• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN ALPUKAT BERDASARKAN SISTEM LAHAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "EVALUASI KESESUAIAN LAHAN ALPUKAT BERDASARKAN SISTEM LAHAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XVII (11 Nopember 2014), Medan

|

303 Jl. Tri Dharma Ujung No. 1 Kampus USU Medan 20155

Email: rahmawaty1974@gmail.com

ABSTRACT

Land suitability is the activities to compare the requirements demanded by the type of land use with the properties or qualities of land owned by the land use. One of Geographic Information Systems (GIS) application is to evaluate land suitability classes. This study was conducted to assess land suitability for alpukat (Persea Americana) under different land system in Lau Simbelin Sub watershed Alas watershed, Dairi District, North Sumatra Province. In this study was used survey method to take soil samples in the field, matching method to analyze the suitability of land, and the GIS tools to map the land suitability classes. Land suitability classification was evaluated based on matching method. The process of land suitability classification is the appraisal and grouping of specific areas of land in terms of their suitability for defined uses. The results showed that the land suitability class for alpukat was suitable (S1) on several land systems in Lau Simbelin Sub watershed Alas watershed, Dairi District, North Sumatra Province. Hence, the alpukat can be developed in this area.

Keywords: Alpukat, Geographic Information Systems, Land Suitability, Lau Simbelin, Alas Watershed

PENDAHULUAN

Penerapan pola pertanian yang bervariasi pada suatu DAS berakibat pada terjadinya konversi atau perubahan vegetasi, terutama vegetasi hutan menjadi non hutan, seperti perkarangan, perkebunan, atau tanaman musiman (jangka pendek). Terjadinya perubahan tersebut akan berpengaruh langsung terhadap fluktuasi debit sungai. Dengan demikian, pada setiap DAS atau sub-DAS yang mendapat perlakuan yang berbeda-beda akan menyebabkan setiap DAS atau sub-DAS menghasilkan erosi dan fluktuasi debit sungai yang berbeda-beda pula. Perbedaan kualitas DAS dan sub-DAS tersebut adalah merupakan gambaran dari tingkat kerusakan masing-masing DAS atau sub-DAS tersebut (Suripin, 2001). Saat ini, ada kecenderungan untuk memanfaatkan lahan untuk kepentingan ekonomi, yang dapat meningkatkan pendapatan. Penggunaan lahan didasarkan pada harga jual pasar sehingga menyebabkan silih bergantinya jenis tanaman yang ditanam. Menurut Ekanayake dan Dayawansa (2003) dalam Rahmawaty (2011), lahan sebagai sumber daya tidak dapat diukur dengan permukaan daerah sendiri; maka jenis tanah yang sangat penting untuk produktifitas, dasar geologi, topografi, hidrologi, dan populasi tanaman dan hewan juga harus dipertimbangkan. Atribut-atribut ini membatasi sejauh mana lahan yang tersedia untuk berbagai tujuan.

(2)

304| Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XVII (11 Nopember 2014), Medan

