TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman
Tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut Kingdom:
Plantae; Divisio: Spermatophyta; Subdivisio: Angiospermae; Class:
Monocotyledoneae; Ordo: Liliaceae; Family: Liliales; Genus: Allium; Species:
Allium ascalonicum L. (Tim Bina Karya Tani, 2008).
Bawang merah merupakan terna rendah yang tumbuh tegak dan tinggi
dapat mencapai 15 – 50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.
Perakarannya berupa akar serabut yang tidak panjang dan tidak terlalu dalam
tertanam dalam tanah. Seperti juga bawang putih, tanaman ini termasuk tidak
tahan kekeringan (Wibowo, 2007).
Batang bawang merah berbentuk silindris kecil memanjang antara 50-70
cm, berlubang dan bagian ujungnya runcing, berwarna hijau muda sampai tua, dan
letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relative pendek (Sudirja, 2010).
Bentuk daun bawang seperti pipa, yakni bulat kecil memanjang antara
50 – 70 cm, berlubang, bagian ujungnya meruncing, berwarna hijau muda sampai
hijau tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek
(Rukmana, 1995).
Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan yang
bertangkai dengan 50-200 kutum bunga. Pada ujung dan pangkal tangkai
mengecil dan dibagian tengah menggembung, bentuknya seperti pipa yang
berlubang di dalamnya. Tangkai tandan bunga ini sangat panjang, lebih tinggi dari
daunnya sendiri dan mencapai 30-50 cm. Sedangkan kuntumnya juga bertangkai
Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji
berjumlah 2-3 butir. Bentuk biji pipih, sewaktu masih muda berwarna bening atau
putih, tetapi setelah tua menjadi hitam. Biji-biji berwarna merah dapat
dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tenaman secara generatif
(Rukmana, 1995).
Umbi bawang merah merupakan umbi ganda ini terdapat lapisan tipis yang
tampak jelas, dan umbi-umbinya tampak jelas juga sebagai benjolan kekanan dan
kekiri, dan mirip siung bawang putih. Lapisan pembungkus siung umbi bawang
merah tidak banyak, hanya sekitar 2 sampai 3 lapis, dan tipis yang mudah kering.
Sedangkan lapisan dari setiap umbi berukuran lebih banyak dan tebal. Maka besar
kecilnya siung bawang merah tergantung oleh banyak dan tebalnya lapisan
pembungkus umbi (Suparman, 2007).
Syarat tumbuh Iklim
Bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran
rendah sampai dataran tinggi sampai 1.100 meter diatas permukaan laut, tetapi
produksi terbaik dihasilkan dari dataran rendah yang didukung keadaan iklim
meliputi, tempat terbuka dan mendapat sinar matahari 70%, karena bawang merah
termasuk tanaman yang memerlukan sinar matahari cukup panjang
(long dayplant). Tiupan angin sepoi-sepoi berpengaruh baik terhadap laju proses fotosintesis dan hasil umbinya akan tinggi, ketinggian tempat yang paling ideal
adalah 0-800 meter diatas permukaan laut (Rukmana, 2004).
Yang paling baik, untuk budidaya bawang merah adalah daerah yang
tidak berkabut dan angin sepoi-sepoi. Daerah yang cukup mendapat sinar matahari
juga sangat diutamakan, dan lebih baik jika lama penyinaran matahari lebih dari
12 jam. Perlu diingat, pada tempat-tempat yang terlindung dapat menyebabkan
pembentukan umbinya kurang baik dan berukuran kecil (Wibowo, 2007).
Tanaman bawang merah lebih senang tumbuh di daerah beriklim kering.
Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang
tinggi, serta cuaca berkabut. Tanaman ini membutuhkan penyinaran cahaya
matahari yang maksimal (minimal 70% penyinaran), suhu udara 25-320C, dan
kelembaban nisbi 50-70% (AAK, 2004).
Bawang merah dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran timggi,
yakni pada ketinggian antara 0 – 900 m di atas permukaan air laut. Tanaman
bawang merah sangat bagus dan memberikan hasil optimum, baik kualitas
maupun kuantitas, apabila ditanam di daerah dengan ketinggian sampai dengan
250 m di atas permukaan laut. Bawang merah yang ditanam di ketinggian 800 –
900 m di atas permukaan laut hasilnya kurang baik. Selain umur panennya lebih
panjang, umbi yang dihasilkan pun kecil-kecil. Curah hujan yang sesuai untuk
pertumbuhan tanaman bawang merah adalah 300 – 2500 mm per tahun, dengan
intensitas sinar matahari penuh (Samadi dan Cahyono, 2005).
Tanah
Tanaman ini memerlukan tanah tekstur sedang sampai liat, drinase/aerase
baik, mengandung bahan organik, dan reaksi tanah tidak masam
(pH tanah : 5,6 - 6,5). Tanah yang paling cocok untuk tanaman bawang merah
(Sutarya dan Grubben, 1995). Tanah yang cukup lembab dan air tidak
menggenang disukai oleh tanaman bawang merah (Rismunandar, 1989).
Bawang merah menghendaki struktur tanah remah. Tanah remah memiliki
perbandingan bahan padat dan pori-pori yang seimbang. Bahan padat merupakan
tempat berpegang akar. Tanahremah lebih baik daripada tanah bergumpal
(AAK, 1998)
Pupuk cair organik
Pengertian pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi
makhluk hidup, seperti pelapukan sisa -sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk
organik dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik mengandung banyak bahan
organik daripada kadar haranya. Sumber bahan organik dapat berupa kompos,
pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung,
bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan
bahan pertanian, dan limbah kota (sampah).atau bisa disimpulkan secara singkat
adalah Pupuk yang sebagian atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang
berasal dari sisa tanaman dan atau kotoran hewan, yang telah melalui proses,
rekayasa, berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai hara
tanaman, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Goenadi, 1995).
