BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar Manajemen Risiko 1. Pengertian Manajemen Risiko
Manajemen merupakan ilmu yang berhubungan dengan
kepemimpinan, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengawasan terhadap suatu cabang bank atau bagian bank yang
dilakukan oleh manajer.20 Sedangkan risiko merupakan kemungkinan,
kerugian, dan akibat. Risiko di sini merupakan risiko-risiko yang dapat
ditimbulkan oleh kegiatan pembiayaan di BNI Syariah.21
Adiwarman A. Karim dalam buku yang berjudul Bank Islam
Analisis Fiqih dan Keuangan, menjelaskan bahwa Manajemen Risiko
adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasikan, mengukur, memantau, dan mengendalikan
risiko yang timbul dari suatu kegiatan usaha.22
Manajemen Risiko adalah pengelolaan berbagai bentuk risiko yang
berhubungan dengan operasional bank, sesuai dengan prinsip
kehati-hatian. Guna mengontrol risiko pembiayaan yang terdiri atas risiko
kredit, risiko suku bunga yaitu dengan cara cegah risiko (kedging),
financial futures, dan batas atau suku bunga (interest rate caps),
20
Komarudin, Kamus Perbankan (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1994), hlm. 90. 21
Yasyin Sulchan, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Amanah, 1997), hlm. 402.
22
tujuannya untuk mengendalikan biaya dana, anggaran biaya bunga dan
membatasi tekanan terhadap perubahan tingkat suku bunga.23
Meskipun BNI Syariah tidak menetapkan tingkat bunga, baik dari
sisi pendanaan maupun sisi pembayaran, tetapi BNI Syariah tidak akan
dapat terlepas dari risiko tingkat bunga. Hal ini disebabkan pasar yang
dijangkau oleh Bank Syariah tidak hanya nasabah-nasabah yang loyal
terhadap syariah.
2. Jenis-Jenis Risiko
Jenis-jenis Risiko yang dihadapi oleh Bank adalah sebagai
berikut:24
1. Risiko likuiditas
Risiko likuiditas pasar di mana risiko yang timbul karena bank
tidak mampu melakukan offsetting tertentu dengan harga, yang
disebabkan kondisi likuiditas pasar yang tidak memadai atau
terjadi gangguan pasar. Risiko likuiditas pendanaan di mana risiko
yang timbul karena bank tidak mampu mencairkan assetnya atau
memperoleh pendanaan dari sumber dana lain.
2. Risiko Pasar
Risiko yang timbul akibat adanya perubahan variabel pasar,
seperti: suku bunga, nilai tukar, harga equity dan harga komoditas
sehingga nilai portofolio/asset yang dimiliki bank menurun.
23
Sudarno Heri, et al., Istilah-istilah Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: UII Press, 2004), hlm. 84.
24
Asep Ali Hasan Wahyu Ari Nugroho, Manajemen Risiko, 2008
3. Risiko Kredit
Risiko yang timbul akibat kegagalan (default) dari pihak lain
(nasabah/debitur) dalam memenuhi kewajibannya. Seperti dalam
masalah pembiayaan, nasabah atau debitur lalai dalam memenuhi
angsuran yang telah disepakati bersama.
4. Risiko Operasional
Risiko akibat kurangnya sistem informasi atau sistem pengawasan
internal yang akan menghasilkan kerugian yang tidak diharapkan.
Dalam kasus ini dapat dicontohkan kasus Inong Malinda Dee di
mana tidak adanya internal control Citybank serta tidak adanya
rotasi jabatan sehingga dengan mudah melakukan penyelewengan.
5. Risiko Kepatuhan
Risiko kepatuhan timbul sebagai akibat tidak dipatuhinya atau
tidak dilaksanakannya peraturan-peraturan atau
ketentuan-ketentuan yang berlaku atau yang telah ditetapkan baik ketentuan-ketentuan
internal maupun eksternal.
