kategori bekerja dan tidak bekerja

Lama perceraian adalah rentang waktu ibu yang mengalami perceraian terhitung dari keputusan bercerai/berpisah hingga sekarang (dalam tahun).

Riwayat nikah adalah latar belakang pernikahan (dihitung perceraian dengan urutan pernikahan ke-) yang pernah dilakukan ibu pada keluarga yang mengalami perceraian.

Usia menikah adalah umur ibu (tahun) saat pertama kali melakukan pernikahan.

Besar keluarga adalah banyaknya jumlah anggota keluarga yang terdiri atas ibu dan anak.

(21)

8

Karakteristik anak adalah ciri-ciri tertentu yang dimiliki oleh anak remaja pada keluarga yang mengalami perceraian, seperti usia dan jenis kelamin.

Usia anak adalah umur remaja pada keluarga yang mengalami perceraian dan dikategorikan menjadi remaja remaja awal (12-15 tahun) dan remaja madya (15-18 tahun), dan remaja akhir (18-21 tahun)

Stimulasi psikososial adalah dorongan yang diberikan ibu kepada anak baik secara psikologis maupun sosial untuk membantu remaja dalam mencapai perkembangan yang optimal, yang terdiri dari 7 subvariabel yaitu emosi dan tanggung jawab verbal, dorongan untuk kematangan anak, iklim emosi, mendorong pengalaman anak dan penyediaan material, ketersediaan stimulasi aktif, partisipasi keluarga dalam pengalaman yang penuh stimulasi, serta aspek lingkungan.

Emosi dan tanggung jawab verbal adalah perilaku yang diberikan ibu kepada remaja dan pewawancara yang membentuk suatu atmosfer positif.

Kematangan anak adalah pemberian kewajiban kepada remaja secara lisan untuk melakukan tugas-tugas pribadi dan peraturan-peraturan lainnya.

Iklim emosi adalah perlakuan ibu kepada remaja yang melibatkan perasaan atau emosinya.

Penyediaan material adalah penyediaan barang-barang untuk akses terhadap media informasi, sarana belajar, dan sebagainya.

Ketersediaan stimulasi aktif adalah penyediaan sarana untuk mengembangkan bakat dan kesukaan anak.

Partisipasi dalam pengalaman adalah dorongan kematangan anak dalam hal motorik dan dorongan untuk pengalaman remaja terhadap lingkungannya.

Aspek lingkungan adalah fasilitasi yang ibu berikan terkait keamanan dan kenyamanan lingkungan rumah.

Metode sosialisasi ibu adalah cara yang dilakukan oleh ibu dalam memberikan pemahaman mengenai nilai karakter disiplin serta hormat dan santun yang terdiri dari teladan, penjelasan, penguatan positif, penetapan standar, dan hukuman.

Teladan adalah cara ibu mensosialisasikan nikai karakter dengan memberikan contoh (menjadi model bagi remaja).

Penjelasan adalah cara ibu mensosialisasikan nilai karakter dengan menjelaskan mengapa hal tersebut baik atau tidak baik.

Penguatan positif adalah cara ibu mensosialisasikan nilai karakter dengan memberikan penghargaan baik secara verbal maupun non verbal ketika anak sudah melakukan apa yang diharapkan ibu.

Penetapan standar adalah cara ibu mensosialisasikan nilai karakter dengan menetapkan ketentuan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan remaja.

Hukuman adalah pemberian rasa sakit atau hal yang tidak menyenangkan ketika remaja tidak melakukan apa yang ibu harapkan.

Karakter adalah perilaku yang dimiliki seseorang dalam dirinya ketika dihadapkan pada suatu kondisi tertentu.

Karakter disiplin adalah suatu perilaku yang secara konsisten dilakukan dengan aturan yang telah ditetapkan dan selalu memenuhi aturan tersebut.

Karakter hormat santun adalah suatu perilaku yang ditunjukkan dengan dara menghormati baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain dan berperilaku baik sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku.

(22)

9

HASIL

Karakteristik Keluarga dan Remaja

Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh remaja memiliki ibu yang berada pada kategori dewasa madya (52%) dengan pendidikan terakhir ibu paling tinggi adalah tamat SMA/sederajat (44%). Lebih dari sepertiga keluarga (34%) memperoleh pendapatan keluarga sebesar ≤Rp1 000 000 setiap bulannya, hampir seluruhnya bekerja (92%). Keluarga yang diteliti termasuk dalam keluarga kecil (≤4 orang). Hampir dua pertiga remaja (64%) memiliki ibu yang menikah di usia dewasa awal (21-40 tahun). Hampir separuh remaja memiliki ibu yang sudah bercerai antara 1 sampai dengan 5 tahun (46%). Dari keseluruhan ibu yang diwawancarai hampir seluruhnya merupakan pernikahan pertama (98%).

Hasil penelitian pada karakteristik remaja menunjukkan bahwa dari total keseluruhannya, persentase jumlah remaja perempuan lebih besar (60%) daripada laki-laki (40%). Tiga perempat remaja berada pada kategori remaja awal (12-15 tahun) dengan persentase jumlah perempuan yang lebih besar (46%) daripada laki-laki (32%).

