• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterlibatan Keberhargaan dan Kompetensi. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Keterlibatan Keberhargaan dan Kompetensi. pdf"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Keterlibatan, Keberhargaan, dan Kompetensi Sosial sebagai

Prediktor Kompetisi pada Remaja

Singgih Wibowo Santoso1

Fakultas Psikologi Universita Gadjah Mada

Abstrak

Competition is a common phenomenon among adolescents, that shows the drives to express the ability, to compare self with others, and to strive to be the best. This study was aimed to assess whether the engagement, sense of worth, and social competence can be the predictors of the emergence of competition in adolescents. Subjects were amounted to 232 students, including the students from favorite and non-favorite junior and high school in the city of Yogyakarta and Gunungkidul. The instrument used were the engagement’ scale, sense of worth’ scale, social competence’ scale, and competition’ scale. The data then were analized using regression approach and also t-test for additional analysis. The results showed that there was the influence of engagement, sense of worth, and social competence to the competition (F=65.274, p<0.01). Taken together anyway, engagement, sense of worth, and social

competence in adolescents can predict competition for 46.3% (R2=0.463).Based on t-test as an

additional analysis of the obtained results that there is a difference in competition between

favorite and non-favorite schools.Competition in non-favorite schools is higher (t=–2.752,

p<0.01) than favorite ones.In addition, there is a difference of social competence between the

school in Gunungkidul and Yogyakarta.Social competence of students in Gunungkidul is

higher than students in Yogyakarta (t=–2.083, p<0.05).Another result shows that competition

among the students in favorite schools is lower than in non-favorites ones (t=–2.752,

p<0.01).Especially for high school students, the result showed that high school students' social

competence in Gunungkidul is higher than in Yogyakarta (t=–3.966, p<0.05) and social competence of favorite high school students are lower than non-favorite high school students. Keywords: competition, engagement, sense of worth, social competence

Masa1 remaja merupakan masa yang sangat dinamis dalam tahapan kehidupan manusia yang ditandai berbagai percepatan bagi individu yang bersangkutan, baik dalam perkembangan fisik, kognitif, afektif, moral, maupun sosialnya (Santrock, 2007). Pada masa ini terjadi perubahan besar pada kelompok primer mereka dengan semakin besarnya pengaruh teman sebaya terhadap kehidupan remaja yang berakibat pada

1

Korespondesi dengan penulis dapat dilakukan melalui: swis@ugm.ac.id

makin banyaknya waktu dan kegiatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kebu-tuhan sosial mereka (Rice & Dolgin, 2002).

(2)

mempe-ngaruhi perkembangannya (Santrock, 2007). Namun, ketika remaja berinteraksi dalam lingkungan sosial akan selalu ter-sirat adanya dua sisi yang saling berten-tangan. Pada satu sisi interaksi akan menghadirkan kesatuan, tetapi di sisi lain interaksi akan menghadirkan persaingan atau kompetisi baik dengan teman seke-lompok atau dengan keseke-lompok lain. Dunia remaja adalah dunia yang ditandai dengan kontradiksi antara sikap tunduk dan sikap ingin unggul. Remaja akan sangat tunduk pada kelompok sebaya tetapi cenderung sangat agresif terhadap saingannya.

Perasaan berkompetisi sebenarnya mu-lai muncul sedari masa kanak-kanak terkait dengan pengalaman dalam keluarga. Tanpa disadari bahwa sebenarnya sebagai anggota keluarga, anak-anak berlomba un-tuk memperoleh perhatian, cinta, keka-guman, atau untuk menjadi anak kesa-yangan orang tua. Identifikasi individual anak dengan orang tuanya akan menen-tukan bagaimana anak akan berdamai dengan rasa berkompetisi, keinginan untuk menjadi yang terbaik, dan memperoleh apa yang diinginkan (Ross, 2007). Rasa berkom-petisi dengan saudara lambat laun akan berubah menjadi kompetisi dengan teman sebaya ketika anak mulai beranjak remaja dan banyak berinteraksi dengan ling-kungan sosial. Cobb (2007) menyatakan bahwa ketika remaja berkumpul dan beraktivitas dengan teman sebayanya, tidak jarang hal tersebut harus disertai munculnya persaingan dengan kelompok lain. Dalam dinamika seperti ini, remaja menjadi tertantang untuk menunjukkan nilai lebih yang dimilikinya meskipun disadari juga bahwa mereka membutuhkan penerimaan dari orang lain untuk berkem-bang.

