• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh visitasi farmasis terhadap potensi interaksi obat pada pasien lanjut usia rawat inap di Bangsal Dahlia RSUD. Prof. Dr.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh visitasi farmasis terhadap potensi interaksi obat pada pasien lanjut usia rawat inap di Bangsal Dahlia RSUD. Prof. Dr."

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh visitasi farmasis terhadap potensi

interaksi obat pada pasien lanjut usia rawat

inap

di

Bangsal

Dahlia

RSUD. Prof. Dr. Margono

Soekarjo

The effect of pharmacy visit to the potential drug

interactions in the hospitalized geriatric patient at Dahlia

ward Prof. Dr. Margono Soekarjo hospital

Heny Ekowati 1), Tungggul Adi P. 1), Trisnowati 1) dan Budi Rahardjo 2) 1) Program Sarjana Farmasi Unsoed Purwokerto

2) RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Abstrak

Asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah praktek dimana farmasis bertanggungjawab terhadap kebutuhan terapi obat pasien dan mempunyai akuntabilitas atas komitmen tersebut. Visitasi farmasis di bangsal adalah perwujudan dari pharmaceutical care di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka interaksi obat yang potensial terjadi pada pasien lanjut usia di bangsal rawat inap Dahlia RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo sesudah dan sebelum dilakukan visitasi farmasis.

Penelitian menggunakan metoda before and after study, membandingkan angka interaksi sebelum dan sesudah visitasi farmasis yang dilakukan mulai bulan Maret – Juni 2006. Jumlah pasien yang menjadi subyek penelitian sebanyak 46 orang. Signifikansi perbedaan angka interaksi obat sebelum dan sesudah visitasi farmasis diuji dengan uji Mann-Whitney. Perangkat lunak yang digunakan dalam analisis statistik adalah SPSS (Statistical Product for Social Science) versi 11.

Hasil penelitian menunjukkan total interaksi obat yang potensial sebelum dan sesudah visitasi farmasis berturut-turut adalah 3,69% dan 5,12.%. Rata-rata angka interaksi per pasien dengan signifikansi-1, 2 dan 3 sebelum visitasi berturut-turut adalah 0,08 ; 0,16 dan 0,04.; sedangkan rata-rata angka interaksi per pasien dengan signifikansi-1, 2 dan 3 sesudah visitasi berturut-turut adalah 0,33 ; 0,14 dan 0,09. Dari hasil uji signifikasi perbedaan angka interaksi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan (P> 0,05) antara angka interaksi sebelum dan sesudah visitasi. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk perbaikan sistem pelayanan kefarmasian di RSUD Prof. Dr Margono Soekarjo Purwokerto.

Kata Kunci : visitasi farmasis, pasien lanjut usia, potensi interaksi obat Abstract

Pharmaceutical care is the responsible provision of drug therapy for the purpose of achieving definite outcomes that improve a patient’s quality of life. Ward pharmacy is one way to realizing pharmaceutical care. This research’s aim was to study potential drug interactions in geriatric patient hospitalized at Dahlia ward Prof. Dr. Margono Soekarjo hospital, before and after ward pharmacy.

The research used before and after study method, comparing potential drug interactions before and after ward pharmacy from March - June 2006.

(2)

The different significance of drug interactions before and after ward pharmacy tested with Mann-Whitney test. Software which used in statistical analysis was SPSS (Statistical Product Social Science for) version 11.

The study showed that total potential drug interaction before and after ward pharmacy were 3,69% and 5,12%. Drug interactions with significance rating 1, 2, and 3 before ward pharmacy were 0.08 ; 0.16 and 0.04 respectively ; while after ward pharmacy were 0.33 ; 0.14 and 0.09 respectively. The statistical analysis indicate that there was no a significance difference of drug interactions before and after ward pharmacy (P> 0,05). The result was used to improve the system of pharmaceutical care in RSUD Prof. Dr Margono Soekarjo Purwokerto.