Tabel 1 Sebaran contoh berdasarkan nilai minimum maksimum, rata-rata, dan standar deviasi

Karakteristik Min-Maks Rata-rata±sd

Usia ibu (tahun) 30-53 41.08±5,22 Pendapatan keluarga Rp300 000-Rp12 000 000 Rp2 995 000±2 855 503.994 Lama perceraian (tahun) 0.3-18 6.5±4.5 Usia menikah ibu (tahun) 15-38 22.6±4.09 Besar keluarga (orang) 2-5 3.18±0.89

Stimulasi Psikososial

Stimulasi psikososial merupakan suatu dorongan (stimulasi) yang dilakukan oleh orangtua agar anak mampu mencapai perkembangan yang optimal (Hastuti 2009). Hasil menunjukkan bahwa pada stimulasi emosi dan tanggung jawab verbal, dorongan untuk kematangan anak, serta iklim emosi, hampir separuh remaja memperoleh skor dengan kategori tinggi, sedangkan pada stimulasi aspek lingkungan, lebih dari separuh remaja berada pada kategori yang tinggi (>80%). Sementara itu, persentase paling tinggi untuk stimulasi yang mendorong pengalaman anak dan penyediaan material, ketersediaan stimulasi aktif, serta partisipasi keluarga dalam pengalaman yang penuh stimulasi berada pada skor capaian kategori sedang (60%-80%). Dari total keseluruhan skor capaian, dapat dilihat bahwa lebih dari separuh remaja memiliki stimulasi psikososial pada kategori sedang (62%) (Tabel 2).

Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan skor capaian stimulasi psikososial

Subskala HOME Rendah (<60%) Sedang (60%-80%) Tinggi (>80%) Rata-rata±sd Min-maks n % n % n %

Emosi dan tanggung jawab verbal 10 20 19 38 21 42 7.80±1.969 3-10

(23)

10

Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan skor capaian stimulasi psikososial (lanjutan)

Subskala HOME Rendah (<60%) Sedang (60%-80%) Tinggi (>80%) Rata-rata±sd Min-maks n % n % n % Iklim emosi 4 8 24 28 22 44 6.12±1.438 1-8 Penyediaan material 17 34 26 36 7 14 4.96±1.641 1-8

Ketersediaan stimulasi aktif 17 34 22 44 11 22 5.12±1.814 1-8 Partisipasi dalam pengalaman 15 30 26 52 9 18 7.04±1.690 3-10

Aspek lingkungan 10 20 12 24 28 56 6.14±1.863 1-8

Total skor 6 12 31 62 13 26 42.50±7.212 19-54

Metode Sosialisasi

Metode sosialisasi ibu merupakan cara yang diterapkan ibu kepada anak dalam menanamkan nilai-nilai karakter disiplin dan hormat santun. Dalam konsep sembilan pilar karakter yang digunakan IHF (Indonesian Heritage Foundation), karakter disiplin ada dalam pilar ke-2, sedangkan hormat santun ada dalam pilar ke-4 (Megawangi 2009). Metode sosialisasi yang ibu berikan terkait nilai karakter disiplin dan hormat santun, terdiri dari lima subskala yaitu teladan, penjelasan, penguatan positif, penetapan standar, dan hukuman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam mensosialisasikan nilai karakter disiplin, ibu remaja cenderung menggunakan metode penjelasan (42%), yaitu ibu cenderung menjelaskan mengapa suatu hal dianggap baik atau buruk kepada remajanya. Sementara itu, sebagian besar ibu remaja cenderung mensosialisasikan nilai karakter hormat santun dengan metode penetapan standar (80%), yaitu ibu cenderung menetapkan ketentuan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh remaja (Gambar 2).

Keterangan: T: Teladan; P: Penjelasan; PP: Penguatan Positif, PS: Penetapan Standar; H: Hukuman

Gambar 2 Sebaran contoh berdasarkan metode sosialisasi ibu 20% 42% 22% 22% 8% 0% 10% 20% 30% 40% 50% T P PP PS H 40% 6% 80% 22% 0% 20% 40% 60% 80% 100% T P PS H Metode Sosialisasi Karakter Hormat Santun Metode Sosialisasi

(24)

11

Karakter Disiplin dan Hormat Santun

Karakter disiplin merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu secara konsisten dan saling berkesinambungan dengan rencana yang sudah dibuat (Baroroh 2012), sedangkan karakter hormat santun merupakan sikap yang ditunjukkan seseorang kepada orang lain.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 2 persen remaja yang memiliki capaian karakter disiplin yang rendah. Capaian yang rendah tersebut terlihat dari lebih dari separuh remaja (52%) tidak beribadah tepat waktu dan 28 persen remaja merasa tidak penting untuk membuat jadwal kegiatan (Tabel 3). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lebih dari duapertiga remaja berada pada kategori sedang (76%), dan 22 persen remaja memiliki karakter disiplin yang tinggi. Item pernyataan yang memberikan sumbangan terbesar pada capaian tersebut adalah pada pernyataan perihal menepati janji, yaitu sebesar 70 persen remaja menyatakan setuju.

