Rumah sakit adalah salah satu sarana agar orang lain mampu bertahan hidup. penting untuk menunjang terlaksananya American Nurses Associations (dalam kesehatan semua lapisan masyarakat. Yosep, 2007) mengemukakan bahwa Sebagai organisasi yang memfokuskan keperawatan jiwa merupakan area khusus bisnisnya pada sektor publik, maka rumah d a l a m p r a k t e k k e p e r a w a t a n y a n g sakit diharapkan mampu memberikan menggunakan ilmu tingkah laku manusia pelayanan yang prima pada masyarakat. ( s e p e r t i p s i k o l o g i , s o s i o l o g i , d a n Perawat, sebagai ujung tombak dari sebuah k o m u n i k a s i ) s e b a g a i d a s a r d a n rumah sakit memiliki peran yang sangat menggunakan diri sendiri secara terapeutik penting, mengingat perawat adalah bagian dalam meningkatkan, mempertahankan, dari tenaga paramedik yang memberikan memulihkan kesehatan mental pasien dan perawatan kepada pasien secara langsung kesehatan mental masyarakat dimana dan intensif. Glazer dan Beehr (2002) pasien berada. Penggunaan diri sendiri menyatakan bahwa secara universal secara terapeutik artinya perawat jiwa perawat berada pada garis depan untuk membutuhkan alat atau media untuk memberikan perawatan tanpa henti pada melakukan perawatan. Alat tersebut selain pasien, bahkan lebih banyak daripada yang berupa keterampilan teknik dan alat-alat diberikan oleh dokter. Perawat memiliki k l i n i k , y a n g t e r p e n t i n g a d a l a h tanggung jawab untuk mengawasi, menggunakan dirinya sendiri (misalnya melaporkan dan merawat kesehatan pasien gerak tubuh, mimik wajah, bahasa, secara konstan. Seorang perawat dituntut sentuhan, dan sebagainya). Caroline (dalam untuk memiliki nilai kerja yang lebih Yosep, 2007) menyatakan bahwa pada berhubungan dengan nilai kemanusiaan. prinsipnya semua pasien gangguan jiwa Nilai kemanusiaan merupakan representasi memiliki tiga hal berikut yaitu: tidak tahu, pengembangan kognitif sebagai sebuah tidak mau, dan tidak mampu. Tugas perawat hasil kebutuhan biologis, kebutuhan adalah menambah pengetahuan pasien i n t e r a k s i s o s i a l , d a n t u n t u t a n dengan harapan perilakunya berubah atau kemakmuran/kesejahteraan kelompok menjadi termotivasi.
(Schwarzt, 1999), yang tujuannya adalah Pada kenyataannya pada profesi melayani sebagai prinsip yang memotivasi human service, yaitu profesi yang bergerak
Abstract
The purpose of this study was to examine the effect of self-efficacy training to decrease work-stress on the nurses. Participants of this research were nurses of mental hospital in Yogyakarta. The comparative study was condusted toward the experimental group N (N=13). The study used the untreated control group design witg pre-test and post-test model. The experimental group was the one who received self- efficacy training, while the control group did not receive the intervention. Hypothesis test used non-parametric statistical Mann-Whitney U indicated that a significant difference of work-stress between these two groups (Z = -4,036, p = 0,00; p < 0,05).
Keywords : work stress, self efficacy, self efficacy training
PELATIHAN EFIKASI DIRI
UNTUK MENGURANGI STRES KERJA PERAWAT
RUMAH SAKIT JIWA
Siti Sholichah
pada bidang jasa pelayanan kemanusiaan realistik, jumlah jam kerja yang tinggi, yang menuntut adanya keterlibatan emosi gangguan dalam kantor, lingkungan yang tinggi banyak ditemukan stres kerja eksternal, kompetisi diantara pekerja, (Miller dkk., 1989). Kompleksitas tugas perasaan ketidakamanan (Rojas & Kleiner, perawat yang dijelaskan diatas tersebut 2001), desain pekerjaan, gaya manajemen, menjadi beban tugas yang berat bagi hubungan interpersonal, peran kerja, perawat, yang dapat menjadi pemicu p e n g e m b a n g a n k a r i r, d a n k o n d i s i timbulnya stres. Mengutip pendapat Ree lingkungan (Sauter dkk., 1995). Sebuah dan Cooper (Suryanita, 2001), bahwa penelitian yang dilakukan oleh Higlaey dan perawat memiliki tingkat stres yang lebih Cooper pada tahun 1980 pada 512 manager tinggi dibandingkan dengan anggota medis keperawatan, menghasilkan kesimpulan lainnya. Hal tersebut dimungkinkan karena bahwa beban kerja yang berlebihan, cakupan kerja perawat yang sangat luas hubungan dengan staf senior, ketegangan disertai tuntutan kerja yang berat dan konflik peran, hubungan interpersonal, m e n j a d i k a n p e r a w a t t i d a k d a p a t m e n g h a d a p i u r u s a n k e m a t i a n d a n menghindari tekanan. menjelang ajal merupakan sumber utama Penelitian yang dilakukan oleh stres bagi manajer keperawatan (Abraham Pratopo (2001) terhadap perawat di rumah & Stanley, 1997).
sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Pada banyak penelitian mengenai menunjukkan bahwa stres yang dialami stres, lingkungan kerja dapat menjadi perawat berada dalam kategori sedang, penyebab munculnya stres karyawan yang bahkan 8% berada pada kategori tinggi. mengakibatkan kondisi psikologi , fisik dan Padahal pekerjaan sebagai perawat sangat perilaku berubah menjadi negatif. Hal b e r k a i t a n d e n g a n k e p u a s a n d a n tersebut menunjukkan secara eksplisit keselamatan pasien. Tingkat stres yang maupun implisit bahwa kondisi kerja dapat tinggi tersebut akan mempengaruhi perawat menjadi penyebab munculnya stres dalam bekerja dan dapat mendatangkan terhadap pekerjaan pada karyawan (Jex & kondisi yang tidak menguntungkan bagi Bliese, 1999).
