• Tidak ada hasil yang ditemukan

76879554 Struma Difusa Toksik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "76879554 Struma Difusa Toksik"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PEMBAHASAN KASUS

I. KETERANGAN UMUM Nama Umur No. RM Jenis kelamin Pekerjaan Alamat St. Marital A gama : Ny. M : 30 tahun : 005483 : Perempuan : Ibu Rumah Tangga : Kp. Cibitung R t 07/13 Sukadanau, Cikarang Barat, Bekasi : Menikah : Islam

Tgl Pemeriksaan : 5 Agustus 2011

II. ANAMNESIS Keluhan utama : Benjolan pada leher bagian tengah

Anamnesis Khusus : Sejak 1 (satu) bulan yang lalu, penderita mengeluh terdapat s atu benjolan pada leher bagian tengah. Benjolan berbentuk lonjong, kira-kira seb esar telur ayam, tidak terasa nyeri, lunak dan dirasakan tidak semakin membesar. Tidak terdapat perubahan warna kulit di atasnya dan benjolan ikut bergerak saat menelan. Keluhan benjolan di tempat lain, suara serak, sulit menelan serta suli t bernafas disangkal. Penderita sering merasa jantungnya berdebar-debar dan tang annya bergetar. Penderita juga mengeluh sering merasa kegerahan dan lebih senang di tempat yang dingin Penderita mengeluh mudah gugup, mudah gelisah dan cepat e mosi serta sulit tidur. Nafsu makan penderita meningkat tetapi dalam satu tahun ini, berat badan menurun sebanyak 9 kg.

(2)

Penderita juga merasakan perubahan pada kedua matanya, yaitu tampak lebih menonj ol dari sebelumnya. Penderita juga merasa kelopak matanya terasa berat, namun pe nurunan fungsi penglihatan disangkal. Keluhan demam, lekas lelah, berkeringat ba nyak disangkal penderita. Haid tidak lancar, rambut rontok disangkal oleh pasien . Tidak terdapat keluhan pada buang air besar maupun buang air kecil. Satu hari sebelumnya, penderita berobat ke dokter bedah dan mendapatkan obat (os tidak tah u jenis obatnya). Tidak terdapat riwayat penggunaan obat-obatan tertentu sebelum nya. Riwayat penyakit dahulu seperti hipertensi, diabetes, alergi disangkal. Riw ayat terapi radiasi pada daerah leher atau sekitarnya juga disangkal. Tidak dite mukan keluhan yang sama baik di antara anggota keluarga dan tetangga. Penderita memiliki tiga putra, tidak sedang hamil maupun habis melahirkan. Penderita tidak pernah mengeluhkan demam sangat tinggi yang muncul secara tiba-tiba disertai ge lisah, sesak nafas, mual muntah, dan penurunan kesadaran.

III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum : ± Kesan sakit ± Kesadaran ± Berat badan ± BMI Tand a Vital: ± Tekanan Darah : 120/80 mmHg ± Nadi Tipe Isi : 116 x/menit : equal : cukup : sakit sedang : Composmentis : 50 kg

(3)

Irama ± RR ± Suhu Status Generalis y Kepala : : reguler : 20 x /menit : 37,2 o C

o Rambut o Tengkorak o Mata        o Telinga o Hidung o Bibir o Mulut    y Leher Palpasi J VP KGB : Letak

: tidak kusam, tidak mudah rontok. : tidak ada kelainan (t.a.k) : eksoftalmus (+ ) : Simetris : Dalam batas normal : Edema (-) : Jernih : Bulat, isokor : tidak i kterik : tidak anemis

Pergerakan Palpebrae Kornea Pupil Sklera Konjunctiva

: simetris, tidak terdapat serumen : pernafasan cuping hidung : (-) : sianosis p erioral (-) : gusi tidak hiperemis Lidah bersih

Tonsil T1/T1, tenang Faring tidak hiperemis Inspeksi

: Kelenjar tiroid tampak membesar (status lokalis) : Kelenjar tiroid teraba memb esar (status lokalis) : tidak meningkat, 5+1 cmH2O : tidak teraba membesar

Deviasi trakea : Axilla : tidak teraba KGB 3

(4)

y

Thoraks

: : Bentuk gerak simetris, Ictus Cordis tampak di ICS V LMCS Inspeksi

Palpasi

: Vokal Fremitus kanan sama dengan kiri, Ictus Cordis teraba di ICS V LMCS, tida k kuat angkat, thrill (-)

Perkusi    

: Paru kanan Paru kiri BPH Jantung : sonor : sonor : ICS V kanan, peranjakan 2 c m :

o batas atas : ICS III LMCS o batas kiri : ICS V LMCS o batas kanan: ICS V LPD A uskultasi  : Paru-paru : VBS kanan sama dengan kiri Ronkhi -/-, Wheezing -/-, ple ural friction rub (-)  Jantung : bunyi jantung normal, reguler S1 dan S2 normal ; S3/S4 -/Murmur (-), gallop (-) y Abdomen : Auskultasi Palpasi Perkusi : Bising usus (+) normal : Lembut, Hepar dan Lien tidak teraba : Timpani, Ruang traube ko song

(5)

Ekstremitas Edema/myxedema : -/Hiperkinetik :+ Clubbing : -/Sianosis : -/Tremor : +/+

Status Lokalis y Massa a/r colli anterior Ukuran Konsistensi Rubor Kalor Nyeri t ekan : batas tidak jelas

: ±7 x 4 cm : lunak : (-) : (-) : (-) : (+) ikut pergerakan menelan Auskultasi : bruit (-) 5

(6)

Tabel 3. Indeks Wayne Gejala yang baru terjadi dan bertambah berat Sesak pada ke rja Berdebar-debar Lekas lelah Lebih suka hawa panas Lebih suka dingin Berkering at banyak Gugup Nafsu makan bertambah Nafsu makan berkurang Berat badan bertamba h +1 +2 +3 -5 +5 +3 +2 +3 -3 -3 Tiroid teraba Bising Pembuluh Exophtalmus Retrak si palpebra Kelambatan palpebra Hiperkinesis Tremor jari Tangan panas Tangan lem bab Denyut nadi sewaktu <80/menit 80-90/menit >90/menit Fibrilasi atrium Jumlah: 25 Nilai: 19 toksik, 11-19: Equivocal, <11: non toksik -3 +3 +4 +3 +2 +2 +2 +1 + 4 +1 +2 +1 3 2 2 1 1 + Tandatanda +

-VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG Hasil Laboratorium (4 Agustus 2011) :

Hemoglobin: 12,8 Leukosit: 13.300 hitung jenis: Basofil: 0 Eosinofil: 1 Batang: 0 Segmen: 77 Monosit: 5 Limposit: 17 Hematokrit: 40 Eritrosit: 5,08 LED: 72 GDS: 185 SGOT: 21 SGPT 28 Ureum: 33 Creatinin: 1,1 Hormon tiroid: T3: 1050,36 T4: > 24,86 TSH-S: < 0,05

(7)

IV. RESUME Dari anamnesa, pada pasien didapatkan keluhan berupa satu benjolan pa da leher bagian tengah yang berbentuk lonjong, tidak terasa nyeri, lunak dan iku t bergerak saat menelan. Ditemukan pula gejala jantung berdebar-debar, tangan be rgetar, intolerasi panas, mudah gugup, dan penurunan berat badan walaupun nafsu makan meningkat. Penderita juga merasa kedua matanya tampak lebih menonjol dari sebelumnya. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan takikardi, eksoftalmus, tremor da n hiperkinesis. Pada pemeriksaan leher, didapatkan pembesaran tiroid difusa, yai tu benjolan pada anterior coli, tidak berbatas tegas, lunak, ikut pergerakan men elan dan tidak ditemukan tanda-tanda peradangan. Berdasarkan anamnesa dan pemeri ksaan fisik tersebut diagnosa sudah dapat ditegakkan, namun indeks wayne dapat d igunakan agar lebih objektif. Didapatkan nilai 25 dengan kata lain, terdapat tir otoksikosis. Oleh karena itu, penderita ini di-diagnosa menderita struma difusa toksik (grave¶s disease) karena didapatkan struma, tirotoksikosis dan disertai oft almopati berupa exoftalmus. Dari pemeriksaan laboratorium, di dapatkan hasil yan g menunjukkan

hipertiroidisme, yaitu: T3 dan T4 meningkat dan TSH-S menurun. Hasil ini dapat d ijadikan acuan guna follow up pengobatan.