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan pernyataan karakter disiplin remaja

Pernyataan SS S TS STS Kebiasaan bangun pagi 26 52 22 0 Kesediaan dihukum jika melanggar aturan sekolah 22 68 10 0 Setuju jika orangtua tidak marah ketika tidak disiplin 4 4 62 30 Menepati janji dengan orang lain 14 70 16 0 Pemahaman pentingnya disiplin belajar 32 64 4 0 Beribadah tepat waktu tanpa disuruh 8 40 52 0 Jadwal kegiatan dianggap tidak penting 4 28 48 20 Sering diberi sangsi akibat tidak disiplin 0 18 56 2 Perasaan bersalah ketika terlambat. 28 64 6 2 Menjalankan aturan dari orangtua 30 66 4 0

Pada capaian karakter hormat santun, diperoleh hasil kurang dari sepertiga remaja memiliki kategori yang tinggi (26%) dan hampir sepertiganya berada pada kategori capaian yang sedang (74%). Belum optimalnya capaian karakter hormat santun remaja terlihat dari sebesar 38 persen remaja merasa ingin meninggalkan orangtua ketika sedang memarahinya, 48 persen remaja masih setuju untuk menertawakan teman yang terpeleset atau terjatuh, dan 56 persen remaja masih sering memanggil temannya dengan nama julukan (Tabel 4).

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan pernyataan karakter hormat santun remaja

No. Pernyataan SS S TS STS

1. Saya sering memanggil teman saya dengan nama julukannya.*

10 56 28 6

2. Menertawakan teman yang terpeleset/terjatuh*

0 48 40 12

3. Jika orangtua sedang memarahi saya, saya ingin sekali meninggalkannya*

(25)

12

Hubungan Karakteristik Keluarga dan Remaja dengan Stimulasi Psikososial, Metode Sosialisasi, dan Karakter Disiplin serta Hormat Santun

Remaja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi pada beberapa variabel karakteristik keluarga dan remaja pada keluarga bercerai dengan subvariabel pada stimulasi psikososial. Uji korelasi antara pendidikan ibu dan total skor capaian stimulasi psikososial menunjukkan adanya hubungan yang positif signifikan pada p<0.01 (Tabel 5).

Tabel 5 Hasil uji hubungan karakteristik keluarga dengan stimulasi psikososial berdasarkan subvariabel Variabel Emosi dan tanggung jawab verbal Kematang-an Kematang-anak Iklim emosi Penyediaan material Ketersediaan stimulasi aktif Partisipasi dalam pengalaman Aspek lingkungan Total Usia ibu 0.172 -0.279* -0.145 -0.040 -0.092 -0.100 -0.209 -0.151 Pendidikan ibu 0.144 0.012 0.167 0.223 0.312* 0.361* 0.313* 0.413** Pendapatan keluarga -0.093 -0.156 0.124 0.073 0.184 0.079 0.203 0.100 Status pekerjaan ibu (1=bekerja. 0=tidak bekerja) 0.030 0.179 0.027 -0.220 0.021 -0.051 -0.062 0.021 Lama perceraian 0.270 0.040 0.070 0.005 0.005 0.063 0.021 0.089 Usia menikah 0.129 0.172 -0.051 0.067 0.202 0.268 0.131 0.225 Besar keluarga -0.002 -0.101 0.062 -0.051 -0.051 0.076 -0.150 -0.055 Riwayat menikah -0.059 -0.197 -0.099 0.235 0.032 0.033 0.122 0.050 Usia remaja 0.054 -0.052 0.018 -0.369** 0.217 -0.107 -0.231 -0.216 Jenis kelamin remaja (1=laki-laki; 2=perempuan) 0.147 -0.064 0.017 -0.005 0.173 -0.093 0.027 0.057

Keterangan: **: signifikan pada α<0.01; *: signifikan pada α<0.05

Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan formal yang ibu tempuh, maka semakin baik pula stimulasi psikososial yang diberikan. Temuan serupa terdapat dalam hubungan positif yang signifikan (p<0.05) antara pendidikan ibu dengan partisipasi remaja, yang artinya semakin tinggi pendidikan ibu maka semakin tinggi pula partisipasi keluarga dalam pengalaman remaja yang penuh stimulasi. Watson dalam Suryadi dan Damayanti (2003) menjelaskan bahwa tingkat pendidikan ibu akan mempengaruhi sikap dan tingkah lakunya dalam memberikan perlakuan kepada anak-anaknya. Hasil penelitian ini juga didiukung oleh penelitian Rahmaulina dan Hastuti (2012) yang mengungkapkan bahwa semakin tinggi pendidikan ibu, pengetahuan ibu tentang gizi dan tumbuh kembang anak juga semakin baik.

Sementara itu, dari hasil uji korelasi berdasarkan subskala HOME ditemukan adanya hubungan yang negatif signifikan antara usia ibu dan dorongan untuk kematangan anak. Ini diduga terjadi karena semakin bertambahnya usia, ibu cenderung menganggap remaja lebih mandiri. Hasil penelitian Suryadi dan

(26)

13

Damayanti (2003) menemukan bahwa seiring bertambahnya usia maka semakin berkembang kemandirian anak, sehingga ibu tidak lagi mengingatkan remaja untuk melakukan kewajibannya di rumah. Selain itu, ditemukan hasil bahwa usia remaja berhubungan negatif signifikan (p<0.01) dengan penyediaan material. Ini menunjukkan bahwa semakin dewasa usia remaja, maka penyediaan material akan semakin berkurang.

