• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Kelapa Sawit sebagai Bahan (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Karakteristik Kelapa Sawit sebagai Bahan (2)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

KELAPA SAWIT

SEBAGAI BAHAN BAKU

BIOENERG

I

(2)

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

02

1.

Pendahuluan

Artikel ini menyajikan aspek karakteristik kelapa sawit sebagai bahan baku bioenergi. Aspek yang dibahas sebagai bagian karakteristik bioenergi adalah agroekologi dengan informasi pendukung distribusi luas lahan, produksi dan produktivitas kelapa sawit di Indonesia, produk-produk perkebunan dan pabrik pengolah tandan buah segar (TBS) yang mencakup CPO (crude palm oil), nilai kalori, estimasi produksi CPO dan limbahnya, serta penjelasan singkat upaya peningkatan nilai kalori dengan menggunakan teknik sangrai (torrefaction).

Penulis mengharapkan bahwa informasi ini menyajikan data terkini dan memberikan inspirasi lanjut bahwa Indonesia memiliki potensi lumbung energi besar yang berasal dari perkebunan kelapa sawit selain berfungsi sebagai lumbung pangan.

2.

Karakteristik Agroekologi Kelapa Sawit

Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis sp) merupakan komoditi andalan ekonomi Indonesia karena selain merupakan penghasil devisa, dan salah satu alternatif upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pembukaan lapangan pekerjaan dan lapangan usaha. Kelapa sawit membutuhkan syarat kondisi agroekologi yang baik untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan optimum. Kondisi agrolekologi yang dibutuhkan seperti lama penyinaran, curah hujan, temperatur udara, jenis tanah, dan tingkat kemasaman tanah.

Tanaman kelapa sawit merupakan jenis tanaman yang membutuhkan penyinaran yang normal dimana lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit antara 5-7 jam/hari. Oleh karena kebutuhan cahaya ini maka jarak tanam kelapa sawit harus dibuat dengan ukuran 9 m x 9 m x 9 m sehingga semua tanaman akan mendapatkan cahaya yang cukup untuk menghindari etiolasi.

(3)

Kelapa sawit memerlukan curah hujan berkisar 1.500 - 4.000 mm pertahun, sehingga kelapa sawit akan berbuah lebih banyak di daerah dengan curah hujan yang tinggi. Dari hasil beberapa penelitian hal ini terbukti dimana jumlah pelepah yang dihasilkan tanaman kelapa sawit yang di tanam di Papua lebih banyak dibandingkan dengan yang di tanam di daerah Sumatera. Di Papua Kelapa sawit dapat menghasilkan 28 – 30 pelepah pertahun sedangkan di sumatera hanya menghasilkan 26 - 28 Pelepah setiap tahunnya.

Temperatur udara yang optimal untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 24-28oC. Jadi ketinggian tempat yang ideal untuk kelapa sawit antara 1-500 m dpl (di atas permukaan laut). Kelembaban udara optimum untuk tanaman kelapa sawit sekitar 80-90% dan kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan.

Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik, Latosol, Hidromorik Kelabu, Alluvial atau Regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Produksi kelapa sawit lebih tinggi jika di tanam di daerah bertanah Podzolik jika dibandingkan dengan tanah berpasir dan gambut. Tingkat keasaman (pH) tanah yang optimum untuk sawit adalah 5,0- 5,5. Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase (beririgasi) baik dan memiliki lapisan solum cukup dalam (80 cm) tanpa lapisan padas. Untuk mencapai tingkat keasamaan ini maka di daerah gambut diperlukan perlakuan pemberian pupuk Dolomit atau Kieserite dalam jumlah yang lebih besar bila dibandingkan dengan kelapa sawit yang di tanam di tanah darat.

Kemiringan lahan kebun kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 15°. Jika kemiringan lahan sudah melebihi 15° maka diperlukan tindakan konservasi tanah berupa pembuatan terasan, tapak kuda, rorak dan parit kaki bukit. Pertimbangan teknis juga harus dilakukan pada areal perkebunan sawit yang menggunakan lahan gambut.

3.

Distribusi, Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas

(4)

Gambar 2. Distribusi Perkebunan Kelapa sawit di setiap pulau di Indonesia pada tahun 2013.

