• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedoman Keselamatan dan Proteksi Radiasi Kawasan Nuklir Serpong

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pedoman Keselamatan dan Proteksi Radiasi Kawasan Nuklir Serpong"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Pedoman Keselamatan

dan Proteksi Radiasi

Kawasan Nuklir Serpong

Revisi 1

(3)

Daftar Isi

Daftar Isi ... i

KATA PENGANTAR ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Lingkup dan Tujuan ... 1

1.2 Sumber Acuan ... 1

1.3 Pembuat Dokumen ... 3

1.4 Ketentuan Pelaksanaan ... 3

BAB 2 PENGELOLAAN PROTEKSI RADIASI DAN LINGKUNGAN ... 4

2.1 Lingkup dan Tujuan ... 4

2.2 Umum ... 4

2.3 Organisasi ... 4

2.4 Tanggung Jawab ... 7

2.5 Sarana ... 10

BAB 3 DASAR PROTEKSI RADIASI DAN LINGKUNGAN ... 13

3.1. Lingkup dan Tujuan ... 13

3.2 Umum ... 13

3.3 Aspek Biologi terhadap Proteksi Radiasi ... 14

3.4 Besaran yang Digunakan dalam Proteksi Radiasi ... 17

3.5 Pengkajian Paparan Radiasi ... 20

3.6 Tingkatan Proteksi Radiasi ... 28

3.7 Prinsip Proteksi Radiasi ... 28

(4)

BAB 4 PENGATURAN DAN PENGAWASAN TERHADAP

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ... 31

4.1 Lingkup dan Tujuan ... 31

4.2 Pengaturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ... 31

4.3 Pengawasan Nilai Batas Dosis ... 32

4.4 Penyinaran Abnormal dalam Kedaruratan atau Kecelakaan ... 34

4.5 Pemantauan Kesehatan ... 35

BAB 5 PEMANTAUAN DOSIS RADIASI PERORANGAN ... 37

5.1 Lingkup dan Tujuan ... 37

5.2 Jenis Pemantauan Dosis Radiasi Perorangan ... 37

5.3 Kriteria Pekerja Radiasi Yang Dipantau ... 37

5.4 Metode Pemantauan ... 38

5.5 Periode Pemantauan ... 39

5.6 Dosimeter Perorangan ... 39

5.7 Perhitungan Dosis Radiasi Internal ... 40

5.8 Dosis Efektif ... 40

5.9 Rekaman dan Penyimpanan Data Dosis Radiasi Perorangan ... 41

5.10 Pelaporan Dosis Radiasi Perorangan ... 42

5.11 Penerimaan Paparan Radiasi Berlebih ... 42

BAB 6 PENGENDALIAN DAERAH KERJA ... 43

6.1 Lingkup dan Tujuan ... 43

6.2 Pembagian Daerah Kerja di Kawasan Nuklir Serpong ... 43

6.3 Pembagian Daerah Kerja Instalasi Nuklir ... 43

(5)

6.6 Detektor Kontaminasi Pada Pos Pintu Masuk Daerah lnstalasi Nuklir ... 52 6.7 Pencegahan dan Pengawasan Kontaminasi

Pekerja ... 52 6.8 Dekontaminasi Permukaan pada Pekerja ... 52 6.9 Persetujuan Kerja ... 54 6.10 Pengawasan Kontaminasi Udara di Daerah

Kerja ... 54 6.11 Pengendalian Lepasan melalui Sistem

Ventilasi ... 55 6.12 Pembatasan Lain yang Perlu Diperhatikan ... 56 6.13 Labelisasi Radiasi ... 56 6.14 Kegiatan Perbaikan dan Pembangunan di

Fasilitas... 62 6.15 Pengelolaan Tanaman Dalam Pagar Kuning ... 63 BAB 7 PENGENDALIAN ZAT RADIOAKTIF, PERALATAN

DAN BARANG ... 65 7.1 Lingkup dan Tujuan ... 65 7.2 Pengendalian Zat Radioaktif ... 65 7.3 Pengendalian Pemindahan Peralataan/

Barang ... 71 7.4 Pemidahan Peralatan atau Barang

Terkontaminasi ... 73 7.5 Pemindahan Peralatan dan Barang

Kontraktor dari Daerah Instalasi Nuklir ... 75 7.6 Bahan Nuklir ... 75 7.7 Pemindahan Dokumen, Buku-Buku dan

(6)

BAB 8 PENGELOLAAN LIMBAH ... 77

8.1 Lingkup dan Tujuan ... 77

8.2 Kebijakan Pengelolaan Limbah ... 77

8.3 Klasifikasi dan Jenis Limbah ... 78

8.4 Tatalaksana Pengelolaan Limbah ... 80

8.5 Pengelolaan Efluen Radioaktif Cair dan Gas/Aerosol ... 85

BAB 9 PERLENGKAPAN KESELAMATAN KERJA ... 86

9.1 Lingkup dan Tujuan ... 86

9.2 Respirator dan Alat Pelindung Diri ... 86

9.3 Perlengkapan Pemadam Kebakaran ... 96

9.4 Peralatan P3K ... 98

BAB 10 PEMANTAUAN RADIOLOGI LINGKUNGAN ... 99

10.1 Lingkup dan Tujuan ... 99

10.2 Program Pemantauan Lingkungan ... 99

10.3 Jenis Pemantauan Radiologi Lingkungan ... 101

10.4 Dampak Penting yang Dipantau ... 101

10.5 Sumber Dampak Penting ... 102

10.6 Komponen Lingkungan dan Parameter yang Dipantau ... 102

10.7 Waktu dan Frekuensi Pemantauan ... 105

10.8 Batasan Dosis Anggota Masyarakat ... 106

(7)

LAMPIRAN A: SK Komisi Proteksi Radiasi Kawasan Nuklir Serpong (disalin sesuai aslinya) ... L-1 LAMPIRAN B: Batas Lepasan Radionuklida ke Atmosfer

Kawasan Nuklir Serpong ... L-5 LAMPIRAN C: Tabel Tingkat Pengecualian: Konsentrasi

Aktivitas yang Dikecualikan dan Aktivitas Radionuklida yang Dikecualikan

(pembulatan) ... L-6 LAMPIRAN D: Surat Pengeluaran Barang ... L-12 LAMPIRAN E: Bukti Pengiriman Peralatan atau Barang .... L-13 LAMPIRAN F: Surat Keterangan Bebas Kontaminasi ... L-14 LAMPIRAN G: Surat Jalan ... L-15

(8)
(9)
(10)
(11)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Lingkup dan Tujuan

Dokumen ini berisi tentang:

a. pedoman keselamatan terhadap radiasi pengion, b. standar proteksi radiasi dan,

c. standar pemantauan radiologi lingkungan, untuk Kawasan Nuklir Serpong (KNS).

Dokumen pedoman ini berlaku untuk kegiatan di bawah Pemegang Izin (PI) di KNS. PI bertanggung jawab menerapkan sistem manajemen dalam semua tahapan dan unsur program keselamatan dan proteksi radiasi.

Pedoman ditujukan untuk mengendalikan penerimaan, pemilikan, penggunaan, pemindahan dan penyimpanan bahan berizin oleh PI sedemikian hingga dosis efektif total kepada perorangan tidak melebihi standar proteksi radiasi yang diberikan dalam ketentuan pedoman ini.

1.2 Sumber Acuan

a. Undang-Undang RI No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaga-nukliran

b. Peraturan Pemerintah RI No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif

c. Peraturan Pemerintah RI No. 26 Tahun 2002 tentang Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif

d. Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif

e. Peraturan Pemerintah RI No. 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir

f. Peraturan Pemerintah RI No. 4 Tahun 1996 tentang Penyertaan Modal Negara RI untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) dalam Bidang Nuklir

(12)

g. Keputusan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional No.392/KA/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja BATAN

h. Keputusan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional No.135/KA/VIII/2009 tentang Rencana Pengelolaan Ling-kungan dan Rencana Pemantauan LingLing-kungan

i. Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No.01/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi

j. Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No.02/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Baku Tingkat Radioaktivitas di Lingkungan

k. Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No.03/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan untuk Pengelolaan Limbah Radioaktif

l. Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No.04/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan untuk Pengangkutan Zat Radioaktif

m. Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No.05/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan untuk Pengelolaan Limbah Radioaktif

n. Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No.02P/Ka-BAPETEN/I-03 tentang Pedoman Sistem Pelayanan Pemantauan Dosis Eksternal Perorangan

o. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No.6 Tahun 2010 tentang Pemantauan Kesehatan untuk Pekerja Radiasi

p. International Commission on Radiation Protection Publica-tion No. 103, “Recommendations for a System of Radiological Protection”, 2007

q. Safety Series No. 115 “International Basic Safety Standard for Protection against Ionizing Radiation and for the Safety of Radiation Sources”, 1996

r. Safety Guide No. RS-G-1.8, “Environmental and Source Monitoring for Purposes of Radiation Protection”, 2005.

(13)

1.3 Pembuat Dokumen

Dokumen ini disusun oleh Tim Penyusunan Pedoman Keselamatan dan Proteksi Radiasi Kawasan Nuklir Serpong yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Ketua Komisi Proteksi Radiasi Kawasan Nuklir Serpong No. 01/KNS/III/2011 dengan susunan anggota tim tertera pada Lampiran A.

Dokumen ini merupakan revisi dari Pedoman Keselamatan dan Proteksi Radiasi Kawasan Nuklir Serpong dengan perhatian utama pada implementasi program proteksi radiasi yang baku. Sedangkan untuk Pedoman Keamanan Kegiatan Nuklir Kawasan Nuklir Serpong sudah tercakup dalam Sistem Proteksi Fisik Instalasi dan Bahan Nuklir Kawasan Nuklir Serpong.