pasien, misalnya perawat menjadi tidak Stres dipandang sebagai suatu situasi berhati-hati ketika menangani pasien yang menuntut seseorang di luar batas karena pikirannya terganggu oleh masalah- kemampuan untuk beradaptasi. Stres masalah yang menimbulkan stres. diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau Stres kerja didefinisikan sebagai gangguan tidak menyenangkan yang reaksi fisik dan yang emosional yang berasal dari luar diri seseorang. Ada stres membahayakan, muncul ketika tuntutan yang bersifat positif, bermanfaat dan pekerjaan tidak sesuai dengan kemampuan, konstruktif yang disebut sebagai eustres. sumber daya atau kebutuhan dari karyawan Ada pula stres yang berdampak negatif dan (Sauter dkk., 1995). Selanjutnya Robbins merugikan yang disebut dengan distres (1996) menyebutkan bahwa stres kerja (Robbins, 1998). Perbedaan antara distress dapat menghambat performance individu dan eustres ditekankan pada pembangkitan dan biasanya berhubungan dengan beban positif maupun negatif yang mengikuti kerja yang berlebihan, perasaan susah dan munculnya stres. Ada tiga pendekatan ketegangan emosional. dalam cara pandang stres (Jex, dkk., 1992),
Banyak faktor yang mempengaruhi yaitu:
tingkat stres dalam pekerjaan. Sejumlah 1. Pendekatan stimulus
yang sangat tinggi dan beresiko dapat yang dimunculkan seseorang dalam dipandang sebagai stimulus yang dapat merespon stresor yang muncul di tempat mengakibatkan munculnya stres kerja. kerja, misalnya berdiam diri di rumah 2. Pendekatan respon padahal seharusnya masuk kerja atau tidak Pendekatan ini memandang bahwa dalam keadaan sakit. Strain fisik merupakan stres kerja disebabkan oleh respon manifestasi dari kesehatan, seperti sakit individu terhadap kondisi-kondisi kepala atau gangguan pencernaan. Strain dalam pekerjaannya. Suatu kondisi psikologis merupakan reaksi afektif pekerjaan yang tidak mengakibatkan seseorang ketika dihadapkan pada stresor. stres kerja pada seorang karyawan, Reaksi afektif ini berupa sikap dan emosi. dapat saja mengakibatkan munculnya Reaksi afektif yang berupa sikap misalnya stres kerja pada karyawan lain. Hal ini berupa ketidakpuasan kerja dan rendahnya disebabkan oleh karena adanya komitmen terhadap organisasi,sedangkan perbedaan respon kedua karyawan reaksi emosi misalnya kecemasan dan tersebut dalam menghadapi kondisi frustasi (Spector, O'Connell, Chen, 2000) pekerjaan yang ada. Hasil wawancara yang dilakukan pada 3. Pendekatan stimulus-respon bulan Juni 2011 di sebuah Rumah Sakit Jiwa Pendekatan ini memandang bahwa di Yogyakarta menunjukkan adanya stres kerja muncul akibat adanya indikasi stres kerja pada perawat. Kondisi s t i m u l u s y a n g m e n g a k i b a t k a n stres ini menyebabkan perawat mengalami munculnya stres dan disertai oleh kejenuhan, rasa bosan dalam bekerja, dan respon individu yang memandang penurunan motivasi kerja perawat sehingga stimulus tersebut sebagai sumber stres. performa kerja yang ditunjukkan
biasa-Penelitian ini memandang stres biasa saja. Perawat sebagai ujung tombak
sebagai suatu respon dan sebagai hasil rumah sakit dalam memberikan pelayanan i n t e r a k s i a n t a r a i n d i v i d u d e n g a n langsung kepada pasien mempunyai lingkungan. Stres dipandang sebagai suatu tanggung jawab dan tuntutan berat dalam respon yang dihasilkan dari stresor yang tugas, namun kurang diimbangi dengan berasal dari lingkungan yang akan penghargaan instrinsik yang memadai mempengaruhi individu, namun demikian (meliputi: pujian, pengakuan). Perawat stres juga dipengaruhi oleh adanya individu dalam melaksanakan tugas berada di sebagai agen aktif yang dengan upayanya lingkungan terbatas dan berhadapan mampu mempengaruhi stresor baik langsung dengan orang-orang sakit menggunakan strategi perilaku, kognitif sehingga mudah jenuh, jika piket malam maupun emosional. merasa khawatir akan kondisi pasien. Stres tingkat tinggi atau strain Disamping kondisi lingkungan, kurangnya m e r u p a k a n s e j u m l a h r e a k s i y a n g komunikasi interpersonal antara bawahan disebabkan karena stresor di tempat kerja dengan atasan, dan sesama rekan kerja - yang sifatnya merugikan (Beehr dan Jex ; misalnya komunikasi antara atasan dengan Kahn dan Byosiere ; Spector dan Jex ; dalam bawahan cenderung seperlunya, hanya Jex dan Bliese, 2001). Strain kerja dalam konteks memberikan instruksi. merupakan reaksi penolakan secara fisik, Antara perawat senior dan junior jarang perilaku maupun psikis yang diakibatkan berkomunikasi secara intim. Hal tersebut adanya stresor kerja (Spector dkk, 2000). dipandang sebagai rendahnya usaha Strain kerja terbagi dalam tiga kategori, membina persaudaraan atau kekeluargaan kategori pertama adalah strain perilaku dan kepedulian, sehingga situasi dalam (behavioral), kedua, strain fisik, dan ketiga, l i n g k u n g a n k e r j a d i r a s a k a n t i d a k strain psikis (Luthans, 1998 ; Robbins,1998 menyenangkan dan menekan.