IV. DIAGNOSA KERJA y Struma difusa toksik (grave¶s disease) V. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG EKG Foto thorax

(8)

VI. PENATALAKSANAAN Umum: Menjelaskan mengenai penyakit dan terapi kepada pasien Khusus: Obat antitiroid: PTU: 4 x 100 mg Beta blocker: Propranolol: 3 x 10 mg PROGNOSIS Quo ad vitam : Ad bonam

Quo ad functionam : Ad bonam 8

(9)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1

Tiroid Embriologi Kelenjar tyroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usu s depan.

Kelenjar tyroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pa da akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tyroid berasal dari lekukan faring an tara branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum , yang kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami desensus dan akhirnya m elepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tyroglossus yang berawal dari foramen sekum di basis lidah. Duktus ini akan menghilang setel ah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu masih menetap. Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tyroid yang letaknya abnormal, seperti persisten duktud tyrog lossus, tyroid servikal, tyroid lingual, sedangkan desensus yang terlalu jauh ak an membentuk tyroid substernal. Branchial pouch keempat ikut membentuk kelenjar tyroid, merupakan asal sel-sel parafolikular atau sel C, yang memproduksi kalsit onin.(IPD I). Kelenjar tyroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin.

2.1.2 Anatomi Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan fascia prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terletak trakhea, esof agus, pembuluh darah besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sam bil melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar p aratyroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tyroid. Tyroid terdi ri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga pa da setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kra nial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk

(10)

menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tyroid ata u tidak.

Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari a. Tiroidea Superior (cabang dari a. Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan s istem venanya berasal dari pleksus perifolikular (Djokomoeljanto, 2001). Nodus L ymfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis yang kemudia n ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan ke nl. Pretrakhealis da n nl. Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran k eganasan (Djokomoeljanto, 2001).

2.1.3 Histologi Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara mi kroskopis terdiri atas banyak folikel yang berbentuk bundar dengan diameter anta ra 50-500 µm. Dinding folikel terdiri dari selapis sel epitel tunggal dengan punca k menghadap ke dalam lumen, sedangkan basisnya menghadap ke arah membran basalis . Folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah untuk membentuk lobulus yan g mendapat vaskularisasi dari end entry. Setiap folikel berisi cairan pekat, kol oid sebagian besar terdiri atas protein, khususnya protein tyroglobulin (BM 650. 000) (Djokomoeljanto, 2001).

(11)

2.1.4

Fisiologi Hormon Tyroid

2.1.4.1 Sintesis hormon tiroid Kelenjar tyroid menghasilkan hormon tyroid utama yaitu Tiroksin (T4). Bentuk aktif hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang seb agian besar berasal dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langs ung dibentuk oleh kelenjar tyroid. Iodida inorganik yang diserap dari saluran ce rna merupakan bahan baku hormon tyroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi menj adi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat dal am tyroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloi d kelenjar tyroid. Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap didalam kelenjar yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menj alani daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat tyroid (thyroid-binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroks in (Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA). Pada dasarnya kelenjar tiroid hanya m enghasilkan hormon T4 yang kemudian dikonversikan menjadi T3 oleh 5¶ monodeiodinat ion di hati, ginjal, otot tulang. T3 melakukan tugasnya melalui ikatannya dengan reseptor hormon tiroid spesifik (THRs). Secara singkat, tahapan biosintesis hor mon tiroid mencakup enam langkah, yaitu: a). tahap traping b). tahap oksidasi c) . tahap coupling d). Tahap penimbunan atau storage e). Tahap proteolisis f). Tah ap tahap deyodinasi g). Tahap pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid.

(12)

2.1.4.2 Metabolisme T3 dan T4 Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4 endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeio donasi menjadi T3. Jaringan yang mempunyai kapasitas mengadakan perubahan ini ia lah jaringan hati, ginjal, jantung dan hipofisis. Dalam proses konversi ini terb entuk juga rT3 (reversed T3, 3,3¶,5¶ triiodotironin) yang tidak aktif, yang digunaka n mengatur metabolisme pada tingkat seluler (Djokomoeljanto, 2001).

2.1.4.3 Pengaturan Faal Tiroid Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid , yaitu: 1. TRH (Thyrotrophin releasing hormon) Tripeptida yang disentesis oleh hipothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH (thyroid stimulating hormon) y ang selanjutnya kelenjar tiroid teransang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi 2. TSH (thyroid stimulating hormon) Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit ( alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiro id

(13)

(TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon meningkat 2. Ump an Balik sekresi hormon (negative feedback). Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpun yai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya hormon bebas. T3 disamping beref ek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi ke pekaan hipifisis terhadap rangsangan TSH. 4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiro id sendiri (autoregulasi). Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra t iroid

2.1.4.4 Efek metabolisme Hormon Tyroid 1. Kalorigenik 2. Termoregulasi 3. Metabo lisme protein Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam do sis besar bersifat katabolik 4. Metabolisme karbohidrat

(14)

Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal meningkat, cadangan glikogen h ati menipis, demikian pula glikogen otot menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat. 5. Metabolisme lipid T4 mempercepat sintesis k olesterol, tetapi proses degradasi kolesterol dan ekspresinya lewat empedu terny ata jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat. 6. Vitamin A Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlu kan hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia. 7. L ain-lain gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi diare, gangguan faa l hati, anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme.

2.1.4.5 Efek Fisiologik Hormon Tiroid Efek transkripsional dari T3 secara karakt eristik memperlihatkan suatu lag time berjam-jam atau berhari-hari untuk mencapa i efek yang penuh. Aksi genomik ini menimbulkan sejumlah efek, termasuk efek pad a pertumbuhan jaringan, pematangan otak, dan peningkatan produksi panas dan kons umsi oksigen yang sebagian disebabkan oleh peningkatan aktivitas dari Na+-K+ ATP ase, produksi dari reseptor beta-adrenergik yang meningkat. Sejumlah aksi dari T 3 tidak genomik, seperti penurunan dari deiodinase-5' tipe 2 hipofisis dan penin gkatan dari transpor glukosa dan asam amino. Sejumlah efek spesifik dari hormon tiroid diringkaskan berikut ini. 1. Efek pada Perkembangan Janin Sistem TSH tiro id dan hipofisis anterior mulai berfungsi pada janin manusia sekitar 11 minggu. Sebelum saat ini, tiroid janin tidak mengkonsentrasikan I. Karena kandungan plas enta yang tinggi dari deiodinase-5 tipe 3, sebagian besar T3 dan T4 maternal dii naktivasi dalam

(15)

plasenta, dan sangat sedikit sekali hormon bebas mencapai sirkulasi janin. Denga n demikian, janin sebagian besar tergantung pada sekresi tiroidnya sendiri. Wala upun sejumlah pertumbuhan janin terjadi tanpa adanya sekresi hormon tiroid janin , perkembangan otak dan pematangan skeletal jelas terganggu, menimbulkan kretini sme (retardasi mental dan

dwarfisme/cebol). 2. Efek pada Konsumsi Oksigen, Produksi panas, dan Pembentukan Radikal Bebas T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui s timulasi Na+-K+ ATPase dalam semua jaringan kecuali otak, lien, dan testis. Hal ini berperan pada peningkatan kecepatan metabolisme basal (keseluruhan konsumsi O2 hewan saat istirahat) dan peningkatan kepekaan terhadap panas pada hipertiroi disme. Hormon tiroid juga menurunkan kadar dismutase superoksida, menimbulkan pe ningkatan pembentukan radikal bebas anion superoksida. Hal ini dapat berperan pa da timbulnya efek mengganggu dari hipertiroidisme kronik. 3. Efek Kardiovaskular T3 merangsang transkripsi dari rantai berat miosin dan

menghambat rantai berat miosin, memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga meningkatkan transkripsi dari Ca2+ ATPase dalam retikulum sarkoplasmik, meningk atkan kontraksi diastolik jantung; mengubah isoform dari gen Na+ -K+ ATPase gen; dan meningkatkan reseptor adrenergik-beta dan konsentrasi protein G. Dengan dem ikian, hormon tiroid mempunyai efek inotropik dan kronotropik yang nyata terhada p jantung. Hal ini merupakan penyebab dari peningkatan cardiac output dan heart rate yang nyata pada hipertiroidisme dan kebalikannya pada hipotiroidisme. 4. Ef ek Simpatik Seperti dicatat di atas, hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor adrenergik-beta dalam otot jantung, otot skeletal, jaringan adiposa, dan limfosi t. Mereka juga menurunkan reseptor adrenergik-alfa miokardial. Di