Kompetisi ternyata bisa terjadi dalam banyak hal, baik hal positif maupun hal yang cenderung negatif. Berdasarkan

pene-litian yang dilakukan oleh Faer, Hendricks, Abed, & Figueredo (2005) ditemukan hasil bahwa ternyata remaja putri berkompetisi dalam hal bentuk tubuh. Kompetisi ini akan makin kuat ketika mereka berada dalam kelompok. Tujuan kompetisi ini dibedakan menjadi dua yaitu untuk pasangan dan untuk status. Keinginan untuk ‘kurus’ demi pasangan menjadi prediktor kuat untuk bulimia sedangkan kompetisi untuk status menjadi prediktor kuat untuk anorexia nervosa. Hasil penelitian lain yang diperoleh oleh Kilduff, Elfenbein, & Staw (2010) menunjukkan bahwa persaingan antar tim olahraga yang ada di sekolah akan meningkatkan moti-vasi dan performansi siswa. Hal ini senada dengan hasil penelitian Hinzsz (2005) yang menyatakan bahwa perasaan sedang ber-kompetisi berkorelasi positif dengan per-formansi tugas, efikasi diri, dan komitmen mencapai tujuan. Selain itu, ketika remaja berada di dalam situasi yang penuh persaingan, mereka cenderung ingin dini-lai/dievaluasi karena mereka merasa sudah berusaha keras untuk mencapai tujuan dan menjadi yang terbaik.

(3)

2007), kepercayaan diri (Matsumoto, 2007), self-esteem, dan kompetensi.

Deutsch (dalam Singleton-Jr & Vacca, 2007) mengartikan kompetisi sebagai inter-dependensi sosial yakni sebuah situasi sosial dimana tujuan seseorang dipenga-ruhi oleh perilaku orang lain. Sebaliknya, Ryckman (dalam Fülöp, 2002) menyatakan bahwa kompetisi juga bersumber dari dalam diri dan bisa menghasilkan dua hal yaitu, sesuatu yang positif dan membangun (personal development competitiveness) dan sesuatu yang merusak (hypercompetiti-veness). Remaja yang memiliki personal development competitiveness tidak melihat menang-kalah sebagai faktor yang terpen-ting, tetapi mereka lebih mengutamakan proses dalam mencapai tujuan dan pengembangan diri. Selain itu, mereka juga memiliki coping yang baik dalam mengatasi kekalahan dan melihat kompetitor sebagai kawan yang sama-sama berjuang mencapai tujuan. Sebaliknya, remaja yang hypercom-petitiveness memiliki kepercayaan diri yang rendah dan cenderung berkepribadian neu-rotik. Mereka beranggapan bahwa mereka harus menang dan tidak ada kata kalah dalam ‘kamus’ mereka. Hubungan sosial mereka dengan teman sebaya cenderung tidak stabil dan penuh konflik yang disertai perilaku agresif, manipulatif, dan narsistik. Pada dasarnya kedua pendapat Deutsch & Ryckman ini dapat diterima dan sebagian besar ahli menyatakan bahwa kompetisi adalah pembandingan sosial yang melibat-kan minimal dua individu, tetapi tidak begitu saja terlepas dari faktor personal.

Keterlibatan dalam kelompok diang-gap paling mempengaruhi kompetisi pada remaja karena karena ketika remaja berada dalam kelompok tidak jarang hal tersebut harus disertai munculnya persaingan dengan kelompok lain (Cobb, 2007). Pada masa remaja, individu memang lebih tertarik untuk berkumpul dengan teman

sebayanya dan mulai “meninggalkan” ke-luarganya. Burton-Chellew, Ross-Gillespie, & West (2009) menyatakan bahwa ketika remaja berada di dalam satu kelompok dan harus bersaing dengan kelompok lain, mereka akan memberikan kontribusi yang lebih besar dalam kelompoknya dan meng-anggap teman sekelompoknya sebagai kolaborator bukan kompetitor. Dalam dina-mika seperti ini, remaja menjadi tertantang untuk menunjukkan nilai lebih yang dimi-likinya meskipun disadari juga bahwa me-reka membutuhkan penerimaan dari orang lain untuk berkembang.