6. Risiko Hukum
Risiko hukum terkait dengan risiko bank yang menanggung
kerugian sebagai akibat adanya tuntutan hukum, kelemahan dalam
aspek legal atau yuridis. Kelemahan ini diakibatkan antara lain
oleh ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung
atau kelemahan perikatan seperti tidak terpenuhinya syarat-syarat
7. Risiko Reputasi
Risiko yang timbul akibat adanya publikasi negatif yang terkait
dengan kegiatan usaha bank atau karena adanya persepsi negatif
terhadap bank. Resiko reputasi ini berasal dari argumen
masyarakat dalam menilai perbankan yang di pengaruhi
berita-berita dari media cetak atau elektronik. Seperti dalam kasus
penggelapan dana nasabah di Bank Century yang mengakibatkan
kurangnya kepercayaan masyarakat untuk menginvestasikan
dananya di bank tersebut.
8. Risiko Strategik
Risiko yang timbul karena adanya penetapan dan pelaksanaan
strategi usaha bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis
yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank terhadap
perubahan-perubahan eksternal.
3. Penilaian Risiko
Dalam membangun kadar pengawasan yang diperlukan, Angkatan
Udara Amerika Serikat menggunakan risk assessment matrix. Matrix
mengkombinasikan berat-ringannya beban risiko dan kemungkinan
hazard sampai lima tingkat penilaian. Tingkat penilaian risiko
menjelaskan semua dampak dari semua hazard yang terkait dengan
operasi yaitu :25
25
Muhammad, Manajemen Bank Syariah (Yogyakarta: (UPP) AMP YKPN, 2003), hlm. 314.
a. Sangat tinggi (extremely high): kehilangan kemampuan untuk
menyelesaikan semua operasi
b. Tinggi (high) : kehilangan kemampuan untuk
memenuhi persyaratan standar operasi
c. Sedang (medium) : turunnya kemampuan dalam
pemenuhan persyaratan standar operasi
d. Rendah (low) : tidak (sedikit) berdampak pada
penyelesaian operasi
e. Sangat rendah (residual risk) : risiko tersisa setelah dilakukan
usaha pengurangan risiko.
4. Standar Manajemen Risiko
Sistem manajemen risiko dapat dijadikan sebagai standar yang bisa
dianut oleh bank. Sistem manajemen risiko yang komperhensif harus
mencakup 3 komponen berikut :26
a) Membangun lingkungan manajemen risiko yang tepat serta
kebijakan dan prosedur yang sehat. Tahap ini berhubungan dengan
keseluruhan tujuan dan strategi bank terhadap risiko dan
kebijakan-kebijakan manajemen terhadapnya.
b) Menciptakan proses pengukuran, mitigasi, memonitor, dan
melaporkan berbagai eksposur risiko. Langkah-langkah yang perlu
diambil untuk tujuan pengukuran adalah pembuatan standar bagi
26
pengkategorian dan review risiko, penilaian secara konsisten dan
rating eksposur risiko.
c) Kontrol internal yang cukup. Bank harus memiliki kontrol internal
untuk memastikan bahwa semua kebijakan telah terlaksana.
Sebuah sistem kontrol internal yang efektif mencakup proses
identifikasi dan evaluasi berbagai jenis risiko yang cukup dan
terdapat sistem informasi yang memadai untuk mendukungnya.
Sistem harus menciptakan kebijakan dan prosedur serta
kepatuhannya harus di-review secara terus menerus.
5. Cara penyelesaian Risiko
Seorang manajer risiko bukan saja harus mengorganisir tetapi
harus pula menemukan dan menilai kemungkinan kerugian yang
membutuhkan pengetahuan tentang fakta-fakta yang berhubungan
dengan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Ia juga harus dapat
memutuskan dengan cara apa mengendalikan risiko-risiko yang
mungkin timbul baik masa sekarang atau masa yang akan datang.
Dalam hal ini diperlukan kerja sama dengan kepala-kepala bagian dan
pegawai operasional untuk mengungkapkan semua risiko yang
terdapat dalam bagian-bagian dan operasi-operasi sehingga dapat
menentukan tanggungan dan tingkat kemungkinan sebuah kerugian.