Key words: ward pharmacy, geriatric patient, potential drug interaction Pendahuluan

Asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) didefinisikan sebagai praktek dimana praktisi-nya (farmasis) bertanggungjawab terhadap kebutuhan terapi obat pasien dan mempunyai akuntabilitas atas komitmen tersebut (Cipolle,.et al.,1998). Visitasi farmasis di bangsal adalah perwujudan asuhan kefarmasian di rumah sakit. Salah satu tugas penting farmasis dalam asuhan kefarmasian adalah identifikasi interaksi obat (Fradgley, 2003).

Interaksi obat didefinisikan sebagai fenomena yang terjadi ketika efek farmako-kinetik dari suatu obat berubah karena adanya pemberian obat yang lain (Tatro, 2001). Pembatasan tentang interaksi obat bervariasi. Sebagian membatasi pada efek yang tidak dikehendaki, sementara sebagian yang lain memiliki pembatasan yang luas dengan memasukkan interaksi antara obat dengan obat, obat dengan makanan, obat dengan substansi endogen, obat dengan senyawa kimia lingkungan/industri, dan obat dengan tes laboratorium, baik interaksi yang bermanfaat maupun yang merugikan (Tatro, 2001).

Pengkhususan penelitian ini pada pasien geriatrik didasari oleh kenyataan bahwa proses penuaan akan mengakibatkan terjadinya bebe-rapa perubahan fisiologi, anatomi, psikologi, dan sosiologi (Prest, 2003), dan meningkatnya potensi terkena penyakit degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler dan diabetes. Penyakit-penyakit tersebut biasanya ditangani dengan penggunan terapi obat yang sifatnya polifarmasi yang akan memunculkan resiko efek samping obat hampir sembilan kali dibanding jika meng-konsumsi satu obat (Beers, 1998). Polifarmasi juga akan memunculkan masalah interaksi obat, meskipun tidak semua interaksi bermakna secara klinis (Prest, 2003).

Asuhan kefarmasian sudah berkembang dengan baik di Amerika. Namun, hasil penelitian yang dilakukan terhadap pasien rawat inap di rumah sakit, diperoleh data-data masalah yang berkaitan dengan terapi obat. Di Amerika, tercatat 21.% komunitasnya adalah lansia dan 40.% nya mendapat perawatan di rumah serta mendapatkan minimal satu obat yang potensial tidak tepat (Lam dan Ruby, 2005).

Penapisan yang dilakukan di Apotek Peduli, RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo tanggal 2 Januari 2004, diperoleh data bahwa dari 16.% populasi pasien lanjut usia, mengkonsumsi 27% dari total obat yang dikonsumsi pada hari tersebut, dan tiap pasien lanjut usia rata-rata mengkonsumsi 3,6 obat per hari (Raharjo, 2004).

Dalam upaya peningkatan pelayanan kepada pasien, Instalasi Farmasi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo mulai melaksanakan visitasi farmasis pada bulan Juni 2006. Peran farmasis dalam visitasi ini adalah konseling obat langsung (bedside drug counseling). Konseling bertujuan untuk mengetahui data kebutuhan obat (drug therapy need) serta riwayat pengobatan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka interaksi obat yang potensial terjadi pada pasien lanjut usia di bangsal rawat inap Dahlia RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo sesudah dan sebelum dilakukan visitasi farmasis.

Metodologi Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan metode before and

after study, artinya membandingkan angka interaksi obat sebelum dan sesudah visitasi farmasis dilakukan. Bentuk asuhan kefarmasian yang dilakukan oleh farmasis pada visitasi ini adalah

(3)

bedside drug counseling. Dilakukan oleh farmasis di bangsal rawat inap RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo dibantu oleh mahasiswa farmasis. Angka interaksi obat pada penelitian ini adalah angka interaksi obat yang potensial terjadi pada pasien lansia berdasar standar signifikansi yang terdapat

pada buku Drug Interaction Facts (Tatro, 2001).

Subyek penelitian

Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah pasien umum (bukan pasien ASKES) dengan usia sama dengan atau lebih dari 55 tahun pada bangsal Rawat Inap Ruang Dahlia RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo pada periode Maret hingga Juni 2006. Jumlah pasien yang menjadi subyek penelitian sebanyak 46 orang (25 orang sebelum intervensi, 21 orang sesudah intervensi).