; Spector, 2000). Stres pada dasarnya adalah proses
kejadian bagi individu yang satu dapat terhadap beban kerja yang berlebihan
dianggap sebagai ancaman tetapi tidak bagi dibandingkan dengan individu yang level
individu yang lain, tergantung pada efikasi dirinya rendah.
persepsinya. Atau dengan kata lain sumber Bandura (1997) mengemukakan
stres kerja bagi individu yang satu dapat bahwa efikasi diri adalah keyakinan tentang
menjadi ancaman, namun tidak bagi sejauh mana individu memperkirakan
individu yang lain. Dapat disimpulkan, kemampuannya dalam melaksanakan suatu
reaksi dan respon individu terhadap stres tugas atau tindakan yang diperlukan untuk
kerja tidak dapat disamaratakan. mencapai suatu hasil. Efikasi diri
Penelitian ini memandang stres kerja merupakan hasil proses kognitif berupa
sebagai suatu keadaan yang bersifat keputusan, keyakinan atau pengharapan
potensial maupun nyata yang penuh dengan individu. Individu yang merasa mampu atau
tekanan dan melibatkan tuntutan fisik, memiliki efikasi diri tinggi akan melihat
psikologis serta perilaku yang diakibatkan stresor yang ada bukan sebagai ancaman
karena peristiwa atau kondisi lingkungan sebagaimana individu yang memiliki
pekerjaan yang sifatnya relatif karena tingkat efikasi diri rendah memandangnya.
dipengaruhi oleh penyesuaian diri individu. S e m e n t a r a B a n d u r a ( 1 9 9 7 )
Ada individu yang tampaknya mengatakan efikasi diri seseorang
beresiko terhadap stres tetapi ada pula yang dibedakan atas dasar beberapa dimensi yang
tidak, salah satunya tergantung dari faktor memiliki implikasi terhadap prestasi.
psikologis. Salah satu faktor psikologis Dimensi-dimensi tersebut adalah: 1)
yang digunakan untuk meningkatkan daya Magnitude atau tingkat kesulitan tugas. Hal
tahan stress adalah melalui efikasi diri. Jex ini berdampak pada pemilihan perilaku
dan Bliese (1999) dalam penelitiannya yang akan dicoba atau dikehendaki
menemukan bahwa tinggi rendahnya stres berdasarkan pengharapan efikasi pada
pada individu dalam menghadapi stresor tingkat kesulitan tugas. Individu akan
kerja tergantung tinggi rendahnya efikasi mencoba perilaku yang dirasakan mampu
diri yang dimilikinya. Lebih lanjut, untuk dilakukan. Sebaliknya ia akan
penelitiannya juga menemukan bahwa menghindari situasi dan perilaku yang
efikasi diri merupakan variabel penting dirasa melampaui batas kemampuannya. 2)
dalam mempelajari hubungan antara stresor Generality atau luas bidang perilaku. Hal ini
dan stres dikarenakan ada hubungan sangat berkaitan dengan seberapa luas bidang
kuat antara stresor, stres dan tinggi perilaku yang diyakini untuk berhasil
rendahnya efikasi diri. Penelitian Musfirah, d i c a p a i o l e h i n d i v i d u . B e b e r a p a
Rahmahana dan Kumolohadi (2003) pengharapan terbatas pada bidang perilaku
menemukan bahwa tingginya efikasi diri khusus sedangkan beberapa pengharapan
individu mampu mengurangi tingkat mungkin menyebar pada berbagai bidang
kecemasan dalam menggunakan komputer. perilaku. 3) Strenght atau kemantapan
Penelitian yang dilakukan oleh Jex dan keyakinan. Hal ini berkaitan dengan
Bliese (2001) menghasilkan penemuan keteguhan hati terhadap keyakinan pada diri
bahwa efikasi diri memiliki peran dalam individu bahwa ia akan berhasil dalam
hubungan antara stresor dan stres. Individu menghadapi suatu permasalahan. Dimensi
yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan ini seringkali harus menghadapi rasa
aktif menghadapi dan menyelesaikan frustasi, luka dan berbagai rintangan lainnya
permasalahan yang dihadapi. Efikasi diri dalam mencapai suatu hasil tertentu.
yang tinggi juga mengurangi penghindaran Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut
terhadap penyelesaian masalah yang di atas maka efikasi diri dalam penelitian ini
dihadapi individu. Jex dan Bliese (1999) akan diungkap berdasarkan ketiga dimensi
menemukan bahwa individu yang memiliki yang diuraikan oleh Bandura (1997) yaitu
atau luas bidang perilaku, dan strenght atau target justru akan membuat individu
kemantapan keyakinan. Selanjutnya dari berusaha lebih giat lagi untuk meraihnya
dimensi-dimensi inilah nantinya akan kembali serta mengatasi rintangan yang
diaplikasikan dalam penyusunan modul membuatnya gagal dan kemungkinan akan
pelatihan efikasi diri yang meliputi empat menetapkan target lain yang lebih tinggi
materi yaitu mengenal potensi diri, lagi. Individu yang mempunyai efikasi diri
membangun persepsi positif, manajemen rendah menetapkan target yang lebih rendah
waktu dan daya juang. pula serta keyakinan terhadap keberhasilan
J e x & B l i s e ( 1 9 9 9 ) d a l a m akan pencapaian target yang juga rendah,
penelitiannya menggunakan sampel besar sehingga usaha yang dilakukan lemah.