1.4 Ketentuan Pelaksanaan

Isi yang dapat diterapkan dari dokumen ini harus digunakan sebagai persyaratan dalam standar proteksi radiasi KNS yang berlaku sejak 1 Januari 2012. Dalam hal ada peratur-an perundperatur-ang-undperatur-angperatur-an nasional yperatur-ang lebih ketat yperatur-ang harus diikuti maka peraturan tersebut menggantikan ketentuan yang ada di dokumen ini.

(14)

BAB 2

PENGELOLAAN PROTEKSI RADIASI DAN LINGKUNGAN

2.1 Lingkup dan Tujuan

Bab ini berisi uraian tentang organisasi pengelolaan keselamatan Kawasan Nuklir Serpong. Tugas dan tanggung-jawab masing-masing unsur organisasi diuraikan termasuk kedudukan dan peran Komisi Proteksi Radiasi KNS. Sarana dan layanan KNS terkait pengelolaan keselamatan dan kesehatan dipaparkan di akhir bab.

2.2 Umum

Di KNS terdapat banyak izin pemanfaatan tenaga nuklir. Pemegang izin (PI) bertanggung jawab atas pengelolaan keselamatan dan proteksi radiasi fasilitas atau instalasinya. Dalam pelaksanaan kegiatan, PI dibantu oleh satuan kesela-matan dan proteksi radiasi.

Secara umum, sistem pengelolaan keselamatan dalam hal kegiatan yang memerlukan koordinasi maupun kegiatan tertentu yang berdampak di luar fasilitas atau instalasi berada di bawah koordinasi Pusat Kemitraan Teknologi Nuklir (PKTN).

Komisi Proteksi Radiasi mengkoordinasikan pengelola-an proteksi radiasi dpengelola-an lingkungpengelola-an KNS, sesuai Keputuspengelola-an Kepala BATAN No.069/KA/III/2011.

Pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan radiologi lingkungan serta pemantauan dosis personil di KNS berada di bawah koordinasi Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR), sesuai dengan Keputusan Kepala BATAN No.392/KA/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja BATAN.

2.3 Organisasi

Organisasi proteksi radiasi pada tiap unit kerja melekat pada bidang keselamatan unit terkait, sedangkan unit yang tidak memiliki bidang keselamatan di bawah P2K3 sesuai dengan Surat Keputusan Kepala BATAN No.392/KA/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Laksana. Organisasi Proteksi radiasi PT. Batan Teknologi mengacu pada Peraturan

(15)

Pemerintah No.33 Tahun 2007. Struktur organisasi keduanya ditunjukkan pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2.

Komisi proteksi radiasi Kawasan Nuklir Serpong ber-tanggung jawab langsung kepada Kepala BATAN dengan tugas memberikan saran dan rekomendasi kepada Kepala BATAN baik diminta maupun tidak diminta tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan proteksi radiasi dan lingkungan Kawasan Nuklir Serpong, khususnya dalam hal sebagai berikut:

a. Koordinasi kegiatan proteksi radiasi kawasan baik yang sebelumnya tidak ada maupun yang bersifat peningkatan; b. Pendekatan terpadu untuk mendapatkan sistem proteksi

radiasi Kawasan Nuklir Serpong yang efektif baik dari sisi regulasi, fasilitas proteksi radiasi maupun ketiadaan keten-tuan yang mengatur;

c. Penetapan tingkatan radiologi yang belum ada ketentuannya dengan mengkaji rekomendasi internasional dan pengalaman negara lain yang telah menerapkannya dan bila diperlukan menggunakan data yang spesifik tapak; d. Peningkatan budaya keselamatan di Kawasan Nuklir

Serpong; dan

e. Penilaian efektivitas proteksi radiasi instalasi di Kawasan Nuklir Serpong.

Dalam pengelolaan keselamatan dan proteksi radiasi, PI membentuk satuan organisasi berupa:

a. Bidang Keselamatan untuk PRSG, PTBN, PRR, PRPN. b. Bidang Keselamatan dan Lingkungan untuk PTLR c. Bidang Keselamatan dan Instrumentasi untuk PTBIN d. Sub Divisi Keselamatan dan Safeguard BATEK e. P2K3 untuk PRPN, PTRKN, PKTN.

Pengelolaan pemantauan radiologi lingkungan dan pemantauan dosis peorangan pekerja radiasi menjadi tanggung jawab PTLR.

(16)

Gambar 2.1 St ru ktu r Orga nis a si Prote ksi Ra dia si BA TAN

(17)

Gambar 2.2 Struktur Organisasi Proteksi Radiasi PT. Batan Teknologi

2.4 Tanggung Jawab

Tanggung jawab organisasi BATAN di KNS terkait pengelolaan proteksi radiasi dijelaskan berikut ini.

2.4.1 Pusat Kemitraan Teknologi Nuklir

Kepala Pusat Kemitraan Teknologi Nuklir bertanggung jawab atas terlaksananya keselamatan dan keamanan Kawas-an Nuklir Serpong, terlaksKawas-anKawas-anya kegiatKawas-an kesehatKawas-an kerja para pekerja dan mengkoordinasikan satuan pengamanan yang terdapat di PTBN, PRSG, PTLR, PRR. Kepala PKTN bertang-gung jawab dalam mengeluarkan prosedur dan instruksi kerja tentang pengaturan kesehatan kerja, menyediakan personil, sarana dan prasarana bagi tercapainya keamanan dan kese-hatan pekerja di KNS.

2.4.1.1 Unit Pengamanan Nuklir

Kepala Unit Pengamanan PKTN bertanggung jawab kepada kepala PKTN atas terlaksananya keselamatan, keamanan dan ketertiban Kawasan Nuklir Serpong. Kepala unit pengamanan PKTN juga mengadakan koordinasi dengan Kepala unit pengamanan lainnya selama menjaga keselamatan, keamanan dan ketertiban di Kawasan Nuklir Serpong.

Direktur Produksi PT Batan Teknologi (Persero)

Direktur Utama PT Batan Teknologi (Persero)

Sub Divisi

Keselamatan dan Safeguard

Keselamatan Kerja Safeguard dan Akunting Bahan Nuklir

(18)

2.4.1.2 Bidang Pengelolaan Kawasan Nuklir Serpong

2.4.1.2.1 Subbidang Pelayanan Kesehatan

Subbidang Pelayanan Kesehatan bertugas melaksanakan pemantauan kesehatan pekerja di KNS.

2.4.1.2.2 Subbidang Pengelolaan Prasarana dan Sarana

Subbidang Pengelolaan Prasarana dan Sarana bertugas menyediakan prasarana dan sarana keselamatan KNS.

2.4.2 Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

Kepala Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) selain bertanggung jawab atas keselamatan dan keamanan instalasinya, juga bertanggung jawab dalam terlaksananya kegiatan pemantauan dosis radiasi seluruh pekerja radiasi KNS serta pelaksanaan keselamatan radiasi lingkungan Kawasan Nuklir Serpong dan daerah di sekitarnya.

Kepala Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) selain menetapkan prosedur dan instruksi kerja tentang kesela-matan dan keamanan instalasinya, juga menetapkan prosedur dan instruksi kerja yang berkaitan dengan pemantauan dosis pekerja, pengelolaan dan pemantauan lingkungan.

2.4.2.1 Bidang Keselamatan dan Lingkungan

Kepala Bidang Keselamatan dan Lingkungan (BKL) PTLR selain bertugas membantu kepala PTLR dalam melaksa-nakan keselamatan dan keamanan kerja kegiatan instalasi pengolahan limbah radioaktif juga melaksanakan kegiatan pemantauan dosis seluruh pekerja radiasi KNS dan melaksana-kan kegiatan pemantauan lingkungan radiologi KNS dan seki-tarnya termasuk pemantauan lingkungan kedaruratan.

2.4.3 PRSG, PTBN, PRR, PKTN, PTBIN, PRPN, PTRKN

Kepala PRSG, PTBN, PRR, PKTN, PTBIN, PRPN, PTRKN bertanggung jawab atas keselamatan dan keamanan instalasinya. Setiap PI harus menetapkan program keselamatan dan proteksi radiasi beserta prosedur dan instruksi kerjanya.

(19)

2.4.3.1 Bidang Keselamatan/Bidang Keselamatan dan Instrumentasi/Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Kepala Bidang Keselamatan (BK), Bidang Keselamatan dan Instrumentasi (BKI) dan Ketua Panitia Pembina Keselamat-an dKeselamat-an KesehatKeselamat-an Kerja (P2K3) bertugas melaksKeselamat-anakKeselamat-an pro-gram keselamatan dan proteksi radiasi dan membuat prosedur dan instruksi kerja. BK, BKI dan P2K3 harus melakukan peman-tauan daerah kerja dan memastikan pekerja radiasi di bawah kelolanya terpantau penerimaan dosisnya. Apabila instalasinya menimbulkan limbah radioaktif maka BK/BKI/P2K3 bertugas mengelola limbah tersebut sebelum dilakukan pengiriman ke PTLR.

2.4.4 PT. Batan Teknologi

PT. Batan Teknologi dalam hal ini Direktur Divisi Produksi bertanggung jawab bagi keselamatan instalasinya. Dalam melaksanakan keselamatan dan proteksi radiasi, PT. Batan Teknologi bergabung dalam Komisi Proteksi Radiasi KNS dan berkoordinasi dengan BATAN dalam melaksanakan kedaruratan nuklir. Direktur Divisi Produksi juga harus membuat dan menetapkan prosedur dan instruksi kerja tentang keselamatan instalasinya.

