• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KONSELING PSIKOANALISIS UNTUK MENGURANGI KECEMASAN. Oleh:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI KONSELING PSIKOANALISIS UNTUK MENGURANGI KECEMASAN. Oleh:"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

IMPLEMENTASI KONSELING PSIKOANALISIS UNTUK MENGURANGI KECEMASAN

Oleh:

Syaiful Indra, M.Pd. Kons/ Dra. Nur Asyah, M.Pd Universitas Muslim Nusantara Al Washliyah

syaiful@konselor.org

ABSTRAK

Kecemasan yang dialami oleh individu merupakan hal yang biasa dirasakan. Akan tetapi apabila kecemasan tidak dapat diatasi dengan baik, maka kecemasan akan mempengaruhi kualitas diri individu. Pada tahap-tahap perkembangan tertentu kecemasan yang dialami individu pada dasarnya normal. Akan tetapi kerap kali ketidakmampuan individu mengatasi masalahnya menimbulkan kecemasan yang berlebihan dan berkpeanjangan. Kecemasan merupakan suatu kondisi kekhawatiran pada inividu yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Kecemasan dapat mempengaruhi pikiran, persepsi, dan aktivitas seseorang serta mengakibatkan emosi tertekan yang berkepanjangan. Melalui konseling psikoanalisis, kecemasan yang dialami individu dapat berkurang, serta individu dapat menatap hidupnya lebih produktif. Melalui konseling psikoanalisis, klien juga diharapkan mampu mengembangkan kemampuan dan kesanggupan, memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya; mampu mengelola aktivitasnya sehari-hari dengan baik dan bijaksana.

Keywords: Kecemasan, Konseling Psikoanalisis A. PENGANTAR

Dewasa ini, banyak hal yang melatarbelakangi individu dalam bertingkahlaku. Salah satu yang dapat menentukan tingkahlaku individu ialah faktor dari dalam diri individu itu sendiri. Individu sebagai organisme bertingkahlaku didasarkan oleh pemenuhan dorongan-dorongan bioligis dan naluriah, dalam pemenuhan tersebut individu sering kali mengalami berbagai tekanan dan konflik. Tekanan dan konflik dapat menimbulkan rasa cemas yang berlebihan pada diri individu. Kecemasan dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dirasakan luar tubuh yang mungkin bisa

(2)

2

menimbulkan bahaya (Parker, 2006). Oleh sebab itu, bahaya yang ditimbulkan dari kecemasan perlu penangan khusus. Penanganan tersebut memerlukan pendekatan konseling yang sesuai. Agar penanganan dapat berjalan dengan optimal maka diperlukan pendekatan yang menitikberatkan proses konseling kepada kesadaran. Kecemasan yang dialami oleh individu merupakan salah satu ketidaksadaran. Oleh sebab itu, konseling psikoanalisis dirasa tepat untuk mengurangi kecemasan yang dialami individu. Psikoanalisis merupakan sebuah model konseling yang menitikberatkan pada perkembangan kepribadian manusia, filsafat tentang sifat manusia, dan metode, yang berorientasi untuk berusaha membantu individu untuk mengatasi ketegangan psikis yang bersumber pada rasa cemas dan rasa terancam yang berlebih-lebihan.

B. MASALAH

Seperti dilansir dari situs http://citizen6.liputan6.com pada (3/5/2015) menyatakan orang dengan gangguan kecemasan juga tiga sampai lima kali lebih mungkin untuk pergi ke dokter dan enam kali lebih mungkin dirawat di rumah sakit untuk penyakit jiwa. “Regarding anxiety disorders, recent findings from population-based samples also indicate associations with pain which seem to be of equal or greater strength com-pared to the pain-depression associations” (Beesdo, Jacobi, Hoyer, Low, Hofler & Wittchen, 89-90:2009). Mengenai gangguan kecemasan, Beesdo, dkk, menemukan ada hubungan dengan rasa sakit yang tampaknya menjadi kekuatan sama atau lebih besar dibandingkan dengan hubungan dengan depresi. Data tersebut megindikasikan bahwa dampak dari kecemasan sangat membahayakan bagi individu. Hal tersbut menandakan perlu perlakuan khusus dan mendalam, sehingga kecemasan yang dialami oleh individu dapat berkurang dan tercapainya tujuan menjadi manusia seutuhnya, manusia seutuhnya ialah individu yang mampu menciptakan dan memperoleh kesenangan dan kebahagian untuk dirinya maupun lingkungannya (Prayitno dan Amti, 2004).

