• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

55

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian 1. Penyiapan Ekstrak Pegagan dan Analisis Kandungan Zat Gizi

Hasil Analisis Kualitatif Komponen Kimia Pegagan Segar

Fitokimia atau kimia tumbuhan telah berkembang menjadi disiplin ilmu tersendiri, berada diantara kimia organik bahan alam dan biokimia tumbuhan, serta berkaitan erat dengan keduanya. Bidang perhatian fitokimia adalah keanekaragaman senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimia, biosintesis, perubahan serta metabolismenya, penyebaran secara alamiah dan fungsi biologis. Analisis fitokimia atau uji fitokimia merupakan uji pendahuluan untuk mengetahui keberadaan senyawa kimia spesifik seperti alkaloid, senyawa fenol (termasuk flavonoid), steroid, saponin, dan terpenoid. Uji ini sangat bermanfaat untuk memberikan informasi jenis senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan. Senyawa-senyawa ini merupakan metabolit sekunder yang mungkin dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat. Analisis ini merupakan tahapan awal dalam isolasi senyawa bahan alam sehingga menjadi panduan bersama-sama dengan uji aktivitas biologis senyawa tersebut. Salah satu tujuan pengelompokan senyawa-senyawa aktif ini adalah untuk mengetahui hubungan biosintesis dan famili tumbuhan. Informasi ini sangat berguna bagi ahli sintesis kimia organik untuk memprediksi senyawa aktif tersebut sehingga dapat lebih berkhasiat. Tanaman yang diuji fitokimianya dapat berupa tanaman segar, kering yang berupa rajangan, serbuk, ekstrak atau dalam bentuk sediaan (Harborner, 1996).

Uji fitokimia yang dilakukan berdasarkan pada reaksi yang menghasilkan warna atau endapan. Selama bertahun-tahun uji warna sederhana dan reaksi tetes dikembangkan untuk menunjukkan adanya senyawa tertentu atau golongan tertentu karena sudah terbukti khas dan peka. Uji fitokimia masih sering digunakan dalam pencirian senyawa karena mudah dan tidak memerlukan peralatan yang rumit akan tetapi kadang kala tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan (Harborner, 1996).

(2)

Hasil analisis fitokimia secara kualitatif terhadap masing-masing bagian pegagan segar aksesi Boyolali disajikan pada Tabel 6. Dipilihnya aksesi Boyolali dalam penelitian ini karena aksesi ini merupakan salah satu dari nomor harapan yang mempunyai potensi hasil dan mutu yang baik dan telah direkomendasikan oleh Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Cimanggu Bogor. Bermawie

et al. (2008) dan Nugroho (2009) melaporkan bahwa terdapat keragaman pada

sifat morfologi kualitatif dan kuantitatif antar aksesi dan masing-masing aksesi mempunyai keunggulan yang berbeda.

Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa secara kualitatif daun, tangkai daun dan campuran tanaman pegagan mengandung senyawa alkaloid yang sama kuatnya. Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar, pada umumnya mencakup senyawa yang bersifat basa dan mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Banyak alkaloid bersifat terpenoid dan yang lainnya berupa senyawa aromatic yang mengandung gugus basa sebagai gugus rantai samping. Fungsi alkaloid dalam tumbuhan masih sangat kabur, meskipun masing-masing senyawa telah dinyatakan terlibat sebagai pengatur tumbuh, penghalau atau penarik serangga (Harborner, 1996). Senyawa alkaloid juga bermanfaat untuk menghambat pertumbuhan parasit plasmodium falciparum (Lusiana 2009) dan anti mikroba (Kurniasari 1999)

Flavonoid di bagian daun, tangkai daun dan campuran tanaman pegagan juga ditemukan dalam kualitas yang sama yaitu positif lemah. Berdasarkan strukturnya, semua flavonoid merupakan turunan senyawa induk flavon yang terdapat berupa tepung putih dan semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama. Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air dan dapat diekstrak dengan etanol 70%. Flavonoid berupa senyawa fenol, sehingga warnanya berubah bila ditambah basa atau ammonia. Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan yang berpembuluh, dan terikat pada gula sebagai glikosida serta aglikon flavonoid yang manapun yang mungkin saja terdapat dalam satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida (Harborner, 1996). Fungsi flavonoid adalah sebagai antioksidan penangkap radikal bebas, dan kemampuan daya antioksidan dari setiap isolat adalah berbeda (Sunarni et al. 2007).

(3)

Zainol et al. (2008) melaporkan bahwa bagian yang berbeda dari pegagan menghasilkan kandungan fitokimia yang berbeda pula. Keberadaan senyawa flavonoid dan senyawa fenolik lainnya di dalam pegagan sangat penting karena mempunyai efek multifungsi dengan donor hidrogen yang efektif (Zainol et al. 2003) dan juga sebagai antioksidan yang kuat (Hussin et al. 2007). Keberadaan flavonoid di dalam daun kemungkinan dipengaruhi oleh proses fotosintesis sehingga pada daun muda tidak banyak ditemukan senyawa tersebut. Keberadaan senyawa alkaloid dengan senyawa fenol dan terpenoid memberikan efek biologis yang baik dari tanaman ini (Rajkumar & Jebanesan 2005).

Tabel 6 Kandungan fitokimia dari masing-masing bagian pegagan

No Senyawa Hasil pemeriksaan

Daun Tangkai Daun Campuran 1 2 3 4 5 6 7 8 Alkaloid Saponin Tanin Fenolik Flavonoid Triterpenoid Steroid Glikosida ++ - - - + - + + ++ - - - + - +++ + ++ - - - + - +++ + Keterangan: - + ++ +++ : Negatif : Positif lemah : Positif : Positif kuat

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa kandungan steroid di bagian daun lebih lemah (+) dibandingkan dengan bagian tangkai daun (+++) dan keseluruhan tanaman (+++). Steroid adalah molekul kompleks yang larut di dalam lemak dengan empat cincin yang saling bergabung. Steroid yang paling banyak dijumpai adalah sterol yang merupakan steroid alkohol (Lehninger 1982). Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya adalah sistem cincin siklopentana perhidrofenantrena. Sterol yang terdapat pada tumbuhan tinggi terdapat dalam bentuk bebas dan sebagai glukosida sederhana (Harborne 1996). Kandungan steroid pada tanaman pegagan juga dipengaruhi oleh tingkat naungan. Pegagan

(4)

yang ditanam di bawah naungan 55% lebih banyak mengandung steroid dibanding dengan naungan 65% (Musyarofah et al. 2007). Di samping tingkat naungan, ketersedian unsur hara juga berpengaruh terhadap kandungan steroid (Kristina et al. 2009).

Hasil analisis terhadap kandungan glikosida di bagian daun, tangkai daun dan campuran tanaman pegagan menunjukkan kualitas yang sama yaitu positif lemah. Kandungan glikosida yang diperoleh dalam penelitian ini berbeda dengan laporan sebelumnya yang menyebutkan bahwa glikosida di dalam pegagan terdeteksi sangat kuat (++++) (Kristina et al. 2009; Nugroho 2009; Bermawie et al. 2008).

Untuk senyawa saponin, tanin, fenolik dan triterpenoid tidak terdeteksi secara kualitatif. Samy et al. (2011), melaporkan bahwa tannin dan flavonoid tidak terdeteksi pada analisis fitokimia. Sementara Kristina et al. (2009) melaporkan bahwa senyawa tersebut terdeteksi pada analisis fitokimia. Tidak terdeteksinya senyawa tersebut dalam proses pengujian fitokimia dapat disebabkan karena jumlah material yang dianalisis tidak mencapai jumlah minimal yang dibutuhkan di dalam bahan yang dianalisis (Zainol et al. 2008), asal bahan yang berbeda, dan mungkin juga karena waktu pengambilan sampel yang berbeda.

Kandungan Zat Gizi Pegagan Segar

Hasil analisis kandungan zat gizi dari pegagan segar secara rinci disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil analisis kandungan zat gizi pegagan segar

No Jenis Pemeriksaan Hasil analisis (%)

Daun Tangkai Daun Daun + T. Daun 1 2 3 4 5 6 7 Kadar air Kadar abu

Kadar abu tak larut asam Kadar sari dalam air Kadar sari dalam alkohol Kadar serat Kadar Protein 88,13 1,27 0,05 3,20 2,65 1,85 16,27 88,39 1,01 0,11 5,14 3,67 2,45 7,01 87,15 1,31 0,03 4,25 4,18 2,19 14,49

(5)
(6)

Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pegagan karena kandungan air dalam bahan pangan menentukan

acceptability (penerimaan), kesegaran dan daya tahan bahan pangan (Winarno

1997). Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan Buckle et al. (2007). Menurut Pramono (2005) jika kadar air dalam bahan masih tinggi dapat mendorong enzim melakukan aktivitasnya mengubah kandungan kimia yang ada dalam bahan menjadi produk lain yang mungkin tidak lagi memiliki efek farmakologi seperti senyawa aslinya.