DAS Lau Simbelin merupakan bagian dari DAS Alas yang terbentang di Kecamatan Sidikalang menuju perbatasan Kecamatan Siempat Nempu dan Kecamatan Silima Punga-punga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan untuk tanaman alpukat di Sub DAS Lau Simbelin DAS Alas Kabupaten Dairi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2011. Tempat penelitian adalah di Sub DAS Lau Simbelin DAS Alas Kabupaten Dairi (Gambar 1). Analisis sifat fisik dan kimia tanah di lakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Pengelolaan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen Terpadu, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Klasifikasi kesesuaian lahan dilakukan melalui tiga tahap, yaitu : tahap persiapan, tahap suvei/kegiatan di lapangan, dan tahap analisis. Pada tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan berupa telaah pustaka, pengumpulan data sekunder berupa data suhu dan curah hujan yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Sampali Medan, peta-peta yang dibutuhkan (peta landsystem, peta tanah, peta penutupan lahan, dan peta kemiringan/kelerengan) yang diperoleh dari Balai Pengelolaan DAS Wampu Sei Ular Medan, dan persiapan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Pada tahap survei/kegiatan di lapangan, berupa pengumpulan data primer yang meliputi parameter fisik yang dapat diukur di lapangan, yaitu : kedalaman tanah, struktur tanah, kerusakan erosi yang telah terjadi, drainase. Pengambilan sample tanah untuk dianalisis di laboratorium berupa tekstur lapisan tanah, permeabilitas, keasaman tanah, dan C-organik. Sifat-sifat lahan (land characteristic) adalah atribut atau keadaan unsur-unsur lahan yang dapat diukur atau diperkirakan, seperti tekstur tanah, stuktur tanah, kedalaman tanah, jumlah curah hujan, distribusi hujan, temperatur, drainase tanah. Sifat lahan ini menentukan perilaku lahan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Arsyad, 2006). Sifat-sifat lahan (land characteristic) dapat dilihat dari Tabel 1.

(3)

Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XVII (11 Nopember 2014), Medan

|

305 Tabel 1. Kualitas dan karakteristik lahan yang digunakan dalam kriteria evaluasi lahan

Simbol Kualitas lahan Karakteristik lahan

Pengambilan sampel tanah dilakukan pada masing-masing landsystem (7 titik). Konsep sistem lahan menurut RePPProt (1988) dalam Rahmawaty (2011) menganggap ada hubungan yang erat antara tipe batuan, hidroklimat, landform, tanah. Oleh karena itu, sistem lahan yang sama akan mencerminkan kesamaan potensi serta faktor-faktor pembatasnya di mana pun sistem lahan tersebut dijumpai. Sistem lahan yang sama diakui di mana pun kombinasi yang sama, faktor ekologi atau lingkungan tersebut terjadi. Sebuah sistem lahan karena itu tidak unik hanya untuk satu wilayah, tapi di semua bidang memiliki sifat lingkungan yang sama. Selanjutnya, karena sistem tanah selalu terdiri dari kombinasi yang sama, batu, tanah dan topografi memiliki potensi yang sama, dan keterbatasan, di mana pun itu terjadi (Rahmawaty, 2011). Sampel tanah dilakukan untuk menganalisis sifat fisik dan sifat kimia tanah. Sampel tanah yang diambil dibedakan atas contoh tanah terganggu dan contoh tanah tidak terganggu. Contoh tanah terganggu diambil untuk analisis tekstur, pH, kadar hara tanah, dan sebagainya, sedangkan contoh tanah tidak terganggu dimbil untuk analisis sifat fisika tanah seperti permeabilitas. Setiap sampel tanah yang diambil dikeringanginkan di ruang yang berfentilasi dan tidak langsung terkena sinar matahari, dimana temperatur tidak lebih dari 350C karena akan berkibat pada perubahan yang drastis pada sifat kimia, fisika, dan biologi sampel tanah, kemudian dilakukan pengayakan dengan ayakan 10 mesh untuk mendapatkan ukuran partikel yang berdiameter ≤ 2

mm, dimana tanah adalah partikel yang berdiameter ≤ 2mm, sedangkan berdiameter ≥2 mm dikategorikan

sebagai kerikil (Mukhlis, 2007).

Sifat fisik tanah yang dinilai hanya tekstur dan struktur tanah. Tekstur tanah dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara fraksi tanah (pasir, debu dan lempung/ Sand, silt dan clay) sedangkan struktur tanah adalah bentuk spesifik dari agregat tanah. Tekstur tanah relatif tidak berubah tetapi struktur tanah mudah berubah terutama apabila ada pengolahan tanah. Pada tahap analisis klasifikasi kegiatan pada tahap ini berupa analisis klasfikasi kemampuan lahan berdasarkan faktor penghambat serta analisis klasifikasi kesesuaian lahan dengan metode matching atau pencocokan data yang telah diperoleh baik dari data primer, sekunder, maupun data hasil laboratorium dengan persyaratan penggunaan lahan.