Perlakuan yang dapat dilakukan ialah melalui konseling individu. Implementasi konseling individu dapat berjalan dengan optimal apabila konselor sebagai tenaga professional yang terlatih dapat mengaplikasikan berbagai konsep teoritis dan praksis

(3)

3

pelayanan konseling. Melalui konseling yang diberikan, konselor seyogyanya menetapkan tujuan yang hendak dicapai, teknik dan metode, serta menciptakan hubungan yang baik terhadap klien. Pendekatan yang mampu merepresentatif untuk mengengurangi kecemasan adalah konseling psikoanalisis. Freud (dalam Corey, 2009), melalui konseling psikoanalisis konselor menyuguhkan perangkat konseptual bagi pemahaman perkembangan, karakteristik tugas perkembangan, fungsi personal dan sosial yang normal, kebutuhan yang kritis dalam memenuhi kebutuhan, mencari solusi dan menyusaikan diri dikemudian hari, serta menggunakan mekanisme pertahanan ego yang sehat.

C. PEMBAHASAN 1. KECEMASAN

Kecemasan adalah suatu kondisi kekhawatiran pada inividu yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi (Nevid, Rathus, & Greene, 2005). Sumber dari kecemasan dapat terjadi dari berbagai faktor, misalnya; ujian yang akan dihadapi, kondisi lingkungan yang tidak kondusif, kesehatan, tuntutan hidup, ancaman dan sebagainya. “If the individual feels threatened, when he has no choice but to defend him self” (Hansen, Stevic, & Warner, 1977:123). “The characteristics of anxiety as an emotion are that it is distressing, and that its sources are indefinite” (Strongman, 4:1995). Dampak yang dapat ditimbulkan oleh kecemasan mengakibatkan emosi tertekan yang berkepanjangan. Kecemasan memiliki kekhasan berupa timbulnya perasaan takut yang tidak jelas dan tidak menyenangkan. Bucklew (dalam, siska, sudardjo dan Esti, 2003:68) tanda-tanda kecemasan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu: (a) tingkat psikologis, seperti tegang, bingung, khawatir, sulit berkonsentrasi, dll, (b) tingkat fisiologis, yaitu kecemasan yang sudah mempengaruhi fisik, terutama fungsi sistem syaraf seperti sukar tidur, jantung berdebar, keringat berlebihan, sering gemetar dan perut mual.

(4)

4

Savitri Ramaiah (2003:11) menyatakan faktor yang menyebabakan reaksi kecemasan, sebagai berikut:

a. Lingkungan

Lingkungan mempengaruhi cara berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja. Sehingga individu tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannya. b. Emosi yang ditekan

Kecemasan dapat terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personalini, terutama jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat lama.

c. Sebab-sebab fisik

Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti misalnya kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-perubahan perasaan lazim muncul, dan ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.

2. Konseling Psikoanalisis

Model konseling psikoanalisis merupakan model konseling pertama yang didasari oleh pandangan Sigmund Freud. Corey (2009) menyatakan bahwa psikoanalisis merupakan sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang manusia, dan metode psikoterapi.

a. Tingkatan Kesadaran

Freud (dalam Hansen, Stevic, & Warner, 1977), dalam teori perembangan kepribadian, Freud membedakan tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (conscious), ambang kesadaran (preconscious), dan tak sadar (unconscious).

(5)

5 1) Sadar (conscious)

Tingkat kesadaran yang berisi semua hal yang kita cermati pada saat tertentu. Menurut Freud, hanya sebagian kecil saja dari kehidupan mental yang masuk ke kesadaran.

2) Ambang Kesadaran (preconscious)

Berisikan ingatan-ingatan tentang periwtiwa-peristiwa masa lampau yang siap masuk ke dalam kesadaran sewaktu-waktu diperlukan.