Hasil analisis kadar air pada pegagan segar berkisar antara 87-88%, dan bagian daun serta tangkai daun mempunyai persentase sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan keseluruhan bagian tanaman. Nurjanah (2008) melaporkan bahwa terdapat perbedaan kadar air pada tanaman pegagan dari aksesi yang berbeda. Kadar air tertinggi dijumpai pada aksesi Cilember (87,25%) dan terendah pada aksesi Smukren (75,18%), sedangkan aksesi Boyolali 81,45%. Data ini menunjukkan bahwa terdapat variasi pada nilai kadar air meskipun dari aksesi yang sama. Afrida (2009) melaporkan bahwa tanaman pegagan yang dipupuk dengan fosfor tidak memberi pengaruh terhadap kandungan kadar air. Kadar Abu

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan abu total digunakan untuk berbagai tujuan, yaitu selain sebagai parameter nilai gizi dalam bahan makanan juga untuk mengetahui baik tidaknya suatu proses pengolahan, serta untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan. Penentuan kadar abu dilakukan dengan cara mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 600 o

Hasil analisis kadar abu menunjukkan bahwa pada bagian daun dan keseluruhan tanaman mempunyai persentase yang lebih baik dibandingkan dengan pada bagian tangkai daun. Data ini sejalan dengan hasil analisis mineral,

C sekitar 3-5 jam dan kemudian dilakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut dan berat abu yang tertinggal menunjukkan kadar abu (Indrayan et al. 2005).

(7)

bahwa sebagian besar kandungan mineral banyak dijumpai dibagian daun dan keseluruhan tanaman. Hasil analisis kadar abu yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan laporan Odhav et al. (2007).

Kadar Protein

Protein merupakan makromolekul yang terdiri dari polipeptida yang mempunyai rantai yang amat panjang, tersusun atas banyak unit asam amino. Masing-masing asam amino tersebut dihubungkan oleh suatu ikatan kovalen yang disebut ikatan peptida. Sebanyak dua puluh jenis asam amino berbeda terdapat secara alami dalam protein. Setiap protein dibedakan satu sama lain karena masing-masing mempunyai sekuen unit asam amino sendiri-sendir. Protein dibagi menjadi dua golongan utama yaitu protein globular dan protein serabut. Penggolongan ini berdasarkan bentuk dan sifat-sifat fisik tertentu. Protein globular rantai atau rantai-rantai polipeptida berlipat rapat-rapat menjadi bentuk globular atau bulat yang padat. Protein globular biasanya larut di dalam air dan hampir semua mempunyai fungsi gerak atau dinamik. Protein serabut bersifat tidak larut di dalam air, merupakan molekul serabut panjang, dengan rantai polipeptida yang memanjang pada satu sumbu dan tidak berlipat menjadi bentuk globular. Hampir semua protein serabut memberikan peranan strukturan atau pelindung (Lehninger 1982).

Salah satu cara yang paling banyak digunakan untuk menentukan kandungan protein suatu sediaan tumbuhan adalah berdasarkan reaksi warna antara pereaksi Folin-Ciocalteu dan ikatan polipeptida. Kandungan protein dapat juga ditentukan berdasarkan serapan UV pada panjang gelombang tertentu. Jumlah protein juga dapat dianalisis dengan cara mikro-Kjeldahl, berdasarkan penguraian dengan H2SO4 yang mengandung K2SO4-CuSO4

Hasil analisis kandungan protein pada pegagan segar berkisar antara 7-16%, dan bagian daun serta keseluruhan bagian tanaman mempunyai persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tangkai daun. Kandungan protein yang diperoleh pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan laporan Odhav et al. (2007) dan Kormin (2005). Lailani (2008) melaporkan bahwa kandungan protein total pada tanaman pegagan in vitro lebih tinggi dibanding

, kemudian titrasi ammonia yang dibebaskan (Harborne 1996).

(8)

dengan pegagan lapang. Diduga bahwa perbedaan kandungan protein tersebut karena perbedaan unsur hara pada media atau tanah.

Kadar Sari dalam Air dan Sari dalam Alkohol

Analisis kadar sari dalam air menunjukkan bahwa persentase tertinggi dijumpai di dalam bagian tangkai daun. Data ini menunjukkan bahwa bagian tangkai daun mempunyai kelarutan yang lebih baik di dalam air dibandingkan dengan dua bagian lainnya. Untuk analisis kadar sari dalam alkohol menunjukkan bahwa persentase tertinggi dijumpai pada keseluruhan bagian tanaman. Data secara keseluruhan menunjukkan bahwa kadar sari dalam air lebih baik dibandingkan dengan kadar sari dalam alkohol.

Analisis Mineral

Komposisi kandungan zat gizi mempunyai peran penting untuk meningkatkan kesehatan. Data hasil analisis kandungan mineral dan asiatikosida pegagan disajikan pada Tabel 8. Zainol et al. (2008) melaporkan bahwa bagian yang berbeda dari pegagan menghasilkan kandungan fitokimia yang berbeda pula. Laporan tersebut sejalan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, dimana di bagian daun kandungan asiatikosida lebih banyak dibandingkan dengan bagian tangkai daun. Hampir semua unsur kimia lebih banyak dijumpai di bagian daun kecuali kandungan K yang lebih banyak dijumpai di bagian tangkai daun. Rasyid

et al. (2011) melaporkan bahwa kandungan K pada pegagan segar adalah sebesar

2,19%. Kandungan K tersebut lebih rendah dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini. Perbedaan nilai ini mungkin saja disebabkan karena metoda analisis yang digunakan berbeda atau karena aksesi pegagan yang berbeda.

Kandungan asiatikosida di bagian daun juga lebih banyak dibandingkan dengan tangkai daun. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sejalan dengan laporan Aziz et al. (2007) yang melaporkan bahwa distribusi asiatikosida lebih banyak dijumpai di bagian daun, dibandingkan akar dan tangkai daun meskipun kandungan asiatikosida juga dipengaruhi oleh jenis pegagan, dan keadaan ini

(9)

dijumpai pada semua aksesi pegagan (Zainol et al. 2008), demikian juga pada tanaman pegagan hasil kultur jaringan (Kim et al. 2004).

Tabel 8 Data hasil analisis kandungan mineral dan asiatikosida di dalam bagian yang berbeda dari pegagan segar

No Unsur kimia Hasil pemeriksaan (%)

Daun Daun+T. Daun Tangkai Daun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 P K Na Mg Ca Cu Zn Fe Mn Asiatikosida 0,0249 2,36 ttd 1,58 2,06 0,0062 0,0091 0,0801 0,0046 2,48 0,0139 2,72 ttd 1,49 2,14 0,0087 0,0055 0,0505 0,0008 2,46 0,0334 2,69 ttd 0,83 1,00 0,0137 0,0051 0,0660 0,0009 2,39 Keterangan: ttd: Tidak terdeteksi

Kandungan asiatikosida sangat ditentukan oleh asal dan jenis (aksesi) pegagan. Bermawie et al. (2008) melaporkan bahwa kandungan asiatikosida dari 16 aksesi yang dianalisis berkisar antara 0,15-1,49%, kandungan asiatikosida yang tertinggi diperoleh dari pegagan asal Ungaran Jawa Tengah (1,49%) dan Sumedang Jawa Barat (1,37%), sedangkan aksesi Gunung Putri hanya mengandung 0,23%. Kandungan asiatikosida dari pegagan aksesi Gunung Putri yang diperoleh dalam penelitian ini lebih tinggi dari pada yang dilaporkan oleh Bermawie et al. (2008).

Bermawie et al. (2008) melaporkan bahwa kandungan asiatikosida pada pegagan aksesi Manoko yang ditanam di Cicurug Sukabumi adalah sebesar 0,15%, sedangkan hasil penelitian Riyadi et al. (2011) melaporkan bahwa kandungan asiatikosida dari pegagan aksesi Manoko yang ditanam di Manoko adalah sebesar 0,66%. Data ini menunjukkan bahwa kandungan asiatikosida juga sangat dipengaruhi oleh tempat penanamannya terutama ketinggian tempat penanamannya. Cicurug dan Manoko adalah dua lokasi yang sangat berbeda ketinggian tempatnya, dimana Cicurug berada pada ketinggian 550 m dpl,

(10)

sedangkan Manoko berada pada ketinggian 1200 m dpl. Data ini juga mengindikasikan bahwa kandungan asiatikosida di dalam pegagan kemungkinan akan diperoleh secara maksimal jika ditanam di tempat asalnya. Data di atas menunjukkan bahwa kandungan asiatikosida sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.

Tabel 9 Hasil analisis proksimat dan komposisi kimia per 100 g bahan segar Kandungan zat gizi Hasil analisis Referensi

Kadar air (g) 87,15 ND

Kadar abu (g) 1,31 2,06 a; 2,54

Kadar abu tak larut asam (g)

f

0,03 ND

Kadar sari dalam air (g) 4,25 ND Kadar sari dalam alkohol (g) 4,18 ND

Kadar serat (g) 2,19 18,33d; 1,92 Protein (g) f 14,49 2,4a; 4,58c; 9,94d; 3 Ca (mg) f 2.140 174 a; 1.994,28c; 1.060d; 2.425 P (mg) f 13,9 17 a; 370d; 327 K (mg) f 2.720 345 Na (mg) a ttd 107,8 Mg (mg) a 1.490 87 a; 271 Fe (mg) f 50,5 14,86 a; 43,26 c; 32d; 18 Zn (mg) f 5,5 0,97 a; 3,93b; 20 Cu (mg) f 8,7 0,24 a; 0,55 b; 7 Cr (mg) f NA 0,046 Mn (mg) a 4,6 23 Asiatikosida ( %) f 2,46 1,04e; 0,66c Keterangan: ttd: Tidak terdeteksi NA: Tidak dianalisis ND: Tidak ada data a. Gupta et al, 2005

b. Atukorala & Waidyanatha, 1987 c. Riyadi et al, 2011

d. KIRDI 2009- Laboratory analysis report on Centella asiatica Dalam Kiuru

et al. 2010

e. Bermawie et al, 2008 f. Odhav et al, 2007

(11)

Kandungan triterpenoid dan steroid juga sangat dipengaruhi oleh tingkat naungan. Meskipun tingkat naungan 75% dapat menghasilkan panjang tangkai daun yang cukup maksimal, namun secara kualitatif, kandungan triterpenoid dan steroid pada jenis pegagan tertentu sangat kuat terdeteksi pada tingkat naungan 25% sedangkan pada jenis pegagan lainnya tingkat naungan tidak mempunyai pengaruh yang negatif (Kurniawati et al. 2005).