Jalannya penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan metode retrospektif, dilakukan penelusuran terhadap potensi interaksi obat berdasarkan rekam medik dan kartu obat pasien umum (bukan pasien ASKES) RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo pada periode Maret hingga Juni 2006. Pengumpulan data dilakukan sebelum dan sesudah visitasi pada pasien lanjut usia yaitu usia sama dengan atau lebih dari 55 tahun pada bangsal Rawat Inap Ruang Dahlia.

Analisis hasil

Angka interaksi obat ditentukan berdasarkan

standar signifikansi yang terdapat pada buku Drug

Interaction Facts (Tatro, 2001). Signifikansi interaksi obat menggunakan kisaran angka 1 hingga 5. Angka 1 menyatakan interaksi yang signifikan, sedangkan angka 5 menyatakan interaksi yang tidak signifikan. Signifikansi interaksi ditinjau dari 3 faktor, yaitu onset (waktu yang dibutuhkan sehingga efek interaksi obat muncul), dokumentasi (jumlah dan kualitas literatur atau penelitian yang menerangkan interaksi tersebut), keparahan yang ditimbulkan oleh interaksi tersebut. Signifikansi perbedaan angka interaksi obat sebelum dan sesudah visitasi farmasis

dilakukan dengan uji Mann-Whitney. Perangkat lunak

yang digunakan dalam analisis statistik adalah SPSS (Statiscal Product for Social Science) versi 11.

Hasil Dan Pembahasan

Pada penelitian ini, dari 46 pasien (25 sebelum visitasi dan 21 orang sesudah visitasi), diperoleh data bahwa pada 32 pasien (69%) kemungkinan terjadi potensi interaksi obat.

Pada Tabel I, interaksi 1 – 3 menunjuk-kan jumlah kurang dari 1%. Dari data ini dapat dikatakan bahwa polifarmasi memunculkan masalah interaksi obat, meskipun tidak semua interaksi obat bermakna secara klinis. Efek dan keparahan interaksi obat dapat sangat bervariasi antara pasien yang satu dengan yang lain. Kelompok lanjut usia, merupakan kelompok yang rentan terhadap interaksi obat (Prest, 2003). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati, et al., (2005), di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta, yang mengidentifikasi adanya permasalahan yang terkait dengan obat (Drug Related Problems) pada pasien lanjut usia di bangsal rawat inap Bougenvil pada bulan Maret 2005 dan ditemukan interaksi obat yang bermakna secara klinik sebesar 1%.

Jumlah interaksi obat yang tidak teridentifikasi (kombinasi obat yang tidak terdapat pada laporan fakta interaksi obat yang tercakup pada buku Drug Interaction Fact) mempunyai persentase yang paling besar, yaitu lebih dari 90% (Tabel I). Hal ini menunjukkan bahwa ada kemungkinan obat-obat yang digunakan tidak berinteraksi, atau kemungkinan lain adalah belum adanya penelitian mengenai interaksi yang terjadi obat-obat tersebut.

Pada penelitian ini, obat-obat kardio-vaskuler serta kombinasinya, merupakan golongan yang berinteraksi dengan signifikansi 1 paling besar (furosemid, digoksin-amiodaron, captopril-spironolakton). Hal ini dapat dipahami karena penyakit-penyakit yang dialami oleh golongan lanjut usia biasanya adalah penyakit degeneratif, termasuk di

Tabel I. Angka Interaksi Obat (Jumlah dan persentase)

Signifikasi Perlakuan 1 2 3 4 5 Kombinasi yang tidak terdapat pada standar Total Kombinasi obat Sebelum visitasi (0,19%) 2 (0,47%)5 (0,09%)1 (1,04%)11 (1,90%)20 1020 (96,31%) 1059 Sesudah Visitasi (0,73%) 7 (0,31%)3 (0,21%)2 (1,88%)18 (1.99%)19 (94,88%) 907 956

(4)

dalamnya adalah penyakit kardiovaskuler (Beers, 1998).