Hasil uji korelasi antara karakteristik keluarga dan remaja dengan metode sosialisasi menunjukkan tidak ada satupun karakteristik keluarga dan remaja pada keluarga bercerai yang berhubungan dengan metode sosialisasi ibu (Tabel 6). Hasil penelitian ini hampir serupa dengan hasil penelitian Pasaribu (2013) yang menyatakan bahwa karakteristik keluarga utuh tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan metode sosialisasi ibu, namun berbeda dengan temuan Berns (1997) bahwa jenis kelamin dan usia pada keluarga utuh akan mempengaruhi metode sosialisasi yang digunakan orangtua.

Pada penelitian ini, ditemukan hubungan yang signifikan antara besar keluarga dengan karakter hormat santun remaja pada keluarga bercerai, sehingga semakin banyak jumlah anggota keluarga inti maka semakin menurun karakter hormat santunnya (Tabel 6). Berns (1997) menjelaskan bahwa keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang banyak akan memiliki ragam interaksi yang banyak juga, namun demikian interaksi individualnya semakin sedikit. Dalam hal ini, interaksi individual yang dimaksud adalah interaksi yang intensif antar anggota keluarga. Selain itu, Hurlock dalam Suryadi dan Damayanti (2003) menjelaskan bahwa keluarga kecil memiliki kemungkinan yang paling besar untuk mengoptimalkan tumbuh kembangnya. Ini menguatkan hasil temuan bahwa semakin besar jumlah anggota keluarga, maka perkembangan karakter hormat santun remaja semakin tidak optimal.

Tabel 6 Hasil uji hubungan karakteristik keluarga dan remaja dengan metode sosialisasi dan karakter disiplin serta hormat santun remaja

Variabel Metode sosialisasi ibu Karakter disiplin Karakter hormat santun Usia ibu -0.196 -0.094 -0.152 Pendidikan ibu 0.019 -0.049 -0.128 Pendapatan keluarga -0.136 -0.014 -0.224 Status pekerjaan ibu 0.005 -0.086 -0.276 Lama perceraian 0.083 0.132 0.128 Usia menikah -0.092 -0.070 -0.252 Besar keluarga -0.154 -0.253 -0.308* Usia remaja 0.026 0.013 0.121 Jenis kelamin 0.122 -0.019 -0.152

Hubungan Stimulasi Psikososial, Metode Sosialisasi, dan Karakter Disiplin serta Hormat Santun Remaja

Tabel 7 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara metode sosialisasi ibu dan karakter disiplin serta karakter hormat santun (p-value <0.01). Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik metode sosialisasi yang diberikan ibu kepada remaja, maka semakin baik pula karakter disiplin dan

(27)

14

hormat santun remaja. Sementara itu, tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan pada uji hubungan stimulasi psikososial dengan capaian karakter disiplin dan hormat santun pada keluarga bercerai.

Tabel 7 Hasil uji hubungan stimulasi psikososial dan metode sosialisasi dengan karakter disiplin dan hormat santun remaja

Variabel Karakter disiplin Karakter hormat santun Stimulasi psikososial -0.187 0.107 Metode sosialisasi ibu 0.489** 0.539**

PEMBAHASAN

Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk individu yang berkualitas. Remaja pada umumnya banyak melakukan eksplorasi terhadap lingkungannya, sehingga perlu pendampingan dalam tumbuh kembangnya. Pada keluarga bercerai, khususnya remaja yang tinggal hanya bersama ibu akan mengalami perubahan baik dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi maupun dalam hal memberikan stimulasi bagi perkembangan remaja. Dari sisi perkembangan secara psikologisnya, remaja pada umumnya menunjukkan perilaku negatif. Jaarsveld (2007) mengungkapkan bahwa pada keluarga bercerai, anak usia 6 sampai 12 tahun menunjukkan perilaku emosional dan cenderung bermasalah dalam penyesuaian diri yang bermula dari rasa kebingungan, ketakutan, kegelisahan, dan kemarahan. Selain itu, Jaarseveld (2007) selanjutnya mengungkapkan bahwa perceraian merupakan salah satu sumber stres anak dan dapat menurunkan kesejahteraannya. Namun demikian, beberapa keluarga masih dapat mampu menjalankan tugasnya sehingga mampu menstabilkan keadaan setelah perceraian.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini, remaja secara keseluruhan memiliki ibu yang cukup baik dalam pemberian stimulasi psikososialnya. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya ibu yang memiliki kategori rendah dalam menstimulasi perkembangan psikososial remaja. Hasil tersebut menggambarkan bahwa walaupun pada keluarga bercerai, ibu remaja tetap memberikan stimulasi yang cukup baik. Temuan lain dalam penelitian ini adalah hampir seluruh variabel dalam penelitian ini memiliki hubungan yang negatif dengan besar keluarga, walaupun hanya dengan karakter hormat santun yang berhubungan secara signifikan. Hal ini didukung oleh penelitian Pasaribu (2013) dan diperkuat dengan pernyataan Berns (1997) bahwa semakin besar jumlah anggota keluarga maka semakin banyak interaksi dalam keluarga tersebut, namun demikian interaksi individualnya akan semakin sedikit.