Hampir semua mineral yang dianalisis paling banyak dijumpai di dalam bagian daun dan keseluruhan tanaman, sedangkan pada bagian tangkai daun semua unsur kimia yang dianalisis juga dijumpai namun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan dua bagian tanaman lainnya kecuali terhadap unsur K, Cu dan Fe. Jumlah mineral yang paling banyak dijumpai di dalam bahan segar (daun, tangkai dan keseluruhan tanaman) adalah unsur K dan Ca. Kadar protein juga paling banyak dijumpai di dalam daun dan keseluruhan bagian tanaman, sedangkan kadar asiatikosida relatif sama di semua bagian daun.

Perbandingan kandungan antara komposisi kimia hasil analisis seluruh bagian tanaman pegagan segar dengan referensi disajikan pada Tabel 9. Data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa terdapat variasi yang cukup tinggi antara hasil analisis dengan data referensi. Perbedaan nilai ini dapat saja terjadi karena perbedaan cara analisis, penanganan pascapanen, asal dan jenis (aksesi) bahan yang digunakan.

Kandungan Komposisi Kimia Ekstrak Pegagan

Ekstrak merupakan kumpulan senyawa-senyawa dari berbagai golongan yang terlarut di dalam pelarut yang sesuai, termasuk didalamnya senyawa-senyawa aktif atau yang tidak aktif (Sidik & Mudahar 2000). Ekstraksi bahan tumbuhan obat dengan pelarut yang sesuai (air, alkohol dan pelarut organik lain) menjadi ekstrak cair atau ekstrak kering banyak dilakukan untuk tujuan standarisasi sediaan obat herba sekaligus memberi keuntungan dari segi formulasi sediaannya (Sinambela 2003). Pemilihan pelarut sangat penting dalam proses ekstraksi sehingga bahan berkhasiat yang akan ditarik dapat tersari secara sempurna. Departemen Kesehatan merekomendasikan air, dan alkohol untuk cairan penyari ekstrak untuk keperluan bahan baku obat tradisional (Farouq 2003).

(12)

Hasil Analisis Proksimat Ekstrak Kering

Hasil analisis proksimat dari ekstrak etanol dan ekstrak air daun pegagan disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Hasil analisis proksimat dari ekstrak kering daun pegagan

No Jenis pemeriksaan

Hasil pemeriksaan (%)

Ekstrak etanol Ekstrak air

b/b b/k b/b b/k 1 2 3 4 5 Kadar air Kadar abu Kadar lemak Kadar karbohidrat Protein 2,16 3,26 2,14 89,82 2,61 - 3,33 2,19 91,80 2,67 6,44 3,21 2,13 85,54 2,68 - 3,43 2,28 91,43 2,86 Perbandingan hasil analisis proksimat antara basis basah dan basis kering terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak dan protein dari masing-masing ekstrak cenderung tidak terlalu berbeda kecuali terhadap kadar karbohidrat pada ekstrak air. Kadar karbohidrat menunjukkan nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan parameter proksimat lainnya, dengan demikian kadar dalam basis kering juga menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pada basis basah. Kadar karbohidrat di dalam ekstrak etanol pada basis basah cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak air, namun pada basis kering kadarnya cenderung sama karena kadar air dalam ekstrak air cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak etanol sehingga pengaliannya juga menjadi lebih tinggi.

Mineral

Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa di dalam bahan ekstrak banyak ditemukan mineral makro dan mikro kecuali unsur Fe dan Cu. Odhav et al. (2007), Gupta et al. (2005) dan Atukorala & Waidyanatha (1987) juga melaporkan bahwa di dalam pegagan banyak dijumpai mineral makro dan mikro seperti Ca, P, K, Na, Mg, Fe, Zn, Cu dan Mn. Manfaat klinis dari pegagan ini mungkin saja bukan hanya karena senyawa asiatikosida tapi juga mungkin karena unsur makro dan mikro mineral tersebut. Linder (2006) melaporkan bahwa makro

(13)

dan mikromineral memegang peranan penting dalam berbagai reaksi dan sistim metabolisme tubuh.

Kadar mineral yang terdapat di dalam bahan ekstrak dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan. Semua mineral lebih banyak ditemukan di dalam ekstrak air dibandingkan di dalam ekstrak etanol (Tabel 11), sedangkan kandungan asiatikosida (di dalam daun) cenderung lebih banyak ditemukan di dalam ekstrak etanol (16,03% vs 15,77%) (Tabel 12). Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa di dalam ekstrak air dan etanol tidak ditemukan unsur Fe dan Cu (Tabel 11) sedangkan hasil dari analisis bahan segar, unsur tersebut ada ditemukan (Tabel 8). Artinya, proses ekstraksi kemungkinan dapat menyebabkan hilangnya sebagian dari mineral penting di dalam bahan baku. Unsur Ca dan P di dalam ekstrak ditemukan dalam perbandingan yang ideal, dimana kadar Ca lebih tinggi dibandingkan dengan P kecuali pada ekstrak air kering pada bagian tangkai daun dijumpai dalam imbangan yang tidak ideal (0,19% vs 0,11%).

Tabel 11 Kandungan mineral dari ekstrak kering daun pegagan

Jenis mineral Ekstrak air (%) Ekstrak etanol (%)

b/b b/k b/b b/k Fe 0 0 0 0 P 0,25 0,27 0,11 0,11 K 5,83 6,23 5,09 5,20 Na 0,0370 0,0396 0,0294 0,0301 Ca 11,11 11,87 0,78 0,80 Mg 2,07 2,21 1,23 1,26 Cu 0 0 0 0 Mn 0,0030 0,0032 0,0012 0,0012 Zn 0,0042 0,0045 0,0010 0,0010 Kandungan Asiatikosida

Kandungan asiatikosida disajikan pada Tabel 12. Kadar asiatikosida dari masing-masing bagian tanaman berkisar antara 15,59-16,44%. Asiatikosida adalah senyawa yang paling aktif dari 3 triterpen lainnya (Maquart et al. 1999) dan merupakan unsur utama dari tanaman pegagan (Zhang et al. 2009). Di dalam pegagan banyak ditemukan senyawa triterpenoid, dan senyawa utama yang mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat adalah senyawa asiatikosida (Zainol et al. 2008). Dilaporkan bahwa pemberian pegagan dapat meningkatkan

(14)

kemampuan memori dan pembelajaran pada tikus muda. Hal ini mungkin saja berhubungan dengan aktivitas antioksidan, anti inflamasi, neuroprotektif, pro-kolinergik dan anti-pro-kolinergik dari berbagai komponen yang terdapat di dalam tanaman pegagan (Joshi & Parle 2006).

Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan asiatikosida di masing-masing bagian tanaman berbeda, dan tertinggi dijumpai di bagian daun. Hasil analisis ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Kim et al. (2004) dan Aziz et al. (2007) bahwa bahwa produksi asiatikosida terutama terjadi di bagian daun. Kandungan asiatikosida dari bagian tanaman yang berbeda disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Kadar asiatikosida dari bahan ekstrak yang berbeda

Jenis Bahan Kadar asitikosida (%)

b/b b/k

Ekstrak etanol kering (daun) 16,03 16,38

Ekstrak air kering (daun) 15,77 16,66

Ekstrak air kental (tangkai) 15,59 ND

Keterangan: ND (Tidak dianalisis)

Penelitian 2. Pengujian Ekstrak Pegagan pada Hewan Model

Pertambahan Bobot Badan dan Asupan Pakan

Selama periode percobaan semua tikus yang diberi ekstrak etanol dan ekstrak air pegagan tidak menunjukkan tanda-tanda sakit dan juga tidak menunjukkan penurunan bobot badan (Gambar 10 dan 11). Respon pertambahan bobot badan harian antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05). Hasil penelitian ini sama dengan Anand et al. (2012) dan Meutia & Ibrahim (2008) tapi tidak sejalan dengan Rao et al. (2006) dan Babu et al. (1995) yang melaporkan bahwa tikus yang diberi pegagan meningkat bobot badannya dibandingkan dengan kontrol.

