• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Strategi Peningkatan Produktivi (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Strategi Peningkatan Produktivi (1)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

“ Analisis Strategi Peningkatan Produktivitas dan Daya Saing Tenaga Kerja dalam Menunjang Penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka – Pendekatan 12 Pilar Daya Saing ”

Ira Murwenie, SE, MM

Dosen Tetap – Program Studi Komputerisasi Akuntansi Politeknik Piksi Ganesha - Bandung

Pasca krisis ekonomi pada tahun 1997 – 1999, Indonesia masih harus teru berjuang untuk keluar dari semua masalah kekacauan politik, ekonomi, dan sosial. Melewati 4 (empat) masa pemerintahan yang berganti-ganti terjadi, Indonesia berhasil meraih kembali kepercayaan dunia internasional bahwa Indonesia cukup layak diperhitungkan sebagai negara yang memiliki ketahanan yang cukup besar dalam menghadapi krisis ekonomi global. Namun di sisi lain, dampak dari krisis ekonomi terebut masih terus dirasakan oleh masyarakat Indonesia dan menjadi bahan pekerjaan berat bagi Pemerintah Indonesia untuk terus-menerus berupaya melalui pengembangan program-program pembangunan yang saling berkesinambungan untuk mengatasi masalah-masalah perkembangan daya saing ekonomi di era globalisasi saat ini guna memastikan posisi negara tidak jauh tertinggal dari negara-negara lain yang juga pernah mengalami krisis yang sama pada tahun 1997 yang lalu.

Di tahun 2013, ekonomi Indonesia menghadapi penyesuaian terhadap indikator makroekonominya, dan penyesuaian tersebut tercermin dalam penurunan indikator keternagakerjaan di Bulan Agustus 2013. Seperti yang telah diketahui bahwa tinggi-rendahnya tingkat indikator tenaga kerja dan buruh akan memberikan informasi yang penting terhadap tren pergerakan investasi dan arus perdagangan. Berdasarkan data yang tercatat oleh BPS, angka rata-rata Pengagguran Terbuka di Indonesia terendah adalah sebesar 5,92% dan tertinggi mencapai 11,24% pada akhir tahun 2013. Kondisi ini selalu menjadi sinyal yang mampu mempengaruhi kebijakan Pemerintah Indonesia untuk terus memprioritaskan masalah pengangguran sebagai masalah fundamental negara yang harus segera diberikan jalan keluar agar tidak menimbulkan “efek domino” bagi masalah negara lainnya.

Berdasarkan infornasi dari Laporan Daya Saing Global Indeks Raking tahun 2014 – 2015 yang telah dipublikasikan oleh World Economic Forum, diketetahui bahwa Indonesia tercatat berada di posisi 36 dan termasuk negara-negara yang berada di Tahapan 2 ; Pengendalian Efisinesi dari Pendekatan 12 Pilar Daya Saing Global, lebih tinggi dari tahun 2012 – 2013 yang berada di peringkat 55 dunia. Kondisi ini mengingatkan bahwa aspek paling lemah dari mekanisme ketenagakerjaan di Indonesia adalah karena sistem birokrasi perekrutan dan pemecatan tenaga kerja yang kaku dan secara berlebihan memberikan 58 minggu ukuran gaji kepada pekerja. Pengangguran Terbuka adalah pengangguran terdidik (berpendidikan formal) yang sedang mencari kerja dan bekerja bebas yang tidak memiliki status sebagai pekerja tetap dengan standar gaji yang mampu menutup biaya hidup standar.

Bagaimana bisa peringkat indeks Daya Saing Global untuk negara Indonesia mengalami kenaikan hanya dalam jangka waktu singkat 2 tahun sedangkan angka rata-rata jumlah Pengangguran Terbuka di Indonesia tidak pernah mengalami penurunan yang signifikan? Pada penelitian yang bersifat deskriptif ini, penulis mencoba mengkaji masalah penelitian dengan cara analisis strategi peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia melalui perspektif dan pengukuran dari 12 Pilar Daya Saing Global. Harapan terbesar, dari hasil penelitian ini adalah timbulnya ide-ide penelitian lanjutan yang akan mampu memberikan solusi berkesinambungan terhadap masalah-masalah ketenagakerjaaan yang sering menjadi masalah Indonesia dengan jumlah populasi ke-3 terbesar di dunia, masalah sumberdaya manusia Indonesia merupakan masalah fundamental negara yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan negara.

(2)

1. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Masalah ketenagakerjaan di Indonesia adalah masalah klasik yang hampir di semua era kepemerintahan negara akan menjadi masalah yang fundamental untuk selalu diprioritaskan dan diberikan solusi secara berkelanjutan melalui program-program pembangunan sumberdaya manusia yang terstuktur dan terarah agar mampu menghindarkan negara dari masalah lain yang akan timbul dan berdampak luas bagi kestabilan negara di bidang keamanan, politik dan ekonomi. Hal ini disebabkan oleh besarnya jumlah populasi negara Indonesia yang cukup pesat pertumbuhan penduduknya, dimana telah tercatat oleh Badan Pusat Statistik, Indonesia memiliki jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa sampai dengan awal tahun 2015.

Menurut catatan BPS yang dipublikasikan tahun 2013, jumlah total populasi Indonesia adalah sekitar 248 juta penduduk yang berhasil menempatkan Indonesia sebagai negara ke-4 dunia yang padat penduduk. Komposisi etnis di Indonesia yang sangat bervariasi ini memiliki ratusan ragam suku dan budaya. Meskipun demikian, lebih dari 50% jumlah penduduk Indonesia didominasi oleh 2 (dua) suku terbesar yaitu ; Suku Jawa (41% dari total populasi) dan Suku Sunda (15% dari total populasi). Kedua suku ini berasal dari Pulau Jawa, pulau dengan jumlah penduduk terbanyak terbanyak di Indonesia yang mencakup sekitar 60% dari total populasi Indonesia. Jika digabungkan dengan Pulau Sumatra, hasilnya akan menjadi sekitar 80% total populasi Indonesia, sedangkan 20% lagi adalah kontribusi populasi dari wilayah kepulauan Indonesia lainnya.

Kondisi di atas adalah indikasi krusial yang dapat digarisbawahi bahwa konsentrasi populasi terpenting berada di wilayah barat Indonesia. Propinsi paling padat populasi adalah Jawa Barat (lebih dari 43 juta penduduk), sementara populasi paling lengang adalah Propinsi Papua Barat di Indonesia bagian timur dengan jumlah hanya sekitar 761.000 jiwa.

Besarnya tingkat pertumbuhan penduduk di Jawa dan Sumatra tersebut tentu saja hanya sebagai salah satu pemicu terjadinya masalah pengangguran. Hal-hal lain yang merupakan indikator bagi peningkatan jumlah pengangguran di Indonesia adalah masalah pemerataan pendidikan dan produktivitas tenaga kerja yang mampu dan memiliki daya saing global.

World Ecocnomic Forum (WEF) sebagai salah satu institusi dunial yang diprakarsai oleh International Monetary Fund (IMF) untuk melakukan riset dan penelitian secara komprehensif melalui berbagai metode pengukuran yang mampu memberikan gambaran obyektif dengan standar riset yang jelas atas daya saing gobal dari seluruh negara-negara di dunia. WEF sejak tahun 2005 telah berhasil secara berkesinambungan mengeluarkan laporan berkala kepada IMF dan World Bank mengenai data dan informasi atas standar daya saing global yang dikenal sebagai Pengukuran 12 Pilar Daya Saing Global yang menghasilkan Laporan Indeks Rangking Daya Saing Global.