2.4.4.1 Sub Divisi Keselamatan dan Safeguard

Sub Divisi Keselamatan dan Safeguard PT. Batan Teknologi (Persero) memiliki dua kelompok kegiatan yaitu: a. Kelompok Kegiatan Keselamatan

Kelompok kegiatan ini bertugas membuat dan menetapkan prosedur dan instruksi kerja keselamatan, melaksanakan kegiatan pemantauan daerah kerja, pemantauan dan penge-lolaan limbah radioaktif dan pemantauan personil baik di Instalasi Produksi Radioisotop dan Radiofarmaka (IPRR) maupun di Instalasi Produksi Elemen Bakar Reaktor Riset (IPEBRR).

(20)

b. Kelompok Kegiatan Safeguard dan Akunting Bahan Nuklir Kelompok kegiatan ini bertugas membuat dan menetapkan prosedur dan instruksi kerja kegiatan safeguard sistem Akunting Bahan Nuklir, melakukan pengendalian dan penga-wasan terhadap semua perubahan dan perpindahan bahan nuklir dengan mencatat dan menghitung serta membukukan semua transaksi bahan nuklir baik yang berada dalam insta-lasi, keluar dan masuk di MBA RI-D (di IPEBRR) maupun di KMP-D MBA RI-C (di IPRR).

2.4.5 Para Pekerja

Setiap pekerja wajib mentaati ketentuan keselamatan kerja. Setiap pekerja bertanggung jawab atas keselamatan diri-nya dan orang lain di sekitardiri-nya. Apabila prosedur dan instruksi kerja tidak sesuai dengan kegiatan yang akan dilaksanakan atau pekerja tidak yakin terhadap prosedur yang ada, maka ia dapat melakukan konsultasi dengan atasan langsung atau penanggung jawab keselamatan kerja di instalasinya.

2.5 Sarana

2.5.1 Fasilitas

Kegiatan fasilitas KNS (fasilitas radiasi atau instalasi nuklir) meliputi:

a. Reaktor Serba Guna GA Siwabessy (RSG-GAS); b. Instalasi Radiometalurgi (IRM);

c. Instalasi Elemen Bakar Eksperimental (IEBE);

d. Instalasi Produksi Elemen Bakar Reaktor Riset (IPEBRR); e. Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif (IPLR);

f. Instalasi Produksi Radioisotop dan Radiofarmaka (IPRR PRR dan BATEK);

g. Kanal Hubung Instalasi Penyimpanan Sementara Bahan Bakar Nuklir Bekas (KH IPSB3);

h. Fasilitas hamburan neutron dan Analisis Aktivasi Neutron (AAN); dan

i. Instalasi zat radioaktif dan/atau instalasi sumber radiasi pengion.

(21)

2.5.2 Poliklinik

Fasilitas kesehatan dilengkapi dengan peralatan kesehatan umum, gigi, dan laboratorium kesehatan. Fasilitas ini melaksanakan pelayanan kesehatan termasuk pemantauan kesehatan pekerja KNS, baik rutin maupun darurat. Dalam hal kedaruratan nuklir jika terdapat korban yang tidak dapat ditangani dirujuk ke rumah sakit.

2.5.3 Lingkungan

Pemantauan lingkungan KNS harus dilengkapi dengan berbagai jenis sistem pemantauan radiasi dan penunjangnya, yakni:

a. Sistem Pemantau Cuaca

Sistem pemantau cuaca untuk KNS harus mampu menye-diakan data meteorologi yang sesuai untuk keperluan peng-kajian sebaran lepasan zat radioaktif ke atmosfer. Untuk itu sistem ini dilengkapi dengan sensor parameter arah dan kecepatan angin, frekuensi curah hujan, temperatur dan kelembaban udara, serta intensitas radiasi matahari. Pengo-lahan data dilakukan dengan perangkat lunak yang mampu menentukan cakra angin (wind rose) dan kelas kestabilan atmosfer.

b. Sistem Pemantauan Gama Lingkungan

Lepasan zat radioaktif ke atmosfer dari fasilitas di KNS dapat meningkatkan paparan radiasi di lingkungan. Peningkatan tersebut dapat diketahui dengan pemasangan alat pantau radiasi ambien pada beberapa lokasi di dalam dan lepas-kawasan. Hasil pengukuran alat pantau radiasi gama ling-kungan tersebut secara kontinu dan real-time dikirim ke pengolah data lingkungan BKL di Gedung 71 lantai 3. Sistem Pemantauan Gama Lingkungan berfungsi untuk mengamati fluktuasi tingkat radiasi gama di KNS sedemikian sehingga dapat mendeteksi secara dini lepasan radioaktivitas abnor-mal.

(22)

c. Sistem Pemantauan Buangan Terpadu

Pengoperasian fasilitas nuklir di KNS akan menimbulkan efluen radioaktif cair yang dalam batasan tertentu dapat dilepas ke lingkungan. Pelepasan buangan cair harus dikon-trol dan diawasi dengan ketat sehingga tidak menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan. Pengawasan ini dilakukan dengan pengelolaan buangan cair secara terpadu melalui sistem Pemantauan Buangan Terpadu (PBT) yang berada di PTLR.

d. Laboratorium Lingkungan

Pelepasan zat radioaktif cair dan gas/aerosol meningkatkan konsentrasi radionuklida di lingkungan. Nilai konsentrasi radionuklida di lingkungan dapat diketahui dengan analisis berbagai macam sampel lingkungan. Kawasan Nuklir Serpong harus dilengkapi dengan laboratorium lingkungan dengan peralatan pengambilan dan preparasi sampel serta peralatan analisis seperti: spektrometer-, spektrometer-, sistem pencacah latar rendah /, alat ukur kontaminasi permukaan dan alat ukur paparan radiasi lingkungan.

2.5.4 Sistem Keselamatan dan Keamanan

Kegiatan fasilitas atau instalasi dilengkapi dengan sistem keselamatan dan proteksi radiasi yang meliputi sarana keselamatan sumber (perisai, ventilasi dsb) dan sarana proteksi radiasi (dosimeter perorangan, alat pantau radiasi daerah kerja, alat pelindung diri).

Kawasan Nuklir Serpong dilengkapi dengan Sistem keselamatan dan keamanan tingkat kawasan (BSS, BATAN Safety and Security System) yang berada di gedung 90 PKTN yang berfungsi untuk mengkoordinasikan pelaksanaan penanggulangan kedaruratan.

(23)

BAB 3

DASAR PROTEKSI RADIASI DAN LINGKUNGAN

3.1. Lingkup dan Tujuan

Konsep proteksi radiasi dalam pemanfaatan tenaga nuklir baik terhadap manusia maupun lingkungan dikemukakan. Pemaparan mencakup kuantifikasi efek radiasi terhadap kese-hatan melalui besaran-besarn dosis dan pembobotan termasuk aplikasinya. Prinsip proteksi tidak hanya membatasi penerima-an dosis juga melibatkpenerima-an justifikasi dpenerima-an optimasi. Proteksi lingkungan sebagai hal relatif baru dalam perlindungan non-human disinggung secukupnya.

3.2 Umum

Sasaran utama dari pengembangan konsep proteksi radiasi adalah proteksi manusia dan lingkungan terhadap efek merusak paparan radiasi tanpa terlalu membatasi pemanfaatan tenaga nuklir yang dapat terkait paparan tersebut. Pencapaian sasaran ini tidak cukup hanya didasarkan pada pengetahuan ilmiah tentang paparan radiasi dan efek kesehatannya. Penca-paian juga mensyaratkan suatu model untuk proteksi manusia dan lingkungan terhadap radiasi. Sebagai contoh aspek sosial dan ekonomi dalam proteksi radiasi tidak dapat selalu didasar-kan pada ilmu pengetahuan, diperludidasar-kan „value judgement

tentang kepentingan relatif berbagai jenis risiko dan tentang perimbangan risiko dan manfaat.

Proteksi radiasi berkaitan dengan dua jenis efek berba-haya. Dosis tinggi menyebabkan efek deterministik yang hanya terlihat bila dosis tersebut melebihi suatu batas ambang. Sedangkan dosis tinggi dan rendah dapat menyebabkan efek stokastik (kanker atau efek keturunan) yang dapat meningkat secara statistik dan setelah paparan ada periode laten yang lama sebelum efek muncul.

Proteksi manusia terhadap radiasi dilaksanakan melalui pengelolaan dan pengendalian paparan terhadap radiasi peng-ion sedemikian sehingga efek deterministik dapat dicegah, dan risiko efek stokastik dikurangi ke suatu tingkatan yang layak dicapai. Sebaliknya, konsep „proteksi lingkungan‟ dalam

(24)

protek-satu negara ke negara lain atau dari protek-satu keadaan ke keadaan lain menggunakan konsep yang tidak sama. ICRP mendasar-kan proteksi lingkungan pada pencegahan atau pengurangan frekuensi efek radiasi yang mengganggu ke suatu tingkatan dampak yang sepele pada konservasi keragaman biologis.

3.3 Aspek Biologi terhadap Proteksi Radiasi

Pada umumnya efek paparan radiasi terhadap kesehat-an dapat dikelompokkkesehat-an menjadi dua kategori yaitu:

a. Efek deterministik (reaksi jaringan yang berbahaya) yaitu sebagian besar sel jaringan mengalami kematian atau fungsi sel rusak karena dosis radiasi tinggi.

b. Efek stokastik, yaitu kanker atau efek keturunan berupa pengembangan kanker pada individu yang terpapari karena mutasi sel somatik atau penyakit keturunan pada keturunan individu yang terpapari karena mutasi sel reproduktif. Efek biologi akibat paparan radiasi diperhitungkan pula pada embrio, janin dan penyakit lainnya selain kanker.

ICRP publikasi 60 (1991) mengklasifikasikan efek radi-asi yang menimbulkan reaksi pada jaringan sebagai efek deter-ministik. Dan menggunakan istilah efek stokastik untuk efek radiasi yang menimbulkan kanker dan penyakit yang dapat diwariskan kepada keturunannya.