(15)

Gambar 10 Kurva pertambahan bobot badan dari masing-masing kelompok yang diberi ekstrak etanol

Hasil pertambahan bobot badan yang didapat menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun pegagan tidak mengubah pola pertumbuhan yang terdapat pada kontrol. Kondisi demikian mungkin dapat diartikan bahwa ekstrak etanol pegagan aman terhadap pola pertumbuhan karena tidak berpotensi menurunkan atau menaikkan bobot badan. Pola yang sama juga ditemukan pada pemberian ekstrak air pegagan yang pola pertumbuhannya juga sama, hal ini menegaskan bahwa pemberian ekstrak pegagan tidak merubah pola dasar pertumbuhan hewan coba.

Gambar 11 Kurva pertambahan bobot badan dari masing-masing kelompok yang diberi ekstrak air

(16)

Total asupan pakan antar kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05). Hal yang sejalan juga dilaporkan oleh Meutia & Ibrahim (2008). Semua kelompok menunjukkan penurunan asupan mingguan. Tabel 13 Respon pertambahan bobot badan (g) dan asupan mingguan (g) pada

perlakuan dengan ekstrak etanol

Parameter Level (mg ekstrak/kg BB) 0 (Kontrol) 100 Level 1 300 Level 2 600 Level 3 Bobot Badan Awal (g)

Bobot Badan Akhir (g) Pertambahan BB Harian (g/hr) Asupan Minggu 1 (g) Asupan Minggu 2 (g) Asupan Minggu 3 (g) Asupan Minggu 4 (g) Asupan Minggu 5 (g) Asupan Minggu 6 (g) Asupan Minggu 7 (g) Asupan Minggu 8 (g) Asupan Minggu 9 (g) Total asupan (g) 270 + 25a 362 + 32a 1,42 + 0,19a 27,71 + 1,06a 22,46 + 2,05a 18,43 + 1,77a 18,79 + 3,29a 19,76 + 1,10a 23,76 + 4,78a 22,71 + 7,44a 24,29 + 5,30a 22,56 + 0,51a 145,90+4,64 266 + 13 a a 369 + 18a 1,59 + 0,34a 21,64 + 2,54a 19,36 + 2,01a 17,61 + 2,05a 16,05 + 2,97a 19,57 + 0,90a 25,62 + 3,86a 22,10 + 6,58a 24,57 + 5,44a 22,67 + 1,73a 137,06+4,59 287 + 42 a a 391 + 67a 1,61 + 0,39a 21,96 + 2,07a 21,82 + 2,86a 21,25 + 1,10a 19,50 + 3,26a 21,10 + 1,44a 25,05 + 5,87a 22,29 + 4,97a 24,57 + 6,41a 22,89 + 3,83a 145,71+4,05 268 + 26 a a 368 + 42a 1,54 + 0,25a 19,61 + 2,68a 19,00 + 2,20a 19,07 + 1,79a 19,64 + 2,44a 20,38 + 1,15a 24,52 + 5,40a 21,95 + 6,83a 24,24 + 5,65a 20,67 + 1,67a 137,88+4,23a Keterangan: Huruf superskrip yang sama pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata (p>0,05).

Pada kelompok kontrol, penurunan asupan mingguan terjadi sampai akhir pengamatan, kelompok level 1 dan 2 sampai minggu kelima sedangkan pada kelompok level 3 sampai minggu ketiga. Untuk kelompok tikus yang diberi ekstrak etanol (Tabel 13), pada minggu pertama, asupan tertinggi dijumpai pada kelompok kontrol yaitu mencapai 10% dari bobot badan, sedangkan pada kelompok level 1 dan 2 sebesar 8%, dan pada kelompok level 3 sebesar 7% dari bobot badan. Pada minggu ketiga, semua kelompok hanya mengkonsumsi pakan sekitar 6% dari bobot badan. Asupan pakan mingguan dan total asupan antar kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05).

Kaitan antara total asupan pakan dengan aktivitas tidak menunjukkan hubungan yang linier karena tikus perlakuan level 1 dan 3 mengkonsumsi jumlah pakan yang lebih sedikit dibandingkan dengan tikus kelompok kontrol dan cenderung sama dengan tikus perlakuan level 2, sedangkan data aktivitas menunjukkan bahwa tikus pada perlakuan level 1, 2 dan 3 lebih aktif

(17)

dibandingkan dengan tikus kelompok kontrol. Data ini mengindikasikan bahwa peningkatan aktivitas tikus pada penelitian ini tidak mengakibatkan peningkatan asupan pakan. Pada umumnya, peningkatan aktivitas akan mengakibatkan peningkatan penggunaan energi. Pada penelitian ini, diduga bahwa pemberian ekstrak etanol daun pegagan dapat menyebabkan efisiensi penggunaan energi. Tabel 14 Respon pertambahan bobot badan dan asupan pakan mingguan pada

perlakuan dengan ekstrak air

Parameter Level (mg ekstrak/kg BB) 0 (Kontrol) 100 Level 1 300 Level 2 600 Level 3 Bobot Badan Awal (g)

Bobot Badan Akhir (g) Pertambahan BB Harian (g) Asupan Minggu 1 (g) Asupan Minggu 2 (g) Asupan Minggu 3 (g) Asupan Minggu 4 (g) Asupan Minggu 5 (g) Asupan Minggu 6 (g) Asupan Minggu 7 (g) Asupan Minggu 8 (g) Asupan Minggu 9 (g) Total asupan (g) 163+22a 292+41a 2,07+0,38a 18,46+0,93a 20,69+0,88a 22,74+0,70a 24,57+0,57a 25,19+0,45a 25,82+0,59a 27,11+0,35a 27,86+0,13a 28,50+0,31a 297,90+3,21 162+7 a a 315+5a 2,46+0,08a 18,11+0,96a 20,29+0,76a 22,46+0,75a 24,77+0,80a 26,44+0,32a 27,64+0,43a 28,86+0,35a 29,86+0,13a 30,60+0,34a 308,40+4,16 157+14 a a 299+15a 2,29+0,28a 17,49+0,99a 19,46+0,94a 21,74+0,66a 23,83+0,63a 25,03+0,39a 26,04+0,39a 27,18+0,28a 28,43+0,35a 29,20+0,11a 294,06+3,82 165+17 a a 296+35a 2,13+0,41a 19,14+1,06a 21,97+1,10a 23,63+0,78a 25,51+0,58a 26,04+0,57a 26,43+0,40a 27,57+0,40a 28,25+0,25a 28,95+0,11a 306,92+3,06a Keterangan: Huruf superskrip yang sama pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata (p>0,05).

Pada kelompok yang diberi ekstrak air (Tabel 14), asupan pakan dari minggu pertama sampai dengan minggu ke sembilan juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p>0,05) antar kelompok perlakuan. Jumlah asupan pakan dari masing-masing kelompok perlakuan yang diberi ekstrak air meningkat dari minggu ke minggu. Hal ini disebabkan karena meningkatnya bobot badan sehingga jumlah asupan pakannya juga meningkat.

Gambaran Darah Lengkap

Semua tikus yang diberi ekstrak pegagan dalam jumlah yang tinggi (600 mg/kg bobot badan per hari) selama periode percobaan tidak menunjukkan tanda-tanda toksik. Keadaan ini didukung oleh hasil analisis darah lengkap yang menunjukkan bahwa gambaran darah dari tikus tersebut berada dalam batasan normal dan bahkan menunjukkan kecenderungan yang lebih baik dibandingkan

(18)

dengan kontrol. Data gambaran darah lengkap (Tabel 15 dan 16) tikus setelah 2 bulan pemberian ekstrak etanol dan ekstrak air daun pegagan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05), kecuali terhadap jumlah benda darah merah (BDM) dan eosinofil (Tabel 17).

Tabel 15 Rata-rata gambaran darah lengkap tikus setelah 2 bulan pemberian ekstrak etanol Kelompok BDM (Juta/mm3) PCV (%) Hb (g%) BDP (Ribu/mm3) Kontrol 7,02+2,1a 37,33+11,8a 14,77+1,8a 7,18+4,9a Level 1 (100 mg/kg bb) 7,58+0,5ab 47,83+0,6a 15,28+0,9a 8,72+2,0 Level 2 (300 mg/kg bb) a 8,22+0,3c 44,67+0,8a 17,04+1,7a 10,33+1,3 Level 3 (600 mg/kg bb) a 7,90+4,4bc 43,67+25,2a 15,32+7,81 a 8,40+4,7a Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (p<0,05), BDM (Benda Darah Merah), PCV (Packet Cell Volume), Hb (hemoglobin), BDP (Benda Darah Putih)

Secara statistik, jumlah BDM pada tikus level 2 dan 3 berbeda nyata (p<0,05) dengan kelompok kontrol, level 2 tidak berbeda nyata dengan level 3 (p>0,05) namun berbeda nyata dengan level 1 (p<0,05), sedangkan PCV, Hb dan BDP tidak berbeda nyata (p>0,05) antar kelompok perlakuan. Data benda darah putih yang diperoleh pada penelitian ini berbeda dengan yang dilaporkan Jayathirtha dan Mishra (

Data gambaran darah tersebut menunjukkan bahwa kelompok level 2 (300 mg/kg bobot badan) yang diberi ekstrak etanol cenderung lebih baik dibandingkan dengan kelompok lainnya. Hal ini ditandai dengan nilai BDM, Hb dan BDP yang 2004), bahwa tikus yang diberi ekstrak metanol dapat meningkatkan jumlah sel darah putih. Tikus pada kelompok yang diberi ekstrak etanol, meskipun nilai PCV, Hb dan total benda darah putih tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05) dengan kontrol, namun nilai gambaran darah tersebut cenderung lebih baik dibandingkan dengan nilai pada kelompok kontrol. Terdapat variasi antara hasil yang diperoleh pada penelitian ini dengan laporan sebelumnya. Sihombing & Tuminah (2011) melaporkan bahwa tikus Wistar jantan yang berumur 3 bulan dengan rata-rata bobot badan 156 g mempunyai nilai BDM 8,46 juta/mm3, PCV 45,12%, Hb 14,94 g/dL dan BDP 5,74 ribu/mm3.