Di Indonesia sendiri, pengukuran daya saing dan produktivitas tenaga kerja, masih menggunakan skala pengukuran yang berbeda-beda untuk masing-masing wilayah di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh tidak meratanya pertumbuhan populasi penduduk dan penyebarannya serta kurangnya pemerataan pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah Indonesia, khususnya di Bagian Timur dari wilayah Indonesia.

Pengukuran 12 Pilar Daya Saing Global yang dipublikasikan oleh WEF meliputi ; 1) Lingkungan Kelembagaan (Institutions Environment), 2) Infrastruktur (Infrastucture), 3) Lingkungan makro-ekonomi (Macroeconomic Environment), 4) Kesehatan dan Pendidikan Dasar (Health and Primary Education), 5) Pendidikan Tinggi dan Pelatihan (Higher Education and Training), 6) Efisiensi Pasar Barang (Goods Market Efficiency), 7) Efisiensi Pasar Kerja (Labor Market Efficiency), 8) Perkembangan Pasar Uang (Financial Market Development), 9) Kesiapan Teknologi (Technological Readiness),10) Ukuran Pasar (Size Market), 11) Kemudahan Berusaha (Business Sophistication), dan 12) Inovasi (Innovation). Dari ke 12 pilar tersebut, WEFmengklasifikasikannya menjadi 3 (tiga) “kunci pengendalian” (Key Driven) yaitu : 1) Key for Factor-Driven ecocnomies, 2) Key for Efficiency-Driven economies, dan 3) Key for Innovation-Driven economies. Sedangkan, pengukuran yang dipublikasikan oleh BPS untuk mengukur daya saing tenaga kerja di wilayah Indonesia meliputi ; 1) Makro-ekonomi, 2) Infrastruktur, 3) Kesehatan, 4) Pendidikan, 5) Ketenagakerjaan, 6) Pengukuran pasar, 7) Ketersediaan teknologi, 8) Kemudahan berusaha.

(3)

yang terjadi baru-baru ini membuat akumulatif tingkat pengangguran mencapai angka tertinggi sebesar 11,24%. Namun, sekalipun menunjukkan kenaikan dalam tingkat pengangguran, Indonesia terus menunjukkan penurunan dalam hal setengah pengangguran dan juga peningkatan dalam pekerjaan paruh waktu. Selain itu, terlihat sejak tahun 2013 hingga awal tahun 2015, dunia ketenagakerjaan Indonesia memperlihatkan adanya kenaikan upah nominal rata-rata dimana upah riil rata-rata sangat dipengaruhi oleh inflasi. Tren ini menunjukkan dampak inflasi (atau sebaliknya) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap daya beli pekerja. Yang menarik adalah bahwa pertumbuhan upah yang kuat di tahun 2013 hingga awal tahun 2015 terjadi di sektor perbankan dan keuangan, sedangkan pertumbuhan yang lemah terlihat di sektor pertanian.

Kondisi yang serba tidak merata ini sungguh merupakan kendala yang cukup menarik bagi penulis untuk meneliti lebih jauh lagi faktor-faktor terjadinya masalah pengangguran yang terjadi di Indonesia, terutama masalah Pengangguran Terbuka yang 80% didominasi oleh pengangguran terdidik (berpendidikan formal). Bagaimanakah cara penerapan pendekatan 12 Pilar Daya Saing Global yang diluncurkan oleh WEF akan sanggup mendeskripsikan dengan jelas mapping problem (pemetaan masalah) yang lebih bersifat obyektif dan mampu menciptakan solusi-solusi kreatif terhadap perkembangan masalah pengangguran di Indonesia. Inilah yang mendasari ketertarikan penulis untuk menngangkat judul penelitian yaitu “ANALISIS STRATEGI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING TENAGA KERJA DALAM MENUNJANG PENURUNAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA – PENDEKATAN 12 PILAR DAYA SAING ”

B. REVIEW PENELITIAN

Pembangunan dilaksanakan guna mewujudkan kemakmuran masyarakat melalui pengembangan perekonomian mengatasi berbagai permasalahan pembangunan dan sosial kemasyarakatan, khususnya masalah pengangguran dan kemiskinan (Yarlina Yacoub;2012). Menurut hasil penelitian Yarlina (2012) dengan menggunakan sampel data jumlah pengangguran dan tingkat kemiskinan di 16 kota di Kalimantan Timur, diperoleh hasil pengaruh yang signifikan sebesar 61,07% dan pengangguran berkorelasi negatif terhadap kemiskinan. Namun hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh De Fina (2002) yang melakukan penelitian di Amerika Serikat menemukan bahwa kemiskinan tidak memiliki korelasi yang kuat terhadap pengangguran. De Fina lebih lanjut menyatakan bahwa keterkaiatan antara kemiskinan dan pengangguran sangat dipengaruhi oleh bagaimana kemiskinan itu diukur.

Dari hasil 2 (dua) penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa variabel pengangguran di masing-masing negara, tidak memiliki keterkaitan yang sama dengan variabel lain yang mempengaruhinya seperti halnya variabel kemiskinan. Ada banyak faktor yang mempengaruhi variabel pengangguran sehingga perlu dilakukan penelitian lebih dalam menyangkut angka-angka tingkat penganguran yang dipublikasikan oleh berbagai lembaga penelitian termasuk oleh BPS, ILO dan WEF.

Di Indonesia sendiri, dibandingkan dengan negara-negara Asia lain, perekonomian Indonesia di tahun 2013 mampu menyumbangkan 1,2 % dari PDB global (Bank Dunia;2013) dan merupakan salah satu dari 20 negara dengan perekonomian terkuat di dunia. Namun terlepas dari tren positif di kawasan Asia ini, iklim domestik Indonesia telah mengalami penurunan dalam hal indikator ekonomi sepanjang tahun 2013 hingga awal tahun 2015 karena gabungan dari faktor internal dan eksternal. Penurunan ini dikaitkan dengan volatilitas pasar keuangan internasional (merosotnya nilai Rupiah terhadap Dollar AS), pengetatan kebijakan moneter di AS, dan revisi subsidi BBM dalam negeri yang memicu inflasi (ILO,2014).

(4)

Dari hasil kajian dan pendekatan yang berbeda tersebut, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pengukuran yang lebih mendekati indikator varibel yang diteliti tanpa dipengaruhi oleh variabel yang bias indikatornya sangat besar, mampu memberikan hasil penelitian dan pengukuran yang efektif sehingga sanggup memberikan solusi-solusi permasalahan yang lebih terarah dan positif. Seperti hal yang telah sajikan dalam penulisan di atas, bahwa hasil penelitian De Fina (2002) dan Payaman (2012) menunjukkan kesimpulan yang sama yaitu bagaimana tingkat pengangguran itu diukur.

2. KAJIAN PUSTAKA

A. TEORI KETENAGAKERJAAN

Menurut UU No. 13 Tahun 2003 BAB 1 Pasal 1 (2) disebutkan bahwa Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sedangkan jika ditinjau dari pengertian demografi, tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. BPS sebagai lembaga sensus demografi negara, menyebutkan bahwa tenaga kerja adalah orang dengan usia (di atas) 15 tahun yang telah sanggup menghasilkan pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan sendiri (keluarga) maupun untuk masyarakat.

Sedangkan menurut Payaman Simanjuntak (2010) “Tenaga kerja adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melaksanakan kegiatan seperti bersekolah, dan mengurus rumah tangga”. Sehingga, secara praktis pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja menurut Payaman hanya dibedakan oleh batas umur.