(4)

Selain keterlibatan, keberhargaan/rasa berharga juga mempengaruhi persaingan atau kompetisi. Keberhargaan ini merupa-kan pondasi dari self-esteem yang amerupa-kan mempengaruhi dirinya dan dunianya. Rasa ini muncul karena adanya penerimaan yang baik dari orang-orang di sekitarnya, terutama teman sekelompoknya. Rasa berharga yang dimiliki akan membuat remaja berusaha menghindari kegagalan. Menurut Crocker & Wolf (dalam Ferraro, Escalas, & Bettman, 2011) pandangan sese-orang tentang keberhargaan dirinya sangat tergantung pada penerimaannya terhadap kesuksesan dan kegagalan, dimana rasa berharga yang tinggi akan muncul ketika mereka mendapat kesuksesan dan sedikit memperoleh kegagalan. Kesuksesan atau kegagalannya di masa lampau akan sangat mempengaruhi rasa berharga dalam diri-nya dan selanjutdiri-nya mempengaruhi pan-dangan dan usahanya dalam menghadapai tantangan yang ada berikutnya.

Kompetensi sosial juga dianggap mem-pengaruhi kompetisi pada remaja, selain keterlibatan dan keberhargaan. Kompetensi sosial membuat remaja mampu mengha-dapi konflik yang timbul dalam interaksi sosial. Persaingan muncul karena ada interaksi sosial baik antar individu maupun antar kelompok. Berdasarkan hasil pene-litian sebelumnya, peneliti menemukan bahwa tidak ada perbedaan kompetensi sosial antara remaja daerah pedesaan dan perkotaan (Santoso, 2009). Baik remaja pedesaan maupun perkotaan sama-sama merasa memiliki kemampuan untuk meng-gunakan sumber sosial yang berupa kesem-patan dan fasilitas di lingkungan serta memanfaatkan sumber personal untuk menghadapi masalah yang timbul dalam interaksi sosial. Kompetensi sosial sangat dibutuhkan remaja agar bisa diterima oleh kelompok atau teman sebayanya. Pada saat remaja menyadari bahwa mereka memiliki

kompetensi sosial dan diterima oleh kelom-poknya, mereka akan berusaha semaksimal mungkin ketika menghadapi sebuah per-saingan.

(5)

konflik tersebut adalah remaja meyakini dan mencoba untuk menunjukkan pada kompetitornya bahwa pikiran atau pilihan-nyalah yang terbaik.

Penelitian ini dilakukan pada siswa SMP dan SMA sekolah favorit dan tidak favorit di daerah Yogyakarta dan Gunung Kidul. Pertimbangan pemilihannya adalah kegiatan dan tuntutan di sekolah tersebut berbeda sehingga sangat memungkinkan juga ada perbedaan kompetisi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji apakah keterlibatan, keberhargaan, dan kompetisi sosial dapat dijadikan prediktor kompetisi pada remaja. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah kom-petisi pada remaja dapat diprediksi oleh keterlibatan, keberhargaan, dan kompe-tensi sosial. Selain itu, ada perbedaan kompetisi antara sekolah favorit dan tidak favorit, antara sekolah di Yogyakarta dengan sekolah di Gunung Kidul, dan antara siswa SMP dengan siswa SMA.

Metode

a. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa SMP dan SMA favorit dan tidak favorit di kota Yagyakarta dan Kabupaten Gunungkidul yang totalnya berjumlah 232 siswa. Rincian subjek penelitian adalah sebagai berikut (lihat tabel 1).

Pengambilan data dilakukan pada minggu kedua dan ketiga bulan September. Data sekolah favorit dan tidak favorit diperoleh dari Dinas Pendidikan. Sekolah yang dianggap favorit adalah sekolah yang masuk kategori RSBI/SSN dan banyak diminati oleh siswa. Selanjutnya, pemilihan sekolah dilakukan secara random. Pada setiap sekolah, pengambilan data dilaku-kan hanya pada satu kelas, siswa kelas XI.

Tabel 1

Deskripsi Subjek Penelitian

Sekolah Jumlah

SMA 8 Yogyakarta (favorit) 27

SMA 11 Yogyakarta 30

SMA 1 Wonosari (favorit) 30

SMA 1 Karangmojo 25

SMP 8 Yogyakarta (favorit) 33

SMP 12 Yogyakarta 32

SMP 1 Wonosari (favorit) 24

SMP 1 Ponjong 31

TOTAL 232

b. Instrumen

Untuk memperoleh data penelitian digunakan 4 skala, yaitu skala kompetisi, skala keterlibatan, skala keberhargaan, dan skala kompetensi sosial. Setiap pernyataan terdiri dari 5 tingkat jawaban yang dikemu-kakan dalam opsi jawaban SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), AS (Agak Sesuai), KS (Kurang Sesuai), dan STS (Sangat Tidak Sesuai).

c. Metode Analisis Data

Data yang terkumpul dianalisis de-ngan analisis regresi, untuk melihat sebe-rapa besar kontribusi masing-masing pre-diktor terhadap daya kompetisi remaja. Selain itu, digunakan juga uji t (t-test) untuk mengetahui perbedaan kompetisi, keterlibatan, keberhargaan, dan kompe-tensi sosial siswa.