Energi radiasi pengion yang diterima jaringan/organ dapat mengakibatkan perubahan pada molekul, kerusakan pada elemen selular dan gangguan fungsi atau kematian sel. Kerusakan pada jaringan hidup diakibatkan oleh adanya transfer energi radiasi pengion ke atom dan molekul dalam struktur sel. Radiasi pengion menjadikan atom dan molekul tersebut terionisasi dan menyebabkan:

a. terbentuknya radikal bebas b. terpecahnya ikatan kimia

c. terbentuknya ikatan kimia baru dan ikatan silang antar molekul

d. kerusakan molekul yang sangat berperan dalam proses di dalam tubuh (seperti DNA, RNA, dan protein)

(25)

Sel-sel yang telah rusak pada tingkat kerusakan terten-tu dapat mengalami perbaikan, misalnya pada dosis rendah sebagaimana yang kita terima dari dosis radiasi latar, kerusak-an selular dapat segera diperbaiki. Namun pada tingkat dosis yang lebih tinggi, dapat terjadi kematian sel bahkan pada dosis yang sangat tinggi sel tidak dapat tergantikan, jaringan menjadi rusak dan organ tidak berfungsi.

3.3.1 Induksi Efek Deterministik

Induksi reaksi jaringan pada umumnya ditandai dengan adanya dosis ambang. Alasan ditetapkannya dosis ambang adalah bahwa kerusakan radiasi (gangguan fungsi yang serius atau kematian sel) suatu populasi kritis sel pada suatu jaringan perlu dipertahankan sebelum terlanjur jaringan tersebut cedera atau rusak. Di atas dosis ambang akan terjadi cedera atau kerusakan jaringan. Semakin besar dosis radiasi semakin meningkat terjadinya keparahan pada jaringan dan daya pemu-lihan jaringanpun akan terganggu.

Reaksi jaringan terhadap radiasi dini (beberapa hari hingga beberapa minggu) yang melampaui dosis ambang mungkin akan terjadi peradangan yang diakibatkan pelepasan faktor seluler atau mungkin reaksi yang mengakibatkan hilang-nya sel-sel. Reaksi jaringan tunda (orde bulan hingga tahunan) dapat berupa jenis umum jika muncul sebagai akibat langsung dari kerusakan jaringan. Sebaliknya, reaksi tunda ini dapat berupa jenis akibat jika muncul sebagai akibat kerusakan selular dini.

Tinjauan data biologi dan klinis telah mendorong perkembangan penilaian ICRP terhadap mekanisme jaringan dan sel yang mendasari reaksi jaringan dan dosis ambang yang berlaku untuk organ dan dan jaringan utama. Walaupun demiki-an untuk dosis serap hingga sekitar 100 mGy (LET rendah atau tinggi) tidak ada jaringan yang dinyatakan memperlihatkan gangguan klinis. Pernyataan ini berlaku untuk paparan akut tunggal dan juga untuk dosis rendah pada paparan radiasi kronik.

Efek deterministik selain ditandai dengan adanya dosis ambang juga pada umumnya timbul tidak lama setelah paparan radiasi terjadi, adanya penyembuhan spontan dan tergantung

(26)

pada tingkat keparahan dan besarnya paparan radiasi yang diterima mempengaruhi tingkat keparahan. Contoh efek deter-ministik antara lain kerusakan kulit, eritema, epilepsi, katarak dan kemandulan.

3.3.2 Induksi Efek Stokastik

Efek stokastik adalah efek radiasi yang munculnya tidak memerlukan dosis ambang, pada umumnya timbul setelah melalui masa tenang yang lama, tidak ada penyembuhan spon-tan, tingkat keparahan tidak dipengaruhi oleh besarnya dosis radiasi dan peluang terjadinya dipengaruhi oleh besarnya dosis. Contoh efek stokastik adalah kanker dan penyakit yang diwaris-kan kepada keturunannya.

Pada kasus kanker, studi eksperimen dan epidemologi memberikan fakta adanya risiko radiasi sekali pun dengan keti-dakpastian pada dosis sekitar 100 mSv atau kurang. Meskipun tidak ada bukti langsung risiko radiasi pada manusia untuk kasus penyakit yang diturunkan, hasil pengamatan eksperimen menunjukkan menguatnya pendapat yang menyatakan bahwa risiko untuk generasi mendatang harus diperhitungkan dalam sistem proteksi.

3.3.3 Induksi Penyakit selain Kanker

Sejak tahun 1990 akumulasi fakta menunjukkan bahwa frekuensi penyakit non-kanker meningkat pada beberapa populasi yang terpapar radiasi. Fakta statistik yang paling kuat untuk induksi efek non-kanker pada dosis efektif dalam orde 1 Sv yang diturunkan dari analisis mortalitas terkini survivor bom atom Jepang setelah tahun 1968. Studi tersebut memper-kuat bukti statistik mengenai hubungan antara dosis dengan terutama penyakit jantung, stroke, gangguan pencernaan dan penyakit pernafasan.

3.3.4 Efek Radiasi pada Embrio dan Fetus

Risiko reaksi jaringan dan kecacatan dalam embrio dan janin yang terpapari telah diulas di ICRP publikasi 90 (2003). Ulasan ini memperkuat penilaian risiko di dalam rahim (ICRP publikasi 60). Berdasarkan ICRP publikasi 90, risiko cedera jaringan dan kecacatan di dalam rahim pada dosis di bawah

(27)

100 mGy dari radiasi LET rendah. Data terbaru menunjukan bahwa embrio rentan terhadap efek mematikan pada periode pra-implantasi dari perkembangan embrio. Pada dosis di bawah 100 mGy, efek mematikan pada embrio sangat jarang terjadi.

Sehubungan dengan kecacatan pada embrio, data terbaru menunjukan bahwa ada pola radiosensitivitas dalam rahim yang tergantung pada usia kehamilan dengan sensitivitas maksimum terjadi pada masa pembentukan organ utama. Berdasarkan data pengamatan pada hewan diperoleh ada dosis ambang sekitar 100 mGy untuk induksi kecacatan, untuk tujuan praktis ICRP menilai bahwa risiko kecacatan setelah paparan dalam rahim pada dosis di bawah 100 mGy adalah tidak ada (tidak terjadi efek kecacatan pada embrio).

ICRP publikasi 90 meninjau data korban bom atom mengenai induksi keterbelakangan mental yang berat setelah terpapari radiasi pada periode pra-natal paling sensitif (8-15 minggu setelah pembuahan) mendukung dosis ambang paling tidak 300 mGy. Jadi, di bawah 300 mGy tidak terjadi efek keterbelakangan mental yang berat.

3.3.5 Judgement dan Ketidakpastian

Walaupun ICRP menyadari potensi pentingnya efek sinergistik antara radiasi dan perantara (agent) yang lain, hingga saat ini tidak ada bukti yang kuat tentang interaksi tersebut pada dosis rendah yang membenarkan modifikasi perkiraan risiko radiasi yang ada.

Dengan mempertimbangkan informasi terkini, ICRP merekomendasikan sistem proteksi radiasi yang praktis dengan berasumsi bahwa pada dosis di bawah sekitar 100 mSv, kenaikan dosis proporsional dengan peluang timbulnya kanker atau efek keturunan.

3.4 Besaran yang Digunakan dalam Proteksi Radiasi

3.4.1 Umum

Besaran dosimetrik khusus telah dikembangkan untuk penilaian dosis dari paparan radiasi. Besaran proteksi yang fundamental didasarkan pada pengukuran deposit energi pada organ dan jaringan tubuh manusia. Untuk melihat hubungan

(28)

dosis radiasi dengan risiko radiasi, perlu diperhitungkan variasi pada efektivitas biologi radiasi dengan kualitas yang berbeda dan variasi sensitivitas organ dan jaringan terhadap radiasi pengion.

3.4.2 Besaran Dosis

3.4.2.1 Dosis Serap (D)

Dosis serap (D) adalah jumlah energi yang diserap per satuan massa sebagai hasil dari interaksi radiasi pengion dengan materi. Satuan dosis serap dalam satuan SI adalah gray (Gy) yang sama dengan energi deposisi sebesar 1 joule per kilogram (J/kg) dalam materi, yang dalam hal ini adalah organ/jaringan, atau 1 Gy = 1 J/kg.

Satuan lama dari dosis serap adalah erg/gram dengan nama khusus rad. Satu rad setara dengan 100 erg/gram, dengan demikian 1 Gy = 100 rad. Besaran dosis serap ini dapat digunakan untuk semua jenis radiasi pengion.

3.4.2.2 Faktor Bobot Radiasi

Untuk menunjukan kualitas radiasi dalam kaitannya dengan akibat biologi yang dapat ditimbulkannya, diperkenal-kan istilah faktor bobot radiasi, wR. Sebelumnya digunakan isti-lah faktor kualitas (Q). Nilai faktor bobot radiasi dipilih berda-sarkan efektivitas relatif dalam menimbulkan akibat biologi yang bersifat stokastik pada dosis rendah. Contoh efek stokastik adalah induksi kanker yang kemungkinan timbulnya efek terse-but merupakan fungsi dosis yang diterima. Tabel 3.1 menun-jukkan besarnya faktor bobot radiasi berdasarkan ICRP 103 (2007)

3.4.2.3 Dosis Ekivalen, H

Besaran proteksi digunakan dalam batas paparan untuk menegaskan bahwa adanya efek kesehatan stokastik dijaga di bawah tingkatan yang tidak dapat diterima dan bahwa reaksi jaringan dihindarkan. Definisi besaran proteksi didasar-kan pada dosis serap rata-rata,

D

T,R dalam suatu volume organ atau jaringan

T

(lihat Tabel 3.2), akibat radiasi tipe

R

(lihat Tabel 3.1). Radiasi

R

menentukan tipe dan energi radiasi yang

(29)

datang ke tubuh atau dipancarkan oleh radionuklida yang berada dalam tubuh. Besaran proteksi dosis ekivalen pada organ atau jaringan,

H

T, didefinisikan sebagai

... (3.1)

Penjumlahan dilakukan atas semua tipe radiasi yang terlibat. Satuan dosis ekivalen adalah J kg-1 dan bernama khusus sievert (Sv). Satuan lama untuk dosis ekivalen adalah rem dan hubungan antara keduanya adalah 1 Sv = 100 rem.