Jadi yang dimaksud dengan tenaga kerja yaitu indivdu yang sedang mencari atau sudah melakukan pekerjaan yang menghasilkan barang atau jasa yang sudah memenuhi persyaratan ataupu batasan usia yang telah ditetapkan oleh undang-undang yang bertujuan untuk memperoleh hasil atau upah untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

1. Klasifikasi tenaga kerja

Pengklasifikasian tenaga kerja menurut definisi ILO dan BPS sesungguhnya telah memiliki persamaan pengertian namun memiliki perbedaan dalam hal pengukuran. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh adanya perbedaan pendekatan dan visi pengguna informasi dari hasil pengukuran tersebut. Sedangkan jika mengacu pada ketentuan UU No. 13 Tahun 2003, tenaga kerja di Indonesia diklasifikasikan sebagai berikut ;

a. Berdasarkan penduduknya 1) Tenaga kerja

2) Bukan tenaga kerja b. Berdasarkan batas kerja

1) Angkatan Kerja 2) Bukan Angkatan Kerja c. Berdasarkan kualitasnya

1) Tenaga kerja terdidik 2) Tenaga kerja terlatih

3) Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih 2. Indikator ketenagakerjaan

a. Indikator partisipasi dalam dunia kerja b. Indikator bekerja

c. Indikator pengangguran d. Indikator pendidikan

(5)

B. TEORI PRODUKTIVITAS KERJA 1. Pengertian Produktivitas Kerja

Setiap perusahaan selalu berusaha agar karyawan bisa berprestasi dalam bentuk memberikan produktifitas kerja yang maksimal. Produktivitas kerja karyawan pada satu karyawan sangatlah penting sebagai alat pengukur keberhasilan dalam menjalankan usahanya. Karena semakin tinggi produktivitas kerja karyawan dalam perusahaan berarti kinerja perusahaan juga semakin baik sehingga peluang untuk peningkatan laba dan efisiensi biaya dapat dicapai dalam jangka panjang.

Menurut pengertian ILO, yang dikutip oleh Malayu Hasibuan (2005;127) mengungkapkan bahwa, produktivitas adalah perbandingan secara ilmu hitung antara jumlah yang dihasilkan dan jumlah setiap sumber yang dipergunakan selama produksi berlangsung. Sumber tersebut dapat berupa:

1) Tanah

2) Bahan baku dan bahan pembantu 3) Pabrik,mesin-mesin dan alat-alat 4) Tenaga kerja

Konsep produktivitas pada dasarnya dapatdilihat dari dua dimensi yaitu: 1) dimensi individu dan, 2) dimensi organisasi. Pengkajian masalah produktivitas dari dimensi individu tidak lain melihat produktivitas tenaga kerja terutama dalam hubungannya dengan karakteristik kepribadian individunya.Dalam konteks ini esensi pengertian produktivitas adalah sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Menurut Kusnendi (2003;8).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja

Dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja karyawan, , perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja. Menurut Panji Anoraga (2005;56-60) ada 10 (sepuluh) faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, yaitu:

1) Pekerjaan yang menarik 2) Upah yang baik

3) Keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan 4) Etos kerja

5) Lingkungan dan sarana kerja yang baik 6) Promosi dan pengembangan karir 7) Aktualisasi dalam kegiatan organisasi 8) Pengertian dan simpati atas persoalan pribadi 9) Kesetiaan pimpinan

10) Disiplin kerja

Menurut Payaman Simanjuntak(2010;30), faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja digolongkan dalam dua kelompok yaitu:

1) Yang menyangkut kualitas dan kemampuan fisik kryawan meliputi tingkat pendidikan, latihan, motivasi kerja, etos kerja, mental dan kemampuan fisik karyawan.

2) Sarana pendukung meliputi:

a) Lingkungan kerja meliputi; produksi, sarana dan peralatan produksi, tingkat keselamatan dan kesejahteraan kerja

b) Kesejahteraan karyawan meliputi menejemen dan hubungan industri. 3. Pengukuran Produktivitas Kerja

Menurut Henry Simamora (2004;612) faktor-faktor yang digunakan dalam mengukur produktivitas kerja meliputi kuantitas kerja, kualitas kerja, dan ketepatan waktu.

C. PENDEKATAN 12 PILAR DAYA SAING GLOBAL

(6)

Daya saing dimaknai dari berbagai perspektif, antara lain perspektif ekonomi, bisnis, dan politik (kebijakan pemerintah). Di samping itu, ada yang memaknai dalam perspektif mikro (perusahaan) dan membawanya perspektif mikro ke perspektif makro-ekonomi (nasional).

Sarples (1990) dalam Gonarsyah (2007) memandang konsep daya saing (competitiveness) atau keunggulan kompetitif (competitiveness advantage) bukan merupakan konsep ekonomi, melainkan konsep politik (kebijakan). Lall (2001) memandang daya saing sebagai konsep bisnis yang digunakan sebagai dasar bagi banyak analisis strategis dan peletak kebijakan (regulator) untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

Michael Porter, seorang profesor Ilmu Ekonomi dan ahli manajemen strategi dari Harvard University (1990;1998) berusaha untuk mengkaji daya saing (competitiveness) dari perspektif mikro (perusahaan) ke perspektif daya saing bangsa (national competitiveness advantage) yang dipublikasikannya dlam buku berjudul “The Competitiveness Advantage of Nations” yang dikemudian hari, hasil penelitinnya dipergunakan oleh World Economic Forum untuk membuat pemeringkatan daya saing negara-negara di dunia dalam bentuk indeks kompetitif dan dipublikasikan secara internasional dalam bentuk Laporan Kompetitivitas Global Forum Ekonomi Dunia atau The Global Competitiveness Report – The Global Competitiveness Index yang mulai diterbitkan sejak tahun 2005 hingga sekarang.

Secara ringkas, Porter (1990;1998) mendefinisikan daya saing (competitiveness) sebagai suatu kemampuan negara untuk menciptakan nilai tambah (value added) yang berkesinambungan melalui kinerja industri (pasar kerja) dan untuk mempertahankan kualitas kehidupan yang tinggi bagi warga negaranya (wealth and prosperity). Konsep Porter ini dikenal sebagai Diomond of Competitiveness Advantage (Gambar, terlampir) yang dapat dijelaskan sebagai berikut ; (1) Kondisi Faktor (Factor Conditions), yaitu posisi negara dalam hal penguasaan faktor produksi, seperti tenaga kerja terampil atau infrastruktur yang dibutuhkan merupakan syarat kecukupan untuk bersaing dalam suatu industri ; (2) Kondisi Permintaan (Demand Conditions), yaitu karakteristik besarnya permintaan pasar domestik (home-market) untuk produk-produk atau jasa dari suatu industri ; (3) Industri Pendukung dan terkait (Relating and Supporting Industries), yaitu kehadiran industri yang menyediakan bahan baku dan pasar kerja dalam suatu negara dengan kemampuan daya saing industri-industri di pasar nternasional ; dan (4) Persaingan, Struktur dan Strategi Industri (Firm Strategy, Structure, and Rivalry) yaitu, kondisi pemerintahan di dalam suatu negara bagaimana perusahaan-perusahaan diciptakan, diorganisasikan dan dikelola, serta karakteristik persaingan domestik.

Ke-empat faktor tersebut, digambarkan oleh Porter (1990;1998) menyerupai berlian (diamond), sehingga sering disebut sebagai Porter’s Diamond Concept.