Data yang dianalisis pada penelitian ini adalah data angka signifikansi 1,2,3 karena pada angka tersebut kejadian interaksi akan meng-akibatkan keparahan, kemungkinan mengancam jiwa, dan data-datanya telah terdokumentasi dengan baik. Sedangkan pada interaksi 4 dan 5, tingkat keparahan rendah serta tidak didukung dengan data yang memadai (Tatro, 2001). Hasil analisis rata-rata terhadap angka interaksi obat menunjukkan bahwa angka interaksi 1 dan 3 sesudah visitasi cenderung meningkat, sedangkan pada angka interaksi 2 sesudah visitasi cenderung menurun.

Berdasarkan analisis dengan uji

Mann-Whitney (tingkat kesalahan 5%) untuk melihat

signifikansi sebelum dan sesudah perlakuan menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna pada angka interaksi 1, 2, dan 3 serta total interaksi (penjumlahan angka interaksi 1, 2, dan 3). Pelaksanaan visitasi farmasis di RSUD Prof. Dr. Margono mulai dilakukan pada bulan

Juni 2006. Bentuk asuhan kefarmasian yang dilakukan oleh farmasis pada visitasi ini adalah

bedside drug counseling, yaitu konseling farmasis terhadap pasien di bangsal rawat inap mengenai cara penggunaan obat, penjaminan kepatuhan minum obat, dan penjaminan ketepatan obat terhadap penyakit yang diderita. Selain itu, juga dilakukan monitoring peresepan obat dengan penapisan resep untuk melihat jumlah obat yang diresepkan. Setelah farmasis melakukan klarifikasi dengan perawat di ruangan, jumlah obat akan dikurangi sesuai dengan kebutuhan.

Dalam pelaksanaan asuhan kefarmasian di bangsal Dahlia, farmasis belum dapat mengintervensi penulisan resep oleh dokter, sehingga angka interaksi tidak berubah secara signifikan. Hal ini terjadi karena pelaksanaan bed

drug counseling oleh farmasis belum merupakan

satu kesatuan dengan pelaksanaan visitasi oleh dokter sebagai penulis resep. Idealnya, farmasis terlibat dalam tim bersama-sama tenaga kesehatan lain, khususnya dokter, dalam kegiatan visitasi di bangsal sehingga menjamin

Tabel II. Obat yang berinteraksi sebelum dan sesudah visitasi

Sebel

um

v

isitasi

Signifikansi Obat yang berinteraksi kejadian Angka

1 Furosemid – Digoxin 2 1 Furosemid – Gentamisin 1 2 Ampisilin – Allopurinol 1 2 Aminofilin – Ciprofloksasin 1 2 Gentamicin – Cefotaxim 1 2 Fenitoin – Parasetamol 1 3 Captopril – Furosemid 1 3 Antasid – aspirin 1 Set elah v isitas i 1 Furosemid – Digoxin 4 1 Amiodaron – Digoxin 1 1 Amiodaron – ciprofloksasin 1 1 Captopril – Spironolakton 1 2 Digoxin – Spironolakton 1 2 Ciprofloxacin – Aminophylin 1 2 Deksamethason-Aspilet 1 3 Captopril – Furosemid 1 3 Simetidin – Klordiazepoxid 1

Tabel III. Rata-rata angka interaksi obat per pasien

Angka interaksi-1 Angka interaksi-2 Angka interaksi-3

Sebelum visitasi 0.08 0.16 0.04

(5)

tingginya penerimaan intervensi farmasis oleh penulis resep (dokter) (Spinewine, et al., 2006; Bedouch, et al., 2005). Terlibatnya farmasis dalam satu tim bersama profesi kesehatan lain akan meningkatkan ketepatan penulisan resep (Lam dan Ruby, 2005), dan menurunkan penulisan resep suboptimal pada pasien lanjut usia (Jeffery, 1998). Angka interaksi obat yang cenderung tidak berubah juga dapat disebabkan karena farmasis belum dapat melakukan evaluasi terhadap interaksi obat. Hal ini dapat dipahami, mengingat banyaknya jumlah obat

(terdapat sekitar 1000 jenis obat) serta adanya perubahan jenis obat setiap tahun.

Kesimpulan

Pelaksanaan visitasi farmasi, yang dimulai pada bulan Juni 2006, belum berpengaruh terhadap angka interaksi obat yang potensial terjadi pada pasien lanjut usia rawat inap di bangsal Dahlia RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo.