(N=2.273) dari personal militer, hasilnya Berkaitan dengan penelitian ini,
m e n u n j u k k a n b a h w a e f i k a s i d i r i Rohmah (2006) dengan menggunakan
berhubungan dengan stressor dan stres kerja media pelatihan efikasi diri untuk
yang tinggi. Individu yang memiliki efikasi mengurangi tingkat stres pada mahasiswa
diri yang tinggi tidak menunjukkan yang sedang mengerjakan tugas akhir,
ketegangan psikologis dan fisik selama menghasilkan bahwa pelatihan efikasi diri
bekerja dalam waktu yang lama dan beban mampu mengurangi tingkat stres pada
kerja yang berat atau berlebih dibandingkan mahasiswa yang sedang melakukan tugas
yang memiliki efikasi diri yang rendah. skripsi. Noe (2005) menyatakan bahwa
Individu yang memiliki efikasi diri yang pelatihan merupakan program yang
tinggi menunjukkan perilaku yang positif diselenggarakan oleh perusahaan untuk
dalam bentuk : lebih puas dalam bekerja memfasilitasi karyawan agar memperoleh
untuk mengerjakan tugas (job satisfaction) kompetensi yang berkaitan dengan
daripada yang memiliki efikasi diri yang pekerjaannya. Kompetensi tersebut
rendah. mencakup pengetahuan, keterampilan dan
Bandura (1997) mengatakan bahwa perilaku yang bisa meningkatkan kinerja
orang yang memiliki efikasi diri tinggi karyawan. Ada banyak metode yang bisa
mempunyai keyakinan mampu berperilaku digunakan dalam pelatihan, misalnya
tertentu untuk dapat mencapai hasil yang diskusi, ceramah efektif, serta proses
diinginkan. Orang-orang yang mempunyai pembelajaran langsung dan aktif dimana
efikasi diri tinggi juga lebih giat dan lebih para peserta dilibatkan secara aktif dalam
tekun dalam berusaha dan mengatasi setiap sesi pelatihan. Ditambahkan oleh
kesulitan, serta mengerahkan tenaga yang Nitisemito (1992) bahwa pelatihan
lebih besar untuk mengatasi tantangan, merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
sedangkan orang yang mempunyai efikasi memperbaiki dan mengembangkan sikap,
diri rendah cenderung mengurangi perilaku, keterampilan dan pengetahuan
usahanya atau menyerah ketika dihadapkan pesertanya. Pelatihan efikasi diri ini
pada suatu permasalahan. Orang cenderung nantinya akan disampaikan dengan metode
menghindari situasi yang diyakini ceramah, diskusi, dan praktek yang
melampaui batas kemampuan mereka, dilakukan langsung oleh para peserta.
tetapi akan melakukan tindakan yang Silberman (1998) mengemukakan bahwa
menurut penilaiannya mampu dilakukan. pembelajaran melalui pengalaman adalah
Hal ini berkaitan dengan penentuan target, metode yang paling efektif untuk
individu yang memiliki efikasi diri tinggi meningkatkan pemahaman dalam proses
akan menetapkan target lebih tinggi dengan p e l a t i h a n . P e m b e l a j a r a n m e l a l u i
usaha keras untuk mencapainya. Individu pengalaman adalah proses belajar yang
tersebut kemudian akan berupaya terjadi ketika subjek melakukan suatu
menetapkan target yang lebih tinggi lagi bila aktivitas, kemudian subjek tersebut
target yang sesungguhnya telah mampu memperhatikan, menganalisis aktivitas
pemahaman dari analisis tersebut untuk (4) daya juang , materi ini diperoleh dengan
kemudian menerapkan pengetahuan dan menggunakan beberapa pendapat ahli
pemahaman tersebut dalam perilaku. dalam menyusunnya.
Penelitian ini akan mengarah pada Berdasarkan penelitian dari Rohmah
usaha untuk mengembangkan efikasi diri (2006) tersebut peneliti mengembangkan
melalui pelatihan guna menghadapi stres dan menyusun kembali materi pelatihan
kerja para perawat, sehingga hipotesis yang efikasi diri sebagai bentuk intervensi untuk
diajukan dalam penelitian ini adalah : mengurangi stres kerja lebih lanjut dengan
Pelatihan efikasi diri efektif untuk menyusun materi berdasarkan pada dimensi
mengurangi stres kerja pada perawat rumah efikasi diri Bandura (1997) yang terdiri dari
sakit jiwa. empat dimensi (magnitude atau tingkat
kesulitan tugas, generality atau luas bidang
METODE PENELITIAN perilaku dan strenght atau kemantapan keyakinan) kemudian dikembangkan
Subjek melalui penjabaran masing-masing dimensi
Subjek dalam penelitian ini adalah tersebut sehingga menjadi empat materi,
26 perawat pada salah satu rumah sakit jiwa antara lain: mengetahui informasi tentang
di Yogyakarta, dan memiliki kriteria sebagai kemampuan diri, membentuk persepsi
berikut: (1) pegawai tetap, (2) telah bekerja positif sebagai upaya persuasi kognitif
di rumah sakit di tempat penelitian dalam menghadapi tuntutan pekerjaan,
dilaksanakan minimal selama 1 tahun, (3) manajemen waktu sebagai upaya untuk
memiliki pendidikan minimal Sekolah meningkatkan keyakinan dalam mencapai
Perawat Kesehatan. Kedua puluh enam target yang ditetapkan dan daya juang
subjek dibagi kedalam dua kelompok, yaitu sebagai upaya untuk meningkatkan
kelompok eksperimen dan kelompok keyakinan dalam mengatasi permasalahan
kontrol secara random. Kelompok yang akan dihadapi.
eksperimen terdiri atas 13 subjek dan Perlakuan yang diberikan adalah
mendapatkan pelatihan efikasi diri, pelatihan efikasi diri terdiri dari empat
sementara kelompok kontrol terdiri atas 13 materi pelatihan (pengenalan potensi diri,
subjek yang tidak mendapatkan perlakuan. membentuk persepsi positif, manajemen
Subjek dalam penelitian ini memiliki waktu dan daya juang). Pelatihan diberikan
tingkat stres kerja sedang, sedangkan untuk dalam satu kali pertemuan dengan waktu 8
efikasi diri tergolong rendah dan sedang. jam efektif.