H a s i l

a. Uji Hipotesis

(6)

lisis diperoleh R=0,680 sehingga dapat diartikan secara keseluruhan bahwa keter-libatan, keberhargaan, dan kompetensi sosial berkorelasi dengan kompetisi pada remaja. Secara bersama-sama pula, keterli-batan, keberhargaan, dan kompetensi sosial dapat memprediksi kompetisi pada remaja sebesar 46,3% (R2=0,463). Hipotesis

peneli-tian ini dapat diterima.

Persamaan regresi yang diperoleh dari hasil tersebut adalah:

Y = 27,309 + 0,166 X1 + 0,6 X2 + 0,181 X3

b. Analisis tambahan

Selain analisis regresi, ada analisis tambahan yang dilakukan yaitu t-test untuk mengetahui perbedaan kompetisi antara sekolah favorit dan tidak favorit, SMP dan SMA, serta sekolah di Yogyakarta dan Gunung Kidul. Berdasarkan perhitungan perbedaan kompetisi antara sekolah favorit dan tidak favorit diperoleh hasil bahwa siswa sekolah yang tidak favorit memiliki kompetisi yang lebih tinggi dibandingkan siswa sekolah favorit (t=-2,752, p<0,01). Berdasarkan perhitungan perbedaan kom-petisi antara siswa SMP dan SMA ternyata tidak ada perbedaan kompetisi pada siswa di kedua jenjang sekolah tersebut. Hasil yang sama diperoleh yaitu tidak ada perbe-daan kompetisi antara siswa di Yogyakarta dengan siswa di Gunung Kidul.

Pada analisis tambahan ini diperoleh juga hasil bahwa tidak ada perbedaan keterlibatan antara sekolah favorit dan tidak favorit, SMP dan SMA, serta sekolah di Yogyakarta dan Gunung Kidul. Namun, ada perbedaan kompetensi sosial antara sekolah di Yogyakarta dan di Gunung Kidul dimana kompetensi sosial siswa di Gunung Kidul lebih tinggi dibandingkan siswa di Yogyakarta (t=-2,083, p<0,05). Hasil lain yang diperoleh adalah kompetisi siswa di sekolah favorit lebih rendah dibandingkan sekolah tidak favorit (t=

-2,752, p<0,01). Khusus untuk subjek SMA, diperoleh hasil bahwa kompetensi sosial siswa SMA Gunung Kidul lebih tinggi dibandingkan kompetensi sosial siswa SMA di Yogyakarta (t=-3,966, p<0,05) dan kompetensi siswa SMA tidak favorit lebih tinggi daripada kompetensi sosial siswa SMA favorit.

Diskusi

Hasil uji statistik membuktikan bahwa keterlibatan, keberhargaan, dan kompe-tensi sosial dapat memprediksi kompetisi pada remaja. Sesuai dengan tahapan per-kembangan, remaja mulai mengembangkan kemampuan dan menggunakan kesem-patan untuk berinteraksi dengan teman sebaya, berpartisipasi dalam kelompok, dan berkompetisi untuk mencapai tujuan. Keterlibatan remaja dalam berbagai kegiat-an, terutama kegiatan di sekolah, akan mendorong mereka untuk membandingkan diri dengan teman yang lain dan berusaha menjadi yang terbaik (Cobb, 2007). Hinzsz (2005) juga menyatakan bahwa perasaan sedang berkompetisi berkorelasi positif dengan performansi tugas, efikasi diri, dan komitmen mencapai tujuan. Remaja yang berada dalam situasi yang kompetitif cenderung ingin dinilai/dievaluasi karena mereka merasa sudah berusaha keras untuk mencapai tujuan dan menjadi yang terbaik.