Tabel 3.1 Faktor bobot radiasi,

w

R

No Jenis Radiasi

w

R

1. Foton 1

2. Elektron dan muon 1

3. Proton dan pion bermuatan 2 4. Partikel-α, fragmen fisi dan ion

berat 20 5. Neutron En < 1 MeV

2

,

5

18

,

2

e

[ln(En)]2/6 1 MeV ≤ En ≤ 50 MeV [ln(2 )]2/6

0

,

17

0

,

5

e

En En > 50 MeV

2

,

5

3

,

25

e

[ln(0,04En)]2/6

3.4.2.4 Faktor Bobot Jaringan dan dosis efektif

Dosis efektif,

E

, didefinisikan sebagai jumlah terbobot dosis-dosis ekivalen jaringan berikut:

... (3.2)

dengan

w

T adalah faktor bobot jaringan untuk jaringan

T

dan

w

T = 1. Penjumlahan dilakukan atas semua organ dan jaringan tubuh manusia yang diperhitungkan peka terhadap

(30)

induksi efek stokastik. Nilai-nilai

w

T ini merepresentasikan andil organ dan jaring individu atas semua kerusakan radiasi dari efek stokastik. Satuan dosis efektif adalah J kg-1 dengan nama khusus sievert (Sv). Satuan ini sama dengan satuan dosis ekivalen. Dalam penggunaan harus dinyatakan secara jelas besaran yang digunakan.

Nilai wT untuk organ dan jaringan berdasarkan ICRP 103 (2007) diberikan pada Tabel 3-2. Nilai

w

T untuk jaringan lainnya (0,12) berlaku untuk dosis rata-rata 13 organ dan jaringan untuk tiap jender yang diberikan dalam catatan kaki di Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Faktor Bobot Jaringan,

w

T

No Jaringan/organ

w

T

(masing-masing)

1. Sumsum tulang merah, Usus besar, Paru, Lambung, Payudara, Jaringan lainnya*)

0,12

2. Gonad 0,08

3. Kandung kemih, Oesofagus, Hati,

Tiroid 0,04

4. Permukaan tulang, Otak, Kelenjar

ludah, Kulit 0,01

*)

Jaringan lainnya: Adrenal, daerah Extratorasik (ET), Kandung kemih empedu (gall bladder), Jantung, Ginjal, Node getah bening, Otot, Mukosa mulut, Pankreas, Prostat (♂), Usus halus, Limpa, Timus, Rahim/Leher rahim (♀).

3.5 Pengkajian Paparan Radiasi

3.5.1 Paparan Radiasi Eksternal

Pengkajian dosis terhadap paparan radiasi dari sumber eksternal biasanya dilakukan dengan memantau individu dengan menggunakan dosimeter perorangan yang dikenakan di tubuh, atau misalnya dalam kasus pengkajian prospektif, dengan mengukur atau memperkirakan dosis ekivalen ambien,

H*(10), dan menerapkan koefisien konversi yang sesuai. Besaran operasional untuk pemantauan individu adalah Hp(10)

(31)

dan Hp(0,07). Jika dosimeter perorangan dikenakan di suatu posisi yang mewakili paparan pada tubuh, untuk dosis rendah dan dengan asumsi keseragaman paparan seluruh tubuh,

Hp(10) memberikan nilai dosis efektif yang cukup seksama

untuk tujuan proteksi radiasi

3.5.2 Paparan Radiasi Internal

Sistem pengkajian dosis untuk pemasukan radionuklida mengandalkan pada perhitungan, yang diperlakukan sebagai besaran operasional untuk pengkajian dosis paparan internal. Pemasukan dapat diperkirakan baik dari pengukuran langsung (misalnya pemantauan eksternal seluruh tubuh atau organ dan jaringan tertentu) atau pengukuran tidak langsung (misalnya, air seni atau tinja), atau pengukuran pada sampel lingkungan, dan penerapan model biokinetik. Selanjutnya, dosis efektif dihitung dari pemasukan menggunakan koefisien dosis yang direkomen-dasikan oleh ICRP untuk sebagian besar radionuklida. Koefisi-en dosis diberikan untuk anggota masyarakat dari berbagai usia dan untuk orang dewasa yang terpapari karena pekerjaannya.

Radionuklida yang terdapat dalam tubuh manusia meradiasi jaringan selama jangka waktu yang ditentukan oleh waktu-paro fisik dan retensi biologis dalam tubuh. Dengan demikian, radionuklida tersebut dapat memberikan peningkatan dosis pada jaringan tubuh selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah pemasukan. Kebutuhan untuk mengatur paparan radionuklida dan akumulasi dosis radiasi selama waktu yang lama telah membawa pada definisi dari besaran dosis terikat. Dosis terikat dari radionuklida dalam tubuh adalah dosis total yang diperkirakan akan diterima dalam jangka waktu tertentu. Dosis ekivalen terikat,

H

T

(

τ

)

, dalam sebuah jaringan atau organ

T

didefinisikan sebagai:

( ) ∫

( )

̇

... (3.3)

dengan

τ

adalah waktu integrasi setelah waktu pemasukan t0. Untuk selanjutnya, besaran dosis efektif terikat

E

(

τ

)

dinyatakan sebagai:

(32)

( ) ∑

( )

... (3.4)

Untuk memenuhi batasan dosis, ICRP merekomendasi-kan bahwa dosis terikat ditetapmerekomendasi-kan pada tahun pemasumerekomendasi-kan terjadi. Untuk pekerja, dosis terikat biasanya dievaluasi selama lebih dari 50 tahun setelah pemasukan. Jangka waktu terikat 50 tahun adalah suatu nilai yang dipertimbangkan oleh ICRP sebagai harapan usia pekerja dihitung sejak ia masuk kerja di usia muda. Dosis efektif terikat dari pemasukan radionuklida juga digunakan dalam penentuan dosis perkiraan untuk anggo-ta masyarakat. Dalam kasus ini, jangka waktu terikat 50 anggo-tahun dianjurkan untuk orang dewasa. Untuk bayi dan anak-anak, dosis dievaluasi hingga usia 70 tahun.

Dosis efektif dari pemasukan radionuklida karena kerja dinilai berdasarkan pemasukan pekerja dan koefisien dosis acuan. Perhitungan koefisien dosis untuk radionuklida tertentu (Sv·Bq-1) menggunakan model biokinetik dan dosimetrik yang telah didefinisikan. Model-model tersebut digunakan untuk menggambarkan masuknya berbagai bentuk kimia radionuklida ke dalam tubuh dan distribusinya serta retensi setelah masuk ke darah. Fantom pria dan wanita komputasi juga digunakan untuk menghitung, untuk serangkaian sumber, fraksi energi yang dipancarkan dari suatu daerah sumber S yang diserap di daerah target

T

. Perkiraan ini dianggap memadai untuk tugas-tugas utama dalam proteksi radiasi.

Koefisien dosis efektif terikat rata-rata jenis kelamin

e

(

τ

)

untuk pemasukan radionuklida tertentu dihitung menurut persamaan:

( ) ∑

[

( )

( )

]

... (3.5)

dengan wT adalah faktor bobot jaringan untuk jaringan

T

, dan ( ) dan ( ) adalah koefisien dosis ekivalen terikat untuk jaringan

T

dari pria dan wanita, masing-masing, untuk periode terikat

T

. Penjumlahan dalam persamaan (3.5) juga berlaku

(33)

pada koefisien dosis ekivalen terikat untuk jaringan lainnya (remainder), baik pria maupun wanita.

3.5.3 Paparan Pekerjaan

Dalam pemantauan paparan pekerjaan (occupational exposure) radiasi eksternal, dosimeter perorangan mengukur dosis ekivalen perorangan Hp(10). Nilai yang terukur ini diang-gap sebagai penilaian terhadap dosis efektif dengan asumsi keseragaman paparan seluruh tubuh. Untuk paparan internal, dosis efektif terikat umumnya ditentukan dari pengkajian terhadap pemasukan radionuklida dari pengukuran bioassay

atau besaran lain (misalnya aktivitas yang terjadi di dalam tubuh atau di dalam tinja sehari-hari). Dosis radiasi ditentukan dari pemasukan menggunakan koefisien dosis yang dianjurkan oleh ICRP 68 atau BSS 115.

Dosis yang diperoleh dari pengkajian paparan peker-jaan radiasi eksternal dan pemasukan radionuklida digabung-kan untuk penentuan nilai total dosis efektif, E, untuk pemenuh-an bataspemenuh-an dosis dpemenuh-an pembatas dosis (dose constraint) dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

( ) ( )

... (3.6)

dengan Hp(10) adalah dosis ekivalen perorangan dari paparan eksternal dan E(50), dosis efektif terikat dari paparan internal, ditentukan dengan:

( ) ∑ ( ) ∑ ( ) ... (3.7)

dengan

( ) : koefisien dosis efektif terikat untuk aktivitas

pema-sukan melalui inhalasi dari suatu radionuklida j;

: aktivitas pemasukan dari suatu radionuklida j

mela-lui inhalasi;

( ) : koefisien dosis efektif terikat untuk aktivitas

pema-sukan dari suatu radionuklida j melalui injesi (jalur pencernaan), dan

: aktivitas pemasukan dari radionuklida j melalui injesi.