Berdasarkan data perkembangan distribusi perkebunan kelapa sawit di setiap pulau yang disajikan pada Tabel 1, tampak bahwa pulau Sumatera telah mencapai puncak pertumbuhan, kemudian beralih ke Pulau Kalimantan dan Sulawesi. Sementara itu untuk Pulau Jawa tidak mampu lagi dikembangkan untuk perkebunan sawit karena bersaing dengan kebutuhan lain dalam penggunaan lahan. Potensi yang lahan yang belum tergarap adalah Pulau Papua. Mungkin banyak pertimbangan teknis, sosial, dan jarak yang jauh mengakibatkan pulau tersebut belum digarap secara optimum.

Tabel 1. Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Setiap Pulau di Indonesia Tahun 2009-2013

Nama Pulau 2009 2010 2011 2012 2013

Sumatera 5,221,824 5,641,367 5,867,176 5,913,585 5,956,955

Kalimantan 2,355,530 2,462,207 2,782,929 2,814,782 2,843,765

Jawa 27,163 28,057 25,687 26,112 26,445

Sulawesi 211,380 196,302 257,955 260,588 262,799

Papua 57,398 57,462 59,077 59,554 59,955

Luas Total 7,873,295 8,385,395 8,992,824 9,074,621 9,149,919

Sumber: Statistik Pertanian, Departemen Pertanian RI (2014).

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

(5)

4.

Perkembangan Luas dan Produksi Kelapa Sawit

Perkebunan kelapa sawit menyebar di 22 Provinsi di empat pulau seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Berdasarkan data Departemen Pertanian RI (2014), Provinsi Riau menempati urutan tertinggi dalam luas perkebunan sawit, kemudian disusul, Sumatera Utara dan Kalimantan Tengah.

Tujuh provinsi yang tidak memiliki lahan perkebunan Sawit adalah DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur (Gambar 2).

Gambar 2. Distribusi luas

(6)

5.

Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit

Berdasarkan data yang diilustrasikan pada Gambar 3 berikut ini maka peningkatan produksi tandan buah segar dari kelapa sawit lebih banyak disebabkan oleh pertambahan areal tanam dan bukan pada peningkatan produktivitasnya.

Gambar 2 Perkembangan luas lahan dan produksi sawit Indonesia (2009-2013).

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

(7)

Produktivitas perkebunan kelapa sawit Indonesia masih pada kisaran nilai 2,5-2,7 ton/hektar seperti yang disajikan pada Tabel 2 untuk Indonesia dan Tabel 3 untuk setiap provinsi. Kondisi ini memerlukan perhatian tersendiri bagi pelaku usaha, terutama bagi petani yang sering mengalami kendala modal, kesenjangan pengetahuan, dan akses untuk mendapatkan sarana produksi pertanian.

Tabel 2. Perkembangan Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Kepala Sawit Indonesia 2009-2013

Kelapa Sawit Indonesia 2009 2010 2011 2012 2013

Lahan (Ha) 7,873,295 8,385,395 8,992,824 9,074,621 9,149,919

Produksi (ton) 19,324,294 21,958,120 23,096,542 23,521,071 24,431,639

Produktivitas (ton/ha) 2,454 2,619 2,568 2,592 2,670

(8)

Bioenergi Utama Indonesia

 

Catatan: Tujuh provinsi di Indonesia yang tidak memiliki lahan perkebunan sawit yaitu DKI Jakarta, Jawa Tengah , DI Yogyakarta, Jawa

Tabel 3. Perkembangan luas lahan (ha) dan produksi TBS (ton) kelapa sawit di setiap provinsi di Indonesia (2009-2013)

No Provinsi

Luas Lahan (Hektar) Produksi TBS (Ton)

(9)

6.

Pohon Industri Kelapa Sawit

Ada tiga kegunaan utama dari produk perkebunan kelapa sawit yaitu untuk bahan pangan, kesehatan, dan bahan baku energi. Ketiga kegunaan produk sawit itu dapat diketahui dengan memperhatikan pohon industri seperti yang disajikan pada Gambar 4.

Kegunaan produk sawit untuk makanan dapat dijumpai sesudah CPO (Crude Palm Oil) diproses di pabrik pengolahan (reinery) CPO menjadi aneka produk seperti minyak goreng, margarine, pengganti lemak kakao (cacao butter subsititute), minyak salad. Demikian juga untuk kesehatan, produk sawit dapat menghasilkan sabun, dan beragam produk turunan lemak sawit menjadi fatty alkohol, dan lain-lain.

(10)

Gambar 4. Pohon industri kelapa sawit

BIOENERGI UT

AMA INDONESIA

(11)

7.