Gambar. Porter’s Diamond

Sumber ; Porter (1990)

Goverment Firm strategy, Structure, and

Rivalry Chance

Demand Conditions Factor Conditions

(7)

Cho (1994) dalam Esterhuizen (2006) juga memberikan argumen terhadap model Porter tersebut dengan melakukan modifikasi terhadap model “Diomond’s Porter” dengan cara membagi sumber-sumber keunggulan bersaing di pasar internasional ke dalam 2 (dua) katagori yaitu ; (1) Faktor Fisik (Physical Factor) yaitu, faktor-faktor yang mencakup sumber daya alam, lingkungan bisnis, industri pendukung yang terkait dan kondisi permintaan, dimana kombinasinya akan menentukan daya saing suatu negara di tingkat internasional pada periode tertentu. ; (2) Faktor Manusia (Human Factor) yaitu, faktor yang mencakup para pekerja, politisi dan birokrasi, pengusaha serta para manajer profesional dan perekayasa teknologi. Dengan kemampuan menciptakan, memotivasi, dan melakukan pengawasan terhadap 4 (empat) elemen fisik, maka faktor manusia akan menjadi penggerak ekonomi nasional ke tingkat daya saing yang lebih tinggi.Cho (1994) mempelajari hal tersebut dari hasil penelitiannya terhadap negara Korea.

Indeks WEF (World Economic Forum) sebagai salah satu hasil penerapan Diomond’s Porter merupakan hasil pengukuran makro daya saing negara-negara di dunia melalui pendekatan yang luas dan komprehensif. Tercatat sejak tahun 2005, WEF atau Forum Ekonomi Dunia memulai dengan pendekatannya yang luas terhadap determinan kompetitivitas dan peran kebijakan pemerintah. WEF melihat dinamika keunggulan komparatif dan penempatan dinamika inovasi teknologi sebagai inti pengembangan keunggulan. Kemampuan untuk mempertahankan tingkat pendapatan perkapita penduduk (PDB) dan pertumbuhan ekonomi dalam dunia yang semakin mengglobal tergantung pada kemampuan setiap negara untuk melakuka inovasi atau impor dan menggunakan teknologi yang diciptakan di tempat lainnya.

Dalam upaya menyajikan laporan Indeks Kompetitif Global atau Growth Competitiveness Index (GCI), WEF melakukan pengukuran terhadap dasar-dasar mikro-ekonomi mengenai kompetitivitas antar negara. Pengukuran tersebut meliputi 3 (tiga) kategori indeks pengukuran yaitu : (1) Sub-indeks Syarat Utama (Basic Requirement Subindex) yaitu, sub-indeks pengukuran yang mencakup Pilar 1. Lingkungan kelembagaan, Pilar 2. Infrastruktur, Pilar 3. Lingkungan makro-ekonomi, Pilar 4. Kesehatan dan Pendidikan Dasar ; (2) Sub-indeks Tingkat Efisiensi (Efficiency Enhancers Subindex) yaitu, sub-indeks pengukuran yang mencakup Pilar 5. Pendidikan Tinggi dan Pelatihan, Pilar 6. Efisiensi Pasar Barang, Pilar 7. Efisiensi Pasar Kerja, Pilar 8. Perkembangan Pasar Uang, Pilar 9. Kesiapan Teknologi, dan Pilar 10. Ukuran Pasar ; serta (3) Sub-indeks Inovasi dan faktor kemudahan (Innovation and sophistication factors subindex) yaitu, sub-indeks pengukuran yang mencakup Pilar 11. Kemudahan Berusaha dan Pilar 12. Inovasi. Secara diagram, pengukuran Indeks Kompetitif Global dapat digambarkan sebagai berikut :

(8)

3. METODE PENELITIAN

Metode analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis data kuantitatif dan kualitatif (analisis deskriptif dan SWOT)

Analisis deskriptif dimaksudkan untuk menyajikan atau mendeskripsikan hasil temuan lapangan berupa data-data statistik dan pengukurannya yang telah tersaji secara komprehensif melalui berbagai hasil survei dan pemilihan sampel dari sumber-sumber survei keteneagakerjaan baik dari narasumber dalam negeri yaitu BPS, maupun dari lembaga survei internasional seperti halnya ILO, WEF, World Bank dan IMF.

Sedangkan analisis kualitatif dipresentasikan melalui Analisis SWOT digunakan untuk merumuskan secara kualitatif dan holistik, baik menyangkut lingkungan internal maupun eksternal dari obyek yang sedang diamati. Dalam lingkungan internal, analisis akan menjelaskan secara rinci aspek-aspek yang menjadi kelemahan (Weakness) dan kekuatan (Strengh). Sementara itu dari lingkungan eksternal analisis ini akan dijelaskan mengenai aspek-aspek peluang (Opportunity) dan kendala/ancaman (Threat). Gambar berikut ini akan menjelaskan 4 (empat) arah mata angin Analisis SWOT ;

Gambar. Diagram Analisis SWOT

Sumber : Rangkuti (2008) Keterangan :

Kuadran 1

Kondisi eksternal yang menciptakan peluang dan ditunjang dengan adanya potensi kekuatan internal, strategi yang layak diterapkan dalam kondisi ini adalah strategi agresif.

Kuadran 2

Kondisi eksternal yang mengindikasikan berbagai ancaman ditunjang dengan adanya potensi kelemahan internal, strategi yang layak diterapkan adalah startegi deversifikasi.

Kuadran 3

Kondisi eksternal yang menunjukkan berbagai peluang namun terdapat berbagai kelemahan interal, strategi yang dipergunakan adalah strategi turn-around (meminimalisir kelemahan internal, membuka peluang pasar) Kuadran 4

(9)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Kondisi Ekonomi Makro Indonesia Tahun 2013

Dampak inflasi terhadap perekonomian Indonesia pada tahun 2013 didominasi oleh penurunan subsidi BBM dan diperburuk oleh kebijakan perdagangan yang terbatas serta fluktuasi musiman yang terkait dengan perayaan hari raya keagamaan. Langkah kebijakan yang diambil emerintah Indonesia pada tanggal 22 Juni 2013 untuk mengurangi subsidi solar sebesar Rp. 1.000,- per liter dan subsidi premium sebesar Rp. 2.000,- per liter menyebabkan peningkatan inflasi yang cukup tajam dan penyesuaian harga kemungkinan harus terus dilakukan oleh sektor industri hingga tahun-tahun selanjutnya.

Risiko inflasi yang berkelanjutan berdampak panjang terhadap sisi penawaran tenaga kerja berupa tuntutan kenaikan Upah Minimum Regional (UMR). Besarnya tuntutan tenaga kerja atas kenaikan upah tersebut membuahkan Instruksi Presiden No. 9/2013 yang berisi panduan tentang kenaikan upah minimum yang ditujukan kepada dewan pengupahan tingkat provinsi dan kabupaten guna melakukan penyesuaian besaran UMR berdasarkan daerah masing-masing. Instruksi ini berupaya mengatasi masalah ketidakpastian kenaikan upah bagi sektor industri dan investor dengan memberikan panduan tentang hubungan antara kenaikan upah minimum tahunan, inflasi dengan produktivitas.

Pada tanggal 24 Agustus 2013, Pemerintah Indonesia meluncurkan satu paket yang terdiri dari 4 (empat) paket kebijakan ekonomi untuk mendorong perekonomian Indonesia dan merespon penurunan indikator ekonomi. Paket kebijakan ini mencakup :

1) Meningkatkan neraca transaksi berjalan dan menstabilkan mata uang (Rupiah) 2) Mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan daya beli

3) Menjaga stabilitas harga dan menekan laju inflasi 4) Mempercepat investasi

Paket kebijakan tersebut ternyata dalam perjalanannya belum mampu meredam laju inflasi yang terus berfluktuasi seiring dengan berfluktuasinya harga minyak dunia. Kenaikan harga BBM bersubsidi yang pada awalnya diperkirakan akan mampu menghemat pengeluaran Pemerintah Indonesia sebesar Rp. 13,1Trilyun pada tahun 2013 tersebut tidak terwujud disebabkan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS yang cukup membuat Bank Indonesia harus terus mengintervensi pasar uang yang rentan akibat kebijakan pengetatan finansial di Amerika Serikat.