(4)

306| Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XVII (11 Nopember 2014), Medan

Pada klasifikasi kesesuaian lahan tidak dikenal prioritas penghambat. Dengan demikian seluruh hambatan yang ada pada suatu unit lahan akan disebutkan semuanya. Akan tetapi dapat dimengerti bahwa dari hambatan yang disebutkan ada jenis hambatan yang mudah (seperti a, w, e, g dan sd) atau sebaliknya hambatan yang sulit untuk ditangani (c dan s). Dengan demikian maka hasil akhir dari klasifikasi ditetapkan berdasarkan Klas terjelek dengan memberikan seluruh hambatan yang ada. Perubahan klasifikasi menjadi setingkat lebih baik dimungkinkan terjadi apabila seluruh hambatan yang ada pada unit lahan tersebut dapat diperbaiki. Untuk itu maka unit lahan yang mempunyai faktor penghambat c atau s sulit untuk diperbaiki keadaannya (Arsyad, 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa terdapat tujuh land system di Sub DAS Lau Simbeli, yaitu : Kalung (KLG), Gunung Gadang (GGD), Bukit pandan (BPD), Maput (MPT), Barong Tongkok (BTG), dan Pakasi (PKS). Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman alpukat pada masing-masing land system dapat dilihat pada Tabel 2 dan pemetaan kesesuaian lahan aktual dan potensial dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Tabel 2. Kesesuaian Lahan Tanaman Alpukat di Sub DAS Lau Simbelin

Tanaman Land system lahan, yaitu: S1, S2, S3, dan N. Sebagaimana dinyatakan dalam Arsyad (2006), bahwa masing-masing kelas kesesuaian lahan tersebut dibatasi oleh faktor-faktor pembatas (ringan, sedang, dan berat) seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan

Kelas Kesesuaian Lahan Kriteria

S1: sangat sesuai Unit lahan tidak memiliki pembatas atau hanya memiliki empat pembatas ringan.

S2: cukup sesuai Unit lahan memiliki lebih dari empat pembatas ringan, dan atau memiliki tidak lebih dari tiga pembatas sedang.

S3:sesuai marginal Unit lahan memiliki lebih dari tiga pembatas sedang, dan atau satu pembatas berat.

N: tidak sesuai Unit lahan memiliki lebih dari satu pembatas berat atau sangat berat

(5)

Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XVII (11 Nopember 2014), Medan

|

307 Adapun pada Land System BPD dan PKS terdapat faktor pembatas media perakaran yang sulit untuk diatasi, sehingga kesesuaian lahan potensialnya sama dengan kesesuaian lahan aktualnya.

Gambar 2. Peta Kesesuaian Lahan Aktual Tanaman Alpukat di Sub DAS Lau Simbelin

Gambar 3. Peta Kesesuaian Lahan Potensial Tanaman Alpukat di Sub DAS Lau Simbelin

Kesesuaian lahan dapat dinilai secara aktual maupun potensial. Hal ini sesuai dengan pernyataan Djaenudin, dkk (2003) bahwa masing-masing kesesuaian lahan dapat dinilai secara aktual maupun potensial. Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan yang dilakukan pada kondisi penggunaan lahan sekarang

(present land use), tanpa adanya masukan untuk perbaikan, sedangkan kesesuaian lahan potensial adalah

kesesuaian lahan yang dilakukan pada kondisi setelah diberikan masukan untuk perbaikan, seperti penambahan pupuk, perbaikan atau teraserin, tergantung dari jenis faktor pembatasnya.