(16)

samping itu; mereka juga dapat memperbesar aksi katekolamin pada tempat pascares eptor. Dengan demikian, kepekaan terhadap katekolamin meningkat dengan nyata pad a hipertiroidisme, dan terapi dengan obatobatan penyekat adrenergik-beta dapat s angat membantu dalam

mengendalikan takikardia dan aritmia. 5. Efek Hematopoetik Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme menyebabkan peningkatan produksi eritropoi etin dan peningkatan eritropoiesis. Namun, volume darah biasanya tidak meningkat karena hemodilusi dan peningkatan penggantian eritrosit (red cell turn over). 6 . Efek Gastrointestinal Hormon tiroid merangsang motilitas usus, yang dapat menimbulkan peningkatan motilitas dan diare pada hipertiroidisme dan memperlamba t transit usus serta konstipasi pada hipotiroidisme. Hal ini menimbulkan penurun an berat badan yang sedang pada hipotiroidisme dan pertambahan berat pada hipoti roidisme. 7. Efek Skeletal Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian (tur n over) tulang, meningkatkan resorpsi tulang. Dengan demikian, hipertiroidisme d apat menimbulkan osteopenia yang bermakna, dan pada kasus berat, dapat mengakiba tkan hiperkalsemia sedang, hiperkalsiuria, dan penanda hidroksiprolin urin dan c ross-link pyridinium. 8. Efek Neuromuskular Walaupun hormon tiroid merangsang pe ningkatan sintesis dari banyak protein struktural, pada hipertiroidisme terdapat peningkatan penggantian protein dan kehilangan jaringan otot atau miopati. Hal ini dapat berkaitan dengan kreatinuria spontan. Terdapat juga suatu peningkatan kecepatan kontraksi dan relaksasi otot, secara klinik diamati adanya hiperefleks ia pada hipertiroidisme atau sebaliknya pada

(17)

normal dari susunan saraf pusat, dan hiperaktivitas pada hipertiroidisme serta k elambanan pada hipotiroidisme dapat mencolok. 9. Efek Endokrin Hormon tiroid men ingkatkan pergantian metabolik dari banyak hormon dan obat-obatan farmakologik. Contohnya, waktu-paruh dari kortisol adalah sekitar 100 menit pada orang normal, sekitar 50 menit pada pasien hipertiroid, sekitar 150 menit pada pasien hipotir oid. Kecepatan produksi kortisol akan meningkat pada pasien hipertiroid; dengan fungsi adrenal normal sehingga mempertahankan suatu kadar hormon sirkulasi yang normal. Namun, pada seorang pasien dengan insufisiensi adrenal, timbulnya hipert iroidisme atau terapi hormon tiroid dari hipotiroidisme dapat mengungkapkan adan ya penyakit adrenal. Ovulasi dapat terganggu pada hipertiroidisme maupun hipotir oidisme, menimbulkan infertilitas, yang dapat dikoreksi dengan pemulihan keadaan eutiroid. Kadar prolaktin serum meningkat sekitar 40% pada pasien dengan hipoti roidisme, kemungkinan suatu manifestasi dari peningkatan pelepasan TRH; hal ini akan kembali normal dengan terapi T4. Efek endokrin lainnya akan dibahas pada ba gian yang sesuai dalam bab ini.

2.2

Kelainan-kelainan Tiroid Kelainan pada fungsi tiroid merupakan manifestasi dari gangguan fungsi

primer atau penyakit pada kelenjar tiroid, atau secara sekunder, hasil dari gang guan yang terjadi pada hipofisis atau hipotalamus. Kelainan primer tiroid merupa kan manifestasi dari perubahan pada konsentrasi hormon tiroid yang memiliki feed back effect terhadap thyroid-stimulating hormone (TSH). Sebagai contoh, ketika t erjadi peningkatan konsentrasi thyroid hormone (TH) maka produksi TSH akan menur un akibat adanya negative feedback, dan begitu juga sebaliknya. Kelainan sekunde r pada kelenjar tiroid berhubungan dengan kelainan pada produksi TSH oleh hipofi sis. Bila terdapat produksi yang berlebih dari TSH, maka TH akan meningkat juga sebagai efek primer dari peningkatan konsentrasi TSH, dan begitu juga sebaliknya .

(18)

Pasien dengan kelainan tiroid biasanya datang berobat dengan keluhan : a) Pembes aran kelenjar tiroid (struma), difus atau nodul b) Keluhan defisiensi hormon tir oid (hipotiroidisme) c) Keluhan kelebihan hormon tiroid (hipertiroidisme) d) Kom plikasi dari bentuk khusus hipertiroidisme, (Grave`s disease) bisa berupa eksoft almus ataupun dermopathi tiroid

2.2.1 Struma

2.2.1.1 Definisi Struma atau goiter merupakan pembesaran dari kelenjar tiroid. B iasanya dianggap membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal. Pemb esaran kelenjar tiroid sangat bervariasi dari tidak terlihat sampai besar sekali dan mengadakan penekanan pada trakea, membuat dilatasi sistem vena serta pemben tukan vena kolateral.

2.2.1.2 Klasifikasi Struma Menurut American society for Study of Goiter membagi : 1. Struma Non Toksik Diffusa 2. Struma Non Toksik Nodusa 3. Stuma Toksik Diffu sa 4. Struma Toksik Nodusa Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya p erubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hip otiroid, sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anat omi.

1. Struma non toksik nodusa Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid. Penyebab paling banyak dari struma non t oksik adalah kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yan g sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma non toksik disebabkan oleh beber apa hal, yaitu :

(19)

a) Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium y ang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 2 5 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism. b) Kelebihan yodium: ja rang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit tiroid autoimun c) Goitr ogen :  Obat: Propylthiouracil, litium, phenylbutazone,

aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium



Agen lingkungan: Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara.



Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina, brussels keca mbah), padi-padian millet,

singkong, dan goitrin dalam rumput liar. d) Dishormonogenesis: Kerusakan dalam j alur biosynthetic hormon kelejar tiroid e) Riwayat radiasi kepala dan leher : Ri wayat radiasi selama masa kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna. 2 . Struma Non Toksik Diffusa Etiologi : a) Defisiensi Iodium b) Autoimmun thyroid itis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis c) Kelebihan iodium (efek Wolff-Cha ikoff) atau ingesti lithium, dengan penurunan pelepasan hormon tiroid. d) Stimul asi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hipofisis terhadap ho rmo tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroidstimulating immunoglobulin e) Inborn er rors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam biosynthesis hormon tiroid. f) Terpapar radiasi g) Penyakit deposisi

(20)

h) Resistensi hormon tiroid i) Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis) j) S ilent thyroiditis k) Agen-agen infeksi l) Suppuratif Akut : bacterial m) Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit n) Keganasan Tiroid 3. Struma Toksik Nodusa Etiologi : a) Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurun an level T4 b) Aktivasi reseptor TSH c) Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein GE d) Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-1), insulin like growth factor-1, epidermal growth factor, dan fibroblast growth factor. 4. Stru ma Toksik Diffusa Yang termasuk dalam struma toksik difusa adalah grave desease, yang merupakan penyakit autoimun yang masih belum diketahui penyebab pastinya 2.2.1.3 Patofisiologi Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH resep tor tiroid oleh TSH, TSH-Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chor ionic gonadotropin, akan menyebabkan struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil s el tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan me nyebabkan struma nodusa. Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid aka n menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid . Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk struma. Penyebab defisiensi horm on

(21)

tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan goitr ogen. Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang te rmasuk stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise y ang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hip ofise, dan tumor yang memproduksi human chorionic gonadotropin.