Pada metode sosialisasi nilai karakter disiplin dan hormat santun remaja, ditemukan bahwa ibu berada pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa metode sosialisasi yang ibu berikan kepada remajanya masih belum optimal. Namun demikian, tidak ditemukan remaja yang memiliki skor rendah dalam penerimaan metode sosialisasi dari ibu, sehingga dapat dikatakan cukup baik. Namun pada capaian karakter disiplin masih terdapat remaja yang kurang disiplin walaupun ibu sudah mensosialisasikan nilai-nilai karakter displin kepada anak remajanya dengan cukup baik. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya pengaruh

(28)

15

dari beragam lingkungan (Pasaribu 2013). Zen (1999) menemukan adanya pengaruh ikatan internal lingkungan rumah terhadap perilaku menyimpang remaja, sehingga keluarga bercerai yang memiliki ikatan keluarga yang lemah akan menimbulkan permasalahan remaja. Hal ini diduga menjadi penyebab adanya capaian karakter pada remaja yang masih belum baik. Selain itu, dugaan lain dari adanya capaian yang masih belum optimal pada karakter remaja adalah akibat dari perceraian yang terjadi pada orangtuanya serta kurangnya peran guru dalam menanamkan nilai karakter dalam diri remaja. Berdasarkan hasil penelitian Kim (2011), remaja yang berasal dari keluarga bercerai memiliki dampak yang nyata pada perilaku internalnya akibat perceraian tersebut. Dalam penelitian Zen (1999) ditemukan bahwa peran orangtua dalam meningkatkan karakter remaja adalah sebesar 50 persen, sedangkan peran guru dalam menanamkan nilai karakter adalah sebesar 73,3 persen sehingga perlu adanya dukungan dari lingkungan sekolah, khususnya dari guru. Menurut konsep ekologi Bronfenbrenner dalam Puspitawati dan Sarma (2012), anak berinteraksi dengan lingkungan yang terbagi menjadi lingkungan mikro, meso, ekso, dan makro. Lingkungan mikro adalah lingkungan terdekat dimana anak berada seperti keluarga, sekolah, pertemanan, dan tetangga. Lingkungan ini banyak mempengaruhi perkembangan remaja sehingga keberhasilan dalam optimalisasi perkembangannya bergantung dari bagaimana lingkungan tersebut membentuk atmosfir yang dapat mendukung perkembangan mereka, dalam hal ini perkembangan karakter disiplin dan hormat santun pada remaja yang berasal dari keluarga bercerai.

Pada hasil uji hubungan yang dilakukan, metode sosialisasi memiliki hubungan yang positif signifikan dengan karakter disiplin dan hormat santun (p-value <0.01). Pernyataan ini mengindikasikan bahwa semakin baik metode sosialisasi yang diberikan ibu kepada anak maka semakin baik pula karakter disiplin dan hormat santun remaja. Pasaribu (2013) berpendapat bahwa semakin sering sosialisasi mengenai nilai karakter dilakukan, baik dengan metode teladan, penjelasan, penguatan positif, penetapan standar, maupun hukuman, maka semakin baik pula karakter dalam diri anak remaja. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian longitudinal yang dilakukan Puspitawati dalam Puspitawati (2013) yang menemukan bahwa keeratan antara ibu dan anak remaja dapat menurunkan perilaku kenakalan remaja dibandingkan dengan keeratan antara ayah dan anak remajanya. Penemuan ini mendukung hasil penelitian yang ditemukan bahwa dalam membentuk nilai-nilai karakter dalam diri remaja, fungsi serta peran ibu sangatlah besar dan berpengaruh, khususnya dalam penelitian ini adalah karakter disiplin dan hormat santun remaja.

Dalam perkembangan moral remaja menurut Lickona yang dikembangan dari Kohlberg dalam Hastuti (2009), idealnya mereka berada di antara stage 3 dan stage 4, yaitu fase dimana anak sudah mulai menghormati lingkungannya dan mulai menjaga ikatan dengan teman kelompoknya (peer group). Fase tersebut ditunjukkan dengan bagaimana mereka mulai memikirkan kepentingan orang lain, dapat diterima oleh lingkungannya, dan menjadi bagian dari sistem, serta bagaimana menjaga sikap hormat kepada seseorang. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan, bahwa remaja saat ini masih memiliki self respenct yang cukup baik, walaupun masih ada yang belum optimal baik dari segi pengetahuan tentang moral, perasaan terhadap nilai baik dan buruknya sesuatu,

(29)

16

serta wujud nyata berupa perilaku dari pengetahuan dan perasaan tentang moral tersebut.