Rangkaian kegiatan yang dilakukan
Intervensi pada pelatihan efikasi diri adalah pengantar
Perlakuan dalam penelitian ini ( p e m b u k a a n , p e r k e n a l a n p e l a t i h ) ,
diberikan dalam bentuk pelatihan efikasi pelaksanaan pelatihan dan penutup.
diri. Pelatihan ini menggunakan metode Pelaksanaan pelatihan terdiri dari sesi :
experiental learning (permainan, role play, 1. Pencairan.
diskusi) yaitu sebuah metode pelatihan yang Pada sesi ini diberikan permainan yang
m e m b u a t p e s e r t a b e l a j a r m e l a l u i tujuannya adalah untuk menghilangkan
pengalamannya. suasana tegang dan agar subjek
P r o s e s p e m b e l a j a r a n m e l a l u i penelitian lebih saling mengenal.
structured experience digunakan oleh 2. Mengenali Potensi Diri
Rohmah (2006) dalam menyusun modul Pada sesi ini subjek penelitian
pelatihan efikasi diri, hasilnya diperoleh diberikan materi mengenali potensi diri
empat materi pelatihan efikasi diri yang dan lembar pengenalan potensi diri.
meliputi: (1) kemampuan mengenali Bentuk kegiatannya berupa penulisan
potensi diri; (2) kemampuan membentuk dan berbagi dengan kelompok.
persepsi positif; (3) manajemen waktu; dan 3. M e m b e n t u k P e r s e p s i P o s i t i f
Pada sesi ini subjek penelitian diberi telah diujicobakan kepada 35 orang materi membentuk persepsi positif mahasiswa keperawatan yang sedang kemudian menuliskan peristiwa melakukan kerja praktek di rumah sakit jiwa konflik yang pernah dialami dan tersebut. Uji coba skala menghasilkan peristiwa bahagia yang pernah dialami reliabilitas yang baik dengan nilai koefisien selama ini, serta bagaimana mereka reliabiltas alfa sebesar 0,915. Peneliti menginterpretasikannya. mengkorelasikan aitem-aitem pada masing-4. Manajemen Waktu masing kelompok aitem. Nilai korelasi
Pada sesi ini subjek penelitian diberi aitem yang diterima sebagai dasar materi manajemen waktu dan membuat pemilihan aitem adalah 0,25. Sehingga r e n c a n a k e r j a y a n g t a r g e t setelah diujicobakan, diketahui 28 aitem pencapaiannya dalam satu bulan, satu dapat memenuhi persyaratan, sedangkan 12 minggu dan satu hari serta menentukan butir aitem gugur.
skala prioritas pencapaian. 2. Efikasi diri
5. Daya Juang E f i k a s i d i r i d i u k u r d e n g a n Pada sesi ini subjek penelitian diberi menggunakan skala efikasi diri yang materi daya juang dan menuliskan dimodifikasi oleh penulis dari skala efikasi hambatan-hambatan yang dialami diri oleh Kurniawan (2002). Skala ini selama menjalankan pekerjaan. disusun berdasarkan dimensi-dimensi Selanjutnya subjek penelitian melihat efikasi kerja yang dikemukakan oleh film dan menganalisa serta mengambil Bandura (1997), yaitu: magnitude (tingkat pelajaran yang terkandung di dalam kesulitan tugas), generality (luas bidang
film tersebut. perilaku) dan strength (kemantapan
6. Penutup keyakinan).
Pada sesi ini subjek penelitian Sebelum alat ukur diberikan kepada melakukan evaluasi kegiatan secara subjek penelitian, skala efikasi diri telah keseluruhan dan pengisian lembar diujicobakan kepada 35 orang mahasiswa evaluasi pelatihan. keperawatan yang sedang melakukan kerja praktek di rumah sakit jiwa tersebut. Uji
Alat Ukur coba skala menghasilkan reliabilitas yang
1. Stres Kerja baik dengan nilai koefisien reliabilitas alfa Stres kerja diukur menggunakan sebesar 0,919. Peneliti mengkorelasikan Occupational Stres Inventory-Personal aitem-aitem pada masing-masing kelompok Strain Questionnaire, yang dikembangkan aitem. Nilai korelasi aitem yang diterima oleh Osipow dan Spokane (1987), terdiri sebagai dasar pemilihan aitem adalah 0,25. atas 40 aitem. Skala ini menggunakan empat Sehingga setelah diujicobakan, diketahui 23 dimensi yang mengungkapkan respon aitem dapat memenuhi persyaratan, afektif berkenaan dengan permasalahan sedangkan 1 butir aitem gugur.
dalam sikap dan pekerjaan, ketegangan 3. Jajak pengetahuan
psikologis, gangguan dalam hubungan Alat ukur jajak pengetahuan bertujuan interpersonal, dan ketegangan fisik (Osipow untuk mengetahui pengetahuan subjek & Spokane, 1987). Skala ini berbentuk self penelitian mengenai materi pelatihan yang rating. Subjek penelitian ini diminta untuk telah diberikan.
menilai sendiri seberapa sering
kondisi-kondisi dalam pekerjaan yang dicantumkan Pengukuran
dalam aitem dapat meyebabkan individu Pengukuran tingkat stres kerja mengalami stres kerja. dikenakan pada kelompok eksperimen dan Sebelum alat ukur diberikan kepada kelompok kontrol. Dua minggu sebelum subjek penelitian, Occupational Stres perlakuan diberikan, tingkat stres kelompok Inventory – Personal Strain Questionnaire eksperimen maupun kelompok kontrol
diukur (pra tes) dengan Occupational Stress efektif (diberikan selama satu hari).
Inventory-Personal Strain Questionnaire. Pelatihan terbagi atas enam sesi yaitu Kemudian, empat minggu setelah perlakuan satu sesi pembukaan, empat materi diberikan pada kelompok eksperimen, pelatihan efikasi diri dan sesi review. tingkat stres kelompok eksperimen dan Materi mengenali potensi diri bertujuan kelompok kontrol diukur kembali (paska untuk menyadari bahwa mengenal tes). Pengukuran pra tes dan paska tes ini potensi diri sangat penting, ada tahap-bertujuan untuk melihat perbedaan stres tahap yang harus dilakukan untuk kerja perawat sebelum dan sesudah mendapatkan pemahaman mengenai perlakuan. p o t e n s i y a n g d i m i l i k i . M a t e r i Berkenaan dengan pelaksanaan membentuk persepsi potisitif bertujuan perlakuan yang diberikan, peneliti juga u n t u k m e n y a d a r i p e n t i n g n y a melakukan evaluasi untuk mengungkap membentuk dan memiliki persepsi reaksi subjek mengenai perlakuan yang ia positif. Materi manajemen waktu terima, evaluasi tersebut meliputi: materi, bertujuan untuk menyadari pentingnya pelatih, penyelenggaraan training dan sikap pengelolaan waktu. Materi daya juang umum terhadap training. Analisis kualitatif bertujuan untuk menyadari pentingnya juga dilakukan melalui proses observasi dan memiliki daya juang dalam menghadapi
self monitoring dengan melibatkan apapun. Serangkaian materi ini kelompok eksperimen di akhir perlakuan disajikan dalam bentuk diskusi, sebagai bentuk cek manipulasi. Cek ceramah, video tayangan dan praktek. manipulasi bertujuan untuk mengetahui Pada akhir sesi pelatihan dilakukan sejauh mana perlakuan telah dilaksanakan re v i e w m a t e r i p e l a t i h a n u n t u k oleh seluruh partisipan dalam kelompok membantu peserta memahami strategi-eksperimen. strategi dalam membangun efikasi diri.