2.2.1.4 Diagnosis dan Penatalaksanaan Diagnosis disebut lengkap apabila dibelaka ng struma dicantumkan keterangan lainnya, yaitu morfologi dan faal struma. Diken al beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan gambaran makroskopis yang diketa hui dengan palpasi atau auskultasi : 1. Bentuk kista : Struma kistik

   

Mengenai 1 lobus Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan Kadang Mul tilobaris Fluktuasi (+) Batas Jelas Konsistensi kenyal sampai keras Bila keras c uriga neoplasma, umumnya berupa

2. Bentuk Noduler : Struma nodusa   

adenocarcinoma tiroidea 3. Bentuk diffusa : Struma diffusa  

batas tidak jelas Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek 4. Bentuk vaskuler : Struma vaskulosa

   

Tampak pembuluh darah Berdenyut Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vas kulosa Kelejar getah bening : Para trakheal dan jugular vein

Dari faalnya struma dibedakan menjadi : 21

(22)

1. Eutiroid 2. Hipotiroid 3. Hipertiroid Berdasarkan istilah klinis dibedakan me njadi : 1. Nontoksik : eutiroid/hipotiroid 2. Toksik : Hipertiroid

2.2.2

Hipotiroidisme Hipotiroidisme adalah sindrom klinis yang merupakan manifestasi d ari

defisiensi hormon tiroid, yang kemudian menyebabkan penurunan proses metabolisme secara menyeluruh. Hipotiroidisme yang terjadi pada bayi dan anakanak akan meny ebabkan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat terhambat, dengan manifestasi p ermanen termasuk retardasi mental. Hipotiroidisme yang menyerang orang dewasa me nyebabkan penurunan metabolisme, penimbunan glikosaminoglikan di rongga intrasel ular, terutama pada kulit dan otot, yang menghasilkan gambaran klinis miksedema. Gejala hipotiroidisme pada orang dewasa dapat diterapi (reversibel).

2.2.2.1 Etiologi & Insidensi Hipotiroidisme bisa diklasifikasikan menjadi : a) P rimer (kegagalan tiroid) b) Sekunder (defisiensi TSH hipofisis) c) Tersier (kare na defisiensi TRH pada hipotalamus) d) Resistensi perifer terhadap kerja hormon tiroid

Penyebab dari hipotiroidisme diantaranya yaitu : Primer a) Tiroiditis Hashimoto :

(23)

d) Asupan odium yang berlebihan. e) f) Tiroiditis subakut. Lainnya : defisiensi yodium, goitrogen seperti litium, terapi dengan obat anti tiroid. Sekunder a) Hi popituitarisme karena adenoma hipofisis,

b) terapi ablasi hipofisis, c) Tersier Disfungsi hipotalamus. Resistensi perifer terhadap kerja hormon tiroid. atau kerusakan hipofisis.

Tiroiditis Hashimoto adalah penyebab hipotiroidisme tersering. Pada pasien berus ia muda biasanya berhubungan dengan goiter; pada pasien berusia tua kelenjar mun gkin sudah hilang seluruhnya karena proses imunologis, dan satusatunya yang dapa t menunjukkan adanya kelainan tiroid yaitu hasil tes yang positif untuk autoanti bodi tiroperoksidase (TPO).

2.2.2.2 Patogenesis Defisiensi hormon tiroid mempengaruhi semua jaringan tubuh, sehingga gejalanya pun bervariasi. Secara patologis, karakteristik yang paling s ering ditemukan adalah akumulasi dari glikosaminoglikan, terutama asam hyalurona t, di jaringan interstisial. Akumulasi substansi hidrofilik ini dan peningakatan permeabilitas terhadap albumin menyebabkan terjadinya edema interstisial yang t erutama terjadi di kulit, otot jantung, dan otot lurik. Akumulasi tersebuut buka n disebabkan karena sintesis yang berlebihan, tetapi disebabkan karena penurunan destruksi glikosamoniglikan.

(24)

2.2.2.3 Manifestasi Klinis A. Bayi Baru Lahir (Kretinisme) Istilah kretinisme di gunakan bagi bayi dengan karakteristik retardasi mental, tubuh pendek, bengkak p ada muka dan tangan (puffy face and hands), dan (biasanya) tuli dan juga ditemuk an tanda-tanda kelainan traktus piramidal dan ekstrapiramidal. Hipotiroidisme ne onatal biasanya disebabkan kegagalan kelenjar tiroid pada masa perkenbangan embr ional untuk bergerak turun dari tempat asalnya di pangkal lidah ke bagian bawah leher anterior, yang menyebabkan trbentuknya kelenjar ektopik yang tidak berfung si dengan baik. Transfer TSH-R Ab melalui plasenta dari ibu dengan tiroiditis Ha shimoto bisa menyebabkan agenesis kelenjar tiroid dan ³athyreotic cretinism´. Ganggu an pada biosintesis hormon tiroid yang diturunkan bisa menyebabkan hipotiroidism e neonatal dan goiter. Penyebab hipotiroidisme neonatal yang tergolong jarang ya itu pemberian yodium, obat anti tiroid, atau yodium radioaktif untuk tirotoksiko sis selama kehamilan. Gejala hipotiroidisme pada bayi diantaranya yaitu kesulita n bernafas, sianosis, ikterus, kesulitan menyusui, hoarse cry, hernia umbilikali s, dan retardasi pematangan tulang. Epifisis tibia proksimal dan epifisis femur distal ditemukan pada hampir seluruh bayi cukup bulan dengan berat badan diatas 2500 gram. Bila epifisis ini tidak ditemukan maka merupakan tanda yang jelas dar i hipotiroidisme. Diagnosa dini hipotiroidisme neonatal dapat juga dilakukan den gan pemeriksaan konsentrasi TSH dan T4 di darah 24 ± 48 jam setelah kelahiran. Kon sentrasi T4 serum di bawah 6 Qg/dl dan konsentrasi TSH serum melebihi 25 QU/ml m enandakan terjadinya hipotiroidisme neonatal. Diagnosa dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologis yaitu dengan ditemukannya retardasi umur tulang.

B. Anak-anak Hipotiroidisme pada anak-anak ditandai dengan pertumbuhan yang terh ambat dan adanya retardasi mental. Pada dewasa muda dapat juga ditemukan tubuh y ang pendek, pubertas prekok, dan mungkin juga ditemukan pelebaran sela

(25)

tursika. Pelebaran sela tursika ini bukan karena tumor hipofisis tetapi mungkin karena hipertrofi hipofisis akibat produksi TSH yang berlebih.

C. Dewasa Pada dewasa, gejala yang sering ditemukan yaitu mudah lelah, mudah mer asa dingin, peningkatan berat badan, konstipasi, menstruasi yang tidak teratur, dan kram otot. Dari pemeriksaan fisik ditemukan kulit yang kering, kasar, cool, muka dan tangan yang bengkak (puffy face and hands), hoarse and husky voice, dan refleks yang lambat. Penurunan konversi karoten menjadi vitamin A dan peningkat an konsentrasi karoten di darah menyebabkan kulit tampak kekuningan. 1. Gejala k ardiovaskular Hipotiroidisme ditandai dengan kontraksi otot yang terganggu, brad ikardi, dan penurunan curah jantung (cardiac output/CO). Pemeriksaan EKG akan me nunjukkan penurunan amplitudo (milivolt) pada kompleks QRS, gelombang P dan T, y ang berespon terhadap terapi. Pembesaran jantung dapat terjadi, disebabkan edema interstisial, pembengkakan myofibril non spesifik, dan pelebaran ventrikel kiri , tetapi jarang disebabkan oleh efusi pericardial. Walaupun curah jantung menuru n, tetapi gagal jantung kongestif dan edema paru jarang terjadi. 2. Fungsi perna fasan Pada orang dewasa hipotiroidisme ditandai dengan nafas yang dangkal, lamba t, dan adanya gangguan pada respon bentilasi terhadap hiperkapnia dan hipoksia. Gagal nafas adalah masalah utama pada pasien dengan koma miksedema. 3. Peristalt is usus Peristaltis usus akan menurun, menyebabkan terjadinya konstipasi dan kad ang-kadang impaksi feses yang berat atau ileus. 4. Fungsi ginjal Fungsi ginjal a kan terganggu, karena adanya penurunan filtrasi glomerulus dan gangguan pada kem ampuan ginjal untuk menekskresi air. Hal ini

(26)

merupakan faktor predisposisi terjadinya intoksikasi air pada pasien miksedema b ila diberikan air dalam jumlah berlebihan. 5. Anemia Terdapat 4 mekanisme yang m enyebabkan pasien hipotiroidisme menjadi anemia, yaitu : (1) gangguan sintesis h emoglobin sebagai akibat dari defisiensi tiroksin; (2) defisiensi zat besi, hal ini disebabkan peningkatan hilangnya zat besi yang menyertai menorhagia dan adan ya gangguan absorpsi zat besi di usus; (3) defisiensi asam folat karena gangguan absorbsinya di usus; (4) anemia pernisiosa, disetai anemia megaloblastik (defis iensi vitamin B12). Anemia pernisiosa biasanya merupakan bagian dari penyakit au toimun, begitu juga dengan miksedema yang disebabkan tiroiditis kronik berhubung an dengan autoantibodi tiroid. Anemia pernisiosa berhubungan dengan autoantibodi sel parietal, diabetes mellitus berhubungan dengan autoantibodi sel islet, dan insufisiensi adrenal berhubungan dengan autoantibodi adrenal. 6. Sistem neuromus kular Banyak pasien yang mengeluhkan gejala-gejala sistem neuromuskular, misalny a kram otot, paresesia, dan lemah otot. 7. Gejala sistem saraf pusat Gejala-geja lanya meliputi lemah badan yang kronik, letargi, dan

ketidakmampuan untuk berkonsentrasi. Hipotiroidisme dapat menggagu proses konver si precursor estrogen menjadi estrogen, yang menyebabkan perubahan ada sekresi F SH dan LH, dan terjadi siklus anovulatori, juga fertilitas.