Bahan Baku Bioenergi

Bahan baku bioenergi dari perkebunan kelapa sawit berasal dan limbah dari perkebunan dan pabrik pengolahan tandan buah segar menjadi CPO (crude palm oil). Skema penyediaan bahan baku bioenergi disajikan pada Gambar 4. dimana batang dari pohon sawit tua dan daun merupakan limbah yang berasal dari perkebunan, sedangkan, cangkang, tandan kosong, dan POME merupakan limbah dari pabrik pengolahan buah sawit.

(12)

6

Ada enam macam limbah yang dapat diperoleh dari perkebunan dan pabrik kelapa sawit yaitu:

1.

Tandan Kosong Sawit (TKS) - Empty Fruit Bunches (EFB)

Tandan Kosong Sawit (TKS) diperoleh setelah Tandan Buah Segar dimasak pada tabung bertekanan untuk mendapatkan minyak dalam sebuah proses yang disebut sterilisasi. TKS ini umumnya dibuang dekat pabrik pengolah sawit dan dibiarkan terurai secara alami atau digunakan sebagai bahan pembakaran boiler atau dibakar langsung menjadi abu dan digunakan sebagai sumber pupuk Kalim. Untuk setiap ton TKS diperoleh 230 kg TKS.

2.

Serabut Sawit - Mesocarp Fiber

Biomassa lain yang dihasilkan dari ekstraksi minyak sawit adalah serat yang disebut serabut sawit (mesocarp iber) yang diproduksi setelah tandan kosong mengalami penekanan di sebuah kolom bertekanan dan mesin penampi dan mesin depericarper. Serat sawit berbentuk pendek dan kuning kecoklatan. Limbah ini biasanya digunakan sebagai sumber bahan bakar untuk boiler dalam kombinasi dengan tandan kosong dan cangkang sawit.

3.

Cangkang Kelapa Sawit (CKS) - Palm Kernel Shell

(PKS)

Cangkang kelapa sawit yang dihasilkan dari pemisahan kacang sawit dengan cangkangnya. Kacang sawit diproses lebih lanjut untuk menghasilkan minyak inti sawit Palm

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

(13)

kernel oil) yang berharga. Cangkang biasanya digunakan sebagai bahan bakar bersama dengan tandang kosong dan serabut sawit. Cangkang juga digunakan untuk menganginkan bibit polybag kelapa sawit dan pengerasan jalan di areal perkebunan kelapa sawit. Ada juga upaya untuk mengkarbonisasi cangkang menjadi arang dan karbon aktif.

4.

Batang Kelapa Sawit (BKS)- Oil Palm Trunk (OPT)

Batang kelapa sawit (OPT) yang dihasilkan dari proses peremajaan perkebunan kelapa sawit. Pohon sawit yang sudah tua (berumur diatas 20-25 tahun) ditebang, kemudian diparut dan dibawa ke lapangan untuk terurai secara alami. Sebelumnya, batang sawit tua dibakar namun terhenti karena ada larangan untuk melakukan pembakaran pembakaran di areal perkebunan kelapa sawit. BKS mengandung kadar air yang sangat tinggi (antara 60% sampai 300% tergantung pada ketinggian dan usianya). Batang terdiri dari bahan lignoselulosa dan memiliki potensi untuk menjadi bahan baku berharga.

5.

Daun Kelapa Sawit (DKS) - Oil Palm Frond (DPF)

(14)

6.

Limbah Cair Kelapa Sawit (LCKS) - Palm Oil Mill Eluent (POME)

POME adalah cairan oleh-produk yang dihasilkan dari pemurnian minyak mentah. Hal ini kaya nutrisi tanaman dan sedimen yang biasanya digunakan sebagai pupuk di perkebunan kelapa sawit.

Proses perhitungan komponen satu ton tandan buah segar kelapa sawit menjadi komponen POME, cangkang, serat, tandan kosong disajikan seperti Gambar 5.

Berdasarkan hasil perhitungan Global Green Synergy (2014) yang mengkaji hasil pengolahan hampir 400 pabrik kelapa sawit di Malaysia pada tahun 2012, diperoleh perbandingan antara tanda buah segar (TBS) dengan komponen limbah sawit seperti yang disajikan pada Tabel 4 berikut ini:

Gambar 5. Neraca massa untuk pengolahan tandan buah segara kelapa sawit (Lacrosse, 2004).