Sesudah manajer risiko mengidentifikasikan dan mengukur risiko
menangani risiko tersebut. Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam
penanganan risiko yaitu ;27
1. Pengendalian risiko (risk control)
Dalam mengendalikan risiko seorang manajer dapat
menggunakan metode-metode sebagai berikut:
a) Menghindari risiko
Salah satu cara mengendalikan suatu risiko murni adalah
menghindari harta, orang, atau kegiatan dari exposure
terhadap risiko dengan jalan:
- Menolak memiliki, menerima atau melaksanakan
kegiatan itu walaupun hanya untuk sementara.
- Menyerahkan kembali risiko yang terlanjur
diterima, atau segera menghentikan kegiatan begitu
kemudian diketahui mengandung risiko. Jadi
menghindar risiko berarti juga menghilangkan
risiko itu.
b) Mengendalikan kerugian (loss control)
Pengendalian kerugian dapat dijalankan dengan cara:
- Merendahkan kemungkinan untuk terjadinya
kerugian.
- Mengurangi keparahannya jika kerugian tersebut
memang terjadi.
27
Misbahul Munir, Implementasi Prudential Banking dalam Perbankan Syariah (Malang: UIN Malang Press, 2009), hlm. 54.
c) Penyebaran dan pemisahan
Yang dimaksud penyebaran dan pemisahan di sini adalah
menyebarkan harta yang menghadapi risiko yang sama.
Misalnya dengan menempatkan barang persedian tidak
dalam satu gudang saja, tapi dipisahkan dalam dua atau
lebih. Maksud pemisahan ini adalah mengurangi jumlah
kerugian untuk satu peristiwa.
d) Pemindahan risiko
Pemindahan risiko dapat dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut, Pertama: harta milik atau kegiatan yang
menghadapi risiko dapat dipindahkan kepada pihak lain.
Misalnya perusahaan yang menjual salah satu gedungnya,
dengan sendirinya telah memindahkan risiko yang
berhubungan dengan pemilikan gedung itu kepada pemilik
baru. Atau perusahaan yang menyerahkan sebagian
kegiatannya kepada kontraktor, dengan tujuan untuk
memindahkan risiko yang berhubungan dengan pekerjaan
itu.
Kedua: Risiko itu sendiri yang dipindahkan. Misalnya
seorang pembuat barang mungkin sanggup mendesak
seorang pengecer untuk memikul tanggung jawab terhadap
itu meninggalkan gedung milik pembuat barang, bahkan
jika pembuat barang sebenarnya harus bertanggung jawab.
2. Pembiayaan risiko (risk financing)
Metode kedua dalam penanganan risiko adalah dengan
pembiayaan risiko (risk financing). Pembiayaan tersebut
berhubungan dengan cara-cara pengadaan dana untuk
memulihkan kerugian, hal ini karena dalam pengendalian
risiko (risk control) tidak memerlukan pengerahan dana baik
itu dengan memindahkan harta, kegiatan atau memindahkan
tanggung jawab kepada seorang tansferee.
Ada dua cara dalam proses pembiayaan risiko, yaitu : risk
financing transfer (memindahkan risiko disertai dengan
pembiayaan) dan risk retention (risiko ditangani sendiri oleh
perusahaan yang bersangkutan).
a. Risk Financing Transfer
Memindahkan risiko melalui risk financing berarti
trasferor mencari dana eksternal yang akan membayar
kerugian yang bersangkutan apabila kerugian itu nanti
sungguh terjadi.
b. Risk Retention (Menanggung sendiri risiko)
Metode paling umum penanganan risiko adalah
penanggungan sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan.
bersangkutan. Penanggungan sendiri ini bisa bersifat pasif
atau tidak direncanakan (unplanned retention) dan bisa
bersifat aktif atau direncanakan (planned retention).