Pelatihan ini diberikan oleh seorang
Desain Eksperimen pelatih berpengalaman. P elatih
P e n e l i t i a n i n i m e n g g u n a k a n didampingi asisten pelatih yang eksperimen kuasi dengan desain the bertugas untuk membantu kelancaran
untreated control group design with pretest selama proses pelatihan.
and postest (Cook & Campbell, 1979). 3. Empat minggu setelah pelaksanaan Desain eksperimen kuasi ini digunakan p e l a t i h a n , d i l a k u k a n k e m b a l i k a r e n a e k s p e r i m e n m u r n i t i d a k pengumpulan data untuk keperluan memungkinkan untuk dilakukan dengan evaluasi. Evaluasi terhadap terhadap kondisi yang ada. pelaksanaan pelatihan ini dilakukan untuk mengetahui apakah pelaksanaan
Prosedur pelatihan benar-benar telah sesuai
1. Dua minggu sebelum pelatihan efikasi dengan tujuannya yaitu meningkatkan diri, semua subjek diminta untuk efikasi diri sehingga pada akhirnya mengisi skala stres kerja dan efikasi diri. d a p a t m e n u r u n k a n s t r e s k e r j a . Selanjutnya data dianalisis sehingga Pengukuran skala stres kerja dan efikasi diperoleh gambaran tingkat stres kerja diri diberikan kembali pada kelompok perawat dan efikasi diri perawat. eksperimen dan kontrol dengan Pengelompokkan partisipan dilakukan pemberian informasi terlebih dahulu secara acak. Kelompok eksperimen pada subjek penelitian bahwasanya diberikan pelatihan efikasi diri pengukuran ini digunakan untuk sedangkan kelompok kontrol tidak mengukur hal-hal dan peristiwa yang diberikan pelatihan. dialami subjek selama satu bulan ini. 2. Kelompok eksperimen diberikan Pada kelompok eksperimen selain pelatihan efikasi diri selama 8 jam mengukur kembali skala stres kerja dan
efikasi diri juga dilakukan self normalitas skor stres kerja diketahui data monitoring dan wawancara terhadap pra tes termasuk normal (K-SZ=0,997; p = kondisi subjek paska pelatihan efikasi 0,273; p>0,05), paska tes termasuk normal diri. Menurut Kirkpatrick (1996), ada (K-SZ= 1,189; p=0,118; p>0,05). Hasil uji empat level evaluasi pelatihan, yaitu (1) normalitas skor efikasi diri diketahui data reaksi, untuk mengetahui apakah pra tes termasuk normal (K-SZ=1,138; peserta menyukai program pelatihan. p=0,150; p>0,05), paska tes termasuk Evaluasi reaksi ini dilakukan setelah normal (K-SZ=0,721 ; p=0,676; p>0,05). pelatihan diberikan, (2) pengetahuan, Uji asumsi selanjutnya adalah uji untuk mengetahui apa yang telah homogenitas, hasil uji homogenitas skor dipelajari peserta. Evaluasi pengetahuan stres kerja diketahui data pra tes termasuk dalam penelitian ini dilakukan sebelum homogen (Levene statistic=0,050; p=0,825; pelatihan dan sesudah pelatihan. p>0,05); paska tes termasuk tidak homogen E v a l u a s i d i l a k u k a n d e n g a n (Levene statistic=6,761; p=0,016; p<0,05). menggunakan jajak pengetahuan, (3) Hasil uji homogenitas skor efikasi diri perilaku, untuk mengetahui apakah diketahui data pra tes termasuk homogen perilaku peserta berubah setelah (Levene statistic=2,316; p=0,141; p>0,05); mengikuti pelatihan. Evaluasi perilaku paska tes termasuk tidak homogen (Levene dilakukan dengan menggunakan skala statistic=16,568; p=0,000; p<0,05).
efikasi diri, (4) hasil, untuk mengetahui Hasil uji asumsi normalitas dan apakah perubahan perilaku peserta homogenitas tidak terpenuhi, kemudian berpengaruh secara positif terhadap dilakukan analisis statistik non parametrik organisasi. Dalam penelitian ini, hanya Mann-Whitney U, hasil menunjukkan nilai p melihat dampak pelatihan efikasi diri = 0,00 (p < 0,05) artinya terdapat perbedaan pada level pertama, kedua dan ketiga gained score yang signifikan antara yaitu efek pelatihan pada peningkatan k e l o m p o k k o n t r o l d a n k e l o m p o k kompetensi efikasi diri peserta yang eksperimen sehingga dengan demikian pada akhirnya dapat membantunya hipotesis penelitian ini yang menyatakan menurunkan tingkat stres kerja. bahwa pelatihan efikasi diri akan 4. Tahap terakhir yaitu melakukan analisis menurunkan stres kerja perawat dapat data atas keseluruhan data yang diterima. Hal ini didukung dengan analisis diperoleh. Pelatihan efikasi diri dapat gained score efikasi diri antara kelompok dikatakan efektif apabila mampu eksperimen dan kontrol.
mengurangi stres kerja perawat rumah Data skor jajak pengetahuan dianalisis
sakit jiwa. membandingkan rerata skor. Hasil analisis
data skor jajak pengetahuan dapat diketahui Analisis Data ada peningkatan pemahaman pengetahuan Analisis data menggunakan statistik setelah diberikan pelatihan. Hasil analisis non-parametrik Mann-Whitney U dengan data skor jajak pengetahuan yang teknik gained scores (Diekhoff, 1992) menggunakan Paired Sample T-Test. Hasil dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada analisis data skor jajak pengetahuan dapat perbedaan stres kerja yang signifikan antara diketahui ada peningkatan pemahaman kelompok eksperimen dan kontrol setelah pengetahuan setelah diberikan pelatihan diberi perlakuan. (t=-5,838; p=0,000; p<0.05). Hal tersebut menunjukkan pengetahuan mengenai HASIL efikasi diri meningkat setelah diberikan pelatihan efikasi diri, artinya subjek Data penelitian dianalisis terlebih penelitian cukup paham dengan materi yang dahulu dianalisis menggunakan uji asumsi disampaikan.