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

(15)

Tabel 4. Perbandingan Dalam Persen Komponen Limbah dari Tandan Buas Segar Kelapa Sawit di Malaysia

Biomass available from Palm % from Quantity

Oil Industry FFB* (Million tonnes)

Empty Fruit Brunch (EFB) 23 21.90

Mesocarp Fiber 13 12.38

Palm Kernel Shell 6 5.71

Palm Oil Mill Eluent (POME) 58 55.22

*Based on 95.21 million tonnes FFB proceed in 2012

Sumber: .http://www.ggs.my/index.php/palm-biomass

Dua publikasi tersebut memberikan hasil pendekatan komponen limbah yang berbeda pada POME saja, sedangkan untuk cangkang dan serabut memberikan nilai hampir sama kendati komponen serabut dan cangkang sawit digabung untuk perhitungan Lacrosee (2004) sedangkan dari Global Green Synergy (2014) terpisah menjadi serabut sawit dan cangkang sawit.

Berdasarkan analisa data dari berbagai publikasi yang mengkaji komponen-komponen tandan kelapa sawit menjadi CPO, cangkan sawit, sabut, tandan kosong, dan POME, maka diperoleh estimasi prosentasi seperti yang disajikan pada Gambar 6. Jadi, setiap pabrik hanya menghasilkan 21 % CPO dari tandan buah segarkelapa sawit jika digunakan basis keringnya.

(16)

Berdasarkan asumsi yang digunakan oleh Abdullah dan Sulaiman (2013) yang disajikan pada Gambar 6 maka dapat diestimasi produksi komponen CPO dan limbah kelapa sawit untuk Indonesia pada tahun 2013. Hasilnya disajikan pada Gambar 7, sedangkan jumlah CPO dan limbah dari produki TBS (ton) Indonesia dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Estimasi Produksi CPO dan Limbah dari Pabrik Kelapa Sawit di Indonesia pada Rentang Waktu 2009-2013

Produksi 2009 2010 2011 2012 2013

19,324,294 21,958,120 23,096,542 23,521,071 24,431,639

CPO (21%) 4,058,102 4,611,205 4,850,274 4,939,425 5,130,644

Sabut Kelapa Sawit (15%) 2,898,644 3,293,718 3,464,481 3,528,161 3,664,746

Cangkang Kelapa Sawit (6%) 1,159,458 1,317,487 1,385,793 1,411,264 1,465,898

Tandan Kosong (23%) 4,444,588 5,050,368 5,312,205 5,409,846 5,619,277

Inti Sawit (7%) 1,352,701 1,537,068 1,616,758 1,646,475 1,710,215

POME (28%) 5,410,802 6,148,274 6,467,032 6,585,900 6,840,859

Gambar 7. Produksi komponen kelapa sawit Indonesia pada tahun 2013.

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

(17)

8.

Estimasi Produksi Produk CPO dan Limbah Sawit di PKS

Berdasarkan algoritma Abdullah dan Sulaiman (2013), maka berikut ini disajikan estimasi produksi CPO dan limbah sawit pada lima tipe kapasitas pabrik kelapa sawit untuk tiga tipe kerja yaitu 8 jam, 16 jam, dan 24 jam. Tipe pabrik pengolah kelapa sawit yang umumnya beroperasi di perkebunan terdiri 30, 45, 60, 75, 90, dan 120 ton/jam TBS. Namun yang digunakan dalam perhitungan di bagin ini hanya lima kecuali yang berkapasita 75 ton/jam TBS.

(18)

Pertimbangan untuk menyajikan data estimasi ini sebagai panduan dalam manajemen suplai bahan baku untuk PKS, dan juga untuk perencanaan pengangkutan dari dan ke PKS. Kondisi ini untuk mendukung kebutuhan jumlah dan tipe angkutan yang diperlukan supaya operasional PKS mencapai target pengolahan dan produksi.

Tabel 6. Estimasi Produksi CPO dan Limbah Sawit pada Lima Tipe Kapasitas PKS dan Masa Operasionalnya Setiap Hari

Kapasitas Total Produk CPO dan Limbah Sawit untuk 8 Jam/hari Operasi PKS

PKS CPO TKKS SS CS IS POME Total TBS

Kapasitas Total Produk CPO dan Limbah Sawit untuk 16 Jam/hari Operasi PKS

PKS CPO TKKS SS CS IS POME Total TBS

Total Produk CPO dan Limbah Sawit untuk 24 Jam/hari Operasi PKS

(19)

9.