6. Risiko Terkait Pembiayaan Mudharabah (Modal Kerja)
Pada pembiayaan modal kerja / Mudharabah terdapat risiko terkait
pembiyaan ini yaitu:28
a) Businessrisk (risiko bisnis yang dibiayai)
Adalah risiko yang terjadi pada first way out yang dipengaruhi
oleh:
1. Industri risk yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang
ditentukan oleh: karakteristik masing-masing jenis usaha yang
bersangkutan, kinerja keuangan jenis usaha yang bersangkutan
(industry financial standard).
2. Faktor negative lainnya yang mempengaruhi perusahaan
nasabah, seperti kondisi group usaha, keadaan force majeure,
permasalahan hukum, pemogokan, kewajiban off balance sheet
(L/C impor, bank garansi), market risk (forex risk, interest
risk, scurity risk), riwayat pembayaran (tunggakan kewajiban)
dan restrukturisasi pembiayaan.
3. Shirinking risk (resiko berkurangnya nilai pembiayaan) adalah
risiko yang terjadi pada second way out.
28
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004).
b) Unusual bisiness risk yaitu risiko bisnis yang luar biasa yang
ditentukan oleh:
1. Penurunan drastis tingkat bisnis yang dibiayai.
2. Penurunan drastis harga jual barang/jasa dari bisnis yang
dibiayai.
3. Penurunan drastis harga barang/jasa dari bisnis yang dibiayai.
c) Jenisbagi hasil yang dilakukan, apakah profit and loss sharing atau
revenue sharing.
1. Untuk jenis profit and loss sharing, shirnking risk muncul bila
terjadi loss sharing yang harus ditanggung oleh bank.
2. Untuk jenis revenue sharing, shirnking risk terjadi bila nasabah
tidak mampu menanggung biaya (nafaqah) yang seharusnya
ditanggung nasabah, sehingga nasabah tidak mampu
melanjutkan usahanya.
d) Disaster risk yaitu keadaan force majeure yang dampaknya sangat
besar terhadap bisnis nasabah yang dibiayai bank.
e) Character risk (risiko karakter buruk mudharib) yaitu risiko yang
terjadi pada third way out yang dipengaruhi oleh hal berikut:
1. Kelalaian nasabah dalam menjalankan bisnis yang dibiayai
bank.
2. Pelanggaran ketentuan yang telah disepakati sehingga nasabah
dalam menjalankan bisnis yang dibiayai bank tidak lagi sesuai
3. Pengelolaan intenal perusahaan seperti manajemen, organisasi,
pemasaran, teknis produksi, dan keuangan yang tidak
dilakukan secara profesional sesuai dengan standar
pengelolaan yang disepakati antara bank dan nasabah.
Untuk mengatasi character risk, bank menetapkan kovenan khusus
pembiayaan mudharabah. Bila terjadi kerugian yang disebabkan
oleh character risk, kerugian akan di bebankan kepada nasabah.
Untuk menjamin agar nasabah mampu menanggung kerugian
akibat risiko tersebut, maka bank menetapkan adanya jaminan
(colleteral).
B. Konsep Dasar Pembiayaan dalam Lembaga Keuangan Syariah 1. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh
suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga.
Adapun Pembiayaan dalam Bank Islam adalah penyediaan dana
atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
a. Transaksi Bagi Hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah
b. Transaksi sewa dalam bentuk ijarah atau sewa dengan opsi
perpindahan hak milik dalam bentuk ijarahmuntahiyah bit Tamlik.
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’.
d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qardh.
e. Transaksi multijasa dengan menggunakan akad ijarah atau kafalah.
Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank atau
Lembaga Keuangan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan, tanpa imbalan,
atau bagi hasil.
2. Tujuan dan Fungsi Pembiayaan
Pembiayaan merupakan sumber pendapatan bagi Bank Syariah.