(7)

remaja terlibat dalam berbagai kegiatan adalah ingin mencari wadah yang dapat digunakan untuk meraih masa depan, ingin mencari dukungan sosial di luar dukungan dari keluarga, membangun hubungan sosial dan emosional dengan teman, dan ingin mengeksplorasi kemam-puan agar bisa menjadi pribadi yang hebat.

Aspek lain yang mempengaruhi kom-petisi pada remaja adalah rasa berharga atau keberhargaan. Remaja yang memiliki rasa berharga yang tinggi cenderung tidak ragu untuk bergabung dalam kelompok dan bersaing dengan teman yang lain karena merasa dirinya dinilai positif dan akan diterima oleh orang-orang di sekitar-nya. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Crocker & Wolf (dalam Ferraro, Escalas, & Bettman, 2011) bahwa rasa ber-harga yang dimiliki akan membuat remaja semangat untuk berkompetisi dan beru-saha menghindari kegagalan. Kesuksesan atau kegagalannya di masa lampau akan sangat mempengaruhi rasa berharga dalam dirinya dan selanjutnya mempengaruhi pandangan dan usahanya dalam mengha-dapai tantangan yang ada berikutnya.

Kompetisi juga ternyata dipengaruhi oleh kompetensi sosial remaja. Kompetensi sosial sangat diperlukan dalam berinteraksi dengan orang lain. Terkait dengan kompe-tisi, kompetensi sosial sangat penting agar mereka bisa diterima teman sebayanya (Mönks, Knoers, & Haditono, 1994) dan meminimalisir masalah yang mungkin timbul ketika harus bersaing dengan orang lain. Remaja dengan kompetensi sosial yang tinggi akan menunjukkan kesang-gupan yang baik untuk memahami dan menguasai masalah sosial secara objektif dan tidak mudah mengalami kebingungan untuk menentukan sikap dan tindakannya. Apabila kompetensi sosial remaja kurang baik, kompetisi dapat mengurangi

kein-timan atau kualitas hubungan pertemanan. Kompetisi dapat menimbulkan konflik atau ketidaksepahaman dan implikasi dari kon-flik tersebut adalah remaja meyakini dan mencoba untuk menunjukkan pada kompe-titornya bahwa pikiran atau pilihannyalah yang terbaik.

Terkait dengan hasil yang menunjuk-kan kompetisi di sekolah tidak favorit lebih tinggi daripada di sekolah favorit, hal ini sangat mungkin terjadi karena adanya tekanan yang cukup kuat dari para guru di sekolah yang kurang favorit pada para siswa untuk berprestasi agar sekolah mere-ka menjadi sekolah favorit. Berdasarmere-kan hasil wawancara dengan guru di sekolah-sekolah tempat pengambilan data, penulis menyimpulkan bahwa kegiatan yang dia-dakan di sekolah yang kurang favorit jauh lebih ketat dan banyak dibandingkan kegiatan di sekolah favorit. Selain itu, secara jelas diungkapkan bahwa guru di sekolah yang kurang favorit terus memom-pa semangat dan mendorong siswa untuk meraih prestasi tinggi agar ranking sekolah meningkat. Penggolongan sekolah menjadi sekolah RSBI, sekolah SSN, dan sekolah regular telah menimbulkan persaingan yang cukup ketat antar sekolah.

Tidak adanya perbedaan kompetisi antara siswa SMP dan SMA serta antara siswa di Yogyakarta dengan siswa di kabu-paten Gunung Kidul menunjukkan bahwa setiap siswa memiliki kemauan berkom-petisi yang sama agar bisa menjadi yang terbaik. Perbedaan lokasi tempat tinggal ternyata tidak menimbulkan perbedaan kompetisi karena semua sekolah, baik di Yogyakarta maupun Gunung Kidul, memi-liki kemauan yang sama untuk mendorong siswanya berprestasi. Kompetisi untuk meningkatkan kualitas sekolah ini tentunya harus dilihat sebagai bentuk kompetisi yang positif.

(8)

Kepustakaan

Burton-Chellew, M. N., Ross-Gilespie, A., & West, S. A. (2010). Cooperation in humans: Competition between groups and proximate emotions. Evolution and Human Behavior, 31 (2), 104-108.

Cobb N. J. (2007). Adolescence: Continuity, change, and diversity. Boston: McGraw- Hill

Diener E., Suh E., & Oishi, S. (1997). Recent findings on subjective well-being. Indian Journal of Clinical Psychology, 24, diakses dari http//www.psych.uiuc. edu/-ediener/ hottopic/paper1.html

Dublin, H. (2007). The evolution of the female self: Attachment, identification, individuation, competition, collabo-ration, and mentoring. In Navaro, L., & Schwartzberg, S. L. (Ed.), Envy, com-petition, and gender (hal. 59-78). Rout-ledge: New York.