Karakteristik Bioenergi Komponen Kelapa Sawit

Karakteristik setiap bahan bahan bioenergi dapat diidentiikasi secara biokimia dan bioisik. Identiikasi secara biokimia mengarahkan bahan baku tersebut untuk menjadi biofuel seperti biodiesel, sedangkan secara bioisik mengarahkan bahan baku menjadi biosolidseperti dibuat pelet, biochar, atau kombinasinya.

Berdasarkan Publikasi pangkalan data digital yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Energi Belanda (Energy research Centre of the Netherlands) yang disampaikan melalui laman https://www. ecn.nl/phyllis2, berhasil diidentiikasi karakteristik komponen kelapa sawit, untuk daun/pelepah, tandan buah segar, dan lain lain seperti yang disajikan pada Tabel 8. Laman ini juga memiliki data dari tanaman lain, dan total data yang tersedia sekitar 3000 data bahan baku bioenergi.

Tiga analisis yang digunakan pada laman tersebut yaitu (1) proximate analysis; (2) Ultimate analysis; (3) biomass analysis. Ketiganya digunakan untuk identiikasi sifat-sifat bahan bakar dari biomassa, sehingga setiap hasil analisis menyajikan kandungan energi biomassa tersebut.

Proximate analysis: Kadar abu (Ash):

Kadar abu dinyatakan dalam persentase berat (%) terhadap berat kering dan sebagai bahan yang diterima (ar). Jumlah abu tergantung pada suhu pembentukan abu. Jika suhu pembentukan abu diketahui, kadar abu diberikan pada suhu tertentu. Isi abu untuk bahan ar dan kering terkait dengan kadar air:

Kadar abu (% berat kering) = kadar abu (wt% ar) * 100 / (100 - kadar air (wt%))

Kadar Air (Water content):

Kadar air dalam (%) berat, pada basis basah (ketika barang yang diterima). Penting untuk dicatat bahwa ada perbedaan besar antara kadar air bahan yang tersedia dan kadar air pada saat analisis. Juga kadar air bisa diturunkan dengan pengeringan alami selama penyimpanan.

Volatil dan Karbon Tetap (Volatiles and ixed carbon) :

(20)

Jumlah karbon tetap dihitung sebagai bagian yang tersisa sebagaimana ditentukan oleh metode standar yang disebutkan di atas sesuai dengan rumus berikut:

ar ixed C = 100 - ash (ar) - water content - volatiles (ar) dry ixed C = 100 - ash (dry) - volatiles (dry)

daf ixed C = 100 - volatiles (daf )

Analisis Ultimate (Ultimate analysis):

Carbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), sulfur (S), klorin (Cl), luor (F) dan bromin (Br) konten dalam % berat bahan kering (% dr), kering dan bebas materi abu (wt% daf ) dan sebagai bahan yang diterima (wt% ar).

Deinisi

ar C + H + O + N + S + Cl + F + Br + ash + water content = 100 dry C + H + O + N + S + Cl + F + Br + ash = 100

daf C + H + O + N + S + Cl + F + Br = 100

Seringkali, kandungan oksigen tidak diukur tetapi ditetapkan sama dengan (100-komponen diukur). Jika S dan Cl tidak dipertimbangkan dalam perhitungan asli, atau jika 815°C konten abu digunakan sebagai pengganti 550°C konten abu, jumlah yang akan lebih besar dari 100. Jika kandungan oksigen diukur, jumlah yang tidak akan sama dengan 100 karena kesalahan eksperimental dalam analisis.

Nilai Kalori (Caloriic value) (MJ/kg):

Nilai kalor dinyatakan sebagai Higher Heating Value (HHV) dan Nilai Pemasan Terendah (Lower Heating Value-LHV). Perbedaan ini disebabkan oleh panas dari penguapan air yang terbentuk dari hidrogen dalam material dan kelembaban:

Singkatan English Indonesia

HHV • Higher Heating Value • Nilai Pemanasan tertinggi • Gross heating value • Nilai pemanasan bruto • Caloriic value • Nilai Kalori

• Heat of combustion • Panas Pembakaran

LHV • Lower heating value • Nilai Pemanasan Terendah • Net heating value • Nilai Pemanasan Bersih.