Tujuan pembayaran yang dilaksanakan Perbankan Syariah terkait
dengan stake holder, yakni:29
a. Pemilik : Dari sumber pendapatan diatas, para pemilik
mengharapkan akan memperoleh penghasilan atas dana yang
ditanamkan pada bank tersebut.
b. Pegawai : Para pegawai mengharapkan dapat memperoleh
kesejahteraan dari bank yang dikelolanya.
c. Masyarakat
1. Pemilik dana : sebagaimana pemilik,
mereka mengharapkan dana yang diinvestasikan akan
memperoleh hasil
2. Debitur yang bersangkutan : Para debitur, dengan
penyediaan dana baginya, mereka terbantu guna menjalankan
29
usahanya (sektor produktif) atau terbantu untuk pengadaan
barang yang diinginkannya (pembiayaan konsumtif).
3. Masyarakat umum-konsumen : mereka dapat memperoleh
barang-barang yang dibutuhkan.
d. Pemerintah : Akibat penyediaan pembiayaan, pemerintah
terbantu dalam pembiayaan pembangunan negara.
e. Bank : Bank dapat mengembangkan dan meneruskan
usahanya agar tetap bertahan dan meluas jaringan usahanya.
Pembiayaan secara umum, memiliki fungsi untuk:
a. Meningkatkan Daya Guna Uang
b. Meningkatkan Daya Guna Barang
c. Meningkatkan Peredaran Uang
d. Menimbulkan Kegairahan Usaha
e. Stabilitas Ekonomi
f. Sebagai Jembatan untuk Meningkatkan Pendapatan Nasional
3. Jenis-Jenis Pembiayaan
Pembiayaan merupakan tugas pokok dalam perbankan, yaitu
pemberi fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan
pihak-pihak yang merupakan defisit unit. Menurut sifat penggunaannya,
pembiayaan dapat dibagi menjadi 2 jenis:30
30
a) Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas yaitu peningkatan
usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi.
b) Pembiayaan konsumtif yaitu pembiayaan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi yang akan habis digunakan untuk
memenuhi kebutuhan.
Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi
2 hal berikut:
a) Pembiayaan Modal Kerja yaitu pembiayaan untuk memenuhi
kebutuhan :
1. Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah
hasil produksi, maupun secara kualitatif yaitu peningkatan
kualitas atau mutu hasil produksi; dan
2. Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place
dari suatu barang.
b) Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuahan
barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat
kaitannya dengan itu.
4. Analisis Pengawasan Pembiayaan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam analisis pengawasan
pembiayaan di Bank Syariah adalah sebagai berikut :31
a) Pendekatan analisis pembiayaan
31
Ada beberapa pendekatan analisa pembiayaan yang dapat
diterapkan oleh Bank Syariah dalam kaitannya dengan
pembiayaan yang dapat diterapkan oleh Bank Syariah dalam
kaitannya dengan pembiayaan yang akan dilakukan, yaitu:
1. Pendekatan Jaminan, artinya Bank dalam memberikan
pembiayaan selalu memperhatikan kuantitas dan kualitas
jaminan yang dimiliki oleh peminjam.
2. Pendekatan Karakter, artinya bank mencermati secara
sungguh-sungguh terkait dengan karakter nasabah.
3. Pendekatan kemampuan pelunasan, artinya bank menganalisis
kemampuan nasabah untuk melunasi jumlah pembayaran yang
telah diambil
4. Pendekatan dengan study kelayakan, artinya bank
memperhatikan kelayakan usaha yang dijalankan oleh nesabah
peminjam
5. Pendekatan fungsi-fungsi bank, artinya bank memperhatikan
fungsinya sebagai Lembaga Intermediary keuangan yaitu
mengatur mekanisme dana yang dikumpulkan dengan dana
yang disalurkan.
b) Prinsip analisis pembiayaan
Selain pendekatan di atas, bank juga mengunakan prinsip
analisis pembiayaan berdasarkan dengan prinsip 5C, yaitu :
b) Capacity : kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan
mengembalikan pinjaman yang diambil
c) Capital : besarnya modal yang diperlukan
d) Colateral : jaminan yang telah dimiliki yang diberikan
peminjam kepada bank
e) Condition : keadaan usaha nasabah prospek atau tidak
Prinsip 5C tersebut terkadang ditambahkan dengan 1C yaitu
Constraint artinya hambatan-hambatan yang mungkin
mengganggu proses usaha.
c) Media pemantauan pembiayaan
Setelah melakukan analisis dengan prinsip-prinsip
pembiayaan dan pendekatan bank juga perlu mengadakan media
pemantauan pembiayaan seperti :
1. Informasi dari luar Bank Syariah
Diupayakan data dari laporan periodik usaha yang dibiayai
baik itu berupa laporan stok, realisasi kerja dan laporan
keuangan.