Menurut teori behavior Gessel dalam Hastuti (2009), orangtua bertugas untuk memberikan dukungan dan memfasilitasi anak untuk pengembangan potensi diri anak dengan menyediakan lingkungan yang sesuai bagi anaknya. Dengan adanya dukungan dari keluarga tersebut, anak diharapkan mampu berkembang secara optimal dan mengembangkan potensi diri sehingga menjadi individu yang berkualitas. Selain itu, orangtua juga diharapkan mampu memahami bagaimana anak berpikir dan memberikan penjelasan kepada anak di berbagai tahapan usianya agar anak mampu berkembang secara kognitif (Piaget dan Inhelder dalam Hastuti 2009). Dalam hasil penelitian terkait stimulasi psikososial dan metode sosialisasi yang diberikan ibu kepada remaja membuktikan bahwa dengan adanya internal working dalam suatu keluarga, maka capaian perkembangan remaja khususnya dalam hal perkembangan karakter disiplin dan hormat santun dapat tercapai dengan baik walaupun keluarga berada pada situasi yang vulnerability (rapuh) akibat perceraian.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan ibu, maka semakin tinggi pula stimulasi psikososial yang diberikan ibu, khususnya dalam memberikan pasrtisipasi pengalaman. Selain itu ditemukan bahwa semakin tua usia ibu, maka semakin menurun kematangan anak, serta semakin tua usia remaja maka semakin menurun penyediaan material dari ibu. Pada uji hubungan karakteristik keluarga dan anak dengan metode sosialisasi tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan, sedangkan uji hubungan karakteristik keluarga dan remaja dengan karakter kejujuran dan hormat santun diperoleh hasil bahwa besar keluarga memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan karakter hormat santun. Ditemukan pula hasil yang menunjukkan bahwa semakin baik metode sosialisasi dari ibu kepada remaja, maka semakin baik karakter disiplin dan hormat santun remaja tersebut.

Saran

Hasil temuan menunjukkan bahwa metode sosialisasi yang baik akan menghasilkan karakter disiplin dan hormat santun yang baik, sehingga saran untuk keluarga bercerai sebaiknya sosialisasi mengenai nilai karakter baik disiplin maupun hormat santun dapat lebih optimal, sehingga remaja memiliki karakter yang kuat dalam dirinya. Selain itu, untuk memperkuat karakter remaja pada keluarga bercerai, ibu lebih banyak melakukan interaksi yang lebih efektif kepada remajanya. Untuk guru di sekolah, sebaiknya ikut memperhatikan perkembangan remaja khususnya yang berasal dari keluarga bercerai dan ikut berperan dalam menanamkan nilai karakter disiplin serta hormat santun. Selain itu, disarankan juga agar lebih banyak dilakukan penelitian mengenai perkembangan remaja pada keluarga bercerai dengan variabel lainnya, sehingga penelitian dapat lebih komprehensif.

(30)

17

DAFTAR PUSTAKA

Abikoff H, Canro R, Carlson GA, Chess S, Friedhoff AJ, Furman G, Hirsch GS, Rachel K, Kovacs M, Thomas A et al. 2001. Divorce and children: Journal of Child Study Center. 6(1):1-5.

[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (ID).1998.Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera.Jakarta: BKKBN.

Baroroh K. 2012. Upaya meningkatkan nilai-nilai karakter peserta didik melalui penerapan metode role playing [terhubung berkala] journal.uny.ac.id/index.php/jep/article/download/793/617 (8 Februari 2013). Berns RM. 1997. Child,Family,School, Community Socialization and Support

Fourth Edition.Harcourt Brace College Publisher: United States of America. Gunarsa SD. 2004. Dari Andak Sampai Usia Lanjut: Bunga Rampai Psikologi

Perkembangan. BPK Gunung Mulya: Jakarta

Hastuti D. 2009. Pengasuhan: Teori dan Prinsip Serta Aplikasinya di Indonesia. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Institut Pertanian Bogor.

______________. Stimulasi psikososial pada anak kelompok bermain dan pengaruhnya pada perkembangan motoric, kognitif, sosial emosi, dan moral/karakter anak: Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 2(1):41-56.

Hurlock, EB. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga

Jaarsveld AW. 2007. Divorce and children in middle childhood: Parents’ contribution to minimize the impact [disertasi]. Afrika Selatan (ZA): University of Pretoria.

Karina. 2012. Hubungan karakteristik keluarga dan peer group dengan karakter dan perilaku bullying remaja [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kim HS. 2011. Consequences of parental divorce for child development.Journal

American Sociological Review.76(3):487-511.

Kogos JL, Snarey J. 1995. Parental Divorce and the Moral Development of Adolescent. Journal of Divorce and Remarriage. 23:3-4.

Latifah E, Hastuti D, Latifah M. 2010. Pengaruh pemberian ASI dan stimulasi psikososial terhadap perkembangan sosial-emosi anak balita pada keluarga ibu bekerja dan tidak bekerja. Jur. Ilm. Kel. & Kons. 3 (1): 35-45.

Latifah M, Hernawati N. 2009. Dampak pendidikan holistik pada pembentukan karakter dan kecerdasan majemuk anak usia pra sekolah. Jurn. Ilm. Kel. Dan Kons. 2 (1): 32-40.

Lestari S. 2012. Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Marliyah M, Dewi FIR, Suyasa TYS. 2004. Persepsi terhadap dukungan orangtua dan pembuatan keputusan karir remaja. Jurnal Provitae. 1(1): 59-81.