Pendapatan Pemerintah Indonesia meningkat antara 12% hingga 18% per tahun sejak tahun 2013, dimana sebagian besar keuntungan ini berasal dari pajak pertambahan nilai (PPn) dan pajak penghasilan non migas (PPh). Nilai pendapatan dari kedua pajak tersubut diperkirakan mencapai lebih dari 60% atau ari Rp. 937 Trilyun dari total pendapatan tahun 2013. Akan tetapi, penurunan pertumbuhan PDB nominal dan depresiasi Rupiah dapat mempengaruhi realisasi pendapatan Pemerintah.

Pemerintah Indonesia mengalami defisit fiskal sejak tahun 2011, dimana diperkirakan defisit mencapai 1,1 % dari PDB 2011 dan 1,9 % dari PDB tahun 2012. Pada tahun 2013, defisit fiskal Pemerintah Indonesia telah mencapai 2,4% dari PDB yang sebagian besar dipengaruhi oleh penurunan kondisi ekonomi pasca penghapusan subsidi BBM.

Kondisi ekonomi yang semakin sulit menyebabkan Pemerintah Indonesia harus mengembangkan sistem perlindungan sosial yang mampu menyediakan manfaat tidak terbatas khususnya di bidang layanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang hidup di garis kemiskinan. Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) diluncurkan pemerintah guna mengantisipasi dampak sosial yang terjadi pada masyarakat miskin. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada bulan Maret 2013, jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan adlah sebesar 11,4% dengan pengeluaran sebesar Rp. 271,626 milyar per bulan guna pelaksanaan program-program pengentasan kemiskinan. Program-program tersebut, dalam jangka pendek mungkin akan mampu mengimbangi pengurangan subsidi BBM dan mengendalikan dampak inflasi, namun agaknya kurang berdampak pada distribusi dan ketidaksetaraan di berbagai sektor pembangunan di Indonesia dalam jangka panjang karena program bantuan tunai dan perlindungan sosial yang dilaksanakan hanya bersifat sementara sedangkan kelanjutan upaya untuk mmperluas program perlindungan sosial yang lain, masih belum jelas.

b. Tren Ketenagakerjaan di Indonesia

(10)

kerja kehilangan daya tawar terhadap besaran upah yang disediakan oleh industri. Kebijakan UMR melalui Inpres No. 9/2013 yang berisi panduan tentang kebijakan kenaikan upah minimum tahunan ternayata belum direspon secara positif oleh seluruh pelaku industri dan investor. Ekonomi biaya tinggi uatamanya pajak selalu menjadi alasan utama pelaku industri dan investor untuk menunda kenaikan upah minimum, di samping kondisi Rupiah yang selalu berfluktuasi dan cenderung terus mengalami depresiasi.

Berdasarkan data dari survei Sakernas Badan Pusat Statistik, tingkat pengangguran di Indonesia lebih dipengaruhi oleh pendidikan dibandingkan dengan kemiskinan. Meskipun, jika ditilik lebih jauh, tingkat pendidikan sangat dipengaruhi oleh tingkat kemiskinan. Semakin banyak masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan akan semakin besar kemungkinan rendahnya tingkat pendidikan yang mampu dicapai oleh masyarakat.

Dari data Sakernas BPS tahun 2013 – 2014, diketahui bahwa jumlah pengangguran terbuka berpendidikan lebih banyak pada lulusan SLTA dan SMK yaitu sebesar 22,45% (SMA) dan 25, 89% (SMK) pada tahun 2013, serta 22,33% (SMA) dan 26,28% (SMK) pada tahun 2014. Kenaikan jumlah angka pengagguran dari SMK relatif lebih tinggi dari SMA disebabkan berkurangnya pendapatan sektor rumah tangga untuk menyediakan biaya pendidikan di SMA yang notabene relatif lebih tinggi dbanding biaya pendidikan di SMK. Selain itu, SMK lebih banyak menjanjikan tenaga kerja siap pakai bagi dunia industri setelah lulus sekolah. Berikut grafik yang menunjukkan profil ketenagakerjaan berdasarkan tingkat pendidikan di Indonesia untuk tahun 2013 - 2014.

Tabel 1. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan (%) Tahun 2013 – 2014

XTamatan 2013 2014

SD 7,94% 7,11%

SMP 17,53

%

16,72 %

SMA 22,45

% 22,33%

SMK 25,89

% 26,28%

DIPLOMA 13,74

%

14,36 % UNIVERSITAS 12,45

% 13,21%

(11)

Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa peta persoalan pengangguran belum mengalami perubahan yang signifikan bahkan terjadi kecenderungan meningkat di masing-masing jenjang pendidikan, termasuk pada tingkat pendidikan tinggi Diploma dan Universitas.Sedangkan di tingkat SD dan SMP justru mengalami penurunan yang signifikan dari tahun 2013 ke 2014, hal ini dimungkinkan karena tingginya minat sektor industri akan biaya tenaga kerja murah guna menekan biaya produksi.

Sedangkan tingkat pengangguran terbuka berdasarkan wilayah dapat dilihat dari hasil survei Sakernas BPS berikut ini ;

Tabel 2. Tingkat Pengangguran Terbuka berdasarkan Wilayah Tahun 2011 – 2014

Sumber ; Sakernas BPS, 2014

Dari grafik tersebut tampak jelas bahwa sejak tahun 2011 hingga tahun 2014, permasalahan pengangguran terbuka lebih banyak terkonsentrasi di wilayah perkotaan. Hal ini dimungkinkan terjadi karen adanya faktor ; (1) Urbanisasi dari desa ke kota, dan (2) keterbatasan lapangan pekerjaan di perkotaan. Namun, secara keseluruhan, tren ketenagakerjaan khususnya tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mengalami penurunan baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan.

c. Daya Saing Global Indonesia

(12)

Tabel 3. Skor Daya Saing Global – 12 Pilar Daya Saing Indonesia Tahun 2014 – 2015

(13)

d. Upaya Peningkatan Produktivitas dan Daya Saing Tenaga Kerja dalam Menunjang Penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka – Pendekatan 12 Pilar Daya Saing

Analisis SWOT

Berikut ini adalah penggabungan hasil skoring indeks Daya Saing Global Indonesia menurut 12 pilar daya saing yang diaplikasikan dalam diagram SWOT.

(14)

Sumber data ; diolah penulis, 2015 Kuadran 1

Kondisi eksternal yang menciptakan peluang dan ditunjang dengan adanya potensi kekuatan internal, strategi yang layak diterapkan dalam kondisi ini adalah strategi agresif

Hasil pemindaian terhadap skor GCI (Tabel. 3), Kuadran 1 dapat diisi dengan skor dari 12 Pilar Daya Saing Global yang paling tinggi, yaitu :

a. Pilar 3, Lingkungan macro-ekonomi skor GCI : 5,49 - Peringkat 34 dari 150 negara b. Pilar 4, Kesehatan dan Pendidikan Dasar skor GCI : 5,67 - Peringkat 74 dari 150 negara c. Pilar 10, Ukuran Pasar skor GCI : 5,34 - Peringkat 15 dari 150 negara Kondisi ekternal yang menciptakan peluang :

1. Lingkungan ekonomi makro

Secara makro-ekonomi, perekonomian Indonesia memiliki posisi yang menguntungkan dibandingkan negara-negara lain di kawasan ASEAN. Tingkat pertumbuhannya lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan global dan rata-rata estimasi pertumbuhan PDB ASEAN, yaitu sekitar 4,5% sampai 6,5% selama 10 tahun terakhir. Ini artinya secara global, perekonomian Indonesia masih cukup baik dan kondusif untuk dipacu perkembangannya. Ditunjang dengan kondisi geografis Indonesia yang sangat strategis dalam jalur perdagangan internasional (Selat Malaka) menjadi faktor positif yang perlu menjadi pertimbangan utama bagi pemerintah Indonesia untuk lebih memperhatikan pembangunan infrastruktur pembangunan pelabuhan dagang, pelabuhan peti kemas dan bisnis penyimpanan atau sewa gudang / kilang minyak, seperti halnya yang sudah dilakukan oleh Singapur yang sukses dengan bisnis tersebut.