(19)

lebih baik dibandingkan dengan kelompok lainnya, sedangkan nilai PCV lebih baik pada kelompok level 1.

Tingginya nilai BDM pada kelompok perlakuan berkonsekuensi pada peningkatan nilai PCV dan Hb menuju nilai normal atas, terutama pada level 300 mg/kg bb. Smith & Mangkoewidjojo dalam Anwar 1988 melaporkan bahwa nilai BDM, Hb dan BDP tikus putih adalah berturut-turut 7,2-9,6 juta/mm3, 15-16 g/100 mL, dan 5-13 ribu/mm3. Rendahnya nilai BDM pada level 600 mg/kg bb sangat mungkin mengindikasikan ketepatan level 300 mg/kg bb dalam pemakaian 8 minggu. Hubungan antara nilai Hb dan fungsi kognitif telah dilaporkan oleh Jacobsen et al. (2004), bahwa terdapat perubahan yang negatif pada kinerja kognitif pasien kanker yang mengalami penurunan nilai Hb.

Jumlah BDP tikus yang diberi perlakuan level 2 adalah tertinggi diantara kelompok yang ada. Keadaan demikian mengindikasikan dengan kuat bahwa ekstrak pegagan yang diberi menginduksi pengeluaran sel darah ke sirkulasi. Peningkatan nilai BDP pada tikus yang diberi ekstrak etanol menandakan bahwa pegagan juga bermanfaat sebagai imunostimulan. Peran pegagan sebagai imunostimulan juga pernah dilaporkan oleh Wang et al. (2005) dan Punturee et al. (2005). Imunostimulan adalah suatu istilah yang menunjukkan adanya suatu perubahan yang memperkuat penekanan dari indikator faktor kekebalan seluler dan humoral serta faktor pertahanan nonspesifik (Sagrawat & Yaseen 2007).

Tikus yang diberi ekstrak air nilai BDP lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Data ini mengindikasikan bahwa ekstrak air kemungkinan kurang bermanfaat sebagai imunostimulan. Hal ini berbeda dengan laporan Punturee et al. (2005) yang melaporkan bahwa ekstrak air pegagan dengan level 100 mg/kg BB menunjukkan respon yang tinggi terhadap antibodi primer dan sekunder dibandingkan dengan kelompok kontrol. Ekstrak etanol pegagan menunjukkan aktivitas imunosupresif yang ditandai dengan pengurangan proliferasi

(20)

Tabel 16 Rata-rata gambaran darah lengkap tikus setelah 2 bulan pemberian ekstrak air kelompok BDM (Juta/mm3) PCV (%) Hb (g%) BDP (Ribu/mm3) Kontrol 7,38+0,3a 42,06+4,5a 14,81+1,3a 12,09+1,5a Level 1 (100 mg/kg bb) 7,05+0,8a 39,81+5,7a 13,76+1,9a 6,71+4,3 Level 2 (300 mg/kg bb) a 7,92+1,7a 39,56+9,8a 13,99+3,4a 8,31+4,9 Level 3 (600 mg/kg bb) a 7,94+0,7a 43,56+3,1a 15,14+1,3a 9,20+2,7a Keterangan: Huruf superskrip yang sama pada kolom yang sama menyatakan tidak berbeda nyata (p>0,05). BDM (Benda Darah Merah), PCV (Packet Cell Volume), Hb (hemoglobin), BDP (Benda Darah Putih)

Tabel 17 Rata-rata gambaran differensial benda darah putih pada tikus yang diberi ekstrak etanol

kelompok Differensial BDP (%) L N M E Kontrol 73+18,0a 25+17,8a 2+1,0a 1+1,2ab Level 1 (100 mg/kg bb) 78+9,0a 19+8,6a 2+1,0a 1+1,0 Level 2 (300 mg/kg bb) b 70+0,6a 26+2,7a 4+2,0a 0 Level 3 (600 mg/kg bb) a 86+52,6a 12+3,9a 2+1,2a 1+0,5ab Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (p<0,05), L (limfosit), N (netrofil), M (monosit) dan E (eosinofil)

Perbedaan ini mungkin saja disebabkan oleh perbedaan kandungan senyawa kimia yang berperan pada sistem imun. Wang et al. (2005) melaporkan bahwa pektin yang merupakan kompleks polisakarida heterogen yang terdapat di dalam tanaman pegagan berperan sebagai imunostimulan. Punturee et al. (2005) tidak melaporkan kandungan karbohidrat dari masing-masing ekstrak yang digunakan. Pada penelitian ini, kandungan karbohidrat di dalam ekstrak etanol cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak air (89,82% vs 85,54%), sehingga perbedaan pada sistem imun seluler ini sangat dimungkinkan karena perbedaan pada kandungan karbohidrat, dengan asumsi jika kandungan pektin ekivalen dengan kandungan karbohidrat dari masing-masing ekstrak tersebut.

Perbedaan pada respon imun seluler ini berkontribusi pada nilai differensial leukosit. Pada tikus yang diberi ekstrak etanol (kecuali pada level 2) nilai limfosit cenderung lebih tinggi, sedangkan nilai netrofil lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Sebaliknya pada tikus yang diberi ekstrak air nilai limfosit lebih rendah, sedangkan nilai netrofil lebih tinggi

(21)

dibandingkan dengan kelompok kontrol. Lebih tingginya nilai netrofil pada tikus yang diberi ekstrak air sangat mungkin terkait dengan keberadaan mikroba yang mudah tumbuh dalam ekstrak air. Secara umum dapat ditegaskan bahwa ekstrak etanol lebih baik dari pada ekstrak air dalam meningkatkan profil hematologi.

Volume darah merah dan nilai hematokrit juga dipengaruhi oleh jenis kelamin dan bobot badan. Tikus Wistar dengan bobot badan 114,22 g, memiliki volume darah merah sebanyak 2,12 mL/100 g dan hematokrit 40%, sedangkan tikus dengan bobot badan 270,19 memiliki volume darah merah sebanyak 2,27 mL/100 g dan hematokrit 43,94% (Lee & Blaufox, 1985).

Tabel 18 Rata-rata gambaran differensial benda darah putih pada tikus yang diberi ekstrak air

kelompok Differensial BDP (%) L N M E Kontrol 82+4,4a 14+3,3a 4+2,7a 1+1,5a Level 1 (100 mg/kg bb) 74+6,1a 20+5,3a 4+1,0a 1+1,0 Level 2 (300 mg/kg bb) a 76+3,9a 20+2,5a 3+1,6a 1+0,6 Level 3 (600 mg/kg bb) a 78+4,3a 15+4,2a 6+2,2a 1+1,2a Keterangan: L (limfosit), N (netrofil), M (monosit) dan E (eosinofil)

Pola Aktivitas Tikus

Pengamatan aktivitas tikus dilakukan setiap 2 hari sekali terhadap semua tikus dari setiap kelompok dengan menggunakan lorong T-maze, dan aktivitas tersebut direkap dalam aktivitas mingguan. Terdapat 3 jenis tingkah laku yang dominan dijumpai pada tikus yang diuji yaitu berjalan, memanjat dan membaui. Aktivitas perawatan tubuh juga dijumpai selama di dalam kotak Maze, namun aktivitas ini tidak umum dijumpai. Aktivitas perawatan tubuh hanya sesekali dijumpai pada tikus-tikus yang termasuk dalam kategori aktif. Aktivitas perawatan tubuh dilakukan dengan menggunakan kedua kaki depan dengan cara menjilati kedua kaki depan tersebut, lalu mulai mengusap-usap bagian muka dan dilanjutkan pada bagian tubuh lainnya.

Tikus yang aktif menunjukkan aktivitas berjalan, membaui dan memanjat dinding maze yang sangat tinggi. Aktivitas memanjat dinding maze yang sangat tinggi dijumpai pada saat tikus baru dilepaskan dari kotak start, setelah melewati kotak maze bagian start, aktivitas memanjat berkurang. Aktivitas membaui dari

(22)

tikus yang aktif sangat tinggi, dan aktivitas membaui ini dilakukan terus menerus selama tikus berada di dalam kotak maze. Aktivitas membaui ini dilakukan ke segala arah, dan lebih sering dilakukan ke lantai kotak maze, diduga bahwa aktivitas membaui ini dilakukan untuk mengenal lorong-lorong yang akan dilaluinya.

Motivasi tikus untuk melewati setiap lorong belum diketahui secara pasti. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pakan yang disediakan di titik finish

bukan faktor utama yang menyebabkan tikus bergerak untuk melewati lorong, karena setiap tikus yang telah mencapai titik finish tidak pernah mengambil pakan yang telah disediakan. Diduga bahwa motivasi tikus untuk bergerak melewati setiap lorong adalah karena tikus berusaha untuk keluar dari lorong yang ada di depannya yang belum dilaluinya, dan apabila lorong yang di depannya telah buntu, maka tikus akan bergerak dengan sangat cepat kembali ke kotak start dan tidak kembali lagi ke titik finish. Tikus yang aktif akan terus bergerak di dalam kotak maze selama di depannya belum ditemukan lorong yang buntu.