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

(21)

Penentuan nilai kalor biasanya menghasilkan nilai untuk HHV. Sebagai perbandingan, HHV juga dihitung dari komposisi unsur menggunakan Rumus Milne:

HHVMilne = 0.341C + 1,322H - 0,12 O - 0,12 N + 0,0686S - 0,0153 abu,

di mana C, H, dll adalah massa dan fraksi abu dalam% berat bahan kering dan HHV nilai kalor untuk bahan kering di MJ/kg.

Dengan menggunakan fraksi hidrogen dan abu (% berat kering) dan fraksi kelembaban w (wt% ar) HHV dan LHV yang berbeda dapat dihitung.

HHVar = HHVdry • (1-w/100) HHVdry = HHVdaf • (1-ash/100)

LHVdry = HHVdry - 2.443 • 8.936 H/100 LHVar = LHVdry • (1-w/100) - 2.443 • w/100

LHVar = HHVar - 2.443 • {8.936 H/100 (1-w/100) + w/100}

Komposisi abu (Ash composition- wt% ash):

Sejumlah besar data tersedia pada komposisi abu setelah konversi. Secara umum data ini dinyatakan sebagai% berat oksida. Oksida yang dipilih tidak mewakili bentuk kimia yang sebenarnya dari komponen.

Timbal (Pb), kadmium (Cd), tembaga (Cu), merkuri (Hg), mangan (Mn) dan kromium (Cr) dinyatakan dalam mg/kg abu.

Analisis Biomassa (Biomass analysis- mg/kg dry):

Kandungan logam dinyatakan dalam mg/kg bahan kering.

Biochemical composition (wt%):

(22)

Nilai Kalori

Goenadi et al., (2008) telah mengkaji secara kepustakaan potensi produk limbah kelapa sawit sebagai bahan baku energi. Kajian mereka menunjukkan bahwa potensi energi yang tersimpan dalam produk limbah kelapa sawit dapat dilihat nilai energi panas (caloriic value). Nilai energi panas dari beberapa produk samping sawit ditunjukkan pada Tabel 7. Produk samping yang memiliki nilai energi panas tinggi adalah cangkang dan serat.

Cangkang dan serat (ibre) dimanfaatkan sebagian besar atau seluruhnya sebagai bahan bakar boiler PKS. Produk samping yang lain belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber energi. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang juga memiliki nilai energi panas cukup tinggi saat ini banyak dimanfaatkan sebagai mulsa atau diolah menjadi kompos. Sebagian Pabrik kelapa Sawit (PKS) masih membakar TKKS dalam incinerator untuk mengurangi volume limbah TKKS, walaupun sudah dilarang sejak tahun 1996.

Berdasarkan survei di lapangan, penulis menemukan bahwa semua produk limbah telah dimanfaatkan oleh perusahaan pemilik pabrik pengolah kelapa sawit untuk bahan baku energi, pupuk, perbaikan infrastruktur jalan di kawasan perkebunan, dan produk bahan baku energi seperti pellet atau briket arang yang bernilai ekonomis.

Tabel 7. Nilai Energi Panas (Caloriic Value) dari Beberapa Produk Samping Sawit (Berdasarkan Berat Kering)

Produk Limbah Sawit Rata-rata Kisaran

nilai kalor (kJ/kg) (kJ/kg)

TKKS 18.795 18 000 – 19 920

Serat 19.055 18 800 – 19 580

Cangkang 20.093 19 500 – 20 750

Batang 17.471 17 000 – 17 800

Pelepah 15.719 15 400 – 15 680

Sumber: Ma et.al. (2004)in Goenadi et al., (2008)

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

(23)

AMA INDONESIA

23

Bioenergi Utama Indonesia

 

Tabel 8. Karakteristik biokimia dan nilai kalori komponen produk limbah sawit

Jenis Tanaman:

Kelapa Sawit/Palm Oil

Bagian Tanaman

Nama latin:

Elaeis sp Indonesia Tandan Kosong Kelapa

(24)

Berdasarkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, nilai kalori dari bahan baku tersebut dapat ditingkatkan melalui dua cara yaitu secara isik dengan melakukan pemadatan sehingga diperoleh pelet atau dengan cara disangrai (ditorriied) pada suhu optimum dengan kisaran dari 220oC sampai dengan 300oC seperti yang disajikan pada Gambar 9, sedangkan perubahan nilai energi (%) disajikan pada Tabel 9.

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

24

Gambar 9. Perubahan nilai kalori pada tiga produk limbah pada proses sangrai (torriied).