(34)

Dalam perhitungan dosis efektif dari radionuklida tertentu, kelonggaran mungkin perlu dibuat untuk karakteristik dari materi yang masuk ke dalam tubuh.

Koefisien dosis yang digunakan dalam persamaan (3.7) adalah yang ditetapkan oleh ICRP tanpa meninggalkan karak-teristik anatomis, fisiologis, dan biokinetik Pria Acuan (Reference Man) dan Wanita Acuan (Reference Female) sebagaimana diberikan dalam ICRP 2002. Nilai koefisien dosis memperhitungkan karakteristik fisik dan kimia dari pemasukan, termasuk diameter aerodinamik median aktivitas (AMAD) dari aerosol yang terhirup dan bentuk kimia zat partikulat di mana radionuklida tertentu menempel. Dosis efektif yang ditetapkan dalam rekaman dosis pekerja adalah nilai di mana Orang Acuan (Reference Person) terpapar medan radiasi dan aktivitas pemasukan yang dialami oleh pekerja. Jangka waktu terikat 50 tahun merupakan periode akumulasi dosis yang mungkin selama usia kerja (ini hanya relevan untuk radionuklida dengan waktu paro fisik panjang dan retensi yang lama di jaringan tubuh).

Dalam kasus yang langka dari andil signifikan paparan eksternal berdaya tembus radiasi lemah, andil dosis kulit terhadap dosis efektif perlu dipertimbangkan selain persyaratan yang diberikan dalam persamaan (3.10) untuk pengkajian dosis efektif. Dosis radiasi dari isotop Radon, terutama 222Rn, dan produk-produk peluruhannya mungkin juga perlu dipertimbang-kan dalam pengkajian dosis secara keseluruhan (ICRP 65).

Dalam keadaan tertentu pemantauan individu dengan dosimeter perorangan tidak dilakukan, seperti paparan petugas penerbangan, pengkajian dosis efektif dapat diperoleh dari nilai besaran dosis ekivalen ambien, H*(10). Dosis efektif kemudian dihitung dengan menggunakan faktor-faktor yang sesuai dari data di daerah radiasi, atau dengan menghitung dosis efektif secara langsung dari data tersebut.

3.5.4 Paparan Masyarakat

Prinsip-prinsip dasar perkiraan dosis efektif bagi anggota masyarakat sama seperti bagi pekerja. Dosis efektif tahunan untuk anggota masyarakat adalah jumlah dosis efektif yang diperoleh dalam satu tahun dari paparan eksternal dan dosis efektif terikat dari radionuklida yang masuk ke tubuh

(35)

dalam tahun tersebut. Dosis ini tidak diperoleh dengan pengu-kuran langsung paparan perorangan seperti pada paparan pekerjaan tetapi terutama ditentukan oleh pengukuran efluen dan lingkungan, perilaku data, dan pemodelan. Komponen akibat pelepasan efluen radioaktif dapat diperkirakan dengan pemantauan efluen untuk instalasi yang sudah ada, atau prediksi efluen dari instalasi atau sumber selama periode desain. Informasi tentang konsentrasi radionuklida dalam efluen dan lingkungan digunakan bersama-sama dengan pemodelan radioekologi (analisis jalur transportasi lingkungan, melalui udara, air, tanah, sedimen, tanaman, dan hewan kepada manusia) untuk mengkaji dosis dari paparan radiasi eksternal dan pemasukan radionuklida. Kelengkapan informasi ini diberikan dalam Annex B, ICRP 103.

3.5.5 Aplikasi Dosis Efektif

Kegunaan dasar dan pokok dari dosis efektif dalam proteksi radiasi bagi pekerja dan masyarakat umum adalah: a. pengkajian dosis prospektif untuk perencanaan dan

opti-misasi proteksi; dan

b. pengkajian dosis retrospektif untuk menunjukkan peme-nuhan terhadap batas dosis, atau untuk membandingkan dengan pembatas dosis atau tingkat acuan (reference level).

Dalam pengertian ini, dosis efektif digunakan untuk tujuan regulasi di seluruh dunia. Dalam praktek penerapan proteksi radiasi, dosis efektif digunakan untuk mengelola risiko efek stokastik pekerja dan masyarakat umum. Perhitungan dosis efektif atau koefisien konversi yang sesuai untuk paparan eksternal dan koefisien dosis paparan internal, didasarkan pada dosis serap, faktor pembobotan (wR dan wT), dan nilai-nilai acuan tubuh manusia serta organ-organ dan jaringannya. Dosis efektif tidak didasarkan pada data dari perorangan. Dalam penerapan umumnya, dosis efektif tidak memberikan dosis spesifik-individu melainkan untuk Orang Acuan dalam suatu situasi paparan tertentu.

Ada beberapa keadaan dengan nilai-nilai parameter dapat diubah dari nilai-nilai acuan dalam perhitungan dosis efektif. Oleh karena itu, adalah penting untuk membedakan

(36)

antara nilai-nilai parameter acuan yang dapat berubah dalam perhitungan dosis efektif dalam situasi paparan tertentu dan nilai-nilai yang tidak dapat diubah dalam definisi dosis efektif (misalnya faktor bobot). Dengan demikian, dalam pengkajian dosis efektif dalam situasi paparan pekerjaan, perubahan dapat dilakukan misalnya berkaitan dengan karakteristik suatu daerah radiasi eksternal (sebagai contoh arah paparan) atau karakte-ristik fisik dan kimia dari radionuklida yang terhirup atau tercerna. Dalam kasus seperti itu perlu menyatakan dengan jelas penyimpangan dari nilai-nilai parameter acuan.

Dalam pengkajian dosis retrospektif untuk individu tertentu yang mungkin secara substansial melebihi batasan dosis, dosis efektif dapat memberikan takaran pendekatan awal dari keseluruhan kerusakan (detriment). Jika dosis radiasi dan risiko perlu dikaji dengan cara yang lebih akurat, diperlukan perkiraan spesifik lanjutan dosis organ atau jaringan, terutama jika risiko organ spesifik bagi individu tertentu diperlukan.

Dosis efektif dimaksudkan untuk digunakan sebagai besaran proteksi berdasarkan nilai-nilai acuan dan karena itu tidak direkomendasikan untuk evaluasi epidemiologi, juga tidak dianjurkan digunakan untuk penyelidikan tertentu retrospektif yang rinci dari paparan dan risiko perorangan. Sebaliknya, dosis terserap harus digunakan dengan efektivitas biologis biokinetik paling tepat dan data faktor risiko. Dosis organ atau jaringan, bukan dosis efektif, diperlukan untuk mengkaji kemungkinan induksi kanker dalam individu terpapar.

Penggunaan dosis efektif tidak sesuai untuk pengkajian reaksi jaringan. Dalam situasi seperti itu perlu untuk memperki-rakan dosis serap dan memperhitungkan RBE (Relative Biological Effectiveness) yang sesuai sebagai dasar pengkajian atas efek radiasi (Annex B, ICRP 103).

3.5.6 Dosis Efektif Kolektif

Dosis kolektif diperlukan untuk menyatakan efek radiasi pada suatu kelompok orang, terutama terhadap paparan peker-jaan, untuk maksud optimisasi proteksi radiasi (ICRP 26, ICRP 60). Besaran ini memperhitungkan paparan semua individu dalam suatu kelompok selama kurun waktu operasional tertentu di daerah radiasi. Dosis efektif kolektif S dihitung

(37)

sebagai penjumlahan semua dosis efektif individu pada kurun waktu tertentu atau selama operasi. Nama khusus yang digunakan untuk besaran dosis efektif kolektif adalah „ orang-sievert’. Dalam proses optimisasi, tindakan proteksi radiasi dan skenario operasional dibandingkan dalam kerangka pengkajian dosis efektif individu dan kolektif yang diharapkan.

Dosis efektif kolektif, S, didasarkan pada asumsi hubungan efek dosis linear untuk efek stokastik tanpa ambang (model LNT, linear non-thresholds). Atas dasar ini, maka dimungkin untuk menganggap dosis efektif bersifat aditif.

Dosis efektif kolektif adalah sebuah alat optimisasi, untuk membandingkan teknologi radiasi dan prosedur proteksi. Dosis efektif kolektif tidak dimaksudkan sebagai alat untuk studi epidemiologi, dan tidak sepantasnya menggunakan besaran tersebut dalam proyeksi risiko. Hal ini karena asumsi implisit dalam perhitungan dosis efektif kolektif (misalnya, ketika mene-rapkan model LNT) menyembunyikan ketidakpastian biologis dan statistik yang besar. Khususnya, perhitungan kematian akibat kanker berdasarkan dosis efektif kolektif yang melibatkan paparan sepele pada populasi besar menjadi tidak masuk akal dan harus dihindari. Perhitungan semacam itu yang didasarkan pada dosis efektif kolektif tidak dikehendaki, yang secara biologis dan statistik sangat tidak pasti.

Untuk menghindari penggabungan yang tidak tepat, misalnya dosis individu sangat rendah selama jangka waktu yang panjang dan wilayah geografis yang luas, syarat-syarat pembatasan perlu ditetapkan. Rentang dosis dan jangka waktu harus ditentukan. Dosis efektif kolektif yang disebabkan nilai dosis efektif individu antara E1 dan E2 didefinisikan sebagai:

(

) ∫ (

)

... (3.8) dengan (dN/dE)dE menyatakan jumlah individu yang terpapar dosis efektif antara E dan E + dE dalam jangka waktu ∆T. Bila

kisaran dosis individu besarnya merentang hingga beberapa orde, distribusinya harus dicirikan dengan membaginya menjadi beberapa kisaran dosis perorangan, tiap kisaran besarnya tidak melebihi dua atau tiga orde, dengan ukuran populasi, dosis

(38)

perorangan rata-rata, dan ketidakpastian ditentukan terpisah untuk tiap kisaran.