Perlakuan Pemberian Ekstrak Etanol

Distribusi tikus dari masing-masing kelompok perlakuan berdasarkan skor kategori aktivitas dan rataan skor kategori disajikan pada Tabel 19. Hasil pengamatan aktivitas pada masing-masing kelompok perlakuan menunjukkan bahwa tikus dari kelompok kontrol menunjukkan aktivitas yang tidak konsisten dan secara umum menunjukkan tingkah laku yang tidak aktif.

Pada minggu pertama dan ketiga skor rata-rata kategori aktivitas kelompok level 1 tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol (p>0,05), dan berbeda nyata dengan kelompok level 2 dan 3. Di seluruh minggu kelompok level 2 dan 3 lebih aktif dari pada kelompok level 1 dan kontrol. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rao et al. (2006) yang melaporkan bahwa tikus yang diberi ekstrak daun lebih aktif dibandingkan dengan tikus kontrol dan kalau diberi dengan level yang lebih tinggi dalam periode yang lama dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap proses pembelajaran dan memori. Tikus yang aktif mengindikasikan adanya peningkatan kekuatan otot. Mato et al. (2011) melaporkan bahwa pemberian ekstrak pegagan sebanyak 500 dan 750 mg/hari

(23)

selama 2 bulan dapat meningkatkan performa fisik pada manula sehat yang ditandai dengan meningkatnya kekuatan otot pada bagian ekstremitas bawah. Tabel 19 Distribusi tikus dari masing-masing kelompok perlakuan berdasarkan

skor kategori aktivitas dan rataan skor kategori

Kelompok Distribusi tikus (%) Skor rata-rata katagori 4 (Sangat aktif) 3 (Aktif) 2 (Kurang aktif) 1 (Tidak aktif) Minggu I Kontrol 0 0 50,0 50,0 1,1+1,1 Level 1 b 12,5 12,5 50,0 25,0 1,4+0,9 Level 2 ab 62,5 0 25,0 12,5 2,1+0,9 Level 3 a 25,0 25,0 50,0 0 1,7+1,2 Minggu II a Kontrol 0 0 0 100,0 1,0+1,2 Level 1 b 25,0 25,0 25,0 25,0 1,6+0,7 Level 2 a 50,0 12,5 12,5 25,0 1,9+0,9 Level 3 a 37,5 25,0 25,0 12,5 1.9+1,4 Minggu III a Kontrol 0 8,3 33,3 58,3 1,1+1,0 Level 1 b 25,0 0 25,0 50,0 1,3+1,3 Level 2 b 58,3 0 16,7 25,0 1,9+1,2 Level 3 a 75,0 16,7 8,3 0 3,1+1,4 Minggu IV a Kontrol 0 0 8,3 91,7 1,0+0,8 Level 1 c 33,3 25,0 25,0 16,7 1,7+1,1 Level 2 b 83,3 8,3 0 8,3 3,1+1,2 Level 3 a 91,7 8,3 0 0 3,6+1,1a

Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0,05); 4 = Sangat aktif; 3 = Aktif; 2 = Kurang aktif; 1 = Tidak aktif

Pengaruh yang positif ini mungkin karena perubahan struktural, neurokimia dan neurofisiologikal di dalam otak tikus (Rao et al. 2005). Laporan lainnya menyebutkan bahwa peningkatkan kemampuan memori dan pembelajaran pada tikus muda mungkin berhubungan dengan aktivitas antioksidan, anti inflamasi, neuroprotektif, pro-kholinergik dan anti-kholinergik dari berbagai komponen yang terdapat di dalam tanaman pegagan (Joshi & Parle 2006). Dilaporkan bahwa senyawa aktif yang terdapat di dalam pegagan efektif dalam melindungi neuron dari kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh paparan akibat kelebihan glutamat

Peningkatan aktivitas tikus seiring dengan meningkatnya level ekstrak yang diberikan mengindikasikan adanya peningkatan asupan zat gizi yang berpengaruh terhadap kontraksi otot. Linder (2006) melaporkan bahwa kalsium merupakan mineral makro yang juga berperan pada kontraksi otot. Kontraksi otot

(24)

terutama diatur oleh konsentrasi Ca++ bebas di dalam sitosol. Berbagai stimulus yang menginduksi kontraksi otot memicu peningkatan Ca++ bebas di dalam sitosol. T-maze yang digunakan untuk mengukur pola aktivitas merupakan stimulus yang menyebabkan peningkatan Ca++

Tabel 20 Persentase tikus yang mencapai titik finish setelah diberi ekstrak etanol di dalam sitosol. Oleh karena kandungan kalsium pada level 3 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya, maka peningkatan aktivitas pada level 3 sangat dimungkinkan.

Persentase tikus dari masing-masing kelompok yang mencapai titik finish

setelah diberi ekstrak etanol disajikan pada Tabel 20.

Kelompok % tikus yang mencapai finish

Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV

Kontrol 0,00 0,00 0,00 0,00

Level 1 (100 mg/kg bb) 12,50 37,50 25,00 33,33 Level 2 (300 mg/kg bb) 37,50 50,00 58,33 83,33 Level 3 (600 mg/kg bb) 12,50 50,00 66,67 91,67 Data yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak ada satu ekorpun dari tikus kontrol yang mencapai titik finish, sedangkan pada kelompok level 1, 2 dan 3 persentase tikus yang mencapai titik finish bervariasi. Pada kelompok level 1, persentase tikus yang mencapai titik finish cenderung stabil, sedangkan pada kelompok level 2 dan 3 terjadi peningkatan dari minggu ke minggu. Hal ini sesuai dengan laporan Rao Mohandas (2005) bahwa tikus yang diberi pegagan dengan level yang lebih rendah selama 2 minggu belum memberikan efek yang berarti, namun tikus yang diberi pegagan dengan level yang lebih tinggi menunjukkan adanya perbaikan yang signifikan dalam perilaku belajar

Dari 10 kali pengamatan (Tabel 21), frekuensi tikus yang mencapai titik

finish dari kelompok level 2 dan 3 berbeda nyata dengan kelompok kontrol

(p<0,05) dan tidak berbeda nyata dengan kelompok level 1 (p>0,05). Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mencapai titik finish (Tabel 21) dari tikus yang

. Pola aktivitas tikus juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Suaskara et al. (2007) melaporkan bahwa pemaparan cahaya dapat mengubah pola aktivitas tikus dan aktivitas tikus cenderung meningkat sebanding dengan lama cahaya. Dalam penelitian ini digunakan pencahayaan yang sama sehingga semua tikus berada dalam keadaan lingkungan yang sama.

(25)

diberi ekstrak etanol menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara kelompok level 2 dan 3 dengan kelompok kontrol, namun tidak berbeda nyata dengan level 1 (p>0,05). Meskipun waktu mencapai titik finish berbeda nyata namun tidak menggambarkan tingkat aktivitas dari masing-masing kelompok percobaan, karena pola aktivitas tikus di dalam kotak maze tidak hanya berjalan, dan bahkan waktu di dalam maze banyak digunakan untuk aktivitas memanjat. Tabel 21 Rata-rata frekuensi dan waktu pencapaian titik finish setelah

pemberian ekstrak etanol selama 10 kali pengamatan

Kelompok Pencapaian finish Waktu pencapaian (menit) Frekuensi Persentase Kontrol 0,00+0,00a 0 0,00+0,00a Level 1 (100 mg/kg bb) 2,75+3,59ab 27,5 0,98+1,06 Level 2 (300 mg/kg bb) ab 6,00+4,08b 60,0 1,69+0,94 Level 3 (600 mg/kg bb) b 6,00+2,45b 60,0 1,49+0,64b Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0,05).

Tikus yang aktif, aktivitas memanjat di dalam maze dapat mencapai lebih dari 20 kali selama 5 menit. Dengan demikian, waktu yang diperlukan untuk mencapai titik finish bukan merupakan indikator yang baik untuk mengukur aktivitas dan kecerdasan tikus coba. Berdasarkan data pola aktivitas yang diperoleh, data persentase dan frekuensi pencapaian titik finish serta pola aktivitas di dalam maze lebih tepat digunakan sebagai indikator untuk mengukur tingkat aktivitas dan kecerdasan dibandingkan waktu yang diperlukan untuk pencapaian titik finish, karena pola aktivitas, persentase dan frekuensi pencapaian titik finish

konsisten di masing-masing kelompok percobaan.

Data gambaran darah pada kelompok yang diberi ekstrak etanol sejalan dengan gambaran aktivitasnya. Data gambaran aktivitas menunjukkan bahwa kelompok yang diberi ekstrak etanol lebih aktif dibandingkan dengan kelompok yang diberi ekstrak air. Data ini menggambarkan bahwa aktivitas sangat terkait dengan gambaran darah umum terutama dengan total benda darah merah, PCV, Hb dan total benda darah putih.

(26)

Aktivitas tikus yang diberi ekstrak air tidak lebih baik dibandingkan dengan aktivitas tikus yang diberi ektrak etanol (Tabel 22).