Daftar Pustaka

Bedouch, P., Allenet, B., Labarere, J., Brudieu, J., Chen, C., Chevrot, D., Tessir, A., Trivin, C., Rousseau, A., and Calop., J., 2005, Diffusion of Pharmacist Interventions within the Framework of Clinical Pharmacy Activity in the Clinical Ward, Therapie 60 (5): 515-22. Cipolle, J.R., Strand, L.M., Morley, P.C., 1998, Pharmaceutical Care Practice, McGraw-Hill Health

Professions Division, New York.

Fradgley, S.J., 2003, Interaksi Obat, dalam Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy) Menuju Pengobatan Rasional

dan Penghargaan Pilihan Pasien, editor: Mohamed Aslam, Chik Kaw Tan, Adji Prayitno,

Elex Media Komputindo, Jakarta .

ISFI, 2004, Kompetensi Farmasis Indonesia, Badan Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Jakarta.

Jeffery, S., Ruby,C.M, Twersky, J., Hanlon, J.T., 1998, Effect of an Interdisciplinary Team on Suboptimal Prescribing in a Long-Term Care Facility, dipresentasikan pada : the American Society of Consultant Pharmacists Annual Meeting, 12 November 1998.

Lam, S., dan Ruby, C.M., 2005, Impact Of An Interdisciplinary Team On Drug Therapy Outcomes In A Geriatric Clinic, Am J Health-Syst Pharm 62:626-9.

Liu, G.G., dan Christensen, D.B., 2002, The Continuing Challenge of Inappropriate Prescribing in The Eldery: An Update of The Evidence, J Am Pharm Assoc 42(6):847-857.

Prest, M., 2003, Penggunaan Obat Pada Lanjut Usia, dalam Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy) Menuju

Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, editor: Mohamed Aslam, Chik Kaw

Tan, Adji Prayitno, Elex Media Komputindo, Jakarta.

Raharjo, B., 2004, Peningkatan Layanan Kefarmasian Komunitas, disampaikan pada Workshop II Badan Pimpinan Cabang Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, di Rumah Sakit Margono Soekarjo, 28 -29 Mei 2004.

Rahmawati, F., Ikawati, Z., Retnoningtyas, Pramantara, I.D.P., 2005, Drug Related Problems (DRPs) Identification in Geriatric Patient Hospitalized at Bougenvile Ward Dr. Sardjito Hospital Yogyakarta Indonesia, dipresentasikan pada: 6th Asian Conference on Clinical Pharmacy 2006, Rajavithi Hospital, Bangkok, Thailand, 6 – 9 Juli 2006.

Spinewine, A., Dhillon, S., Mallet, L., Tulkens, P.M., Wilmotte, L., and Swine., C., 2006, Implementation of Ward-Based Clinical Pharmacy Services in Belgium, Description of the Impact on a Geriatric Unit, Ann Pharmacother 40 (4): 720-8.

Tatro , 2001, Drug Interaction FactsTM, editor: David S. Tatro, Facts and Comparisons, St. Louis,

Referensi

Dokumen terkait

Hasil elusi juga menunjukkan bahwa tiga dari empat spot fraksi etil asetat ekstrak bakau tunggal memiliki nilai Rf yang kecil, sehingga dapat pula dikatakan bahwa sebagian

Penelitian yang dilakukan Irma Nur Azizah (2011) menyimpulkan adanya peningkatan kemandirian siswa dalam pelajaran matematika dengan strategi Make-A Match. Siswa

[r]

adalah buah tomat dengan berbagai tingkat kematangan yang berbeda, yaitu pada kondisi buah hijau penuh, hijau merah dan merah penuh. masing-masing bedumlah 50 buah- Buah

Repub lic of Ti mor-Leste officiating the Border Crossing Pass, signed in Dili on. 28 July

gerakan mahasiswa tidak bisa dilihat sebagai kekuatan yang homogen.. Apalagi jika dilihat dalam perkembangannya sulit

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kenaikan dan penurunan pendapatan Pemerintah Daerah di Pulau Sulawesi berdasarkan analisis rasio ketergantungan keuangan

Bagaimanakah pengaruh sistem berbantukan panas (heat assisted) terhadap peluang switching dalam proses perekaman magnetik..