3.6 Tingkatan Proteksi Radiasi

Pada ICRP 60, efek kontribusi dosis perorangan dari suatu sumber tidak bergantung efek dosis dari sumber lainnya. Untuk banyak tujuan, tiap sumber atau kelompok sumber biasa-nya diperlakukan berbeda. Untuk itu perlu mempertimbangkan paparan perorangan yang dipapari oleh sumber atau kelompok sumber ini. ICRP 103 menekankan perlunya pendekatan „source-related‟ ini karena tindakan dapat diambil pada suatu

sumber untuk meyakinkan proteksi suatu kelompok individu dari sumber tersebut.

Dalam situasi paparan yang direncanakan (kondisi operasi normal), pembatasan source-related terhadap dosis perorangan disebut pembatas dosis (dose constraint). Untuk paparan potensial konsep yang serupa adalah pembatas risiko (risk constraint). Untuk situasi paparan kedaruratan dan exist-ing, pembatasan source-related-nya adalah tingkat acuan. Konsep pembatas dosis dan tingkat acuan digunakan dalam proses optimisasi proteksi untuk membantu pencapaian bahwa semua paparan dijaga serendah yang dapat dicapai secara layak dengan memperhatikan faktor sosial dan ekonomi.

Dalam kasus tertentu situasi-paparan-yang-direncana-kan, pembatasan terpisah pada jumlah dosis pekerja dan pada jumlah dosis masyarakat disyaratkan. Pembatasan „ individual-related‟ ini dinyatakan dalam pembatasan dosis.

3.7 Prinsip Proteksi Radiasi

Prinsip proteksi radiasi berdasarkan Basic Safety Standard (BSS) 115*) terdiri atas 3 unsur yaitu:

a. Justifikasi

Justifikasi adalah semua kegiatan yang melibatkan paparan radiasi hanya dilakukan jika menghasilkan nilai lebih atau memberikan manfaat yang nyata (azas manfaat). Justifikasi

*)

International Basic Safety Standards for Protection againts Ionizing Radiation and for the Safety of Radiation Source.

(39)

dari suatu rencana kegiatan atau operasi yang melibatkan paparan radiasi dapat ditentukan dengan mempertimbang-kan keuntungan dan kerugian dengan menggunamempertimbang-kan analisa untung-rugi untuk meyakinkan bahwa akan terdapat keun-tungan lebih dari dilakukannya kegiatan tersebut.

b. Optimasi

Pada optimasi semua paparan harus diusahakan serendah yang layak dicapai (As Low As Reasonably Achievable ALARA) dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Syarat ini menyatakan bahwa kerugian/kerusakan dari suatu kegiatan yang melibatkan radiasi harus ditekan serendah mungkin dengan menerapkan peraturan proteksi. Dalam pelaksanaannya, syarat ini dapat dipenuhi misalnya dengan pemilihan kriteria desain atau penentuan nilai batas/tingkat acuan bagi tindakan yang akan dilakukan. c. Pembatasan

Pada pembatasan semua dosis ekivalen yang diterima oleh seseorang tidak boleh melampaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan. Pembatasan dosis ini dimaksud untuk menjamin bahwa tidak ada seorang pun terkena risiko radiasi baik efek sotakastik maupun efek deterministik akibat dari penggunaan radiasi maupun zat radioaktif dalam keada-an normal.

3.8 Proteksi Lingkungan

Proteksi lingkungan ditujukan untuk mempertahankan keragaman biologis agar terjaga konservasi spesies, dan melindungi kesehatan dan status habitat alam, komunitas, dan ekosistem.

Hingga saat ini dipercaya bahwa proteksi terhadap manusia dalam kaitannya dengan situasi paparan yang direnca-nakan dengan melaksadirenca-nakan suatu standar pengendalian lingkungan yang diperlukan untuk melindungi masyarakat akan juga melindungi lingkungan. Hal ini kemungkinan dapat tidak berlaku untuk situasi paparan kedaruratan dan existing.Untuk itu ICRP sekarang (ICRP 103) mulai mempertimbangkan untuk

(40)

perlunya rekomendasi proteksi lingkungan untuk semua situasi paparan.

Pada dasarnya perkembangan terkait proteksi ling-kungan masih sangat terbatas dan biasanya spesifik dari satu negara ke negara lain. Selain mempertahankan keragaman bio-logis juga dipertimbangkan konservasi bangunan kuno langka bernilai budaya tinggi.

(41)

BAB 4

PENGATURAN DAN PENGAWASAN TERHADAP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

4.1 Lingkup dan Tujuan

Bab ini berisi uraian tentang pengaturan dan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja agar dosis radiasi (eksternal dan internal) yang diterima para pekerja radiasi, tamu, pengunjung, dan bukan pekerja radiasi sekecil mungkin dalam batas yang diijinkan.

4.2 Pengaturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pengaturan keselamatan kerja di medan radiasi yang berkaitan dengan pembatasan dosis kerja radiasi, ketentuan tingkat radiasi dan kontaminasi daerah kerja serta pemeriksaan kesehatan pekerja mengacu pada BSS 115. Untuk membatasi peluang terjadinya efek stokastik pada pekerja radiasi, ditetap-kan batas dosis efektif 20 mSv dalam 1 tahun. Sedangkan untuk mencegah efek deterministik, batas dosis ekivalen sebe-sar 500 mSv dalam 1 tahun ditentukan untuk semua jaringan, kecuali lensa mata yang ditetapkan 150 mSv dalam 1 tahun seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 4.1. NBD untuk anggota masyarakat mengikuti pola penerapan untuk pekerja radiasi dengan nilai lebih rendah, yaitu sebesar 1 mSv dalam 1 tahun.

Tabel 4.1 Nilai Batas Dosis untuk Pekerja Radiasi dan Masyarakat

Penerapan Pekerja Radiasi Masyarakat Tahunan Triwulan Tahunan

Dosis Efektif 20 mSv*) 5 mSv 1,0 mSv Lensa mata 150 mSv 35 mSv 15 mSv Jaringan/organ lain 500 mSv 125 mSv 50 mSv Dosis wanita hamil

selama kehamilan 1 mSv ̶ ̶

*)

dosis efektif maksimal setahun sebesar 50 mSv dengan total 5 tahun sebesar 100 mSv.

(42)

NBD bagi wanita hamil didasarkan atas paparan pada janin sejak awal mengandung hingga melahirkan tidak melebihi 1 mSv. Agar NBD tidak terlampaui dilakukan pengawasan dosis radiasi eksternal dan internal.

Evaluasi dosis perorangan pekerja radiasi pada umum-nya dilakukan setiap triwulan berdasarkan atas penjumlahan penerimaan dosis radiasi eksternal dan internal serta memban-dingkan penerimaan tersebut terhadap NBD triwulan.

Pemeriksaan kesehatan rutin terhadap pekerja radiasi dilakukan minimal sekali dalam setahun untuk kondisi normal. Pemeriksaan kesehatan tambahan dapat dilakukan terhadap pekerja radiasi pada kondisi khusus. Pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi melalui sistem keselamatan radiasi yang terse-dia di KNS atau laboratorium yang ditunjuk oleh Pemegang Ijin.

4.3 Pengawasan Nilai Batas Dosis

4.3.1 Radiasi Eksternal

Pengawasan NBD untuk radiasi eksternal dilakukan dengan cara menggunaan dosimeter perorangan dan peman-tauan paparan radiasi daerah kerja.

4.3.1.1 Pemantauan Dosis Perorangan

Pemantauan dosis radiasi perorangan dilakukan secara eksternal dan internal. Pemantauan eksternal dilakukan dengan menggunakan dosismeter perorangan (TLD dan dosimeter pena/saku). Pemantauan internal dilakukan secara in-vivo dan/atau in-vitro. Pemantauan dosis perorangan ini secara rinci dijelaskan pada Bab 5.

4.3.1.2 Pemantauan Paparan Radiasi Daerah Kerja

Untuk mencegah NBD tidak terlampaui, maka dilaku-kan pemantauan paparan radiasi daerah kerja, pengaturan waktu (lama) kerja dan pengaturan pekerja radiasi. Lebih detail tentang pemantauan paparan radiasi di daerah kerja diterang-kan dalam Bab 6.

(43)

4.3.2 Pembatas Dosis (Dose Constraint)

Untuk penerapan optimisasi proteksi radiasi dan kese-lamatan radiasi agar besar dosis yang diterima pekerja radiasi serendah mungkin sesuai dengan prinsip ALARA, maka dite-rapkan konsep pembatas dosis di KNS. Pembatas dosis adalah suatu nilai batas atas prospektif dosis pekerja radiasi yang tidak boleh melampaui NBD. Komisi Proteksi Radiasi KNS mereko-mendasikan Pembatas Dosis lebih kecil dari 20 mSv. Setiap Pemegang Izin (PI) menetapkan pembatas dosis sesuai dengan karakteristik masing-masing fasilitas. PI menetapkan sasaran ALARA untuk maksud optimasi penerimaan dosis. Dari hasil sasaran ALARA dapat ditentukan pembatas dosis yang baru.

4.3.3 Pengawasan Pengunjung, Tamu dan Pekerja Non-Radiasi

Nilai Batas Dosis bagi pengunjung, tamu atau pun personal yang bukan pekerja radiasi (non-radiasi) dikategorikan sebagai NBD anggota masyarakat. Mereka meliputi:

a. Pekerja administrasi di KNS atau tidak bekerja di daerah radiasi.

b. Pengunjung yang berada di KNS dalam waktu relatif singkat (8 jam).

c. Kontraktor, pemasok bahan/barang atau pun para pegawainya.

d. Tamu (peneliti, mahasiswa atau siswa magang) yang bekerja di daerah radiasi dan tinggal/bekerja kurang dari satu bulan.

e. Para pengunjung lain seperti sopir/buruh angkutan barang, pelayan dan perbaikan telepon, air, listrik atau pun pemasang peralatan.