2.2.2.4 Diagnosis Diagnosis hipotiroidisme primer dapat ditegakan dengan hasil pemeriksaan konsentrasi T4 bebas di serum (FT4) yang menurun atau penurunan inde ks T4 bebas (FT4I) dan peningkatan konsentrasi TSH serum. Kosentrasi T3 bervaria si atau berada dalam batas normal. Pada miksedema hipofisis konsentrasi FT4 dan FT4I rendah tetapi konsentrasi TSH serum tidak meningkat. Untuk

(27)

membedakan antara kelainan di hipofisis atau di hipotalamus dapat dilakukan tes TRH. Apabila TSH tidak berespon terhadap TRH berarti kelainan terdapat di hipofi sis. Sedangkan apabila TSH berespon normal maka kelainan pada hipotalamus. Pembe saran kelenjar tiroid disertai dengan hasil positif pada tes autoantibodi tiroid menunjukan bahwa hipotiroidisme tersebut disebabkan tiroiditis Hashimoto.

Pasien hipotiroidisme dapat datang dengan keluhan yang tidak biasa, misalnya neu restesia dengan gejala kram otot, parestesia, dan lemah otot; anemia refraktori; gangguan fungsi reproduksi, seperti infertilitas, pubertas yang terlambat, atau menorhagia; edema idiopatik atau efusi pluroperikardial; pertumbuhan yang terha mbat; obstipasi; rhinitis kronis atau suara serak karena edema pada mukosa nasal atau pita suara; depresi berat, emosi yang tidak stabil, atau mungkin psikosis paranoid.

2.2.2.5 Terapi Hipotiroidisme dapat diobati dengan levotiroksin (T4), yang terse dia dalam sediaan yang stabil dan tidak mahal. Di dalam sel, lovotiroksin akan d iubah

(28)

menjadi T3, jadi kedua jenis hormon tersedia walaupun hanya T4 yang diberikan.wa ktu paruh levotiroksin adalah sekitar 7 hari, jadi dapat diberikan cukup 1 kali sehari. Levotiroksin dapat diabsorpsi dengan baik dan onsentrasinya di darah dap at di monitor dengan dengan mudah yaitu melalui konsentrasi FT4 atau FT4I dan ko nsentrasi TSH serum. Terdapat kenaikan konsentrasi FT4 atau FT4I sekitar 1 -2 Qg /dl dan penurunan TSH sekitar 1-2 QU/ml dimulai sekitar 2 jam dan bertahan 8 ± 10 jam setelah pemberian 0,1 ± 0,15 mg levotiroksin per oral. Sebaiknya levotiroksin dimakan pada pagi hari yaitu untuk menghindari insomnia jika dimakan menjelang t idur.

A.

Dosis Levotiroksin Dosis levotiroksin pada orang dewasa yaitu sekitar 0,05 sampa i 0,2

mg/hari, dengan rdosis rata-rata yaitu 0,125 mg/hari. Penentuan besarnya dosis b ergantung pada usia dan berat badan pasien.

Table Dosis Levotiroksin USIA DOSIS LEVOTIROKSIN (Qg/kg/hari) 0 ± 6 bulan 7 ± 11 bul an 1 ± 5 tahun 6 ± 10 tahun 11 ± 20 tahun Dewasa 10 ± 15 6±8 5±6 4±5 1±3 1±2

(29)

2.2.3

Hipertiroidisme dan Tirotoksikosis

2.2.3.1 Definisi Tirotoksikosis adalah sindrom klinis yang terjadi ketika jaring an terpapar oleh kadar hormon tiroid (tiroksin dan/ triiodotironin) yang tinggi yang bersirkulasi dalam darah. Apabila kelebihan hormon tiroid itu disebabkan ol eh hiperfungsi tiroid, yaitu peningkatan sintesis dan pelepasan hormon tiroid ol eh kelenjar tiroid, maka istilah yang lebih khusus adalah hipertiroidisme. Namun , tirotoksikosis terutama terjadi akibat hipertiroidisme yang disebabkan oleh Gr aves¶ disease, toxic multinodular goiter dan toxic adenoma. Tapi kadang, tirotoksi kosis juga terjadi oleh karena penyebab lain seperti mengkonsumsi hormon tiroid berlebihan atau sekresi hormon tiroid yang berlebihan dari tempat ± tempat ektopik . Penyebab tirotoksikosis lain dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

(30)

Tirotoksikosis tidak hanya didiagnosis dari manifestasi klinis saja, namun dapat merupakan diagnosis laboratorik. Peningkatan tiroksin (T4), tepatnya tiroksin b ebas (fT4), dan triiodotironin (T3) serta respons abnormal terhadap TSH, meskipu n tidak disertai gejala dan tanda-tanda yang jelas sudah dapat disebut tirotoksi kosis dan sudah merupakan indikasi pengobatan. Di samping itu dikenal pula keada an ³Tirotoksikosis subklinis´ yaitu apabila kadar hormon tiroid normal, tetapi kadar TSH sangat rendah.

2.2.3.2 Klasifikasi Tirotoksikosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: 1. Ti rotoksikosis karena hiperfungsi kelenjar tiroid (tirotoksikosis dengan hipertiro idisme) 2. Tirotoksikosis tanpa hiperfungsi kelenjar tiroid (tirotoksikosis tanp a hipertiroidisme)

Tabel Klasifikasi Berdasarkan Penyebab Tirotoksikosis

Penyebab Hipertiroidisme Primer Tirotoksikosis dengan hipertiroidisme 1. 2. 3. 4 . 5. Grave¶s disease Struma multinodusa toksik Adenoma toksik Karsinoma tiroid yan g berfungsi Struma Ovarii (ektopik) 1.Tiroiditis subakut (viral atau De Quervan) 2. Silent thyroiditis 3.Destruksi kelenjar: amiodaron, I-131, radiasi, adenoma, infark 1. TSH- secreting pituitary adenoma 2. Thyroid hormone resistance syndro me 3. chGH secreting tumor Tirotoksikosis tanpa Hipertiroidisme Hipertiroidisme Sekunder

(31)

2.3 Struma Difusa Toksik (Graves¶ Disease) Graves¶ disease adalah bentuk penyakit pa ling umum dari tirotoksikosis dan dapat terjadi pada segala umur, tapi lebih ban yak diderita oleh wanita dibandingkan pria. Sindromnya terdiri dari satu atau le bih gejala dibawah ini : (1) tirotoksikosis (2) Struma (goiter) (3) ophthalmopat hy (exophthalmus) (4) dermopathy ( pretibial myxedema)

2.3.1

Epidemiologi Merupakan 60±80 % dari kejadian tirotoksikosis, walaupun prevalensiny a

bervariasi pada setiap populasi, bergantung terutama pada asupan iodine (asupan iodine yang tinggi berhubungan dengan meningkatnya prevalensi Graves¶ disease). Gr aves¶ disease terjadi pada 2% wanita tapi hanya sepersepuluh kali lebih sering pad a laki-laki. Penyakit ini jarang terjadi sebelum dewasa dan secara khas terjadi antara usia 20 dan 50 tahun, walaupun penyakit ini juga terjadi pada orang tua. 2.3.2

Etiologi Graves¶ disease dikenal sebagai penyakit autoimun yang tidak diketahui penyebabnya. Terdapat faktor predisposisi familial yang kuat, dimana pada 15% pa sien dengan Graves¶ disease mempunyai anggota keluarga dengan kelainan yang sama, dan sekitar 50% keluarga dari pasien dengan Graves¶ disease

(32)

ditemukan autoantibodi tiroid yang beredar dalam darah. Wanita terlibat lima kal i lebih sering dibandingkan pria.