Tabel 9. Perubahan (%) Nilai Kalori Energi pada tiga suhu sangrai (torriied). Perubahan (%) Nilai Kalori Energi pada Tiga Suhu Sangrai (Torriied)

Produk Limbah Sangrai Sangrai Sangrai

Sawit 220oC 250oC 300oC

Tandan Kosong 2 5 23

Sabut Kelapa Sawit (3) (1) 15

Cangkang Sawit (6) (4) 11

(25)

Jika dibandingkan nilai kalori pada keadaan normal, maka tandan kosong, kelapa sawit, dan cangkang sawit masing-masing memiliki nilai kalori 15.83, 18.32, dan 18.50 MJ/kg. Kemudian setelah melalui proses sangrai (torriied) akan menerima peningkatan nilai kalori menjadi 19.45, 21.11, dan 20.57 MJ/kg. Perlakuan ini mengangkat nilai kalori produk limbah kelapa sawit melampai kisaran yang dikemukakan oleh Ma et.al. (2004)in Goenadi et al., (2008). Sajian data tersebut menunjukkan bahwa ketiga bahan baku tersebut akan menerima peningkatan nilai kalori yang tertinggi pada proses sangrai (torriied) dengan suhu 300oC.

10.

Proses Sangrai (Torrefaction)

Proses Sangrai (torrefaction)

merupakan proses pemanggangan bahan baku bionergi (biomassa) dalam suhu terkendali dan tetap di kisaran 220-350oC untuk menghilangkan kandungan air melalui proses penguapan dan bahan-bahan lain yang mudah menguap. Tahapan proses sangrai dapat dilihat pada Gambar 10.

Proses sangrai ini mengakibatkan perubahan karakteristik biomassa secara drastis karena struktur serat ulet dari biomassa aslibahan sebagian besar dihancurkan melalui pemecahan hemiselulosa dan yang lebih rendahtingkat molekul selulosanya, sehingga biomassa tersebut menjadi rapuh dan mudah untuk digiling dan dipadatkan menjadi pellet.

(26)

Penutup

Lankah awal perjalanan untuk mempelajari dan mendayagunakan berbagai produk dari perkebunan kelapa sawit sebagai bahan baku bioenergi telah dimulai. Pemahaman awal bahwa hasil pabrik kelapa sawit selain CPO seperti tandan kosong, cangkang sawit, serabut sawit, pelepah, dan POME merupakan limbah, kini harus berubah bahwa limbah itu merupakan bahan baku bioenergi.

Langkah lanjutan yang diperlukan adalah memilih teknologi untuk mengubah bahan baku tersebut menjadi produk bioenergi. Pemilihan ini sudah tentu juga mempertimbangkan aspek pasar, aspek keuangan, dan dukungan sumberdaya manusia dan lembaga keuangan di suatu daerah yang memerlukan energi. Bahkan masih diperlukan langkah yang terencana untuk menjadikan bahan baku tersebut menjadi produk energi untuk diekspor ke luar negeri setelah mencukupi kebutuhan daerah dan nasional.

Bahan Bacaan

Abdullah, N. and F. Sulaiman (2013). The Oil Palm Wastes in Malaysia, Biomass Now - Sustainable Growth and Use, Miodrag Darko Matovic (Ed.), ISBN: 978-953-51-1105-4, InTech, DOI: 10.5772/55302. Available from: http://www.intechopen.com/books/biomass-now-sustainable-growth-and-use/the-oil-palm-wastes-in-malaysia.

Departemen Pertanian RI (2014). Statistisk Pertanian. Jakarta.

Energy research Centre of the Netherlands (ECN) (2014). Phyllis2, database for biomass and waste. https://www.ecn.nl/phyllis2/(2014) dikunjungi pada tanggal 31 Januari 20014.

Global Green Synergy (2014) di laman http://www.ggs.my/index.php/palm-biomass (2014) dikunjungi pada tanggal 31 Januari 2014.

Goenadi D. H., W. R. Susila, and Isroi. (2008). Pemanfaatan produk samping kelapa sawit sebagai sumber energi alternatif terbarukan. Di laman http://isroi.com/2008/03/12/ pemanfaatan-produk-samping-kelapa-sawit-sebagai-sumber-energi-alternatif-terbarukan/. Dikunjungi pada tanggal 31 Januari 2014.