3) Tidak sadar (unconscious)

Bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan menurut Freud merupakan bagian terpenting dari jiwa manusia. Ketidaksadaran berisi insting, impuls, dan drives yang dibawa dari lahir, dan pengalaman-pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang ditekan oleh kesadaran dipindah ke daerah tak sadar.

b. StukturKepribadian

Frued (dalam Hansen, Stevic, & Warner, 1977) menyatakan ada tiga struktur kepribadian, yakni id, ego, dan super ego.

1) Id: id merupakan sistem dasar kepribadian yang disebut juga sebagai dorongan dalam diri berupa kebutuhan, keinginan, dan kehendak atau libido yang meliputi istink-instink manusia. Dalam konsep Freud id merupakan bagian dari instink. Dua yang terpenting dari instink adalah seks dan agresi. Fungsi dari id adalah memuaskan fungsi id.

2) Ego: ego bukan hadir sejak lahir, melainkan berkembang dan berinteraksi dengan lingkungan. Ego berfungsi untuk membantu id memenuhi dorongan-dorongannya secara nyata. Prinsip ego merupakan realitas, dalam arti bahwa ego lebih menekankan sesuatu yang dibutuhkan dapat terpenuhi dalam dunia nyata.

3) Super ego: Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistik (idealistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan Id dan prinsip realistik dari Ego. Menurut Freud, super

(6)

6

ego merupakan rambu yang mengatur dan menjadi petunjuk individu dalam bertingkah laku guna memenuhi kebutuhan id-nya.

c. Perkembangan Kepribadian

Menurut freud, perkembangan kepribadian sehat-tidak sehat sangat berhubungan dengan cara-cara yang digunakan oleh individu dalam melewati fase-fase perkembangannya. Freud berpandangan bahwa konsep dasar yang mempengaruhi perkembangan kepribadian individu adalah pada usia 5 (lima) tahun pertama (litama), kemudian periode tenang, dan aktif kembali pada periode remaja (adolesen). Pada setiap periode perkembangan dari bagian tubuh tertentu yang menjadi pusat kepuasan diri. Freud membagi tahap perkembangan sebagai berikut:

1) Fase Oral 0 sampai kira 1 tahun. Pada fase ini mulut merupakan daerah pokok aktivitas dinamik atau daerah kepuasan seksual yang dipilih oleh insting seksual. Tahap ini secara khusus ditandai oleh berkembangnya perasaan ketergantungan, mendapat perlindungan dari orang lain, khususnya ibu.

2) Fase anal: kira-kira 1 tahun sampai kira-kira 3 tahun. Pada fase ini dubur merupakan daerah pokok aktivitas dinamik, kateksis, dan antikateksis berpusat pada fungsi eliminer (pembuangan kotoran). Freud yakin toilet training adalah bentuk mula dari belajar memuaskan id dan superego sekaligus, kebutuhan id dalam bentuk kenikmatan sesudah defekasi dan kebutuhan superego dalam bentuk hambatan sosial atau tuntunan sosial untuk mengontrol kebutuhan defekasi. Semua bentuk kontrol diri (self control) dan penguasaan diri (self mastery) berasal dari fase anal.

3) Fase Phallis; 3 tahun sampai 5 atau 6 tahun. Pada fase ini alat kelamin merupakan daerah erogen terpenting. Masturbasi menimbulkan kenikmatan yang besar. Pada saat yang sama terjadi peningkatan gairah seksual anak kepada orang tuanya yang mengawali berbagai pergantian kateksis obyek yang penting. Perkembangan terpenting pada masa ini adalah timbulnya oedipus complex, yang diikuti fenomena castration anxiety (pada laki-laki)

(7)