DISKUSI pada suatu permasalahan. Orang cenderung
menghindari situasi yang diyakini
Berdasarkan hasil penelitian dapat melampaui batas kemampuan mereka,
dibuktikan bahwa pelatihan efikasi diri tetapi akan melakukan tindakan yang
mampu mengurangi stres kerja perawat menurut penilaiannya mampu dilakukan.
rumah sakit jiwa. Hasil analisis dengan uji Hal ini berkaitan dengan penentuan
beda Mann Whitney U diperoleh nilai Z = - target, individu yang memiliki efikasi diri 4,036 (p < 0,05), menunjukkan bahwa tinggi akan menetapkan target lebih tinggi terdapat perbedaan stres kerja antara dengan usaha keras untuk mencapainya.
kelompok eksperimen dan kelompok Individu tersebut kemudian akan berupaya
kontrol pada paska perlakuan, dimana menetapkan target yang lebih tinggi lagi bila tingkat stres kerja kelompok eksperimen target yang sesungguhnya telah mampu
lebih rendah dibandingkan dengan dicapai. Kegagalan dalam mencapai suatu
kelompok kontrol. Artinya, penurunan stres target justru akan membuat individu
kerja pada kelompok eksperimen paska berusaha lebih giat lagi untuk meraihnya perlakuan merupakan hasil dari perlakuan kembali serta mengatasi rintangan yang
yang telah diberikan. membuatnya gagal dan kemungkinan akan
Jex dan Bliese (1999) dalam menetapkan target lain yang lebih tinggi
penelitiannya menemukan bahwa tinggi lagi. Individu yang mempunyai efikasi diri
rendahnya stres pada individu dalam rendah menetapkan target yang lebih rendah
menghadapi stresor kerja tergantung tinggi pula serta keyakinan terhadap keberhasilan rendahnya efikasi diri yang dimilikinya. akan pencapaian target yang juga rendah, L e b i h l a n j u t , p e n e l i t i a n n y a j u g a sehingga usaha yang dilakukan lemah.
menemukan bahwa efikasi diri merupakan Hal ini semakin dipertegas dengan
variabel penting dalam mempelajari p e r n y a t a a n B a n d u r a ( 1 9 9 7 ) y a n g
hubungan antara stresor dan stres menyebutkan bahwa efikasi diri terhadap
dikarenakan ada hubungan sangat kuat kapasitas dalam mengatasi permasalahan
antara stresor, stres dan tinggi rendahnya akan berpengaruh pada tingkat stres dan efikasi diri. Hal ini diperkuat dengan hasil depresi yang akan dialami seseorang ketika data penelitian ini bahwa hasil analisis menghadapi situasi-situasi yang sukar dan
efikasi diri kelompok eksperimen dan mengancam.
kelompok kontrol juga terdapat perbedaan Efikasi diri untuk mengatasi stresor (Z= -4,350, p = 0,00). Hal ini didukung memainkan peran utama dalam menentukan dengan data tambahan yang menunjukkan tingkat kecemasan. Seseorang yang yakin hasil perbedaan prates dan paskates pada dapat mengatasi ancaman-ancaman tidak kelompok eksperimen ( p = 0,00; p<0,05) akan mengalami gangguan pola berpikir dan dapat dilihat pada lampiran hasil uji berani menghadapi tekanan dan ancaman.
tambahan. Sebaliknya mereka yang tidak yakin dapat
Bandura (1997) mengatakan bahwa mengatasi ancaman akan mengalami
orang yang memiliki efikasi diri tinggi tingkat kecemasan yang tinggi yang
mempunyai keyakinan mampu berperilaku akhirnya mengarah kepada stres yang
tertentu untuk dapat mencapai hasil yang merugikan.
diinginkan. Orang-orang yang mempunyai Penelitian yang dilakukan oleh Jex
efikasi diri tinggi juga lebih giat dan lebih dan Bliese (2001) menghasilkan penemuan tekun dalam berusaha dan mengatasi bahwa efikasi diri memiliki peran dalam kesulitan, serta mengerahkan tenaga yang hubungan antara stresor dan stres. Individu lebih besar untuk mengatasi tantangan, yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan
sedangkan orang yang mempunyai efikasi aktif menghadapi dan menyelesaikan
diri rendah cenderung mengurangi permasalahan yang dihadapi. Efikasi diri
terhadap penyelesaian masalah yang P e n e l i t i s e l a n j u t n y a d a p a t dihadapi individu. Jex dan Bliese (1999) mempertimbangkan faktor-faktor eksternal
menemukan bahwa individu yang memiliki yang mempengaruhi subjek penelitian dan
efikasi diri tinggi tidak bereaksi negatif tidak dapat dikontrol oleh peneliti sehingga terhadap beban kerja yang berlebihan mempengaruhi hasil penelitian, meliputi dibandingkan dengan individu yang level tipe kepribadian, kondisi lingkungan sosial
efikasi diri-nya rendah. (pengaruh keluarga, teman, atau masyarakat
Prihadi (2004) mengemukakan bahwa sekitar), kondisi lingkungan fisik. pembelajaran melalui pengalaman adalah
proses belajar yang terjadi ketika subjek DAFTAR PUSTAKA
melakukan suatu aktivitas, kemudian ia
memperhatikan, menganalisis aktivitas Abraham, C & Stanley, E. (1997). Psikologi
yang dilakukannya itu secara kritis, lalu sosial untuk perawat kedokteran.
mencari pemahaman berguna dari analisis Jakarta: WGC.
tadi dan menetapkan pengetahuan dan
pemahaman tersebut dalam perilaku Bandura A. (1997). Self efficacy: The
mendatang. Pelatihan efikasi diri mampu Exercise of Controll. New York:
memberikan pengetahuan bagi subjek Freeman.
penelitian.