Koppejan et al., (2012). Status overview of torrefaction technologies. IEA Bioenergy Task 32 report. Enschede, Netherland, December 2012. http://www.ieabcc.nl/publications/ IEA_Bioenergy_T32_Torrefaction_review.pdfdikunjungi pada tanggal 30 Januari 2014. Lacrosse, L. (2004). Clean and Eicient Biomass Cogeneration Technology in ASEAN, COGEN

3 Seminar on “Business Prospects In Southeast Asia For European Cogeneration Equipment”, 23 November 2004, Krakow, Poland. (dapat diunduh di http://www.cogen3. net/presentations/eu/poland/CleanandEicientBiomassCogenTechnologyinASEAN_ Ludo.pdf ) dikunjungi pada tanggal 30 Januari 2014.

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

(27)

M. Syukri Nur, lahir di Pare-Pare, 24 September 1966.  Ia menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Samarinda. Lulus SMA Negeri 1 Samarinda pada tahun 1986 dan pada tahun yang sama di terima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui undangan PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) oleh Rektor IPB Prof. Dr. Ir. H. Andi Hakim Nasution karena menjadi juara I Lomba Karya Ilmiah Remaja LIPI Bidang Humaniora di tahun 1986. 

Lulus dari program studi Agrometeorologi, IPB tahun 1991, kemudian bekerja di LKBN Antara Biro Samarinda sebagai wartawan selama dua tahun. Akhir September 1993 melanjutkan S2 dan S3 hingga tahun 2003 di IPB dengan pengalaman studi di musim panas, kegiatan penelitian dan pembentukan jaringan akademik di Swiss, Perancis, Jerman, Jepang, dan Austria.

Penelitian tentang model perubahan iklim global di Institut Bioklimatologie, Universitas Geottingen, Jerman selama 2 tahun lebih atas sponsor DAAD dan Proyek STORMA.

Penghargaan yang pernah diperoleh    LIPI – UNESCO untuk PIAGAM MAB (Man and Biosphere) tahun 2003 dan sejumlah beasiswa dari START Amerika Serikat, DAAD Jerman, Yayasan Super Semar, Republika dan ICMI, serta KOMPAS selama menempuh pendidikan di IPB.

Penulis pernah tercatat sebagai staf dosen di STIPER Kabupaten Kutai Timur dan Peneliti bidang Agroindustri dan Teknologi Informasi di PT. VISIDATA RISET INDONESIA, serta tahun 2006-2009 menjadi staf Ahli Bupati Kutai Timur bidang pengembangan Agribisnis dan Agroindustri.

Pada tahun 2011-2012, menjadi Wakil Ketua Tim Likuidator PT. Kutai Timur Energi dan pernah menjabat sebagai Direktur HR&GA PT. Kutai Timur Energi. Saat ini menjadi Direktur di PT. Kutai Mitra Energi Baru.

Minat penulis adalah penelitian dan penulisan ilmiah untuk bidang kajian pertanian, teknologi informasi dan lingkungan hidup, serta energi baru dan terbarukan.

Gambar

Gambar 1 Klasiikasi ilmiah kelapa sawit
Tabel 1. Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Setiap Pulau di Indonesia Tahun 2009-2013
Gambar 2.
Gambar 2 Perkembangan luas lahan dan produksi sawit Indonesia (2009-2013).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Debit air sangat berpengaruh besar, sebab debit air dapat mempngaruhi kadar oksigen terlarut dalam air, debit air yang kecil maka kadar oksigen juga

HUMMER H2 Tahun 2008 Warna Hitam, Body Mulus, Terawat, Pajak Panjang, Siap Pakai.. W Hitam Mulus Mesin Halus

Mistar ukur adalah sebuah pita ukur yang ditopang vertikal dan digunakan untuk mengukur jarak vertikal antara garis bidik dan sebuah titik tertentu yang berada

Adapun biaya manufkatur yang dikeluarkan dalam proses pembuatan kendaraan bermotor roda tiga sebagai alat transportasi jarak jauh bagi penyandang disabilitas adalah seperti

1 Keberadaan produk asuransi syariah selain karena tuntutan pasar, juga dikarenakan keberadaan suatu produk diperlukan dalam rangka menjaga komitmen terhadap prinsip–prinsip

Reproduksi merupakan hal yang sangat penting dari suatu siklus hidup organisme, dengan mengetahui biologi reproduksi ikan dapat memberikan keterangan yang berarti mengenai

Teknik aplikasi yang digunakan adalah dengan melakukan penyemprotan pada tanaman uji sesuai dengan petak-petak perlakuan yang sudah dibagi dengan rancangan acak

[r]