2. Informasi dari dalam Bank Syariah
Penelitian mutasi keuangan anggota dalam rekening sehingga
diperoleh gambaran mutasi yang sesungguhnya dan tidak
terjadi manipulasi.
3. Meneliti perputaran yang terjadi atas debit atau kredit pada
4. Memberikan tanda pada laporan sehingga dapat diantisisipasi
jika ada kekeliruan yang lebih besar.
5. Periksalah adakah tanggal-tanggal jatuh tempo yang dijanjikan
terealisasi.
6. Meneliti buku-buku pembantu / tambahan dan map-map yang
berkaitan dengan peminjaman.
C. Pembiayaan Modal Kerja pada Lembaga Keuangan Syariah
1. Mekanisme dan Skema Pembiayaan Modal Kerja
Mekanisme pembiayaan modal kerja yaitu :
a) Nasabah mempunyai kontrak kerja dengan pemilik proyek.
b) Nasabah mengajukan pembiayaan ke bank.
c) Bank membiayai dengan akad mudharabah, bank membiayai
seluruh kebutuhan biaya proyek.
d) Pengembalian modal dan distribusi keuangan dapat dilakukan
secara angsuran atau tempo.
e) Distribusi tingkat keuntungan untuk Bank dan nasabah sebesar
nisbah yang ditentukan pada akad.
Sedangkan skema pembiayaan modal kerja seperti, gambar 2.1:
BAGI HASIL
Keterangan :
1. Kontrak kerja antara nasabah dan pemilik proyek
2. Pengajuan dan pemenuhan persyaratan
3. Akad Mudharabah
4. Menyerahkan modal
5. Mengelola
6. Pengembalian modal dan distribusi keuntungan
7. Pengembalian modal dan bagi hasil sesuai nisbah bank
8. Bagi hasil sesuai nisbah nasabah
NASABAH PROYEK BANK PEMILIK PROYEK BAGI HASIL MODAL & & BAGI HASIL & 7 6 8 1 2 3 4 5
2. Perhitungan Nisbah Bagi Hasil pada Pembiayaan Modal Kerja
Proses penentuan Bagi Hasil pembiayaan ditentukan dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Tingkat keuntungan yang diharapkan pihak bank
Hal ini dipengaruhi oleh beberapa komponen yang dapat
disesuaikan dengan kebutuhan pasar meliputi: - Beban dana operasional
- Beban dana efektif
- Beban overhead
- Beban dana
- Margin (Laba yang diinginkan)
- Cadangan risiko pembiayaan bermasalah
b. Perkiraan kemampuan keuntungan usaha yang dibiayai
Diperoleh dari data historis tingkat rata-rata usaha yang akan
dibiayai misalnya diketahui bahwa dari data historis usaha
tersebut ternyata memiliki kemampuan menghasilkan
keuntungan sebesar 30%. Hal ini dengan mempertimbangkan :
- Perkiraan penjualan
- Lama cash to cash cyle
- Perkiraan biaya-biaya langsung berkaitan dengan kegiatan
penjualan
- Perkiraan biaya-biaya tidak langsung berkaitan dengan
- Delayed factor, tambahan waktu yang ditambahkan pada
cash to cash cycle untuk mengantisipasi timbulnya
keterlambatan pembayaran dari nasabah kepada bank.
c. Menghitung nisbah hak nasabah
Didapat dari selisih antara tingkat keuntungan yang diharapkan
pihak bank dengan perkiraan kemampuan keuntungan usaha
yang dibiayai dibagi dengan perkiraan kemampuan keuntungan
yang dibiayai.
d. Menghitung nisbah hak bank