Pupuk organik cair dapat dibuat dari berbagai bahan seperti sampah rumah
tangga, hijauan, kotoran ternak maupun sisa limbah peternakan seperti darah sapi.
Pembuatan pupuk organik cair dari hijauan sudah diuraikan didepan
Pupuk kandang didefinisikan sebagai semua produk buangan dari binatang
peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik,
dan biologi tanah. Apabila dalam memelihara ternak tersebut diberi alas seperti
sekam pada ayam, jerami pada sapi, kerbau dan kuda, maka alas tersebut
dicampur menjadi satu kesatuan dan disebut sebagai pukan pula. Beberapa petani
didaerah memisahkan antara pupuk kandang padat dan cair.
a. Pupuk kandang padat
Pupuk kandang padat yaitu kotoran ternak yang berupa padatan baik
belum dikomposkan maupun sudah dikomposkan sebagai sumber hara terutama N
bagi tanaman dan dapat memperbaiki sifat kimia, biologi, dan fisik tanah.
b. Pupuk kandang cair
Pupuk kandang cair merupakan pukan berbentuk cair berasal dari kotoran
berasal dari kotoran hewan yang masih segar yang bercampur dengan urine hewan
atau kotoran hewan yang dilarutkan dalam air dalam perbandingan tertentu.
Umumnya urine hewan cukup banyak yang telah dimanfaatkan oleh petani adalah
urine sapi, kerbau, kuda, babi dan kambing (Matarirano, 1994).
Pupuk kandang cair juga baik sebagai sumber hara tanaman.
Mengumpulkan pupuk kandang cair dilakukan dengan cara yang baik, maka
bahan ini merupakan sumber pupuk yang dapat dimanfaatkan dengan mudah
(Sutanto, 2002).
Darah sapi dapat digunakan sebagai bahan pupuk organik cair. Untuk
membuat pupuk organik dari darah sapi, pertama- tama kita harus melakukan
proses fermentasi terhadap darah sapi dengan menggunakan bakteri fermentasi
Pada hewan seperti sapi, komposisi darah didalam tubuh cukup besar yaitu
3,5 – 7% dari total berat tubuh. Dirumah pemotongan hewan (RPH), darah
seringkali dibuang begitu saja dan berpotensi menjadi limbah yang mengganggu
lingkungan. Padahal jika diolah dengan baik, darah memiliki nilai ekonomi yang
cukup tinggi, antara lain menjadi tepung darah untuk pakan ternak ikan/ udang
ataupun pupuk tanaman (Abrianto, 2011).
Untuk pupuk tanaman, selain dengan cara dibuat tepung, darah sapi juga
dapat diolah menjadi pupuk cair. Dengan cara disemprotkan pada bagian bawah
daun, pupuk cair dapat merangsang stomata untuk membuka lebih cepat. Efeknya
adalah meningkatkan kualitas rasa pada sayur dan buah, serta meningkatkan
kemampuan menyerap nutrisi dari tanaman karena mikroba membantu
menyediakan nutrisi yang siap diserap tanaman. Pupuk cair dari darah sapi cukup
mudah dibuat (Abrianto, 2011).
Air sisa teh, baik yang berupa teh celup atau teh daun, dapat menjadi
sumber pupuk yang baik bagi tanaman, meskipun tidak dapat diserap secara
langsung. Dalam penggunaan bekas teh celup sebagai pupuk, maka bungkus teh
harus dibuka dan disebar atau ditimbun ke dalam pot. Ampas teh tersebut akan
menjadi penyedia hara melalui proses dekomposisi (Nadya, 2008).
Teh cukup banyak mengandung mineral, baik makro maupun mikro.
Komponen aktif yang terkandung dalam teh, baik yang volatil maupun yang
non-volatil antara lain adalah polyphenol (10-25%), methylxanthines, asam amino,
peptida, tannic acid (9-20%), vitamin (C, E dan K), Kalium (1795 mg%), Flour
(0,1-4,2 mg/L), Zinc (5,4 mg%), Mangan (300-600 µg/ml), Magnesium (192
kafein (45-50 mg%). Kandungan senyawa-senyawa tersebut berbeda-beda antara
masing-masing jenis teh (Pambudi, 2000).
Menurut Nuranto (2008) dalam Arbiyanto (2011) tepung yang diolah dari
darah sapi memiliki kandungan protein, nitrogen alami (N), asam amino yang
tinggi, serta sedikit posfor (P). Menurut hasil analisis BPTP Sumut tepung darah
sapi memiliki kandungan N 12,18%; P2O5 5,28%; K2O 0,15% dan C-organik
19,09%. Untuk pupuk tanaman selain dengan cara dibuat tepung, darah sapi juga
dapat diolah menjadi pupuk cair. Dengan cara disemprotkan pada bagian bawah
daun, pupuk cair dapat merangsang stomata untuk membuka lebih cepat. Efeknya
adalah meningkatkan kualitas rasa pada sayur dan buah, serta meningkatkan
kemampuan menyerap nutrisi yang siap diserap tanaman.
Adapun kandungan unsur hara yang dimiliki dalam komponen serum
darah sapi antara lain (mg/100g) yaitu N 0,0084; P 0,1; K 0,0098; C-organik
3,276; bahan organik 56,48; kadar air 93,959 dan komponen serum darah ayam
antara lain yaitu N 0,0058; P 0,2; K 0,0145; C-organik 5,304; Bahan organik 9,14;