2. Kesehatan dan pendidikan dasar

Untuk tingkat kesehatan dan pendidikan dasar, Indonesia sudah cukup mampu meningkatkan standar kesehatan masyarakat dan program pendidikan standar 9 tahun yang baik. Hal tersebut dibuktikan dengan menurunnya angka kematian ibu dan bayi sejak 10 tahun terakhir yang rata-rata hanya kurang dari 1% per tahun dari 1 juta kelahiran. Juga pemerataan pendidikan dasar yang telah berhasil dicanangkan oleh pemerintah melalui Program Wajib Belajar 9 Tahun, Program Dana BOS, dan Program Sekolah Gratis untuk Pendidikan Dasar 9 Tahun.

Ini artinya, syarat pertama untuk masuk ke jenjang pendidikan tinggi dan pengadaan tenaga kerja terdidik telah terpenuhi dan pasar kerja Indonesia memiliki banyak potensi untuk dikembangkan ke arah yang lebih spesifik pada bidang tertentu dan meningkatkan profesionalisme serta etos kerja yang sesuai standar internasional.

Pilar 7 Pilar 9 Pilar 12

Pilar 5 Pilar 6 Pilar 11 Pilar 1

Pilar 2 Pilar 8

(15)

3. Ukuran Pasar

Yang dimaksud dengan ukuran pasar adalah pangsa pasar ekonomi Indonesia masih sangat luas dan memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan kekayaan suku dan bahasa, memiliki pasar domestik dan internasional yang cukup luas dalam menciptakan perdagangan dunia yang yang menguntungkan.

Produk-produk terbaik dari hasil pertanian, pertambangan dan perkebunan, jika mampu dikembangkan teknologinya akan sanggup menyaingi produk yang sama dari negara lain. Potensi ini seharusnya bisa dikembangkan oleh pemerintah Indonesia dengan lebih maksimal dengan cara mendirikan asosiasi petani atau asosiasi perusahaan pertambangan. Produk hasil pertanian yang masih mungkin dikembangkan misalnya, padi, buah-buahan eksotik (durian, mangga, manggis, jeruk dan pisang), kelapa sawit, karet, tembakau dan cengkeh. Sedangkan untuk hasil tambang, yang masih memiliki banyak peluang dieksplorasi adalah batubara, batu alam (akik, giok, dlsbg), biji besi dan gas alam. Strategi yang dapat diterapkan :

Strategi agresif untuk memperluas pasar produk-produk hasil pertanian, perkebunan dan pertambangan dan melakukan pembenahan birokrasi ekspor, membangun infrastruktur kepelabuhanan yang cukup baik untuk menunjang disribusi barang-barang hasil pertanian, perkebunan dan pertambangan. Membangun kerjasama asosiasi yang mampu membuka saluran distribusi pemasaran internasional dan menjamin standar mutu produk sesuai dengan standar internasional.

Membuka lapangan pekerjaan yang mampu menyerap lulusan pendidikan dasar di bidang pertanian, perkebunan dan pertambangan melalui program pelatihan terpadu yang mampu menyediakan jenjang karir bagi tenaga kerja terdidik yang baru memasuki dunia kerja dengan ijazah pendidikan dasar.

Dengan strategi yang demikian, diharapkan Indonesia mampu menjaga tingkat pertumbuhan PDB-nya dengan cara membuat perencanaan program-program pembangunan di bidang ;

1). Teknologi pertanian, perkebunan dan pertambangan

2). Membuat regulasi yang mendukung perkembangan usaha pertanian, perkebunan dan pertambangan 3). Membuka lapangan kerja yang luas dan mampu menjanjikan jenjang karir yang baik.

4). Meregulasi pajak dan memangkas birokrasi ekspor

5). Mendirikan asosiasi dagang untuk hasil pertanian, perkebunan dan perdagangan di tingkat internasional Kuadran 2

Kondisi eksternal yang mengindikasikan berbagai ancaman ditunjang dengan adanya potensi kelemahan internal, strategi yang layak diterapkan adalah startegi deversifikasi.

Hasil pemindaian terhadap skor GCI (Tabel. 3), Kuadran 1 dapat diisi dengan skor dari 12 Pilar Daya Saing Global skor kedua dari skor tertinggi, yaitu :

a. Pilar 5, Pendidikan Tinggi dan Pelatihan skor GCI : 4,53 - Peringkat 61 dari 150 negara b. Pilar 6, Efisiensi Pasar Barang skor GCI : 4,54 - Peringkat 48 dari 150 negara c. Pilar 11, Kemudahan Berusaha skor GCI : 4,47 - Peringkat 33 dari 150 negara Kondisi eksternal yang menciptakan ancaman :

1) Pasar global WTO yang melarang negara-negara dunia melakukan pembatasan impor dan ekspor barang. 2) Kapitalisasi pasar uang dunia dan perkembangan pasar uang yang menjadikan Dollar AS sebagai

komoditas perdagangan.

3) Perkembangan pasar komoditas, yang mengacu pada bentuk pasar monopoli dan persaingan sempurna. 4) Perkembangan teknologi digital dan sistem informasi global menciptakan ketidakterbatasan informasi

antar negara.

Potensi kelemahan internal :

(16)

2) Kemudahan berusaha di Indonesia cukup tinggi, artinya regulasi pemerintah sudah cukup baik dalam memberikan kemudahan untuk mendirikan usaha dari mulai usaha kecil, home industry, usaha kecil menengah, hingga usaha berbadan hukum. Namun, kemudahan usaha ini kurang ditunjang dengan regulasi di sektor hukum dalam hal perlindungan konsumen dan hak-hak konsumen.

3) Efisiensi pasar barang di Indonesia juga sangat rentan terhadap perubahan selera pasar dan inflasi. Daya saing produk-produk indusri Indonesia yang belum mampu bersaing dengan produk dari luar negeri memberi banyak peluang menurunnya neraca perdagangan luar negeri. Di sisi lain, banyak produk hasil industri dari Indonesia masih mengandalkan bahan baku impor, seperti misalnya produk-produk tekstil, produk automotif dan elektronik. Hal ini tentunya mempengaruhi harga pokok produksi dan harga jual produk yang mudah berfluktuasi akibat kebutuhan mata uang Dollar AS untuk belanja impor bahan baku tersebut.

Strategi yang dapat diterapkan :

Strategi yang dapat diterapkan oleh pemerintah Indonesia yang mungkin bisa dilakukan adalah mendiversifikasikan hasil produk-produk industri dan memperluas pasar domestik untuk produk-produk industri lokal. Mempermudah penyaluran barang-barang industri dalam negeri ke seluruh pelosok Indonesia.

Meregulasi pajak agar memberikan keringanan bagi industri hulu untuk berkembang menunjang industri hilir. Memperluas jangkauan pasar hingga ke luar negeri melalui misi-misi dagang internasional dan membangun konsep kemitraan untuk alih teknologi dengan negara-negara maju.