Pengunjung/tamu yang masuk ke daerah kerja radiasi diberi dosimeter saku/pena, dan diserahkan kepada petugas keselamatan jika pengunjung/tamu keluar dari daerah radiasi untuk dibaca/dievaluasi.

NBD untuk siswa magang berumur di atas 18 tahun yang sedang melaksanakan pelatihan atau praktek kerja atau yang karena keperluan pendidikannya terpaksa menggunakan

(44)

sumber radiasi atau berada di medan radiasi, sama dengan NBD pekerja radiasi.

NBD untuk siswa magang berumur antara 16 sampai dengan 18 tahun yang sedang melaksanakan pelatihan atau kerja praktek, atau yang karena keperluan pendidikannya terpaksa menggunakan sumber radiasi atau berada di daerah radiasi adalah 6 mSv per tahun.

4.4 Penyinaran Abnormal dalam Kedaruratan atau Kecelakaan

Untuk membatasi dosis terhadap pekerja dan anggota masyarakat akibat pelepasan tak terkendali bahan radioaktif (release) diperlukan perencanaan (kesiapsiagaan) yang rinci dalam menghadapi kedaruratan dan latihan kedaruratan secara berkala. PI diwajibkan membuat Program Kesiapsiagaan Kedaruratan Nuklir untuk fasilitasnya. Untuk konsekuensi kecelakaan dalam- dan lepas-kawsan, disusun Program Kesiapsiagaan Kedaruratan Nuklir KNS yang dikoordinasikan oleh PKTN. Program kesiapsiagaan tersebut mengatur infra struktur dan kesiapan fungsi penanggulangan. Juga diatur latihan atau gladi kedaruratan nuklir baik parsial maupun terpadu yang melibatkan.

Dalam keadaan darurat, seorang sukarelawan dapat menerima dosis berlebih untuk maksud penyelamat jiwa atau mencegah luka/sakit yang lebih parah, atau untuk mencegah peningkatan bahaya yang sangat besar. Dosis maksimum seluruh tubuh yang dapat ditoleransi untuk penyelamatan jiwa adalah 1 Gy dalam 2 hari. Bila dalam operasi ini diperkirakan dosis radiasi lebih besar daripada 1 Gy, maka risiko radiasi harus diperhitungkan dengan sangat cermat dengan memper-timbangkan satu pertimbangan laju dosis di tempat kecelakaan, kondisi korban dan kemungkinan untuk bertahan hidup.

Dalam keadaan kedaruratan nuklir mungkin terjadi beberapa pekerja radiasi menerima dosis berlebih. Penyelamat-an jiwa mPenyelamat-anusiadi medPenyelamat-an radiasi tinggi dilakukPenyelamat-an oleh petugas yang berkompeten. Tiap situasi yang terjadi pada kondisi daru-rat harus diperhitungkan dengan cermat oleh petugas proteksi radiasi sebagai dasar mengambil keputusan.

(45)

Dalam kecelakaan, dosis radiasi yang diterima korban kecelakaan atau pun petugas penanggulangan kecelakaan harus dievaluasi dan dilaporkan secara terpisah. Apabila dosis yang diterima melampaui 100 mSv harus dilakukan pemeriksa-an kesehatpemeriksa-an khusus.

4.5 Pemantauan Kesehatan

PI berkewajiban melakukan pemantauan kesehatan pekerja radiasi dan non-radiasi di KNS berupa pemeriksaan kesehatan meliputi pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan fisik untuk menjamin ada atau tidak pengaruh kesehatan akibat dari kegiatan atau pekerjaannya.

Calon pekerja radiasi sebelum bekerja menggunakan sumber radiasi atau bertugas di daerah radiasi harus telah menjalani pemeriksaan fisik dan laboratorium.

Selama masa bekerja, pekerja mendapat pemeriksaan kesehatan fisik dan laboratorium dengan pengaturan sebagai berikut:

a. Pekerja radiasi dan Pekerja non-radiasi (pekerja administrasi/sekretariat) diperiksa minimal 1 tahun sekali. b. Mahasiswa magang, kontraktor, peneliti/ahli yang

berkun-jung dan bekerja di medan radiasi KNS kurang dari enam bulan wajib menjalani pemeriksaan kesehatan fisik sebelum bekerja.

c. Mahasiswa magang, kontraktor, peneliti/ahli yang berkun-jung dan bekerja di medan radiasi KNS lebih dari enam bulan wajib menjalani pemeriksaan kesehatan fisik dan laboratorium sebelum bekerja dengan biaya diluar tanggung jawab PI.

d. Pada keadaan kecelakaan radiasi dilakukan pemantauan kesehatan khusus bagi yang menerima dosis melebihi 100 mSv.

Hasil pemeriksaan kesehatan pekerja diarsipkan dalam data kesehatan pekerja yang ditangani oleh klinik KNS atau klinik yang ditunjuk oleh PI. Hasil pemeriksaan kesehatan dilaporkan kepada PI yang bersangkutan untuk penatalaksana-an kesehatpenatalaksana-an.

(46)

Jika pekerja radiasi mendapat dosis berlebih akibat tugasnya sehari-hari atau mengalami kecelakaan radiasi, maka petugas kesehatan menanggulangi keadaan korban tersebut bersama dengan Bidang Keselamatan terkait. Bila keadaan korban tidak dapat ditanggulangi dengan fasilitas yang ada di KNS maka petugas kesehatan klinik KNS mengirim korban ke rumah sakit.

Pekerja radiasi yang akan pensiun atau tidak akan bertugas sebagai pekerja radiasi secara permanen harus menjalani pemeriksaan fisik dan laboratorium. Dalam hal ini hanya pekerja radiasi yang pemeriksaan kesehatan terakhirnya lebih dari 6 bulan.

Pemegang ijin memfasilitasi konseling kesehatan kepa-da pekerja radiasi yang menerima dosis berlebih.

(47)

BAB 5

PEMANTAUAN DOSIS RADIASI PERORANGAN

5.1 Lingkup dan Tujuan

Dalam bab ini dijelaskan mengenai jenis pemantauan, kriteria pekerja yang dipantau, metode pemantauan, periode pemantauan, pencatatan dan penyimpanan dosis radiasi, pelaporan dosis radiasi, serta penanganan dosis berlebih.

Pemantauan dosis radiasi perorangan dilakukan untuk mengetahui besarnya dosis yang diterima pekerja radiasi dalam rangka mematuhi ketentuan batasan dosis.

5.2 Jenis Pemantauan Dosis Radiasi Perorangan

Pemantauan dosis radiasi perorangan dilakukan dengan 2 macam pemantauan yaitu:

a. Pemantauan dosis radiasi eksternal b. Pemantauan dosis radiasi internal.

Pemantauan dosis radiasi eksternal dilakukan dengan menggunakan dosimeter perorangan. Pemantauan dosis radiasi internal dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu:

a. Pemantauan pekerja radiasi secara langsung (in-vivo)

b. Pemantauan pekerja radiasi secara tidak langsung (in-vitro)

5.3 Kriteria Pekerja Radiasi Yang Dipantau

Pekerja radiasi yang mendapat pemantauan dosis adalah pekerja radiasi yang diperkirakan menerima dosis efektif per tahun > 1 mSv. Pekerja radiasi yang akan bekerja di medan radiasi tinggi dianjurkan untuk menggunakan dosimeter tam-bahan misalnya dosimeter pena yang dapat dibaca langsung.

Tamu atau pengunjung lainnya yang bukan pekerja radiasi, jika akan memasuki daerah kerja pengendalian tidak perlu mengenakan dosimeter perorangan. Pemantauan dosis radiasi internal diutamakan diberikan kepada pekerja radiasi yang menangani bahan radioaktif/sumber radiasi terbuka dengan potensi kontaminasi internal dan diperkirakan akan menerima dosis terikat efektif pertahun > 1 mSv. Bagi pekerja

Gambar

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Proteksi Radiasi BATAN
Gambar 2.2  Struktur Organisasi Proteksi Radiasi   PT. Batan Teknologi
Tabel 3.1  Faktor bobot radiasi,  w R
Tabel 3.2  Faktor Bobot Jaringan,  w T
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tulisan ini akan membahas lebih lanjut mengenai pemantauan dosis eksterna pekerja radiasi menggunakan dosimeter perorangan dengan menitikberatkan pada upaya

Telah dilakukan evaluasi dosis pada dosimeter OSL komersial InLight XA yang tidak diannealing dan tidak mendapat paparan radiasi, uji linieritas dosimeter OSL, dan evaluasi dosis

Tulisan ini akan membahas lebih lanjut mengenai pemantauan dosis eksterna pekerja radiasi menggunakan dosimeter perorangan dengan menitikberatkan pada upaya

Pemantaun dosis radiasi yang diterima pekerja radiasi Pusat Teknologi Limbah Radioaktif Serpong tahun 2012 dilakukan dengan pemantauan dosis radiasi eksternal dan

Pengalaman telah membuktikan bahwa dengan menggunakan sistem pembatasan dosis terhadap penyinaran tubuh (baik radiasi eksterna maupun internal)

Tulisan ini akan membahas lebih lanjut mengenai pemantauan dosis eksterna pekerja radiasi menggunakan dosimeter perorangan dengan menitikberatkan pada upaya

Efek deterministik merupakan efek yang dapat terjadi pada suatu organ atau jaringan tubuh tertentu yang menerima radiasi dengan dosis tinggi, sementara efek stokastik merupakan

(1) Pembatas Dosis untuk Pekerja Radiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf a ditetapkan oleh pemegang izin Pemanfaatan Tenaga Nuklir dengan persetujuan