(6)

308| Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XVII (11 Nopember 2014), Medan

dangkal akan terbatas kemampuannya dalam menyediakan air dan unsur-unsur hara lainnya. Disamping itu kedalaman tanah sangat menentukan lahan bisa diolah atau tidak. Pada klasifikasi kemampuan dan kesesuaian lahan, faktor kedalaman tanah sangat diperhitungkan dan menentukan. Drainase dapat dikelola dengan perbaikan sistem drainase seperti pembuatan saluran drainase, dengan tingkat pengelolaan sedang dan tinggi. Retensi hara berupa pH dapat dikelola dengan pengapuran atau penambahan bahan organik dengan tingkat pengelolaan sedang dan tinggi.

KESIMPULAN

Kelas kesesuaian lahan tanaman Alpukat di Sub Das Lau Simbelin, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara adalah sesuai pada land system KLG, UBD dan MPT. Apabila dilakukan usaha perbaikan maka pada tanaman alpukat sesuai pada land system KLG, UBD, GGD, MPT, dan BTG. Pada land system PKS tidak sesuai untuk alpukat dengan faktor pembatas media perakaran.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Azis, A. Bambang, H. S. Medhanita. D. R. 2005. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Tanaman Pangan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Balai Penelitian Tanah. 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimatologi. BadangLitbang Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor

Djaenudin, D., Marwan, H., Subagjo, H., dan Hidayat, A. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Mukhlis. 2007. Analisis Tanah Tanaman. USU Press. Medan.

Rahmawaty, T. R. Villanueva, M. G. Carandang. 2011. Participatory Land Use Allocation, Case Study in Besitang Watershed, Langkat, North Sumatera, Indonesia. Lambert Academic Publishing. Jerman. Suripin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Andi. Yogyakarta.

Wahyuningrum, N. Nugroho. Wardojo. Beny, H. Endang, S. Sudimin. Sudirman. 2003. Klasifikasi Kemampuan dan Kesesuaian Lahan. INFO DAS Surakarta No. 15 Th. 2003.

Gambar

Gambar 1. Lokasi Penelitian
Tabel 1. Kualitas dan karakteristik lahan yang digunakan dalam kriteria evaluasi lahan
Tabel 2. Kesesuaian Lahan Tanaman Alpukat di Sub DAS Lau Simbelin
Gambar 2. Peta Kesesuaian Lahan Aktual Tanaman Alpukat di Sub DAS Lau Simbelin

Referensi

Dokumen terkait

untuk tanaman manggis pada SPT 2 yaitu untuk kelas kesesuaian lahan aktual. yaitu S3-wanr dengan faktor pembatas ketersediaan air dan

Dari beberapa data yang akan digunakan untuk menentukan kesesuaian. lahan permukiman tersebut kemudian diolah dengan menggunakan SIG

Berdasarkan hasil penentuan kesesuaian lokasi budidaya Kerapu Macan di perairan Pulau Panggang terlihat bahwa sumberdaya wilayah perikanan budidaya laut yang termasuk dalam kelas

Dari peta hasil analisis kesesuaian lahan perumahan menggunakan agregasi WLC, Kota Malang hanya memiliki lahan yang sangat sesuai 16%, lahan yang cukup sesuai 47%,

Hasil analisis pemodelan kesesuaian lahan untuk budidaya tembakau mendapatkan luas wilayah yang tidak sesuai mencapai 218,348 ha atau 47,8% dari luas wilayah

SPT 1 mempunyai kelas kesesuaian lahan S3-wrf yang artinya sesuai marginal dengan faktor pembatas curah hujan, media perakaran dan retensi hara dimana kendala yang ada

Evaluasi tingkat kesesuaian lahan melalui pendekatan fuzzy set menggunakan nilai kuantitatif yang secara langsung dapat menggambarkan kondisi aktual mengenai tingkat

Berdasarkan asumsi kemungkinan mudah tidaknya dilakukan perbaikan terhadap faktor pembatasnya secara potensial kesesuaian lahan pada lokasi penelitian untuk pengembangan tanaman padi