Megawangi R. 2009. Pendidikan Karakter: Solusi yang Tepat Untuk membangun Bangsa. Bogor:Indonesia Heritage Foundation.

Nisfiannoor M, Yulianti E. 2005. Perbandingan perilaku agresif antara remaja yang berasal dari keluarga bercerai dengan keluarga utuh. Jurnal Psikologi. 3(1): 1-18.

(31)

18

Oldehinkel AJ, Ormel J, Veenstra R, Winter AF, Verhulst FC. 2008. Parental divorce and offspring depressive symptoms: Dutch developmental trends during early adolescence. Journal of Marriage and Family.70: 284-293.

Papalia DE, Olds SW, Fieldman RD. 2001. Human Developmen 8th Edition. Jakarta: Salemba Humanika.

Pasaribu RM. 2013. Pengaruh gaya pengasuhan dan metode sosialisasi orangtua terhadap karakter jujur dan tanggung jawab siswa SMA di Kota Bogor [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Peterson C dan Seligman MEP. 2004. Character Strengths and Virtues: A Handbook and Classification. America: Oxford University Press.

Puspitawati H. 2009. Kenakalan Pelajar Dipengaruhi oleh Sistem Sekolah dan Keluarga. Bogor: IPB Press.

Puspitawati H, Sarma M. 2012. Sinergisme Keluarga dan Sekolah. Bogor: IPB Press.

Puspitawati H. 2013. Pengantar Studi Keluarga. Bogor: IPB Press.

Rahmaulita ND, Hastuti D. 2012. Hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dan tumbuh kembang anak serta stimulasi psikososial dengan perkembangan kognitif anak usia 2-5 tahun [terhubung berkala] http://journal.ipb.ac.id/index.php/jikk/article/view/5154/3531 (13 Juli 2013) Santrock JW. 2003. Adolescense (Perkembangan Remaja). Jakarta: Erlangga. Sari DY. 2010. Hak asuh anak di bawah umur akibat perceraian menurut

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Analisis Putusan Perkara Mahkamah Agung Nomor 349 K/AG/2006) [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

[SIAK] Sistem Informasi Administrasi Kependudukan. 2011. Profil kependudukan Jawa Barat 2011. Bandung (ID): SIAK

Suryadi D, Damayanti C. 2003. Perbedaan tingkat kemandirian remaja puteri yang ibunya bekerja dan yang tidak bekerja. Jurnal Psikologi. 1(1): 1-28.

Suyanto. 2009. Urgensi pendidikan karakter [terhubung berkala] http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/web/pages/urgensi.html (29 Januari 2013).

Storksen I, Rosyamb E, Holmen TL, dan Tambs K. 2006. Adolescent adjustment and well-being:Effects of parental divorce and distress. Scandinavian Journal of Psychology. 47.75-84.

Tresia D. 2006. Faktor-faktor yang mempengaruhi perceraian di Sumatera Barat [terhubung berkala] repository.unand.ac.id/1660/ (19 November 2012).

Zen M. 1999. Faktor-faktor determinative perilaku menyimpang di kalangan remaja. Mimbar Pendidikan. 18 (2): 39-47.

(32)

19

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pustaka Pendukung

Struktural fungsional merupakan teori yang berakar dari teori struktur sosial dan fungsional, dimana teori ini menjelaskan bahwa struktur keluarga membentuk kemampuan untuk berfungsi dengan efektif yang terdiri dari laki-laki sebagai pencari nafkah utama dan wanita sebagai figure utama dalam memenuhi kebutuhan anggota dan ekonomi industry baru (Parson & Bales 1955 dalam Puspitawati 2009). Menurut Pasron, teori ini merupakan reaksi dari pemikiran-pemikiran tentang lunturnya fungsi keluarga akibat adanya modernisasi.

Struktural fungsional juga memandang bahwa keluarga dipandang sebagai sebuah subsistem dari sistem sosial yang ada, sehingga saling bergantung satu sama lain dalam melakukan kegiatan baik bagi individu maupun masyarakat secara luas (Puspitawati 2013). Selanjutnya Puspitawati (2013) menjelaskan bahwa tugas dasar dari analisis ini adalah menjelaskan bagian, hubungan antara bagian dan keseluruhan, dan fungsi yang dilakukan oleh bagian sebagai hasil dari hubungan tersebut.

Teori ekologi Bronfenbrenner dalam Puspitawati (2012) mengemukakan bahwa lingkungan dimana anak tumbuh dan berkembang terdiri dari lingkungan mikrosistem, mesosistem, eksosistem, dan makrosistem. Mikrosistem merupakan lingkungan terdekat dimana anak berada (keluarga, sekolah, teman sebaya, dan tetangga). Mesosistem digambarkan sebagai hubungan antara lingkungan mikrosistem yang satu dengan mikrosistem yang lainnya, misalnya hubungan lingkungan keluarga dengan lingkungan teman atau lingkungan keluarga dengan lingkungan sekolahnya. Sementara itu eksosistem didefinisikan sebagai lingkungan tempat anak secara tidak langsung memiliki peran aktif, seperti lingkungan keluarga besar atau lingkungan pemerintah, serta lingkungan makrosistem yang digambarkan berupa struktur sosial budaya bangsa secara umum. Teori sistem ekologi menganalisis keterkaitan antara keluarga dan lingkungan dalam melihat perubahan budaya, misalnya peran ganda ibu, tren perceraian, dan dampak perceraian dalam pengasuhan.