Tabel 22 Distribusi tikus dari masing-masing kelompok perlakuan berdasarkan skor kategori aktivitas dan rataan skor kategori

Kelompok

Skor katagori aktivitas (%)

Skor rata-rata katagori 4 (Sangat aktif) 3 (Aktif) 2 (Kurang aktif) 1 (Tidak aktif) Minggu I Kontrol 37,5 25,0 25,0 12,5 1,9 +1,1 Level 1 a 12,5 25,0 50,0 12,5 1,5 +0,9 Level 2 a 75,0 0 25,0 0 2,7 +0,9 Level 3 a 37,5 37,5 0 25,0 1,9 +1,2 Minggu II a Kontrol 50,0 0 37,5 12,5 1,9 +1,2 Level 1 a 12,5 12,5 75,0 0 1,5 +0,7 Level 2 a 62,5 12,5 25,0 0 2,5 +0,9 Level 3 a 37,5 12,5 12,5 37,5 1,6 +1,4 Minggu III a Kontrol 41,7 16,7 41,7 0 2,0+1,0 Level 1 ab 25,0 16,7 16,7 41,7 1,5 +1,3 Level 2 b 66,7 16,7 0 16,7 2,4 +1,2 Level 3 a 41,7 16,7 8,3 33,3 1,7 +1,4 Minggu IV ab Kontrol 16,7 33,3 50,0 0 1,7 +0,8 Level 1 a 41,7 0 50,0 8,3 1,8 +1,1 Level 2 a 41,7 16,7 25,0 16,7 1,8 +1,2 Level 3 a 25,0 16,7 41,7 16,7 1,6 +1,1a

Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0,05); 4 = Sangat aktif; 3 = Aktif; 2 = Kurang aktif; 1 = Tidak aktif

Data pengamatan menunjukkan bahwa aktivitas tikus yang diberi ekstrak air tidak menunjukkan perbedaan antar kelompok (p>0,05) kecuali pada minggu ketiga, aktivitas tikus kelompok level 2 berbeda (p<0,05) dengan aktivitas tikus kelompok level 1, namun tidak berbeda dengan kontrol dan level 3 (p>0,05). Secara umum tikus pada kelompok level 2 lebih baik daripada kelompok level lainnya.

Data aktivitas tikus yang diberi ekstrak air tidak menunjukkan hasil yang memuaskan, karena hampir semua parameter aktivitas yang diamati tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol. Data ini mengindikasikan bahwa ekstrak air pegagan kurang bermanfaat jika digunakan untuk memperbaiki aktivitas dan pembelajaran pada tikus. Data ini tidak sejalan dengan laporan Veerendra & Gupta (1995) yang mengatakan bahwa ekstrak air pegagan memiliki

(27)

efek meningkatkan fungsi kognitif

Tabel 23 Persentase tikus yang mencapai titik finish setelah diberi ekstrak air . Laporan lainnya menyebutkan bahwa ekstrak etanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak air (Hamid et al. 2002). Data ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol mempunyai efek yang konsisten terhadap fungsi kognitif, sedangkan ekstrak air sebaliknya.

Kelompok % tikus yang mencapai finish

Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV

Kontrol 50,00 37,50 33,33 16,67

Level 1 (100 mg/kg bb) 12,50 12,50 25,00 41,67 Level 2 (300 mg/kg bb) 62,50 62,50 66,67 41,67 Level 3 (600 mg/kg bb) 50,00 37,50 41,67 25,00

Hasil pengamatan mengindikasikan bahwa ekstrak air pegagan lebih bermanfaat terhadap penambahan bobot badan dibandingkan terhadap aktivitas. Frekuensi pencapaian titik finish pada kelompok tikus yang diberi ekstrak air (Tabel 24) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p>0,05), namun demikian kelompok level 2 frekuensi pencapaian titik finish lebih baik dibandingkan dengan kelompok level lainnya.

Tabel 24 Rata-rata frekuensi dan waktu pencapaian titik finish setelah pemberian ekstrak air selama 10 kali pengamatan

Kelompok Pencapaian finish Waktu pencapaian (menit) Frekuensi Persentase Kontrol 3,25+2,75 32,5 0,57+0,11a Level 1 (100 mg/kg bb) 2,50+1,91 25,0 0,55+0,32 Level 2 (300 mg/kg bb) a 6,00+4,24 60,0 0,97+0,48 Level 3 (600 mg/kg bb) a 3,75+2,87 37,5 0,96+0,16a Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0,05). Penelitian 3. Analisis Morfologi Hipokampus

Imunohistokimia Jaringan Otak

Pewarnaan imunohistokimia dilakukan dengan tujuan untuk mendeteksi kandungan atau komponen aktif yang ada dalam jaringan atau sel dengan penggunaan antibodi tertentu. Prinsip dasar pewarnaan ini adalah adanya ikatan antara antigen dan antibodi. Pada penelitian ini menggunakan beberapa jenis antibodi yang dianggap dapat memberi keterangan tentang mekanisme terjadinya

(28)

peningkatan aktivitas (kognitif) pada tikus. Antibodi dimaksud adalah Glial

Fibrillary Acidic Protein (GFAP), calbindin-28k, dopamin, TNF-α, dan CRP.

Profil Sel Neuroglia

Terdapat 3 tipe sel glial di sistem susunan saraf pusat, dan ketiga sel glial tersebut dijumpai lebih dari setengah dari semua sel yang ada di otak. Sel glial berperan dalam pengolahan informasi di sistem susunan saraf pusat (Newman 2003).

Berbagai kelainan klinis dapat mengurangi jumlah sel glial diantaranya keadaan depresi (Cotter et al. 2001) dan stres hipoksia (Sturrock 1976). Dilaporkan bahwa stres dapat meningkatkan kompleksitas internal dari mikroglia yaitu meningkatkan ramifikasi (percabangan) tanpa mengubah area keseluruhan yang ditempati oleh sel dan efek ini lebih jelas dalam sel yang lebih besar

Gambar 12 Hasil pewarnaan dengan antibodi GFAP pada bagian hipokampus pada kelompok kontrol yang diberi ekstrak etanol daun pegagan. Skala bar = 30 µm

Sel mikroglial adalah sel makrofag dalam sistem susunan saraf pusat. Sel-sel ini berasal dari mesodermal/mesenchymal dan bermigrasi ke Sel-seluruh wilayah dari sistem susunan saraf pusat, lalu menyebar melalui parenkim otak. Melalui

signaling pathways sel-sel mikroglia bisa berkomunikasi dengan sel neuron

ED0

(29)

sel-sel sistem kekebalan tubuh. Setelah terdeteksi adanya tanda-tanda lesi otak atau disfungsi sistem saraf, selanjutnya sel mikroglial menjalani proses, aktivasi kompleks, dan seterusnya sel-sel mikroglia berubah menjadi “sel mikroglial yang diaktifkan." Bentuk sel mikroglia yang telah diaktifkan memiliki kapasitas untuk melepaskan sejumlah besar substansi yang dapat bertindak merugikan atau bermanfaat bagi sel-sel sekitarnya. Sel mikroglial yang telah diaktifkan dapat bermigrasi ke lokasi cedera, berproliferasi, menfagosit sel dan kompartemen selular (Kettenmann et al. 2011).

Gambar 13 Hasil pewarnaan dengan antibodi GFAP pada bagian hipokampus pada Kelompok level 3 yang diberi ekstrak etanol daun pegagan. Skala bar = 30 µm

Pada penelitian ini, untuk melihat ekspresi dan kepadatan sel glial pada masing-masing kelompok perlakuan digunakan antibodi GFAP. Hasil pewarnaan secara imunohistokimia menunjukkan bahwa perbedaan kepadatan sel-sel glial antar kelompok perlakuan tidak jauh berbeda (Gambar 12 dan 13). Jumlah sel glial bahwa kelompok kontrol 691, kelompok yang diberi ekstrak air 624 dan kelompok yang diberi ekstrak etanol 678. Kemungkinan jumlah sel glial akan sangat berbeda apabila otak dalam keadaan tidak sehat, karena salah satu fungsi sel glial adalah sebagai makrofag.

(30)

Data ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini ekstrak pegagan tidak memberi pengaruh kepada populasi glial meskipun secara klinis pemberian ekstrak pegagan memberi pengaruh yang positif terhadap pola aktivitas dan gambaran darah. Diduga bahwa peningkatan kognitif yang ditandai dengan peningkatan aktivitas karena pemberian ekstrak etanol daun pegagan tidak melalui

neuroglial pathways. Meskipun sel glial berperan dalam pengolahan informasi di

sistem susunan saraf pusat (Newman 2003) dan juga pada sistem kekebalan tubuh (

Ekspresi Sel yang Positif terhadap Antibodi Calbindin D28k

Kettenmann 2011), namun pada penelitian ini tidak menunjukkan perubahan pada kepadatan populasinya.

Penelitian tentang kemampuan Ca2+ untuk mengikat protein calbindin D28k untuk memodulasi peningkatan konsentrasi ion Ca2+ bebas intraseluler di ganglion tikus telah dilakukan oleh Chard et al. (1993), dan dilaporkan bahwa calbindin D28k efektif sebagai buffer ion Ca2+ dalam lingkungan seluler sehingga

dapat mengatur Ca2+-dependent dari fungsi neuron. Dilaporkan bahwa persentase calbindin D28k endogen di ganglia dewasa mencapai lebih kurang 10%

(Chard et al. 1993).