2.3.3

Patogenesis Pada Graves¶ disease limfosit T menjadi tersensitisasi terhadap antige n

dalam kelenjar tiroid dan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terha dap antigen tersebut. Antibodi yang terbentuk diarahkan ke reseptor TSH di membr ane sel tiroid dan mempunyai kemampuan untuk merangsang sel tiroid utnuk meningk atkan fungsi dan pertumbuhan (TSH-R Ab stim). Salah satu teori patogenesis Grave s disease adalah adanya defek pada supresor limfosit T yang menyebabkan limfosit T helper merangsang limfosit B untuk menghasilkan autoantobodi tiroid (Thyroid stimulating immunoglobulin TSI). Zat yang disebut autoantibodi tiroid tersebut b erasal dari kelompok IgG ditemukan pada 95% pasien dengan Graves¶ disease. Antibod i inilah yang menjadi penyebab tirotoksikosis. Antibodi perangsang ini akan berf ungsi sebagai thyroid stimulating hormon (TSH) dengan berikatan dengan reseptorn ya, sehingga dengan demikian merangsang sintesis dan sekresi hormon tiroid (TH). Hiperfungsi dari kelenjar tiroid menyebabkan terjadinya supresi TSH dan thyrotr opin releasing hormon (TRH), karena feedback negatif normal dari peningkatan kad ar hormon tiroid. Hiperfungsi kelenjar tiroid ini ditunjukkan dengan adanya peni ngkatan penangkapan iodine dan peningkatan tingkat metabolisme kelenjar tiroid y ang signifikan, yang akhirnya menyebabkan hipervaskularitas dan pembesaran kelej ar

(33)

tiroid (goiter). Peningkatan yang tidak sesuai dari produksi T3 menunjukkan hipe rstimulasi yang panjang terhadap kelenjar tiroid. Penurunan konsentrasi thyroid binding globulin, bersama dengan peningkatan produksi hormon tiroid, menyebabkan peningkatan tingkat sirkulasi dari hormon tiroid, yang pada akhirnya bertanggun g jawab atas terjadinya semua manifestasi yang telah disebutkan diatas. Terdapat faktor predisposisi genetik yang mendasarinya tetapi faktor pencetusnya tidak j elas. Beberapa faktor yang dapat merangsang respon imun pada Graves disease adal ah 1) kehamilan terutama periode post partum 2) kelebihan iodide terutama pada d aerah geografis yang kekurangan iodida, dimana kekurangan ini dapat menyebabkan Graves disease yang berjalan secara laten 3) terapi litium dengan memodifikasika n responsifitas imun 4) infeksi virus atau bakteri 5) withdrawal glukokortikoid. 2.3.4

Patofisiologi Sejumlah kecil penderita Graves¶ disease mengalami pretibial myxedem a

(Graves dermopathy), yang ciri-cirinya adalah pembengkakan subkutan pada bagian anterior tungkai dan kulit yang indurasi dan eritema. Manifestasi ini kadang jug a dapat mengenai tangan. Kebanyakan penderita Graves¶ disease mengalami gangguan p ada mata. Dua kategori gangguan mata yang berhubungan dengan Graves¶ disease adala h : (1) abnormalitas fungsional akibat hiperaktivitas saraf simpatis dan (2) per ubahan infiltratif yang melibatkan bagian mata dengan pembesaran otot-otot mata. 33

(34)

Abnormalitas fungsional terjadi pada sebagian besar penderita Graves¶ disease. Abn ormalitas ini termasuk ketidakmampuan bola mata untuk bergerak ke atas atau keti dakmampuan kelopak mata atas untuk bergerak ke bawah dan disebabkan oleh aktivit as yang berlebihan dari otot Mueller (kelopak mata). Manifestasi ini tidak menge nai fungsi okuler dan sembuh dengan pengobatan hipertiroidisme. Dermopati dan of talmopati yang disebabkan karena tiroid berhubungan dengan antigen pada reseptor tirotropin dan melibatkan limfosit T. Oftalmopati infiltratif dapat juga terjad i pada Graves¶ disease. Hal ini terjadi pada 50% dari 70% individu dengan Graves¶ di sease dan cirinya adalah adanya edema dari bagian ± bagian mata, seperti penonjola n bola mata (exophtalmus), paralisis otot ekstraokuler, dan kerusakan retina dan nervus optikus, yang dapat menyebabkan terjadinya kebutaan. Perubahan ini

menyebabkan adanya exophthalmus, edema periorbital dan kelemahan otot ekstraokul er sehingga terjadi diplopia (penglihatan ganda). Penderita akan merasakan irita si, nyeri, lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan buram. Kadang, dapat juga terja di berkurangnya ketajaman penglihatan, papiledema (edema dari nervus optikus), g angguan lapang pandang, pemaparan keratopati dam ulserasi kornea.

2.3.5

Manifestasi Klinis Sistem Manifestasi klinis Pembesaran kelenjar tiroid (goiter) (97-99% kasus ) sistolik atau continuous bruit pada kelenjar tiroid; peningkata n degradasi hormone Mekanisme Hiperaktivitas kel. tiroid; peningkatan resorpsi t ulang hiperkalsemia dan gag. mekanisme regulasi

(35)

kortisol; hiperkalsemia dan penurunuan sekresi PTH, kurang sensitivitas terhadap insulin Reproduksi

PTH, degradasi meningkat insulin

Oligomenorrhea dan amenorrhea pada Gangguan kitar haid akibat wanita, erectile l ibido serum dysfunction pada estradiol dan gg. hipotalamik dan pitutari; lelaki, peningkatan sex hormone

penurunan peningkatan dan binding globulin

estrone dan penurunan free estradiol dan estrone Gastrointestinal Penurunan bera t badan;penigkatan Katabolisme meningkat untuk lebih sering dan memenuhi kebutuh an yang glukosa

peristalsis BAB kurang berbentuk,

mual,

muntah, metabolik

hilang selera makan, nnyeri perut, meningkat;absorpsi penigkatan glikogen penuru nan (trigliserida, kolesterol);gg penggunaan hepar kadar dan lipid

simpanan meningkat;ekskresi kolesterol adipose; di dalam feses meningkat dan ser um konversi kolesterol garam

fosfolipid,

dan empedu menigkat; konversi B kepada koenzim metabolisme vit

vitamin penurunan simpanan vitamin terganggu kebutuhan vitamin jaringan Kulit me ningkat sirkulatori

Keringat, flushing dan kulit hangat; Keadaan heat intolerance; rambut halus, lem but hiperdinamik dan lurus; rambut rontok; palmar eritema, onikolisis

Sensory (mata)

Exopthalmus, fine tremor pada lid; Aktivitas otot Muller yang infiltrative ocula r changes meningkat, retroorbital inflamsasi

Kardiovaskuler

Peningkatan CO dan Penurunan PR, Hipermetabolisme takikardia saat istirahat, sua ra jantung kebutuhan meningkat, dysrhytmia melepaskan haba

dan unmtuk 35

(36)

supraventrikular, dilasi dan hipertrofi LV Saraf Restlesness; short attention, g erakan Tidak jelas; gg metabolisme kompulsif; fatique; tremor; insomnia; serebra l peningkatan selera makan; emosi labil Pulmo Dyspnea, penurunan vital capacity akibat kelebihan

hormone tiroid Otot respitarorius melemah 2.3.6

Diagnosis klinis Kadar hormon tiroid yang tinggi akan menyebabkan peningkatan ef ek

kerja hormon tersebut, yaitu dalam hal kalorigenesis, metabolisme pada umumnya, sistem kardiovaskuler, dan efek terhadap hipofisis. Selain adanya struma, gejala dan tanda tirotoksikosis yang umum dijumpai adalah berdebar-debar, sukar tidur, gugup, lekas lelah, lemah badan, keringat yang berlebihan, tremor, perubahan na fsu makan (biasanya meningkat), berat badan menrun, gangguan menstruasi serta hi peraktivitas, takikardi atau aritmia kordis, hipertensi sistolik, tekanan nadi y ang meningkat, kulit yang halus, hangat dan lembab, hiperrefleksi, dan kelemahan otot proksimal. Apabila gejala dan tanda-tanda yang dapat timbul pada tirotoksi kosis ini berdiri sendiri-sendiri, keadaan tersebut tidaklah spesifik, tetapi ap abila terdapat dalam suatu kumpulan atau kombinasi, dapat merupakan gambaran kli nis yang khas, sehingga penegakan diagnosis sangat dapat dipercaya dan mudah dil akukan. Untuk itu, Crooks dan kawan-kawan pada tahun 1959 menyusun suatu indeks diagnostik, yaitu indeks Wayne, yang dibuat untuk menjaga objektivitas dalam pen egakan diagnosis. Akan tetapi kesimpulan akan sukar dibuat apabila hasilnya

(37)

equivocal. Dalam keadaan demikian diperlukan pemeriksaan yang lebih akurat dan y ang ideal ialah dengan pemeriksaan uji fungsi tiroid. Indeks Wayne, selain dapat dipergunakan untuk menegakaan diagnosis, dapat juga dipakai untuk follow-up has il pengobatan.