7

dan penis envy (pada perempuan). Oedipus kompleks adalah kateksis obyek seksual kepada orang tua yang berlawanan jenis serta permusuhan terhadap orang tua sejenis. Pada mulanya, anak (laki dan perempuan) sama-sama mencintai ibu yang telah memenuhi kebutuhan mereka dan memandang ayah sebagai saingan dalam merebut kasih sayang ibu. Pada anak laki-laki, persaingan dengan ayah berakibat anak cemas kalau-kalau ayah memakai kekuasaannya untuk memenangkan persaingan merebut ibunya. Dia cemas penisnya akan dipotong oleh ayahnya yang disebut cemas dikebiri atau castration anxiety. Kecemasan ini mendorong anak laki-laki mengidentifikasi ayahnya. Ketakutan ini juga menyebabkan ditekannya keinginan seksual terhadap ibu dan rasa permusuhan terhadap ayahnya. Pada anak perempuan rasa sayang kepada ibu berubah menjadi kecewa dan benci ketika tahu kelaminnya berbeda dengan anak laki-laki. Ibunya dianggap bertanggung jawab terhadap kastrasi kelaminnya, sehingga anak perempuan mentransfer cintanya kepada ayahnya yang memiliki organ berharga (yang juga ingin dimilikinya). Tetapi perasaan cinta itu bercampur dengan perasaan iri penis (penis envy) baik kepada ayah maupun kepada laki-laki secara umum. Oedipus kompleks pada wanita tidak direpres, cinta kepada ayah tetap menetap walaupun mengalami modifikasi karena hambatan realistik pemuasan seksual itu sendiri.

4) Fase laten: 5 tahun sampai usia remaja. Pada tahapan ini anak laki-laki dan perempuan menekam semua isu-isu oedipal dan kehilangan minat seksualnya. Sebaliknya mereka melibatkan diri pada kelompok bermain yang berjenis kelamin sama.

5) Fase Puberitas. Fase ini dimulai dengan perubahan biokimia dan fisologi dalam diri remaja. Sistem endokrin memproduksi hormon-hormon yang memicu pertumbuhan tanda-tanda seksual sekunder (suara, rambut, buah dada, dll), dan pertmbuhan seksual primer. Pada fase ini impuls seks mulai disalurkan ke obyek di luar, seperti; berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, menyiapkan karir, cinta lain jenis, perkawinan dan keluarga. Pada fase falis,

(8)

8

kateksis genital mempunyai sifat narkistik terjadi perubahan dari anak yang narkistik menjadi dewasa yang berorientasi sosial, realistik, dan altruistik.

d. Mekanisme Pertahanan Diri

Terapi psikoanalisis berusaha membantu individu untuk mengatasi ketegangan psikis yang bersumber pada rasa cemas dan rasa terancam yang berlebih-lebihan (anxiety). Menurut pandangan Freud, setiap setiap manusia didorong-dorong oleh kekuatan-kekuatan irasional di dalam dirinya sendiri, oleh motif-motif yang tidak disadari sendiri, dan oleh kebutuhan-kebutuhan alamiah yang bersifat biologis dan naluri. (W.S Winkel & Hastuti, 2005: 450).

Bilamana beraneka dorongan itu tidak selaras dengan apa yang diperkenankan serta diperbolehkan menurut kata hati atau kode moral seseorang, timbul ketegangan psikis yang disertai kecemasan dan ketenangan tinggi. Kalau seseorang tidak berhasil mengontrol dan membendung kecemasan itu dengan suatu cara yang rasional dan realistis, dia akan menggunakan prosedur yang irasional dan tidak realistis, yaitu menggunakan salah satu mekanisme pertahanan diri demi menjaga keseimbangan psikis dan rasa harga diri.

Hansen, Stevic, & Warner, (1977) menyatakan ada tujuh bentuk mekanisme pertahanan diri, yaitu:

1) Identifikasi: menyatukan ciri-ciri orang lain kedalam kepribadian sendiri 2) Displacement: mengalihkan perhatian dari satu objek ke objek yang lain,

melalui: kompensansi dan sublimasi

3) Represi: menolak atau menekan dorongan-dorongan yang muncul dengan cara tidak mengakui adanya dorongan itu

4) Proyeksi: melemparkan keadaan diri (misalnya kecemasan) kepada orang atau subjek lain

5) Reaksi Formasi: mengganti dorongan yang muncul dengan hal-hal yang sebaliknya.

6) Fiksasi: terpaku pada satu tahap perkembangan karena takut memasuki tahap perkembangan berikutnya.