Antibodi calbindin biasanya digunakan untuk melihat diferensiasi neuroblas menjadi sel neuron dewasa dan mengevaluasi kehilangan sel neuron di daerah hipokampus. Pewarnaan immuno dengan calbindin memperlihatkan gradasi dalam intensitas antara neuron dari populasi yang berbeda. Hal ini merupakan suatu fenomena yang kompatibel dengan keberadaan berbagai konsentrasi protein tersebut.

Calbindin sangat baik sebagai penanda anatomi neuron yang dapat

dimanfaatkan untuk memvisualisasikan secara selektif neuron tertentu dan

pathways dalam sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Calbindin terbentuk

di semua jalur utama dari sistem limbik kecuali di forniks. Calbindin terutama berhubungan dengan neuron dengan akson yang panjang (sel Golgi tipe I) seperti pada neuron talamus, neuron strionigral, neuron Meynert nucleus basalis, sel Purkinje serebelum, dan sel ganglion vestibular.

(31)

Gambar 14 Hasil pewarnaan dengan antibodi calbindin D28k pada bagian hipokampus untuk kelompok kontrol yang diberi ekstrak etanol. Skala bar = 30 µm

Gambar 15 Hasil pewarnaan dengan antibodi calbindin D28k pada bagian hipokampus untuk kelompok level 1 yang diberi ekstrak etanol. Skala bar = 30 µm

Calbindin juga ditemukan di beberapa sel akson yang pendek sel (Golgi

tipe II), misalnya di interneuron sumsum tulang belakang di lapisan II dan interneuron dari korteks serebral. Calbindin juga terdeteksi di beberapa sel ependymal dan paling banyak di pusat vegatatif dari hipotalamus (Celio 1990).

Pada penelitian ini, ekspresi sel neuron yang positif terhadap calbindin

(32)

15, 16 dan 17). Hasil Imunohistokimia pada area hipokampus CA3 kelompok penerima ektraks etanol daun pegagan menunjukan angka rata-rata populasi sel yang positif terhadap Calbindin lebih besar (39,56 vs 34,75) dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan yang terjadi sangat mungkin mengindikasikan terjadinya peningkatan pembentukan ATP yang terkait dengan peningkatan aktivitas dan pencapaian titik finish pada T-maze test yang dilakukan.

Gambar 16 Hasil pewarnaan dengan antibodi calbindin D28k pada bagian hipokampus untuk kelompok level 2 yang diberi ekstrak etanol. Skala bar = 30 µm

Mekanisme peningkatan aktivitas tikus yang diberi ekstrak etanol diduga terkait dengan pembentukan calbindin. Calbindin akan menjadi bentuk aktif apabila terikat dengan protein allosteric effector. Selanjutnya calbindin bentuk aktif tersebut akan merangsang pembentukan ATP dari glikogen otot dengan bantuan glycogen posporilasekinase yang pada akhirnya akan merangsang terjadinya kontraksi otot. Mekanisme peningkatan aktivitas juga terkait dengan aktivitas metabolisme di dalam jaringan otot. Aktivitas metabolisme di dalam jaringan otot harus disertai dengan suplai darah yang optimal dan pada setiap serat otot juga harus dilengkapi dengan beberapa kapiler untuk memperkaya vaskularisasi (deVries & Housh 1994). Dengan demikian dapat dipahami bahwa

(33)

pencapaian peningkatan aktivitas tikus yang diberi ekstrak etanol daun pegagan juga terkait dengan terjadinya perbaikan pada sistem sirkulasi darah (profil hematologi).

Gambar 17 Hasil pewarnaan dengan antibodi calbindin D28k pada bagian hipokampus untuk kelompok level 3 yang diberi ekstrak etanol. Skala bar = 30 µm

Calbindin dipahami sebagai calcium binding protein yang terkait dengan

metabolisme seluler terkait dengan pertukaran dan pengaturan Ca dalam sel. Pada sel saraf Calbindin dilaporkan dapat berperan sebagai buffer untuk ion Ca2+ (Chard et al. 1993) yang dapat mencegah kerusakan sel karena peningkatan konsentrasi Ca+ baik pada sel saraf maupun sel lain yang mengandung protein ini

et al. (1993) juga melaporkan bahwa Calbindin

dapat juga berperan sebagai neurotransmiter. Peningkatan populasi sel positif calbindin pada kelompok tikus yang diberi ekstrak etanol dapat dipahami bahwa sel yang mengalami peningkatan metabolisme meningkat dan sangat mungkin bermakna bahwa sel-sel yang dalam kondisi siap kerja (standby) juga miningkat. Ekspresi Sel yang Positif terhadap Antibodi Dopamin

(34)

Reseptor dopamin adalah target utama untuk neuroleptik tipikal dan atipikal. Untuk memahami kontribusi fungsionalnya dari neuron yang mengandung dopamin maka dapat digunakan antibodi anti-peptida. Dilaporkan bahwa reseptor dopamine terdistribusi di korteks serebral, hipokampus, ganglia basalis, serebelum, dan otak tengah (Khan et al. 1998).

Defagot (1997) juga melaporkan bahwa reseptor dopamin terdistribusi secara meluas di dalam sistem saraf pusat tikus dan tertinggi dijumpai di dalam korteks frontal hipokampus (CA1, CA2, CA3 dan dentate gyrus), korteks entorhinal, putamen kaudatus, nukleus akkumbens, tuberkulum olfaktorius, otak kecil, nukleus supraoptik dan sustansia nigra.

Gambar 18 Hasil pewarnaan dengan antibodi dopamin pada bagian hipokampus Kelompok level 2 yang diberi ekstrak daun etanol. Skala bar = 30 µm

Pada penelitian ini, pewarnaan imunohistokimia dengan menggunakan antibodi dopamin tidak menghasilkan reaksi positif (Gambar 18). Artinya, pemberian ekstrak etanol daun pegagan tidak berpengaruh pada penampakan sel-sel yang positif terhadap dopamine. Dengan demikian, diduga bahwa peningkatan aktivitas tikus pada penelitian tidak melalui mekanisme neurotransmiter dopamin. Ekspresi Sel yang Positif terhadap Antibodi CRP dan TNF

(35)

Hasil pewarnaan dengan antibodi TNF (Gambar 19) dan CRP (Gambar 20) tidak menunjukkan reaksi positif pada semua kelompok perlakuan. Artinya, pada penelitian ini pemberian ekstrak etanol daun pegagan tidak berpengaruh pada ekspresi sel-sel yang positif terhadap CRP dan TNF.

Gambar 19 Hasil pewarnaan dengan antibodi TNF pada bagian hipokampus kelompok level 1 yang diberi ekstrak daun etanol. Skala bar = 30 µm

(36)

Gambar 20 Hasil pewarnaan dengan antibodi CRP pada bagian hipokampus kelompok level 2 yang diberi ekstrak daun etanol. Skala bar = 30 µm

Hal ini mungkin saja karena tikus yang digunakan pada penelitian ini masih berumur muda (berumur lebih kurang 4 bulan pada saat dikorbankan) dan sel neuron belum mengalami degenerasi sehingga ekspresi sel neuron yang positif terhadap antibodi tersebut tidak ditemukan. Dilaporkan bahwa TNF endogen memainkan peran penting dalam fungsi kognitif pada saat usia tua (McAfoose et al. 2009), sedangkan pada kondisi non-inflamasi kadar TNF yang rendah tampaknya penting untuk fungsi kognitif normal (Baune et al. 2008).

Gambar

Tabel 8  Data hasil analisis kandungan mineral dan asiatikosida di dalam bagian  yang berbeda dari pegagan segar
Tabel 9  Hasil analisis proksimat dan komposisi kimia per 100 g bahan segar  Kandungan zat gizi  Hasil analisis  Referensi
Gambar 11  Kurva pertambahan bobot badan dari masing-masing kelompok yang  diberi ekstrak air
Tabel 13  Respon pertambahan bobot badan (g) dan asupan mingguan (g) pada  perlakuan dengan ekstrak etanol
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pedoman Teknis Kegiatan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura Tahun Anggaran 2014 ini, merupakan penjelasan umum dan acuan pelaksanaan kegiatan pengembangan

Penebangan buluh pada plot yang berbatasan dengan jalan mungkin digunakan sebagai tali-temali oleh penduduk yang mencari kayu bakar atau untuk keperluan lain

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti mata kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami secara keseluruhan mengenai definisi yang berkaitan dengan bisnis, mengenali

tahun pelajaran 2013/ 2014 antara yang mengikuti model pembelajaran inquiry terbimbing dengan yang mengikuti model pembelajaran konvensional, (2) terdapat pengaruh

MITSUBISHI OUTLANDER PX Sport Th 2012 At Silver An Sendiri Dari Baru Panoramik Sunroof Komplit Hub 081296920802 Kincan Jatibening MITSUBISHI OUTLANDER Sport Th 2012 PX

Curah hujan harian maksimum digunakan sebagai salah satu faktor yang menentukan limpasan permukaan yang dihasilkan apabila terjadi hujan dengan intensitas yang maksimum pada

j) Memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak; memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak,

Kakada Pratama dikenal oleh konsumen sebagai pabrik pengelohan karet yang menghasilkan produk dengan kualitas yang terjamin dan aman dipakai didukung dengan menyediakan