Tabel 3. Indeks Wayne Gejala yang baru terjadi dan bertambah berat Sesak pada ke rja Berdebar-debar Lekas lelah Lebih suka hawa panas Lebih suka dingin Berkering at banyak Gugup Nafsu makan bertambah Nafsu makan berkurang Berat badan bertamba h +1 +2 +3 -5 +5 +3 +2 +3 -3 -3 Tiroid teraba Bising Pembuluh Exophtalmus Retrak si palpebra Kelambatan palpebra Hiperkinesis Tremor jari Tangan panas Tangan lem bab Denyut nadi sewaktu <80/menit 80-90/menit >90/menit Fibrilasi atrium Jumlah Nilai: 19 toksik, 11-19: Equivocal, <11: non toksik -3 +3 +4 +3 +2 +2 +2 +1 +4 +1 +2 +1 3 2 2 1 1 + Tandatanda +

(38)

Gejala mata pada Grave`s disease berdasarkan klasifikasi Werner yaitu :

KELAS 0 1 DEFINISI Tidak ada gejala maupun tanda-tanda. Hanya ditemukan tanda, t anpa ada gejala (terbatas pada retraksi kelopak mata bagian atas, mata menonjol dan lid lag). 2 3 4 5 6 Melibatkan jaringan lunak (gejala dan tanda). Proptosis (diukur dengan eksoftalmometer Hertel). Melibatkan otot ekstraokuler. Melibatkan kornea. Hilangnya penglihatan (melibatkan persarafan di mata).

2.3.6.1 Diagnosis pada struma tanpa gejala

Struma tanpa gambaran klinis TSHs Tinggi Normal Rendah (<0,1 µL U/mL) Hipertiroid Hipotiroid

Eutiroid

T4 (fT4) Normal Rendah

T4, T3 (fT4, fT3) Normal atau ³borderline´ Tinggi Hipotiroidisme subklinis subklinis

Hipotiroidisme Hipertiroidisme Hipertiroidisme

(39)

2.3.6.2 Tes laboratorium untuk diagnosis banding Graves disease

2.3.7 Diagnosis Banding Grave¶s Disease 1. Paralisis periodic thyrotoxic biasanya pada lelaki Asia Paralisis flaccid dan hipokalemia yang tiba-tiba paralysis meng hilang secara spontan dan bisa diatasi dengan pemberian beta-adrenergik blokade 2. Penyakit Thyrokardia gangguan atrial fibrilasi refraktori yang tidal sensitif terhadap digoksin

(40)

-50% penderita tidak mempunyai tanda-tanda penyakit jantung. Gejala penyakit jant ung akan sembuh dengan pengobatan tirotoksikosis.

3. Apathetic hipertiroidisme Biasa pada penderita tua dengan kehilangan BB, goit er kecil, atrial fibrilasi yang perlahan dan depresi berat dan tiada tanda-tanda peningkatan katekolamin reaktivitas 4. Familial dysalbuminemic hyperthyroxinemi a amenorrhea atau infertilitas mempunyai abnormal albumin-like protein dalam ser um yang berikatan pada T4 tetapi tidak pada T3 peningkatan serum T4 dan FT4I tet api free T4, T3 dan TSH normal. 5. Keganasan

2.3.8 Penatalaksanaan Grave¶s Disease 1) Obat antitiroid 2) Pembedahan 3) Terapi r adioaktif iodine

2.3.8.1 Obat-obatan 2.3.8.1.1 Obat Anti Tiroid (OAT) Obat OAT yang sering diguna kan ialah golongan tiorilen, diantaranya propiltiourasil (PTU), metimazol dan ka rbimazole. Karbimazole akan akan diubah

(41)

menjadi metimazole. sepuluh milligram karbimazole akan menghasilkan 6 mg metimaz ole. Indikasi OAT Sebagai terapi definitif denagn menekan produksi hormon tiroid sambil menunggu kemungkinan remisi spontan Sebagai persiapan tindakan operasi P engobatan pada pembedahan Paling berkesan pada pasien muda dengan penyakit yang ringan dan nodul yang kecil keadaan dengan kontraindikasi RAI ataupun

Cara pemberian OAT PTU atau methimazol diberikan sehingga penyakit mengalami rem isi spontan (berlaku pada 20-40% ps yang dirawat selama 6 bulan hingga 15 tahun) Dosis: PTU: Diawali dengan 100mg setiap 6 jam kemudian dalam 4-8 minggu dosis d iturunkan ke 50-200 mg sekali atau dua kali sehari Methimazol: Mulai dengan 40mg setiap pagi untuk 1-2 bulan, kemudian dosis diturunkan ke 5-20 mg setiap pagi u ntuk maintenance. PTU sebagian menghambat konversi T4 ke T3 jadi lebih efektif u ntuk menurunkan kadar hormon tiroid yang teraktivasi dengan lebih cepat.

(42)

-methimazol mempunyai DOA lebih panjang dan lebih bagus sekiranya menggunakan dos is tunggal.

Cara pemberian alternatif OAT : Total block of thyroid activity Pasien diberi me thimazol hingga euthyroid (3-6 bulan) levothyroxine 0,1mg/d ditambah

diteruskan dengan methimazole 10mg/d dan

levothyroxine 0,1 mg/d selama 12-24 bulan. Pada akhir rawatan atau kelenjar meng ecil methimazol. dihentikan. Terapi kombinasi ini menghalang terjadinya hipotiro idisme akibat methimazol tetapi kejadian relapse hampir sama dengan penggunaan m ethimazol. Efek OAT a. Efek intratiroid, dengan menghambat sintesis hormon tiroi d, meliputi: menghambat organifikasi iodium menghambat penggabungan monoiodotiro nin (MIT) dan diiodotironin (DIT) utnuk menjadi T4 dan T3 ada kemungkinan: merub ah struktur tiroglobulin dan menghambat biosintesis tiroglobulin b. Efek ekstrat iroid: menghambat konversi T4 menjadi T3 kemungkinan efek imunosupresif

Efek umum OAT: ruam, urtikaria, demam dan arthralgia (1-5% pasien). Efek ini aka n hilang secara spontan atau apabila diganti dnegan OAT yang lain.

(43)

Efek samping yang lain: hepatitis, SLE-like syndrome, agranulosis (<1%). Jika ef ek samping ini hadir maka OAT dihentikan. Sebagai monitoring terapi cukup diperi ksa serum FT4 dan TSH

2.3.8.1.2 Obat Golongan Penyekat Beta Obat golongan penyekat beta, seperti propr anolol hidroklorida, sangat bermanfaat untuk mengendalikan manifestasi klinis ti rotoksikosis

(hyperadrenergic state) seperti palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas melalui blokadenya pada reseptor adrenergik. Di samping efek antiadrenergik, oba t penyekat beta ini juga dapat -meskipun sedikit- menurunkan kadar T-3 melalui p enghambatannya terhadap konversi T-4 ke T-3. Dosis awal propranolol umumnya berk isar 10-30 mg 3-4 x/hari. Di samping propranolol, terdapat obat baru golongan pe nyekat beta dengan durasi kerja lebih panjang, yaitu atenolol, metoprolol dan na dolol. Dosis awal atenolol dan metoprolol 50 mg/hari dan nadolol 40 mg/hari memp unyai efek serupa dengan propranolol. Pada umumnya obat penyekat beta ditolerans i dengan baik. Beberapa efek samping yang dapat terjadi antara lain nausea, saki t kepala, insomnia, fatigue, dan depresi, dan yang lebih jarang terjadi ialah ke merahan, demam, agranulositosis, dan trombositopenia. Obat golongan penyekat bet a ini dikontraindikasikan pada pasien asma dan gagal jantung, kecuali gagal jant ung yang jelas disebabkan oleh fibrilasi atrium. Obat ini juga dikontraindikasik an pada keadaan bradiaritmia, fenomena Raynaud dan pada pasien yang sedang dalam terapi penghambat monoamin oksidase.