(9)

9 e. Tujuan dan Teknik Konseling

Prayitno (1998:44), menyatakan tujuan konseling psikoanalisis adalah sebagai berikut:

1) Membawa ke ksad dorongan-dorongan yang ditekan (ksad) yang mengakibatkan kecamasan.

2) Memberikan kesempatan kepada klien menghadapi situasi yang selama ini individu gagal mengatasinya.

f. Implementasi Konseling Psikoanalisis dalam Mengurangi Kecemasan

Pada hakikatnya, konseling merupakan upaya pengembangan kepribadiaan individu ke arah yang lebih baik sehingga seseorang mampu mandiri dan mengendalikan dirinya.

Prayitno (2013:85) menyatakan bahwa konseling adalah pelayanan bantuan oleh tenaga profesional kepada seseorang atau sekelompok individu untuk pengembangan kehidupan efektif sehari-hari dan penanganan kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu dengan fokus pribadi mandiri yang mampu mengendalikan diri melalui penyelenggaraan berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung dalam proses pembelajaran.

Perlu diketahui bahwa konseling merupakan suatu treatment yang dilakukan seorang tenaga profesional dalam hal ini adalah konselor. Tujuan konseling ialah pengembangan kehidupan seseorang, maupun penanganan permasalahan yang dialami oleh individu. Kecemasan yang merupakan suatu permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian dari konselor, agar kecemasan yang dialami dapat berkurang bahkan menghilang melalui proses konseling. Kecemasan yang dialami individu dapat diartikan sebagai suatu tekanan pada individu sehingga membentuk ketidak sadaran. Melalui proses konseling ini, individu dapat mencegah diri dari permasalahan (pencegahan) atau mampu bereaksi secara positif, objektif dan dinamis ketika berhadapan dengan permasalahan (pengentasan).

Permasalahan yang dialami individu tidak mampu dihadapi secara objektif, sehingga memunculkan kecemasan yang berlebiahan. Berbagai bentuk

(10)

10

reaksi negatif yang ditimbulkan kecemasan dapat dilakukan intervensi dengan mengubah menjadi tingkah laku baru yang memberikan dampak postif bagi kehidupan individu. Kecemasan yang dialami individu dapat digunakan sebagai wahana pencapaian tujuan bimbingan, yakni membantu individu supaya memahami diri dan lingkungannya, mampu memilih, memutuskan dan merencanakan hidup secara bijaksana, mampu mengembangkan kemampuan dan kesanggupan, memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya, mampu mengelola aktivitasnya sehari-hari dengan baik dan bijaksana, mampu memahami dan bertindak sesuai dengan norma agama, sosial, dalam masyarakat.

Agar kecemasan yang dirasakan oleh individu dapat berkurang, untuk itu konselor perlu membangun suasana bebas tekanan. Tujuan membangun suasana bebas tekanan tersebut klien dapat menelusuri tingkah laku yang sesuai dan mengarahkan dirinya untuk membangun tingkah laku yang baru. Praytino (1998:44), menyatakakan adapun teknik dasar dalam konseling psikoanalisis klasik adalah sebagai berikut:

1) Asosiasi bebas yakni memberikan kesempatan seluas-luasnya dan sebebas-bebasnya kepada klien untuk mengemukakan/ mengungkapkan apa yang terasa, terpikir, teringat dan ada pada dirinya.

2) Tranferensi yakni mengarahkan perasaan-perasaannya (yang tertekan) kepada ko dengan mengandaikan ko itu adalah subjek yang menyebabkab perasaan tertekan itu:

3) Interpretasi yakni membawa klien memahami dan menghadapi dunia nyata, melalui pemikiraan yang objektif memperkuat fungsi ego.

Melalui teknik di atas, maka dengan demikian kecemasan yang dirasakan akibat ketidakmampuannya dapat diatasi dengan baik dan bijaksana. Karena setiap manusia selalu hidup dalam kecemasan, maka perlu dalam hal ini konseling psikoanalisis sebagai wadah dalam rangka dapat mengaurangi atau mengatasi kecemasan.