Metode sosialisasi orangtua kepada anak pada dasarnya merupakan cara yang digunakan oleh orangtua dalam memperkenalkan dan mengajarkan kepada anak dalam upayanya untuk memberikan stimulasi sesuai kebutuhan anak. Setiap orangtua wajib memenuhi kebutuhan anak baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan non fisik. Orangtua sudah sepatutnya menjadi contoh bagi anak-anak mereka,dan menjadi sarana pertama dan utama dalam pemerolehan kebutuhan mereka, sehingga anak memiliki ikatan yang kuat terhadap orangtua mereka. Sosialisasi dapat dipandang sebagai suatu proses dalam pembelajaran. Dalam menghadapi kehidupannya, orangtua memiliki pengalaman yang lebih banyak dari anaknya sehingga seringkali orangtua memberikan nasehat kepada anak mengenai suatu hal. Berns (1997) memaparkan bahwa sosialisasi merupakan proses seseorang mempelajari cara yang diberikan masyarakat sehingga ia dapat berfungsi secara efektif di dalamnya. Berns selanjutnya membagi menjadi beberapa dimensi diantaranya adalah metode teladan, penjelasan, penguatan positif, penetapan standar, dan hukuman.

(33)

20

Lampiran 2 Ringkasan studi literatur berbagai hasil penelitian

No Judul Contoh dan Jumlah

Contoh Lokasi Variabel Utama Hasil

1. Divorce and Children in Middle Childhood: Parents’ Contribution to Minimize the Impact (Anna Wilhemina Van Jaarsveld 2007)

Keluarga yang bercerai minimal 5 tahun, memiliki anak usia 6 -12 tahun, orang tua bercerai tersebut memiliki gaya pengasuhan yang kooperatif setelah bercerai. Jumlah contoh adalah 1 keluarga karena penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.

Afrika Selatan 1.Faktor-faktor penyebab perceraian

2.Multi dimensi perkembangan anak

1. Anak pada usia tengah adalah masa perkembangan yang pesat baik dari segi intelektual, sosial, emosi, maupun perubahan fisik.

2. Perceraian adalah salah satu sumber stress anak dan dapat menurunkan kesejahteraannya.

3. Sebagian anak menunjukkan perilaku emosionalnya dan memiliki

permasalahan dalam penyesuaian diri, berakar dari kebingungan, ketakutan, kegelisahan, dan kemarahan.

2. Adolescent adjustment and well-being: Effects of parental divorce and distress (Ingunn Storksen, Espen Roysamb, Turid L. Holmen, Kristian Tambs 2006) Sebanyak 94,194 partisipan yang terdiri dari remaja dan orangtua

Norwegia 1.Kegelisahan remaja dan depresi

2.Kesejahteraan subjektif

3.Akademik

4.Tingkah laku

5.Ketidakpuasan

Beberapa remaja dipengaruhi secara negatif oleh perceraian. Remaja perempuan lebih banyak yang memiliki perasaan cemas dan depresi daripada laki-laki terkait dengan perceraian. Faktor-faktor yang memiliki resiko dalam perceraian yaitu tekanan psikologis orangtua, faktor demografi, dan struktur keluarga.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran Karakteristik orangtua
Tabel 1  Sebaran  contoh  berdasarkan  nilai  minimum  maksimum,  rata-rata,  dan  standar deviasi
Gambar 2 Sebaran contoh berdasarkan metode sosialisasi ibu 20%42%22% 22%8%0%10%20%30%40%50%TPPPPSH40%6%80% 22%0%20%40%60%80%100%TPPSHMetode Sosialisasi Karakter Hormat Santun Metode Sosialisasi
Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan pernyataan karakter disiplin remaja
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan untuk mengidentifikasi implementasi konsep greenroads pada pembangunan jalan di ruas Hamadi- Holtekamp dapat diambil

Apabila dilihat dari kecenderungan yang relatif searah antara SVI dengan MLSS untuk ke 4 waktu tersebut, maka peluang untuk digunakannya SVI 10, SVI 20 SVI, 30 dan SVI 60 hampir

Guna menjaga agar penulisan skripsi ini tidak meluas, maka penulis pun membatasi ruang lingkup penulisan pada pembahasan substansi Hukum Pidana , baik Hukum Pidana

Perjanjian jual beli antara penjual dengan pembeli itu dibuat oleh salah satu pihak dengan cara menyiapkan syarat-syarat baku pada formulir perjanjian yang sudah

Maka adalah merupakan kewajiban bagi setiap muslim dalam melaksanakan dakwah dan terutama dalam rangka bekerja sama dengan pihak manapun untuk mensukseskan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan estimasi karbon tersimpan pada tegakan mangrove Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur adalah

Fotografi yang digunakan untuk produk Revolt Industry ini menggunakan teknik medium shot dalam komposisi menunjukkan produk dan fungsi produk yang sesuai dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan usia remaja, keberfungsian agama, dan interaksi teman sebaya akan menyebabkan peningkatan religiusitas remaja Jenis