2.3.8.1.3 Obat Lain Obat-obat seperti iodida inorganik, preparat iodinated radio graphic contrast, potassium perklorat dan litium karbonat, meskipun mempunyai ef ek

(44)

menurunkan kadar hormon tiroid, tetapi jarang digunakan sebagai regimen standar pengelolaan penyakit Graves. Obat-obat tersebut sebagian digunakan pada keadaan krisis tiroid, untuk persiapan operasi tiroidektomi atau setelah terapi iodium r adioaktif. Umumnya obat anti tiroid lebih bermanfaat pada penderita usia muda de ngan ukuran kelenjar yang kecil dan tirotoksikosis yang ringan.

2.3.8.2 Pembedahan Subtotal thyroidectomy: pilihan buat pasien dengan kelenjar y ang besar dan goiter multinodular. Pasien sebelumnya diberi OAT sehingga euthyro id (6 bulan). 2 minggu sebelum operasi pasien diberi KI (5 tetes dua kali sehari ). Tiroidektomi total biasanya tidak diperlukan kecuali pasien menderita oftalmo pati progresif yang berat. Bagaimanapun juga jika terlalu banyak jaringan tiroid yang ditinggalkan penyakit ini akan kambuh lagi. Biasanya ditinggalkan sebanyak 2-3 g jaringan tiroid pada kedua sisi leher. Komplikasi pembedahan adalah hipop aratiroid dan trauma nervus laryngeal rekuren.

2.3.8.3 Terapi radioaktif iodin terapi dengan 131-I menjadi pilihan buat pasien diatas 21 tahun pada pasien tanpa penyakit jantung iodin radioaktif bisa diberik an diberikan langsung dengan dosis 80-150µCi/g berat kelenjar tiroid (estimasi den gan pemeriksaan fisik atau 123-I rectilinear scan).

(45)

-Setelah administrasi iodin radioaktif, kelenjar akan mengecil dan euthyroid akan dicapai dalam 6-12 minggu

2.3.9 Komplikasi

2.3.9.1 Krisis Tiroid Krisis tiroid (³badai tiroid´/thyroid storm) adalah eksaserbas i akut seluruh gejala tirotoksikosis, sering muncul sebagai sindrom yang dapat m engancam jiwa. Terkadang, krisis tirotoksik dapat ringan dan muncul hanya sebaga i reaksi demam yang sulit dijelaskan setelah pembedahan tiroid pada pasien yang tidak dipersiapkan dengan cukup. Umumnya, krisis tirotoksik dalam bentuk yang pa rah terjadi setelah pembedahan, terapi yodium radioaktif, atau persalinan pada p asien tirotoksikosis yang tidak terkontrol, atau terjadi selama penyakit atau ke lainan yang parah, seperti diabetes yang tidak terkontrol, trauma, infeksi akut, reaksi obat yang parah, maupun infark miokard.

A.

Manifestasi Klinis Manifestasi klinis krisis tirotoksik ditandai dengan hipermet abolisme dan

respon adrenergik yang berlebihan. Demam berkisar dari 38° hingga 41° C dan disertai kemerahan dan keringat yang banyak. Terdapat takikardia, disertai dengan fibril asi atrial dan meningkatnya tekanan arteri, terkadang dengan gagal jantung. Geja la susunan saraf pusat yaitu agitasi, gelisah, delirium dan koma. Gejala saluran cerna meliputi mual muntah, diare, dan ikterus. Hasil yang fatal terkait dengan gagal jantung dan syok.

(46)

Dahulu, terdapat anggapan bahwa krisis tirotoksik diakibatkan oleh pelepasan ata u pembuangan cadangan tiroksin dan triiodotironin dari kelenjar tiroid yang meng alami tirotoksik. Beberapa penelitian telah mengungkapkan, bahwa kadar T4 dan T3 pada pasien krisis tirotoksik tidak lebih tinggi daripada pasien tirotoksik tan pa gejala krisis tirotoksik. Tidak ada bukti bahwa krisis tirotoksik diakibatkan oleh prduksi berlebih triiodotironin. Terdapat bukti bahwa pada tirotoksikosis, jumlah tempat perlekatan katekolamin meningkat. Sebagai tambahan, terdapat penu runan pengikatan TBG, dengan peningkatan T3 dan T4 bebas. Teori terbaru menyatak an, bahwa dalam keadaan ini, dengan peningkatan jumlah tempat perlekatan katekol amin, suatu penyakit akut, infeksi, atau stres pembedahan akan memicu pengeluara n katekolamin, dan dalam keadaan tingginya kadar T3 dan T4, selanjutnya memicu t erjadinya krisis tirotoksik. Gambaran klinis yang paling mencolok pada krisis ti rotoksik adalah hiperpireksia yang tidak terkait dengan gejala lain.

B.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan harus segera diberikan dengan kontrol yang baik. 1. Umum Diberik an cairan untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit (Nacl dan cairan lain) dan kalo ri (glukosa), vitamin, oksigen, kalau perlu obat sedasi.

(47)

2.

Mengoreksi hipertiroidisme dengan cepat: a. Memblok sintesis hprmon baru: PTU do sis besar (loading dose 6001000 mg) diikuti dosis PTU 200 mg tiap 4 jam dengan d osis sehari total 1000-1500 mg b. Menghambat pelepasan hormon dengan pemberian s odium iodida, 1g IV setelah periode 24 jam, atau larutan jenuh sodium iodida, 10 tetes, setiap 6-8 jam atau SSKI (larutan kalium iodida jenuh) 5 tetes setiap 6 jam. Sodium ipodate 1g per oral setiap hari, atau iohexol IV dapat digunakan seb agai pengganti sodium iodida, namun kedua zat ini dapat menghambat efek terapi y odim radioaktif selama 3-6 bulan. c. Menghambat konversi perifer dari T4 20-40 m g tiap 6 jam T3 dengan propranolol dosis

3.

Pemberian hidrokortison dosis stres (100 mg setiap 8 jam) atau deksametason 2 mg setiap 6 jam.

4. 5.

Antipiretik: asetaminofen. Mengobati faktor pencetus (misalnya antibiotik pada i nfeksi).

(48)

DAFTAR PUSTAKA 1.

Harrison¶s Principles Of Internal Medicine 15th Ed. Copyright© 2001 McGraw-Hill Gree nspan F.S. The Tyroid Gland. Basic and Clinical Endocrinology. 7th edition. New York : Lange Medical Books/McGraw ± Hill; 2004, 216 ± 290. Huether S.E. Mechanism Of Hormonal Regulation. Pathophisiology, The Biologic Basic for Disease in Adults and Children. 5th edition. United States of America : Elvesier ± Mosby; 2006, 665 ± 668. Jones R.E., Huether S.E. Alterations of Hormonal Regulation. Pathophisiolog y, The Biologic Basic for Disease in Adults and Children. 5th edition. United St ates of America : Elvesier ± Mosby; 2006, 692 ± 700. Djokomoelyanto R. Kelenjar Tiro id, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi IV. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indone sia; 2006, 1955 ± 1965.

2. 3. 4. 5.

(49)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk bisa menggunakan aplikasi tentu Anda harus memiliki user login baik user login dari email utama (user yang sudah ada ketika daftar) ataupun Anda bisa membuat user login

pelaksanaan mempunyai tanggung jawab dalam bidang Penyelenggaraan Pemerintahan, Pembangunan Desa, pembinaan Masyrakat Desa, juga pemberdayaan masyarakat Desa sehingga

PERUMUSAN KARAKTER SEDIAAN PERUMUSAN KARAKTER SEDIAAN  Nama Mahasi..  Nama Mahasiswa swa

AKMAL Padang Kandis, 50 Kota, pada tanggal 10 Oktober SMKN 1 Kecamatan Guguak Teknik Mekanik

Segala puji hanya bagi Allah swt, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan komprehensif dengan judul: ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny S

Menurut Ensiklopedia Nasional Indonesia (Nugroho, 1990:267) menyebutkan bahwa news feature merupakan suatu artikel atau berita yang khusus dan istimewa atau ditonjolkan

Adsorpsi akan konstan jika terjadi kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat yang diserap dengan konsentrasi yang tersisa dalam larutan (Oscik,

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan karya tulis ilmiah ini dengan