(11)

11 D. PENUTUUP

Kesimpulan

Dasar teori konseling psikoanalisis adalah bahwa tingkah laku manusia didasarkan oleh dorongan-dorongan atau instink-instink yang tidak disadari, dan bahwa gangguan perilaku yang dialami oleh manusia pada saat sekarang berkaitan dengan pengalaman kehidupannya di masa lampau, khususnya peristiwa-peristiwa traumatik yang dialami pada masa lampau. Proses konseling psikoanalisis diarahkan pada upaya mengungkap materi-materi kompleks terdesak dan kemudian membawanya ke alam bawah sadar untuk disadari oleh individu. Ini dilakukan dengan cara mengajak klien berbicara, mendorong transferensi, menggunakan teknik asosiasi bebas, serta analisis dan intrepetasi. Konselor memiliki akses untuk mencari solusi dari kesulitannya hanya jika klien mampu memperoleh insight dari proses konseling, sehingga kecemasan yang dirasakan dapat berkurang bahkan menghilang.

(12)

12

DAFTAR PUSTAKA

Beesdo, K., Jacobi, F., Hoyer, J., Low, N. C. P., Hofler, M., & Wittchen, H. U. (2010). “Pain Associated with Specific Anxiety and Depressive Disorders in a Nationally Representative Population Sample”. Journal of Psychiat Epidemiol, 45(1), 98-104.

Corey, Gerald. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Terjemahan oleh E. Koswara. (2009). Bandung : PT. Refika Aditama.

Hansen, J. C., Setvic, R., R., & Warner, R., W. (1977). Counseling: Theory and process (second Edition). America: Allyn and Bacon, Inc.

http://citizen6.liputan6.com/read/2223739/selamatkan-dirimu-dari-si-pencemas-berbahaya (diakses 23 April 2016 at 21:30 WIB).

Nevid, Rathus, & Greene. (2005). Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga.

Parker, I. (2006). “Katharina: Working out anxiety. Notes on Freud's early case”. Journal of Psychodynamic Practice, 12(3), 281-29.

Prayitno & Erman, A. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.

Prayitno, dkk. (2012). Panduan Umum: Pengembangan penghayatan dan pengalaman nilai-nilai karakter-cerdas (P3N-KC). Padang: Universitas Negeri Padang.

Prayitno. (2009). Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Jakarta: PT Grasindo.

Prayitno. (1998). Konseling Pancawaskita: Kerangka konseling eklektik. Padang: Program Studi Bimbingan dan Konseling FIP IKIP Padang.

Prayitno. (2013). Konseling Integritas. Padang: Universitas Negeri Padang.

Savitri Ramaiah. (2003). Kecemasan Bagaimana Mengatasi Penyebabnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Siska, Sudardjo & Esti Hayu Purnamaningsih. (2003). “Kepercayaan Diri dan Kecemasan Komunikasi Interpersonal pada Mahasiswa”. Jurnal Psikologi, 2, 67-71.

Strongman, K., T. (1995). “Theories of Anxiety”. Journal of Psycholgy, 24(2), 4-10.

Winkel, W. S., & M. M Sri Hastuti. (2005). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abdi.

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum dan sesudah perlakuan dilakukan pengukuran parameter anti aging meliputi kadar air, kadar kolagen, sensitivitas kulit (eritema), dan elastisitas dengan alat Skin

Dari data tabel diatas dapat diketahui bahwa tanggapan responden sebagaimana pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memberikan tanggapan yang tinggi terhadap

Memakai pakaian dengan atasan putih dan bawahan hitam/gelap setiap hari Senin sampai Kamis dan Sabtu, hari Jumat memakai

Pakaian yang ringan saat basah dan memberikan ruang gerak yang leluasa merupakan pakaian yang cocok untuk arung jeram..

[r]

• Ba sis銠 a krua l銠 a da la h銠 sua tu銠 ba sis銠 a kuita isi銠 di銠 ma ia 銠 tra isa ksi銠 ekoiomi銠 a ta u銠 peristiwa 銠 a kuita isi銠 dia kui,銠 difa ta t,銠da i銠disa

Tempat Jual Wedang Ronde Di Surabaya... Tempat Jual

Melihat model matematika yang telah dibuat sebelumnya dalam berbagai bidang dan menerapkan model tersebut untuk situasi yang sama. Dengan menggunakan definisi ini,