Faer, L. M., Hendriks, A., Abed, R. T., & Figueredo, A. J. (2005). The evolu-tionary psychology of eating disorders: Female competition for mates or for status?. Psychology and Psychotherapy: Theory, Research, & Practice, 78, 397-417.

Ferraro, R., Escalas, J. E., Bettman, J. R. (2011). Our possessions, our selves: Domains of self-worth and the possessions of self link. Journal of Consumer Psychology, 21 (2), 169-177.

Fredricks, J. A., & Eccles, J. S. (2008). Participation in extracurricular acti-vities in the middle school years: Are there developmental benefits for African American and European Ame-rican Youth. Journal Youth Adolescence, 37, 1029-1043.

Fülöp, M. (2002). Competition in educational settings. Paper presented in University of Ljubljana. http://www.see-educoop.

net/education_in/pdf/comp-in-edu-oth-enl-t07.pdf. Diakses tanggal 7 April 2011.

Hinzsz, V. B. (2005). The influence of social aspects of competition in goal-settings situation. Current Psychology, 24 (4), 258-273.

Kilduff, G. J., Elfenbein, H. A., & Staw, B. M. (2010). The psychology of rivalry: A relationally dependent analysis of com-petition. Academy of Management Journal, 53 (5), 943-969.

Matsumoto, D., Takeuchi, M., Nakajima, D., & Iida, E. (2000). Competition anxiety, self confidence, personality, and com-petition performance of American elite and non-elite judo athletes. Research Journal of Judo, 32 (3), 12-21

Mönks, F. J., Knoers, A. M. P., & Haditono, S. R. (2004). Psikologi perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya (ed. kelimabelas). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Rice, F .P. & Dolgin, K. G. (2003). The Ado-lescence: Development, relationship, and culture. Boston: Pearson International Edition.

Ross, M. R. (2007). Anti-group as a pheno-menon: The destructive aspecrs of envy, competition, and gender diffe-rences in groups, as seen through the apprentice. In Navaro, L., & Schwartz-berg, S. L. (Ed.), Envy, competition, and gender (hal.205-227). Routledge: New York.

Santoso, S. W. (2009). Kepercayaan diri dan kompetensi sosial remaja pedesaan dan perkotaan. Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). Yogyakarta: UGM

Santrock, J. W. (2007). Adolescence 11th edition. New York: McGraw-Hill.

(9)

Tkach, C. & Lyubomirsky, S. (2006). How do people pursue hapinness?: Relating personality, hapinness-increasing stra-tegies, and well-being. Journal of Hapinness Studies, 7 , 183-225.

Gambar

Tabel 1

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Mahasiswa tingkat akhir yang ikut serta dalam organisasi akan lebih siap untuk memasuki dunia kerja dibandingkan dengan mahasiswa

29 peluang maupun yang berisiko bagi perusahaan. Risiko merupakan hal yang tidak dapat dihilangkan dari berbagai aktivitas perusahaan, tetapi dapat dikelola dengan baik. Pengelolaan

SITU, SIUP, Akte Pendirian / Perubahan ( bila ada ), Data Keuangan : NPWP, Tanda Pelunasan SPT Tahunan, Data Personalia : Ijazah Asli/ Legalisir dan Sertifikat

Dari pendistribusian hasil jawaban siswa tentang lingkungan keluarga Kristen diperoleh item dengan nilai tertinggi adalah nomor 15 dengan skor 150 dan nilai rata-rata 3,75 yaitu

Untuk mengatasi keandalan suatu sistem komunikasi maka pada penelitian dibuat prototype VLC dengan menganalisa karakteristik tegangan output serta delay

Secara umum, pita serapan yang muncul pada spektra silika gel menunjukkan bahwa gugus-gugus fungsional yang terdapat pada silika gel hasil pembuatan dari abu sekam

Dalam menentukan pemilihan produk provider GSM yang akan direkomendasikan untuk pengambil keputusan, dibangunlah sistem pendukung keputusan dengan menggunakan

Berdasarkan nilai yang diperoleh, struktur komunitas perifiton pada makroalga Ulva lactuca di perairan pantai Ulee Lheue menunjukan tekanan ekologi yang sedang