Adapun keterbatasan dalam penelitian Cook, T. D., & Campbell, D. T. (1979). Quasi experimentation: Designs and ini antara lain tidak adanya batasan waktu
Analysis Issues for Field Settings. respon dalam sakala stres kerja dan efikasi
Boston: Houghton Miffin Company. diri, pada desain eksperimen kelompok
kontrol lebih baik diberikan perlakuan
Diekhoff, G. (1992). Statistic for the social plasebo, dan menjaga interaksi antara
and behavioral sciences, Univariate kelompok kontrol dan eksperimen selama
Bivariate Multivariate. Dubuque:
work-related stressor : A Multilevel Penelitian ini telah membuktikan
Study. Journal of Applied Psychology, bahwa pelatihan efikasi diri mampu
Vol 84, No.3, 349-361. mengurangi stres kerja perawat rumah sakit
jiwa. Penurunan stres kerja pada kelompok Jex, S.M & Bliese, P.D. (2001). The impact
eksperimen paska perlakuan merupakan of self efficacy on stressor strain
hasil dari perlakuan yang telah diberikan. relation : Coping Style as Explanatory
Mechanism. Journal of Applied
Saran Psychology, Vol 86, No.3, 401-409.
1. Saran untuk Organisasi
Pelatihan efikasi diri dalam penelitian Jex, S.M., Beehr, T.A., & Roberts, C.K. ini terbukti mampu untuk mengurangi stres ( 1 9 9 2 ) . , “ T h e m e a n i n g o f
kerja. Sebagai bahan pertimbangan occupational stress item to survey
p e l a t i h a n e f i k a s i d i r i j u g a d a p a t respondents,” Journal of Applied
diaplikasikan pada perawat untuk Psychology, vol 77, pp. 623-628.
mengatasi stresor yang muncul dalam
Kirkpatrick, D.L. (1996). Evaluation
pekerjaan dengan memiliki emosi yang
training programs. San Fransisco: lebih positif dalam menyikapi tekanan atau
B e r r e t _ K o e h l e r P u b l i s h e r s . persoalan di tempat kerja.
2. Saran untuk penelitian selanjutnya
Kurniawan. JA, (2002)., Hubungan antara Robbins, S.P. (1998). Organizational
p e r s e p s i t e r h a d a p g a y a behavior, concepts, controversies,
th
kepemimpinan transformasional applications (8 Ed). Upper Saddle
atasan langsung dan iklim organisasi River, New Jersey : Simon & Schuster
dengan efikasi diri pada tenaga Company.
penjualan asuransi di PT. AIG Lippo
B A D J a t e n g I I. Te s i s ( t i d a k Rojas, V., & Kleiner, B. (2001). The art and diterbitkan). Yogyakarta : Pasca science of effective stres management.
Sarjana UGM. Management Research News, 24(3/4),
86-89. Miller, K. I., Zook, E.G. & Ellis, B.H.
(1989). Occupational differences in Rohmah, F, A. (2006). Efektifitas diskusi the influence of communication on kelompok dan pelatihan efikasi diri stress and burnout in the workplace. untuk mengurangi stres pada
M a n a g e m e n t C o m m u n i c a t i o n mahasiswa yang sedang Skripsi. Tesis
Quarterly. 3, (2), 166. (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Pasca
Sarjana UGM. Musfirah, Rahmahana & R.S.,Kumolohadi,
R. 2003. Hubungan antara computer Prihadi, S.F.(2004). Assessment centre : s e l f e ff i c a c y d a n k e c e m a s a n I d e n t i f i k a s i p e n g u k u r a n d a n menggunakan komputer. Jurnal Pengembangan Kompetensi. Jakarta
Psikologika, Vol. 8, No. 15, 37-46. :PT.Gramedia Pustaka Utama.
Nitisemito, A. S. (1992). Manajemen Sauter, S. L., & Murphy, L. R. (1995).
personalia (Manajemen Sumber Daya Organizational risk factors for job
Manusia). Jakarta: Ghalia Indonesia. stress. Washington, DC: American
Psychological Association. Noe, R. A. (2005). Employee training and
development. Singapore: Mc-Graw Schwartz, S. H. ( 1999). A theory of cultural
Hill, Inc. values and some implications for
work. Applied Psychology : An Osipow, S. H., & Spokane, A. R. (1987). International Review. 48 (1).
23-Manual for the occupational stres 47.
inventory-research version. Odessa,
FL: Psychological Assessment Silberman, M. (1998). Active training: A
Resources. Handbook of Techniques, Design,
Case Examples, and Tips. San
Pratopo, T.C. (2001). Hubungan antara Fransisco: Jossey-Bass. motivasi dan stres kerja pada perawat
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Spector, P.E., O'Connel, B.J., & Chen, D.Y. S k r i p s i ( t i d a k d i t e r b i t k a n ) . (2000)., “A Longitudinal study of Yo g y a k a r t a : F a k . P s i k o l o g i relations between job stressor and job Universitas Wangsa Manggala strains while controlling for prior
Yogyakarta. negative affectivity and strains. “
Journal of Applied Psychology, vol. Riggio, R. E. (2003). Introduction to 85, pp. 211-218.
industrial/ organizational psychology
(Fourth edition). New Jersey : Prentice Suryanita, Y. (2001). Hubungan antara
Hall. strategi penanggulangan stres dan
sindrom burnout pada perawat di kota Robbins, S. P. (1996). Perilaku organisasi X. Jurnal Psikologi. 1. 1. Surabaya:
jilid 2 (Edisi Terjemahan). Jakarta: PT. Fak. Psikologi Universitas Widya