Pemerataan pendidikan tinggi dan pelatihan dengan cara membangun fasilitas kampus yang setara dengan PTN dan PTS di Pulau Jawa dan Sumatera. Membuka peluang bagi dosen-dosen di PTN dan PTS di Pulau Jawa untuk bisa mengajar di berbagai PTS dan PTN di luar Jawa dan Sumatra dengan melalui program studi banding dapat menjadi alternatif positif guna membangun kepercayaan masyrakat terhadap pemerataan pembangunan pendidikan tinggi di Indonesia.

Sedangkan strategi untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing tenaga kerja adalah dengan membuka kesempatan usaha seluas-luasnya bagi masyarakat, menciptakan iklim ketenagakerjaan yang profesional dengan cara menstandarisasi syarat pendidikan dan keahlian bagi tenaga kerja yang hendak bekerja di sektor industri berbasis teknologi. Mensyarakatkan sertifikasi produk dan penjaminan mutu bagi industri berskala multi-nasional dan keterbukaan informasi ketenagakerjaan agar terjadi persaingan tenaga kerja dan terbukanya kesempatan kerja yang sama bagi semua pencari kerja yang memiliki standar keahlian yang dibutuhkan.

Kuadran 3

Kondisi eksternal yang menunjukkan berbagai peluang namun terdapat berbagai kelemahan interal, strategi yang dipergunakan adalah strategi turn-around (meminimalisir kelemahan internal, membuka peluang pasar) Hasil pemindaian terhadap skor GCI (Tabel. 3), Kuadran 1 dapat diisi dengan skor dari 12 Pilar Daya Saing Global skor ketiga dari skor yang tertinggi, yaitu :

a. Pilar 1, Lingkungan Kelembagaan skor GCI : 4,11 - Peringkat 53 dari 150 negara b. Pilar 2, Infrastrutur skor GCI : 4,37 - Peringkat 56 dari 150 negara c. Pilar 8, Perkembangan Pasar Uang skor GCI : 4,45 - Peringkat 42 dari 150 negara Kondisi eksternal yang menciptakan peluang :

1) Secara kelembagaan, baik di sektor swasta maupun pemerintahan, Indonesia sudah menunjukkan tata organisasi yang terstruktur dengan baik. Baik tatanan organisasi dan peraturan yang membentuk birokrasi di pusat dan daerah serta tatanan organisasi di sektor swasta melalui tata kelola perusahaan swasta (PT, CV, Firma, Koperasi dan Yayasan) telah memiliki hukum positif yang jelas.

2) Pembangunan infrastruktur juga berkembang cukup signifikan dalam mengakomodasi tuntutan kebutuhan masyarakat akan akses komunikasi, distribusi barang dan kapitalisasi pasar.

3) Pasar uang di Indonesia yang sangat dinamis mampu memberikan daya tarik investor asing untuk membuka pasar riil di Indonesia.

Berbagai kelemahan internal :

(17)

2) Regulasi pajak yang kurang fleksibel dan birokrasinya memberikan dampak ekonomi biaya tinggi bagi pelaku industri sehingga sulit mengendalikan harga.

3) Pasar uang yang dinamis namun rentan terhadap perubahan nilai Dollar AS, membuat kondisi perekonomian makro Indonesia sangat mudah mengalami krisis ekonomi.

Strategi yang dapat dilakukan :

1) Memberantas korupsi dan mewajibkan bagi pejabat pemerintah dan perusahaan berbadan hukum untuk secara rutin membuat laporan keuangan dan melaporkan kekayaan pribadi pejabat dan perusahaan kepada lemabaga yang berwenang.

2) Menjaga independensi lembaga-lembaga hukum negara yang menjamin pelaksanaan hukum positif publik dan menjaga terpenuhinya hak-hak asasi manusia.

3) Keberadaan dan pengaruh partai-partai politik seharusnya mampu menciptakan kondisi negara yang memiliki kepastian hukum dan mengedepankan kesejahteraan masyarakat dibanding kepentingan partai. 4) Regulasi pajak secara terus-menerus harus mampu memberikan kemudahan akses dalam hal

perhitungan dan penyetoran pajak serta penerapan sanksi yang proporsional.

5) Independensi Bank Indonesia dalam mengendalikan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar serta menjaga kecukupan uang beredar guna mengendalikan inflasi, sangatlah penting untuk menjaga kondisi perekonoman agar tidak rentan terhadap krisis global.

6) Strategi peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja yang dapat diterapkan adalah mempermudah perijinan untuk mendirikan usaha dan mempermudah persyaratan untuk mendapatkan pembiayaan usah aatau kredit usaha di bank.

7) Membuat paket-paket pelatihan kewirausahaan berbasis ekonomi rakyat dengan pemberian modal hibah manfaat dan membuat program “bapak angkat” bagi industri kecil yang sudah mampu memproduksi dengan skala nasional. Program “bapak angkat” adalah program jejaring mitra industri yang mengarahkan distribusi industri kecil menjadi pemasok utama bagi industri besar. Tujuan utama adalah membantu industri besar agar sedikit demi sedikit menghilangkan ketergantungan terhadap bahan baku import dan membantu industri kecil agar mampu secara berkesinambungan mengembangkan produknya sesuai kebutuhan industri besar.

8) Pemerintah Indonesia harus konsisten menjaga iklim usaha yangkondusif menyangkut kestabilan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS dan secara bertahap memperbaiki regulasi pajak terutama Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai bagi dunia industri.

Kuadran 4

Kondisi eksternal memperlihatkan berbagai ancaman dengan berbagai kelemahan internal, strategi defensif menjadi pilihan yang tepat.

Hasil pemindaian terhadap skor GCI (Tabel. 3), Kuadran 1 dapat diisi dengan skor dari 12 Pilar Daya Saing Global yang skornya paling rendah, yaitu :

a. Pilar 7, Efisiensi Pasar Kerja skor GCI : 3,81 - Peringkat 110 dari 150 negara b. Pilar 9, Kesiapan Teknologi skor GCI : 3,58 - Peringkat 77 dari 150 negara

c. Pilar 12, Inovasi skor GCI : 3,93 - Peringkat 31 dari 150 negara Kondisi eksternal yang memperlihatkan berbagai ancaman :

1) Tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia yang secara keahlian lebih dipandang mampu bekerja lebih efektif

2) Arus kemajuan teknologi dari luar negeri yang sulit di bendung terutama kemajuan teknologi komunikasi dan informasi..

3) Inovasi yang berkembang di Indonesia masih sebatas inovasi bersifat praktis, msalnya ; inovasi di bidang kuliner dan marketing, bukan menyangkut inovasi industri dan pertanian.

Kelemahan internal :

1) Kesiapan teknologi di Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, sedangkan di luar Jawa masih sulit berkembang

2) Pekerja profesional dari Indonesia masih kurang dihargai oleh bangsa Indonesia sendiri dibandingkan dengan tenaga kerja asing.

(18)

Strategi yang dapat dilakukan :

1) Membuat undang-undang ketenagakerjaan yang mampu memberi keadilan dan kesetaraan hak dan kewajiban antara tenaga kerja asing dengan tenaga kerja sendiri.

2) Mempersiapkan masyarakat Indonesia untuk mampu menyikapi dengan bijak akan derasnya arus teknologi informasi dan digital sehingga mampu memfilter budaya-budaya dari luar yang mampu merusak tatanan sosial dan nilai-nilai moral, agama dan etika di masyarakat.

3) Membangun kecintaan terhadap produk lokal dan mendidik masyarakat agar mampu mengurangi sifat konsumtif.

4) Strategi untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing tenaga kerja adalah dengan mengefektifkan peran Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan membuka peluang pelatihan dan penempatan kerja gratis untuk lulusan SMA dan SMK yang berbasis industri padat karya.

5) Depnakertrans perlu membuat jejaring mitra industri di berbagai wilayah Indonesia untuk menjamin pemerataan produktivitas tenaga kerja.

6) Departemen Perindustrian dan Perdagangan bekerja sama dengan Dirjen Pendidikan Tinggi – DepDikBud berperan aktif menciptakan peluang inovasi industri dengan cara membuat program-program kewirausahaan yang berbasis inovasi industri dan berwawasan lingkungan hidup bagi mahasiswa yang berminat untuk berwirausaha. Misalnya ; pemanfaatan limbah sampah plastik dan kertas untuk produksi barang-barang rumah tangga, pemanfaatan sampah rumah tangga untuk produksi pupuk organik, dlsbg.

5. KESIMPULAN

a. Indonesia memiliki kelebihan internal

1) Secara makro-ekonomi, perekonomian Indonesia memiliki posisi yang menguntungkan dibandingkan negara-negara lain di kawasan ASEAN. Tingkat pertumbuhannya lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan global dan rata-rata estimasi pertumbuhan PDB ASEAN, yaitu sekitar 4,5% sampai 6,5% selama 10 tahun terakhir. Ini artinya secara global, perekonomian Indonesia masih cukup baik dan kondusif untuk dipacu perkembangannya. Ditunjang dengan kondisi geografis Indonesia yang sangat strategis dalam jalur perdagangan internasional (Selat Malaka) menjadi faktor positif yang perlu menjadi pertimbangan utama bagi pemerintah Indonesia untuk lebih memperhatikan pembangunan infrastruktur pembangunan pelabuhan dagang, pelabuhan peti kemas dan bisnis penyimpanan atau sewa gudang / kilang minyak, seperti halnya yang sudah dilakukan oleh Singapur yang sukses dengan bisnis tersebut.

2) Untuk tingkat kesehatan dan pendidikan dasar, Indonesia sudah cukup mampu meningkatkan standar kesehatan masyarakat dan program pendidikan standar 9 tahun yang baik. Hal tersebut dibuktikan dengan menurunnya angka kematian ibu dan bayi sejak 10 tahun terakhir yang rata-rata hanya kurang dari 1% per tahun dari 1 juta kelahiran. Juga pemerataan pendidikan dasar yang telah berhasil dicanangkan oleh pemerintah melalui Program Wajib Belajar 9 Tahun, Program Dana BOS, dan Program Sekolah Gratis untuk Pendidikan Dasar 9 Tahun. Ini artinya, syarat pertama untuk masuk ke jenjang pendidikan tinggi dan pengadaan tenaga kerja terdidik telah terpenuhi dan pasar kerja Indonesia memiliki banyak potensi untuk dikembangkan ke arah yang lebih spesifik pada bidang tertentu dan meningkatkan profesionalisme serta etos kerja yang sesuai standar internasional.

(19)

b. Indonesia memilki peluang eksternal

1) Secara kelembagaan, baik di sektor swasta maupun pemerintahan, Indonesia sudah menunjukkan tata organisasi yang terstruktur dengan baik. Baik tatanan organisasi dan peraturan yang membentuk birokrasi di pusat dan daerah serta tatanan organisasi di sektor swasta melalui tata kelola perusahaan swasta (PT, CV, Firma, Koperasi dan Yayasan) telah memiliki hukum positif yang jelas.

2) Pembangunan infrastruktur juga berkembang cukup signifikan dalam mengakomodasi tuntutan kebutuhan masyarakat akan akses komunikasi, distribusi barang dan kapitalisasi pasar.

3) Pasar uang di Indonesia yang sangat dinamis mampu memberikan daya tarik investor asing untuk membuka pasar riil di Indonesia.

c. Indonesia memiliki kelemahan internal

1) Kurang meratanya pendidikan tinggi dan pelatihan di seluruh Indonesia. Sampai saat ini, fasilitas mutu pendidikan tinggi dan pelatihan yang terbaik, masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumatera. Banyak pelajar lulusan SMA yang berlomba-lomba melanjutkan studi di PTN atau PTS di Pulau Jawa hingga hampir setiap tahun PTN di luar Pulau Jawa kekurangan siswa sedangkan di Pulau Jawa mengalami kelebihan siswa.

2) Kemudahan berusaha di Indonesia cukup tinggi, artinya regulasi pemerintah sudah cukup baik dalam memberikan kemudahan untuk mendirikan usaha dari mulai usaha kecil, home industry, usaha kecil menengah, hingga usaha berbadan hukum. Namun, kemudahan usaha ini kurang ditunjang dengan regulasi di sektor hukum dalam hal perlindungan konsumen dan hak-hak konsumen.

3) Efisiensi pasar barang di Indonesia juga sangat rentan terhadap perubahan selera pasar dan inflasi. Daya saing produk-produk indusri Indonesia yang belum mampu bersaing dengan produk dari luar negeri memberi banyak peluang menurunnya neraca perdagangan luar negeri. Di sisi lain, banyak produk hasil industri dari Indonesia masih mengandalkan bahan baku impor, seperti misalnya produk-produk tekstil, produk automotif dan elektronik. Hal ini tentunya mempengaruhi harga pokok produksi dan harga jual produk yang mudah berfluktuasi akibat kebutuhan mata uang Dollar AS untuk belanja impor bahan baku tersebut.

d. Indonesia memiliki ancaman ekternal 1) Pasar bebas WTO.

2) Belum siapnya perkembangan teknologi industri mengimbangi pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan digital.

3) Perundang-undangan ketenagakerjaan out-soursing yang masih sulit dihapus dan sulitnya birokrasi di Departemen Ketenagakerjaan dan Transmigrasi untuk memperoleh akses langsung ke dunia industri.

4) Kondisi politik yang rentan terhadap fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS.

5) Tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia yang secara keahlian lebih dipandang mampu bekerja lebih efektif

6) Arus kemajuan teknologi dari luar negeri yang sulit di bendung terutama kemajuan teknologi komunikasi dan informasi..

7) Inovasi yang berkembang di Indonesia masih sebatas inovasi bersifat praktis, msalnya ; inovasi di bidang kuliner dan marketing, bukan menyangkut inovasi industri dan pertanian.

Gambar

Gambar. Porter’s Diamond
Gambar. Kerangka Pengukuran Indeks Kompetitif Global –
Gambar. Diagram Analisis SWOT
Tabel 1. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan (%) Tahun 2013 – 2014
+4

Referensi

Dokumen terkait

Studi pendahuluan yang juga dilakukan tanggal 21 Februari 2019 melalui wawancara mendalam pada salah satu Penyuluh Keluarga Berencana PKB yang memiliki karakteristik serupa

Hasil dari uji F, tampak bahwa kejadian pneumonitis hipersensitif (HP) ketika diuji beda dengan perlakuan pemberian pajanan debu peng- gilingan padi adalah signifikan,

Apakah ada perbedaan prestasi belajar siswa yang mengikuti dan tidak mengikuti Tahfizhul Quran di Madrasah Ibtidayah Negeri Muning Baru Kecamatan Daha

Ilham Arisaputra, SH., M.Kn.. Achmad Ruslan,

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN/KOTA.. PARTAI

Tekan tombol "MENU" untuk kembali ke menu sebelumnya atau keluar dari tampilan menu.. Atau tekan tombol "OK" untuk keluar dari tampilan menu

Dari data diatas terlihat bahwa kecendrungan penduduk miskin di Provinsi Riau dari tahun ke tahun selalu mengalami penurunan, hal ini seiring dengan berbagai program yang

Kuliah yang diberikan oleh dosen yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada mahasiswa mengenai topik tertentu ataupun untuk memberikan pedoman kepada mahasiswa